ABSTRAK
Rosanti, Ag. Wulan. 2016. Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendiskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran berjumlah 30 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika. Teknik pengumpulan data berupa wawancara tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data menggunakan kuantitaif.
Langkah-langkah pembelajaran kontekstual: relating, experiencing,
colaborating, applying, dan transferring. Hasil penelitian menunjukkan: siklus I
hasil belajar sebesar 75,30, siklus II meningkat menjadi 82,50, dan di akhir siklus meningkat menjadi 86,30. Pencapaian KKM mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 52,09% meningkat pada siklus I menjadi 63,60%, siklus II menjadi 76,60%, dan di akhir siklus meningkat sebesar 90%. Penigkatan nilai kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan 61,93 (tidak kritis) menjadi 80,58 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase jumlah siswa minimal cukup kritis meningkat dari kondisi awal 46,66% menjadi 86,66% pada kondisi akhir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas IV SD Kanisius Ganjuran.
ABSTRACT
Rosanti, Ag. Wulan. 2016. The Improvement of Learning and Critical Thinking
Ability of Class IV in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In SD Kanisius Ganjuran. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma
University.
This research was based on the low result of learning and critical thinking ability on the KPK and FPB material IV of grade students SD Kanisius Ganjuran. This study aimed 1) describe the application the contextual learning to improvement of learning and math’s critical thinking, 2) knowed improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.
This research was Classroom Action Research. This research was with two cycles, each cycle consisted of two meetings. Subjects in this study were fourth grade student of SD Kanisius Ganjuran totaling 30 students. The object of this research was the result of students’ learning and math’s critical thinking ability. Data collection techniques such as tests and non-test. The research instrument used questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. Analysis of the data of this study used quantitative.
Contextual learning steps consist of relating, experiencing, colaborating, applying, and transferring. The research results showed: In 1st cycle the learning outcomes of 75,30, in 2nd cycle increased to 82,50 and the end of the cycle increased to 86,30. The KKM achievement obtained increased from initial condition of 52,09%, in 1st cycle increased to 63,60%, in 2nd cycle increased to 76,60%, and the end of the cycle increased to 90%. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial condition with value 61,93 (not critical) to 80.58 (critical) on the end condition. Completeness percentage increased from 46.66% on the initial conditions to 86,33% on the final conditions. It could be concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of IV grade students SD Kanisius Ganjuran.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV PADA MATERI KPK DAN
FPB MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SD KANISIUS GANJURAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Ag. Wulan Rosanti
NIM: 121134165
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Dengan segala cinta dan syukur skripsi ini dipersembahkan kepada :
Tuhan Yesus Sumber Kasih
Bapak dan Ibu tercinta berserta seluruh keluarga terkasih
Teman seperjuanganku dan teman baikku tersayang, yang tidak bisa aku
sebutkan satu- persatu
MOTTO
“Karena itu Aku Berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan,
percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan
kepadamu.”
(Markus 11:24)
“Kesadaran akan kasih Allah merupakan sumber penghiburan dalam duka,
sumber kedamaian hati, kebebasan batin dan kegembiraan hidup.”
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 April 2016 Yang menyatakan
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Ag. Wulan Rosanti
Nomor Mahasiswa : 121134165
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV PADA MATERI KPK DAN FPB MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SD KANISIUS GANJURAN
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempubilkasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal 28 April 2016 Yang menyatakan,
ABSTRAK
Rosanti, Ag. Wulan. 2016. Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendiskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran berjumlah 30 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika. Teknik pengumpulan data berupa wawancara tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data menggunakan kuantitaif.
Langkah-langkah pembelajaran kontekstual: relating, experiencing,
colaborating, applying, dan transferring. Hasil penelitian menunjukkan: siklus I
hasil belajar sebesar 75,30, siklus II meningkat menjadi 82,50, dan di akhir siklus meningkat menjadi 86,30. Pencapaian KKM mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 52,09% meningkat pada siklus I menjadi 63,60%, siklus II menjadi 76,60%, dan di akhir siklus meningkat sebesar 90%. Penigkatan nilai kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan 61,93 (tidak kritis) menjadi 80,58 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase jumlah siswa minimal cukup kritis meningkat dari kondisi awal 46,66% menjadi 86,66% pada kondisi akhir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas IV SD Kanisius Ganjuran.
ABSTRACT
Rosanti, Ag. Wulan. 2016. The Improvement of Learning and Critical Thinking
Ability of Class IV in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In SD Kanisius Ganjuran. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma
University.
This research was based on the low result of learning and critical thinking ability on the KPK and FPB material IV of grade students SD Kanisius Ganjuran. This study aimed 1) describe the application the contextual learning to improvement of learning and math’s critical thinking, 2) knowed improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.
This research was Classroom Action Research. This research was with two cycles, each cycle consisted of two meetings. Subjects in this study were fourth grade student of SD Kanisius Ganjuran totaling 30 students. The object of this research was the result of students’ learning and math’s critical thinking ability. Data collection techniques such as tests and non-test. The research instrument used questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. Analysis of the data of this study used quantitative.
Contextual learning steps consist of relating, experiencing, colaborating, applying, and transferring. The research results showed: In 1st cycle the learning outcomes of 75,30, in 2nd cycle increased to 82,50 and the end of the cycle increased to 86,30. The KKM achievement obtained increased from initial condition of 52,09%, in 1st cycle increased to 63,60%, in 2nd cycle increased to 76,60%, and the end of the cycle increased to 90%. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial condition with value 61,93 (not critical) to 80.58 (critical) on the end condition. Completeness percentage increased from 46.66% on the initial conditions to 86,33% on the final conditions. It could be concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of IV grade students SD Kanisius Ganjuran.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas berkat dan penyertaaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dalam prodram studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, dan kesulitan, namun berkat bimbingan , dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mampu termotivasi untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku kaprodi PGSD Universitas Sanata Dharma.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S.,M.Pd. selaku sekretaris PGSD Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Wahyu Wido Sari, M.Biotech. selaku dosen pembimbing akademik, yang bersedia memberikan masukan, bimbingan serta arahan selama penulisan tugak akhir ini.
5. Bapak Paulus Wahana, M.Hum. selaku dosen pembimbing satu yang telah meluangkan waktu, memberikan perhatian, membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian.
6. Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd. selaku dosen pembimbing dua yang selalu memberikan masukan, membantu dan mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir bimbingan.
yang membantu memberikan masukan selama penelitian serta seluruh karyawan, guru dan murid-murid tercinta SD Kanisius Ganjuran.
8. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Prodi PGSD Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing selama penulis belajar di kampus PGSD, USD.
9. Kedua orang tuaku Bapak Ax Bardono dan Ibu Christiana Yamtinah dan seluruh keluarga yang tak pernah bosan memberikan motivasi, doa, perhatian dan menjadi penyemangat selama perkuliahanku.
10.Teman-teman satu kelompok payung Tesa, Riza, Upik, Eva, Ambar, Yasinta, Asti, Husain, Ibnu, Ulil, Adit, Janu, Ardian, Faisal dan Frengki, yang berjuang bersama membantu dalam pelaksanaan ujian pendadaran, dari awal bimbingan hingga akhirnya perjuangan kita telah selesai.
11.Teman-teman angkatan 2012 PGSD yang selalu memberikan keceriaan dan tawa setiap harinya terima kasih atas kerja samanya selama kuliah ini. 12.Kampus PGSD, tempat menimba ilmu, banyak cerita suka-duka, yang
mampu mendewasakan penulis yang telah memberikan banyak kisah. 13.Semua pihak yang tidak dapat penilis sebutkan satu-persatu yang dengan
berbagai caranya telah membantu dalam proses belajar di PGSD, USD. Penulis menyadari masih banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun penulis di masa depan. Akhirnya semoga penulisan tugas akhir ini bermanfaat bagi siapa saja yang berkepentingan.
Yogyakarta, 28 April 2016 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR BAGAN ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Kajian Teori ... 9
B. Penelitian yang relavan ... 33
C. Kerangka Berpikir ... 36
D. Hipotesis Tindakan ... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Setting Penelitian ... 41
C. Persiapan ... 42
D. Kegiatan Setiap Siklus ... 42
E. Teknik Pengumpulan data ... 50
F. Instrumen Penelitian ... 52
G. Teknik Pengujian Instrumen ... 56
H. Teknik Analisis Data ... 60
I. Indikator Keberhasilan ... 68
J. Jadwal Penelitian ... 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71
A. Hasil Penelitian ... 71
B. Pembahasan ... 112
BAB V PENUTUP ... 119
A. Kesimpulan ... 119
B. Keterbatasan Penelitian ... 120
C. Saran ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 122
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis ... 16
Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir kritis ... 17
Tabel 3.1. Pedoman Wawancara Guru Mengenai Proses Pembelajaran ... 53
Tabel 3.2. Pedoman Wawancara Guru Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 53
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Kuisioner Kemampuan Berpikir Kritis ... 54
Tabel 3.4. Pedoman Penskoran... 54
Tabel 3.5. Pedoman Observasi Kemampuan Berpikir Kritis ... 55
Tabel 3.6. Kisi-kisi Soal Evaluasi ... 56
Tabel 3.7. Kriteria Validasi Instrumen ... 58
Tabel 3.8. Hasil Validasi Kemampuan Berpikir Kritis ... 58
Tabel 3.9. Hasil Validasi Evaluasi... 59
Tabel 3.10. Hasil Validasi Silabus... 59
Tabel 3.11. Hasil Validasi RPP ... 60
Tabel 3.12. Hasil Validasi LKS ... 60
Tabel 3.13. PAP tipe 1 ... 62
Tabel 3.14. Kriteria Indikator 1 ... 64
Tabel 3.15. Kriteria Indikator 2 ... 64
Tabel 3.16. Kriteria Indikator 3 ... 65
Tabel 3.17. Kriteria Indikator 4 ... 65
Tabel 3.18. Kriteria Indikator 5 ... 65
Tabel 3.19. Kriteria Indikator 6 ... 66
Tabel 3.20. Kriteria Rata-Rata Kuesioner Secara Keseluruhan ... 66
Tabel 3.22. Indikator Keberhasilan Hasil Belajar ... 68
Tabel 3.23. Indikator Keberhasilan Kemampuan Berpikir Kritis Keseluruhan 69 Tabel 4.1. Kondisi Awal Nilai Ulangan Matematika Siswa... 71
Tabel 4.2. Skor Kondisi Awal Indikator 1 Setiap Siswa ... 72
Tabel 4.3. Skor Kondisi Awal Indikator 2 Setiap Siswa ... 73
Tabel 4.4. Skor Kondisi Awal Indikator 3 Setiap Siswa ... 75
Tabel 4.5. Skor Kondisi Awal Indikator 4 Setiap Siswa ... 76
Tabel 4.6. Skor Kondisi Awal Indikator 5 Setiap Siswa ... 77
Tabel 4.7. Skor Kondisi Awal Indikator 6 Setiap Siswa ... 77
Tabel 4.8. Skor Kondisi Awal keseluruhan Indikator ... 79
Tabel 4.9. Hasil Kuisioner Kondisi Awal Kemampuan Berpikir Kritis ... 80
Tabel 4.10. Hasil Evaluasi Siklus 1 ... 85
Tabel 4.11. Hasil Observasi Siklus 1 Kemampuan Berpikir Kritis ... 86
Tabel 4.12. Hasil Observasi Siklus 1 Secara Keseluruhan ... 87
Tabel 4.13. Hasil Evaluasi Siklus 2 ... 94
Tabel 4.14. Hasil Evaluasi Akhir Siklus... 94
Tabel 4.15. Hasil Observasi Siklus 2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 95
Tabel 4.16. Hasil Observasi Siklus 2 Secara Keseluruhan ... 96
Tabel 4.17. Skor Kondisi Akhir Indikator 1 Setiap Siswa ... 97
Tabel 4.18. Skor Kondisi Akhir Indikator 2 Setiap Siswa ... 98
Tabel 4.19. Skor Kondisi Akhir Indikator 3 Setiap Siswa ... 99
Tabel 4.20. Skor Kondisi Akhir Indikator 4 Setiap Siswa ... 100
Tabel 4.21. Skor Kondisi Akhir Indikator 5 Setiap Siswa ... 101
Tabel 4.23. Skor Kondisi Keseluruhan ... 103
Tabel 4.24. Hasil Kuisioner Kondisi Akhir Kemampuan Berpikir Kritis ... 103
Tabel 4.25. Perbandingan Target Pencapaian Penelitian ... 114
Tabel 4.26. Perbandingan Target Nilai Kuisioner ... 115
Tabel 4.27. Perbandingan Target Pencapaian Hasil Kuisioner ... 116
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Rata-rata Hasil Belajar ………...….108
Gambar 4.2 Presentase Ketuntasan Hasil Belajar ………...108 Gambar 4.3 Nilai Rata-rata Kuisioner Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa………...109 Gambar 4.4 Prensentase Jumlah Siswa yang Kritis……….110 Gambar 4.5 Rata-rata hasil Observasi Kemampuan
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Penelitian... 124
Lampiran 2 Surat Telah Melakukan Penelitian... 125
Lampiran 3 Silabus... 122
Lampiran 4 RPP... 137
Lampiran 5 Soal Evaluasi... 197
Lampiran 6 Hasil Pekerjaan Siswa ... 212
Lampiran 7 Nilai Evaluasi 1... 224
Lampiran 8 Nilai Evaluasi 2... 225
Lampiran 9 Nilai Evaluasi 3... 226
Lampiran 10 Data Kondisi Awal... 227
Lampiran 11 Validasi Perangkat Pembelajaran... 229
Lampiran 12 Validasi Evaluasi... 247
Lampiran 13 Kisi-Kisi Kuesioner... 259
Lampiran 14 Kuesioner... 261
Lampiran 15 Validasi Kuesioner... 263
Lampiran 16 Kondisi Awal Kemampuan Berpikir Kritis... 272
Lampiran 17 Kondisi Akhir Kemampuan Berpikir Kritis... 274
Lampiran 18 Pedoman Observasi... 276
Lampiran 19 Hasil Observasi... 277
Lampiran 20 Pedoman Wawancara Kemampuan Berpikir Kritis... 279
Lampiran 21 Pedoman Wawancara Proses... 280
Lampiran 22 Foto Kegiatan... 281
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A.Latar Belakang Masalah
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar memiliki tujuan khusus yaitu
untuk meningkatkan keterampilan berhitung sebagai alat bantu dalam kehidupan
sehari-hari (Depdiknas, 2007). Matematika tidak hanya mengembangkan
kemampuan berhitung siswa, melainkan kemampuan untuk berfikir secara logis.
Siswa dapat mempelajari konsep-konsep sederhana hingga konsep-konsep yang
kompleks melalui mata pelajaran matematika. Penguasaan keterampilan dan
konsep yang dimiliki oleh siswa dapat membantu siswa dalam memecahkan
masalah matematika maupun bidang ilmu yang lain sehingga siswa dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya (Susanto, 2013).
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari (Susanto, 2013: 185). Seperti yang disebutkan
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006), tujuan pembelajaran
matematika adalah untuk mencapai kompetensi matematika, diantaranya
kemampuan berpikir kritis. Sekolah menjadi sarana yang sangat berperan penting
matematika di kelas hendaknya berpusat kepada siswa dan menghadapkan pada
kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis yang
pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah, dengan demikian siswa akan terbantu dalam mempelajari
materi mata pelajaran matematika selain itu pembelajaran seperti ini dapat
membantu mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif yang dapat membantu siswa menuju jenjang pendidikan selanjutnya.
Pembelajaran matematika dengan menghadapkan pada kenyataan kehidupan
sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis dan pernah dialami dalam
kehidupan sehari-hari siswa, akan menuntut siswa untuk berpikir kritis dalam
penyelesaian masalah, menurut Angelo (dalam Achmad, 2007) berpikir kritis
adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi
kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menyimpulkan, dan mengevaluasi. Jadi merupakan sebuah proses terarah yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Oleh karena itu,
kemampuan berpikir kritis penting dikembangkan dalam setiap kegiatan
pembelajaran di sekolah.
Namun dalam kenyataannya, ketika peneliti melakukan wawancara dan
observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dalam pembelajaran
matematika siswa tidak dihadapkan dengan realita kehidupan sehari-hari yang
memuat permasalahan matematika, dalam pembelajaran matematika masih
pebelajaran dengan menekankan pada pemberian materi secara langsung, pada
umumnya, guru menggunakan metode konvensional dalam membelajarkan siswa.
Akibat dari tidak dilatihnya kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan yang berkaitan dengan matematika maka
kemampuan berpikir kritis siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan
menjadi tidak berkembang.
Berdasarkan Wawancara yang dilakukan di kelas IV SD Kanisius Ganjuran
pada tanggal 5 Agustus 2015, Kriteria Ketuntutasan Minimal pada mata pelajaran
matematika di SDK Ganjuran adalah 70. Siswa yang belum mencapai KKM pada
materi KPK dan FPB rata-rata ada 53% pada tahun ajaran 2014/2015. KKM di
SDK Ganjuran pada tahun ini adalah 70. Ketika peneliti melakukan wawancara
dan observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dengan
menggunakan indikator berpikir kritis siswa masih rendah. Keenam indikator
yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis argumen,
mampu bertanya, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, membuat
kesimpulan, keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.
Indikator pertama yaitu menganalisis argumen ketika pembelajaran tidak terlihat
karena guru yang menjadi sumber pengetahuan bagi siswa. Indikator kedua dan
ketiga yaitu mampu bertanya dan menjawab pertanyaan kurang dari 50% siswa
dari 30. Indikator keempat yaitu memecahkan masalah juga tidak terlihat karena
guru hanya menjelaskan dan siswa langsung mengerjakan sebuah lembar kerja.
Indikator kelima yaitu membuat kesimpulan sudah terlihat ketika guru bertanya
terakhir, yaitu keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil pengamatan siswa
terlihat tidak mengevaluasi dan menilai kembali hasil pekerjannya, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV
masih rendah. Hal ini disebabkan guru jarang menerapkan metode kontekstual
dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran inovatif dan media pembelajaran sangat penting digunakan
karena matematika mempunyai objek kajian yang dianggap abstrak sedangkan
siswa usia SD menurut Piaget berada pada tahap operasi konkrit. Pembelajaran
yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis
matematika salah satunya dengan menggunakan pendekatan kontekstual atau
Contextual Teaching and Learning (CTL). Pembelajaran konstektual merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran
dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka
sehari hari (Hosnan, 2014: 267). Siswa sebaiknya dihadapkan pada realitas atau
pengalaman yang ada pada dirinya. Permasalahan mengenai matematika pada
kehidupan sehari-hari juga dapat dihadirkan sehingga nantinya siswa dapat
menerapkan pemecahannya tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merencanakan suatu penelitian
B. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir
kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran semester genap tahun ajaran
2015/2016 dengan Kompetensi Dasar (KD) “2.3 Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan faktor persekutuan terbesar (FPB) dan 2.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB”. Model yang
digunakan dalam pembelajaran adalah Cooperative Teaching and Learning atau
pembelajaran kontekstual.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kontekstual untuk dapat
meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV
SD Kanisius Ganjuran?
2. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran?
3. Apakah melalui model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini dimaksudkan untuk
1. Mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual untuk
meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV
SD Kanisius Ganjuran.
2. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada materi
KPK dan FPB kelas IV SD Kanisius Ganjuran melalui model pembelajaran
kontekstual.
3. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa pada materi KPK dan FPB kelas IV SD Kanisius Ganjuran melalui
model pembelajaran kontekstual.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka hasil penelitian ini di
harapkan dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan. Manfaat
penelitian ini ada 2 yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dalam penggunaan inovatif pembelajaran, yaitu model
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran di sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti:
1. Memberikan wawasan mengenai inovatif pembelajaran yaitu salah
satunya dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual yang
2. Memberikan pengetahuan mengenai cara meingkatkan hasil belajar
dan kemampuan berpikir kritis siswa.
3. Penelitian ini merupakan cara peneliti untuk belajar, berlatih, dan
mengembangkan model pembelajaran kontekstual dengan
menerapkan pengetahuan peneliti selama melakukan penelitian.
b. Bagi siswa:
1. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika pembelajaran.
2. Meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa.
c. Bagi Guru:
Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual
ini diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi guru untuk menaikkan hasil
belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika.
F. Defenisi Operasional
1. Hasil belajar adalah tingkat pernyataan yang dicapai siswa dalam
mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan, hasil belajar siswa yaitu aspek kognitif.
2. Berpikir kritis adalah proses berpikir melalui beberapa tahapan atau proses
untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian, yaitu tahapan
menganalisis argumen, mampu bertanya, menjawab pertanyaan,
memecahkan masalah, membuat kesimpulan, keterampilan mengevaluasi
3. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari
4. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) adalah kumpulan bilangan
yang sama dan terkecil yang merupakan kelipatan dari dua buah bilangan
atau lebih.
5. Faktor Persektuan Terbesar (FPB) adalah faktor-faktor atau angka
pembagi yang paling besar dari beberapa bilangan.
6. Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan
mereka, dengan langkah-langkah: relating, experiencing, colaborating,
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab inimembahas mengenai mengenai latar belakang masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi
operasional.
A. Kajian Teori 1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar dalam pengertian umum dan sederhana, diartikan sebagai
aktivitas untuk memperoleh pengetahuan Gredler (dalam Aunurrahman,
2012). Senada dengan itu Pendapat lain mengatakan bahwa belajar
merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan
tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.
Abdilah (dalam Aunurrahman, 2012). Pengertian tersebut senada dengan
pendapat yang diungkapkan oleh Sumadi (dalam Khodijah, 2002) yang
menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang memiliki 3 ciri yaitu:
(1) Proses tersebut membawa perubahan (baik aktual maupun potensial), (2)
Perubahan pokoknya adalah didapatkan kecakapan baru dan, (3) Perubahan
itu terjadi karena usaha (disengaja). Pendapat ini menekankan pada hasil
pendapat tersebut adalah yang diungkapkan Slameto (2002:2), belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dan lingkunganya. Pendapat lain
yang mendukung adalah seperti yang diungkapkan oleh, Heri Rahyubi
(2014: 6) bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam
dirinya berupa penambahan pengetahuan dan pengalamanya. Anisah (2011:
12) juga mengungkapkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang
dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkunganya.
Pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
memiliki arti kegiatan perubahan yang disengaja untuk memperoleh
pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan, maupun dalam perilaku.
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Kegiatan belajar mengajar di sekolah berorientasi pada pencapaian
hasil belajar akademik siswa. Surya (2003: 16) berpendapat bahwa hasil
belajar ialah perubahan perilaku individu, individu memperoleh perilaku
yang baru, positif dan disadari, perilaku tersebut mencakup aspek kognitif,
afektif, dan motorik. Senada dengan itu Khodijah (2014: 187) mengatakan
bahwa hasil belajar adalah tingkat pernyataan yang dicapai siswa dalam
ditetapkan, hasil belajar siswa mencakup tiga aspek yaitu; aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotarik.
1) Aspek Kognitif
Evaluasi aspek kognitif, mengukur pemahaman konsep yang terkait
dengan percobaan yang dilakukan untuk aspek pengetahuan evaluasi
dapat dilakukan melalui tes tertulis yang relevan dengan materi pokok
tersebut. Aspek kognitif dapat berupa pengetahuan dan keterampilan
intelektual yang meliputi: pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
dan evaluasi.
2) Aspek Afektif
Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat
penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Evaluasi aspek afektif
dalam hal ini digunakan untuk penilaian kecakapan hidup meliputi
kesadaran diri, kecakapan berpikirrasional, kecakapan sosial, dan
kecakapan akademis. Aspek ini belum ada patokan yang pasti dalam
penilaiannya.
3) Aspek Psikomotorik
Pengukuran keberhasilan pada aspek psikomotor ditunjukkan pada
keterampilan dalam merangkai alat keterampilan kerja dan ketelitian
dalam mendapatkan hasil. Evaluasi dari aspek keterampilan yang dimiliki
oleh siswa bertujuan untukmengukur sejauh mana siswa menguasai
Dari beberapa definisi yang diungkapkan, hasil belajar adalah
perubahan yang terjadi dalam individu akibat dari usaha yang dilakukan
atau interaksi individu dengan lingkungannya. Hasil individu dapat dilihat
dari hasil evaluasi yang dilakukan secara bertahap selama proses belajar
mengajar itu berlangsung. Evaluasi dapat dilakukan pada awal pelajaran,
selama pelajaran berlangsung atau pada akhir pelajaran.
3. Berpikir Kritis
a. Pengertian Berpikir Kritis
Richard W. Paul yang dikutip oleh Kasdin dan Febiana (2012: 5) “Berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang
secara aktif dan terampil memahami mengaplikasikan, menganalisis,
mensintesakan dan mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan
atau yang dia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya”. Jadi,
seseorang yang berpikir kritis akan selalu aktif dalam memahami dan
menganalisis semua informasi yang ia dapatkan.
Menurut Johnson (2007: 183) berpikir kritis merupakan sebuah proses
yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti
memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis
asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Sedangkan menurut Ennis
berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif dan fokus dalam
Sunaryo, 2011: 19). Jadi dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah
kegiatan tingkat tinggi dengan mengenal dan memecahkan masalah yang
kemudian dapat mengambil suatu keputusan, menganalisis informasi yang
didapatkan, dan dapat membuat suatu kesimpulan dari penelitiannya.
Selanjutnya Anggelo (dalam Achmad, 2007) juga menjelaskan bahwa
berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Jadi
merupakan sebuah proses terarah yang digunakan dalam kegiatan mental
seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi
dan melakukan penelitian ilmiah.
Dari beberapa pendapat tersebut terdapat kesamaan dalam hal
sistematika berpikir, yaitu berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa
tahapan atau proses untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian,
yaitu tahapan menganalis, mensintesis, mengenal dan memecahkan
masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi.
b. Indikator Berpikir Kritis
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang
mendalam. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan, terdapat beberapa
kegiatan yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan
kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Anggelo (dalam Achmad, 2007)
mengidentifikaasi lima indikator yang sistematis dalam berpikir kritis, yaitu:
1. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan
sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur. Kata-kata operasional yang mengindikasikan
keterampilan berpikir kritis, diantaranya: memerinci, menyusun diagram,
membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan,
menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, dan membagi.
2. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan
bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan
sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadankan semua informasi
yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan
ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya.
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir sintesis,
diantaranya: mengategorikan, mengombinasikan, mengarang,
menciptakan, menjelaskan, mengorganisasikan, menyusun,
menghubungkan, merevisi, menuliskan kembali dan menceritakan.
3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada
beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk
memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca
selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan,
adalah agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep
ke dalam permasalahan. Kata-kata operasional yang mengindikasikan
keterampilan mengenal dan memecahkan masalah diantaranya :
mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengoperasikan,
meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan dan menggunakan.
4. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan menuntut pembaca untuk mampu
menguraikan dan memahami bebagai aspek secara bertahap agar sampai
kepada suatu formula baru, yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran
manusia itu sendiri dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan
induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang
memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan
sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. Kemampuan
menyimpulkan adalah: menjelaskan, memerinci, menghubungkan,
mengategorikan, memisah dan menceritakan.
5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan
nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada.. Dalam taksonomi
Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif
yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar mampu
mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta
Wowo (2012: 198) menjelaskan berpikir kritis menjadi beberapa
indikator: 1) mengidentifikasi masalah, pertanyaan, dan kesimpulan, 2)
menganalisis argumen, 3) bertanya dan menjawab pertanyaan, 4)
mengidentifikasi keputusan dan menangani sesuai alasan, 5) mengamati dan
menilai laporan observasi, 6) menyimpulkan dan menilai keputusan, 7)
mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan keraguan yang mengganggu
pemikiran, dan 8) mengintegrasikan kemampuan lain dalam membuat dan
mempertahankan keputusan.
Menurut Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21) terdapat 12 indikator
berpikir kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan
berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification),
membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan
(interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta
strategi dan taktik (strategy and tactics). Kemudian 12 indikator tersebut
dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilanberpikir kritis Sub Keterampilan berpikir kritis Memberikan penjelasan
4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatusumber. 5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. Menyimpulkan (inference) 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
7. Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi. 8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. Membuat penjelasan lebih
lanjut(advancedclarification)
9. Mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi 10. Mengidentifikasi asumsi.
Strategi dantaktik (strategies and tactics).
Berdasarkan indikator dari tiga ahli, peneliti menuliskan ke dalam
tabel untuk melihat kesamaan yang diambil sebagai indikator penelitian.
Tabel 2.2Indikator Keterampilan Berpikir kritis
Angelo Wowo Ennis
Keterampilan menganalisis Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan.
Memfokuskan pertanyaan.
Keterampilan mensintesis Menganalisis argumen Menganalisis argumen Keterampilan mengenal dan
memecahkan masalah
Bertanya dan menjawab
pertanyaan klarifikasi atau tantangan.
Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang Keterampilan menyimpulkan Mengidentifikasi istilah keputusan
dan menangani sesuai alasan.
Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber.
Keterampilan mengevaluasi dan menilai
Mengamati dan menilai laporan observasi.
Mengobservasi dan
mempertimbangkan hasil observasi (ikut terlibat dalam menyimpulkan)
Menyimpulkan dan menilai keputusan.
Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang mengganggu pemikiran (berpikir yang disangka benar). Memutuskan suatu tindakan (mendefinisikan masalah) Berinteraksi dengan orang lain
Berdasarkan pendapat dari tiga ahli, peneliti menggunakan 6
indikator sebagai fokus penelitian, yaitu: (1) menganalisis argumen, (2)
mampu bertanya, (3) mampu menjawab pertanyaan, (4) memecahkan
masalah, (5) membuat kesimpulan, (6) keterampilan mengevaluasi dan
4. Matematika
a. Pengertian Matematika
Johnson dan Rising dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4),
mengemukakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola
mengorganisasikan, dan pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan
akurat dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol. Matematika
berdasarkan pendapat Susanto (2013: 185) adalah salah satu disiplin ilmu
pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan
serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan
mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Menurut James dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4), matematika
adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi
dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Berdasarkan
pengertian, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pola pikir ilmu
tentang konsep penalaran yang berkaitan dengan bilangan, ruang, dan
bentuk yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari yang menghadirkan kenyataan dan berhubungan secara nyata
b. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika memiliki ciri-ciri secara umum. Menurut
Suwangsih (2006: 25) ciri-ciri pembelajaran matematika di SD yaitu:
1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral
Pendekatan spiral merupakan suatu topik matematika selalu dikaitkan
dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya digunakan untuk
memahami topik baru dalam matematika, sedangkan topik baru
merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya.
2. Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu mulai
dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif
Materi yang dipelajari dimulai dengan mengenalkan contoh-contoh
yang konkret sehingga siswa dapat memahami konsep dalam materi.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran tidak ada
pertentangan antara kebenaran satu dengan kebenaran yang lainnya.
5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran matematika secara bermakna merupakan cara
mengajarkan materi yang mengutamakan pengertian dari pada
hafalan. Dalam pembelajaran bermakna siswa mempelajari
matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian
c. Langkah Pembelajaran Matematika
Guru sebaiknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan
efisien sesuai denganm kurikulum dan pola pikir siswa. Sehingga siswa
terampil menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa
kemampuan setiap siswa berbeda-beda dan tidak semua siswa senang
terhadap pelajaran matematika. Heruman (2007: 2), membagi
konsep-konsep pada kurikulum matematika SD menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Penanaman Konsep Dasar
Pemahaman Konsep Dasar adalah pembelajaran suatu konsep baru
matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.
Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang
dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret
dengan konsep baru matematika yang abstrak.
2) Pemahaman Konsep
Pemahaman Konsep adalah pembelajaran lanjutan yang bertujuan
agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Kelanjutan
pembelajaran dapat terjadi dalam satu pertemuan yang sama atau pada
pertemuan yang berbeda.
3) Pembinaan Keterampilan
Pembinaan Keterampilan adalah pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep dan pemahaman konsep, dan bertujuan agar siswa
Dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran matematika di kelas,
menghadapkan pada kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang
menghadirkan masalah matematis yang pernah dialami dalam kehidupan
sehari-hari yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah.
5. Materi KPK dan FPB
a. Menentukan Kelipatan Suatu Bilangan
Bilangan loncat 2 yang ditunjukkan tanda panah pada garis bilangan
adalah 2, 4, 6, 8, 10, dan seterusnya
Bilangan-bilangan tersebut diperoleh dengan menambahkan 2 dari
bilangan sebelumnya atau mengalikan 2 dengan bilangan 1, 2, 3, 4, 5,
dan seterusnya. Bilangan-bilangan ini disebut bilangan kelipatan 2.
b. Kelipatan Persekutuan Dua Bilangan
Mari kita perhatikan garis bilangan di bawah ini.
Bilangan-bilangan kelipatan 2 adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, …
Bilangan-bilangan kelipatan 3 adalah 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, …
c. Menentukan Faktor Suatu Bilangan
Adalah hubungan operasi perkalian dan pembagian.
6 : 1 = 6 6 : 2 = 3 6 : 3 = 2 6 : 6 = 1
Bilangan 6 habis dibagi oleh bilangan-bilangan 1, 2, 3, dan 6, cara lain,
sebagai berikut: 6 = 1 × 6, 6 = 2 × 3, 6 = 3 × 2, 6 = 6 × 1
Dapat juga dituliskan dalam petak perkalian di bawah ini.
6
1 2 3 6
6 3 2 1
Bilangan-bilangan 1, 2, 3, dan 6 disebut faktor dari bilangan 6. Faktor
adalah pembagi dari suatu bilangan, yaitu bilangan bilangan yang
membagi habis bilangan tersebut.
d. Faktor Persekutuan Dua Bilangan
Faktor persekutuan dari dua bilangan adalah faktor-faktor dari dua
bilangan tersebut yang bernilai sama.
Contoh: Faktor dari 6 adalah 1, 2, 3, 6
Faktor dari 8 adalah 1, 2, 4, 8
Jadi, faktor persekutuan dari 6 dan 8 adalah 1 dan 2
e. Bilangan Prima
Bilangan prima adalah suatu bilangan yang hanya memiliki dua faktor
perkalian, yaitu bilangan 1 dan bilangan itu sendiri.
f. Menentukan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)
Kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan adalah
Cara 1 : dengan kelipatan persekutuan :
Kelipatan 4 adalah 4, 8, 12 , 16, 20, 24 , 28, 32, 36 , 40, 48 …
Kelipatan 6 adalah 6, 12 , 18, 24 , 30, 36 , 42, 48 , 54, 60, … Kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 adalah 12, 24, 36, 48, …
Kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 yang paling kecil disebut KPK, Jadi,
diperoleh KPK dari 4 dan 6 adalah 12.
Cara 2 : dengan faktorisasi prima :
Langkah 1 : menentukan faktorisasi prima dengan pohon faktor
4 6
4 = 2 x 2 = 22 6 = 2 x 3 = 21 x 1
Langkah 2 : Mengalihkan semua faktornya dan jika ada yang sama
dipilih pangkat yang terbesar.
KPK dari 4 dan 6 adalah 4 = 2 x 2 = 22 6 = 2 x 3
KPK = 22 x 3 = 4 x 3 = 12
g. Menentukan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)
Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua bilangan adalah faktor
persekutuan bilangan bilangan tersebut yang nilainya paling besar.
Cara 1 : dengan faktor persekutuan :
Faktor dari 24 = 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24
Faktor dari 30 = 1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 30
Faktor persekutuan 24 dan 30 = 1, 2, 3, 6 FPB dari 24 dan 30 = 6
Cara 2 : dengan faktorisasi prima :
Langkah 1 : menentukan faktorisasi prima dengan pohon faktor
24 30
24 = 23 x 3 30 = 2 x 3 x 5
Langkah 2 : Mengalihkan faktor – faktor yang sama dengan pangkat yang paling kecil.
24 = 23 x 31
30 = 21 x 31 x 5 FPB dari 24 dan 30 = 2 x 3 = 6
h. Menyelesaikan Masalah Berkaitan dengan KPK
Permasalahan yang berkaitan dengan KPK sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari. Contoh permasalahan: Lita pergi ke salon rambut
setiap 30 hari sekal, Putri pergi ke salon rambut yang sama setiap 18 hari
sekali. Setiap berapa hari sekali Lita dan Putri pergi ke salon bersama?
Permasalahan di atas adalah menentukan bilangan terkecil yang
merupakan kelipatan dari 30 dan 18, yaitu mencari KPK dari 30 dan 18.
KPK dari 30 dan 18 dapat dicari dengan menggunakan faktorisasi prima.
Untuk mencari KPK caranya adalah sebagai berikut.
1. Tentukan faktorisasi prima dari bilangan-bilangan yang akan dicari
KPK-nya.
2. Kalikan semua faktor prima bilangan-bilangan. Jika ada faktor prima
yang sama, pilihlah faktor prima dengan pangkat terbesar.
Perhatikan bilangan 30 dan 18.
Faktorisasi prima dari 30 = 2 × 3 × 5
2 12 2 15
6 3 5
2
Faktorisasi prima dari 18 = 2 × 32 KPK dari 30 dan 18 = 2 × 32 × 5 = 9
Jadi, Lita dan Putri pergi ke salon bersama-sama setiap 90 hari sekali.
i. Menyelesaikan Masalah Berkaitan dengan FPB
Perhatikan permasalahan berikut: Ibu akan mengemas 90 mi instan
dan 48 biskuit ke dalam beberapa kantung plastik. Berapa banyak
kantong plastik yang Ibu butuhkan agar mie instan dan biskuit tersebut
dapat dikemas dalam beberapa kantong plastik dengan isi sama banyak
untuk setiap kantong plastik? Permasalahan di atas dapat diselesaikan
dengan mencari bilangan terbesar yang dapat membagi bilangan 90 dan
48, yaitu mencari faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 90 dan 48.
Faktorisasi prima dari 90 = 2 × 32 × 5
Faktorisasi prima dari 48 = 24 × 3 FPB dari 90 dan 48 = 2 × 3 = 6
Jadi, kantong plastik yang dibutuhkan Ibu adalah 6 kantong plastik.
6. Model Pembelajaran Kontekstual
a. Pengertian Constextual Teaching and Learning (CTL)
Kata contextual berasal dari kata contex, yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian, contextual diartikan “yang berhubungan dengan suatu korteks”. Sehingga, Contextual
Teaching and Learning (CTL) diartikan sebagai suatu pembelajaran yang
Model Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian
John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa belajar dengan
baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan
dengan kegiatan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Nurhadi (dalam
Rusman, 2012: 78) menyebutkan model pembelajaran kontekstual
merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyrakat dalam kehidupan sehari hari.
Chaedar (2002: 68) berpendapat pembelajaran dan pengajaran
kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang
membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks
kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya,
siswa melihat makna dalam tugas sekolah, ketika para siswa menemukan
permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan
menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan,
ketika mereka aktif memilih, menyusun, mengatur, merencanakan,
menyelidiki, mempertanyakan dan membuat keputusan, mereka
mengaitkan isi akademis dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini
mereka menemukan makna.
Sesuai beberapa pendapat, model pembelajaran kontekstual dapat
merupakan pembelajaran dengan transfer pengetahuan dengan
mengaitkan pemahaman dari anak melalui kehidupan nyata dengan
materi pembelajaran, model pembelajaran kontekstual mendorong siswa
untuk berpikir aktif dalam menemukan makna pempelajaran dengan
mengaikan materi dengan apa yang telah diketahui siswa.
b. Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson (dalam Hosnan, 2014: 277), terdapat delapan
utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual yaitu:
Melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang
berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan
kreatif, mengasuh atau memelihara pribadi siswa, mencapai standar yang
tinggi, menggunakan penilaian yang sebenarnya.
Pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL, menurut Priyatni
(dalam Hosnan, 2014: 278), memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya
pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam
memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran
diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning
in real life setting).
2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman
4. Pembelajaran melalui kerja kelompok (leraning in a gruop).
5. Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara
mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan (leraning to knot each other
deeply.)
6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan
kerja sama (leraning to ask, to inqiry, to work together).
7. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan (leraning as
an enjoy activity).
c. Penerapan Pembelajaran Konstekstual di kelas
Proses pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya tujuh
komponen dalam pembelajaran konterkstual (Hosnan, 2014: 269), yakni:
1. Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Dalam kontruktivisme ada hal-hal sebagai berikut : 1)
Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta
didik membangun sendiri pengetahuanya, 2) Kegiatan belajar dikemas
menjadi proses mengontrusi pengetahuan, bukan menerima
pengetahuan. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan baru, 3)
Belajar adalah proses aktif mengontruksi pengetahuan dari
pengalaman alami, untuk mencari makna.
2. Menemukan (Inquiry) adalah proses bembelajaran didasarkan pada
Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
mengemukakan, apapun materi diajrkanya. Siklus inquiry sebagai
berikut, observasi, bertanya, mengajukan dungaan, pengumpulan data,
dan penyimpulan. Langkah-langkah dalam inquiry adalah,
merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi,
menganalisis dan menyajikan, dan menyimpulkan hasil karya.
3. Bertanya (Questioning), ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan
pembelajaran, yakni pertanyan jelas dan singkat, memberi acuan,
memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan,
pemberin kesempatan berpikir dan pemberian tuntunan. Dalam
pembelajaran melalui CTL, guru menyampaikan informasi dengan
memancing agar siswa menemukan sendiri. Peran bertanya sangan
penting, sebab melaui pertanyaan, guru dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh
dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang
belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua
arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran saling belajar. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu
Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa
yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang
belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang
lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul.
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,
mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya melakukan
apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Pembelajaran
kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. Dalam
pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk
untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika
kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau
memenangkan lomba pidato, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan
sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai “standar” kompetensi yang harus dicapainya.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi merupakan cara berpikir
7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment)
Menilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Berlangsung selama
proses pembelajaran secara terintegrasi, yang dilakukan melalui
berbagai cara (tes, dan nontes), dengan brntuk alternative kinerja,
observasi, portofolio, dan jurnal.
Trianto (dalam Hosnan, 2014: 270) mengemukakan
langkah-langkah untuk menerapkan ketujuh komponen CTL sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok). 5. Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Hamdayama (2014: 51) proses pembelajaran kontekstual terdiri
dari delapan tahapan atau langkah sebagai berikut:
1. Membangun hubungan yang bermakna (Relating); Siswa
menghubungkan apa yang dipelajari di sekolah dengan
pengalamannya sendiri, kejadian dirumah, media massa, atau yang
2. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing); langkah guru
dalam mengaitkan meteri dengan konteks kehidupan siswa,
diantaranya, (a) mengkaitkan pelajaran dengan sumber yang
berhubungan dengan kehidupan siswa, (b) menggunakan sumber
dari bidang lain, (c) mengkaitkan berbagai pelajaran yang sesuai
dengan materi pelajaran, dan (d) belajar melalui kegiatan sosial.
3. Belajar secara mandiri; setiap anak memiliki kemampuan yang
berbeda, sehingga siswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri
sesuai dengan kondisi siswa masing-masing.
4. Kolaborasi (collaborating); mendorong siswa untuk berkerjasama
dengan teman atau didalam kelompok.
5. Berpikir kritis dan kreatif (applaying); mendorong siswa agar bisa
berpikir kritis dan kreatif serta menerapkan dalam dunia nyata siswa.
6. Mengembangkan potensi individu (transfering); memberikan
kesempatan siswa untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
7. Standar pencapaian yang tinggi; dengan standar pencapaian yang
tinggi, maka akan memacu siswa untuk berusaha lebih baik.
8. Asesmen autentik; pencapaian hasil belajar diukur dengan asesmen
autentik yang menyediakan informasi mengenai kualitas pendidikan.
Dari kedelapan tahapan tersebut peneliti memilih 5 tahapan
yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu: relating,
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian Pertama dilakukan oleh Husen Windayana (2007) melalui
penelitian yang berjudul Pembelajaran Matematika Realistik dalam Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Logis Kreatif, dan Kritis, Serta Komunikasi Matematik
Siswa Sekolah Dasar. bertujuan meningkatkan kemampuan berpikir logis, berpikir
kreatif, berpikir kritis, dan komunikasi matematik siswa sekolah dasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendekatan matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari indicator menganalisis
permasalahan, memecahkan permasalahan, dan membandingkan. Misalnya siswa
mampu menganalisis dan memecahkan permasalahan. Siswa mampu
menunjukkan kemampuannya dalam menganalisis permasalahan, memecahkan
permasalahan, dan membandingkan.
Penelitian kedua dilakukan oleh Siti Lestari (2009/2010) melalui penelitian
yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan
Kontekstual pada siswa Kelas II SD Negeri II Bubakan Kecamatan Girimarto
Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika dengan Pendekatan Kontekstual pada
siswa kelas II SD Negeri III Bubakan, mendiskripsikan kendala-kendala yang
dihadapi guru dalam penerapan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatan hasil
belajar matematika pada siswa kelas SD Negeri III Bubakan II, memaparkan cara
mengatasi kendala-kendala penerapan Pendekatan Kontekstual untuk