BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam.
Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains merupakan
“pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”. (Suyoso, 1998:23).
IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”. (Abdullah, 1998:18),
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.
2.1.2. Belajar
Winataputra (2008 :1.5) mengemukakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses sepanjang hayat itu
5
dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan formal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal atau pendidikan non formal.
Menurut Siddiq (2008: 1.3) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya tidak trampil menjadi trampil.
Slameto (dalam Kurnia, 2007: 1-3) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
Uno (2011 : 138) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses menghasilkan perubahan perilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman baru yang lebih baik.
2.1.3. Hasil Belajar
Hasil belajar berupa perubahan tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkungan), dimana proses mental dan emosional terjadi. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokkan ke dalam tiga ranah (kawasan), yaitu : pengetahuan (kognitif), keterampilan motorik (psikomotorik) dan penguasaan nilai-nilai atau sikap (afektif). Didalam pembelajaran perubahan perilaku sebagai hasil belajar dirumuskan didalam rumusan tujuan pembelajaran.
(Winataputra,2004 : 2.6).
Kata hasil belajar sering disebut prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari Belanda yaitu ”prestatie” kemudian dalam bahasa Indonesia disebut prestasi yang artinya hasil usaha. Kata prestasi juga berarti kemampuan ketrampilan, sikap sesorang dalam menyelesaikan sesuatu (Arifin l,1999 :78)
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh setelah mengalami aktifitas belajar (Tri Anni, 2004: 4)
2.1.4. Pembelajaran Kooperatif
Widyantini (2006) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada
dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Widyantini (2006 : 4) mengemukakan semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.
Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut :
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
Terdapat 6 (enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif yang disajikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
Langkah Indikator Tingkah Laku Guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa.
Langkah 3 Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
Langkah 4 Membimbing kelompok
belajar Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok belajar.
Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Langkah 6 Memberikan
penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
(Widyantini, 2006 : 6)
2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Examples Non Examples (ENE)
Examples Non Examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep.Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-examples memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples (ENE) menurut Uno (2011:80) adalah sebagai berikut:
1) Guru mempersiapkan gambar-gambar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran;
2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat LCD.
3) Guru memberikan petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis gambar;
4) Memulai diskusi kelompok 2-3 orang siswa, kemudian hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas;
5) Tiap kelompok diberi kesempatan membaca hasil diskusi;
6) Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai;
7) Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah penggunaan metode Examples Non Examples pada prinsipnya adalah upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan konsep pelajarannya sendiri melalui kegiatan mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan contoh terhadap materi yang sedang dipelajari.
2.2. Hasil Penelitian yang relevan
Berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan Desy Dwi Kusumawati.
(2012 : 13) dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Melalui Metode Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Sentono Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2011/2012” disimpulkan bahwa terdapat peningkatan:1) keaktifan siswa; dan 2) kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 01 Sentono Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten tahun ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran menulis narasi melalui penerapan metode pembelajaran examples non examples. Peningkatan keaktifan siswa terlihat dari meningkatnya aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran, yakni: (1) mengikuti apersepsi, sebesar 44,44%
pada siklus I dan 61,11% pada siklus II; (2) memperhatikan penjelasan guru, sebesar 55,55% pada siklus I dan 77,78% pada siklus II; (3) mengamati gambar berseri, sebesar 50% pada siklus I dan 83,33% pada siklus II; (4) kegiatan diskusi, sebesar 44,44% pada siklus I dan 72,22% pada siklus II; (5) mempresentasikan atau menyampaikan hasil diskusi, sebesar 33,33% pada siklus Idan 50% pada siklus II; (6) membuat kerangka karangan, sebesar 61,11% pada siklus I dan 83,33% pada siklus II; dan (7) mengembangkan kerangka karangan menjadi bentuk karangan narasi utuh, sebesar 61,11% pada siklus I dan 77,78% pada siklus II. Peningkatan kemampuan menulis narasi siswa dapat dilihat dari nilai karangan siswa yang selalu meningkat pada setiap siklusnya.
Pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sebesar 44,44% atau sebanyak 8 siswa dan pada siklus II sebesar 77,78% atau 14 siswa. Hal ini membuktikan bahwa dengan penerapan metode pembelajaran examples non examples
mampu meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran dan sekaligus mampu meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa.
Muhamad Fauzan (2010) dalam Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul
“Penerapan model Examples Non Examples untuk meningkatkan kemampuan menulis dan memahami besaran pengukuran (IPA) murid kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Suela tahun pelajaran 2010” menyimpulkan bahwa penerapan model Examples Non Examples pada proses pembeljaran IPA terdapat kenaikan baik dari aktivitas guru maupun aktivitas siswa. Dari data hasil observasi aktivitas guru membuktikan adanya peningkatan yang signifikan dari siklus I ke siklus II. Terbukti pada siklus I masih terdapat 21% dengan klasifikasi nilai C (cukup), sementara pada siklus II yang termasuk klasifikasi C (cukup) 0%. Bahkan klasifikasi A (sangat baik) pada siklus I terdapat 42,11% dan meningkat menjadi 84,21% pada siklus II.
2.3. Kerangka berpikir
Hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Penerapan metode Examples Non Examples pada prinsipnya adalah upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan konsep pelajarannya sendiri melalui kegiatan mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan contoh terhadap materi yang sedang dipelajari. Melalui pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples siswa yang mengalami kesulitan dapat terbantu karena bisa belajar kepada teman sekelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskan.
Keuntungan metode Examples Non Examples antara lain (1) Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks. (2) Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example dan non example (3) Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Lebih jelas kerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan pada bagan 2.1 berikut ini :
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berfikir Penelitian 2.4. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
”Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam siswa Kelas I Semester 1 SD Negeri 2 Plosoharjo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013 ”
Kondisi Awal Pembelajaran Konvensional
Siklus 1
Model Kooperatif tipe Examples Non Examples
Siklus 2
Model Kooperatif tipe Examples Non Examples
Kondisi Akhir Hasil Belajar Siswa pada pelajaran IPA
Meningkat
REFLEKSI TINDAKAN