• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS WILLINGNESS TO PAY"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

BARANG TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM

(Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor)

OLEH : AYU SAFITRIANI

H14080049

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

AYU SAFITRIANI. Analisis Willingness to Pay dan Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor). Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Dampak krisis global yang terjadi sudah mulai terasa di dalam negeri. Perkembangan perekonomian global tetap menghadirkan kerawanan, ketidakpastian, bahkan dampak secara langsung atau tidak langsung mulai dirasakan bangsa-bangsa sedunia. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel.

Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500 per liter, sedangkan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400 per liter, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900 per liter. Usulan RAPBN 2012, harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter, besaran subsidi BBM masih sebesar Rp 2.400 per liter.

Penelitian ini menghitung besaran willingness to pay jasa angkutan barang terhadap harga BBM (premium) per liter. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktor faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Penghitungan besaran willingness to pay menggunakan rumus willingness to pay dengan alat bantu Microsoft Excel 2007. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan BBM adalah analisis logit dengan alat bantu yaitu SPSS version 16.0 for Windows.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka besaran willingness to pay yang didapatkan adalah Rp. 5.336,7. Jika rencana pemerintah menaikkan harga premium dari harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 dengan kenaikan harga sebesar Rp 1.500 maka, willingness to pay pemilik jasa angkutan barang sebesar hanya 55,7 persen dari rencana kenaikan harga premium oleh pemerintah. Jika pemerintah menaikkan harga per liter premium sebesar Rp 5.500, bukan masalah bagi responden karena nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai willingness to pay.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode analisis logit menunjukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang adalah kesediaan membayar per liter premium, pendidikan, frekuensi sewa per minggu dan CC mobil pick up yang dimiliki. Kesediaan membayar, frekuensi sewa per minggu dan pendidikan berbanding lurus dengan respon terhadap kenaikan harga BBM. Faktor CC mobil pick up yang dimiliki berbanding terbalik dengan respon jasa angkutan barang terhadap kenaikkan harga BBM.

(3)

BARANG TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM

(Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor)

OLEH :

AYU SAFITRIANI

H14080049

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(4)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Ayu Safitriani

Nomor Registrasi Pokok : H14080049 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Willingness to Pay dan Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor)

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001 Mengetahui,

Ketua Departemen llmu Ekonomi

Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim.M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2012

Ayu Safitriani H14080049

(6)

Penulis bernama lengkap Ayu Safitriani. Lahir di Jakarta pada tanggal 21 April 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Jainuri dan Sobariah. Penulis memulai jenjang pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Al-Hurriyah, kemudian melanjutkan ke sekolah negeri yaitu SMP Negeri 68 Jakarta dan SMA Negeri 46 Jakarta. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ilmu Ekonomi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB (BEM FEM IPB) selama dua periode kepenggurusan. Periode kepenggurusan pertama yaitu Kabinet Orange Beraksi, penulis menjadi Bendahara Departemen Pendidikan BEM FEM IPB. Periode kepenggurusan yang kedua yaitu Kabinet Sinergi penulis menjadi Staff Ahli Dewan Audit Internal. Selain itu, selama menyelesaikan perkuliahan penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan baik tingkat fakultas maupun kampus.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada di Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menghitung besaran nilai willingness to pay jasa angkutan barang terhadap BBM dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Orang tua penulis yang sangat berjasa, Ayahanda Jainuri dan Ibunda Sobariah atas seluruh dukungan, semangat dan doa yang tak henti-hentinya.

2. Bapak Muhammad Firadus, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. M. Parulian Hutagaol selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 5. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu dan

pelajaran yang begitu berharga.

6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis sangat berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi studi ekonomi kedepannya. Penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik serta pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Ayu Safitriani H14080049

(8)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR……….i DAFTAR ISI………...…ii DAFTAR TABEL……….iv DAFTAR GAMBAR……….vi DAFTAR LAMPIRAN………....vii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….………1 1.2 Perumusan Masalah……….………….4 1.3 Tujuan Penelitian……….……….6 1.4 Manfaat Penelitian……….…...7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian………...7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Subsidi………...…….8

2.2 Bahan Bakar Minyak (BBM)………...…..8

2.3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi………...10

2.4 Transportasi………...13

2.5 Willingness to Pay...………...16

2.6 Analisis Crosstab – Chi Square…………...………...…….19

2.7 Model Logit………...………...…...20

2.8 Analisis Regresi Linear Berganda……….21

2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu………...………...22

2.10 Kerangka Pemikiran………..………..……….23

2.11 Hipotesis Penelitian……….…………26

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………....……27

(9)

3.3 Metode Pengumpulan Contoh………...27

3.4 Metode Analisis Data………28

3.5 Variabel dan Definisi Operasional………34

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gamabaran Umum Angkutan Barang (Mobil Pick Up) yang Berbahan Bakar Premium di Jakarta dan Bogor………...36

4.2 Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM………...……49

4.3 Analisis Faktor-faktor Yang Memengaruhi Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM………..54

4.4 Implikasi Kebijakan………...…63

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………...………64

5.2 Saran……….………….…65

DAFTAR PUSTAKA………...………66

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012 dalam Rupiah....2 Tabel 2. Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak

di IndonesiaTahun 2004-2010………...3 Tabel 3. Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012

dalam Rupiah Per Liter BBM………..5 Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penentuan Nilai WTP…………..19 Tabel 5. Lokasi Penelitian Respon Jasa Angkutan Barang terhadap

Kenaikan Harga BBM……….………..37 Tabel 6. Hubungan Antara Kesediaan Membayar dengan Respon

terhadap Kenaikan Harga BBM……….………...39 Tabel 7. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Respon terhadap

Kenaikan Harga BBM……….………..40 Tabel 8. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan dengan Respon

terhadap Kenaikan Harga BBM……….………...41 Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon terhadap Kenaikan

Harga BBM……….……….……….42 Tabel 10. Hubungan Antara Jumlah Mobil Pick Up yang Dimiliki dengan

Respon terhadap Kenaikan Harga BBM………….………..43 Tabel 11. Hubungan Antara Merk Mobil Pick Up dengan Respon

terhadap Kenaikan Harga BBM………44 Tabel 12. Hubungan Antara CC Mobil Pick Up dengan Respon

terhadap Kenaikan Harga BBM………45 Tabel 13. Hubungan Antara Frekuensi Sewa Per Minggu dengan Respon

terhadap Kenaikan Harga BBM……….46 Tabel 14. Hubungan Antara Tingkat Omzet dengan Respon terhadap

Kenaikan Harga BBM………...47 Tabel 15. Hubungan Antara Pemakaian BBM Per Hari dengan Respon

(11)

Tabel 16. Penghitungan Nilai WTP untuk Kenaikan Harga BBM Per Liter……49 Tabel 17. Distribusi Responden dengan Nilai Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM………51 Tabel 18. Rencana Kenaikkan Tarif Jasa Angkutan Barang Wilayah Jakarta

dan Bogor 2012……….52 Tabel 19. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran WTP Jasa Angkutan

Barang di Jakarta ddan Bogor Terhadap Kenaikan Harga

BBM Tahun 2012………..53 Tabel 20. Hasil Crosstab Antara Variabel Bebas dengan Respon terhadap

Kenaikan Harga BBM di Jakarta dan Bogor Tahun 2012…………...54 Tabel 21. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pengaruh Subsidi terhadap Permintaan Barang………...……..13 Gambar 2. Kerangka Pemikiran………..….…25 Gambar 3. Respon Pemilik Usaha Jasa Angkutan Barang terhadap

Kenaikan Harga BBM……….38 Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar

BBM Per Liter………..……39 Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……....……40 Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan…………..41 Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa

Angkutan Barang dalam Tahun………...42 Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Mobil yang Dimiliki…...43 Gambar 9. Distribusi Responden Berdasarkan Merk Mobil Yang Dimiliki…....44 Gambar 10. Distribusi Responden Berdasarkan CC Mobil Yang Dimiliki...……45 Gambar 11. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Sewa Mobi6

Per Minggu………..…..46 Gambar 12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Omzet………….……..47 Gambar 13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian BBM Per Hari

dalam Liter………..48 Gambar 14. Kurva Permintaan dari Jumlah Responden yang Bersedia…………51

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Output Crosstab Setiap Variabel Bebas terhadap Respon…………69

1.1 Output Crosstab Hubungan Antara Pendidikan dengan Respon…...…69 1.2 Output Crosstab Hubungan Antara Jumlah Mobil dengan Respon……..70 1.3 Output Crosstab Hubungan Antara Frekuensi Sewa dengan Respon...…71 1.4 Output Crosstab Hubungan Antara CC Mobil dengan Respon………....72 1.5 Output Crosstab Hubungan Antara Jumlah Tanggungandengan Respon.73 1.6 Output Crosstab Hubungan Antara Omzet dengan Respon…..………...74 1.7 Output Crosstab Hubungan Antara Pemakaian BBM Per Hari5

dengan Respon………..………..………...75 1.8 Output Crosstab Hubungan Antara Kesediaan Membaya7

dengan Respon………...76 1.9 Output Crosstab Hubungan Antara Merk Mobil dengan Respon……...77 1.10 Output Crosstab Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon……...78

Lampiran 2. Output Binary Logistic (Logit) , Faktor- Faktor yang

Memengaruhi Respon………...79 Lampiran 3. Output Regresi Linear Berganda untuk WTP ………...81 Lampiran 4. Kuisioner Penelitian………..85

(14)

1.1 Latar Belakang

Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio ekspor minyak bumi Indonesia dibandingkan konsumsi dalam negerinya pun telah semakin kecilBagi Indonesia, memanfaatkan pendapatan minyak secara lebih bijaksana adalah lebih baik daripada menggunakannya untuk membiayai konsumsi BBM yang boros oleh masyarakat. Indonesia lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya

Dampak krisis global yang terjadi sudah mulai terasa di dalam negeri. Perkembangan perekonomian global tetap menghadirkan kerawanan, ketidakpastian, bahkan dampak secara langsung atau tidak langsung mulai dirasakan bangsa-bangsa sedunia. Apalagi krisis ekonomi di kawasan Eropa belum teratasi dan muncul geopolitik baru di kawasan Timur Tengah. Kenaikan harga BBM sebagai antisipasi perekonomian global yang kini sudah terasa rawan dan tidak pasti. Embargo minyak Iran ke Inggris dan Prancis juga membuat runyam sehingga turut mendorong kenaikan harga minyak mentah dunia.

Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Namun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Dokumen UU APBN 2012 tertanggal 24 November 2011 disebutkan, sesuai pasal 7 ayat 4, pengendalian anggaran subsidi BBM 2012 dilakukan melalui pengalokasian yang lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM. Penjelasan ayat 4 pasal tersebut adalah pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan roda empat milik pribadi. Selain itu, pasal 7 ayat 6 tertanggal 24 November 2011 juga menyebutkan, harga jual BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Setelah tanggal 1 April 2012 DPR memutuskan bahwa ada perubahan yang terjadi pada pasal 7 ayat 6 tersebut. Pasal 7 ayat 6a yang menyebutkan

(15)

bahwa, “Dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya”. Pemerintah sekarang ini menjalankan pembatasan dan pelaranggan penggunaan premium bersubsidi untuk jenis mobil pribadi tertentu dan mobil milik pemerintah. Kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi antara lain melalui optimalisasi program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg, meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati dan gas, menghemat konsumsi BBM subsidi, dan menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM dan elpiji 3 kg.Selanjutnya, program akan menjangkau kota-kota lainnya di Indonesia hingga tuntas 2014.1

Tabel 1. Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012 dalam Rupiah

Rincian APBN

RAPBN-P RAPBN-P

Kenaikan 1500 Tanpa Kenaikan

Subsidi BBM (triliun) 123.6 137.4 185.4

Subsidi Listrik (triliun) 44.9 93.1 98.1

Net Minyak (triliun) 23.7 51.4 3.4

Net Migas (triliun) 96.8 116.8 68.8

Defisit Energi (triliun) -18.4 -119.4

Asumsi: ICP (triliun) 90 105 105 Lifting (triliun) 950 930 930 Kurs 8.800 9.000 9.000 Harga Premium 4.500 6.000 4.500 Kenaikan Harga BBM 0 1.500 0

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Dalam data pokok APBN 2012 tertulis bahwa pendapatan negara dan hibah pada tahun 2012 untuk migas sebesar Rp 159.471,9 miliar. Terdiri dari pendapatan minyak bumi sebesar Rp 113.681,5 miliar dan gas alam sebesar Rp 45.790,4 miliar. Sedangkan, belanja pemerintah pusat dalam APBN tertulis subsidi sebesar Rp 208.850,2 miliar.

1

Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012. www.esdm.go.id [April 2012]

(16)

Terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 168.559,9 miliar dan subsidi non-energi sebesar Rp 40.290,3 miliar. Subsidi non-energi sebesar Rp 168.559,9 miliar terbagi menjadi dua yaitu subsidi BBM sebesar Rp 123.599,7 miliar dan subsidi listrik sebesar Rp 44.960,2 miliar.2

Tabel 2. Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun 2004-2010 Tahun Produksi BBM (Ribu Barel) Impor BBM (Ribu KL) Konsumsi BBM (Ribu Barel) Ekspor Minyak (Ribu Barel) 2004 283.153 - - 178. 869 2005 268.529 26.502 397.802 159.703 2006 257.821 21.184 374.691 134.960 2007 244.396 24.032 383.453 135.267 2008 251.531 24.615 388.107 134.872 2009 246.289 22.157 379.142 133.282 2010 241.156 23.633 388.241 121.000

Sumber : Ditjen Migas, 2011

Kenaikan harga BBM bersubsidi (premium) tentu akan berpengaruh secara langsung kepada sistem transportasi nasional. Sistem transportasi nasional memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional. Transportasi sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, transportasi memiliki fungsi sangat penting dalam pembangunan nasional. Indonesia merupakan negara kepulauan di mana pembangunan sektor transportasi dirancang untuk tiga tujuan yaitu: mendukung gerak perekonomian, stabilitas nasional dan menggurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan memperluas jangkauan arus distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok nusantara.

Selalu adanya kebutuhan konsumen akan jasa angkut umum, usaha jasa angkutan barang sangat diperlukan oleh masyarakat. Usaha ini umumnya bisa dijalankan oleh masyarakat yang memiliki mobil terbuka atau biasa disebut dengan mobil pick up. Untuk memulai bisnis ini, tidak memerlukan lokasi usaha seperti menyewa tempat atau membangun sebuah kios usaha. Cukup menyediakan mobil dengan tipe terbuka, dan memasang papan nama di mobil tersebut. Selain

2

Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di IndonesiaTahun 2004-2010. www.esdm.go.id [April 2012]

(17)

bisa melakukannya di rumah, bisnis ini juga bias dijalankan di pinggir jalan. Memarkirkan mobil pick up di pinggir jalan, para konsumen sudah mengetahui tentang keberadaan usaha ini.

Jika harga BBM dinaikkan maka usaha angkutan barang dengan mobil pick up akan mengalami kesulitan. Tarif angkutan barang berbeda dengan tarif angkutan penumpang. Tarif angkutan penumpang memiliki ketetapan tarif dari pusat yaitu Dinas Perhubungan (Dishub) sedangkan tarif angkutan jasa tidak ada ketetapan tarif. Tarif angkutan barang yang dipatok disesuaikan dengan keadaan akan harga BBM dan jarak yang ditempuh. Kenaikan harga BBM akan meningkatkan tarif angkutan barang yang berdampak pada kelangsungan usaha dan para pengguna dari jasa angkutan barang ini.

1.2. Rumusan Masalah

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan akan terjadi penghematan dalam anggaran belanja. Jika harga BBM bersubsidi dinaikan sebesar Rp 1.000 maka akan menghemat Rp 21 triliun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 maka akan menghemat Rp 23 triliun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 2.000 maka akan menghemat Rp 33 triliun. Inilah yang menjadi pertimbangan Kementrian ESDM. Di sisi lain, presentase masyarakat yang menikmati BBM bersubsidi yaitu, masyarakat miskin 15 persen, masyarakat menengah 77 persen, dan masyarakat kaya 8 persen. Jika harga BBM bersubsudi dinaikan maka yang akan merasakan dampak yang sangat besar adalah golongan masyarakat menengah. Hanya 15 persen rakyat miskin yang menikmati subsidi BBM. Hal ini dikarenakan umumnya BBM bersubsidi adalah BBM kendaraan bermotor sedangkan, tidak banyak rakyat miskin yang memiliki kendaraan bermotor. Tidak dapat dipungkiri subsidi energi adalah subsidi yang paling besar dibandingkan dengan subsidi pendidikan dan subsidi pangan, subsidi pertanian dan subsidi lainnya. Penggurangan subsidi energi dalam hal ini adalah bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara menaikkan harga jual di masyarakat.

(18)

Pada 2011 konsumsi BBM bersubsidi mencapai 40,49 juta kiloliter. Jumlah ini pasti bertambah pada 2012 karena penjualan mobil tahun 2012 diduga mendekati satu juta unit. Harga BBM seperti di Cina dan Brasil berkisar Rp 9.000 sampai dengan Rp 14.000 per liter. Namun, di negara kaya minyak, harganya jauh lebih murah. Iran misalnya, hampir sama dengan Indonesia, yaitu Rp 4.000 per liter. Perbedaanya Iran membatasi jumlah BBM untuk pemakaian warganya. Sebagian besar diekspor ke luar negeri. Sehari-hari mereka menggunakan bahan bakar gas untuk listrik, transportasi, dan masak. Indonesia berbeda seperti Arab Saudi atau Nigeria yang punya cadangan minyak 10 kali dan produksi tiga kali lipat, namun konsumsinya hanya separuh dari Indonesia.

Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500 per liter, sedangkan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400 per liter, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900 per liter. Usulan RAPBN 2012, harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter, besaran subsidi BBM masih sebesar Rp 2.400 per liter.3

Tabel 3. Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012 dalam Rupiah Per Liter BBM

Rincian Perhitungan Harga Keekonomian Rupiah Per Liter

a. Harga dasar minyak mentah: ICP*9.000/159 5.940

b. Harga LRT (Lifting, Refinery, Trnsportation) = $24.1/barel 1.360

Subtotal 7.300

c. Pajak dan lain-lain 15 persen 1.100

Total Harga Keekonomian 8.400

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) secara keseluruhan yang memengaruhi tarif produksi jasa transportasi, pemerintah menyadari akan pentingnya transportasi bagi roda perekonomian, apabila peningkatan harga BBM

3

Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012.

(19)

tersebut dilepas pada mekanisme pasar maka akan menggerakkan harga-harga khususnya pemanfaatan jasa transportasi.

Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan pengangkutan terutama dalam pengangkutan barang dalam jumlah besar. Jarak tempuh yang dekat akan lebih murah dalam biaya pengangkutan barang jika menggunakan angkutan darat. Waktu yang perlu ditempuh dengan menggunakan angkutan darat juga lebih efisien jika yang ditempuh adalah jarak dekat dibandingkan dengan angkutan laut dan udara. Angkutan darat memiliki kelebihan yaitu cocok untuk pengangkutan barang dalam jumlah banyak jika yang ditempuh adalah jarak tempuh yang dekat.

Sektor transportasi merupakan konsumen bahan bakar bersubsidi yang paling besar. Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar maka akan memberikan dampak yang besar dalam sektor transportasi. Angkutan umum penumpang dan barang akan menaikkan tarif angkutannya. Tarif angkutan penumpang secara resmi ditentukan oleh Dinas Perhubungan (Dishub). Angkutan barang untuk darat dengan menggunakan truk dan mobil pick up tidak memiliki ketetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub). Sehingga pengusaha jasa angkutan barang sendiri yang menetapkan tarif angkutannya.

Agar dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam penetapan subsidi BBM, maka perlu dilakukan analisis mengenai kesediaan membayar dan faktor yang memengaruhi respon masyarakat mengenai penurunan subsidi BBM. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu, bagaimana kesediaan membayar (willingness to pay) untuk per liter premium dan faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap kenakan harga BBM?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menghitung besaran kesediaan membayar (WTP) pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap harga BBM.

2. Menganalisis respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yng memengaruhi respon (setuju atau tidak setuju) terhadap kenaikan harga BBM.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk merumuskan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang paling efektif dalan sektor jasa angkutan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini untuk menghitung willingness to pay dari jasa angkutan barang terhadap harga BBM. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Data yang diambil dari hasil wawancara adalah data-data yang berhubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Besaran willingness to pay langsung ditanyakan kepada responden saat wawancara. Wilayah yang diteliti hanya Jakarta dan Bogor yang merupakan kota dan wilayah pinggir kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Angkutan barang jenis pick up yang menjadi responden karena mobil pick up menggunakan bahan bakar premium. Hanya mobil pick up yang benar-benar untuk disewakan saja yang menjadi responden atau sumber data pada penelitian ini.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Subsidi

Menurut Mangkoesoebroto (2001) bahwa subsidi kepada konsumen dapat diberlakukan apabila manfaat sosial marjinal lebih besar dibandingkan manfaat privat marginal. Sebaliknya, subsidi kepada produsen dapat diberlakukan bila manfaat privat marjinal lebih besar dibandingkan manfaat sosial marginal.

Dalam Spencer dan Amos (1993) bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). Menurut Suparmoko (2003), subsidi adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah.

Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang (in kind subsidy). Subsidi dalam bentuk uang atau cash transfer diberikan kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. Sementara subsidi dalam bentuk barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran di bawah harga pasar (Suparmoko, 2003).

2.2 Bahan Bakar Minyak (BBM)

BBM (bahan bakar minyak) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang termasuk di dalamnya

(22)

adalah BBM. Selain menghasilkan BBM, pengilangan minyak mentah menghasilkan berbagai produk lain terdiri dari gas, hingga ke produk-produk seperti naphta, light sulfur wax residue (LSWR) dan aspal.

Bahan bakar minyak seperti didefinisikan oleh pemerintah Indonesia untuk keperluan pengaturan harga dan subsidi sekarang meliputi: (i) bensin (premium gasoline), (ii) solar (IDO & ADO: industrial diesel oil & automotive diesel oil), (iii) minyak bakar (FO: fuel oil) serta (iv) minyak tanah (kerosene). Definisi ini merupakan perkembangan dari periode sebelumnya yang masih mencantumkan avgas (aviation gasoline) dan avtur (aviation turbo gasoline), yaitu jenis-jenis bahan bakar yang dipergunakan untuk mesin pesawat terbang, dalam kategori sebagai BBM.

Secara umum bahan bakar minyak (BBM) memiliki dua pengertian. Pertama, secara umum BBM adalah semua jens bahan bakar cair yang dihasilkan dari pengolahan minyak bumi. Pengertian kedua, BBM yang dimaksud oleh pemerintah atau PT Pertamina adalah semua jenis bahan bakar cair dari pengolahan minyak bumi yang harganya ditentukan oleh pemerintah atau PT Pertamina. BBM yang dimaksud dalam pengertian kedua adalah minyak tanah, bensin, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar (Said, 2001).

Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Premium merupakan BBM untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium di Indonesia dipasarkan oleh PT Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada umumnya, premium digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti: mobil, sepeda motor, motor tempel, dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol.

Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, ketidaktepatan sasaran dari subsidi BBM dikarenakan oleh tidak adanya pengawasan dalam pendistribusian baik BBM bersubsidi maupun BBM tidak bersubsidi. Lemahnya pengawasan ini terjadi karena tidak adanya koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi.

(23)

2.3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi

Harga BBM di Indonesia adalah harga yang diatur oleh pemerintah dan berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Pada dasarnya pemerintah bersama DPR menetapkan harga BBM setelah memperhatikan biaya-biaya pokok penyediaan BBM yang diberikan PT Pertamina serta tingkat kemampuan (willingness to pay) masyarakat. Belakangan ini dalam upaya menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan perkembangan harga BBM internasional, dikeluarkan Keputusan Presiden yang memungkinkan PT Pertamina untuk secara berkala menyesuaikan penyesuaian harga otomatis tersebut tidak terus dapat dipertahankan.

Subsidi BBM di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977. Subsidi BBM sendiri yang umumnya dilakukan oleh negara-negara berkembang cenderung mensubsidi tingkat konsumsi energi terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan pertumbuhan di bidang industri, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara-negara tersebut. Subsidi energi kita pada umumnya ditekankan pada bahan bakar fosil seperti, bahan bakar minyak dan batubara (Santosa, 2002).

Teori ilmu ekonomi menyatakan bahwa tingkat harga suatu barang ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran di pasar, namun teori tersebut tidak berlaku untuk harga BBM di suatu negara. Nilai strategis BBM sangat tinggi, sehingga memaksa campur tangan pemerintah dalam menetapkan harganya karean alasan ekonomi maupun politik (Hasyim, 2000). Alasan ekonomi yang mengakibatkan perlunya campur tangan pemerintah dalam penetapan harga BBM adalah:

1. Untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan dipergunakan untuk pembangunan yang telah dirancang sebelumnya

2. Melindungi industri dalam negeri untuk berkompetisi dengan industri luar negeri

3. Mendukung daya saing komoditi ekspor dengan komoditi dari negara lain dalam perdagangan internasional

(24)

Selain alasan ekonomi juga terdapat alasan politik yang menyebabkan perlunya campur tangan pemerintah yaitu:

1. Mengatasi persoalan polusi melalui penetapan harga BBM yang lebih tinggi dan pengolahan dengan kualitas yang lebih baik dengan menggunakan kelebihan pendapatan yang didapat dari penetapan harga minyak tersebut 2. Melindungi masyarakat berpendapatan rendah

3. Menggalakkan konservasi sumber-sumber energi, terutama energi yang tidak terbarukan

Di Indonesia subsidi BBM merupakan salah satu pengeluaran rutin pemerintah yang dianggarkan dalam APBN. Dalam APBN jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Dilihat dari sisi beban fiskal, subsidi BBM memiliki beban fiskal yang lebih tinggi dibandingkan dengan subsidi yang lain. Hal ini dikarenakan subsidi BBM memiliki efek pengganda yang lebih luas dibandingkan dengan subsidi non BBM (Handoko, 2005).

Kebijakan penurunan subsidi BBM merupakan kebijakan pemerintah yang kurang populer. Hal ini dikarenakan penurunan subsidi BBM cenderung mengakibatkan dampak inflationary yang cukup tinggi yang terlihat dari naiknya harga-harga barang kebutuhan masyarakat. Kebijakan penurunan atau penghilangan subsidi termasuk ke dalam kebijakan fiskal yang konstraktif. Kebijakan penurunan subsidi BBM memiliki dilema yang sangat kuat. Menaikkan harga produk-produk minyak dalam negeri agar menyamai atau mendekati tingkat harga dunia dari segi politik akan sukar dan dari segi ekonomi akan meningkatkan inflasi. Namun kebijakan untuk menaikkan harga BBM ini akan menyediakan rupiah dalam jumlah besar yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam negeri dengan pengaruh inflasi yang sedang saja (Papanek, 1987).

Beberapa alasan yang mendasari kebijakan penghapusan subsidi BBM adalah sebagai berikut:

(25)

a. Apabila laju pertumbuhan pemakaian minyak bumi pada masa mendatang masih sebesar laju saat ini, diperkirakan Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak bumi netto (net oil importer country) sehingga subsidi tidak dapat lagi diberlakukan.

b. Pendapatan negara dari migas hampir setengahnya dialokasikan untuk membiayai subsidi BBM

c. Manfaat subsidi BBM lebih dirasakan oleh golongan masyarakat mampu, karena tingkat konsumsi BBM golongan tersebut (dengan harga subsidi) lebih besar dibandingkan dengan kelompok miskin

d. Perbedaan yang cukup besar antara harga BBM domestik dan harga BBM internasional mendorong terjadinya penyelundupan BBM dan praktek pengoplosan minyak tanah dengan solar atau bensin

Kenaikan harga minyak mentah internasional sangat memengaruhi alokasi anggaran untuk subsidi BBM. Hal ini dikarenakan biaya produksi BBM ditentukan oleh harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah. Saat ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, untuk membantu memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri sudah harus diimpor dari luar negeri (Said, 2001).

Pada kurva permintaan D yang memengaruhi pergerakan pada kurva tersebut adalah harga barang itu sendiri. Jika harga barang tersebut mengalami penurunan maka akan meningkatkan kuantitas permintaan. Dalam hal ini penurunan harga terjadi karena pemerintah melakukan subsidi pada suatu komoditas tertentu. Pada harga P1 jumlah yang diminta sebesar G1, jika terjadi penurunan harga karena adanya subsidi maka akan terjadi penurunan harga menjadi P2 dan jumlah yang diminta akan semakin meningkat menjadi G2. Untuk subsidi BBM merupakan barang publik tidak murni yang disediakan oleh pemerintah karena BBM bias didapat oleh siapapun, tetapi dalam memperolehnya diperlukan pengorbanan, yaitu ada harga yang harus dibayarkan.

(26)

Gambar 1. Pengaruh Subsidi terhadap Permintaan Barang Sumber : Hanley and Spash (1993)

2.4 Tranportasi

Transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian, transportasi dapat diberi definisi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya (Kamaluddin, 2003). Ekonomi transportasi adalah ilmu yang mempelajari upaya pemenuhan kebutuhan manusia tentang jasa pengangkutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia dan pembangunan (Maringan, 2003). Usaha transportasi ini, bukan hanya berupa gerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi yang statis tanpa perubahan, tetapi transportasi selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi. Dengan demikian, transportasi selalu diusahakan perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan tercapai efisiensinya yang lebih baik (Kamaluddin, 2003).

Angkutan darat sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan turut memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian di suatu wilayah, ini dapat dilihat bahwa pada umumnya daerah

(27)

yang memiliki jaringan angkutan darat sebagai sarana yang dapat menghubungankan daerah tersebut dengan daerah lain, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daera-daerah yang terisolir.

Mobil truk atau mobil pick up adalah setiap kendaran bermotor yang digunakan untuk angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis dan kendaraan bermotor roda dua. Untuk mengangkut berbagai macam barang, maka pada angkutan jalan ini truk memegang peran yang sangat penting. Angkutan truk atau pick up berguna untuk angkutan lokal bagi barang-barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam hubungan ini terdapat lima keuntungan dari angkutan truk dibandingkan dengan angkutan lainnya yaitu, angkutan truk seringkali lebih murah dari pada angkutan lain, misalnya kereta api. Dikarenakan barang-barang yang diangkut dalam jumlah yang tidak terlalu besar dan jarak yang tidak terlalu jauh. Biaya kereta api juga lebih mahal dibandingkan dengan tarif dari truk. Truk lebih cepat jika digunakan dalam jarak yang terhitung dekat dan dapat melalui pilihan jalan yang secepat mungkin (Kamaludin, 2003).

Jasa pengangkutan adalah kegunaan atau manfaat yang disediakan oleh seseorang atau suatu badan usaha berupa fasilitas angkutan untuk dipergunakan oleh orang atau pihak lain, sehubungan dengan kebutuhan untuk memindahkan suatu barang atau orang dari asal ke tempat tujuan (Rustiningrum, 1999).

Transportasi memberikan jasanya kepada masyarakat yang disebut jasa transportasi (Mesak, 2002). Jasa transportasi merupakan hasil output perusahaan transportasi yang menurut jenis sarana jasa pelayanannya meliputi, jasa pelayanan kereta api, jasa pelayanan penerbangan, jasa pelayanan transportasi bus dan sebagainya. Sebaliknya, jasa transportasi sebagai salah satu masukan (input) dari kegiatan produksi, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya. Peran jasa transportasi tidak hanya memperlancar arus barang dan mobilitas penduduk (manusia), tetapi transportasi juga membantu tercapainya pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal. Oleh karena itu, jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Setijowarno (2003) mengemukakan bahwa kegiatan transportasi bukan merupakan tujuan melainkan mekanisme untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut diuraikan bahwa peran dari kegiatan transportasi, yaitu:

(28)

1. Peran Ekonomi

Tujuan dari kegiatan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah suatu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografi orang maupun barang. Adanya transportasi memungkinkan bahan baku dibawa menuju tempat produksi dan dengan transportasi jugalah hasil produksi dibawa ke pasar atau tempat pelayanan kebutuhan. Perkembangan ekonomi atau naiknya kemakmuran akan mengakibatkan bertambahnya perjalanan.

2. Peran sosial

Jasa transportasi memberikan kemudahan untuk manusia yang pada umumnya bermasyarakat antara lain: (a) pelayanan untuk perorangan maupun kelompok; (b) pertukaran antara penyampaian informasi; (c) perjalanan untuk bersantai; (d) perluasan jangkauan perjalanan sosial; dan (e) pemendekan jarak antar rumah dengan tempat lainnya.

3. Peran Politis

Peran politis dari suatu sistem transportasi bagi suatu negara sangatlah penting. Pada dasarnya sistem transportasi yang baik akan mempermudah interaksi spasial antar wilayah dari suatu negara yang pada gilirannya akan turut memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan. Menurut Schumer dalam Setijowarno (2003) beberapa peran politis dari transportasi yang dapat berlaku bagi negara manapun, yaitu: (a) transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi; (b) transportasi menyebabkan pelayanan kepada masyarakat yang dapat dikembangkan atau diperluas dengan lebih merata pada setiap bagian wilayah negara; (c) keamanan negara terhadap serangan dari luar yang tidak dikehendaki mungkin sekali bergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilitas nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan perang selama masa perang berlangsung; dan (d) sistem transportasi yang efisien memungkinkan negara memindahkan dan mengangkut penduduk dari daerah bencana.

(29)

2.5 Willingness to Pay

Dasar dalam merancang strategi harga adalah untuk mengatur harga barang-barang dalam melihat berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk setiap barang. Hal ini penting bagi pemasar untuk memprediksi berapa banyak produk yang ditawarkan akan dibeli dengan harga yang berbeda. Memprediksi permintaan produk yang berbeda pada harga yang berbeda, pemasar membutuhkan pemahaman yang mendalam dari reaksi pelanggan untuk jadwal harga yang berbeda. Ada dua konsep berbeda yang menentukan berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk barang atau jasa yaitu harga maksimum dan ahrga pemesanan (Breidert, 2005)

Harga maksimum suatu produk dibentuk oleh konsumen sebagai harga refrensi yang dirasakan dari produk refrensi ditambah nilai direfrensi antara produk refrensi dan produk yang menarik. Harga resevasi dari beberapa produk adalah harga dimana konsumen tidak peduli antara mengonsumsi atau tidak mengonsumsi (atau barang lain dari kelas produk yang sama) yang baik di semua (Nagle dan Holden, 2002).

Willingness to pay (WTP) adalah kesediaan membayar untuk suatu kondisi lingkungan atau penelitian terhadap sumberdaya alam atau jasa dalam rangka memperbaiki kualitas. Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya. Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan misalnya nilai ekologis ekosistem kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter suatu barang dan jasa. Willingness to pay juga dapat diartikan sebagai maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006).

Secara umum, WTP atau kemauan atau keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan, pengertian WTP pada konsumen adalah kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP itu sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang

(30)

merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya. Di sisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen. Memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to buy or willingness to pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu. Sejumlah uang yang ingin dibayarkan oleh konsumen akan menunjukkan indikator utilitas yang diperoleh dari barang tersebut.

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah:

1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin

menurunnya kualitas lingkungan

3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mandapatkan lingkungan yang lebih baik

2.5.1 Metode Memperoleh Besarnya Nilai WTP

Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley and Spash, 1993), yaitu:

1. Metode tawar menawar (bidding game)

Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal

(31)

(starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke tingkat yang disepakati.

2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga diketahui secara pasti berapa besar responden bersedia membayar.

3. Metode kartu pembayaran (payment card)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik. 4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice)

Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu.

5. Metode Contingent Ranking

Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak memungkinkan.

Memperoleh nilai WTP dari resonden cukup dengan menggunakan satu metode bertanya, tidak perlu menggunakan lebih dari satu metode. Setiap metode bertanya besaran nilai WTP terdapat kelebihan dan kekurangan dalam penentuan nilai tawaran. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penentuan Nilai WTP Kriteria Open-ended Question Bidding Game Payment Card Dichotomous Chioce Contingent Ranking Penerapan W/T/P W/T W/P W/T/P W/T/P

Kesesuaian Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi

Kemungkinan Bias - √ √ √ √

Kesulitan Estimasi - - - √ √

Kecocokan - - - √ √

W = Wawancara langsung; T = Melalui Telepon; P = Melalui Pos Sumber: Hoevenagel (1994)

(32)

2.5.2 Tahap-Tahap dalam Penerapan Analisis Willingness to Pay

Tahap-tahap dalam penilaian penerapan kesediaan membayar (Hanley dan Spash, 1993) :

1. Membuat Pasar Hipotetik

Tahap awal adalah membuat pertanyaan mengenai nilai dari barang atau jasa. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap barang atau jasa.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Tahap kedua ini adalah administrasi suvei. Tahap ini dilakukan memalui wawancara dengan panduan kuisioner.

3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP

Setelah data mengenai WTP terkumpul, tahap selanjutnya adalah perhitungan nilai rata-rata (mean).

2.6 Analisis Crosstab – Chi Square

Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal dan ordinal). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat dimungkinkan. Crosstab data digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis crosstab – chi square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal.

Tabulasi silang (crosstab) digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal.

Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chi-square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu :

(33)

H0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolam H1 : Ada hubungan antara baris dan kolam

Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika menggunakan program SPSS dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada Chi-Square Test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari α (taraf nyata) maka H0 diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari α (taraf nyata) maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).

2.7 Model Logit

Analisis regresi logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas (χ) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Namun jika peubah respon dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak. Sedangkan peubah penjelas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon.

Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut:

Pi = F(Zi) = F(α+βXi) = = (2.1)

= (2.2)

Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai Odds adalah suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan (2.2) ditransformasikan dengan logaritma natural maka:

= ln → ln = = α+βXi (2.3)

Persamaan (3) ini menunjukan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah bahwa model ini mentransformasikan masalah prediksi

(34)

peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil (Juanda, 2009).

2.8 Analisis Regresi Linear Berganda

Pada regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ... , Xk dan komponen sisaan ε (error). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan ε, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama. Persamaan model regresi liner berganda secara umum adalah sebagai berikut : Yi = β1X1i + β2X2i + β3X3i + ... + βkXki + εi (2.4)

Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk . Koefisien β1 dapat merupakan intersep model regresi berganda.

Untuk mendapatkan koefisien regresi parsial digunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square atau OLS). Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau RRS) yaitu Σei 2 = minimum (terkecil).

Pemilihan model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus, 2004) :

1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol.

2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varians bersyarat dari € adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama

asumsi homoskedastisitas.

4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan €.

(35)

5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan yang lainnya.

6. € didistibusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2.

Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1,4, dan 6 tidak.

2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap omzet dan pengeluaran konsumsi rumah Tangga di kota Bogor yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Rahmadini (2007). Penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik berupa uji t terhadap pendapatan dan pengeluaran sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM serta analisis data kemudian dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya kenaikan harga BBM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pengojeg motor. Sementara itu, kenaikan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg motor.

Analisis antara sistem transportasi, struktur kota dan konsumsi BBM diteliti oleh Mudjiastuti (2004). Mudjiastuti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara struktur kota dengan konsumsi BBM, ada hubungan yang erat anatara transportasi terhadap konsumsi BBM dan truk merupakan indikator paling kuat.

Analisis evaluasi kebijakan subsidi nonBBM yang dilakukan oleh Handoko (2005) menyimpulkan bahwa beban subsidi nonBBM lebih ringan dibandingkan dengan subsidi BBM. Secara total beban subsidi non-BBM relatif

(36)

stabil dari tahun ke tahun walaupun ada beberapa subsidi yang mengalami penurunan, akan tetapi ada juga subsidi yang mengalami kenaikan. Beban subsidi listrik, bunga kredit program, dan pangan mengalami penurunan pada 2006 sedangkan beban subsidi pupuk dan benih mengalami peningkatan.

Analisis mengenai persoalan pada subsidi BBM yang dilakukan oleh Nugroho (2004) menyimpulkan bahwa secara akuntansi subsidi BBM tidak terdapat kaitan antara pendapatan dan penjualan minyak mentah dengan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM di dalam negeri. Subsidi BBM telah berkembang melampaui kemampuan dari pendapatan ekspor minyak bumi untuk menanggung beban subsidi BBM tersebut. Oleh karena itu, secara bertahap subsidi BBM perlu dihapuskan.

2.10 Kerangka Pemikiran Operasional

Krisis energi merupakan salah satu kabar yang melanda dunia saat ini. Krisis energi yang terjadi saat ini disebabkan oleh tingginya penggunaan sumber energi yang tidak terbarukan, terutama minyak bumi. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia memberikan dampak yang sangat besar bagi Indonesia sejak status negara berubah menjadi net impotir karena konsumsi dan penurunan produksi BBM dalam negeri. Tingginya konsumsi yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi BBM, sehingga untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri dilakukan dengan cara impor.

Harga jual BBM bersubsidi yang lebih murah jika dibandingkan dengan harga bahan bakar lainnya serta dibandingkan dengan negara berkembang lainnya menunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mencari keuntungan besar dengan menjual BBM bersubsidi dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini tentu saja merugikan pemerintah karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang akan menyebabkan defisit APBN.

Dalam APBN, jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal

(37)

maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Padahal dalam Anggaran Pendapatandan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya defisit APBN.

Kenaikan harga minyak dunia dan defisit APBN memaksa pemerintah untuk menurunkan subsudi BBM. Hal ini dianggap solusi untuk mengatasi defisit APBN yang besar untuk subsidi. Tidak dapat dipungkiri subsidi energi adalah subsidi yang paling besar dibandingkan dengan subsidi pendidikan dan subsidi pangan, subsidi pertanian dan subsidi lainnya. Penggurangan subsidi energi dalam hal ini adalah bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara menaikkan harga jual di masyarakat.

Jasa angkutan barang merespon kebijakan penggurangan subsidi BBM dengan berbagai tanggapan. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diduga akan memberikan respon positif terhadap kenaikan harga BBM. Responden dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dianggap lebih mengerti tentang keadaan ekonomi Indonesia.

Kenaikan harga BBM memberikan dampak secara langsung bagi jasa transportasi. Jasa transportasi angkutan penumpang juga angkutan barang karena jasa tersebut adalah pengguna subsidi BBM terbesar untuk jenis bensin. Berbagai macam respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang perihal kenaikan harga BBM perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu diperlukan analisis mengenai respon terhadap kenaikan harga BBM dan kesediaan membayar harga BBM dari pemilik usaha jasa angkutan barang. Diharapkan dengan analisis ini dapart dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan subsidi BBM. Secara ringkas kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.

(38)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Naiknya harga minyak dunia Defisit anggaran belanja

negara

Kebijakan menggurangi subsidi BBM

Kenaikan harga BBM bersubsidi

Faktor-faktor yang memengaruhi respon dari pemilik jasa angkutan barang

terhadap kenaikan harga BBM

Kesediaan untuk membayar harga

BBM

Rekomendasi untuk kebijakan subsidi BBM Analisis Tabulasi Silang(Crosstab) Analisis Regresi Logit Penghitungan Willingness to Pay

(39)

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari variabel yang dianalisis adalah:

a. Willingness to pay; Rodriguez et al (2007) dalam penelitiannya mengenai willingness to pay for organic food in Argentina menyebutkan bahwa banyak konsumen mencari keamanan pangan dan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk dapat sehat dan mengurangi risiko penyakit. Sehingga diduga nilai willingness to pay yang diperoleh akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku sekarang.

b. CC kendaraan; Menurut Maxensius dan tim penilitian ekonomi LIPI (2007) yang melakukan penelitian mengenai konsumsi dan transportasi, CC kendaraan secara signifikan berpengaruh positif terhadap konsumsi BBM. Semain besar CC kendaraan yang dimiliki maka akan semakin besar konsumsi BBM. Hal tersebut memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.

c. Omzet; Rahmadini (2007) dalam penelitiannya mengenai dampak kenaikan harga BBM menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM berpengaruh negatif terhadap pendapatan tukang ojeg. Sehingga variabel omzet akan memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta dan Bogor. Pemilihan wilayah Jakarta dengan pertimbangan wilayah tersebut merupakan Ibu Kota Indonesia yang merupakan pusat berbagai aktivitas. Sedangkan wilayah Bogor merupakan wilayah pinggiran Jakarta yang berkembang dan termasuk dalam wilayah yang memiliki aktivitas yang tinggi. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2012.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer mengenai kesediaan membayar dan respon dari pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up yang menggunakan bahan bakar bersubsidi (premium), diperoleh melalui survei dengan menggunakan teknik wawancara yang dipandu oleh kuisioner. Survei yang dilakukan adalah survei mengenai kebijakan pemerintah terhadap BBM bersubsidi (premium) dengan respondennya adalah pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up. Data Skunder dalam penelitian ini diperoleh dari PT Pertamina dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.

3.3 Metode Pengumpulan Contoh

Metode pengambilan sampel data primer untuk penelitian ini menggunakan metode Convenience Sampling (Accidental Sampling). Pemilihan teknik ini karena tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota responden. Di sisi lain, tidak ada informasi yang pasti mengenai jumlah dari usaha jasa mobil pick up yang khusus untuk disewakan dalam jasa angkutan barang di wilayah Jakarta dan Bogor. Dalam hal ini siapa saja pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up yang

(41)

ditemui dan bersedia diwawancarai maka orang tersebut yang menjadi sampel. Sampel yang diwawancarai sebanyak 60 sampel.

3.4 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for Windows.

3.4.1 Analisis Besaran Willingness To Pay Responden Terhadap Kenaikan Harga BBM

Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP meliputi :

1. Membangun Pasar Hipotetis

Setelah kuisioner selesai dibuat, maka dilakukan kegiatan pengambilan contoh. Hal ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai panduan. Pasar hipotetis dalam penelitian ini dibentuk atas dasar kabar kenaikan harga BBM pada tanggal 1 April 2012. Kabar tersebut menimbulkan banyak respon dari masyarakat. Penelitian ini mengambil respon dari para pemilik jasa angkutan barang yang menggunakan bahan bahak premium yaitu mobil pick up di wilayah Jakarta dan Bogor. Jika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga bahan bakar premium dengan alasan naiknya harga minyak dunia sehingga menyebabkan defisit APBN. Di sisi lain cadangan minyak bumi di dunia terutama di Indonesia yang semakin berkurang karena diekstraksi untuk keperluan minyak bumi dalam negeri. Penegeboran minyak bumi secara terus menerus akan berdampak pada habisnya cadangan minyak bumi yang dimiliki. Sehubungan dengan hal itu, akan ditanyakan apakah responden setuju dengan kenaikan harga BBM dan berapa besar nilai kesediaan membayar dari responden untuk kenaikan harga BBM tersebut? Apakah dengan harga BBM yang semakin mahal akan berdampak pada penngurangan penggunaan bahan bakar yang menyebabkan polusi?

(42)

2. Memperoleh Nilai WTP

Teknik yang digunakan dalam mendapatkan nilai WTP dilakukan dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question). Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga mendapatkan jawaban serta angka pasti yang sesuai dengan responden tanpa adanya pengaruh dari luar.

3. Menghitung Nilai Willingness to Pay

Cara untuk menghitung besaran nilai WTP dengan melakukan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Nilai WTP dibagi dengan rumus :

WTP = ∑in Wi . Pfi (2.5) dimana:

WTP = Dugaan WTP (Rupiah)

Wi = Batas bawah WTP pada kelas ke- i

Pfi = Frekuensi relatif kelas ke-i

n = Jumlah kelas i = Sampel

4. Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga

BBM.

Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP jasa angkutann barang terhadap kenaikann harga BBM dapat dianalisa dengan menggunakan model regresi linear berganda. Model regresi dalam penelitian ini adalah:

WTPi = 0 + 1JTGi + 2PNDKi + 3OMZi + 4PBHi + 5CMi +

6FS i+ 7JMi+ εi (2.6)

dimana:

WTPi = Besaran kesediaan membayar (Rp. / liter)

0 = Intersep

1 , 2, 3,…, 10 = Koefisien dari regresi

JTG = Jumlah tanggungan dari responden (Orang)

Gambar

Tabel  2.  Produksi,  Impor,  Konsumsi,  Ekspor  Bahan  Bakar  Minyak  di  Indonesia Tahun 2004-2010  Tahun  Produksi BBM  (Ribu Barel)  Impor BBM (Ribu KL)  Konsumsi BBM (Ribu Barel)  Ekspor Minyak  (Ribu Barel)  2004  283.153  -  -  178
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tabel 5. Lokasi Penelitian dan Distribusi Responden Jasa Angkutan Barang  terhadap Kenaikan Harga BBM
Tabel  6.  Hubungan  Antara  Kesediaan  Membayar  dengan  Respon  terhadap  Kenaikan Harga BBM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu, sesuai dengan penjelasan latar belakang diatas, dengan menggunakan Information System Success Model yang memiliki enam dimensi terintegrasi, penelitian ini

Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap warga negara dan penduduk

Penambahan luas ini sebagai bagian dari komitmen pemerintah kabupaten terutama DKP yang terus melakukan pembangunan dan optimalisasi TPST untuk dapat memenuhi Sidoarjo Zero

yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :.. pelaksanaan titel eksekutorial oleh

Pelaksanaan dan proses pembelajaran yang menarik perhatian siswa dengan pemilihan metode yang baik, penggunaan metode pembelajaran akan mempermudah mentor untuk

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan limbah abu bawah batubara (bottom ash) teraktivasi sebagai adsorben alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah

At invocation, a SAS session inherits the file permissions from the parent shell. Any file that you create will inherit these permissions. If you want to change the file

11 Dengan metode ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui respon dari peserta didik dalam jawaban secara tertulis sesuai dengan pertanyaan mengenai pengaruh metode the learning