• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

IMPLIKASI PERUBAHAN LAND USE/COVER DAN IKLIM PADA NILAI JASA EKOSISTEM UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN

SPASIAL BERKELANJUTAN DI PULAU KECIL Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Ketua/Anggota Tim

Dr. Ashfa, S.T., M.T./0015027302

Dr. Ir. Mirza Irwansyah, M.B.A., M.L.A/0026056201 Dr. Nizamuddin, M.Info.Tech./0024087101

Dr. Ichwana, S.T., M.P./0003017301

Dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Kontrak Penelitian Nomor:

105/SP2H/LT/DPRM/IV/2017 tanggal 3 April 2017

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

OKTOBER 2017

(3)
(4)

ii RINGKASAN

Perubahan land use/cover (LUC), sebagai akibat dari peningkatan populasi dan pembangunan ekonomi, menimbulkan dampak yang signifikan terhadap nilai jasa ekosistem (ecosystem services value/ESV). Demikian juga dengan perubahan iklim, terutama di pulau-pulau kecil di wilayah tropis. Meskipun beberapa tinjauan komprehensif mengenai ESV telah dilakukan, namun belum ditemukan yang memfokuskan studi pada pulau kecil, padahal pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap dampak perubahan LUC dan iklim. Kota Sabang, sebuah kota yang berada di pulau kecil dan terluar dalam geografis wilayah Indonesia, yaitu Pulau Weh, dipilih sebagai lokasi studi. Selain sebagai kota yang menarik perhatian dunia dalam aspek kewisataannya, kota ini juga merupakan kawasan yang diusahakan, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola perubahan LUC dan iklim pada ESV di Kota Sabang dan mendiskusikan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan. Hasil analisa LUC di tahun 2000, luas hutan 7.357,32 ha berkurang 597,63 ha menjadi 6.759,69 ha di tahun 2014. Diikuti oleh lahan pertanian yang memiliki luas 3.654,33 ha di tahun 2000 berkurang 405,62 ha menjadi 3.248,71 ha di tahun 2014. Pada badan air di tahun 2000 memiliki luas 66,91 ha dan berkurang seluas 55,02 ha menjadi 11,89 ha di tahun 2014. Sedangkan luas lahan terbangun di tahun 2000 adalah 1.063,90 ha bertambah 1.058,28 ha menjadi 2.122,18 ha di tahun 2014.

Kata kunci: land use/cover (LUC), ecosystem services, GIS, Remote Sensing, CA- Markov, pulau kecil, skenario.

(5)

iii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT), yang berjudul “Implikasi perubahan land use/cover dan iklim pada nilai jasa ekosistem untuk mendukung perencanaan spasial berkelanjutan di pulau kecil”. Tinjauan mengenai LUC, iklim, dan ESV masih menjadi isu menarik bagi peneliti dunia, khususnya bidang perencanaan wilayah dan kota, karena berkaitan dengan dampak perubahan yang tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga di skala global. Penelitian ini akan memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap pola perubahan LUC dan iklim pada ESV di pulau kecil, Kota Sabang-Pulau Weh. Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk mendapatkan skenario yang best-fit yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan spasial yang berkelanjutan.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat, baik sebagai dasar penentuan kebijakan, peningkatan kualitas hidup masyarakat, serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Tim Peneliti

(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Ringkasan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... v

Daftar Gambar ... vi

Daftar Lampiran ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Perubahan LUC, Iklim, dan ESV ... 4

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 6

2.3 Road Map Penelitian ... 6

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 7

3.1 Tujuan ... 7

3.2 Urgensi Penelitian ... 7

BAB IV METODE PENELITIAN ... 8

4.1 Lokasi Penelitian ... 8

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 8

4.3 Metode Analisis ... 8

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 13

5.1 Perubahan Penggunaan Lahan ... 13

5.2 Penilaian Jasa Ekosistem ... 16

5.3 Hubungannya dengan Pertumbuhan Penduduk ... 17

5.4 Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 18

BAB VI KESIMPULAN ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 20

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 24

(7)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Confusion matrix ... 10

Tabel 4.2 Model matrik penilaian jasa ekosistem pada masing-masing kategori LUC tahun 2000 dan 2014 ... 12

Tabel 5.1 Luas lahan menurut klasifikasi LUC 2000 dan 2014 ... 14

Tabel 5.2 Hasil analisis perubahan LUC 2000 dan 2014 ... 14

Tabel 5.3 Deskripsi LUC pada lokasi penelitian ... 16

Tabel 5.4 ESV menurut klasifikasi LUC ... 17

Tabel 5.5 Jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, dan kepadatan penduduk Kota Sabang ... 18

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Lokasi studi ... 9 Gambar 5.1 Perubahan LUC di Kota Sabang ... 14

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Susunan Organisasi dan Pembagian Tugas Tim ... 25 Lampiran II Draft publikasi ... 27

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan (land use/cover/LUC) merupakan salah satu dari beberapa faktor utama terjadinya perubahan secara global (Turner et al., 2007) dan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan alam (Allen and Lu, 2003; Su et al, 2012), akibat dari meningkatnya jumlah penduduk dan pembangunan sosial-ekonomi (Bounoua et al., 2009; Xiaoqing et al., 2010; Hui-Hui et al., 2012). Perubahan ini secara langsung berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, melalui perubahan-perubahan kondisi lingkungan, seperti degradasi lahan (Sanchez-Cuervo et al., 2012) dan nilai jasa ekosistem (ecosystem services value/ESV) (Haberl et al., 2007; Estoque and Murayama, 2012). Perubahan LUC dan iklim memberikan dampak yang signifikan pada ESV (You et al., 2012; Fu and Forsius, 2015).

Pemantauan terhadap perubahan LUC sangat penting dilakukan dalam rangka meningkatkan pemahamandan penilaian terhadap tingkat, dimensi, konsekuensi, dan penyebab penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan, sehingga dapat memprediksi kecenderungan perubahan di masa depan (Arsanjani et al, 2013;

Achmad et al, 2015). Penelitian tentang ESV yang dikombinasikan dengan perubahan LUC masih menjadi topik hangat penelitian saat ini, khususnya di bidang perencanaan kota dan lingkungan (Zhang et al, 2015; Depietri et al, 2016).

Meskipun beberapa tinjauan komprehensif mengenai ESV telah dilakukan (Costanza and Kubiszewski, 2012; Estoque and Murayama, 2012; Fu and Forsius, 2015, Elmhagen et al, 2015), namun belum ditemukan yang memfokuskan studi pada pulau kecil, padahal pulau-pulau kecil, khususnya di wilayah tropis, sangat rentan terhadap dampak perubahan LUC dan iklim (Mimura et al, 1997; Farhan and Lim, 2011; Gooding, 2016). Kota Sabang, sebuah kota yang berada di pulau kecil dan terluar dalam geografis wilayah Indonesia, yaitu Pulau Weh, dipilih sebagai lokasi studi. Pulau kecil memiliki ukuran fisik yang kecil, sumberdaya yang terbatas, berada di lautan yang luas, dan rawan bencana alam (Leatherman, 1997; Kakazu, 2007). Pulau kecil memiliki luas yang lebih kecil dari 2.000 km2 (Adisoemarto, 2004).

(11)

Selain sebagai kota (kota-pulau) yang menarik perhatian dunia dalam aspek kewisataannya, kota ini juga merupakan kawasan yang diusahakan, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 dengan tujuan untuk mendorong peningkatan aktivitas perekonomian. Dari kondisi ekonominya, pertumbuhan ditandai dengan semakin meningkatnya salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi dan kinerja pembangunan, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara umum PDRB Kota Sabang Atas Dasar Harga Berlaku dari tahun 2012 s.d. 2014 mengalami peningkatan (Sabang dalam Angka 2015). Demikian juga dengan aspek kependudukan, yang merupakan bagian dari faktor socio-economic (Yu and Qingyun, 2011; Arsanjani et al., 2013; Achmad et al, 2015). Pertumbuhan penduduk Kota Sabang tahun 2014 sebesar 1,7% yaitu 32.191 jiwa pada tahun 2013 menjadi 32.739 dengan kepadatan penduduk 268 jiwa/km2 (Sabang dalam Angka 2015).

Berdasarkan PDRB, semua lapangan usaha menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kontribusi terbesar adalah dari sektor bangunan dan konstruksi, yang antara tahun 2011 s.d 2014 meningkat 19%, yang diikuti oleh sektor-sektor lainnya seperti perdagangan, pengangkutan, dan jasa-jasa. Peningkatan lapangan usaha ini secara umum menunjukkan bahwa telah terjadinya penambahan lahan-lahan terbangun untuk mewadahi aktivitas aktivitas yang ada atau perubahan LUC, dan sebagian lahan lindung yang ada berpotensi beralih menjadi lahan terbangun (built- up area). Hal ini menarik perhatian, baik dari pemerintahan maupun non- pemerintahan, agar dalam pembangunan lebih mengedepankan aspek lingkungan. Ini juga menjadi tantangan besar bagi perencana kota dan pengambil kebijakan (Estoque and Murayama, 2012). Meskipun analisis LUC merupakan sistem yang kompleks, yang memberikan tantangan bagi ilmu pengetahuan, namun geographic information syatem (GIS) berbasis pemodelan perubahan LUC dapat mengukur dan memvisualisasikan informasi spasial mendatang (Hui-Hui et al., 2012; Estoque and Murayama, 2013; Arsanjani et al 2013; Achmad et al, 2015).

Dalam penelitian ini, jasa lingkungan didefinisikan sebagai manfaat, baik tangible maupun intangible, dimana ekosistem dapat menghasilkan dan memberikan sesuatu kepada masyarakat (Boyd and Banzhaf, 2007; Costanza and Kubiszewski, 2012). Jasa ekosistem ini memiliki dampak besar pada kualitas hidup di daerah

(12)

perkotaan seperti Kota Sabang, dan harus ditangani dalam perencanaan penggunaan lahan (Bolund and Hunhammar, 1999). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang implikasi perubahan LUC dan iklim pada ESV wilayah, dan mendapatlan skenario LUC yang best-fit untuk menunjang perencanaan spasial berkelanjutan di pulau kecil, Kota Sabang-Pulau Weh. Secara teoritis, model yang dihasilkan ini akan memberikan kontribusi dalam memperkenalkan metode analisis perubahan LUC dengan menggunakan GIS dan RS yang dikombinasikan dengan perubahan iklim dan ESV untuk pulau kecil.

1.2 Permasalahan

Dari uraian di latar belakang maka jabaran rumusan permasalahan yang diharapkan jawabannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. bagaimana pola perubahan LUC di Kota Sabang antara tahun 2000 dan 2014?

b. bagaimana pola perubahan iklim di Kota Sabang tahun 2000 dan 2014?

c. bagaimana perubahan ESV di Kota Sabang antara tahun 2000 dan 2014 dan hubungannya dengan perubahan LUC dan iklim?

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan LUC, Iklim, dan ESV

Beberapa ahli menyatakan bahwa ecosystem services (ES) merupakan manfaat alam untuk masyarakat dan ekonomi, atau sebagai komponen alam yang dapat dinikmati, dikonsumsi, atau digunakan untuk menghasilkan kesejahteraan manusia (Boyd and Banzhaf, 2007). Ekosistem juga sering disebut sebagai modal alam atau komponen-komponen lingkungan alam yang memberikan manfaat jangka panjang untuk masyarakat secara keseluruhan (Liu et al., 2010). Costanza et al (2015) mendefinisikan ES sebagai karakteristik ekologi, fungsi, atau proses yang secara langsung atau tidak langsung berkontribusi dalam kesejahteraan manusia.

Penelitian tentang ES lebih berkembang sejak Costanza (1997) mengembangkan variabel dan teknik menghitung nilai ES (ESV). Citra satelit dapat menjadi sumber informasi untuk menilai dan memantau ES, terutama dengan berkembangnya penggunaan GIS dan RS dalam penelitian (Liu et al., 2010).

Perubahan LUC memiliki dampak yang signifikan pada ekosistem dunia.

Perubahan komposisi hutan, padang rumput, lahan basah, dan ekosistem lainnya memiliki dampak besar pada ESV dan keanekaragaman hayati (Li et al, 2007;

Polasky et al, 2011). Pertimbangan terhadap ESV ini merupakan hal penting untuk mendukung perencanaan spasial yang berkelanjutan (Woodruff and BenDor, 2016).

Perubahan iklim juga diproyeksikan menjadi driver perubahan ekosistem dunia, selain perubahan LUC sebagai driver utamanya (Sala, 2000). Perubahan ini dapat berdampak terhadap kehidupan manusia (Elmhagen et al, 2015). Penilaian terhadap ESV dengan kategori LUC dapat membantu pembuat kebijakan dan stake holder untuk memonitor perubahan LUC dan memahami bagaimana perubahan ini berdampak terhadap kebutuhan masyarakat (Zhang et al, 2015).

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran terhadap literatur yang ada, beberapa penelitian terakhir yang terkait dengan ESV dilakukan oleh beberapa tim peneliti antara lain Zagonari (2016), Woodruff and BenDor (2016); Fu et al. (2015), Martines-Harm et al. (2015); Haase et al. (2014), Costanza et al. (2012), Chen et al. (2014); Wu et al.,

(14)

(2013), Estoque and Murayama (2012), and Su et al. (2012). Perubahan penggunaan lahan secara signifikan mengubah penyediaan ESV sekaligus mempengaruhi kesejahteraan manusia baik secara langsung maupun tak langsung (Costanza, 1997;

Estoque and Murayama, 2012; Danley and Wismark, 2016).

Fu et al (2015) menunjukkannya melalui skenario dengan penggunaan lahan yang berbeda. Hasil studi di Small Sanjiang Plain di China menunjukkan bahwa terjadi perubahan LUC yang mengakibatkan kehilangan ES dalam kurun waktu 1980-2010. Hilangnya nilai jasa ekosistem ini harus dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan penggunaan lahan dan pembangunan (Chen et al., 2014).

Nilai ES atau ESV dapat menjadi alat komunikasi kepada masyarakat yang berhubungan dengan keputusan dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan PDRB melalui ekonomi masyarakat sekaligus menjaga lingkungan (Costanza et al., 2012). Nilai ES atau ESV yang terintegrasi dengan penggunaan lahan dan perencanaan kota dapat menghasilkan output baik visual dan komputasi, yang secara komprehensif menunjukkan hubungan antara keuntungan dan kerugian dari jasa ekosistem penting, intensitas penggunaan lahan, dan perubahan sosial ekonomi dalam konteks urbanisasi yang cepat (Wu et al., 2013). Dari hasil penelitiannya di Kota Metropolitan Hangzhou, Wu et al., (2013) menemukan bahwa perubahan LUC dan pengembangan sosial ekonomi berpotensi terhadap penurunan 24,04% dari keseluruhan ESV.

Estoque and Murayama (2012) membahas perubahan LUC di Baguio City.

Identifikasi model LUC menggunakan GEOMOD LUC change model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya perubahan LUC telah membuat penurunan terhadap total ESV Kota Baguio. Dalam penelitiannya di beberapa kota di Provinsi Zhejiang, China, Su et al. (2012) menggunakan teknik regresi multivariat, yang menemukan interaksi antara pola lansekap dan ESV. Perencana dapat merujuk pada hubungan interaksi ini untuk memperkirakan kerugian nilai ekonomi mendatang pada saat ESV mengalami penurunan. Pemerintah dan pembuat kebijakan dapat menggunakan konsep ES untuk memberikan peluang baru bagi ekonomi lokal dan untuk menjaga modal alam untuk masa depan generasi (Martines-Harm et al., 2015). Haase et al. (2014) dalam studinya di beberapa negara di Eropa menyatakan bahwa penilaian dan evaluasi yang komprehensif berbasis temporal perlu

(15)

dikembangkan untuk perencanaan ke depan dalam mendukung perencanaan strategis.

Masih sedikit temuan yang dihasilkan dari studi-studi ESV yang ada, yang melibatkan aspek bio-fisik dan GIS, yang telah dilaksanakan sebagai pendukung kebijakan penggunaan lahan (Haase et al., 2014).

Zhang et al, 2015 dalam studinya menemukan bahwa populasi dan perubahan kebijakan ekonomi merupakan penyebab terjadinya perubahan LUC.

Rencana LUC yang baik harus mempertimbangkan proteksi terhadap hutan, badan air, dan lahan pertanian, yang memiliki ESV tinggi, untuk mengatur keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan ES di masa mendatang.

Dari studi terakhir, disimpulkan bahwa studi mengenai ESV masih sangat terbatas di kawasan Asia, sebagian besar di Eropa. Belum ditemukan yang memfokuskan studi pada pulau kecil, padahal pulau-pulau kecil, khususnya di wilayah tropis, sangat rentan terhadap dampak perubahan LUC dan iklim (Mimura et al, 2007; Farhan and Lim, 2011; Gooding, 2016). Penelitian ini mengisi gap yang ada dalam studi-studi sebelumnya, dengan melakukan analisis ESV secara spatio- temporal, prediksi mendatang dengan CA-Markov, dan mendapatkan skenario yang best-fit untuk mendukung kebijakan perencanaan spasial berkelanjutan.

2.3 Road Map Penelitian

Road map penelitian adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Road map penelitian

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Perlunya penambahan ruang hijau dan preservasi bangunan dan kawasan untuk mendukung pertumbuhan kota yang sustainable (Penelitian Hibang Bersaing 2010-2011

Model perencanaan spasial berkelanjutan,

yang mempertimbangkan

interaksi LUC, keanekareagaman

hayti, iklim, dan ESV, untk skala

regional Pemodelan pola pertumbuhan kota rawan

bencana tsunami; untuk menghasilkan model fundamental untuk menentukan pusat pertumbuhan kota baru yang sustainable dan mitigasi bencana. Medapatkan model prediksi LUC, dengan Regresi logistic dan CA-Markov. (Penelitian Fundamental 2015).

Perubahan iklim dan perubahan dinamik pada perubahan pola LUC. International Symposium of Geoinformatics (ISYG)2015

Implikasi perubahan LUC dan iklim pada ESV, untuk menghasilkan pola perubahan dan skenario yang best-fit untuk

perencanaan spasial berkelanjutan di pulau kecil.

(PUPT 2017-2018).

2010-2011

2015

2015-2016

2017-2018

Pemetaan(mapping) ES untuk perencanaan LUC di Aceh, menghasilkan pemodelan LUC dalam skala provinsi.

(Usulan STRANAS 2019-2020)

2019-2020

(16)

3.1 Tujuan

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:

a. untuk mengidentifikasi pola perubahan LUC di Kota Sabang antara tahun 2000 dan 2014?

b. untuk mengidentifikasi pola perubahan iklim di Kota Sabang tahun 2000- 2014?

c. untuk mengidentifikasi perubahan ESV di Kota Sabang antara tahun 2000 dan 2014 dan menjelaskan hubungannya dengan perubahan LUC dan iklim?

3.2 Urgensi Penelitian

Urgensi penelitian ini adalah sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

a. bagi Pemerintah Kota Sabang, penelitian ini akan memberikan konstribusi sebagai referensi dalam merevisi Qanun Kota Sabang nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW) Sabang Tahun 2012- 2032, dalam rangka menghasilkan kebijakan pembangunan kota yang relevan, dengan menempatkan penekanan lebih besar pada konservasi lingkungan alam yang beriringan dengan pembangunan sosial ekonomi;

b. bagi perencana kota, akan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk merencanakan kawasan-kawasan pertumbuhan baru dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung pertumbuhan untuk kesejahteraan masyarakat, tanpa mengurangi nilai jasa ekosistem; dan

c. bagi sudut pandang ilmiah, penelitian ini akan memberikan kontribusi tidak hanya untuk memahami masa lalu dan potensi lansekap wilayah/kota di masa mendatang dan perubahan LUC, tetapi juga metode dan teknik yang berkaitan dengan pengidentifikasian perubahan LUC dan iklim pada ESV, khususnya di pulau kecil untuk mendukung perencanaan spasial berkelanjutan.

BAB IV

METODE PENELITIAN

(17)

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah administratif Kota Sabang, Provinsi Aceh, Indonesia (Gambar 3.1), yang secara geografis berada antara 5°46’28’’– 05054’28’’

N dan 95°13’02’’ – 95022’36’’ E. Kota ini memiliki luas wilayah 153 km2. Sedangkan tinggi rata-rata wilayah perkotaan adalah 28 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah yang melingkupi Kota Sabang adalah sebagai berikut :

a. sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka;

b. sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia;

c. sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia; dan d. sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka.

Kota Sabang terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Sukakarya dengan pusat pemerintahan di Kota Sabang, memiliki luas wilayah 73 km2 dan terdiri dari 8 kelurahan dan Kecamatan Sukajaya dengan pusat pemerintahannya di Balohan memiliki luas wilayah 80 km2 dan terdiri dari 10 kelurahan.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperlukan adalah jumlah penduduk dan PDRB Kota Sabang sejak tahun 2000 sampai dengan 2014 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh dan Badan Pusat Statistik Kota Sabang. Data primer yang berupa Citra Satelit Landsat tahun 2000 dan 2014, diperoleh dari Bappeda Provinsi Aceh dan Bappeda Kota Sabang.

4.3 Metode Analisis

a. Analisis untuk permasalahan I

Dengan menggunakan citra satelit Landsat tahun 2000 dan 2014 tata guna lahan Kota Sabang diklasifikasi menjadi lima kategori (Wang et al, 2008; Xin et al, 2012, Estoque and Murayama, 2012; Zheng et al, 2015,), yang dipilih berdasarkan kondisi lansekap Kota Sabang yaitu 1) lahan terbangun, 2) hutan, 3) lahan pertanian, 4) badan air (water body).

(18)

9 Gambar 3.1 Lokasi studi

Lokasi studi

(19)

Pengklasifikasian LUC ini menggunakan aplikasi ArcGIS®10.1. Metode klasifikasi adalah supervised classification dengan menggunakan maximum likelihood. Selanjutnya, masing-masing peta penggunaan lahan atau land use/cover (LUC) diuji akurasinya dengan menggunakan modul ERRMAT di aplikasi IDRISI®Selva (Tabel 4.1), mengambil titik-titik referensi (reference points) pada peta LUC 2000 dan 2014, dengan menggunakan stratified random sampling.

Table 4.1 Confusion matrix

Sumber: Achmad, et al, 2015 Persentase benar = ∑

 x 100 ………..…... 1)

User’s accuracy = 

 ………...…. 2)

Producer’s accuracy = 

 ……….…... 3)

Koefisien kappa =  ∑  

   ………...……. 4)

b. Analisis Permasalahan II

Unsur iklim yang diamati adalah temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin dan lamanya penyinaran. Analisis trend pada penelitian ini memakai aplikasi Minitab 16.2.1 untuk melalukan estimasi atau peramalan dari data iklim dari tahun 1992-2015 pada masa yang akan datang. Analisis trend yang umum digunakan adalah model trend linear, model trend quadratic, model eksponential growth dan model S-Curve. Untuk memilih trend yang sesuai maka dilihat nilai akurasi yang terkecil dari MAPE (Mean Absolute Percentage Error) Merupakan rata-rata dari keseluruhan persentase kesalahan (selisih) antara data aktual dengan data hasil peramalan. Ukuran akurasi dicocokkan dengan data time series, dan ditunjukkan

(20)

dalam persentase. MAD (Mean Absolute Deviation) merupakan rata-rata dari nilai absolut simpangan, MSD (Mean Squared Deviation) merupakan rata-rata dari nilai kuadrat simpangan data. Dengan membandingkan nilai-nilai MAPE, MAD, dan MSD, maka dapat menentukan model yang sesuai terbaik, yaitu model dengan ukuran-ukuran akurasi yang terkecil (Box and Draper, 1987).

c. Analisis Permasalahan III

Ada beberapa variabel jasa lingkungan yang diadaptasi dalam penelitian ini (Wu et al., 2013; Estoque and Murayama, 2012; Tianhong et al., 2010; Costanza et al., 1997), yaitu: 1) gas regulation (GR); 2) water supply (WS); 3) soil formation (SF); 4) waster treatment (WT); 5) bidiversity protection (BP); 6) food production (FP); 7) raw material (RM); 8) recreation (RC); dan 9) culture (CT).

ESV = ∑  x VCij ... 5) dimana Ai adalah luas penggunaan lahan klas i, VCij adalah nilai koefisien jasa ekosistem unttuk tipe j (rupiah/ha) yang dikombinasikan dengan klas penggunaan lahan tipe i. Estimasi ESV di 2000 merupakan dasar (baseline). Selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini (Wu et al., 2013).

Ratio_E/G2000 = 

 ... 6) Ratio_E/G2014 =  

    ... 7) dimana GDP adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), AC adalah koefisien nilai konstan dari PDRB yang dihitung berdasarkan harga pasar dan inflasi. GDP 2000 merupakan baseline, sedangkan koefisien konstanta nilai AC untuk tahun 2007 dan 2013 dihitung oleh pusat statistik. Hasil perhitungan akan ditabulasi sebagaimana dalam Tabel 3.2. Dari hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi bagaimana dampak perubahan LUC pada jasa ekosistem wilayah, yang selanjutnya dalam saran akan diusulkan kebijakan yang relevan untuk menyeimbangkan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Rata-rata ESV tahunan per unit area (rupiah/ha) digunakan untuk setiap kategori penggunaan lahan. Selanjutnya, secara deskriptif dilakukan pembandingan hasil analisis pola perubahan LUC dan iklim pada ESV.

Tabel 4.2. Model matrik penilaian jasa ekosistem pada masing-masing kategori LUC tahun 2000 dan 2014

(21)

Kategori LUC Jasa Ekosistem

GR WS ... ... RC CT

Tahun 2000

Lahan terbangun ... ... ... ... ... ...

Hutan ... ... ... ... ... ...

Lahan pertanian ... ... ... ... ... ...

RTH

Badan air ... ... ... ... ... ...

Tahun 2014

Lahan terbangun ... ... ... ... ... ...

Hutan ... ... ... ... ... ...

Lahan pertanian ... ... ... ... ... ...

RTH

Badan air ... ... ... ... ... ...

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

(22)

Hasil citra satelit Landsat tahun 2000 dan 2014 pada penggunaan dan tutupan lahan di Kota Sabang telah mengalami perubahan. Penggunaan lahan terbangun meningkat pesat sedangkan tutupan lahan hutan, pertanian, dan badan air berkurang luasnya. Berikut pembahasannya dan akan dikaji hubungan keterkaitan dengan kondisi pertumbuhan penduduk, kondisi ekonomi, dan implikasinya pada pembangunan berkelanjutan di Kota Sabang.

5.1 Perubahan Penggunaan Lahan

Kota Sabang merupakan kepulauan dengan kondisi geologis hampir seluruh daratannya 98,75 persen berupa batuan, baik batuan vulkanis dan batuan alluvial (BPS, 2017). Topografi wilayahnya berupa pegunungan, perbukitan dan dataran rendah yang sedikit. Kota Sabang juga memiliki pelabuhan alam dengan palung- palung yang sangat dalam di Teluk Sabang.

Hasil citra satelit menunjukkan Kota Sabang memiliki luas wilayah 12.142,46 ha. Tutupan lahan yang dominan di Kota Sabang adalah kawasan hutan. Secara rinci, peruntukan hutan di Sabang merupakan hutan lindung yang memiliki luas lebih kurang 1.605 ha di Kecamatan Sukajaya dan seluas 1.628 ha di Kecamatan Sukakarya. Kawasan hutan dalam kondisi kritis mencapai 3.565 ha, kondisi rusak 750 ha dan luas hutan sedang dalam rehabilitasi 72 ha (BPS, 2015).

Penggunaan lahan terbangun meliputi kawasan permukiman, perkantoran, industri pelabuhan dan pariwisata. Luas kawasan permukiman lebih kurang 1.772,71 ha tersebar di kedua kecamatan. Kawasan perkantoran lebih kurang 16,73 ha yang terletak di pusat kota Gampong Kota Ateuh, Gampong Kuta Timu, Gampong Kuta Barat, Gampong Ie Meulee, dan Gampong Cot Ba’U. Kawasan Industri Pelabuhan Balohan lebih kurang seluas 189,95 ha. Kawasan pariwisata dengan luas lebih kurang 812,35 ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Kawasan lindung meliputi kawasan hutan lindung, sempadan danau, sempadan pantai, sempadan sungai dan sekitar mata air. Selain itu, terdapat kawasan lindung laut di kawasan pesisir timur Gampong Ie Meulee, Ujoeng Kareng, Anoe Itam di Kecamatan Sukajaya. Kawasan rawan bencana gempa bumi ditetapkan di seluruh kota, kawasan rawan bencana tsunami, dan kawasan bencana longsor.

(23)

Adapun kawasan peruntukan lainnya yang ada di Sabang adalah kawasan perkebunan campuran.

Gambar 5.1 Perubahan LUC di Kota Sabang

Tabel 5.1. Luas lahan menurut klasifikasi LUC tahun 2000 (ha)

No Klasifikasi 2000 Persentase 2014 Persentase

1 Lahan Terbangun

1.063,90 8,76 2.122,18 17,48

2 Hutan 7.357,32 60,59 6.759,69 55,67

3 Lahan Pertanian 3.654,33 30,10 3.248,71 26,75

4 Badan Air 66,91 0,55 11,89 0,10

5 Luas Total 12.142,46 100,00 12.142,46 100,00

Tabel 5.2. Hasil analisa perubahan LUC tahun 2000 dan 2014 (ha)

No Klasifikasi Tahun Perubahan luas

2000-2014 Persentase

2000 2014

1 Lahan Terbangun

1.063,90 2.122,18 1.058,28 99,47

2 Hutan 7.357,32 6.759,69 597,63 8,12

3 Lahan Pertanian 3.654,33 3.248,71 405,62 11,10

4 Badan Air 66,91 11,89 55,02 82,23

2000 2014

(24)

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan yang paling dominan sejak tahun 2000-2014 yaitu luas lahan terbangun yang semakin meningkat pesat sebesar 99,47 persen; badan air mengalami penyusutan 82,23 persen; lahan pertanian berkurang 11,10 persen; dan luas hutan berkurang 8,84 persen (Tabel 4.2).

Hasil analisa LUC di tahun 2000, luas hutan 7.357,32 ha berkurang 597,63 ha menjadi 6.759,69 ha di tahun 2014. Diikuti oleh lahan pertanian yang memiliki luas 3.654,33 ha di tahun 2000 berkurang 405,62 ha menjadi 3.248,71 ha di tahun 2014.

Pada badan air di tahun 2000 memiliki luas 66,91 ha dan berkurang seluas 55,02 ha menjadi 11,89 ha di tahun 2014. Sedangkan luas lahan terbangun di tahun 2000 adalah 1.063,90 ha bertambah 1.058,28 ha menjadi 2.122,18 ha di tahun 2014 (tabel 2).

Keberadaan ekosistem Badan air di Sabang meliputi sungai, danau, dan sumber mata air. Danau merupakan penampung ketersediaan air baku yang sangat penting untuk menunjang kehidupan masyarakat. Danau merupakan ekosistem yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Bila tutupan lahan di sekitar danau berkurang maka akan mempengaruhi kondisi ketersediaan air baku di danau.

Berdasarkan hasil analisa LUC, luas badan air berkurang pesat.

Edyanto (2015) salah satu badan air di Kota Sabang, Danau Aneuk Laot adalah penampung ketersediaan air bersih bagi masyarakat di Kota Sabang. Kondisi danau ini sejak beberapa waktu terakhir mengalami penurunan secara kontinyu.

Pelayanan air bersih di kawasan permukiman dan lahan terbangun lainnya yang dekat dengan pusat kota dilayani oleh PDAM dari air baku Danau Aneuk Laot, sedangkan bagi kawasan permukiman yang jauh dari pusat kota memanfaatkan sumber mata air dengan cara melakukan penampungan air.

Perubahan LUC bersifat dinamis dan tidak linear, artinya, konversi dari penggunaan lahan tidak diikuti pola yang serupa karena faktor alam atau antropogenik seperti perubahan kebijakan, pertumbuhan penduduk dan penurunan produktivitas lahan (Dessie dan Kleman, 2007; Meshesha et al., 2014). Di antara aktivitas manusia yang mengurangi layanan ekosistem meliputi perubahan penggunaan lahan atau tutupan lahan di daerah tertentu yang didorong oleh kegiatan pertanian, pemukiman, dan pertambangan (Li et al., 2007; de Groot et al., 2010;

Haines-Young et al., 2012; Kindu et al., 2016).

(25)

Hasil analisa LUC dari perubahan tutupan lahan hutan yang semakin berkurang di dengan diikuti luas badan air yang semakin menyusut, sebaliknya lahan terbangun terus meningkat pesat. Apabila terjadi konversi tutupan lahan secara terus menerus tanpa memperhatikan layanan ekosistem hal ini akan mengurangi layanan ekosistem lingkungan yang sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia dan alam.

5.2 Penilaian Jasa Ekosistem

Penggunaan dan tutupan lahan berdasarkan lansekap Kota Sabang dalam penilitian ini yaitu 1) lahan terbangun, 2) hutan, 3) lahan pertanian, dan 4) badan air (water body), sebagaimana Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Deskripsi LUC pada lokasi penelitian

No Klasifikasi Deskripsi

1 Lahan Terbangun Perkotaan

2 Hutan Hutan tropis

3 Lahan Pertanian Lahan menghasilkan panen

4 Badan Air Danau, sungai

Ekosistem menyediakan berbagai macam layanan berganda yang bervariasi dalam kuantitas dan kualitas tergantung pada jenis ekosistem dan statusnya (MA, 2005). Misalnya, lahan rumput ditemukan cukup berbeda dengan hutan tropis (Costanza et al., 1997, 2014; de Groot et al., 2012), namun masing-masing memberikan layanan unik yang tidak dapat digantikan oleh yang lain. Hutan merupakan ruang ekologi yang sangat penting untuk tempat hidup berbagai jenis burung, mamalia, dan persediaan air bersih (Tolessa et al, 2017).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk menghitung nilai jasa ekosistem hutan total mengikuti metode yang digunakan oleh Li et al. (2007) and Hu et al. (2008):

ESV = ∑ (AK x VCk) ... 4.1 ESV merupakan perkiraan nilai jasa ekosistem, AK adalah luas (ha) dan VCk adalah nilai koefisien (Rp/ha/tahun) untuk klasifikasi LUC, lihat Tabel 4.4. Klasifikasi

(26)

penggunaan dan tutupan lahan untuk menilai jasa ekosistem mengikuti ketetapan Costanza et al. (1997) dengan menyesuaikan lansekap Kota Sabang (Tabel 5.4).

Tabel 5.4 ESV menurut klasifikasi LUC No Klasifikasi Ekivalen biomassa Koefisien jasa

ekosistem (1994 US $ ha-1 tahun-1 )

1 Lahan Terbangun Perkotaan 0

2 Hutan Hutan tropis 2.007

3 Lahan Pertanian Lahan menghasilkan

panen 92

4 Badan Air Danau, sungai 8.498

Hasil penilaian jasa ekosistem dampak dari perubahan penggunaan lahan di Kota Sabang tahun 2000-2014 adalah:

ESV = ∑ (AK x VCk)

= (1.058,28*0)+(597,63*2.700)+(405,62*92)+( 55,02*8.498)

= $ 2.118.478

5.3 Hubungannya dengan Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk di Kota Sabang tahun 2007-2014 terus meningkat. Tahun 2007 jumlah penduduk sebanyak 29.144 jiwa dan terus meningkat 32.739 jiwa di tahun 2014. Seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat, kepadatan penduduk di Sabang juga meningkat. Di tahun 2007 kepadatan penduduk sebesar 239 jiwa/km2 dan di tahun 2014 adalah 268 jiwa/ km2.

Menurut persentase pertambahan penduduk menurut kecamatan, pertambahan penduduk di Kecamatan Sukajaya lebih tinggi beberapa tahun terakhir dibandingkan di Kecamatan Sukakarya (BPS, 2014).

5.4 Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

(27)

Data yang digunakan pada analisa pertumbuhan ekonomi kota Sabang adalah PDRB kota Sabang tahun dasar 2010. Lapangan usaha yang mendominasi kontribusi perekonomian Sabang tahun 2011-2014 adalah sektor konstruksi, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, dan perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan motor. Sektor primer pertanian, kehutanan, dan perikanan memiliki kontribusi yang relatif kecil hanya 7 (tujuh) persen.

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk Kota Sabang

Tahun Jumlah (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2)

2007 29.144 239

2008 29.843 245

2009 2010

29.996 30.653

246 251

2011 31.314 257

2012 31.822 261

2013 32.215 263

2014 32.739 268

Sektor konstruksi memiliki kontribusi terbesar yaitu 27,55 persen pada tahun 2010 dan terus meningkat menjadi 28,83 persen di tahun 2014. Hal ini dipicu oleh pembangunan infrastruktur dalam rangka mewujudkan Kota Sabang sebagai salah satu tujuan utama wisata di Indonesia dan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan. Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib;

dan perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan motor memberi kontribusi 15,26 persen di tahun 2010 menjadi 14,88 persen di tahun 2014, hal ini menunjukkan persentase yang menurun. Sedangkan pada sektor penyediaan akomodasi dan makan minum memberi kontribusi yang meningkat sebesar 2,92 persen di tahun 2010 menjadi 3,22 persen di tahun 2014. Peningkatan ini disebabkan meningkatnya kegiatan kunjungan wisatawan sehingga meningkatkan pembangunan penginapan dan restoran di Kota Sabang.

(28)

BAB VI KESIMPULAN

1. Perubahan penggunaan dan tutupan lahan yang paling dominan sejak tahun 2000-2014 yaitu luas lahan terbangun yang semakin meningkat pesat sebesar 99,47 persen; badan air mengalami penyusutan 82,23 persen; lahan pertanian berkurang 11,10 persen; dan luas hutan berkurang 8,84 persen (Tabel 4.2).

2. Hasil analisa LUC di tahun 2000, luas hutan 7.357,32 ha berkurang 597,63 ha menjadi 6.759,69 ha di tahun 2014. Diikuti oleh lahan pertanian yang memiliki luas 3.654,33 ha di tahun 2000 berkurang 405,62 ha menjadi 3.248,71 ha di tahun 2014. Pada badan air di tahun 2000 memiliki luas 66,91 ha dan berkurang seluas 55,02 ha menjadi 11,89 ha di tahun 2014. Sedangkan luas lahan terbangun di tahun 2000 adalah 1.063,90 ha bertambah 1.058,28 ha menjadi 2.122,18 ha di tahun 2014 (tabel 2).

3. Keberadaan ekosistem Badan air di Sabang meliputi sungai, danau, dan sumber mata air. Danau merupakan penampung ketersediaan air baku yang sangat penting untuk menunjang kehidupan masyarakat. Danau merupakan ekosistem yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Bila tutupan lahan di sekitar danau berkurang maka akan mempengaruhi kondisi ketersediaan air baku di danau. Berdasarkan hasil analisa LUC, luas badan air berkurang pesat.

DAFTAR PUSTAKA

(29)

Adisoemarto, S., 2004, Small Islands: Protect or Neglect? - An Indonesian Case, International Journal of Island Affairs, Februari 2004.

Achmad, A., Hasyim, S., Dahlan, B., & Aulia, D. N. (2015). Modeling of urban growth in tsunami-prone city using logistic regression: Analysis of Banda Aceh, Indonesia. Applied Geography, 62, 237-246.

Allen, J. and Lu, K 2003. Modeling and prediction of future urban growth in the Charleston Region of South Carolina: a GIS-based Integrated Approach, Copyright © 2003 by the author(s). Published here under licence by The Resilience Alliance. Conservation Ecology 8(2): 2.8bv

Arsanjani, J. A., Helbich, M., Kainz, W., Boloorani., A. D., 2013. Integration of logistic regression, Markov Chain, and cellular automata models to simulate urban expansion, International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation 21: 265-275.

Bolund P., and Hunhammar, S., 1999, Ecosystem services in urban area, Ecological Economics 29, 293 – 301.

Bounoua, L., Safia, A., Masek, J., Peters-Lidard, C., Imhof, M. L., 2009. Impact of Urban Growth on Surface Climate: A Case Study in Oran, Algeria, Journal of Applied Meteorology and Climatology 48. 2: 217-231.

Box, G. E. P., and Draper, N.R., 1987. Empirical model-building and response surfaces. New York: Wiley.

Boyd, J., Banzhaf, S., 2007. What are ecosystem services? The need for standardized environmental accounting units. Ecol. Econ. 63, 616–626..

Chen, J., Sun, B. M., Chen, D., Wu, X., Guo, L. Z., and Wang, G., 2014. Land Use Changes and Their Effects on the Value of Ecosystem Services in the Small Sanjiang Plain in China, The Scientific World Journal Volume 2014, Article ID 752846, 7 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/752846.

Costanza, R., Cumberland, J.H., Daly, H.E., Goodland, R., Norgaard, R.B., Kubiszewski, I., Franco, C., 2015. An Introduction to Ecological Economics.

second ed. CRC Press, Taylor & Francis Group, Raton, FL.

Costanza, R., d’Arge, R., de Groots, R., et al, 1997, The value of the world’s ecosystem services and natural capital, Nature, Vol. 387.

Costanza, R., and Kubiszewski, I., 2012. The authorship structure of ‘‘ecosystem services’’ as a transdisciplinary field of scholarship, Ecosystem Services 1 (2012) 16–25.

Danley, B, and Widmark, S., 2016, Evaluating conceptual definitions of ecosystem services and their implications, Ecological Economics, 126, 132–138.

Depietri, Y., Kallis, G., Baro, F., and Cattaneo, C., The urban political ecology of ecosystem services: The case of Barcelona, Ecological Economics 125, 83–

100.

Eastman, J.R. (2009). IDRISI Taiga. Worcester, MA: Clark University.

Elmhagen, B., Eriksson, O., Lindborg, R., 2015, Implications of climate and land-use change for landscape processes, biodiversity, ecosystem services, and governance, AMBIO 2015, 44(Suppl. 1):S1–S5

Estoque, R. C., 2013. Spatial analysis of ecosystem service value changes in Baguio City, the Philippines, based on land use/cover changes, [Dissertation],

(30)

Graduate School of Life and Environmental Sciences, the University of Tsukuba, Tsukuba.

Estoque, R. C., and Murayama, Y., 2012. Examining the potential impact of land use/cover changes on the ecosystem services of Baguio City, the Philipines:

A scenario-based analysis. Applied Geography 35, 315-326.

Farhan AR; Lim S, 2014, 'Integrated vulnerability assessment on small island regions towards integrated coastal zone management (ICZM): A case study of Thousand Islands, Indonesia', International Journal of Geoinformatics, vol.

10, no. 4, 1-6.

Forsius, M., Anttil,a S., Arvola, L., Bergstro¨m I, Hakola H, Heikkinen HI, Helenius J, Hyva¨rinen M, Jylha¨ K, Karjalainen J, Keskinen T, Laine K, Nikinmaa E, Peltonen-Sainio P, Rankinen K, Reinikainen M, Seta¨la¨ H, Vuorenmaa J., 2013. Impacts and adaptation options of climate change on ecosystem services in Finland: a model based study. Curr Opin Env Sust 5:26–40.

doi:10.1016/j.cosust.2013.01.001

Fu, B., and Foursius, M., 2015, Ecosystem services modeling in contrasting landscapes, Landscape Ecol (2015) 30:375–379 DOI 10.1007/s10980-015- 0176-6.

Gooding, T., 2016, Low-income housing provision in Mauritius: Improving social justice and place quality, Habitat International 53 (2016) 502e516

Guan, D., Li, H., Inoha, T., Su, W., Nagai, T., and Hokao, K., 2011, Modeling urban land use change by the integration of cellular automaton and Markov model Ecological Modelling 222, 3761– 3772.

Gong, W., Yuan, L., Fan, W., and Stott, P., 2015., Analysis and simulation of land use spatial pattern in Harbin prefecture based on trajectories and cellular automata-Markov modelling, International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. 34, 207–216.

Haberl, H., Erb, K.H., Krausmann, F., Gaube, V., Bondeau, A., Plutzar, C., Gingrich,S., Lucht, W., Fischer-Kowalski, M., 2007. Quantifying and mapping the humanappropriation of net primary production in earth’s terrestrial ecosystems. Proc.Natl. Acad. Sci. U. S. A. 104, 12942–12947.

Haase, D., Larondelle, N., Andersson, E., et al., 2014, A Quantitative Review of Urban Ecosystem Service Assessments: Concepts, Models, and Implement., AMBIO 2014, 43:413–433, DOI 10.1007/s13280-014-0504-0.

Hu, Z., and Lo, C. P., 2007. Modeling urban growth in Atlanta using logistic regression, Computers, Environment and Urban Systems 31: 667–688.

Hui-Hui, F., Hui-Ping, L., and Ying, L., 2012. Scenario prediction and analysis of urban growth using SLEUTH model, Pedosphere 22(2): 206-216.

Kakazu, H., 2007, Islands’ Characteristics and Sustainability, SPF Seminar on Self- supporting Economy in Micronesia.

Leatherman, S.P., 1996: Shoreline stabilization approaches in response to sealevel rise: U.S. experience and implications for Pacific island and Asian nations.

Water, Air, and Soil Pollution, 92, 149–157.

Li, R., Dong, M., Cui, J., Zhang, L., Cui, Q., and He, W., 2007, Quantification of the Impact of Land-Use Changes on Ecosystem Services: A Case Study in Pingbian County, China, Environ Monit Assess 128:503–510.

(31)

Liu, S., Costanza, R., Troy, A., D'Aagostino, J., Mates,W., 2010. Valuing New Jersey's ecosystem services and natural capital: a spatially explicit benefit transfer approach. Environ. Manag. 45, 1271–1285.

Martinez-Harms, M. J.,Bryan, B.A., Balvanera, P., Law, E. A., Rhodes, J. R.,et al., 2015, Making decisions for managing ecosystem services, Journal of Environmental Management 156 (2015) 23-30.

Mimura, N. and N. Pelesikoti, 1997: Vulnerability of Tonga and future sealevel rise.

Journal of Coastal Research, 24, 117–132.

Polasky, S., Nelson, E., Pennington, D., and Johnson K. A., 2011, The Impact of Land-Use Change on Ecosystem Services, Biodiversity and Returns to Landowners: A Case Study in the State of Minnesota, Environ Resource Econ 48:219–242.

Sánchez-Cuervo, A.M., Aide, T.M., Clark, M.L., Etter, A., 2012. Land Cover Change inColombia: Surprising Forest Recovery Trends between 2001 and 2010. PLoS ONE7 (8), e43943.

Sala, O.E., F.S. Chapin, J.J. Armesto, E. Berlow, J. Bloomfield, R. Dirzo, E. Huber- Sanwald, L.F. Huenneke, et al. 2000. Global biodiversity scenarios for the year 2100. Science 287: 1770–1774

Su, S., Xiao, R., Jiang, Z., and Zhang, Y., Characterizing landscape pattern and ecosystem service value changes for urbanization impacts at an eco-regional scale, Applied Geography 34, 95e305.

Susilo, B., 2013. Simulasi spasial berbasis sistem informasi geografi dan cellular automata untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm.

327-340.

Turner, B.L., Lambin, E.F., Reenberg, A., 2007. The emergence of land change sciencefor global environmental change and sustainability. Proc. Natl. Acad.

Sci. U. S. A.104, 20666–20671.

Wang, X., Zheng, D., and Shen, Y., 2008, Land use change and its driving forces on the Tibetan Plateau during 1990–2000. Catena 72 (2008) 56–66.

Woodruff, S., and BenDor, T. K., 2016, Ecosystem services in urban planning:

Comparative paradigms and guidelines for high quality plans, Landscape and Urban Planning 152, 90–100.

Wu, K., Ye, X., Qi, Z., Zhang, H., 2013, Impacts of land use/land cover change and socioeconomic development on regional ecosystem services: The case of fast growing Hangzhou metropolitan area, China, Cities, 276–284.

Xiaoqing, W., Hongshi, H., Fengming, X., Rencang, B., 2010. Study of forecast scenarios for simulation of future urban growth in Shenyang City based on SLEUTH model, Geospatial Information Science 13 (1): 32-39.

Xin, Y., Xin-Qi, Z., Li-Na, Ly., 2012, A spatiotemporal model of land use change based on ant colony optimization, Markov chain and cellular automata, Ecological Modelling 233, 11– 19.

Yao, S., Song, W. R, Lou, H. J., Rui, Y. W., 2012, An analysis of the spatial and temporal changes in Chinese terrestrial, Ecology June Vol.57 No.17: 2120- 2131 doi: 10.1007/s11434-012-4978-5.

Yu, N. and Qingyun, D., 2011. Urban Growth Pattern Modelling Using Logistic Regression, Geo-spatial Information Science 14(1):62-67, DOI 10.1007/s11806-011-0427-x.

(32)

Zagonari, F., 2016, Using ecosystem services in decision-making to support sustainable development: Critiques, model development, a case study, and perspectives, Science of the Total Environment 548–549, 25–32.

Zhang, Z., Gao, J., and Gao, Y., 2015, Simulation and analysis of urban growth scenarios for the Greater Shanghai Area, China, Environment and Urban Systems 35 (2011) 126–139.

Zheng, H., W., Shen, G., Q., Wang, H., Hong, J., 2015, Simulating land use change in urban renewal areas: A case study in Hong Kong, Habitat International 46, 23-34.

(33)

LAMPIRAN

(34)

25 Lampiran I. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

No. Nama/NIDN Instansi Asal Bidang

Ilmu

Alokasi Waktu (jam/minggu)

Uraian Tugas

1. Dr. Ashfa, S.T., M.T.

/197302152000031001

Fakultas Teknik Unsyiah

Perencanaan Wilayah

dan Kota 15

 Mengoordinasi jalannya

penelitian, dari pengumpulan data hingga penarikan kesimpulan.

 Melakukan klasifikasi penggunaan lahan.

 Melakukan pengumpulan data primer dan sekunder.

 Malakukan koordinasi citra satelit dengan LAPAN dan Bappeda.

 Melakukan analisis pola

perubahan LUC dan permodelan dengan CA-Markov

 Menginterpretasi hasil

 Menyusun laporan hasil penelitian dan draft untuk publikasi.

2.

Dr. Ir. Mirza Irwansyah, M.B.A., M.L.A., Ph.D /196205261987101001

Fakultas Teknik Unsyiah

Perencananaan Wilayah

dan Kota 12

 Menganalisis pola perubahan LUC;

 Melakukan interpretasi hasil penelitian.

 Melakukan analisis terhadap ESV.

 Membantu ketua dalam penyusunan laporan hasil penelitian dan draft untuk publikasi.

(35)

26

No. Nama/NIDN Instansi Asal Bidang

Ilmu

Alokasi Waktu (jam/minggu)

Uraian Tugas

3.

Dr. Nizamuddin, M.Info.Sc.

/197108271996031001

Fakultas Matematika dan

IPA

Teknik Informatika;

Geographical Information System

(GIS)

12

 Membantu ketua dalam melakukan klasifikasi penggunaan lahan.

 Membantu ketua dalam menganalisis ESV dan pola perubahan LUC.

 Membentuk model prediksi LUC.

 Membantu ketua dalam penyusunan laporan hasil penelitian dan draft untuk publikasi.

4.

Dr. Ichwana, S.T., M.P.

/197301031998022001 Fakultas Pertanian Unsyiah

Pengembangan Sumber

Daya Lingkungan 12

 Menganalisis pola perubahan iklim;

 Menginterpretasi hasil analisis yang terkait dengan perubahan iklim.

 Menganalisis hubungan LUC dan iklim dengan ESV.

 Melakukan analisis skenario yang best-fit.

 Membantu ketua dalam penyusunan laporan hasil penelitian dan draft untuk publikasi.

(36)

Lampiran II. Draft Manuskrip

Land use/cover change and climate on the value of ecosystem services to support sustainable spatial planning in Sabang

City, Aceh, Indonesia

Ashfa Achmad1, Mirza Irwansyah1, Nizamuddin2, Ichwana Ramli3

1Architecture and Planning Department, Syiah Kuala University, Banda Aceh, INDONESIA

2Mathematics Department, Syiah Kuala University, Banda Aceh, INDONESIA

3Agricultural Engineering Department, Syiah Kuala University, Banda Aceh, INDONESIA e-mail: ashfa.achmad@unsyiah.ac.id

Abstract

Land use/cover (LUC) changes, as a result of population increase and economic development, have a significant impact on the value of ecosystem services value (ESV).

Likewise with climate change, especially in small islands in the tropics. Although several comprehensive reviews of ESV have been conducted, it has not yet been found that focuses on small island studies, whereas small islands are particularly vulnerable to the effects of LUC and climate change. Sabang City, a town located on the small island and outer in the geographic area of Indonesia, namely Pulau Weh, was chosen as the study location. In addition to being a city that attracts the world's attention in its aspect of tourism, this city is also a cultivated area, as mandated in Law No. 37 of 2000. The purpose of this study is to identify patterns of LUC and climate change in ESV in Sabang City and discuss its implications development policy. The result of LUC analysis in 2000, the forest area of 7,357.32 ha was reduced by 597,63 ha to 6,759,69 ha in 2014. Followed by agriculture area of 3,654.33 ha in 2000 decreased 405,62 ha to 3,248,71 ha in the year 2014. In the water body in 2000 has an area of 66.91 ha and reduced by 55.02 ha to 11.89 ha in 2014. While the area of land built in 2000 was 1,063.90 ha increased 1,058.28 ha to 2,122.18 ha in 2014.

Keywords: land use/cover (LUC), ecosystem services, GIS, Remote Sensing, CA-Markov, small island.

1. BACKGROUND

Land use/cover (LUC) is one of the main factors of global change (Turner et al., 2007) and has a negative impact on the natural environment (Allen and Lu, 2003; Su et al, 2012), due to the increasing number of population and socio-economic development (Bounoua et al., 2009; Xiaoqing et al., 2010; Hui-Hui et al., 2012). These changes directly affect the well-being of the people, through changes in environmental conditions, such as land degradation (Sanchez-Cuervo et al., 2012) and ecosystem services value (ESV) (Haberl et al., 2007; Estoque and Murayama, 2012). LUC and climate changes have a significant impact on ESV (You et al., 2012; Fu and Forsius, 2015).

Monitoring of LUC changes is essential in order to improve understanding and assessment of the extent, dimensions, consequences and causes of land use and land cover change, so as to predict future trends (Arsanjani et al, 2013, Achmad et al, 2015).

(37)

Research on ESV combined with LUC changes is still a hot topic of current research, particularly in the areas of urban and environmental planning (Zhang et al, 2015;

Depietri et al, 2016).

Although some comprehensive reviews of ESV have been conducted (but not yet found which focuses on small islands, whereas small islands, for example, particularly in the tropics, are particularly vulnerable to the effects of LUC and climate change (Mimura et al., 1997; Farhan and Lim, 2011; Gooding, 2016). Sabang City, a town located in the small island and outer in the geographic area of Indonesia, namely Pulau Weh, was chosen as the study location. Small islets have small physical size, limited resources, are in a vast ocean, and are prone to natural disasters (Leatherman, 1997; Kakazu, 2007).

The small island has an area smaller than 2,000 km2 (Adisoemarto, 2004). The purpose of this study is to examine land use change in Sabang from 2000 to 2014 in relation to socio-economic aspects. This study also discusses the implications in sustainable development in Sabang City.

2. MATERIALS AND METHODS

2.1 Study Area

The study was conducted in the administrative area of Sabang City, Aceh Province, Indonesia, geographically located between 5°46'28''- 5054'28''N and 95°13'02''- 95022'36''E. It has an area of 153 km2. While the average height of urban areas is 28 meters above sea level. Boundaries covering the City of Sabang are as follows:

a. the north by the Malacca Strait;

b. the south by the Indonesian Ocean;

c. the west by the Indonesian Ocean; and d. east of the Malacca Strait.

Sabang City consists of two sub-districts, Sukakarya with the administrative center in Sabang City, has a total area of 73 km2 and consists of 8 villages and Sukajaya with the center of government in Balohan has an area of 80 km2 and consists of 10 villages.

2.2 Types and Data Sources

The type of data used is secondary data and primary data. Secondary data needed is the population and PDRB Kota Sabang from 2000 to 2014 obtained from the Central Bureau of Statistics of Aceh Province and the Central Bureau of Statistics of Sabang City. Primary data in the form of Landsat Satellite Images of 2000 and 2014, obtained from Bappeda Aceh Province, and National Institute of Aeronautics and Space. Using Landsat satellite imagery in 2000 and 2014, Sabang City land use was classified into four categories (Wang et al, 2008, Xin et al, 2012, Estoque and Murayama, 2012, Zheng et al, 2015), selected under landscape conditions of Kota Sabang is 1) wake land, 2)

(38)

forest, 3) agricultural land, and 4) water body (water body). This LUC classification uses ArcGIS®10.1 application. The classification method is supervised classification using maximum likelihood. Furthermore, each land use/cover (LUC) map is tested for accuracy using the ERRMAT module in the IDRISI®Selva application.

3. RESULTS AND DISCUSSION

Results of Landsat satellite imagery in 2000 and 2014 on land use and land cover in Sabang City have been changed. The use of constructed land increases rapidly, while forest cover, agriculture, and water bodies are widespread. Here's the discussion and will examine the relationship of relevance to the condition of population growth, economic conditions, and its implications on sustainable development in Sabang City.

3.1 Land Use Change

The city of Sabang is an archipelago with geological condition almost all of its land is 98.75 percent in the form of rock, both volcanic rock and alluvial rock (BPS, 2017). The topography of the area consists of mountains, hills and low plains. Sabang City also has a natural harbor with very deep trenches in Sabang Bay.

Satellite imagery results show Sabang City has an area of 12,142.46 ha. The dominant land cover in Sabang City is forest area. In detail, the forest allocation in Sabang is a protected forest that has an area of approximately 1,605 ha in Sukajaya sub-District and an area of 1,628 ha in Sukakarya Sub-district. Forest area in critical condition reached 3,565 ha, damaged 750 ha and medium forest area in rehabilitation 72 ha (BPS, 2015).

Land use includes settlement areas, offices, port industry and tourism. The area of settlement is approximately 1,772,71 ha spreaded in both sub-districts. Office area of approximately 16,73 ha located in downtown Gampong Kota Ateuh, Gampong Kuta Timu, Gampong Kuta Barat, Gampong Ie Meulee, and Gampong Cot Ba'u. Balohan Port Industrial Zone is approximately 189.95 ha. Tourism area with an area of approximately 812.35 ha. For more details can be seen in Figure 1. Protected areas include protected forest areas, lake border, coastal border, river border and surrounding springs. In addition, there are marine protected areas in the eastern coastal area Gampong Ie Meulee, Ujoeng Kareng, Anoe Itam in sub-District Sukajaya.

The other designated areas in Sabang are mixed plantation areas. The most dominant change in land use and cover since 2000-2014 is the rapidly growing land area of 99.47 percent; water bodies experienced 82.23 percent depreciation; agricultural land reduced by 11.10 percent; and forest area reduced by 8.84 percent (Table 1).

(39)

The result of LUC analysis in 2000, the forest area of 7,357.32 ha was reduced by 597,63 ha to 6,759,69 ha in 2014. Followed by agriculture area of 3,654.33 ha in 2000 decreased 405,62 ha to 3,248,71 ha in the year 2014. In the water body in 2000 has an area of 66.91 ha and reduced by 55.02 ha to 11.89 ha in 2014. While the area of land built in 2000 was 1,063.90 ha increased 1,058.28 ha to 2,122.18 ha in 2014.

Fig. 1 LUC changes in Sabang City

Table 1. Area based on LUC 2000 and 2014 (ha)

No. Class 2000 Percentage 2014 Percentage

1 Built-up area 1.063,90 8,76 2.122,18 17,48

2 Forest 7.357,32 60,59 6.759,69 55,67

3 Farmland 3.654,33 30,10 3.248,71 26,75

4 Water body 66,91 0,55 11,89 0,10

Luas Total 12.142,46 100,00 12.142,46 100,00

Table 2. Analysis result of LUC changes 2000 and 2014 (ha)

No Class Year Area changes

2000-2014 Percentage

2000 2014

1 Built-up area 1.063,90 2.122,18 1.058,28 99,47

2 Forest 7.357,32 6.759,69 597,63 8,12

3 Farmland 3.654,33 3.248,71 405,62 11,10

4 Water body 66,91 11,89 55,02 82,23

2000

2014

(40)

The existence of the waters ecosystem in Sabang includes rivers, lakes, and springs.

Lake is a reservoir of raw water availability which is very important to support people's lives. Lake is an ecosystem that is strongly influenced by the condition of the surrounding environment. If the land cover around the lake is reduced it will affect the condition of raw water availability in the lake. Based on the results of the LUC analysis, the body of water is rapidly reduced. Edyanto (2015) one of the water bodies in Sabang City, Aneuk Laot Lake is a reservoir of water supply for the community in Sabang City.

The condition of this lake since the last few times decreased continuously. Clean water services in residential areas and other constructed land close to the city center are serviced by Water Supply Company from the raw water of Aneuk Laot Lake, while for residential areas away from downtown utilize springs by means of water reservoirs.

LUC changes are dynamic and nonlinear, that is, the conversion of land use is not followed by similar patterns due to natural or anthropogenic factors such as policy changes, population growth and declining land productivity (Dessie and Kleman, 2007;

Meshesha et al., 2014). Among human activities that reduce ecosystem services include changes in land use or land cover in certain areas driven by agricultural, residential and mining activities (Li et al., 2007; de Groot et al., 2010; Haines-Young et al. , 2012;

Kindu et al., 2016).

The LUC analysis results from the change in forest cover that is decreasing in the area followed by the shrinking water bodies, on the contrary, the wake land continues to increase rapidly. If there is a continuous land cover conversion without regard to ecosystem services this will reduce the ecosystem services environment that plays an important role in human and natural survival.

3.2 Its relationship to population growth and economic growth (GRDP)

The population in Kota Sabang in 2007-2014 continues to increase. In 2007 the population of 29,144 people and continues to increase 32,739 in 2014. Along with the increasing population, population density in Sabang also increased. In 2007 the population density of 239 inhabitants/km2 and in 2014 was 268 inhabitants/km2.

According to the percentage of population growth by sub-district, population growth in Kecamatan Sukajaya has been higher in recent years than in Sukakarya Sub-district (BPS, 2014).

The data used in the analysis of the economic growth of Sabang city is GDP of Sabang city in the year 2010. The business field which dominates the contribution to Sabang economy in 2011-2014 is the construction sector, government administration, defense and compulsory social security, and large and retail trade; car and motorcycle repairs.

(41)

The primary sectors of agriculture, forestry, and fisheries have a relatively small contribution of only 7 (seven) percent.

The construction sector has the largest contribution of 27.55 percent in 2010 and continues to increase to 28.83 percent in 2014. This is triggered by infrastructure development in order to realize the city of Sabang as one of the main tourist destinations in Indonesia and the free trade and port area. Sector of government administration, defense and social security shall; and large and retail trade; car and motorcycle repairs contributed 15.26 percent in 2010 to 14.88 percent in 2014, indicating a declining percentage. While in the sector of accommodation and drinking, the contribution contributed increased by 2.92 percent in 2010 to 3.22 percent in 2014. This increase is due to the increase of tourist visits so as to increase the development of lodging and restaurants in Sabang City.

4. CONCLUSIONS

The most dominant change in land use and cover since 2000-2014 is rapidly growing land area of 99.47 percent; water bodies experienced 82.23 percent depreciation;

agricultural land reduced by 11.10 percent; and forest area reduced by 8.84 percent. The result of LUC analysis in 2000, forest area of 7,357.32 ha was reduced by 597,63 ha to 6,759,69 ha in 2014. Followed by agriculture area of 3,654.33 ha in 2000 decreased 405,62 ha to 3,248,71 ha in the year 2014. Whereas water body in 2000 has an area of 66.91 ha and reduced by 55.02 ha to 11.89 ha in 2014. While the area of land built in 2000 was 1,063.90 ha increased 1,058.28 ha to 2,122.18 ha in 2014.

The existence of waters ecosystems in Sabang City includes rivers, lakes, and springs.

Lake is a reservoir of raw water availability which is very important to support people's lives. Lake is an ecosystem that is strongly influenced by condition of the surrounding environment. If the land cover around the lake is reduced, it will affect the condition of raw water availability in the lake. Based on the results of the LUC analysis, the body of water is rapidly reduced.

Acknowledgments

We thank Syiah Kuala University and the Ministry of Research, Technology, and Higher Education, Indonesia for supporting this research.

REFERENCES

Adisoemarto, S., 2004, Small Islands: Protect or Neglect? - An Indonesian Case, International Journal of Island Affairs, February 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu penggilingan dengan metode ball mill dan fraksinasi cyclone memberikan pengaruh nyata pada taraf ( α

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antioksidan -karoten dan glutation dengan berbagai konsentrasi yang ditambahkan ke dalam pengencer tris kuning telur

Pada umumnya produk turunan dari olahan daging ayam, diproduksi oleh para pelaku usaha baik dari skala industri, UKM hingga Pedagang Kaki Lima (PKL).Dengan kata lain produk

Adapun besarnya nilai enthalpi dinyatakan dengan suatu tabel dan persamaan enthalpi yang tergantung pada temperatur pirolisis serta kondisi spesifik yang lain,

Indikator terukur dalam penelitian ini adalah: (1) persentase kebuntingan kerbau betina yang di IB dengan spermatozoa beku kerbau di Aceh meningkat, (2)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian Bogor.. An

Sec4p berperan sebagai transport vesikel untuk menargetkan vesikel sekresi ke membran plasma pada proses pasca-Golgi dalam sekresi protein pada ragi dan selanjutnya

Pangandaran sebagai kabupaten bentukan baru, sebelum terlanjur mengulangi kegagalan pembangunan seperti terjadi pada kabupaten-kabupaten lainnya, harus sejak awal