• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran."

Copied!
303
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendiskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran berjumlah 30 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika. Teknik pengumpulan data berupa wawancara tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data menggunakan kuantitaif.

Langkah-langkah pembelajaran kontekstual: relating, experiencing,

colaborating, applying, dan transferring. Hasil penelitian menunjukkan: siklus I

hasil belajar sebesar 75,30, siklus II meningkat menjadi 82,50, dan di akhir siklus meningkat menjadi 86,30. Pencapaian KKM mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 52,09% meningkat pada siklus I menjadi 63,60%, siklus II menjadi 76,60%, dan di akhir siklus meningkat sebesar 90%. Penigkatan nilai kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan 61,93 (tidak kritis) menjadi 80,58 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase jumlah siswa minimal cukup kritis meningkat dari kondisi awal 46,66% menjadi 86,66% pada kondisi akhir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas IV SD Kanisius Ganjuran.

(2)

ABSTRACT

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. The Improvement of Learning and Critical Thinking

Ability of Class IV in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In SD Kanisius Ganjuran. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma

University.

This research was based on the low result of learning and critical thinking ability on the KPK and FPB material IV of grade students SD Kanisius Ganjuran. This study aimed 1) describe the application the contextual learning to improvement of learning and math’s critical thinking, 2) knowed improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.

This research was Classroom Action Research. This research was with two cycles, each cycle consisted of two meetings. Subjects in this study were fourth grade student of SD Kanisius Ganjuran totaling 30 students. The object of this research was the result of students’ learning and math’s critical thinking ability. Data collection techniques such as tests and non-test. The research instrument used questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. Analysis of the data of this study used quantitative.

Contextual learning steps consist of relating, experiencing, colaborating, applying, and transferring. The research results showed: In 1st cycle the learning outcomes of 75,30, in 2nd cycle increased to 82,50 and the end of the cycle increased to 86,30. The KKM achievement obtained increased from initial condition of 52,09%, in 1st cycle increased to 63,60%, in 2nd cycle increased to 76,60%, and the end of the cycle increased to 90%. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial condition with value 61,93 (not critical) to 80.58 (critical) on the end condition. Completeness percentage increased from 46.66% on the initial conditions to 86,33% on the final conditions. It could be concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of IV grade students SD Kanisius Ganjuran.

(3)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV PADA MATERI KPK DAN

FPB MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SD KANISIUS GANJURAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Ag. Wulan Rosanti

NIM: 121134165

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Dengan segala cinta dan syukur skripsi ini dipersembahkan kepada :

Tuhan Yesus Sumber Kasih

Bapak dan Ibu tercinta berserta seluruh keluarga terkasih

Teman seperjuanganku dan teman baikku tersayang, yang tidak bisa aku

sebutkan satu- persatu

(7)

MOTTO

“Karena itu Aku Berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan,

percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan

kepadamu.”

(Markus 11:24)

“Kesadaran akan kasih Allah merupakan sumber penghiburan dalam duka,

sumber kedamaian hati, kebebasan batin dan kegembiraan hidup.”

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 April 2016 Yang menyatakan

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Ag. Wulan Rosanti

Nomor Mahasiswa : 121134165

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV PADA MATERI KPK DAN FPB MELALUI

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SD KANISIUS GANJURAN

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempubilkasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal 28 April 2016 Yang menyatakan,

(10)

ABSTRAK

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendiskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran berjumlah 30 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika. Teknik pengumpulan data berupa wawancara tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data menggunakan kuantitaif.

Langkah-langkah pembelajaran kontekstual: relating, experiencing,

colaborating, applying, dan transferring. Hasil penelitian menunjukkan: siklus I

hasil belajar sebesar 75,30, siklus II meningkat menjadi 82,50, dan di akhir siklus meningkat menjadi 86,30. Pencapaian KKM mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 52,09% meningkat pada siklus I menjadi 63,60%, siklus II menjadi 76,60%, dan di akhir siklus meningkat sebesar 90%. Penigkatan nilai kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan 61,93 (tidak kritis) menjadi 80,58 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase jumlah siswa minimal cukup kritis meningkat dari kondisi awal 46,66% menjadi 86,66% pada kondisi akhir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas IV SD Kanisius Ganjuran.

(11)

ABSTRACT

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. The Improvement of Learning and Critical Thinking

Ability of Class IV in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In SD Kanisius Ganjuran. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma

University.

This research was based on the low result of learning and critical thinking ability on the KPK and FPB material IV of grade students SD Kanisius Ganjuran. This study aimed 1) describe the application the contextual learning to improvement of learning and math’s critical thinking, 2) knowed improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.

This research was Classroom Action Research. This research was with two cycles, each cycle consisted of two meetings. Subjects in this study were fourth grade student of SD Kanisius Ganjuran totaling 30 students. The object of this research was the result of students’ learning and math’s critical thinking ability. Data collection techniques such as tests and non-test. The research instrument used questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. Analysis of the data of this study used quantitative.

Contextual learning steps consist of relating, experiencing, colaborating, applying, and transferring. The research results showed: In 1st cycle the learning outcomes of 75,30, in 2nd cycle increased to 82,50 and the end of the cycle increased to 86,30. The KKM achievement obtained increased from initial condition of 52,09%, in 1st cycle increased to 63,60%, in 2nd cycle increased to 76,60%, and the end of the cycle increased to 90%. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial condition with value 61,93 (not critical) to 80.58 (critical) on the end condition. Completeness percentage increased from 46.66% on the initial conditions to 86,33% on the final conditions. It could be concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of IV grade students SD Kanisius Ganjuran.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas berkat dan penyertaaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dalam prodram studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, dan kesulitan, namun berkat bimbingan , dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mampu termotivasi untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku kaprodi PGSD Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S.,M.Pd. selaku sekretaris PGSD Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Wahyu Wido Sari, M.Biotech. selaku dosen pembimbing akademik, yang bersedia memberikan masukan, bimbingan serta arahan selama penulisan tugak akhir ini.

5. Bapak Paulus Wahana, M.Hum. selaku dosen pembimbing satu yang telah meluangkan waktu, memberikan perhatian, membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian.

6. Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd. selaku dosen pembimbing dua yang selalu memberikan masukan, membantu dan mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir bimbingan.

(13)

yang membantu memberikan masukan selama penelitian serta seluruh karyawan, guru dan murid-murid tercinta SD Kanisius Ganjuran.

8. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Prodi PGSD Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing selama penulis belajar di kampus PGSD, USD.

9. Kedua orang tuaku Bapak Ax Bardono dan Ibu Christiana Yamtinah dan seluruh keluarga yang tak pernah bosan memberikan motivasi, doa, perhatian dan menjadi penyemangat selama perkuliahanku.

10.Teman-teman satu kelompok payung Tesa, Riza, Upik, Eva, Ambar, Yasinta, Asti, Husain, Ibnu, Ulil, Adit, Janu, Ardian, Faisal dan Frengki, yang berjuang bersama membantu dalam pelaksanaan ujian pendadaran, dari awal bimbingan hingga akhirnya perjuangan kita telah selesai.

11.Teman-teman angkatan 2012 PGSD yang selalu memberikan keceriaan dan tawa setiap harinya terima kasih atas kerja samanya selama kuliah ini. 12.Kampus PGSD, tempat menimba ilmu, banyak cerita suka-duka, yang

mampu mendewasakan penulis yang telah memberikan banyak kisah. 13.Semua pihak yang tidak dapat penilis sebutkan satu-persatu yang dengan

berbagai caranya telah membantu dalam proses belajar di PGSD, USD. Penulis menyadari masih banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun penulis di masa depan. Akhirnya semoga penulisan tugas akhir ini bermanfaat bagi siapa saja yang berkepentingan.

Yogyakarta, 28 April 2016 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

(15)

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kajian Teori ... 9

B. Penelitian yang relavan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Hipotesis Tindakan ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Setting Penelitian ... 41

C. Persiapan ... 42

D. Kegiatan Setiap Siklus ... 42

E. Teknik Pengumpulan data ... 50

F. Instrumen Penelitian ... 52

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 56

H. Teknik Analisis Data ... 60

I. Indikator Keberhasilan ... 68

J. Jadwal Penelitian ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Hasil Penelitian ... 71

B. Pembahasan ... 112

BAB V PENUTUP ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Keterbatasan Penelitian ... 120

C. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis ... 16

Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir kritis ... 17

Tabel 3.1. Pedoman Wawancara Guru Mengenai Proses Pembelajaran ... 53

Tabel 3.2. Pedoman Wawancara Guru Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 53

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Kuisioner Kemampuan Berpikir Kritis ... 54

Tabel 3.4. Pedoman Penskoran... 54

Tabel 3.5. Pedoman Observasi Kemampuan Berpikir Kritis ... 55

Tabel 3.6. Kisi-kisi Soal Evaluasi ... 56

Tabel 3.7. Kriteria Validasi Instrumen ... 58

Tabel 3.8. Hasil Validasi Kemampuan Berpikir Kritis ... 58

Tabel 3.9. Hasil Validasi Evaluasi... 59

Tabel 3.10. Hasil Validasi Silabus... 59

Tabel 3.11. Hasil Validasi RPP ... 60

Tabel 3.12. Hasil Validasi LKS ... 60

Tabel 3.13. PAP tipe 1 ... 62

Tabel 3.14. Kriteria Indikator 1 ... 64

Tabel 3.15. Kriteria Indikator 2 ... 64

Tabel 3.16. Kriteria Indikator 3 ... 65

Tabel 3.17. Kriteria Indikator 4 ... 65

Tabel 3.18. Kriteria Indikator 5 ... 65

Tabel 3.19. Kriteria Indikator 6 ... 66

Tabel 3.20. Kriteria Rata-Rata Kuesioner Secara Keseluruhan ... 66

(17)

Tabel 3.22. Indikator Keberhasilan Hasil Belajar ... 68

Tabel 3.23. Indikator Keberhasilan Kemampuan Berpikir Kritis Keseluruhan 69 Tabel 4.1. Kondisi Awal Nilai Ulangan Matematika Siswa... 71

Tabel 4.2. Skor Kondisi Awal Indikator 1 Setiap Siswa ... 72

Tabel 4.3. Skor Kondisi Awal Indikator 2 Setiap Siswa ... 73

Tabel 4.4. Skor Kondisi Awal Indikator 3 Setiap Siswa ... 75

Tabel 4.5. Skor Kondisi Awal Indikator 4 Setiap Siswa ... 76

Tabel 4.6. Skor Kondisi Awal Indikator 5 Setiap Siswa ... 77

Tabel 4.7. Skor Kondisi Awal Indikator 6 Setiap Siswa ... 77

Tabel 4.8. Skor Kondisi Awal keseluruhan Indikator ... 79

Tabel 4.9. Hasil Kuisioner Kondisi Awal Kemampuan Berpikir Kritis ... 80

Tabel 4.10. Hasil Evaluasi Siklus 1 ... 85

Tabel 4.11. Hasil Observasi Siklus 1 Kemampuan Berpikir Kritis ... 86

Tabel 4.12. Hasil Observasi Siklus 1 Secara Keseluruhan ... 87

Tabel 4.13. Hasil Evaluasi Siklus 2 ... 94

Tabel 4.14. Hasil Evaluasi Akhir Siklus... 94

Tabel 4.15. Hasil Observasi Siklus 2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 95

Tabel 4.16. Hasil Observasi Siklus 2 Secara Keseluruhan ... 96

Tabel 4.17. Skor Kondisi Akhir Indikator 1 Setiap Siswa ... 97

Tabel 4.18. Skor Kondisi Akhir Indikator 2 Setiap Siswa ... 98

Tabel 4.19. Skor Kondisi Akhir Indikator 3 Setiap Siswa ... 99

Tabel 4.20. Skor Kondisi Akhir Indikator 4 Setiap Siswa ... 100

Tabel 4.21. Skor Kondisi Akhir Indikator 5 Setiap Siswa ... 101

(18)

Tabel 4.23. Skor Kondisi Keseluruhan ... 103

Tabel 4.24. Hasil Kuisioner Kondisi Akhir Kemampuan Berpikir Kritis ... 103

Tabel 4.25. Perbandingan Target Pencapaian Penelitian ... 114

Tabel 4.26. Perbandingan Target Nilai Kuisioner ... 115

Tabel 4.27. Perbandingan Target Pencapaian Hasil Kuisioner ... 116

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Rata-rata Hasil Belajar ………...….108

Gambar 4.2 Presentase Ketuntasan Hasil Belajar ………...108 Gambar 4.3 Nilai Rata-rata Kuisioner Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa………...109 Gambar 4.4 Prensentase Jumlah Siswa yang Kritis……….110 Gambar 4.5 Rata-rata hasil Observasi Kemampuan

(20)

DAFTAR BAGAN

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Penelitian... 124

Lampiran 2 Surat Telah Melakukan Penelitian... 125

Lampiran 3 Silabus... 122

Lampiran 4 RPP... 137

Lampiran 5 Soal Evaluasi... 197

Lampiran 6 Hasil Pekerjaan Siswa ... 212

Lampiran 7 Nilai Evaluasi 1... 224

Lampiran 8 Nilai Evaluasi 2... 225

Lampiran 9 Nilai Evaluasi 3... 226

Lampiran 10 Data Kondisi Awal... 227

Lampiran 11 Validasi Perangkat Pembelajaran... 229

Lampiran 12 Validasi Evaluasi... 247

Lampiran 13 Kisi-Kisi Kuesioner... 259

Lampiran 14 Kuesioner... 261

Lampiran 15 Validasi Kuesioner... 263

Lampiran 16 Kondisi Awal Kemampuan Berpikir Kritis... 272

Lampiran 17 Kondisi Akhir Kemampuan Berpikir Kritis... 274

Lampiran 18 Pedoman Observasi... 276

Lampiran 19 Hasil Observasi... 277

Lampiran 20 Pedoman Wawancara Kemampuan Berpikir Kritis... 279

Lampiran 21 Pedoman Wawancara Proses... 280

Lampiran 22 Foto Kegiatan... 281

(22)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A.Latar Belakang Masalah

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar memiliki tujuan khusus yaitu

untuk meningkatkan keterampilan berhitung sebagai alat bantu dalam kehidupan

sehari-hari (Depdiknas, 2007). Matematika tidak hanya mengembangkan

kemampuan berhitung siswa, melainkan kemampuan untuk berfikir secara logis.

Siswa dapat mempelajari konsep-konsep sederhana hingga konsep-konsep yang

kompleks melalui mata pelajaran matematika. Penguasaan keterampilan dan

konsep yang dimiliki oleh siswa dapat membantu siswa dalam memecahkan

masalah matematika maupun bidang ilmu yang lain sehingga siswa dapat

memecahkan masalah yang dihadapinya (Susanto, 2013).

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam

penyelesaian masalah sehari-hari (Susanto, 2013: 185). Seperti yang disebutkan

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006), tujuan pembelajaran

matematika adalah untuk mencapai kompetensi matematika, diantaranya

kemampuan berpikir kritis. Sekolah menjadi sarana yang sangat berperan penting

(23)

matematika di kelas hendaknya berpusat kepada siswa dan menghadapkan pada

kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis yang

pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut siswa untuk

menyelesaikan masalah, dengan demikian siswa akan terbantu dalam mempelajari

materi mata pelajaran matematika selain itu pembelajaran seperti ini dapat

membantu mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,

dan kreatif yang dapat membantu siswa menuju jenjang pendidikan selanjutnya.

Pembelajaran matematika dengan menghadapkan pada kenyataan kehidupan

sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis dan pernah dialami dalam

kehidupan sehari-hari siswa, akan menuntut siswa untuk berpikir kritis dalam

penyelesaian masalah, menurut Angelo (dalam Achmad, 2007) berpikir kritis

adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi

kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,

menyimpulkan, dan mengevaluasi. Jadi merupakan sebuah proses terarah yang

digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil

keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Oleh karena itu,

kemampuan berpikir kritis penting dikembangkan dalam setiap kegiatan

pembelajaran di sekolah.

Namun dalam kenyataannya, ketika peneliti melakukan wawancara dan

observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dalam pembelajaran

matematika siswa tidak dihadapkan dengan realita kehidupan sehari-hari yang

memuat permasalahan matematika, dalam pembelajaran matematika masih

(24)

pebelajaran dengan menekankan pada pemberian materi secara langsung, pada

umumnya, guru menggunakan metode konvensional dalam membelajarkan siswa.

Akibat dari tidak dilatihnya kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan

permasalahan dalam kehidupan yang berkaitan dengan matematika maka

kemampuan berpikir kritis siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan

menjadi tidak berkembang.

Berdasarkan Wawancara yang dilakukan di kelas IV SD Kanisius Ganjuran

pada tanggal 5 Agustus 2015, Kriteria Ketuntutasan Minimal pada mata pelajaran

matematika di SDK Ganjuran adalah 70. Siswa yang belum mencapai KKM pada

materi KPK dan FPB rata-rata ada 53% pada tahun ajaran 2014/2015. KKM di

SDK Ganjuran pada tahun ini adalah 70. Ketika peneliti melakukan wawancara

dan observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dengan

menggunakan indikator berpikir kritis siswa masih rendah. Keenam indikator

yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis argumen,

mampu bertanya, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, membuat

kesimpulan, keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.

Indikator pertama yaitu menganalisis argumen ketika pembelajaran tidak terlihat

karena guru yang menjadi sumber pengetahuan bagi siswa. Indikator kedua dan

ketiga yaitu mampu bertanya dan menjawab pertanyaan kurang dari 50% siswa

dari 30. Indikator keempat yaitu memecahkan masalah juga tidak terlihat karena

guru hanya menjelaskan dan siswa langsung mengerjakan sebuah lembar kerja.

Indikator kelima yaitu membuat kesimpulan sudah terlihat ketika guru bertanya

(25)

terakhir, yaitu keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil pengamatan siswa

terlihat tidak mengevaluasi dan menilai kembali hasil pekerjannya, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV

masih rendah. Hal ini disebabkan guru jarang menerapkan metode kontekstual

dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran inovatif dan media pembelajaran sangat penting digunakan

karena matematika mempunyai objek kajian yang dianggap abstrak sedangkan

siswa usia SD menurut Piaget berada pada tahap operasi konkrit. Pembelajaran

yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis

matematika salah satunya dengan menggunakan pendekatan kontekstual atau

Contextual Teaching and Learning (CTL). Pembelajaran konstektual merupakan

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran

dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka

sehari hari (Hosnan, 2014: 267). Siswa sebaiknya dihadapkan pada realitas atau

pengalaman yang ada pada dirinya. Permasalahan mengenai matematika pada

kehidupan sehari-hari juga dapat dihadirkan sehingga nantinya siswa dapat

menerapkan pemecahannya tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merencanakan suatu penelitian

(26)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir

kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran semester genap tahun ajaran

2015/2016 dengan Kompetensi Dasar (KD) “2.3 Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan faktor persekutuan terbesar (FPB) dan 2.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB”. Model yang

digunakan dalam pembelajaran adalah Cooperative Teaching and Learning atau

pembelajaran kontekstual.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kontekstual untuk dapat

meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV

SD Kanisius Ganjuran?

2. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kontekstual dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran?

3. Apakah melalui model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini dimaksudkan untuk

(27)

1. Mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual untuk

meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV

SD Kanisius Ganjuran.

2. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada materi

KPK dan FPB kelas IV SD Kanisius Ganjuran melalui model pembelajaran

kontekstual.

3. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis

siswa pada materi KPK dan FPB kelas IV SD Kanisius Ganjuran melalui

model pembelajaran kontekstual.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka hasil penelitian ini di

harapkan dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan. Manfaat

penelitian ini ada 2 yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pengetahuan dalam penggunaan inovatif pembelajaran, yaitu model

pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran di sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti:

1. Memberikan wawasan mengenai inovatif pembelajaran yaitu salah

satunya dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual yang

(28)

2. Memberikan pengetahuan mengenai cara meingkatkan hasil belajar

dan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Penelitian ini merupakan cara peneliti untuk belajar, berlatih, dan

mengembangkan model pembelajaran kontekstual dengan

menerapkan pengetahuan peneliti selama melakukan penelitian.

b. Bagi siswa:

1. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika pembelajaran.

2. Meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa.

c. Bagi Guru:

Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual

ini diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi guru untuk menaikkan hasil

belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika.

F. Defenisi Operasional

1. Hasil belajar adalah tingkat pernyataan yang dicapai siswa dalam

mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang

ditetapkan, hasil belajar siswa yaitu aspek kognitif.

2. Berpikir kritis adalah proses berpikir melalui beberapa tahapan atau proses

untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian, yaitu tahapan

menganalisis argumen, mampu bertanya, menjawab pertanyaan,

memecahkan masalah, membuat kesimpulan, keterampilan mengevaluasi

(29)

3. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam

penyelesaian masalah sehari-hari

4. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) adalah kumpulan bilangan

yang sama dan terkecil yang merupakan kelipatan dari dua buah bilangan

atau lebih.

5. Faktor Persektuan Terbesar (FPB) adalah faktor-faktor atau angka

pembagi yang paling besar dari beberapa bilangan.

6. Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan

mereka, dengan langkah-langkah: relating, experiencing, colaborating,

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab inimembahas mengenai mengenai latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi

operasional.

A. Kajian Teori 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar dalam pengertian umum dan sederhana, diartikan sebagai

aktivitas untuk memperoleh pengetahuan Gredler (dalam Aunurrahman,

2012). Senada dengan itu Pendapat lain mengatakan bahwa belajar

merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan

tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Abdilah (dalam Aunurrahman, 2012). Pengertian tersebut senada dengan

pendapat yang diungkapkan oleh Sumadi (dalam Khodijah, 2002) yang

menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang memiliki 3 ciri yaitu:

(1) Proses tersebut membawa perubahan (baik aktual maupun potensial), (2)

Perubahan pokoknya adalah didapatkan kecakapan baru dan, (3) Perubahan

itu terjadi karena usaha (disengaja). Pendapat ini menekankan pada hasil

(31)

pendapat tersebut adalah yang diungkapkan Slameto (2002:2), belajar

adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dan lingkunganya. Pendapat lain

yang mendukung adalah seperti yang diungkapkan oleh, Heri Rahyubi

(2014: 6) bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas yang

dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam

dirinya berupa penambahan pengetahuan dan pengalamanya. Anisah (2011:

12) juga mengungkapkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang

dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkunganya.

Pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar

memiliki arti kegiatan perubahan yang disengaja untuk memperoleh

pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan, maupun dalam perilaku.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Kegiatan belajar mengajar di sekolah berorientasi pada pencapaian

hasil belajar akademik siswa. Surya (2003: 16) berpendapat bahwa hasil

belajar ialah perubahan perilaku individu, individu memperoleh perilaku

yang baru, positif dan disadari, perilaku tersebut mencakup aspek kognitif,

afektif, dan motorik. Senada dengan itu Khodijah (2014: 187) mengatakan

bahwa hasil belajar adalah tingkat pernyataan yang dicapai siswa dalam

(32)

ditetapkan, hasil belajar siswa mencakup tiga aspek yaitu; aspek kognitif,

aspek afektif, dan aspek psikomotarik.

1) Aspek Kognitif

Evaluasi aspek kognitif, mengukur pemahaman konsep yang terkait

dengan percobaan yang dilakukan untuk aspek pengetahuan evaluasi

dapat dilakukan melalui tes tertulis yang relevan dengan materi pokok

tersebut. Aspek kognitif dapat berupa pengetahuan dan keterampilan

intelektual yang meliputi: pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

dan evaluasi.

2) Aspek Afektif

Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat

penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Evaluasi aspek afektif

dalam hal ini digunakan untuk penilaian kecakapan hidup meliputi

kesadaran diri, kecakapan berpikirrasional, kecakapan sosial, dan

kecakapan akademis. Aspek ini belum ada patokan yang pasti dalam

penilaiannya.

3) Aspek Psikomotorik

Pengukuran keberhasilan pada aspek psikomotor ditunjukkan pada

keterampilan dalam merangkai alat keterampilan kerja dan ketelitian

dalam mendapatkan hasil. Evaluasi dari aspek keterampilan yang dimiliki

oleh siswa bertujuan untukmengukur sejauh mana siswa menguasai

(33)

Dari beberapa definisi yang diungkapkan, hasil belajar adalah

perubahan yang terjadi dalam individu akibat dari usaha yang dilakukan

atau interaksi individu dengan lingkungannya. Hasil individu dapat dilihat

dari hasil evaluasi yang dilakukan secara bertahap selama proses belajar

mengajar itu berlangsung. Evaluasi dapat dilakukan pada awal pelajaran,

selama pelajaran berlangsung atau pada akhir pelajaran.

3. Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir Kritis

Richard W. Paul yang dikutip oleh Kasdin dan Febiana (2012: 5) “Berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang

secara aktif dan terampil memahami mengaplikasikan, menganalisis,

mensintesakan dan mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan

atau yang dia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya”. Jadi,

seseorang yang berpikir kritis akan selalu aktif dalam memahami dan

menganalisis semua informasi yang ia dapatkan.

Menurut Johnson (2007: 183) berpikir kritis merupakan sebuah proses

yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti

memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis

asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Sedangkan menurut Ennis

berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif dan fokus dalam

(34)

Sunaryo, 2011: 19). Jadi dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah

kegiatan tingkat tinggi dengan mengenal dan memecahkan masalah yang

kemudian dapat mengambil suatu keputusan, menganalisis informasi yang

didapatkan, dan dapat membuat suatu kesimpulan dari penelitiannya.

Selanjutnya Anggelo (dalam Achmad, 2007) juga menjelaskan bahwa

berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang

tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal

permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Jadi

merupakan sebuah proses terarah yang digunakan dalam kegiatan mental

seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi

dan melakukan penelitian ilmiah.

Dari beberapa pendapat tersebut terdapat kesamaan dalam hal

sistematika berpikir, yaitu berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa

tahapan atau proses untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian,

yaitu tahapan menganalis, mensintesis, mengenal dan memecahkan

masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi.

b. Indikator Berpikir Kritis

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang

mendalam. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan, terdapat beberapa

kegiatan yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan

kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Anggelo (dalam Achmad, 2007)

mengidentifikaasi lima indikator yang sistematis dalam berpikir kritis, yaitu:

(35)

1. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan

sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui

pengorganisasian struktur. Kata-kata operasional yang mengindikasikan

keterampilan berpikir kritis, diantaranya: memerinci, menyusun diagram,

membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan,

menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, dan membagi.

2. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan

bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan

sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadankan semua informasi

yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan

ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya.

Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir sintesis,

diantaranya: mengategorikan, mengombinasikan, mengarang,

menciptakan, menjelaskan, mengorganisasikan, menyusun,

menghubungkan, merevisi, menuliskan kembali dan menceritakan.

3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah

Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada

beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk

memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca

selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan,

(36)

adalah agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep

ke dalam permasalahan. Kata-kata operasional yang mengindikasikan

keterampilan mengenal dan memecahkan masalah diantaranya :

mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengoperasikan,

meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan,

menunjukkan, memecahkan dan menggunakan.

4. Keterampilan Menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan menuntut pembaca untuk mampu

menguraikan dan memahami bebagai aspek secara bertahap agar sampai

kepada suatu formula baru, yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran

manusia itu sendiri dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan

induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang

memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan

sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. Kemampuan

menyimpulkan adalah: menjelaskan, memerinci, menghubungkan,

mengategorikan, memisah dan menceritakan.

5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan

nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada.. Dalam taksonomi

Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif

yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar mampu

mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta

(37)

Wowo (2012: 198) menjelaskan berpikir kritis menjadi beberapa

indikator: 1) mengidentifikasi masalah, pertanyaan, dan kesimpulan, 2)

menganalisis argumen, 3) bertanya dan menjawab pertanyaan, 4)

mengidentifikasi keputusan dan menangani sesuai alasan, 5) mengamati dan

menilai laporan observasi, 6) menyimpulkan dan menilai keputusan, 7)

mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan keraguan yang mengganggu

pemikiran, dan 8) mengintegrasikan kemampuan lain dalam membuat dan

mempertahankan keputusan.

Menurut Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21) terdapat 12 indikator

berpikir kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan

berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification),

membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan

(interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta

strategi dan taktik (strategy and tactics). Kemudian 12 indikator tersebut

dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilanberpikir kritis Sub Keterampilan berpikir kritis Memberikan penjelasan

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatusumber. 5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. Menyimpulkan (inference) 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi. 8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. Membuat penjelasan lebih

lanjut(advancedclarification)

9. Mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi 10. Mengidentifikasi asumsi.

Strategi dantaktik (strategies and tactics).

(38)

Berdasarkan indikator dari tiga ahli, peneliti menuliskan ke dalam

tabel untuk melihat kesamaan yang diambil sebagai indikator penelitian.

Tabel 2.2Indikator Keterampilan Berpikir kritis

Angelo Wowo Ennis

Keterampilan menganalisis Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan.

Memfokuskan pertanyaan.

Keterampilan mensintesis Menganalisis argumen Menganalisis argumen Keterampilan mengenal dan

memecahkan masalah

Bertanya dan menjawab

pertanyaan klarifikasi atau tantangan.

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang Keterampilan menyimpulkan Mengidentifikasi istilah keputusan

dan menangani sesuai alasan.

Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber.

Keterampilan mengevaluasi dan menilai

Mengamati dan menilai laporan observasi.

Mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi (ikut terlibat dalam menyimpulkan)

Menyimpulkan dan menilai keputusan.

Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang mengganggu pemikiran (berpikir yang disangka benar). Memutuskan suatu tindakan (mendefinisikan masalah) Berinteraksi dengan orang lain

Berdasarkan pendapat dari tiga ahli, peneliti menggunakan 6

indikator sebagai fokus penelitian, yaitu: (1) menganalisis argumen, (2)

mampu bertanya, (3) mampu menjawab pertanyaan, (4) memecahkan

masalah, (5) membuat kesimpulan, (6) keterampilan mengevaluasi dan

(39)

4. Matematika

a. Pengertian Matematika

Johnson dan Rising dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4),

mengemukakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola

mengorganisasikan, dan pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa

yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan

akurat dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol. Matematika

berdasarkan pendapat Susanto (2013: 185) adalah salah satu disiplin ilmu

pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan

serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan

mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam

memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Menurut James dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4), matematika

adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan

konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi

dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Berdasarkan

pengertian, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pola pikir ilmu

tentang konsep penalaran yang berkaitan dengan bilangan, ruang, dan

bentuk yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari yang menghadirkan kenyataan dan berhubungan secara nyata

(40)

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika memiliki ciri-ciri secara umum. Menurut

Suwangsih (2006: 25) ciri-ciri pembelajaran matematika di SD yaitu:

1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral

Pendekatan spiral merupakan suatu topik matematika selalu dikaitkan

dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya digunakan untuk

memahami topik baru dalam matematika, sedangkan topik baru

merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya.

2. Pembelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu mulai

dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit.

3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

Materi yang dipelajari dimulai dengan mengenalkan contoh-contoh

yang konkret sehingga siswa dapat memahami konsep dalam materi.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran tidak ada

pertentangan antara kebenaran satu dengan kebenaran yang lainnya.

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pembelajaran matematika secara bermakna merupakan cara

mengajarkan materi yang mengutamakan pengertian dari pada

hafalan. Dalam pembelajaran bermakna siswa mempelajari

matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian

(41)

c. Langkah Pembelajaran Matematika

Guru sebaiknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan

efisien sesuai denganm kurikulum dan pola pikir siswa. Sehingga siswa

terampil menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa

kemampuan setiap siswa berbeda-beda dan tidak semua siswa senang

terhadap pelajaran matematika. Heruman (2007: 2), membagi

konsep-konsep pada kurikulum matematika SD menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Penanaman Konsep Dasar

Pemahaman Konsep Dasar adalah pembelajaran suatu konsep baru

matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.

Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang

dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret

dengan konsep baru matematika yang abstrak.

2) Pemahaman Konsep

Pemahaman Konsep adalah pembelajaran lanjutan yang bertujuan

agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Kelanjutan

pembelajaran dapat terjadi dalam satu pertemuan yang sama atau pada

pertemuan yang berbeda.

3) Pembinaan Keterampilan

Pembinaan Keterampilan adalah pembelajaran lanjutan dari

penanaman konsep dan pemahaman konsep, dan bertujuan agar siswa

(42)

Dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran matematika di kelas,

menghadapkan pada kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang

menghadirkan masalah matematis yang pernah dialami dalam kehidupan

sehari-hari yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah.

5. Materi KPK dan FPB

a. Menentukan Kelipatan Suatu Bilangan

Bilangan loncat 2 yang ditunjukkan tanda panah pada garis bilangan

adalah 2, 4, 6, 8, 10, dan seterusnya

Bilangan-bilangan tersebut diperoleh dengan menambahkan 2 dari

bilangan sebelumnya atau mengalikan 2 dengan bilangan 1, 2, 3, 4, 5,

dan seterusnya. Bilangan-bilangan ini disebut bilangan kelipatan 2.

b. Kelipatan Persekutuan Dua Bilangan

Mari kita perhatikan garis bilangan di bawah ini.

Bilangan-bilangan kelipatan 2 adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, …

Bilangan-bilangan kelipatan 3 adalah 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, …

(43)

c. Menentukan Faktor Suatu Bilangan

Adalah hubungan operasi perkalian dan pembagian.

6 : 1 = 6 6 : 2 = 3 6 : 3 = 2 6 : 6 = 1

Bilangan 6 habis dibagi oleh bilangan-bilangan 1, 2, 3, dan 6, cara lain,

sebagai berikut: 6 = 1 × 6, 6 = 2 × 3, 6 = 3 × 2, 6 = 6 × 1

Dapat juga dituliskan dalam petak perkalian di bawah ini.

6

1 2 3 6

6 3 2 1

Bilangan-bilangan 1, 2, 3, dan 6 disebut faktor dari bilangan 6. Faktor

adalah pembagi dari suatu bilangan, yaitu bilangan bilangan yang

membagi habis bilangan tersebut.

d. Faktor Persekutuan Dua Bilangan

Faktor persekutuan dari dua bilangan adalah faktor-faktor dari dua

bilangan tersebut yang bernilai sama.

Contoh: Faktor dari 6 adalah 1, 2, 3, 6

Faktor dari 8 adalah 1, 2, 4, 8

Jadi, faktor persekutuan dari 6 dan 8 adalah 1 dan 2

e. Bilangan Prima

Bilangan prima adalah suatu bilangan yang hanya memiliki dua faktor

perkalian, yaitu bilangan 1 dan bilangan itu sendiri.

f. Menentukan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan adalah

(44)

Cara 1 : dengan kelipatan persekutuan :

Kelipatan 4 adalah 4, 8, 12 , 16, 20, 24 , 28, 32, 36 , 40, 48 …

Kelipatan 6 adalah 6, 12 , 18, 24 , 30, 36 , 42, 48 , 54, 60, … Kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 adalah 12, 24, 36, 48, …

Kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 yang paling kecil disebut KPK, Jadi,

diperoleh KPK dari 4 dan 6 adalah 12.

Cara 2 : dengan faktorisasi prima :

Langkah 1 : menentukan faktorisasi prima dengan pohon faktor

4 6

4 = 2 x 2 = 22 6 = 2 x 3 = 21 x 1

Langkah 2 : Mengalihkan semua faktornya dan jika ada yang sama

dipilih pangkat yang terbesar.

KPK dari 4 dan 6 adalah 4 = 2 x 2 = 22 6 = 2 x 3

KPK = 22 x 3 = 4 x 3 = 12

g. Menentukan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua bilangan adalah faktor

persekutuan bilangan bilangan tersebut yang nilainya paling besar.

Cara 1 : dengan faktor persekutuan :

Faktor dari 24 = 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24

Faktor dari 30 = 1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 30

Faktor persekutuan 24 dan 30 = 1, 2, 3, 6 FPB dari 24 dan 30 = 6

Cara 2 : dengan faktorisasi prima :

Langkah 1 : menentukan faktorisasi prima dengan pohon faktor

(45)

24 30

24 = 23 x 3 30 = 2 x 3 x 5

Langkah 2 : Mengalihkan faktor – faktor yang sama dengan pangkat yang paling kecil.

24 = 23 x 31

30 = 21 x 31 x 5 FPB dari 24 dan 30 = 2 x 3 = 6

h. Menyelesaikan Masalah Berkaitan dengan KPK

Permasalahan yang berkaitan dengan KPK sering kita jumpai dalam

kehidupan sehari. Contoh permasalahan: Lita pergi ke salon rambut

setiap 30 hari sekal, Putri pergi ke salon rambut yang sama setiap 18 hari

sekali. Setiap berapa hari sekali Lita dan Putri pergi ke salon bersama?

Permasalahan di atas adalah menentukan bilangan terkecil yang

merupakan kelipatan dari 30 dan 18, yaitu mencari KPK dari 30 dan 18.

KPK dari 30 dan 18 dapat dicari dengan menggunakan faktorisasi prima.

Untuk mencari KPK caranya adalah sebagai berikut.

1. Tentukan faktorisasi prima dari bilangan-bilangan yang akan dicari

KPK-nya.

2. Kalikan semua faktor prima bilangan-bilangan. Jika ada faktor prima

yang sama, pilihlah faktor prima dengan pangkat terbesar.

Perhatikan bilangan 30 dan 18.

Faktorisasi prima dari 30 = 2 × 3 × 5

2 12 2 15

6 3 5

2

(46)

Faktorisasi prima dari 18 = 2 × 32 KPK dari 30 dan 18 = 2 × 32 × 5 = 9

Jadi, Lita dan Putri pergi ke salon bersama-sama setiap 90 hari sekali.

i. Menyelesaikan Masalah Berkaitan dengan FPB

Perhatikan permasalahan berikut: Ibu akan mengemas 90 mi instan

dan 48 biskuit ke dalam beberapa kantung plastik. Berapa banyak

kantong plastik yang Ibu butuhkan agar mie instan dan biskuit tersebut

dapat dikemas dalam beberapa kantong plastik dengan isi sama banyak

untuk setiap kantong plastik? Permasalahan di atas dapat diselesaikan

dengan mencari bilangan terbesar yang dapat membagi bilangan 90 dan

48, yaitu mencari faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 90 dan 48.

Faktorisasi prima dari 90 = 2 × 32 × 5

Faktorisasi prima dari 48 = 24 × 3 FPB dari 90 dan 48 = 2 × 3 = 6

Jadi, kantong plastik yang dibutuhkan Ibu adalah 6 kantong plastik.

6. Model Pembelajaran Kontekstual

a. Pengertian Constextual Teaching and Learning (CTL)

Kata contextual berasal dari kata contex, yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian, contextual diartikan “yang berhubungan dengan suatu korteks”. Sehingga, Contextual

Teaching and Learning (CTL) diartikan sebagai suatu pembelajaran yang

(47)

Model Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian

John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa belajar dengan

baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan

dengan kegiatan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Nurhadi (dalam

Rusman, 2012: 78) menyebutkan model pembelajaran kontekstual

merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyrakat dalam kehidupan sehari hari.

Chaedar (2002: 68) berpendapat pembelajaran dan pengajaran

kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang

membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks

kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya,

siswa melihat makna dalam tugas sekolah, ketika para siswa menemukan

permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan

menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan,

ketika mereka aktif memilih, menyusun, mengatur, merencanakan,

menyelidiki, mempertanyakan dan membuat keputusan, mereka

mengaitkan isi akademis dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini

mereka menemukan makna.

Sesuai beberapa pendapat, model pembelajaran kontekstual dapat

(48)

merupakan pembelajaran dengan transfer pengetahuan dengan

mengaitkan pemahaman dari anak melalui kehidupan nyata dengan

materi pembelajaran, model pembelajaran kontekstual mendorong siswa

untuk berpikir aktif dalam menemukan makna pempelajaran dengan

mengaikan materi dengan apa yang telah diketahui siswa.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (dalam Hosnan, 2014: 277), terdapat delapan

utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual yaitu:

Melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang

berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan

kreatif, mengasuh atau memelihara pribadi siswa, mencapai standar yang

tinggi, menggunakan penilaian yang sebenarnya.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL, menurut Priyatni

(dalam Hosnan, 2014: 278), memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya

pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam

memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran

diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning

in real life setting).

2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman

(49)

4. Pembelajaran melalui kerja kelompok (leraning in a gruop).

5. Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara

mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan

pembelajaran yang menyenangkan (leraning to knot each other

deeply.)

6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan

kerja sama (leraning to ask, to inqiry, to work together).

7. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan (leraning as

an enjoy activity).

c. Penerapan Pembelajaran Konstekstual di kelas

Proses pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya tujuh

komponen dalam pembelajaran konterkstual (Hosnan, 2014: 269), yakni:

1. Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun

pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

pengalaman. Dalam kontruktivisme ada hal-hal sebagai berikut : 1)

Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta

didik membangun sendiri pengetahuanya, 2) Kegiatan belajar dikemas

menjadi proses mengontrusi pengetahuan, bukan menerima

pengetahuan. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan baru, 3)

Belajar adalah proses aktif mengontruksi pengetahuan dari

pengalaman alami, untuk mencari makna.

2. Menemukan (Inquiry) adalah proses bembelajaran didasarkan pada

(50)

Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan

mengemukakan, apapun materi diajrkanya. Siklus inquiry sebagai

berikut, observasi, bertanya, mengajukan dungaan, pengumpulan data,

dan penyimpulan. Langkah-langkah dalam inquiry adalah,

merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi,

menganalisis dan menyajikan, dan menyimpulkan hasil karya.

3. Bertanya (Questioning), ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan

pembelajaran, yakni pertanyan jelas dan singkat, memberi acuan,

memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan,

pemberin kesempatan berpikir dan pemberian tuntunan. Dalam

pembelajaran melalui CTL, guru menyampaikan informasi dengan

memancing agar siswa menemukan sendiri. Peran bertanya sangan

penting, sebab melaui pertanyaan, guru dapat membimbing dan

mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang

dipelajarinya.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh

dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang

belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua

arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi

pembelajaran saling belajar. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu

(51)

Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa

yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang

belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang

lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul.

5. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,

mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya melakukan

apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Pembelajaran

kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang

dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. Dalam

pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat

dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk

untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika

kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau

memenangkan lomba pidato, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan

sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai “standar” kompetensi yang harus dicapainya.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang dilakukan

dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa

pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi merupakan cara berpikir

(52)

7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment)

Menilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Berlangsung selama

proses pembelajaran secara terintegrasi, yang dilakukan melalui

berbagai cara (tes, dan nontes), dengan brntuk alternative kinerja,

observasi, portofolio, dan jurnal.

Trianto (dalam Hosnan, 2014: 270) mengemukakan

langkah-langkah untuk menerapkan ketujuh komponen CTL sebagai berikut:

1. Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih

bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.

3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok). 5. Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.

6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Hamdayama (2014: 51) proses pembelajaran kontekstual terdiri

dari delapan tahapan atau langkah sebagai berikut:

1. Membangun hubungan yang bermakna (Relating); Siswa

menghubungkan apa yang dipelajari di sekolah dengan

pengalamannya sendiri, kejadian dirumah, media massa, atau yang

(53)

2. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing); langkah guru

dalam mengaitkan meteri dengan konteks kehidupan siswa,

diantaranya, (a) mengkaitkan pelajaran dengan sumber yang

berhubungan dengan kehidupan siswa, (b) menggunakan sumber

dari bidang lain, (c) mengkaitkan berbagai pelajaran yang sesuai

dengan materi pelajaran, dan (d) belajar melalui kegiatan sosial.

3. Belajar secara mandiri; setiap anak memiliki kemampuan yang

berbeda, sehingga siswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri

sesuai dengan kondisi siswa masing-masing.

4. Kolaborasi (collaborating); mendorong siswa untuk berkerjasama

dengan teman atau didalam kelompok.

5. Berpikir kritis dan kreatif (applaying); mendorong siswa agar bisa

berpikir kritis dan kreatif serta menerapkan dalam dunia nyata siswa.

6. Mengembangkan potensi individu (transfering); memberikan

kesempatan siswa untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

7. Standar pencapaian yang tinggi; dengan standar pencapaian yang

tinggi, maka akan memacu siswa untuk berusaha lebih baik.

8. Asesmen autentik; pencapaian hasil belajar diukur dengan asesmen

autentik yang menyediakan informasi mengenai kualitas pendidikan.

Dari kedelapan tahapan tersebut peneliti memilih 5 tahapan

yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu: relating,

(54)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian Pertama dilakukan oleh Husen Windayana (2007) melalui

penelitian yang berjudul Pembelajaran Matematika Realistik dalam Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Logis Kreatif, dan Kritis, Serta Komunikasi Matematik

Siswa Sekolah Dasar. bertujuan meningkatkan kemampuan berpikir logis, berpikir

kreatif, berpikir kritis, dan komunikasi matematik siswa sekolah dasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendekatan matematika realistik dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari indicator menganalisis

permasalahan, memecahkan permasalahan, dan membandingkan. Misalnya siswa

mampu menganalisis dan memecahkan permasalahan. Siswa mampu

menunjukkan kemampuannya dalam menganalisis permasalahan, memecahkan

permasalahan, dan membandingkan.

Penelitian kedua dilakukan oleh Siti Lestari (2009/2010) melalui penelitian

yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan

Kontekstual pada siswa Kelas II SD Negeri II Bubakan Kecamatan Girimarto

Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan hasil belajar matematika dengan Pendekatan Kontekstual pada

siswa kelas II SD Negeri III Bubakan, mendiskripsikan kendala-kendala yang

dihadapi guru dalam penerapan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatan hasil

belajar matematika pada siswa kelas SD Negeri III Bubakan II, memaparkan cara

mengatasi kendala-kendala penerapan Pendekatan Kontekstual untuk

Gambar

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis
Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir kritis
Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan
Tabel 3.1. Pedoman Wawancara Proses Pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

The purpose of this research is to develop a tetra-polar bioelectrical impedance analyzer for assessing total body water (TBW), body fat (BF), and body muscle

PENGEMBANGAN ALAT ASESMEN IMAJINASI MELALUI TULISAN KOLABORASI D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI KOMPUTASI AWAN D I SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 10 KOTA BAND UNG..

Namun demikian, jumlah total tunas per eksplan pada media dasar MS yang mengandung NAA tidak berbeda nyata dengan media kontrol (MS0).. Hal ini terjadi diduga karena

/2015 tanggal 21 September 2015, pekerjaan Penyusunan Masterplan Penyelenggaraan Pekan Olah Raga Provinsi Sumatera Selatan di Kabupaten Muara Enim, maka peserta yang

Hasil penelitian yang peneliti lakukan, mengenai pelaksanaan pembelajaran PAI kelas VII di SLB N 2 Yogyakarta dengan metode wawancara adalah, pembelajaran tidak hanya

sedangkan pada JS tidak terlalu terlihat pengaruh dari parameter tersebut. Pada strategi kategori suportive move , hampir pada semua jenis

Hasil penelitian ini diketahui bahwa Pengembangan bahan ajar pada mata kuliah Seni Kriya Tekstil melalui beberapa tahap, yaitu: tahap analisis kebutuhan melalui

Dari pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk anak yang terlibat (pelaku) tindak pidana terorisme tidak berlaku strafminima khusus yang tercantum dalam pasal-pasal