• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

40

Penelitian ini dilakukan di perusahan pemecah batu, atau stone crusher milik CV.Laksana Batu Berlian Jaya, yang terletak di Paserpan Kabupaten pasuruan.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan aplikasi model atau penelitian terapan, menurut Sugiono (2010) penelitian terapan yaitu penelitian yang menekankan pada pemecahan masalah-masalah praktis yang diarahkan untuk menjawab pertanyaan spesifik dalam rangka penentuan kebijakan, tindakan atau kinerja tertentu. Ada tiga jenis aplikasi model menurut Indriantoro dan Supomo (2011), yaitu penelitian evaluasi, penelitian pengembangan, dan penelitian tindakan

Jenis penelitian terapan yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian evaluasi. Penelitian evaluasi merupakan proses pengumpula dan analisis secara sistematis dengan tujuan membuat keputusan tertentu. Dengan menggunakan metode ini dapat membantu CV.Laksana Batu Berlian Jaya menangani permasalahannya.

C. Variabel dan Definisi Operasional

Operasional variabel menurut Cooper dan Schindler (2008) bahwa variabel penelitian adalah simbol dari suatu peristiwa, perbuatan, karakteristik,

(2)

sifat atau atribut yang diukur. Adapun definisi operasional variabel penelitian ini adalah:

1. Supplier

Merupakan pemasok utama pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya 2. Input

Merupakan bahan baku yang dipakai untuk proses produksi pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

3. Proces

Merupakan segala kegiatan atau tahapan dalam proses pemproduksian koral pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

4. Output

Merupakan jenis produk yang dihasilkan CV.Laksana Batu Berlian Jaya 5. Costumer

Merupakan pelanggan utama dari CV.Laksana Batu Berlian Jaya 6. CL (Center Line)

Merupakam batas tengah dari total kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

7. UCL (Upper Control Limit)

Merupakan batas atas dari total kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

8. LCL (Lower Control Limit)

Merupakan batas bawah dari total kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

(3)

9. DPO (Defect Per Opurtunity)

Merupakan total kerusakan produk berdasarkan peluang kerusakan atau CTQ pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

10. DPMO (Defect Per Million Oportunity)

Merupakan total kerusakan produk berdasarkan peluang kerusakan atau CTQ pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya dikalikan sejuta

11. Persentase Jenis Kerusakan

Merupakan tingkatan kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya berdasarkan jenis kerusakannya

12. Manusia

Manusia disini merupakan karyawan yang terkait dalam proses pada produksi batu koral di CV. Laksana Batu Berlian Jaya. Apakah karyawan teliti, dan bertanggung jawab pada tugas yang diberikan

13. Material

Material merupakan bahan baku yang di gunakan pabrik dalam proses produksnya, yaitu batu belah yang telah sesuai dengan standart CV.Laksana Batu Berlian Jaya

14. Metode

Metode adalah cara yang digunakan oleh pekerja pabrik dalam proses produksi koral telah seusai dengan SOP CV.Laksana Batu berlian Jaya 15. Lingkungan

Lingkunag merupakan kondisi yang ada di sekitar pabrik dan mempengaruhi produksi koral, yaitu cuaca/ iklim.

(4)

16. Mesin

Mesin adalah kelengkapan semua alat dan perangkat yang digunakan dalam proses produksi koral serta pemeliharaannya

17. Severity

Merupakan kerugian yang diterima CV.Laksana Batu Berlian Jaya berdasarkan atas kerusakan produknya

18. Occurance

Merupakan frekuensi terjadinya penyebab kerusakan pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

19. Detection

Merupakan metode pendeteksian kerusakan produk dikarenakan penyebab tertentu pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

20. Masalah

Merupakan penyebab utama dari kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

21. Perbaikan

Merupakan jenis perbaikan yang akan dilakukan berdasarkan penyebab kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

22. Cara Perbaikan

Merupakan cara melakukan perbaikan berdasarkan penyebab terjadinya kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya

(5)

23. Waktu Perbaikan

Merupakan waktu untuk memulai melakukan perbaikan pada proses produksi CV.Laksana Batu Berlian Jaya

24. Tempat Perbaikan

Merupakan tempat dimana perbaikan proses produksi akan dilakukan berdasarkan penyebab kerusakan produk pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya 25. PIC

Merupkan penanggung jawab atas perbaikan proses produksi yang akan dilakukan

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau objek yang merupakan sifat-sifat umum. (Arikunto, 2010) menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut (Sugiyono, 2010) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh hasil dari proses produksi oleh CV.Laksana Batu Berlian Jaya. Dalam sehari pabrik mampu memproduksi kurang lebih 400 kubik atau 560 ton, yang perharinya melakukan sebanyak dua kali produksi.

(6)

2. Sampel

Menurut (Sugiyono 2010) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penarikan atau pembuatan sampel dari populasi untuk mewakili populasi disebabkan untuk mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non-Probability yaitu dengan cara puposive sampling. Teknik purposive merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih satuan sampling atas dasar pertimbangan sekelompok pakar di bidangilmu yang sedang diteliti (Al-Assaf, 2009). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil produksi koral ukuran 1-2 selama September-Oktober 2017 yang berjumlah 30240 ton di CV.Laksana Batu Berlian Jaya

E. Jenis dan Sumber Data

Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sumber data primer dan sekunder.

1. Data Primer

Data primer menurut Umi Narimawati (2008) dalam bukunya bahwa data primer ialah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file.

Adapun data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari perusahaan koral. Dengan cara mewawancara langsung kepada pihak CV.Laksana Batu Berlian Jaya. Adapun jenis datanya

(7)

yaitu data yang berupa informasi mengenai jenis produk cacat, proses produksi, data produk yang reject CV.Laksana Batu Berlian Jaya, jumlah tenaga kerja, dan latar belakang perusahaan.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiono : 2008 ). Data sekunder ini merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti data pemasok dan konsumen, serta pemeliharaan mesin pada CV.Laksana Batu Berlian Jaya.

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian (Indriato dan Supomo, 1999). Adapun data yang ingin diperoleh dalam wawancara adalah profil perusahaan, jumlah karyawan di CV.Laksana Batu Berlian Jaya, keadaan lingkungan perusahaan, pemasok dan pelanggan, serta metode proses produksi yang dilakukan. Sumbernya adalah manager operasi dan beberapa karyawan.

2. Observasi

Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Husein, 2009).

Adapun observasi dilakukan dengan meninjau langsung tempat produksi

(8)

CV.Laksana Batu Berlian Jaya. Hasilnya berupa aliran informasi proses produksi koral, keadaan lingkungan perusahaan, mengetahui keadaan mesin dan perangkatnya, serta diharapkan adanya fenomena penurunan barang reject.

G. Tehnik Analisis Data

Metode yang digunakan mengacu pada prinsip-prinsip yang terdapat dalam metode Six Sigma. Metode ini digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan atau defect dengan menggunakan langkah-langkah terukur dan terstruktur. Berdasar pada data yang ada, maka perbaikan berkelanjutan dapat dilakukan berdasar metodologi Six sigma yang meliputi DMAIC (Pete& Holpp, 2002) :

1. Define

Pada Langkah ini berguna untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang dilakukan untuk terciptanya peningkatan dari setiap tahap proses produksi. Cara yang ditempuh pertama ialah Identifikasi Proses produksi dengan menggunakan diagram SIPOC. Adapun langkah membuat diagram menurut Evans dan Lindsay (2007) adalah :

a. Buatlah beberapa template SIPOC yang siap pakai. Template dapat beruba tabel dengan label S-I-P-O-C di bagian atas.

b. Mulailah dengan variabel Process. Buat pemetaan proses hingga empat atau lima langkah.

c. Identifikasi Output dari proses tersebut.

d. Identifikasi Customer yang akan menerima Output dari Process.

(9)

e. Identifikasi Input yang dibutuhkan Proses agar berjalan lancar.

f. Identifikasi Supplier yang memberikan Input pada Process

g. Membuat daftar pertanyaan-pertanyaan kunci berdasarkan diagram SIPOC

Sumber : Evans dan Lindsay

Gambar 3.1 Contoh Diagram Proses Tingkat Tinggi (SIPOC)

Setelah membuat diagram maka langkah berikutnya pada tahapan difine adalah menjelaskan standart kualitas produk berupa spesifikasi produk yang telah ditentukan perusahaan.

2. Measure

Tahap pengukuran dilakukan melalui 2 tahap dengan pengambilan sampel pada CV. Laksana Batu berlian Jaya, adapun tahapannya sebagai berikut : a. Analisis diagram kontrol ( P-Chart)

Diagram kontrol P digunakan untuk atribut yaitu pada sifat-sifat barang yang didasarkan atas proporsi jumlah suatu kejadian seperti diterima atau ditolak akibat proses produksi. Diagram ini dapat disusun dengan langkah sebagai berikut (Heizer dan Render, 2013):

Perusahaan Pemasok

Jenis Bahan Baku

Tahapan Produksi 1

Jenis Produk Tahapan

Produksi 2

Tahapan Produksi 3

Perusahaan Mitra

(10)

1) Pengambilan populasi dan sempel Populasi untuk analisis P Chart adalah jumlah produk yang dikirim dalam kegiatan produksi CV.

Laksana Batu Berlian Jaya

2) Pemeriksaan karakteristik dengan menghitung nilai mean. Atau garis tengah

Rumus mean adalah CL= n= Jumlah sampel

np= Jumlah kecacatan CL= Center Line

3) Menghitung persentase kerusakan p =

P = Persentase Kerusakan

4) Menentukan batas kendali terhadap pengawasan yang dilakukan dengan menetapkan nilai UCL (Upper Control Limit / batas spesifikasi atas) dan LCL (Lower Control Limit / batas spesifikasi bawah)

UCL= √

LCL= √

Setelah mendapatkan nilai dari Center Line, Upper Control Limit dan Lower Control Limit maka grafik kendali dapat digambarkan dengan menyesuaikan atas data dari jumlah kecacatan atau kerusakannya.

(11)

Sumber: Heizer & Render

Gambar 3.2. Contoh dari grafik kendali

b. Tahap pengukuran tingkat Six Sigma dan Defect Per Million Opportunities menurut Gaspersz (2007).

1) Menghitung DPO (Defect Per Oportunity), dalam menentukan DPU maka dapat dilakukan dengan rumus berikut:

DPO=

2) Menghitung DPMO (Defect Per Million Oportunities) , adapun rumus perhitungannya seperti berikut:

DPMO = DPO x 1.000.000

3) Mengkonvesikan hasil perhitungan DPMO dengan tabel Six Sigma untuk mendapatkan hasil nilai sigma.

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII

Tingkatan UCL CL LCL

(12)

3. Analyze

Mengidentifikasikan penyebab masalah kualitas dengan menggunakan:

a. Diagram Pareto

Setelah mengetahui level sigma dan diperlukan perbaikan, maka perlu dianalisis dengan menggunakan diagram pareto. Kerusakan pada diagram pareto nantinya diurutkan berdasarkan tingkat proporsi kerusakan terbesar sampai dengan terkecil. Diagram pareto ini akan membantu untuk memfokuskan pada masalah kerusakan produk yang lebih sering terjadi, yang mengisyaratkan masalah-masalah mana yang bila ditangani akan memberikan manfaat yang besar (Heizer dan Render,2013). Adapun rumusan untuk menemukan persentase ialah:

Persentase Kerusakan =

x 100%

Sumber: Heizer & Render

Gambar 3.3. Contoh Diagram pareto

Setelah melakukan pemokusan kerusakan maka akan diuraikan penyebab dari prioritas kerusakan tersebut dengan diagram sebab-akibat.

500

350

150

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

kerusakan 1 kerusakan 2 kerusakan 3

(13)

b. Diagram sebab – akibat :

Diagram sebab-akibat sebagai pedoman teknis dari fungsi-fungsi oprasional proses produksi untuk memaksimalkan nilai-nilai kesuksesan tingkat kualitas produk sebuah perusahaan pada waktu bersamaan dengan memperkecil risiko-risiko kegagalan. Diagram sebab-akibat ini nantinya akan menguraikan penyebab-penyebab terjadinya suatu kerusakan.

Adapun cara membuat diagram sebab-akibat mengikuti langkah-langkah (Gaspersz, 2007) seperti berikut:

1) Dapatkah kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah.

2) Temukan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide yang berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.

3) Gambarkan diagram dengan pertanyaan mengenai masalah untuk ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama, seperti bahan baku, metode, manusia, mesin, dan lingkungan ditempatkan pada cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama dapat diubah sesuai kebutuhan.

4) Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan menempatkannya pada cabang yang sesuai.

5) Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan ”mengapa” untuk menemukan akar penyebab, kemudian tulis akar-akar penyebab itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk

(14)

tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat menggunakan teknik bertanya ”mengapa ” sampai lima kali, tapi jika pada pertanyaan ke-1 atau 2 kali sudah tidak bisa dilakukan, maka akar utama sudah ditemukan.

6) Interprestasi atas diagram sebab-akibat itu adalah dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab tersebut.

Selanjutnya, fokuskan perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus. Alasan yang lebih kuat untuk menentukan prioritas dominan adalah dengan mereferensi data yang ditemukan saat analisa kondisi yang ada di lapangan.

Sumber : Heizer dan Render (2013) Gambar 3.4 Contoh diagram sebab akibat

Uraian penyebab yang di dapat dari diagram sebab-akibat nantinya akan di kelompokkan dan diukur dengan menggunakan metode FMEA

c. FMEA

Penggunaan FMEA pada tahapan analyze ini berfungsi untuk menilai dari penyebab terjadinya suatu kerusakan yang telah diuraikan

Jenis Kerusakan sebab

sebab

sebab

sebab

sebab

(15)

pada diagram sebab-akibat. Pada metode ini nantinya akan ditemukan RPN (Risk Priority Number) yang akan menjadi prioritas dari perbaikan yang akan dilakukan.Menurut Leo J. Susilo dan Victor Riwu Kaho (2010) terdapat sepuluh langkah dalam menerapkan FMEA yaitu :

1) Peninjauan Proses

Melakukan peninjau ulang peta proses yang ada untuk di analisis. Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan bentuk kesalahan terhadap proses tersebut. Bila peta proses atau bagan alir belum ada maka harus menyusun terlebih dulu peta proses atau bagan alir.

2) Brainstorming berbagai bentuk kemungkinan kesalahan atau kegagalan proses.

Setelah mengetahui aliran proses yang akan di analisis maka dilakukanlah brainstorming terhadap kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi dalam proses tersebut. Hasil brainstorming dikelompokkan menjadi beberapa penyebab kesalahan seperti manusia, mesin/peralatan, material, metode kerja dan lingkungan kerja.

3) membuat daftar dampak tiap-tiap kesalahan

Untuk setiap kesalahan, dampak yang terjadi bisa hanya satu, tetapi bisa juga lebih dari satu. Bila terdapat lebih dari satu maka harus ditampilkan semuanya. Kriteria dampak, kemungkinan dan deteksi ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria dibuat secara kualitatif terlebih dulu ,setelah itu dibuat secara kuantitatif. Akan lebih baik apabila bisa langsung dibuat secara kuantitatif. Skala kriteria untuk

(16)

ketiga jenis penilaian haruslah sama, misalnya terbagi dalam skala 5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10 tertinggi. Penilaian peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus.

4) menilai tingkat dampak (severity) kesalahan

Penilaian severity adalah perkiraan seberapa besar dampak negatif yang diakibatkan bila terjadi kesalahan. Jika kesalahan pernah terjadi maka akan lebih memudahkan penilaian, tetapi bila belum pernah maka penilaian dilakukan berdasarkan perkiraan.

5) Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance) kesalahan

Apabila data yang tersedia cukup, maka probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadi kesalahan dapat dihitung. Bila data tidak cukup maka harus digunakan estimasi yang didasarkan pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode lainnya.

6) Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari tiap kesalahan

Penilaian ini menunjukkan seberapa jauh perusahaan dapat mendeteksi kemungkinan kesalahan yang terjadi atau timbulnya dampak dari kesalahan. Pengiukursnnya adalah dengan melihat seberapa jauh pengendalian atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Bila tidak ada maka nilainya rendah, tetapi bila indikator sehingga kecil kemungkinan tidak terdeteksi maka nilainya tinggi

7) hitung tingkat prioritas risiko (RPN) dari masing-masing kesalahan dan dampaknya

Nilai prioritas risiko (RPN) merupakan perkalian dari :

(17)

RPN = (NILAI DAMPAK) X (NILAI KEMUNGKINAN) X (NILAI DETEKSI)

Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang mungkin terjadi. jumlah keseluruhan RPN dapat menunjukkan bahwa betapa gawatnya proses tersebut bila suatu kesalahan terjadi. Jadi terdapat tingkat prioritas tertinggi untuk jenis kesalahan dan jenis kelompok proses.

8) Urutkan prioritas kesalahan yang memerlukan penanganan lanjut Hasil dari RPN dapat disusun secara prioritas berdasarkan nilai RPN

tersebut. Apabilayang digunakan skala 10 untuk tiap variable, maka nilai tertinggi RPN adalah = 10x10x10= 1000. Bila digunakan skala 5 maka nilai tertinggi adalah = 5x5x5= 125. Terhadap nilai RPN tersebut dapat dibuat klasifikasi tinggi, sedang dan rendah. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dan dampaknya serta pengendalian deteksinya haruslah dilakukan penanganan.

Tabel 3.1. Contoh dari Tabel FMEA S

u m b e r :

Sumber: Leo J. Susilo & Victor Riwu Kaho

Setelah menemukan nilai RPN maka dapat diurutkan prioritas penyebabnya. Perbaikan dapat dilakukan dengan berdasarkan nilai prioritas yang ada terlebih dahulu. Adapun cara melakukan perbaikan

karakteristik diharapkan

Modus kegagalan

Efek kegagalan

Penyebab potensial

Nilai RPN

S O D S x O x D

(18)

terhadap macam-macam modus kegagalan dapat dilanjutkan pada tahapan improve.

4. Improve

Adapun cara perbaikan dapat dilakukan dengan memberikan usulan langkah-langkah perbaikan (Improvement Phase) untuk meminimalisir kerusakan. Dalam proses ini dilakukan dengan memasukkan prioritas modus kegagalan dan menyusunya pada tabel PICA (Problem Identification and Corrective Action) untuk menunjukkan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan.

Tabel 3.2. Tabel PICA

S

Sumber: Anisa

No Masalah Perbaikan Mengapa Bagaimana Kapan Dimana PIC

Referensi

Dokumen terkait

yan ang g ak akan an se seiim mba bang ng de deng ngan an ar arus us k kas as m mas asuk uk y yan ang g dihasilkan dari in!estasi" rus kas yang mengambil

e) Negara yang menegakkan segala urusan pemerintahan pentadbirannya tunduk kepada hukum Islam yang bersumberkan Al-Quran dan  Al-hadis serta ijtihad yang

Sardjito sudah tidak mencukupi lagi sebagai tempat memperoleh keterampilan klinis terutama bagi calon dokter ( mahasiswa profesi kedokteran). Mengingat daya tampung yang tidak

dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas sehingga kelas terlihat pasif dan siswa hanya sebagai pendengar ceramah guru tanpa diberi kesempatan

Oleh karena itu, pada makalah ini akan dijelaskan mengenai pengertian menempel atau okulasi, macam-macam cara okulasi, faktor  –   faktor yang mempengaruhi

bisa berupa keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri (misalnya pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya diniding pembuluh darah, atau peradangan), berkurangnya

Supernatan yang dihasilkan dibuang dan ke dalam tabung ditambahkan 500 µl etanol 70%, diresuspensi dengan cara dibolak-balik dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 13.000 rpm

Penelitian kuantitatif ini memiliki tujuan untuk menguji apakah terdapat suatu pengaruh dari penerapan green accounting , media exposure , dan kepemilikan saham