ABSTRAK
Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Metode Iterasi Untuk Menyelesaikan
Persamaan Diferensial Secara Analitis. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Berbagai persoalan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari melibatkan model matematika. Salah satu konsep dari ilmu matematika yang berperan penting dalam kehidupan adalah persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui maupun konstanta yang tidak diketahui. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan satu variabel bebas disebut persamaan diferensial biasa. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan lebih dari satu variabel bebas disebut persamaan diferensial parsial.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan terkait persamaan diferensial biasa maupun parsial. Metode iterasi adalah metode yang dilakukan secara berulang-ulang untuk mencari nilai pendekatan dari solusi analitis. Salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa secara analitis adalah metode iterasi Picard atau dapat disebut juga metode Successive Approximations. Metode iterasi variasional dapat pula digunakan dengan cara analitis untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa maupun parsial.
Metode iterasi Picard memiliki solusi yang menghasilkan nilai solusi eksak (sebenarnya) dan memerlukan perkiraan (tebakan) awal pada solusi tersebut. Solusi dari metode ini membentuk sebuah barisan fungsi. Metode iterasi variasional dikerjakan dengan cara merumuskan masalah nilai awal dan membentuk sebuah fungsi koreksi menggunakan pengali Lagrange sehingga dapat ditentukan solusinya. Konsep dasar dari metode iterasi variasional adalah pengali Lagrange umum, kondisi stasioner, dan variasi terbatas.
ABSTRACT
Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Iteration Methods for Solving Differential
Equations Analytically. Thesis. Mathematics Education Study Program,
Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher
Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
Several problems in daily life involve mathematics models. One of mathematical science concepts which takes an important role in daily life is differential equation. It is an equation which contains the derivatives of one or more unknown functions or constant. If the derivatives of the function involve one independent variable, it is called ordinary differential equation. If the derivatives of the function involve more than one independent variables it is called partial differential equation.
There are many methods which can be used to solve problems related to ordinary differential equations or partial differential equations. The iteration method is a method done repeatedly in order to gain the approximation value of an exact solution. Thus, it is suitable to solve differential equations. One of the methods used to solve ordinary differential equation analytically is Picard’s method of iteration or method of Successive Approximations. The variational iteration method can also be used to solve ordinary differential equations and partial differential equations analytically.
Picard’s method of iteration has a solution which yields an exact solution value and requires an initial approximation for that solution. The solution of this method forms a sequence of functions. The variational iteration is done by formulating the initial value problems and forms a correction function using the Lagrange multiplier, so the solution is obtained. The basic concept of this iteration of the variational method is the general Lagrange multiplier, stationary condition and restricted variations.
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
Paskalia Siwi Setianingrum
NIM.111414032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
EISZ pn{ y {pE6uz; '{I'qd "as'qtsl
1ru'$'S
tsuqinnl4J rpng: qelo
SIIITYNV
YUYJff
SlYISNSUfl
frI(I
NYYI{VSUTd
NYXIYS
flf
TANfl
IAIXOINO
ISYUtrII ff
OOI
fl IAIISdIUTS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
epu>p{Eo; eurra{11l €t€ircS seps.re Iufl
u€+plprred nury uep uunm8es
s{nrpd
SI0Z 1eH 17\rc4eAfroa
ep-EEuy
4aAEuV
u1o€Suv
SIOZ I
tfnEue6 earw4 imdop rp unlusqgxed;p qelel
T$FIFII
I:ruINum€uruenes I^{S eqe:ped
qelo sgntlp uep uu4derredl6
SIIITYNVYWJflSTYTSNflUUJTA
.'
.
.-,NYYn[VSUgd
*rY)ilVSgTgANgW X{IJ,Nfi
rSvUff
rr
uqorgnl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
" ssnBc'c'J
-'Eurl.4.red. p>lEuusd pdepusru {erpeq er ue8rmqnq unrues rrralep rdrrrel
?,{uurq rue1e nu{I nrap rmo'uoase epedel Euegurndueru lrrp uqqepuenrrr ueua{req Euues
"J
'a[4?rueFur rrpp ntr?r
q€I€p?
) Eunuq nuF rrBp rutrll pBp ntr€r rl€lsp? 3)lr1elue]"I^tr
'1e8u.ue{ Vo11lorzp p:ergdsul %lLteVW
S'fl'I'N'TI'f
'qInS qD{srufs rssn$s undryseur sl1ra1er{esn
sEsxns
-
sleprrBl^l uosleN-'plrol\ sq; e8ueqe ol esn uuc e r uodee,r ggremod Nour eql $ uor1ecnpg
OIIOru
NY'IIY,TYII
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
n4y+y rsttt7touraur &uofr, rryonft so1t6 VryaX Buag
ul:u+J u'ap uohunErry 'aoy u.tyt"tagu.au Bunfr,
og4tnl
nyngI uryo n4qntrngnryfrwffiauyualu ryqJ"s fruon qrolt7 u-purl& uEl srysrry snsaft uuAn!,
Un4wtrur xdr.rTs
ualwguasnfnV
TFuV aurual uqo n4nfr,s an)tgnuaduohuag1 iNYHYfl }{trSUf,
d NIYIAIYf
YH
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SI0Z
len
IZ qs$s{Bdaofltelury u{rr:1eImp,{q uueuruEaqes
qe$nd
uednn{ urelspuulpnqeqp
qep
8ue{ Irgncq 1ne1 Euercefna ueIEEq nep errq
}amr'Iu {ep$tq
s{nl e,(cs Euer rsduxs"
{q?q eduqnaEunses ueEuep nerppfuem efegYAUYI
N\ilTSYDT NYYIYANf,
f,d
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Metode Iterasi Untuk Menyelesaikan
Persamaan Diferensial Secara Analitis. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Berbagai persoalan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari melibatkan model matematika. Salah satu konsep dari ilmu matematika yang berperan penting dalam kehidupan adalah persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui maupun konstanta yang tidak diketahui. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan satu variabel bebas disebut persamaan diferensial biasa. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan lebih dari satu variabel bebas disebut persamaan diferensial parsial.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan terkait persamaan diferensial biasa maupun parsial. Metode iterasi adalah metode yang dilakukan secara berulang-ulang untuk mencari nilai pendekatan dari solusi analitis. Salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa secara analitis adalah metode iterasi Picard atau dapat disebut juga metode Successive Approximations. Metode iterasi variasional dapat pula digunakan dengan cara analitis untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa maupun parsial.
Metode iterasi Picard memiliki solusi yang menghasilkan nilai solusi eksak (sebenarnya) dan memerlukan perkiraan (tebakan) awal pada solusi tersebut. Solusi dari metode ini membentuk sebuah barisan fungsi. Metode iterasi variasional dikerjakan dengan cara merumuskan masalah nilai awal dan membentuk sebuah fungsi koreksi menggunakan pengali Lagrange sehingga dapat ditentukan solusinya. Konsep dasar dari metode iterasi variasional adalah pengali Lagrange umum, kondisi stasioner, dan variasi terbatas.
viii
ABSTRACT
Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Iteration Methods for Solving Differential
Equations Analytically. Thesis. Mathematics Education Study Program,
Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher
Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
Several problems in daily life involve mathematics models. One of mathematical science concepts which takes an important role in daily life is differential equation. It is an equation which contains the derivatives of one or more unknown functions or constant. If the derivatives of the function involve one independent variable, it is called ordinary differential equation. If the derivatives of the function involve more than one independent variables it is called partial differential equation.
There are many methods which can be used to solve problems related to ordinary differential equations or partial differential equations. The iteration method is a method done repeatedly in order to gain the approximation value of an exact solution. Thus, it is suitable to solve differential equations. One of the methods used to solve ordinary differential equation analytically is Picard’s method of iteration or method of Successive Approximations. The variational iteration method can also be used to solve ordinary differential equations and partial differential equations analytically.
Picard’s method of iteration has a solution which yields an exact solution value and requires an initial approximation for that solution. The solution of this method forms a sequence of functions. The variational iteration is done by formulating the initial value problems and forms a correction function using the Lagrange multiplier, so the solution is obtained. The basic concept of this iteration of the variational method is the general Lagrange multiplier, stationary condition and restricted variations.
un6urueqos 1,trls €{€{sed
ue4upfuoru EueI
9I0Z IoW 17 p88uelupe4
qrwle,$o1 ry lenqrq
'edureueqss ueEuep pnq e.&s Eue.{
pl treep.(rued
u€pgruog 'srpuedreEeqes e,{es euruu ue>lum}uucuern delq ?rueles efes epedel plefor ue>lrreqrueru
rmdneur edes uep mlr elrmueur e&re] snuepe>le uunpede>1
{nlun
qel
elpeurnsl"
leruoilnry
rrnlrs€ry1qndueu u€p sspqJel eJ?cas ualrsnqr4sryueur?pp
uele4Eued {ntueq ure1ep efuqelo8ueu
trpl
€rpetu{quoq
rrrel€p uolryle8ueu 'uedrurdueur >ln1tmTeq
errrreq( ef€u€S ss$sreATufl ueul4sndrs4 epedel rralueqtuoru edes ueDlrurep ueEuaq '(epe epq) uu4nlradrp Eue,( plEuered ugeseqSIIITVNY YUYf,
gS TYISNf,Uf,JIOIIYYI^TVSUfld IIY)IIVSflTgANgru
XNINN ISYUSII
f,OOIflIAI; lnpnfreq Eued qerup edml n1ens
"tuJeqq e1eues ssilsrelrun ueelqsndre4 epede4 uurlrreqruoru efes 'uunqepEued nurg uuEuuqureEued nueg
T,E0?MII:
€1u,srseqsl^IroruoNum.6urue4as I {fS erter{sud :
"III?N
:Btnreqq eleues ssilsrelrun
"A\srsBrlBI { efes 'ru1 r[81@q Ip ue8ue1 epusueq EueA
SIIAIf,(I\DIY
NVCNIINgdtrX
XOINII
HYIIATTI YAUY)IISYXIa{Nd
NYOfNJgSUgd UYflIAItrT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga skripsi dengan judul “Metode Iterasi untuk Menyelesaikan Persamaan Diferensial Secara Analitis” ini dapat penulis selesaikan. Penulis menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika.
Selama penyusunan skripsi ini penulis telah melalui berbagai macam kesulitan yang dialami. Akan tetapi dari semua itu telah penulis lalui dengan adanya dukungan dari banyak pihak sehingga kesulitan yang penulis alami dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan sepenuh hati penulis ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa pihak yang telah membantu, diantaranya :
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa menjaga dan menuntun setiap langkah penulis dalam penyusunan skrispi ini.
2. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Agustinus Sajimin, S.Pd. dan Ibu Sri Lugiwiyatun, S.Pd. yang senantiasa memberi dukungan lewat doa, memberi semangat, kasih sayang dan perhatian dari awal studi selama 4 tahun sampai selesai penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan kesabaran hati bersedia membimbing penulis dari awal penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas segala dukungan, kritik maupun saran selama ini.
4. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. dan Bapak Beni Utomo, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah menguji skripsi serta memberi masukan yang baik untuk penulisan skripsi penulis.
xi
6. Segenap staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu memberikan pelayanan selama 4 tahun ini.
7. Segenap staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma karena telah memberikan pelayanan yang baik selama penulis meminjam referensi untuk belajar selama 4 tahun dan selama penyusunan skripsi ini.
8. Perpustakaan Universitas Gajah Mada yang memiliki referensi lengkap dalam mendukung penyusunan skripsi penulis.
9. Pendamping setia penulis yaitu Erasmus Jala, A.Md. yang telah mendoakan penulis, menghadapi penulis dengan penuh kesabaran, mendukung, memotivasi, mendampingi penulis selama kuliah 4 tahun dan pada saat penyusunan skripsi sampai selesai.
10. Teman-teman satu kelompok KKN Reguler angkatan 49 kelompok 3 dengan nama tim Mestakung (Semesta Mendukung) yaitu Agatha, Krisna, Vivi, Gita, Desyka, Pascha, Tabita, Vincent, Revi dan Hudan karena telah memberi dukungan, motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena mereka, penulis memiliki teman-teman yang baik selama mengikuti KKN di dusun Candi 1, desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul. Penulis memiliki kesan yang mendalam karena kebersamaan yang erat dengan mereka selama masa KKN empat puluh hari. Oleh karena semangat kita bersama kelompok 3 menjadi kelompok terbaik dan memperoleh nilai akhir tertinggi berkat bimbingan Bapak Adinugroho, M.Psi.
11. Teman-teman satu kelompok PPL yaitu Yuli, Felbi, Rica, Ela, Malvin, Ambar, Suster Verona, dan Albert karena telah memberi dukungan dan motivasi serta menjadi teman yang baik selama penulis melakukan PPL di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Penulis memiliki kesan yang mendalam karena kebersamaan yang erat dengan mereka selama PPL kurang lebih 3 bulan.
xii
13. Sahabat-sahabat alumni SMA Stella Duce 1 Yogyakarta yaitu Melo, Rinta, Pingkan, Nia, Nane, Janis, Nita, Wita. Mereka selalu ada untuk setia memberi motivasi, dukungan, kasih sayang dan doa selama 4 tahun menempuh kuliah dan dalam penyusunan skripsi ini.
14. Kelima teman dari mahasiswa Pascasarjana Jurusan Matematika FMIPA UGM yang bernama Mba Reni, Mba Tesa, Mba Opi, Mas Bily, dan Mas Wawan karena telah membantu mencari referensi tentang penulisan skripsi. 15. Kakak kandung Andreas Yudha Fery Nugroho, S.Psi. dan Mba Erlin yang
memberi semangat kepada penulis.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SIMBOL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR TABEL ... xix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penulisan ... 4
D. Manfaat Penulisan ... 5
E. Batasan Masalah ... 5
F. Metode Penulisan ... 6
G. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II : LANDASAN TEORI ... 9
A. Persamaan Diferensial ... 9
1. Persamaan Diferensial Biasa ... 14
xiv
3. Solusi Khusus dan Solusi Umum ... 23
4. Masalah Nilai Awal dan Masalah Nilai Batas ... 24
B. Limit Fungsi ... 26
C. Kekontinuan Fungsi ... 27
D. Turunan Parsial ... 28
E. Integral Parsial ... 31
F. Metode Lagrange ... 34
G. Metode Newton-Raphson ... 36
H. Metode Euler ... 37
I. Little-Oh dan Big-Oh ... 39
BAB III : METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ... 40
A. Persamaan Diferensial Biasa ... 40
B. Deret Taylor ... 43
C. Metode Iterasi Picard (The Method of Successive Approximations) ... 47
D. Hubungan Deret Taylor dengan Metode Iterasi Picard ... 50
1. Solusi PDB Secara Analitis ... 51
2. Solusi Suatu Fungsi Menggunakan Konsep Deret Taylor ... 52
3. Solusi PDB Dengan Metode Iterasi Picard ... 53
E. Contoh-contoh Penerapan Metode Iterasi Picard ... 55
F. Metode Iterasi Variasional untuk PDB ... 64
1. Metode Iterasi Variasional PDB Bentuk Umum Orde Satu ... 67
2. Metode Iterasi Variasional PDB Bentuk Khusus Orde Dua ... 70
G. Contoh Pengali Lagrange Metode iterasi untuk PDB ... 72
1. Konsep Dasar Metode Newton ... 73
2. Konsep Dasar Metode Iterasi Variasional untuk PDB ... 74
BAB IV : METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ... 80
xv
1. Syarat Awal dan Syarat Batas ... 80
2. Masalah Syarat Awal dan Syarat Batas ... 82
B. Metode Iterasi Variasional ... 82
1. Pengali Lagrange Umum ... 86
2. Kondisi Stasioner ... 88
3. Variasi Terbatas ... 89
C. Contoh-contoh Penerapan Metode Iterasi Variasional ... 94
BAB V : PENUTUP ... 105
A. Kesimpulan ... 105
B. Saran ... 108
xvi
DAFTAR SIMBOL
A, B, C, ..., Z : titik-titik atau suatu fungsi
a, b, c, ..., z : titik-titik atau suatu fungsi
: delta λ : lamda
� : tao
: pi
: rho � : mu
: epsilon
∞ : jumlah tak terhingga
: alpha
: beta
: elemen/anggota ≠ : tidak sama dengan
< : lebih kecil dari
: lebih kecil dari atau sama dengan
: lebih besar dari atau sama dengan
> : lebih besar dari
! : faktorial
xvii
O : notasi big-Oh
⇒ : implikasi
⟺ : biimplikasi (ekuivalen)
⋮ : dan seterusnya
ũ : u tilda
⊂ : subset (himpunan bagian)
ỹ : y tilda
∆ : delta
� : do
� : teta
: sigma
� : phi
ξ : xi
� : phi varian
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pelukisan grafis dari metode Newton ... 37
Gambar 2.2 Tafsiran grafis persamaan ��+1 =�� +�.ℎ ... 38
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Langkah iterasi pada pengali Lagrange ... 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari berasal dari ilmu pengetahuan. Para peneliti telah mempelajari banyak ilmu pengetahuan untuk membuktikan kebenaran yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
Ilmu matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri khas yaitu tertuang dalam bahasa simbolis dan berhubungan dengan kehidupan nyata. Untuk membuktikan kebenaran yang terjadi dalam kehidupan nyata dibutuhkan konsep-konsep maupun teori-teori khusus sehingga dapat mendukung pembuktian tersebut. Bidang ilmu dalam matematika antara lain aljabar, geometri, statistika, analisis, terapan, dan lain-lain. Masalah-masalah dalam bidang astronomi, keuangan, kesehatan, ekonomi, bisnis, pertanian, peternakan dan industri dapat diselesaikan menggunakan konsep-konsep maupun teori-teori matematika.
sebagai fungsi-fungsi dari waktu pada rangkaian listrik, dapat membantu menentukan laju perubahan terhadap waktu pada peluruhan radioaktif, serta manfaat lainnya.
Persamaan diferensial adalah persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan suatu fungsi tidak diketahui. Persamaan diferensial ini banyak menggunakan formulasi matematika, biasanya formulasi tersebut berupa penentuan suatu fungsi yang memenuhi persamaan tertentu. Terdapat dua jenis persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas yaitu Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Suatu persamaan diferensial yang memuat turunan biasa dinamakan persamaan diferensial biasa. Suatu persamaan diferensial yang memuat turunan parsial dinamakan persamaan diferensial parsial. (Marwan dan Said Munzir, 2009)
Banyak metode-metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa maupun persamaan diferensial parsial. Untuk persamaan diferensial biasa, metode yang biasa digunakan antara lain metode Euler, metode Heun, metode Deret Taylor, dan sebagainya. Untuk persamaan diferensial parsial, metode yang dapat digunakan antara lain metode karakteristik, metode separasi variabel dan metode beda hingga.
menghasilkan nilai dalam bentuk angka. Penulis memilih menyelesaikan persamaan diferensial biasa dan parsial secara analitik karena lama-kelamaan solusi pendekatan pada metode iterasi akan kontinu menuju solusi yang sebenarnya.
Persamaan diferensial merupakan salah satu bidang ilmu matematika yang termasuk dalam kelompok terapan yang dapat diselesaikan secara analitik, tetapi juga dapat diselesaikan secara numerik. Tetapi untuk persamaan diferensial parsial, metode analitik sulit digunakan dalam permasalahan tersebut karena kadangkala solusi analitik kurang dapat memberikan solusi yang memadai tentang kuantitas yang dicari sehingga solusi yang lebih tepat dapat menggunakan metode numerik. Solusi dari metode analitik bersifat eksak sedangkan solusi dari metode numerik bersifat hampiran atau pendekatan. (Didit Budi Nugroho, 2011)
Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode untuk menemukan solusi pendekatan persamaan diferensial biasa dan parsial yang pendekatannya secara kontinu. Metode yang penulis gunakan untuk membahas permasalahan mengenai persamaan diferensial biasa adalah metode iterasi Picard (The Method of Successive Approximations). Metode tersebut pertama kali dikenalkan oleh Emile Picard (1856-1941). Solusi yang dihasilkan dari metode iterasi Piard tidak berupa solusi umum tetapi solusi khusus dengan nilai awal yang telah diketahui sebelumnya.
variasional pertama kali dikembangkan oleh Ji-Huan He. Langkah-langkah yang untuk mendapatkan solusi dari metode iterasi variasional ini kurang lebih hampir sama dengan metode iterasi Picard. Perbedaan diantara metode iterasi Picard dan metode iterasi variasional yaitu terdapat pengali Lagrange pada fungsi koreksi metode iterasi variasional. Metode iterasi variasional lebih efektif dan efisien untuk menemukan solusi yang diinginkan karena memiliki tingkat ketelitian yang tinggi.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana cara menyelesaikan PDB dengan metode iterasi Picard? 2. Bagaimana cara menyelesaikan PDP dengan metode iterasi variasional?
C.Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara menyelesaikan PDB dengan metode iterasi Picard. 2. Untuk mengetahui cara menyelesaikan PDP dengan metode iterasi
D.Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini bagi penulis adalah :
1. Dapat mengetahui cara menyelesaikan PDB dengan metode iterasi Picard. 2. Dapat mengetahui cara menyelesaikan PDP dengan metode iterasi
variasional.
Manfaat dari penulisan ini bagi pembaca adalah :
1. Dapat menambah pengetahuan baru tentang penggunaan metode iterasi Picard untuk menyelesaikan PDB dan metode iterasi variasional untuk menyelesaikan masalah PDP.
2. Dapat memberi motivasi untuk terus belajar dan melanjutkan pembahasan penulisan ini untuk persamaan diferensial biasa dan parsial orde tinggi.
E.Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penulisan skripsi ini adalah
1. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada PDB adalah metode iterasi Picard (The Method of Successive Approximations) dengan masalah nilai awal. Pada bahasan ini, variabel-variabel dibatasi hanya pada koefisien-koefisien polinom linearnya dalam variabel t yang bertujuan agar pembahasan pada penulisan ini tidak terlalu luas dan memfokuskan pada variabel t saja sehingga dapat mempermudah bagi para pembaca untuk memahami penulisan ini.
Dalam PDP, permasalahan yang diselesaikan hanya orde satu saja agar tidak terlalu luas dan lebih fokus pada orde satu saja. Dalam hal ini, variabel-variabel dibatasi hanya koefisien-koefisien polinom linearnya dalam t dan s yang bertujuan agar pembahasan pada penulisan ini tidak terlalu luas dan memfokuskan pada variabel t dan s saja sehingga dapat mempermudah bagi para pembaca untuk memahami penulisan ini.
3. Keunggulan dari metode iterasi adalah memiliki solusi pendekatan secara kontinu menuju solusi yang sebenarnya tanpa diskretisasi numeris sehingga metode iterasi dapat menyelesaikan berbagai permasalahan PDB dan PDP dengan lebih mudah dibanding metode-metode yang lain. Selain itu, persoalan yang dipecahkan dengan metode iterasi tersebut dapat lebih efektif dan efisien karena solusi konvergen menuju solusi eksak (sebenarnya).
F. Metode Penulisan
tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang metode iterasi untuk menyelesaikan persamaan diferensial secara analitis.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan ini adalah:
1. Mempelajari teori tentang metode iterasi Picard dan metode iterasi variasional untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa dan parsial dari buku-buku maupun jurnal-jurnal yang terkait.
2. Menyelesaikan soal-soal latihan terkait dengan metode iterasi Picard dan metode iterasi variasional dengan langkah-langkah yang disusun secara runtut dan jelas.
3. Menyajikan definisi maupun informasi-informasi penting terkait tentang PDB dan PDP.
4. Memberikan penjelasan, bukti-bukti serta langkah-langkah dalam mendapatkan solusi pendekatan dari metode iterasi secara runtut dan jelas.
5. Menyusun seluruh materi yang telah dibahas secara runtut dan sistematis pada langkah sebelumnya agar mempermudah para pembaca dalam memahami isi penulisan ini.
G.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:
penulisan ini, batasan masalah, metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini dan sistematika penulisan.
Bab kedua yaitu Landasan Teori yang memuat dasar teori yang terkait dengan isi penulisan yaitu pengertian dan pengelompokkan persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial, persamaan diferensial linear, persamaan diferensial linear homogen dan nonhomogen, pengertian tentang masalah nilai awal dan masalah nilai batas beserta solusi khusus maupun solusi umum, pengertian limit fungsi, teori-teori tentang kekontinuan fungsi, turunan parsial, integral parsial, metode Lagrange, metode Newton-Raphson, metode Euler, serta Little-Oh dan Big-Oh yang mendukung pemahaman bahasan selanjutnya.
Bab ketiga yaitu Metode Iterasi untuk Menyelesaikan PDB yang memuat tentang pengertian PDB, penjelasan langkah-langkah dalam mendapatkan solusi pendekatan dari metode iterasi serta penerapan metode iterasi Picard.
Bab keempat yaitu Metode Iterasi untuk Menyelesaikan PDP yang memuat tentang pengertian PDP, langkah-langkah dalam mendapatkan solusi pendekatan dari metode iterasi serta penerapan metode iterasi variasional.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas pengertian-pengertian dari persamaan diferensial, pengelompokan persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial, persamaan diferensial linear, persamaan diferensial linear homogen dan nonhomogen, pengertian masalah nilai awal dan masalah nilai batas beserta solusi khusus maupun solusi umum, pengertian limit fungsi, teori-teori kekontinuan fungsi, turunan parsial, integral parsial, metode Lagrange, metode Newton-Raphson, metode Euler, serta Little-Oh dan Big-Oh yang mendukung pembahasan mengenai metode iterasi untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.
A.Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial (differential equation) adalah persamaan yang melibatkan variabel-variabel tak bebas dan derivatif-derivatifnya terhadap variabel-variabel bebas. (Didit Budi Nugroho, 2011)
Persamaan Diferensial (PD) dapat ditulis dalam dua bentuk: 1. Bentuk derivatif (bentuk turunan)
Contoh:
= 2+
+1.
2. Bentuk diferensial
Contoh dari bentuk derivatif di atas, jika ditulis dalam bentuk diferensial adalah:
( 2+ 1) = +
( 2+ 1) − + = 0.
Contoh-contoh persamaan diferensial: 2
2+ ( )
2 = 0, (2.1)
4 4+ 5
2
2 + 3 = sin , (2.2)
�
� +
�
� = , (2.3)
�2
� 2+
�2
� 2+
�2
� 2 = 0. (2.4)
Derajat persamaan diferensial adalah derajat tertinggi dari derivatif fungsi dalam persamaan diferensial. Pada persamaan (2.1) memiliki derajat
tertinggi yaitu dua dapat dilihat dari derivatif tertinggi dari sebagai turunan
kedua. Persamaan (2.2) memiliki derajat tertinggi yaitu empat dapat dilihat dari
derivatif tertinggi dari sebagai turunan keempat. Persamaan (2.3) memiliki
derajat tertinggi yaitu satu dapat dilihat dari derivatif tertinggi dari �
� sebagai
turunan pertama. Persamaan (2.4) memiliki derajat tertinggi yaitu dua dapat
dilihat dari derivatif tertinggi dari �2
Persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas dibagi menjadi dua macam yakni Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Solusi persamaan diferensial adalah suatu fungsi yang memenuhi persamaan diferensial. Persamaan diferensial memiliki dua kemungkinan solusi yakni tidak mempunyai solusi dan mempunyai solusi tunggal ataupun mempunyai solusi lebih dari satu.
Contoh 2.1
= 2 ⇔ = 2
= 2
+ 1 = 2+ 2
= 2 + 2− 1
= 2 +�.
Jadi, = 2+� membentuk suatu keluarga solusi dari persamaan
diferensial = 2 .
Contoh 2.2
Apakah 2 + 2−25 = 0adalah solusi dari PD + = 0?
Jawab:
2+ 2−25 = 0
2 = 25− 2
Kasus pertama
= 25− 2
= 1
2 25− 2 −2 = − 25− 2
+ = + 25− 2 −
25− 2 = − = 0.
Jadi, solusi PD terpenuhi.
Kasus kedua
=− 25− 2
=− 1
2 25− 2 −2 = 25− 2
+ = + (− 25− 2)
25− 2= − = 0.
Jadi, solusi PD terpenuhi.
Kesimpulan yang diperoleh dari kedua kasus tersebut yakni 2+ 2−25 = 0
adalah solusi implisit PD + = 0.
Contoh 2.3
Apakah 2 + 2+ 25 = 0adalah solusi dari PD + = 0?
Jawab:
2+ 2+ 25 = 0
2 = − 2−25
Kasus pertama
= − 2−25
= 1
2 − 2−25 −2 =− − 2−25
+ = + − 2−25 −
− 2−25 = − = 0.
Jadi, solusi PD terpenuhi.
Kasus kedua
= − − 2−25
= − 1
2 − 2−25 −2 = − 2−25
+ = + − − 2−25 (
− 2−25) = − = 0.
Jadi, solusi PD terpenuhi.
Kesimpulan yang diperoleh dari kedua kasus tersebut yakni 2+ 2+ 25 = 0 adalah solusi formal PD, karena secara formal penurunan PD terpenuhi tetapi tidak ada bilangan real dan yang benar-benar memenuhi persamaan solusi.
Solusi dari PD dapat berbentuk eksplisit maupun implisit, sebagai berikut:
1) = 2+�adalah solusi eksplisit dari = 2 .
1. Persamaan Diferensial Biasa
Persamaan Diferensial Biasa (Ordinary Differential Equation), disingkat PDB, adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan satu variabel bebas. Contoh-contoh persamaan diferensial (2.1), (2.2), (2.3), dan (2.4) terdiri dari bermacam-macam variabel dan melibatkan derivatif-derivatifnya maka yang termasuk ke dalam Persamaan Diferensial Biasa (PDB) adalah persamaan (2.1) dan (2.2). Pada persamaan (2.1) varibel adalah variabel tunggal yang bebas dan variabel adalah variabel tak bebas (tergantung). Pada persamaan (2.2) terdapat variabel bebas yaitu variabel ,
sedangkan variabel adalah variabel tak bebas. (Shepley L Ross , 2004) Setelah dibahas mengenai persamaan diferensial biasa, maka terdapat klasifikasi persamaan diferensial linear. Referensi diambil dari buku karangan Shepley L Ross (2004) dan diktat Lina Aryati, dkk (2013).
a. Persamaan Diferensial Linear
2 2+
2 2
2+ 5 = 0. Contoh persamaan diferensial nonlinear sebagai
berikut 33+ + = 1.
Persamaan diferensial linear orde satu dengan variabel tak bebas y dan variabel bebas x, dapat ditulis dalam bentuk
+ = . (2.5)
Diberikan persamaan sebagai berikut
+ ( + 1) = 3,
adalah persamaan diferensial linear orde satu, dapat ditulis menjadi
+ (1 +1) = 2,
dimana bentuk (2.5) = 1 +1 dan = 2.
Persamaan (2.5) dapat ditulis dalam bentuk diferensial menjadi
− + = 0. (2.6) Persamaan (2.6) berasal dari bentuk
, + , = 0,
dimana
, = − dan , = 1. Maka
� ( , )
� = ≠0 =
� ( , )
� .
maka dapat diasumsikan mempunyai faktor integral yang hanya bergantung pada x saja. Persamaan (2.6) dikalikan dengan ( ) menjadi − + ( ) = 0. (2.7) Berdasarkan definisi, ( ) adalah faktor integral dari persamaan (2.7) jika dan hanya jika persamaan (2.7) adalah eksak sehingga diperoleh
�
� − = �
� .
Kondisi tersebut diturunkan, sehingga menjadi
= . (2.8)
Pada persamaan (2.8), P adalah suatu fungsi yang diketahui variabel bebas x, tetapi adalah suatu fungsi yang tidak diketahui berasal dari x dan akan kita tentukan. Kemudian, kita tuliskan persamaan diferensial (2.8) menjadi bentuk seperti berikut
= , (2.9)
dimana variabel terikatnya adalah dan variabel bebasnya adalah x. P adalah suatu fungsi yang diketahui dari x. Persamaan (2.9) merupakan persamaan diferensial separabel, variabel dipisahkan menjadi berikut
= . (2.10)
Kemudian persamaan (2.10) diintegralkan sehingga diperoleh solusi khusus
Persamaan diferensial linear (2.5) memiliki faktor integral dari persamaan (2.11). Sekarang, kita mengalikan persamaan (2.5) dengan persamaan (2.11)
+ = ( ) , (2.12)
dengan menggunakan integral parsial maka diperoleh
= ( ) . (2.13)
Sekarang kita integralkan bentuk di atas menjadi
= + . (2.14)
Persamaan (2.14) adalah solusi dari persamaan diferensial linear (2.5) dimana c adalah suatu konstanta yang nilainya dapat berubah-ubah. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan dalam suatu teorema berikut
Teorema 2.1
Diberikan persamaan diferensial linear berikut
+ = ( )
mempunyai bentuk faktor integral . Solusi umum persamaan diferensialnya
− = .
Contoh 2.4
Diberikan persamaan diferensial berikut
+ 2 +1 = −2 . (2.15)
= 2 +1= 2 +1 dan = −2 .
Faktor pengintegralan dari persamaan diferensial linear (2.15) adalah
=
= 2+
1
= (2 + )
= 2 .
= 2 . (2.16) Sekarang kita mengalikan persamaan diferensial linear (2.15) dengan bentuk (2.16) menjadi
2 +2 +1 2 = −2 2
2 + (2 + 1) 2 =
[ 2 ] =
2 = 1
2 2+
= 1 2
2
2 + 2 = 1
2
−2 + −2
b. Persamaan Diferensial Linear Homogen
Teorema 2.2
Jika 1, 2,…, merupakan m solusi dari persamaan diferensial linear
homogen
0 + 1
−1
−1+⋯+ −1 + = 0 (2.17)
maka kombinasi linear 1, 2,…, yaitu
1 1+ 2 2 +…+
juga solusi persamaan diferensial (2.17).
Teorema 2.3
Persamaan diferensial linear homogen order n
0 + 1
−1
−1+⋯+ −1 + = 0 (2.18)
selalu memiliki n solusi yang bebas linear. Selanjutnya jika 1, 2,…,
adalah n solusi persamaan diferensial (2.18) yang bebas linear maka setiap solusi persamaan diferensial (2.18) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear
1 1+ 2 2+…+
dengan pemilihan konstanta-konstanta 1, 2,…, yang sesuai.
c. Persamaan Diferensial Linear Nonhomogen
pengertian solusi umum untuk persamaan diferensial linear nonhomogen, yang didahului dengan membicarakan dua teorema yang akan membawa ke pengertian solusi umum. Diberikan persamaan diferensial linear nonhomogen
0 + 1
−1
−1+⋯+ −1 + =�
(2.19)
dengan persamaan homogen yang berkorespondensi
0 + 1
−1
−1+⋯+ −1 + = 0.
(2.20)
Teorema 2.4
Jika v sebarang solusi persamaan diferensial (2.19) dan u sebarang solusi persamaan diferensial (2.20) maka + juga merupakan solusi persamaan diferensial (2.19).
Contoh 2.5
Mudah diselidiki bahwa = 3 merupakan solusi persamaan diferensial 2
2− = 6 −
3. (2.21)
Selain itu, mudah pula dilihat bahwa y = solusi persamaan homogen yang berkorespondensi dengan (2.21),
2
2− = 0.
Teorema 2.5
Diberikan 0 suatu solusi persamaan diferensial linear nonhomogen (2.19) yang tidak memuat sebarang konstanta. Jika = 1 1+ 2 2+
…+ solusi umum persamaan diferensial linear homogen (2.20)
maka setiap solusi persamaan diferensial (2.19) dapat dinyatakan sebagai + untuk suatu pemilihan konstanta 1, 2,…, yang sesuai.
Teorema 2.5 membawa ke pengertian solusi umum persamaan diferensial linear nonhomogen, yang didefinisikan sebagai berikut
Definisi 2.1
Diberikan persamaan diferensial linear nonhomogen
0 + 1
−1
−1+⋯+ −1 + =�
(2.22)
dan persamaan diferensial linear homogen yang berkorespondensi dengan (2.22)
0 + 1
−1
−1+⋯+ −1 + = 0. (2.23)
1. Solusi umum persamaan diferensial (2.23) disebut fungsi komplemen persamaan diferensial (2.22), dan selanjutnya ditulis dengan .
2. Suatu solusi khusus persamaan diferensial (2.22) yang tidak memuat sebarang konstanta disebut integral khusus persamaan diferensial (2.22), dan selanjutnya akan ditulis dengan .
3. Solusi + dari persamaan (2.22) dengan integral khusus (2.22)
dan fungsi komplemen (2.22) disebut solusi umum persamaan
Contoh 2.5 Telah diketahui bahwa y = 3 merupakan suatu solusi persamaan diferensial
2
2− = 6 −
3 (2.24)
sehingga = 3 adalah integral khusus persamaan (2.24). Solusi umum
persamaan homogen yang berkorespondensi dengan (2.24) adalah = 1 + 2 − dengan 1 dan 2 sebarang konstanta. Karena itu solusi umum persamaan diferensial (2.24) adalah
= 1 + 2 − + 3
dengan 1 dan 2 sebarang konstanta.
2. Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan Diferensial Parsial (Partial Differential Equation), disingkat PDP, adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan lebih dari satu variabel bebas. Persamaan diferensial dapat pula diartikan sebagai persamaan diferensial biasa kecuali keadaannya diperjelas bahwa yang dimaksud adalah persamaan diferensial parsial. Persamaan (2.3) dan (2.4) termasuk ke dalam contoh-contoh Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Pada persamaan (2.3) variabel dan adalah variabel bebas dan variabel adalah variabel tak bebas (tergantung). Pada persamaan (2.4) terdapat variabel bebas yaitu variabel , , dan , sedangkan variabel adalah variabel tak bebas. (Shepley L Ross, 2004)
lain, semua koefisiennya adalah fungsi dari variabel-variabel bebas. Suatu persamaan diferensial yang tidak linear dalam beberapa variabel tak bebas dikatakan tidak linear dalam variabel tersebut. Suatu persamaan diferensial yang tidak linear dalam himpunan semua variabel tak bebas secara sederhana dikatakan tak linear. (Didit Budi Nugroho, 2011)
3. Solusi khusus dan solusi umum
Solusi adalah sebuah fungsi yang memenuhi persamaan diferensial. Sebuah fungsi = ( ) yang terdefinisi atas domain dari fungsi disebut solusi untuk persamaan diferensial jika untuk sembarang nilai dari variabel bebas yang diijinkan, identitas persamaan dapat dipenuhi ketika nilai-nilai
yang bersesuaian untuk = ( ) dan derivatif-derivatifnya disubstitusikan ke dalam persamaannya. Jika mengenakan syarat awal atau syarat batas maka akan diperoleh solusi khusus, artinya konstanta sembarang yang termuat dalam solusi umum akan mempunyai nilai tertentu.
sembarang konstanta dari solusi umum, solusi yang demikian dinamakan solusi singular dari persamaan tersebut. (Kartono, 2012)
4. Masalah Nilai Awal dan Masalah Nilai Batas
Suatu persamaan diferensial dengan syarat tambahan pada fungsi yang tidak diketahui derivatif-derivatifnya, semua diberikan pada nilai yang sama untuk variabel bebas, merupakan suatu masalah nilai awal (initial-value problem). Syarat tambahan tersebut dinamakan syarat awal (initial
conditions). Jika syarat tambahan diberikan pada lebih dari satu nilai
variabel bebas, dinamakan masalah nilai batas (boundary-value problem) dan syaratnya dinamakan syarat batas. (Didit Budi Nugroho, 2011)
Masalah Nilai Awal (MNA) adalah suatu persamaan diferensial yang dilengkapi dengan suatu data di titik awal dari domain.
Contoh solusi masalah nilai awal sebagai berikut
= 2 ,
0 = 1.
Solusi :
= 2 mempunyai keluarga solusi
= 2 +�
0 = 1
1 = 02+�
Jadi, solusi MNA tersebut adalah = 2 + 1.
Catatan:
Untuk PD = 2 , maka = 2+ 1disebut solusi khusus.
Untuk PD = 2 , maka = 2 +� disebut solusi umum.
Masalah Nilai Batas (MNB) adalah suatu persamaan diferensial yang dilengkapi dengan data pada titik-titik batas dari domain. Titik-titik batas tersebut terdapat lebih dari satu batas. Jika syarat tambahan diberikan pada lebih dari satu nilai variabel bebas, dinamakan masalah nilai batas (boundary-value problem) dan syaratnya dinamakan syarat batas (boundary conditions).
Contoh solusi masalah nilai batas sebagai berikut
2
2+ = 0, 0 = 1,
�
2 = 5.
Pada masalah di atas, asumsikan bahwa saat nilai = 0 maka nilai = 1
dan saat nilai =�
2 maka nilai = 5. Dari asumsi tersebut maka terdapat
kondisi hubungan untuk dua nilai x yang berbeda yakni 0 dan �
2. Kedua titik
x tersebut yang dinamakan sebagai masalah nilai batas.
Contoh berikut adalah masalah nilai batas
2
2+ = 0, 0 = 1, � = 5.
Masalah di atas tersebut memiliki solusi yang unik yaitu karena tidak mempunyai solusi sama sekali. Fakta sederhana tersebut dapat menyebabkan salah satu kesimpulan yang benar dari masalah nilai batas sehingga kita tidak boleh menganggap mudah. (Shepley L Ross , 2004)
B.Limit Fungsi
Pada bahasan setelah ini akan dipaparkan tentang kekontinuan fungsi, oleh karena itu konsep dasar dari kekontinuan fungsi yakni mempelajari limit fungsi terlebih dahulu agar dapat memahami kekontinuan fungsi. Pada bahasan mengenai limit fungsi ini referensi utama diambil dari buku karangan Edwin J Purcell dan Dale Vanberg (1987).
Definisi 2.2
(Pengertian limit secara intuisi). Untuk mengatakan bahwa
lim → = berarti bahwa selisih antara ( ) dan dapat dibuat sekecil
mungkin dengan mensyaratkan bahwa cukup dekat tetapi tidak sama dengan .
Membuat definisi persis dengan mengikuti sebuah tradisi panjang dalam memakai huruf Yunani (epsilon) dan (delta) untuk menggantikan bilangan-bilangan kecil positif. Kita bayangkan jika dan sebagai bilangan-bilangan-bilangan-bilangan kecil positif.
Definisi 2.3
yang berpadanan sedemikian sehingga − < asalkan bahwa 0 < − < ; yakni
0 < − < ⇒ − < .
C.Kekontinuan Fungsi
Konsep dasar untuk mempelajari kekontinuan fungsi yaitu limit fungsi. Pada bahasan sebelumnya telah dibahas tentang arti dari limit fungsi yang akan digunakan pada bahasan kekontinuan fungsi berikut ini. Pada bahasan mengenai kekontinuan fungsi ini referensi utama diambil dari buku karangan Edwin J Purcell dan Dale Vanberg (1987). Dalam bahasa yang biasa, kata kontinu digunakan untuk memberikan suatu proses yang berkelanjutan tanpa perubahan yang mendadak. Gagasan tersebut berkenaan dengan fungsi.
lim → ( ) = .
Definisi 2.4
Kekontinuan di satu titik adalah bahwa f kontinu di c jika beberapa selang terbuka di sekitar c terkandung dalam daerah asal f dan lim → ( ) = . Maksud dari definisi tersebut adalah mensyaratkan tiga hal sebagai berikut
(1) lim → ( ) ada,
f Y
(2) ( ) ada (yakni, c berada dalam daerah asal ), dan
(3) lim → ( ) = .
Jika salah satu dari ketiga fungsi tersebut tidak terpenuhi, maka tak kontinu (diskontinu) di .
Jadi, fungsi yang diwakili oleh kedua grafik di atas tak kontinu di . Tetapi kontinu -titik lain dari daerah asalnya.
D.Turunan Parsial
Pada bahasan mengenai turunan parsial ini referensi utama diambil dari buku karangan Edwin J Purcell dan Dale Vanberg (1987).
Andaikan bahwa f adalah suatu fungsi dua peubah x dan y. Jika y ditahan agar konstan, misalnya = 0, maka ( , 0) menjadi fungsi satu peubah x.
Turunannya di = 0 disebut turunan parsial f terhadap x di ( 0, 0) dan dinyatakan sebagai ( 0, 0). Jadi,
0, 0 = lim∆ →0 0
+∆ , 0 − ( 0, 0)
∆ . (2.25) f
Y
C x
lim → ( ) ada, tetapi lim → ( )≠ . f
Y
C
Demikian pula, turunan parsial f terhadap y di ( 0, 0) dinyatakan oleh
( 0, 0) dan dituliskan sebagai
0, 0 = lim∆ →0 0
, 0+∆ − ( 0, 0)
∆ . (2.26)
Daripada menghitung ( 0, 0) dan ( 0, 0) secara langsung dari definisi
(2.25) dan (2.26), secara khas kita mencari ( , ) dan ( , ) dengan
menggunakan aturan baku untuk turunan; kemudian kita menyulihkan (mensubtitusikan) = 0 dan = 0.
Contoh 2.6
Carilah (1,2) dan (1,2) jika , = 2 + 3 3.
Solusi
Untuk mencari ( , ) kita anggap y sebagai konstanta dan kita diferensialkan fungsi ini terhadap x didapat
, = 2 + 0.
Jadi,
1,2 = 2.1.2 = 4.
Demikian pula,
, = 2+ 9 2
sehingga
1,2 = 12 + 9. 22 = 37.
Jika z = , , kita gunakan cara penulisan lain.
0, 0 = [�� ] 0, 0 , 0, 0 = [ �
� ]( 0, 0).
Contoh 2.7
Jika z = 2sin( 2), cari �
� dan � � . Solusi � � = 2 � � sin
2 + sin 2 �
� (
2)
= 2cos 2 �
�
2 + sin 2 . 2
= 2cos 2 . 2+ 2 sin 2
= 2 2cos( 2) + 2 sin 2
�
� =
2cos 2 . 2 = 2 3 cos( 2).
1. Turunan parsial tingkat tinggi
Secara umum, karena turunan parsial suatu fungsi x dan y adalah fungsi lain dari dua peubah yang sama ini, turunan tersebut dapat diturunkan secara parsial terhadap x atau y untuk memperoleh empat buah turunan parsial kedua fungsi :
= �
� �
� =
�2
� 2, =
� �
�
� =
�2 � 2,
= ( ) � � � � = �2 � � , = ( ) � � � � = �2 � � . Contoh 2.8
, = −sin( ) + 3 2.
Solusi
, = −1cos( ) + 3 2 2
, = + 2cos( ) + 2 3
, = 12sin + 6 2
, = + 24sin( )−23cos( ) + 2 3
, = − 3sin + 12cos + 6 2
, = − 3sin + 12cos + 6 2 .
Pada contoh di atas , = , .
E.Integral Parsial
Pada materi sebelumnya telah dibahas mengenai turunan parsial, maka kita perlu mengetahui pula teknik-teknik dalam integral parsial ini referensi utama diambil dari buku karangan Nyoman Arcana dkk (1983).
1. Pengintegralan Parsial atau Pengintegralan Sebagian
Metode pengintegralan ini diperoleh dari rumus hitung diferensial dari perkalian dua fungsi, yaitu bila = . , dan keduanya fungsi dari x maka,
= . + . .
= . + . .
Jadi, jika salah satu dari integral pada ruas kanan diketahui, maka integral yang lain dapat dicari. Kita dapat memilih mengerjakan salah satu dari kedua integral tersebut, yang mungkin atau mudah diintegralkan.
Sebagai contoh, bila . dapat dengan segera diintegralkan, maka integral yang lain, yaitu u dv dapat dicari,
. = . − . .
Penggunaan metode ini akan menjadi lebih jelas setelah mengikuti contoh-contoh berikut.
Contoh 2.9
Integralkan cos .
Misal = dan = cos .
Maka = dan = cos = sin . Sehingga
cos =
= . −
= sin − sin .
Jadi, daripada mengintegralkan cos tentu lebih mudah
mengintegralkan sin , yang segera kita tahu, yaitu – cos x. Sehingga
cos = sin + cos + .
Jika u dan dv dipilih sebagai berikut:
Misal = cos dan = , maka = −sin dan = 1
Dengan mensubstitusikan kita peroleh:
cos =1
2
2cos + 1
2
2(−sin ) .
Jadi, integral yang timbul lebih sulit dari integral semula.
Jadi, dalam pengambilan u dan dv harus demikian sehingga integral yang timbul kemudian menjadi lebih sederhana.
Contoh 2.10
Integralkan 2sin .
Seperti alasan yang diberikan pada contoh 1, kita pilih: = 2 dan =
sin , maka = 2 dan = −cos .
Sehingga:
2sin =
= . − .
= 2 −cos − − cos . 2
= − 2cos + 2 cos .
Dalam contoh ini kita menemukan integral yang tidak dapat diintegralkan secara pengamatan tetapi telah dikerjakan pada contoh 2.10, yaitu:
cos = sin + cos + 1.
Substitusikan ini ke dalam hasil pengintegralan di atas, kita peroleh:
2sin = − 2cos + 2{ sin + cos +
1}
Perulangan seperti ini, yaitu kita kembali mempergunakan integral parsial akan sering kita temukan dalam soal-soal yang lain. Sebagai contoh, jika
3sin kita cari, proses pengintegralan akan berlangsung tiga kali.
F. Metode Lagrange
Setelah membahas tentang turunan parsial dan integral parsial, akan dibahas pula mengenai metode Lagrange karena syarat tersebut terpenuhi di dalam Metode Iterasi Variasional. Pada bahasan mengenai metode Lagrange ini, referensi utama di ambil dari buku karangan Edwin J Purcell dan Dale Vanberg (1987).
Teorema 2.6
(Metode Lagrange). Untuk memaksimumkan atau meminimumkan
(�) terhadap kendala � = 0, selesaikan sistem persamaan
∇ � = ∇ (�) dan � = 0.
untuk p dan λ. Tiap titik p yang demikian adalah suatu titik kritis untuk masalah nilai ekstrem terkendala dan λ yang berpadanan disebut pengali Lagrange.
Contoh 2.11
Tentukan minimum , , = 3 + 2 + + 5, terhadap kendala
Solusi
Gradien f dan g adalah ∇ , , = 3 + 2 + dan ∇ , , = 18 + 8 − . Untuk menemukan titik-titik kritis, kita pecahkan
persamaan-persamaan
∇ , , = ∇ , , dan , , = 0
untuk , , , dengan λ pengali Lagrange. Ini setara, dalam soal ini, dengan memecahkan sistem empat persamaan simultan berikut dalam empat peubah x, y, z, dan λ.
(2.27) 3 = 18
(2.28) 2 = 8
(2.29) 1 = −
(2.30) 9 2+ 4 2− = 0.
Dari (2.29), = −1. Dengan mensubstitusikan hasil ini ke dalam (2.27)
dan (2.28), kita dapatkan = −1
6 dan =− 1
4. Dengan memasukkan nilai-nilai
ini untuk x dan y dalam persamaan (2.30), kita peroleh = 1
2. Jadi solusi sistem
empat persamaan simultan tersebut adalah (−1
6,− 1 4,
1
2,−1), dan satu-satunya
titik kritis adalah (−1
6,− 1 4,
1
2). Maka minimum , , terhadap kendala
, , = 0 adalah −1
6,− 1 4,
1
2 = 4
1 2.
Misalnya, jika kita mencari ekstrem suatu fungsi f tiga peubah, terhadap dua kendala , , = 0 dan , , = 0, kita pecahkan persamaan-persamaan.
∇ , , = ∇ , , + ∇ , , , , , = 0, , , = 0
untuk x, y, z, λ, dan , dengan λ dan adalah pengali-pengali Lagrange. Ini setara terhadap pencarian solusi sistem lima persamaan simultan dalam peubah-peubah x, y, z, λ, dan .
(2.31) , , = , , + ( , , ),
(2.32) , , = , , + , , ,
(2.33) , , = , , + , , ,
(2.34) , , = 0,
(2.35) , , = 0.
Dari solusi sistem ini kita peroleh titik-titik kritis.
G.Metode Newton-Raphson
Pada bahasan mengenai penurunan rumus metode Newton-Raphson secara geometri, referensi utama di ambil dari buku karangan Agus Setiawan (2006) dan Eko Budi Purwanto (2008).
memotong sumbu dan ini merupakan penafsiran akar bagi iterasi berikutnya. Secara geometris hal ini ditampilkan dalam gambar di bawah ini.
Gambar 2.1. Pelukisan grafis dari metode Newton-Raphson.
Gambar 2.1 merupakan gambaran dari pelukisan grafis dari metode Newton-Raphson.
Diambil nilai awal , dan kemiringan (slope) adalah gradien dari fungsi atau:
= ′ = ( )− +1
− +1 , (2.36) jika diasumsikan bahwa +1 sama dengan akar persamaan maka ( +1) = 0.
= ′ = Δ
Δ =
−0
− +1. (2.37)
Persamaan (2.37) dapat disusun kembali menjadi:
+1 = −
′ . (2.38) Persamaan (2.38) inilah yang disebut rumus Newton-Raphson.
H.Metode Euler
Pada bahasan mengenai metode Euler ini, referensi utama di ambil dari buku karangan Agus Setiawan (2006).
}
+1
( )
( )
Kemiringan = ′( )
−0
[image:58.595.99.515.167.608.2]Gambar 2.2. Tafsiran grafis persamaan +1 = +�. . Bentuk umum persamaan diferensial biasa
= ( , ). (2.39)
Permasalahan penerjun payung yang diselesaikan secara numerik dalam bentuk
= + ( × ),
yang dalam notasi matematika dituliskan sebagai
[image:59.595.104.513.85.672.2]+1 = +�. (2.40) Menurut persamaan (2.40), kemiringan � digunakan untuk mengekstrapolasi (memperhitungkan) nilai baru +1 dari nilai lama .
Gambar 2.3 Pelukisan grafis dari metode Euler.
Gambar 2.3 merupakan gambaran dari pelukisan grafis dari metode Euler.
+1
asli prediksi
error
}
=�
+1
+1 = +�.
Turunan pertama memberikan estimasi (taksiran) langsung kemiringan pada lihat gambar 2.3.
� = ( , ). (2.41) Dengan ( , ) adalah evaluasi dari persamaan diferensial , . Substitusi persamaan (2.41) ke (2.39) menjadi
+1 = + ( , ) . (2.42)
Persamaan di atas merupakan persamaan umum metode Euler.
I. Little-Oh dan Big-Oh
Untuk membantu melengkapi bahasan tentang konsep dasar metode Newton dan deret Taylor maka diperlukan penjelasan singkat mengenai notasi Little-Oh dan Big-Oh. Referensi ini diambil dari buku karangan Eko Budi
Purwanto (2008).
Definisi fungsi ( ) merupakan Little-Oh dari fungsi ( ) dengan notasi = ( ( )) jika dan hanya jika terdapat dua buah konstanta bulat positif
C dan 0 sedemikian sehingga berlaku lim →0 ( ) ( )= 0.
Notasi Big-Oh didefinisikan bahwa ( ) merupakan Big-Oh dari ( ) dan dinotasikan = ( ) jika dan hanya jika terdapat dua buah konstanta bulat positif C dan 0 sedemikian sehingga berlaku ( )
40
BAB III
METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengantar singkat Persamaan Diferensial Biasa, masalah syarat awal dan syarat batas, deret Taylor, metode iterasi Picard (The Method of Successive Approximations), hubungan antara deret Taylor dengan metode iterasi Picard, contoh-contoh solusi metode iterasi Picard, penjelasan metode iterasi variasional dan contoh-contoh solusinya, contoh pengali Lagrange metode iterasi untuk PDB serta metode iterasi variasional untuk PDB secara umum berderajat satu.
A.Persamaan Diferensial Biasa
Persamaan Diferensial (PD) adalah suatu persamaan yang menyatakan hubungan suatu fungsi dengan derivatif-derivatifnya. Jika fungsi yang dicari mempunyai satu variabel bebas, maka persamaannya disebut Persamaan Diferensial Biasa (PDB). (Shepley L Ross, 2004)
1. Masalah syarat awal dan syarat batas
Pada bagian ini akan disajikan teori tentang masalah syarat awal dan syarat batas yang mendukung pembahasan dari metode iterasi Picard dengan referensi dari buku karangan Kartono (2012).
2 ′′ + 1 ′ + 0 = , (3.1) dengan 2 , 1 , dan 0 dinamakan koefisien-koefisien yang dapat sebagai fungsi dari x atau konstanta dan ( ) merupakan fungsi-fungsi kontinu di dalam suatu interval dengan 2( )≠0. Jika persamaan (3.1) mempunyai syarat awal
0 = 0 dan ′ 0 = 1, (3.2)
maka persamaan (3.1) dan (3.2) dinamakan masalah syarat awal. Jadi masalah syarat awal sering disajikan dalam bentuk
2 ′′ + 1 ′ + 0 = ,
0 = 0dan ′ 0 = 1. (3.3)
Jika persamaan (3.1) dilengkapi dengan kondisi di ujung-ujung pada interval , misalkan = dan = maka dinamakan masalah syarat batas. Jadi masalah syarat batas disajikan dalam bentuk
2 ′′ + 1 ′ + 0 = ,
= dan = .
(3.4)
solusi yang bebas linear dari persamaan (3.1), serta merupakan solusi
khususnya maka solusi umum persamaan (3.1) berbentuk
= 1 1 + 2 2 + , (3.5)
dengan mengenakan syarat batasnya, maka
= 1 1 + 2 2 + ↔ 1 1 + 2 2 + = ,
= 1 1 + 2 2 + ↔ 1 1 + 2 2 + =
dari sini,
1 1 + 2 2 = − ,
1 1 + 2 2 = − .
(3.6)
Persamaan (3.6) merupakan sistem persamaan linear nonhomogen dalam
1dan 2, oleh karena itu sesuai konsep solusi sistem persamaan linear dalam Aljabar Linear maka sistem (3.6) mempunyai tiga kemungkinan solusinya yaitu solusi tunggal, solusi banyak, atau bahkan tidak ada solusi. Masalah syarat batas sering dipakai untuk memodelkan fenomena perubahan akibat adanya perubahan terhadap variabel posisinya.
B.Deret Taylor
Pada bagian ini akan dibahas teori yang mendukung pembahasan metode iterasi Picard yaitu teori tentang Deret Taylor. Referensi yang digunakan pada teori ini berasal dari buku karangan Edwin J. Purcell dan Dale Vanberg (1987) Jilid 1.
Jika diketahui sebuah fungsi f (misalnya sin atau = ln( 2 )). Apakah fungsi tersebut direpresentasikan sebagai suatu deret pangkat dari x atau, lebih umum, dari − ? Jadi, adakah bilangan-bilangan 0, 1, 2, 3, … sehingga
= 0+ 1 − + 2( − )2 + 3( − )3+ …
pada sebuah selang sekitar = ?
Anggaplah sebuah deret pangkat sebagai sebuah suku banyak dengan suku-suku yang takterhingga banyaknya. Deret ini berperilaku sebagai sebuah suku banyak terhadap pengintegralan maupun pendiferensialan; pengerjaan ini dapat dilakukan suku demi suku.
Teorema 3.1
Andaikan ( ) adalah jumlah sebuah deret pangkat pada sebuah selang I; Jadi,
= ∞=0 = 0+ 1 + 2 2+ 3 3 +…
maka, apabila x ada di dalam I, berlakulah, (i) ′ = ∞=0 ( ) = ∞=0 −1
= 1+ 2 2 + 3 3 2+…
(ii) =
0 0
∞
=0 = ∞=0 +1 +1
= 0 +1
2 1
2+1
3 2
3+1
4 3
4 +…
Andaikan penggambaran yang demikian mungkin. Maka menurut teorema tentang pendeferensialan deret-deret (Teorema 3.1) di atas diperoleh berturut-turut,
′ = 1+ 2 2 − + 3 3( − )2+ 4 4( − )3+…
′′ = 2!
2+ 3! 3 − + 4.3 4( − )2+…
′′′ = 3!
3+ 4! 4 − + 5.4 5( − )2+…
=
apabila di substitusikan = dan menghitung , kita peroleh
0 =
1 = ′
2 = ′′ 2!
dan yang lebih umum,
= ( )
! .
(Agar rumus untuk itu berlaku juga untuk = 0, kita artikan (0)
sebagai dan 0! =1. ) Jadi koefisien-koefisien ditentukan oleh fungsi f. Hal ini membuktikan pula bahwa suatu fungsi f tidak dapat direpresentasikan oleh dua deret pangkat dalam − yang berbeda. Hal ini dituangkan dalam teorema berikut.
Teorema 3.2
(Teorema Ketunggalan). Andaikan f memenuhi uraian
= 0+ 1 − + 2( − )2+ 3( − )3+…
untuk semua x dalam suatu selang sekitar a. Maka,
= ( )
!
Jadi, suatu fungsi tidak dapat digambarkan oleh dua deret pangkat dari
( − ).
1. Kekonvergenan Deret Taylor
Apabila diketahui sebuah fungsi f, dapatkah kita menggambarkannya sebagai sebuah deret pangkat dalam − , (yang tentunya adalah deret Taylor)? Jawabannya terdapat pada teorema berikut ini.
Teorema 3.3
(Teorema Taylor). Andaikan f sebuah fungsi yang memiliki turunan dari
semua tingkatan dalam suatu selang ( − , + ). Syarat perlu dan cukup agar deret Taylor
+ ′( )( − ) + ′′( )
2! ( − )
2 + ′′′ ( )
3! ( − )
3+…
menggambarkan fungsi f pada selang itu, ialah
lim →∞ = 0
dengan suku sisa dalam Rumus Taylor, yaitu
= +1
+1 ! ( − )
+1
dengan c suatu bilangan dalam selang ( − , + ).
Bukti Rumus Taylor menurut teorema 3.4 yaitu
Teorema 3.4
(Rumus Taylor). Andaikan f adalah suatu fungsi dengan turunan ke
+ 1 +1 , ada untuk setiap x pada suatu selang buka I yang mengandung a. Maka untuk setiap x di I.
= + ′ − + ′′
2! ( − )
2+ +
! ( − ) +