• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VALUASI NILAI WAJAR SAHAM BUMN PERBANKAN DENGAN METODE FREE CASH FLOW TO EQUITY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS VALUASI NILAI WAJAR SAHAM BUMN PERBANKAN DENGAN METODE FREE CASH FLOW TO EQUITY"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

MAGISTER MANAJEMEN PROPERTI DAN PENILAIAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

METODE FREE CASH FLOW TO EQUITY, RELATIVE VALUATION DAN ABNORMAL EARNING TERKAIT RENCANA PEMBENTUKAN

HOLDING COMPANY BUMN SEKTOR PERBANKAN DAN JASA KEUANGAN

( Studi Kasus PT Bank Mandiri (Persero), Tbk dan PT Bank BRI (Persero),Tbk )

Oleh:

ANTON ADVENTUS KACARIBU 167048008/MMPP

(2)

ABNORMAL EARNING TERKAIT RENCANA PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY BUMN SEKTOR PERBANKAN

DAN JASA KEUANGAN

( Studi Kasus PT Bank Mandiri (Pesero), Tbk dan PT Bank BRI (Persero), Tbk )

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Properti dan Penilaian dalam Program Studi Magister Manajemen Properti dan

Penilaian Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANTON ADVENTUS KACARIBU 167048008/MMPP

MAGISTER MANAJEMEN PROPERTI DAN PENILAIAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

Tanggal Lulus : 18 Agustus 2018 Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Fachrudin, MSM, Ph.D

Anggota : 1. Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, Ak, MBA, CA, MAPPI (Cert) 2. Ir. Nazaruddin, MT, Ph.D

3. Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec 4. Dr. Yeni Absah, SE, M.Si

(5)
(6)

ABNORMAL EARNING TERKA][T RENCANA PEMBENTUKAN HOLDING COMPANYBUMN SEKTOR PERBANKAN

DAN JASA KEUANGAN

( Studi Kasus PT Bank Mandiri (pesero )'1 Tbk dan PT Bank BRI (Persero), Tbk )

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi nilai dari ekuitas per lembar saham dati perusahaan holding PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank BRI (Persero) Tbk yang akan dibentuk oleh pemerintah. Disisi lain penelitian ini juga bertujuan untuk memahami dan menganalisis nilai intrinsik dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank BRI (Persero) Tbk, apakah nilainya undervalue ataupun overvalue? PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank BRI (Persero) Tbk dipilih dalam penelitian ini dikarenakan Inemiliki komposisi asset yang paling besar dalam holding ini. Penelitian ini bersifat analisis deskriptif. Untuk penelitian ini, data dan informasi yang digunakan merupakan data sekunder dari PT Bank IVlandiri (Persero) Tbk dan PT Bank BRI (persero) Tbk melalui laporan tahunan yang dimilikinya, adapun data lain yang digunakan berasal dari data maupun laporan dari institusi-institusi lain yang menunjang.

Penelitian ini Inenggtmakan tiga metode untuk menilai perusahaan, Free Cash Flow to Equity dengan Discounted Cash Flow, Relative Valuation (menggunakan Price Earning RatiO, Price to Book Value dan Price to Sales Ratio) dan Abnormal Earning. Pada penelitian ini nilai wajar dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk adalah Rp 8.762,09Ilembar dan nilai pasar sebesar Rp 8.000/1embar sebingga nilainya undervalue.

Selnentara untuk PT Bank BRI (Persero) Tbk adalah Rp 4.085,50/Iembar dan nilai pasar Rp 3.640,OOllembar sebingga nilainya Inenjadi undervalue.

Kata kunci : Nilai wajar, Nilai pasar, Free Cash Flow to Equity, Relative Valuation, Abnormal Earning, Discounted Cash Flow, Price Earning Ratio, Price to Book Value, Price to Sales Ratio, Overvalue, Undervalue, Holding, Discounted Cash Flow

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………... i

ABSTRACT..………... ii

KATA PENGANTAR……… iii

RIWAYAT HIDUP………. v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL………... ix

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang Masalah……… 1

1.2. Perumusan Masalah………... 8

1.3. Tujuan Penelitian……….. 8

1.4. Manfaat Penelitian……… 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..………... 10

2.1. Landasan Teori……….. 10

2.2. Proses Valuasi Perusahaan……… 11

2.2.1. Analisis Perekonomian……… 12

2.2.1.1. Gross Domestic Product/Gross National Product. 12 2.2.1.2. Inflasi……….. 13

2.2.1.3. Tingkat suku bunga………. 14

2.2.1.4. Stabilitas nilai tukar mata uang………... 14

2.2.2. Analisis Industri………... 14

2.2.2.1. Tahap Kehidupan Industri……….. 15

2.3. Analisis Perusahaan……… 17

2.3.1. Pemahaman Masa Lalu (Understanding the Past)……….. 18

2.3.1.1. Analisis Rasio (Ratio Analysis)……… 18

2.3.2. Proyeksi masa depan (forecasting the future)………. 24

2.3.3. Valuasi Perusahaan……….. 25

2.3.3.1. Discounted cash flow valuation (DCF)………….. 28

2.3.3.2. Free Cash Flow to Equity (FCFE)………. 31

2.3.3.3. Relative Valuation……… 40

2.3.3.4. Abnormal Earning Valuation Model……….. 43

2.3.3.5. Diskon dan Premi……… 45

2.3.3.6. Penetapan rekonsiliasi nilai……….. 46

2.4. Penelitian Terdahulu……… 47

(12)

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL………... 54

3.1. Kerangka Konsep……… 54

3.2. Top Down Analysis……… 55

BAB IV METODE PENELITIAN………….………... 57

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 57

4.2. Jenis Penelitian……… 57

4.3. Teknik Pengumpulan Data………. 58

4.4. Teknik Pengolahan Data………. 58

4.4.1. Metode Free Cash Flow to Equity……… 59

4.4.2. Metode Relative Valuation………..……… 60

4.4.3. Metode Abnormal Earning……….……… 61

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 62

5.1. Hasil Penelitian………...………. 62

5.1.1. Gambaran Umum PT Bank Mandiri (Persero) Tbk...……… 62

5.1.1.1. Visi dan Misi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk……. 63

5.1.1.2. Kegiatan Usaha………. 63

5.1.1.3. Struktur Kepemilikan dan Pemegang Saham PT Bank Mandiri……… 65

5.1.2. Gambaran Umum PT Bank BRI (Persero) Tbk………. 66

5.1.2.1. Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia………….…. 67

5.1.2.2. Kegiatan Usaha Bank Rakyat Indonesia………….. 68

5.1.2.3. Struktur Kepemilikan dan Pemegang Saham PT Bank BRI…..……… 69

5.1.3. Analisis Perekonomian………... 70

5.1.3.1. Kondisi Ekonomi Global………... 70

5.1.3.2. Kondisi Ekonomi Nasional……… 71

5.1.3.2.1. Produk Domestik Bruto………. 72

5.1.3.2.2. Inflasi……….. 75

5.1.3.2.3. Tingkat Suku Bunga………... 76

5.1.3.2.4. Nilai Tukar Rupiah………. 77

5.1.4. Analisis Industri Perbankan Indonesia……….. 78

5.1.4.1. Analisis Aset dan Dana Pihak Ketiga Perbankan Nasional………. 81

5.1.4.2. Analisis Penggunaan Dana Perbankan Nasional…… 84

5.1.4.3. Analisis Porter’s Five Forces Industri Perbankan…. 88 5.1.4.3.1. Kompetisi dalam Industri (Competitive Rivalry Industries)……… 88

5.1.4.3.2. Ancaman dari Pendatang Baru (Threat of New Entry)……… 90 5.1.4.3.3. Ancaman Produk Pengganti (Threat of

(13)

Subtitute Product)………. 92

5.1.4.3.4. Daya Tawar dari Konsumen/Nasabah (Bargaining Power of Buyer)……….. 93

5.1.4.3.5. Kekuasaan Tawar Pemasok (Bargaining Power of Supplier)………. 94

5.1.5. Analisis Keuangan Perusahaan……….. 94

5.1.5.1. Analisis Keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 94 5.1.5.2. Analisis Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk……….. 97

5.1.6. Valuasi Perusahaan………. 99

5.1.6.1. Analisis Nilai Ekuitas Dengan Metode Discounted Free Cash Flow to Equity………. 100

5.1.6.2. Tingkat Suku Bunga Diskonto………... 100

5.1.6.3. Perhitungan Free Cash Flow to Equity……….. 103

5.1.6.3.1. Proyeksi Komponen Free Cash Flow to Equity………. 105

5.1.6.3.2. Nilai Ekuitas Perusahaan………... 107

5.1.6.4. Relative Valuation………. 111

5.1.6.5. Abnormal Earning……… 115

5.1.6.6. Rekonsiliasi Nilai………. 117

5.2. Pembahasan Hasil Penelitian………...……… 118

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………..….. 122

6.1. Kesimpulan………...………... 122

6.2. Saran………..………...……… 123

DAFTAR PUSTAKA……….…………..…. 126

LAMPIRAN ………... 128

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Matriks Daftar Penelitian Terdahulu ………...………. 1 47

5.1 Komposisi Kepemilikan Saham Bank Mandiri .……….. 6 65

5.2 Komposisi Kepemilikan Saham Bank BRI …………... 6 70

5.3 Pertumbuhan PDB Indonesia Per Kuartal 2009 s.d 2018………. 6 74

5.4 Laju Pertumbuhan PDB menurut Lapangan Usaha (persen)..…………. 6 74

5.5 Laju Pertumbuhan PDB menurut Pengeluaran (persen)………... 6 75

5.6 Kinerja Rangkuman Kinerja Perbankan (Triliun Rp dan Persen)... 6 80

5.7 Rasio Keuangan Bank Mandiri………. 6. 96

5.8 Rasio Keuangan Bank BRI …...………... 6. 97

5.9 Debt to Equity Ratio Bank Mandiri ……… 6 102

5.10 Debt to Equity Ratio Bank Rakyat Indonesia ………. 6 102

5.11 Current Regulatory Capital Ratio Bank Mandiri ……….……….. 6 104

5.12 Current Regulatory Capital Ratio Bank Rakyat Indonesia………. 6 104

5.13 Current Return on Equity Bank Mandiri ………... 6 104

5.14 Current Return on Equity Bank Rakyat Indonesia ……... 6 104

5.15 Average Change in Asset Based Bank Mandiri ………. 6 105

5.16 Average in Change Asset Base Bank BRI……….. 6 105

5.17 Free Cash Flow to Equity Bank Mandiri ……… 6 106

5.18 Free Cash Flow to Equity Bank Rakyat Indonesia ……..……… 6 106

5.19 Stable Growth Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia ………….. 6 107

5.20 Discounted Cash Flow of Free Cash Flow to Equity Bank ..………… 6 108

(15)

5.21 Discounted Cash Flow of Free Cash Flow to Equity Bank BRI ……... 6 109 5.22 Value Equity dari Bank Mandiri ………..………... 6 110 5.23 Value Equity dari Bank Rakyat Indonesia ….……… 6 110 5.24 Relative Valuation menggunakan Price Earning Ratio Bank Mandiri... 6 112 5.25 Relative Valuation menggunakan Price Earning Ratio Bank BRI……. 6 112 5.26 Relative Valuation menggunakan Price to Book Value Bank Mandiri… 6 113 5.27 Relative Valuation menggunakan Price to Book Value Bank BRI…….. 6 113 5.28 Relative Valuation menggunakan Price to Sales Ratio Bank Mandiri… 6 114 5.29 Relative Valuation menggunakan Price to Sales Ratio Bank BRI……. 6 114 5.30 Relative Valuation Bank Mandiri ……….. 6 114 5.31 Relative Valuation Bank BRI ………. 1 114 5.32 Abnormal Earning Bank Mandiri……… 1 115 5.33 Abnormal Earning Bank BRI……….. 1 116 5.34 Rekonsiliasi Nilai Bank Mandiri ……….... 1 117 5.35 Rekonsiliasi Nilai Bank BRI ………... 1 118 5.36 Net Interest Margin terhadap rata-rata Perbankan Nasional ………... 1 120

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Struktur Holding Sektor Keuangan………...……… 1 6

2.1 Porter’s Five Force Analysis (Porter, 2008)….………. 6 17

2.2 Tinjauan tentang nilai intrinsic dan penggunaannya dalam 6 pengambilan keputusan investasi dipasar modal……….. ………. 6 26

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian………... 6 56

5.1 Produk Bank Mandiri……….………. 6 64

5.2 Produk Bank BRI……… 6 69

5.3 Laju Pergerakan Inflasi……….….. 6 75

5.4 Grafik Perkembangan Aset Perbankan Nasional... 6 82

5.5 Grafik Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga………. 6 84

5.6 Grafik Pertumbuhan Kredit Perbankan (persen, yoy).…...………. 6 85

5.7 Grafik NPL berdasarkan sektor (persen)………. 6 87

5.8 Skema Discounted Cash Flow Bank Mandiri………. 6 108

5.9 Skema Discounted Cash Flow Bank Rakyat Indonesia……….………. 6 109

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Laporan Posisi Keuangan Neraca PT Bank Mandiri (Persero) Tbk… 1 128 2. Laporan Laba –Rugi dan Keuntungan Komprhensif Lainnya PT Bank 6 Mandiri (Persero) Tbk. ……….. 6 130 3. Laporan Posisi Keuangan Neraca PT BRI (Persero) Tbk……… 6 132 4. Laporan Laba –Rugi dan Keuntungan Komprhensif Lainnya PT Bank 6 Rakyat Indonesia ( Persero)Tbk ……… 6 134 5. Country Risk Premium per 01-01-2018 (Damodaran) ……….. 6 135 6. Nilai Beta Berdasarkan Jenis Industri per 01-01-2018 (Damodaran) 6 139 7. Tabel Perhitungan Price Earning Ratio industri perbankan sub-sektor 6 bank pada kwartal pertama 2018.……… ……… 6 142 8. Tabel Perhitungan Price to Book Value industri perbankan sub-sektor 6 bank pada kwartal pertama 2018……….. 6 143 9. Tabel Perhitungan Price to Sales Value industri perbankan sub-sektor 6 bank pada kwartal pertama 2018 ………. 6 144 10. Detail Perhitungan Free Cash Flow to Equity Bank Mandiri ……… 6 145 11. Detail Perhitungan Free Cash Flow to Equity Bank Mandiri ……... 6 146 12. Perkembangan Jumlah Bank Umum dan Kantor Cabang Bank …….. 6 147

(18)
(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan di dunia bisnis perusahaaan-perusahaan berskala besar tidak lagi dijalankan melalui bentuk perusahaan tunggal tetapi dalam bentuk perusahaan grup/kelompok. Perusahaan grup/kelompok menjadi salah satu pilihan bentuk usaha yang banyak dipilih oleh para pelaku usaha di Indonesia.

Perusahaan group atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan perusahaan grup yang tidak terkendali dapat menimbulkan monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu dianggap diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan perekonomian dalam suatu negara. Hubungan- hubungan yang ada diantara perusahaan anggota grup dapat diartikan sebagai hubungan antara badan-badan hukum yang ada didalam suatu grup tersebut; yaitu badan hukum dengan bentuk perseroan terbatas. Hubungan itu dapat terjadi antara lain karena adanya keterkaitan kepemilikan yang banyak atau sedikit. Mempunyai keterikatan yang erat baik satu sama lain, dalam kebijakan menjalankan usaha maupun dalam hal pengaturan keuangan dan hubungan organisasi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perusahaan yang berada dibawah satu pimpinan sentral atau pengurusan bersama dikelola dengan gaya dan pola yang sama (Simanjuntak, 1997).

Pengelolaan perusahaan-perusahaan dalam satu grup dilakukan oleh perusahaan holding atau disebut juga perusahaan induk dalam bahasa Indonesia.

Perusahaan holding sendiri adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk

(20)

memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan dapat mengendalikan semua jalannya proses usaha pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya. Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan.

Perusahaan induk sering juga disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company. Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu perusahaan induk memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang- bidang bisnis yang sangat berbeda-beda. (Abriget,2000). Sedangkan perusahaan- perusahaan yang manajemen dan operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan induk disebut dengan sebagai perusahaan anak (subsidiary company). Hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak disebut hubungan affiliasi.

Perusahaan anak merupakan unit perusahaan yang terpisah dan mandiri secara yuridis dari perusahaan induk.

Dalam dunia bisnis, kehadiran holding company merupakan sesuatu hal yang lumrah, mengingat banyak perusahaan yang telah melakukan kegiatan bisnis yang sudah sedemikian besar dengan berbagai garapan kegiatan, sehingga perusahaan itu perlu dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya. Namun dalam pelaksanaan kegiatan bisnis yang dipecah-pecah tersebut, yang masing-masing akan menjadi perseroan terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang sama dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu;

artinya walaupun perusahaan tersebut telah dipecah-pecah dan menjadi perseroan terbatas tersendiri, tidak otomatis terpisah mutlak dari perusahaan holding.

(21)

Holding company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan merencanakan, mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya.

Penggabungan badan usaha dalam bentuk holding company pada umumnya merupakan cara yang dianggap lebih menguntungkan, dibanding dengan cara memperluas perusahaan dengan cara ekpansi investasi. Karena dengan pengabungan perusahaan ini akan diperoleh kepastian mengenai daerah pemasaran, sumber bahan baku atau penghematan biaya melalui penggunaan fasilitas dan sarana yang lebih ekonomis dan efisien.

Sebagai suatu grup perusahaan milik negara, BUMN mempunyai peran yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Dasar BUMN adalah pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Cabang- cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Dalam melaksanakan tugas konstitusional tersebut, Negara melakukan penguasaan atas seluruh kekuatan ekonomi melalui regulasi sektoral yang merupakan kewenangan menteri teknis dan kepemilikan Negara pada unit-unit usaha milik negara yang menjadi kewenangan Menteri BUMN.

Dalam rangka pembinaan dan pengelolaan BUMN serta membuat BUMN lebih berdaya saing tinggi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara telah membuat Rencana Strategis Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun 2015 - 2019. Implementasi dari Masterplan membuat efisien BUMN adalah dengan Restrukturisasi BUMN. Kunci keberhasilan restrukturisasi BUMN terletak pada bagaimana pemerintah secara tegas memilih metode yang paling sesuai dalam

(22)

pencapaian hasil yang disepakati, seperti efisiensi pengendalian kebijakan, dan penguatan mata rantai aktivitas, untuk mencapai peningkatan nilai perusahaan.

Merujuk praktek yang dijalankan di banyak negara, terdapat beberapa pilihan metode restrukturisasi, seperti pembentukan holding company, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (merjer dan akuisisi), penjualan saham kepada publik (IPO), penjualan kepada mitra strategis (strategic sale), penjualan kepada manajemen pengelola (MBO), kontrak manajemen, serta aliansi strategis lainnya.

Ide awal dari pembentukan holding company sebagai pilihan untuk restrukturisasi BUMN adalah untuk optimalisasi manajemen. Jika beberapa BUMN di sektor yang sama di‐holding‐kan maka paling tidak akan ada share support di dalam holding tersebut, misalkan human capital, distribution, information communication and technology dan sebagainya. Selain itu pembentukan holding BUMN akan meningkatkan fleksibilitas perusahaan, yang pada gilirannya anak perusahaan akan bergerak sebagai pure corporate.

Bentuknya dapat berupa: financial (investment) holding company, strategic holding company (dengan jenis varian yang ada), atau operational holding company, yang tergantung dari perbedaan karakteristik anak perusahaan, value yang diharapkan dari holding. Pembentukan holding company ini berbeda dengan perusahaan induk yang sudah berdiri dan membentuk anak‐anak perusahaan untuk menunjang aktivitasnya.

Roadmap holding BUMN disusun per tema per sektor sesuai dengan fokus pemerintah dengan melibatkan seluruh BUMN yang berkontribusi didalamnya.

Holding di tingkat sektor untuk meningkatkan kemandirian finansial dan meraih sinergi antar BUMN-BUMN yang berada di sektor yang sama. Adapun holding

(23)

sektor yang masuk dalam road map kementerian BUMN adalah holding minyak dan gas, Holding infrastruktur, holding industri pertambangan, holding perumahan, holding perbankan dan jasa keuangan.

Pembahasan holding sektor perbankan dan jasa keuangan merupakan suatu hal yang menarik, disebabkan holding sektor ini melibatkkan lebih banyak BUMN yang telah berstatus sebagai perusahaan perseroan terbuka yang berarti pemerintah Republik Indonesia tidak lagi memiliki 100% sahamnya.

Pemerintah Republik Indonesia menargetkan pada tahun 2018, holding perbankan sudah terbentuk. Adapun, Danareksa yang sahamnya 100% dimiliki oleh negara akan menjadi pimpinan dalam holding tersebut yang akan membawahi anak perusahaan empat bank BUMN, yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Dimana Bank Mandiri dan Bank BRI memiliki komposisi asset yang terbesar. Selain itu, holding ini juga akan membawahi BUMN lainnya seperti Pegadaian, PT PNM, dan Bahana.

Sebagai persiapan pembentukan holding company BUMN perbankan dan jasa keuangan tersebut, maka diperlukan nilai wajar ekuitas dari masing-masing perusahaan, sehingga diperoleh porsi atau kontribusi masing-masing perusahaan terhadap holding company.

Dalam pembentukan holding company, penulis mengkhususkan meneliti dan menilai nilai wajar ekuitas saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk karena kedua bank tersebut memiliki porsi yang sangat besar dan andil yang dominan dalam pembentukan holding. Hal dikarenakan kedua bank BUMN tersebut memiliki komposisi aset terbesar

(24)

dibandingkan dengan Bank BUMN dan Jasa Keuangan lainnya. PT Bank Mandiri Tbk mencatat total aset secara konsolidasi sepanjang 2017 sebesar Rp 1.125 triliun. Angka ini berdasarkan laporan publikasi bank yang belum diaudit. Aset Bank Mandiri sepanjang 2017 lalu naik 8,2% secara tahunan atau year on year.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang mencatat aset Rp 1.076 triliun pada tahun 2017. Aset Bank BRI tumbuh 11.6% dibanding tahun 2016.

Gambar 1.1 Struktur Holding Sektor Keuangan

Bagi Investor dengan rencana PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank BRI (Persero) Tbk masuk dalam pembentukan holding company diharapkan dapat memperkuat ekuitas perusahan dan peningkatan laba yang pada akhirnya berdampak positif terhadap harga saham masing-masing perbankan tersebut.

Rencana holding BUMN sektor perbankan dan jasa keuangan tentunya berdampak terhadap nilai saham BUMN Perbankan. Secara umum pembentukan

Struktur Hoding

(25)

holding tidak akan merugikan saham milik publik dikarenakan tidak adanya kepentingan publik yang terganggu apalagi dirugikan meskipun begitu diperlukan nilai wajar ekuitas dari masing-masing perusahaan BUMN perbankan, sehingga diperoleh porsi atau kontribusi masing-masing perusahaan terhadap holding company.

Nilai wajar ekuitas perusahaan sangat penting karena akan mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Dalam penilaian saham terdapat 3 jenis nilai yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham yang menurut pembukuan emiten, Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham sedangkan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham (Kusumajaya, 2011). Dalam penentuan nilai ekuitas saham, penulis menggunakakan estimasi terhadap nilai intrinsik dengan menggunakan metode valuasi yaitu metode pendapatan arus kas terdiskonto (discounted cash flow) dengan pendekatan free cash flow to equity, dan metode data pasar (relative valuation) serta metode abnormal earning yang memperhitungkan asepek dari sisi nilai buku untuk mempertajam perhitungan nilai intrinsik.

Nilai atas suatu saham suatu perusahan sering kali tidak wajar karena didasarkan atas intiusi dan informasi pasar tanpa memperhatikan fundamental dari suatu perusahaan. Tanpa dasar yang jelas seperti rencana aksi korporasi holding membuat harga saham tidak wajar. Tujuan dari analisis saham adalah untuk menentukan nilai wajar saham dengan menaksir nilai intrinsik dari suatu saham berdasarkan metode ilmiah, untuk kemudian membandingkannya dengan harga pasar saham. Apabila nilai intrinsik lebih besar dari harga pasar maka saham

(26)

tersebut undervalued atau terlalu rendah sehingga layak untuk dibeli atau ditahan apabila saham telah dimiliki. Sebaliknya apabila nilai intrinsik lebih kecil dari harga saham saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar dan berada dalam kondisi seimbang (Hawtan,2010).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dalam rangka mendapatkan nilai yang wajar, berdasarkan pendekatan ilmilah dengan metode penilaian maka penulis perlu melakukan penelitian dengan judul “Analisis Valuasi Nilai Wajar Saham BUMN Perbankan dengan Metode Free Cash Flow To Equity, Relative Valuation dan Abnormal Earning Terkait Rencana Pembentukan Holding Company BUMN Sektor Perbankan dan Jasa Keuangan ”( Studi Kasus PT Bank Mandiri, Tbk dan PT Bank BRI,Tbk)

Peneliti mengambil studi kasus PT Bank Mandiri dan PT Bank BRI dikarenakan kedua bank tersebut merupakan 2 bank BUMN dengan komposisi aset dan laba terbesar.

1.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Dengan menggunakan metode valuasi Free Cash Flow to Equity, Relative Valuation dan Abnormal Earning, berapakah nilai intrinsik Saham PT Bank Mandiri, Tbk dan PT Bank BRI, Tbk ?

2. Apakah nilai intrinsik saham tersebut undervalued atau overvalued terhadap harga pasarnya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

(27)

1. Mengetahui dan menganalisis nilai intrinsik saham Saham PT Bank Mandiri, Tbk dan PT Bank BRI, Tbk dengan pendekatan top down analysis untuk mengetahui informasi secara menyeluruh tentang laporan keuangan perusahaan.

2. Terkait dengan Holding BUMN Perbankan dan Jasa Keuangan, Mengetahui dan menganalisis harga saham hasil perhitungan valuasi dengan harga pasar saat ini untuk melihat apakah harga saat ini undervalued dan overvalued ? 1.4.Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan, dapat dijadikan bahan pertimbangan dan rujukan untuk mengetahui kondisi fundamental perusahaan berdasarkan nilai wajar sahamnya.

2. Bagi Praktisi Penilaian, sebagai referensi bagi praktisi penilai dalam menentukan nilai intrinsik saham perusahaan terutama perusahaan emiten yang bergerak yang akan membentuk holding

3. Bagi Investor, sebagai bahan pertimbangan investor untuk mengambil keputusan investasi yang akan dipilih dari sektor keuangan perbankan.

4. Bagi Akademisi, sebagai referensi untuk mengembangkan teori valuasi dengan menggunakan tiga pendekatan valuasi sehingga menemukan valuasi ideal dalam penilaian.

5. Bagi Penulis, menambah pengetahuan tentang penilaian saham dari aspek fundamental dan mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menilai saham.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Setiap orang melakukan investasi bertujuan untuk memperoleh pendapatan di masa yang akan datang, guna meningkatkan kekayaan dan atau kesejahteraan.

Investasi juga dilakukan untuk mengelola kekayaan/kesejahteraan secara efektif, guna melindungi kekayaan dari tekanan inflasi, pajak, dan penurunan nilai kekayaan oleh sebab faktor-faktor lain. Secara sederhana, investasi adalah setiap tindakan menunda penggunaan dana untuk konsumsi pada saat ini ke masa yang akan datang guna memperoleh peningkatan kesejahteraan dan/atau kekayaan dalam ukuran keuangan, misalnya menempatkan sebagian pendapatan atau gaji yang diperoleh dalam tabungan, adalah tindakan investasi. Jones, et al. (2009) menyatakan bahwa: “investment can be defined as the commitment of funds to one or more assets that will be held over some future time period”. Investasi didefinisikan sebagai suatu tindakan investor atas sejumlah dana atau aktiva- aktiva lainnya yang akan ditempatkan pada saat ini untuk jangka waktu tertentu ke masa yang akan datang guna memperoleh hasil atau pengembalian.

Investasi dapat dilakukan dalam 2 bentuk, yaitu investasi pada aktiva-aktiva nyata (real assets), seperti emas, bangunan (property), tanah, peralatan dan mesin- mesin. Kemudian investasi pada aktiva-aktiva pembiayaan (financial assets), yaitu investasi pada sejumlah sekuritas (surat-surat berharga), misalnya, saham, obligasi, reksadana, opsi (option), futures, waran (warrant) dan lain-lain. Jenis Investasi yang akan dibahasa selanjutnya berupa investasi dalam surat berharga berupa saham.

(29)

2.2. Proses Valuasi Perusahaan

Kegiatan investasi mengandung resiko ketidakpastian, oleh karena itu sebelum melakukan tindakan investasi, para investor harus melakukan valuasi. Valuasi bertujuan untuk mengetahui harga wajar dari aset (saham) dibandingkan harga pasar.

Menurut Porman (2008; 172), ada tiga hal penting yang harus dianalisis sebagai bagian dari proses valuasi sebelum memutuskan untuk berinvestasi, yaitu:

1. Analisis Perekonomian

Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan di negara tersebut, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kegiatan seluruh industri dari perusahaan. Maka disarankan sebelum berinvestasi pada suatu negara sebaiknya dilakukan analisa kondisi perekonomian secara mendalam, seperti GDP, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, kebijakan fiskal, moneter, dan suhu politiknya.

2. Analisis Industri

Proses berikut dari tahap penilaian adalah mengidentifikasikan industri- industri yang mengalami kemakmuran atau menderita dalam siklus perekonomian. Reaksi industri terhadap perubahan perekonomian akan berbeda-beda pada titik siklus bisnis (business cycle) tertentu. Dalam proses ini, diharapkan investor menganalisis secara dalam bidang industri yang berprospek cerah di masa mendatang, sehingga investor dapat memilih bidang industri mana yang layak dimasuki.

(30)

3. Analisis Perusahaan

Proses selanjutnya adalah menganalisis dan membandingkan kinerja perusahaan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan resiko sistematis.

Pendekatan yang disebutkan diatas merupakan proses Top Down Analysis, dimana dimulai dengan menganalisis ekonomi secara makro, selanjutnya menganalisis industri dan teraknir menganlisis kinerja keuangan perusahaan.

2.2.1. Analisis Perekonomian

Analisis perekonomian merupakan kajian secara ekonomi makro untuk mengetahui kondisi perekonomian di suatu negara dengan memperhatikan indikator – indikator yang dapat memberikan gambaran mengenai kinerja ekonomi di suatu negara. Beberapa indikator yang perlu menjadi perhatian yaitu GDP (Gross Domestic Product)/GNP (Gross National Product), tingkat inflasi, tingkat suku bunga, deficit neraca pembayaran, dan sentimen dari masyarakat (Bodie, Kane, Marcus,2008)

2.2.1.1 Gross Domestic Product/Gross National Product

GDP merupakan Produk Domestik Bruto merupakan harga dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu periode tertentu dengan menjumlah seluruh konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, ekspor, dan dikurangi impor yang terjadi di dalam suatu negara.

Produk domestik bruto digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara, karena semakin banyak produk yang dihasilkan suatu negara maka semakin banyak kebutuhan masyarakat yang dapat terpenuhi (Miles dan Scott, 2005). Sedangkan GNP pada dasarnya mengukur jumlah produksi barang dan

(31)

jasa oleh warga negara suatu negara, baik yang bekedudukan di dalam negeri maupunn di luar negeri. Untuk negera maju, biasanya digunakan GNP sebagai acuan pertumbuhan ekonomi, namun untuk negara berkembang, pada umumnya menggunakan GDP sebagai dasar perhitungan (Bodie,et al., 2008).

2.2.1.2 Inflasi

Inflasi merupakan indikator untuk mengukur kenaikan harga barang suatu negara secara agregat. Kenaikan harga terjadi ketika perekonomian sedang membaik, permintaan barang dan jasa akan melebihi penawaran barang dan jasa yang ada (Bodie, et, al., 2008). Pengendalian atas tingkat inflasi harus dilakukan secara ketat, karena ketika tingkat inflasi menjadi terlalu tinggi, maka daya beli masyarakat akan berkurang.

Pihak yang berkompeten untuk menghitung tingkat inflasi di Indonesia adalah BPS (Badan Pusat Statistik). Prose perhitungan nilai inflasi dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) di 66 kota besar di Indonesia. IHK sendiri merupakan Indeks Harga dari kumpulan tujuh kelompok pengeluaran yang terdiri dari :

1. Bahan makanan.

2. Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.

3. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.

4. Sandang.

5. Kesehatan.

6. Pendidikan, rekreasi dan olahraga.

7. Transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

(32)

2.2.1.3 . Tingkat suku bunga

Tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan rendahnya nilai sekarang dari sebuah investasi. Tingkat suku bunga merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan harga. Ketika ekonomi sedang booming dan tingkat inflasi tinggi, maka pemerintah akan menaikkan tingkat suku bunga. Dan sebaliknya ketika ekonomi lesu, maka pemerintah akan memacu perekonomian dengan menurunkan tingkat suku bunga (Bodie, et al., 2008).

2.2.1.4. Stabilitas nilai tukar mata uang

Stabilitas mata uang terkait erat dengan penawaran barang dan jasa di suatu negara. Daya beli masyarakat akan mengalamai penurunan pada saat mata uang lokal terus melemah terutama untuk pembelian barang impor. Barang dalam negeri akan terlihat lebih murah di negara lain, sehingga memacu ekspor, sebaliknya ketika mata uang lokal menguat, maka justru akan memacu impor karena barang-barang asing lebih murah di dalam negeri.

2.2.2. Analisis Industri

Analisis industri biasanya dilakukan setelah melakukan analisis ekonomi.

Melalui analisis industri, Investor dan analis dapat mengidentifikasi peluang investasi, risiko, return yang diharapkan ke depannya serta keunggulan dan potensi dimana perusahaan beroperasi.

Setiap industri memiliki risiko dalam menjalankan usahanya yang berpengaruh terhadap kinerja usaha. Beberapa risiko usaha perbankan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis Terhadap Pertumbuhan Aset dan Sumber Dana.

(33)

2. Analisis Terhadap Penggunaan Dana.

3. Analisis terhadap ancaman pendatang baru, kekuatan pembeli, ancaman barang pengganti, kekuatan pemasok, dan kompetisi pesaing (Five Porter Analysis)

Secara umum, untuk menganalisis industri dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasikan tahap kehidupan produknya. Tahap ini bermaksud untuk mengenali apakah industri tempat perusahaan beroperasi merupakan industri yang masih akan berkembang cepat, sudah stabil ataukah sudah menurun. Tahap berikutnya adalah menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Tahap ketiga adalah analisis kualitatif terhadap industri tersebut, yang dimaksudkan untuk membantu pemodal menilai prospek industri dimasa yang akan datang.

2.2.2.1 Tahap Kehidupan Industri

Seiring dengan berjalannya waktu setiap industri memiliki siklus kehidupan, dimulai dari tahap perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap kedewasaan dan sampai akhirnya melalui tahap penurunan (Bodie,2005). Tahapan siklus industri ini harus dicermati setiap investor untuk dapat mengetahui keadaan dan prospek perusahan.

Perusahaan go public setelah melewati masa perkenalan dalam analisis industri umumnya dikelompokkan dengan tiga tahap, yaitu: tahap pertumbuhan, tahap kedewasaan, dan tahap penurunan.

a. Tahap Pertumbuhan

Ditandai dengan pertumbuhan volume penjualan yang relatif masih tinggi.

Meskipun risiko sudah tidak setinggi pada tahap perkenalan. Paling tidak sudah dapat dibuktikan bahwa produk yang ditawarkan, diterima oleh pasar.

(34)

Tingginya pertumbuhan volume penjualan, menyebabkan laba yang diperoleh mungkin tidak cukup untuk membiayai ekspansi yang diperlukan. sehingga memerlukan pendanaan eksternal untuk membiayai ekspansinya. Dengan demikian mungkin sekali perusahaan dalam tahap ini akan mempunyai dividend payout ratio yang rendah.

b. Tahap Kedewasaan

Tahap ini di tandai dengan pertumbuhan penjualan masih terjadi, namun sudah dalam tingkatan yang lebih rendah daripada tahap pertumbuhan. Karena produksi sudah dalam jumlah yang cukup besar dan sudah mulai dapat memenuhi permintaan pasar, umumnya laba yang diperoleh cukup untuk membiayai pertumbuahan usaha. Pendaanan eksternal mulai dikurangi bahkan dihilangkan, pendanaan internal cukup untuk mendukung penjualan, dan karenanya porsi laba yang dibagikan sebagai dividen lebih besar daripada tahap pertumbuhan.

c. Tahap Penurunan

Pada tahap penurunan permintaan akan produk mulai mengalami penurunan, sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif. Penyebabnya karena produk yang dihasilkan mulai usang dan tidak lagi dapat memenuhi keinginan konsumen. Selain itu adanya produk baru yang menjadi salah satu penyebabnya. Strategi yang dipergunakan oleh perusahaan yang menghasilkan produk yang sudah masuk dalam tahap ini adalah melakukan diversifikasi ke produk lain.

(35)

Threat Of New Entry

Supplier Power

Buyer Power

Threat Of Substitution Competitive

Rivalry

Threat Of New entry : -Time and cost entry -Specialist Knowledge -Economies of Scale -Cost Advantage -Technology Protection -Barriers to Entry

Competitive Rivalry : -Number of Competition -Quality Differences -Other Diferences -Switching Cost -Customer Loyalty

Supplier Power : -Number of Supplies -Size of Supplies -Uniqueness of Service -Your Ability to Substitute -Cost of Changing -Technology Protection Threat Of Substitution -Substitute Performance -Cost of Change

Buyer Power :

-Number of Customers -Size of Each Order -Differences Between Competitor -Price Sensitivity -Ability to Substitute -Cost of Changing

Walaupun setiap industri memilik karakteristiknya masing-masing, namun faktor-faktor yang mendukung profitabilitas sama untuk setiap industri (Porter, 2008). Untuk memahami karakteristik profitabilitas dan kompetisi suatu industri, yang harus dilakukan adalah memahami struktur industri dalam bentuk lima kekuatan. Kelima kekuatan itu adalah ancaman pendatang baru, kekuatan pembeli, ancaman barang pengganti, kekuatan pemasok, dan kompetisi pesaing.

Gambar 2.1. Porter’s Five Force Analysis (Porter, 2008) 2.3 Analisis perusahaan.

Analisis ini merupakan tahap ke 3 dalam proses valuasi investasi setelah melakukan analisis ekonomi makro dan analisis industri. Tujuan dari analisis perusahaan untuk mendapatkan informasi keadaan keuangan dari suatu perusahaan yang akan dinilai dengan menggunakan rasio keuangan dan menyusun format proyeksi laporan keuangan sehingga diperoleh informasi terperinci dari laporan keuangan yang diinginkan untuk keperluan penelitian.

(36)

Proses analisis valuasi perusahaan dapat dibagi menjadi tiga langkah yaitu:

1. Pemahaman masa lalu (understanding the past),

Merupakan langkah awal dengan memperhatikan dan menganalisa hasil-hasil pencapaian perusahaan yang tersaji dalam laporan keuangan setiap tahun dimasa lampau.

2. Proyeksi masa depan (forecasting the future).

Langkah kedua berdasarkan pada hasil analisis laporan keuangan sebelumnya untuk memproyeksikan posisi keuangan di masa yang akan datang berdasarkan perkiraan distribusi kas ke pemegang ekuitas.

3. Valuasi (valuation),

Tahapan terakhir dengan melakukan konversi perkiraan distribusi-distribusi arus kas masa depan menjadi satu perkiraan nilai intrinsik perusahaan (Lundhlom & Sloan, 2007).

2.3.1. Pemahaman Masa Lalu (Understanding the Past)

Langkah pertama dari proses valuasi perusahaan adalah memeriksa semua informasi yang relevan dengan bisnis perusahaan yaitu dengan analisa keuangan.

Tujuan dari analisa keuangan adalah untuk menilai kinerja perusahaan dalam konteks tujuan dan strateginya. Alat dari financial analysis adalah ratio analysis dan cash flow analysis (Palepu, 2009).

2.3.1.1 Analisis Ratio (Ratio Analysis)

Analisis rasio keuangan digunakan dalam menganalisa kondisi keuangan suatu perusahaan yang selanjutnya akan dibandingkan dengan perusahaan yang setara atau terhadap patokan tertentu.

(37)

Terdapat 2 (dua) jenis patokan yang secara umum digunakan yaitu rasio historis untuk perusahaan yang sama (analysis trend) dan rasio rata-rata perusahaan sejenis (Keown et al. 2011).

Menurut White et al. (2003), rasio keuangan digunakan untuk membandingkan risiko dan imbalan pada perusahaan yang berbeda untuk membantu investor atau kreditur dalam membuat keputusan investasi dan kredit.

Keputusan tersebut mengharuskan untuk dilakukan evaluasi atas perubahan kinerja dari waktu ke waktu untuk investasi tertentu dan membandingkan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dalam satu industri pada waktu yang spesifik. Bila digunakan dengan sewajarnya, analisis rasio laporan keuangan dapat menjadi alat yang berguna untuk untuk melakukan penilaian bisnis. Dalam penggunaan tertentu rasio-rasio ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan baik dengan menggunakan dasar absolut ataupun membandingkan dengan perusahaan lain atau norma industri. (Pratt, 2008)

Rasio keuangan yang pada umumnya digunakan dalam industri perbankan adalah:

a. Rasio modal (capital ratio).

Rasio modal adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal bank dikaitkan dengan aset ataupun kewajibannya, terdiri dari:

1. Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio).

Cara untuk mengukur dari modal bank yang ditunjukkan sebagai pembukaan kredit berbobot risiko bank.

=Tier 1 Capiral + Tier 2 Capital Risk Weighted Asset

(38)

2. CAR for Credit Risk and Operational Risk.

Mengukur modal inti bank terhadap total dari kredit bobot risiko bank.

= Tier 1 Capital Risk Weighted Asset

3. CAR for Credit, Operational and Market Risk.

Mengukur modal inti bank dan modal tambahan bank terhadap total dari kredit bobot risiko bank

=Tier 1 Capital + Tier 2 Capital Risk Weighted Asset 4. Fixed Asset to Capital

Mengukur kemampuan bisnis dari bank untuk dapat memenuhi utang jangka panjangnya.

= Fixed Asset

Tier 1 Capital + Tier 2 Capital

b. Earning Asset Ratio.

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang akan digunakan untuk mendapatkan asset, terdiri dari:

1. Productive and Non-productive Asset to Total Productive Asset and Non- productive Asset.

Membandingkan nilai dari total aset produktif dan aset tidak produktif perusahaan perusahaan terhadap total aset perusahaan.

=Productive Asset + Non Productive Asset Total Asset

(39)

2. Non-performing Productive Asset to Total Productive Asset.

Membandingkan total dari aset tidak produktif perusahaan terhadap total aset produktif perusahaan.

=Total Non Productive Asset Total Productive Asset

3. Allowance for impairment losses on financial asset to productive asset.

Mengukur alokasi dari cadangan kehilangan dari aset finansial perusahaan terhadap aset produktif perusahaan.

=Allowance for impairment losses on financial asset Total Productive Asset

4. Non Performing Loan (Gross).

Perbandingan kredit yang tidak dikembalikan oleh peminjam. NPL-Gross membandingkan jumlah kredit berstatus kurang lancar, diragukan dan macet yang dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan

=Total kredit kurang lancar, diragukan dan macet Total kredit

5. Fixed Asset to Capital.

Mengukur kemampuan bisnis dari bank untuk dapat memenuhi utang jangka panjangnya

= Total Fixed Asset Tier 1 Capital + Tier 2 Capital 6. Loan to Asset Ratio.

Mengukur kemampuan pinjaman bank terhadap total aset yang dimilikinya

= Total loan Total asset

(40)

7. Main Debtor to Loan Ratio.

Mengukur kemampuan utang bank terhadap total pinjaman yang dimilikinya

=Total debt Total loan

c. Profitability Ratio.

Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari pendapatan terkait dengan operasi bisnisnya, terdiri dari:

1. Rasio pengembalian aset (return on aset).

Mengukur kemampuan efisiensi perusahaan dalam mengelola aset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba selama satu periode.

=Laba bersih setelah pajak Total aset

2. Rasio pengembalian ekuitas (return on equity).

Mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari investasi pemegang saham.

=Laba bersih setelah pajak Ekuitas pemegang saham

3. Marjin bunga bersih (net interest margin).

Mengukur bunga pendapatan yang dihasilkan terhadap jumlah aset bunga produktif aset

= (interest revenue − interest expense) average earning asset

4. Biaya operasional pendapatan operasional (operating expense to operating income).

(41)

Menggambarkan efisiensi dari perbankan dalam melakukan operasionalnya.

= belanja operasional pendapatan operasional

5. Liability to asset ratio (debt/asset ratio).

Menggambarkan proporsi dari aset perusahaan yang dibiayai melalui utang.

= total liability total asset

6. Liability to equity ratio (debt to equity ratio).

Mengindikasikan hubungan proporsional antara ekuitas dengan utang dalam pembiayaan aset

= total liability total equity

d. Rasio likuidutas (liquidity ratio).

Rasio likuiditas menggambarkan bagaimana perusahaan mendanai aset dengan menggunakan kombinasi utang dan ekuitas, terdiri dari :

1. Loan to Funding Ratio.

Mengukur besarnya volume dari kredit yang disalurkan terhadap penerimaan dana yang diterima dari berbagai sumber

= total loan total deposit

e. Rasio kepatuhan (compliance ratio).

Melihat kepatuhan dari perusahaan terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh regulator maupun pemerintah terkait dengan pengawasan.

1. Cadangan wajib (statutory reserve).

Dana yang dipertahankan dalam rekening giro bank sentral maupun bank koresponden dalam bentuk kas

(42)

2. Net open position.

Selisih dari antara aktiva dan pasiva, termasuk bunga yang masih harus dibayar dalam bentuk valuta asing.

= net forward position + irrevocable guarantees + net future income + profit in currency + specific provision − asset held in currency +

∆option book

2.3.2. Proyeksi masa depan (forecasting the future)

Proyeksi laporan keuangan perusahaan menjadi dasar dalam menentukan nilai perusahaan. Proyeksi masa depan dalam hal ini menyangkut proyeksi laporan keuangan yang komprehensif meliputi pembuatan proyeksi pendapatan, arus kas dan proyeksi neraca. Pembuatan proyeksi secara komprehensif memberikan perlindungan terhadap inkonsistensi internal dan asumsi yang tidak realistik.

Proses forecasting harus dilengkapi dengan pengertian bagaimana macam-macam statistik finansial berperilaku secara rata-rata (Palepu, 2009).

Penulis tidak menggunakan proyeksi laporan keuangan untuk menghindari adanya kesalahan asumsi bahwa angka-angka yang dilaporkan dalam proyeksi laporan keuangan dijadikan acuan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) dan rencana jangka panjang perusahaan (RJPP).

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memprediksi pertumbuhan free cash flow to equity secara langsung atau dengan memprediksi pertumbuhan free cash flow to equity dengan memprediksi pertumbuhan dari masing-masing komponen free cash flow to equity tersebut menggunakan rumus- rumus dari Damodaran.

(43)

2.3.3 Valuasi Perusahaan

Penilaian (valuation) adalah proses penentuan berapa harga yang wajar untuk suatu saham (Parahita, 2008). Analisis valuasi saham bertujuan untuk mentaksasi nilai suatu saham dan selanjutnya membandingkannya terhadap harga pasar. Nilai intrinsik (NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. NI > harga pasar saham: Undervalued (harga terlalu murah atau rendah).

b. NI < harga pasar saham : Overvalued (harga mahal atau tinggi).

c. NI = harga pasar saham : Harga wajar

Secara umum nilai intrinsik saham dapat didefinisikan sebagai nilai dari investasi pada lembar saham yang didasarkan pada kondisi kemampuan perusahaan disaat yang lalu, saat ini dan pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu nilai intrinsik saham yang tinggi didasarkan atas kemampuan untuk mendapatkan pendapatan yang memadai. Ini dibuktikan oleh kondisi keuangan yang baik pada masa lalu sebagai jaminan perkembangan di masa yang akan datang.

Hasil Perbandingan nilai intrinsik perusahaan terhadap harga pasar sahamnya yang berlaku dipasar, akan didapat hasil apakah harga saham yang diperdagangkan tersebut memiliki harga yang wajar (fairvalued), terlalu tinggi (overvalued) atau nilainya terlalu rendah (undervalued). Jika harga saham yang terbentuk di pasar ternyata undervalued berarti pasar gagal atau tidak menemukan adanya faktor-faktor yang membenarkan harganya harus lebih tinggi. Artinya nilai intrinsik sekuritas lebih tinggi dari pada harga jualnya. Namun, segera setelah masyarakat investor menyadari situasi ini, misalnya karena manajemen

(44)

mengumumkan EPS (earnings per share) lebih tinggi dari yang diharapkan, maka para investor akan membeli saham tersebut yang dapat memicu terjadinya kenaikan harga. Individu atau perusahaan yang membeli saham pada saat undervalued akan mendapatkan keuntungan (capital gain). Sebaliknya, apabila masyarakat investor, baik individu maupun perusahaan membeli saham pada saat harga saham tersebut sudah overvalued, maka mereka akan menderita kerugian.

Karena cepat atau lambat akan terjadi koreksi pasar, dimana investor yang sebelumnya telah memiliki saham yang overvalued akan segera melepasnya (cut loss) untuk mengurangi potensi kerugian yang akan mereka alami.

Tinjauan tentang nilai intrinsik dan bagaimana menggunakannya dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal dapat digambarkan sebagai berikut (Siahaan, 2003):

Gambar 2.2. Tinjauan tentang nilai intrinsik dan penggunaannya dalam pengambilan keputusan investasi dipasar modal

(45)

Secara umum terdapat 3 pendekatan penilaian (MAPPI, 2015) yaitu:

1. Pendekatan Pasar (Market Approach / Relative Valuation) :

1.1. Metode pembanding perusahaan tercatat di bursa efek (Guidline Publicy Traded Company Method).

1.2. Metode pembanding perusahaan tertutup (Guidline Transaction Method atau Direct Data Method).

1.3. Metode pembanding perusahaan merjer dan akuisisi (Guidline Merged and Acquired Company Method).

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) :

2.1. Metode diskonto arus kas (Discounted Cash Flow Method).

2.2. Metode kapitalisasi pendapatan (Capitalization of Income Method) 3. Pendekatan Aset (Asset-Based Approach) :

3.1. Metode penyesuaian aktiva bersih (PAB), Adjusted Net Asset Method (ANAM), Adjusted Book Value Method (ABVM), Net Asset Valuation Method (NAVM), dan Asset Accumulation Method (AAM),

3.2. Metode kapitalisasi kelebihan pendapatan (Excess Earnings Method).

Analisa perusahaan lazim dilakukan dengan melakukan valuasi terhadap perusahaan yang bersangkutan. Menurut Damodaran (2012), terdapat tiga pendekatan untuk melakukan valuasi :

1. Discounted Cash Flow.

Penentuan nilai sebuah asset untuk masa kini dilakukan dengan mencari nilai kini (present value) arus kas masa yang akan datang (future value) dari suatu aset.

(46)

2. Relative Valuation

Melakukan estimasi terhadap suatu aset dengan melakukan perbandingan nilai aset tersebut terhadap variabel seperti laba, arus kas, nilai buku, atau penjualan.

3. Contigent Claim Valuation

Pendekatan menggunakan metode option pricing models, yaitu mengukur nilai asset yang memiliki karakter yang serupa.

Berdasarkan uraian diatas, untuk keperluan penelitian tesis ini, peneliti hanya menggunakan 3 pendekatan discounted cash flow method with free cash flow to equity dan relative valuation serta ditambah dengan metode abnormal earning.

Adapun alasan penulis menggunakan ketiga metode tersebut karena dianggap lebih tepat dalam menggambarkan nilai perusahaan dimana discounted cash flow merupakan metode dasar dalam penilaian berdasarkan pendekatan pendapatan sehingga harus digunakan dan relative valuation berhubungan dengan data internal perusahaan yang bersumber dari hasil pengolahan data laporan keuangan dengan pendekatan data pasar. Abnormal earning sendiri digunakan penulis untuk mempertajam perhitungan nilai intrinsik dengan memperhatikan aspek dari sisi nilai buku. Sedangkan metode Contingent Claim Valuation tidak digunakan karena memerlukan waktu yang mendalam dan kesulitan menemukan perusahaan yang identik dan yang memiliki karakter yang sama dengan perusahaan yang akan dinilai.

2.3.3.1 Discounted cash flow valuation (DCF).

Damodaran (2006) menyebutkan bahwa dalam discounted cash flow valuation nilai suatu aset adalah nilai saat ini dari arus kas yang akan dihasilkan oleh aset

(47)

tersebut di masa mendatang yang didiskontokan dengan tingkat suku bunga yang mencerminkan risiko dari aset tersebut. Hal ini dilakukan karena nilai arus kas yang diterima di masa datang berbeda dengan masa sekarang akibat perubahan nilai mata uang. Rumus dasar dari discounted cash flow adalah :

Value = ∑Expected Cash Flow𝑡

(1 + 𝑟)𝑡 +Terminal Value (1 + 𝑟)𝑛

𝑖=𝑛

𝑡=1

Dimana:

n = periode aset

r = tingkat imbal hasil yang merefleksikan resiko aset

Pendekatan DCF merupakan model yang paling sering digunakan karena menjadi dasar dari model-model valuation yang lain. Model ini menyatakan bahwa nilai suatu asset merupakan present value dari ekspektasi cash flow yang akan dihasilkan di masa depan pada tingkat suku bunga diskonto tertentu.

Tingkat suku bunga diskonto sendiri merupakan presentasi dari tingkat risiko dari suatu aset. Semakin tinggi tingkat risiko aset semakin tinggi tingkat suku bunga yang digunakan. Dalam konteks valuasi, risiko dipandang sebagai variasi tingkat imbal hasil aktual yang diperoleh dengan tingkat imbal hail yang diharapkan. Risiko ini disebut dengan cost of equity.

Salah satu model yang digunakan untuk mengukur tingkat imbal hasil dari suatu aset adalah Capital Assets Pricing Model (CAPM). Menurut Damodaran (2006) rumus CAPM yang dapat digunakan adalah :

E(𝑟) = 𝑅𝑓+ 𝛽 × (𝐸𝑅𝑃𝑚𝑚+ 𝐶𝑅𝑃) Dimana:

E = Expected Return of Asset

(48)

Rf = Risk Free Rate β = Beta of Assets

ERPmm = Mature market equity risk premium CRP = Country Risk Premium

Rumus CAPM memperhitungkan tingkat risiko suatu negara yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di dalam negara tersebut. Country risk premium yang digunakan adalah yang berlaku di Indonesia. Mature market equity risk premium yang digunakan adalah yang berlaku di pasar modal di Amerika Serikat karena dianggap sudah mature.

Terdapat dua syarat utama dalam menentukan apakah suatu aset merupakan aset bebas risiko :

1. Aset tersebut tidak boleh memiliki risiko gagal bayar

2. Aset tersebut tidak memilik risiko reinvestasi dalam waktu yang cukup lama.

Pendekatan yang digunakan dalam menghitung beta adalah dengan pendekatan fundamental. Langkah pertama adalah mencari unlevered beta perusahaan yang sejenis. Unleverd beta tersebut kemudian dirubah menjadi levered beta dengan rumus Hamada’s Equation sebagai berikut (Damodaran, 2006).

𝛽𝐿 = 𝛽𝑈(1 + (1 − 𝑡)D E)

Setelah cost of equity didapat, harus diteliti lebih lanjut apakah data – data yang digunakan adalah dalam nominal Dolar Amerika atau dalam Indonesia Rupiah.

Jika ternyata data yang digunakan adalah dalam Dollar Amerika, maka cost of equity harus dirubah menjadi nominal rupiah dengan rumus berikut (Damodaran, 2006)

(49)

E(R)𝐼𝐷𝑅 = (1 + 𝐸(𝑅)𝑈𝑆𝐷) (1+𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑒𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 1+𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑒𝑈𝑆 ) − 1

2.3.3.2 Free Cash Flow to Equity (FCFE)

Model DCF sendiri memiliki tiga macam pendekatan valuasi sesuai dengan kebutuhannnya masing-masing, seperti: Dividend Discounted Model (DDM), Free Cash Flow to Equity (FCFE) dan Free Cash Flow to the Firm (FCFF). Semua pendekatan valuasi dengan DCF dapat dibagi dalam beberapa model pertumbuhan, yaitu pertumbuhan stabil untuk selamanya (one-stage model), pertumbuhan dua tahap (two-stage model) dan pertumbuhan tiga tahap (three- stage model).

Pendekatan free cash flow to equity (FCFE) menyatakan bahwa indikator yang lebih akurat dalam menghitung cash flow yang diterima oleh pemegang saham adalah free cash flow to equity. Hal ini karena sebagian besar pemegang saham tidak akan pernah mengetahui apakah dividen yang diterimanya telah mencerminkan kemampuan perusahaan yang sesungguhnya.

Dalam penelitian ini, arus kas yang digunakan adalah free cash flow to equity (FCFE). FCFE adalah arus kas yang diterima oleh pemegang saham setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajibannya. Hal ini termasuk membayar pajak, melunasi utang dan berinvestasi di perusahaan itu sendiri. Dengan kata lain FCFE adalah potensi dividen yang dapat diterima oleh pemegang saham.

Untuk keperluan penelitian tesis ini, peneliti memilih menggunakan metode free cash flow to equity, dimana yang akan dijadikan acuan adalah nilai ekuitas (nilai seluruh aktiva dikurangi seluruh kewajiban).

(50)

Rumus untuk menghitung FCFE adalah (Damodaran,2006) : 𝐅𝐂𝐅𝐄 = 𝐍𝐈 − 𝐍𝐞𝐭 𝐂𝐚𝐩𝐄𝐱 − ∆𝐍𝐂𝐖𝐂 + 𝐍𝐞𝐭 𝐃𝐞𝐛𝐭 Dimana:

NI = Net Income

Net CapEx = Capital Expenditure – Depreciation NCWC = Change in Net Working Capital Net Debt = New debt raised – debt repayment

Damodaran (2009) menjelaskan, mengestimasi FCFE dari perusahaan manufaktur menjadi sangat mudah, hal ini dikarenakan nilai dari net capital expenditure, noncash working capital dan debt ratio dapat diperoleh dari laporan keuangan.

Sebaliknya, mengestimasi FCFE menjadi sangat susah pada perusahaan pelayanan jasa keuangan dikarenakan beberapa alasan. Pertama, mengestimasi nilai dari net capital expenditure dan noncash working capital pada bank maupun perusahaan asuransi menjadi sangat susah dikarenakan seluruh aset dan kewajiban dalam bentuk klaim finansial. Alasan yang kedua adalah sangat susah untuk mendefinisikan short-term debt pada perusahaan keuangan, dikarenakan kompleksitas yang dimiliki oleh neraca perusahaan.

Pada akhirnya, perusahaan pelayanan jasa keuangan dapat mengembangkan bisnisnya hanya sampai pada nilai buku ekuitasnya untuk mendukung pertumbahan dan mempertahankan nilai dari rasio regulatory capital (dapat disebut juga dengan capital adequacy ratio) Damodaran (2009) mengatakan pada umumnya, nilai buku dari aset maupun modal menjadi tidak relevan bagi perusahaan-perusahaan yang tidak bergerak dalam pelayanan jasa keuangan karena terkadang tidak masuk akal. Tetapi, berbeda pada perusahaan pelayanan

(51)

jasa keuangan, nilai buku dari ekuitas menjadi sangat relevan untuk dilakukan penilaian. Hal ini dikarenakan, nilai buku pada perusahaan pelayanan jasa keuangan tidak hanya berupa data historis, tetapi dapat mencerminkan perusahaan. Serta nilai dari dari capital adequacy ratio , atau rasio regulatory capital didapat berdasarkan nilai buku. Sehingga jika rasio tersebut bernilai negatif, tentu pemerintah ataupun bank sentral dapat menutup perusahaan tersebut. Untuk mengestimasi FCFE pada bank, reinvestment didefinisikan ulang sebagai investasi pada modal kredit yang telah ditentukan regulator. Dalam Damodaran (2009), rumus FCFE untuk bank adalah sebagai berikut.

𝐹𝐶𝐹𝐸𝐵𝑎𝑛𝑘 = 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 − 𝐼𝑛𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑖𝑛 𝑅𝑒𝑔𝑢𝑙𝑎𝑡𝑜𝑟𝑦 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙

Dalam menghitung nilai suatu perusahaan, FCFE yang digunakan dalam model Discounted FCFE bukanlah FCFE di masa lalu, namun FCFE yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu perlu dilakukan estimasi terhadap FCFE di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini estimasi FCFE akan dilakukan sampai dengan tahun 2027 atau sebanyak 10 tahun ke depan.

Dalam perhitungan valuasi perusahaan dengan menggunakan FCFE, harus mempertimbangkan kondisi perusahaan. Persamaan constant growth model FCFE, digunakan ketika perusahaan mengalami pertumbuhan yang konstan.

Namun saat perusahaan diasumsikan tumbuh lebih cepat pada awal periode dan pertumbuhannnya akan stabil setelah periode tertentu, maka FCFE dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan two stage growth

(52)

a. Constant growth FCFE model

Constant growth FCFE model mengasumsikan bahwa arus kas yang akan diterima oleh pemegang saham akan tumbuh dengan tingkat yang tetap.

Rumus constant growth FCFE model adalah sebagai berikut : (Damodaran,2006)

Value of Equity = FCFE𝑡 K𝑒− g Dimana:

Ke = Cost of Equity g = growth rate

b. Two stage discounted FCFE model

Two stage discounted FCFE model mengasumsikan bahwa arus kas yang diterima oleh pemegang saham akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi selama periode tertentu dan kemudian tingkat pertumbuhan tersebut akan turun dan menjadi konstan untuk selama-lamanya yang dihitung dengan rumus berikut (Damodaran,2006) :

Value of Equity = ∑ FCFE𝑡

(1 + K𝑒)𝑡+Terminal Value (1 + K𝑒)𝑛

𝑡=𝑛

𝑡=1

Dimana:

n = periode Ke = Cost of equity

Terminal value dihitung menggunakan Gordon Growth Model : (Damodaran,2006)

Terminal Value𝑡= Cashflow𝑡−1× (1 + 𝑔 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒) r − g𝑠𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒

Referensi

Dokumen terkait

Investor sebelum berinvestasi perlu juga melakukan analisis valuasi saham untuk mengetahui berapa nilai intrinsik dari masing-masing saham perusaahaan sehingga diketahui

Judul : Valuasi Saham Perusahaan-Perusahaan Industri Semen Indonesia dengan Menggunakan Metode Free Cash Flow to Equity dan P/E Multiplier Model. Tesis ini

Berdasarkan uraian latar belakang diatas serta fenomena yang didapatkan oleh penulis, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Nilai

Berdasarkan latar belakang di atas, dan penelitian terdahulu yang menunjukkan perbedaan hasil penelitian yang terjadi, maka penelitian ini dilakukan untuk dapat

Untuk menghitung nilai saham perusahaan maka akan dilakukan pendiskontoan tingkat kembalian terhadap keseluruhan kapital (free cash flow to capital), maka tingkat diskonto

8 Berdasarkan uraian latar belakang dan data yang inkonsisten dari hasil peneitian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Return on Assets,

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan analisis nilai wajar atas sewa Gedung Auditorium LPP RRI Medan yang dituangkan dalam jual “Analisis Pemanfaatan Sewa

Penting untuk menilai arus kas terhadap ekuitas yang mencakup arus kas operasional dan keuangan untuk penilaian bank, oleh karena itu metode DCF ekuitas menjadi rekomendasi metode