LAPORAN AKHIR
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
PENGEMBANGAN APLIKASI REPOSITORI PENGENALAN MOTIF
BATIK INDONESIA BERBASIS CLUSTERING KEYPOINT PADA
RUANG HOUGH
Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
Ketua Tim Peneliti
Prof. Dr. Ir. Aniati M. Arymurthy, M.Sc/ 0029054802
Ida Nurhaida, Dr., MT / 0310047103
Mohamad Ivan Fanany, Dr.Eng
./
0314027102
2
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
Judul : Pengembangan Aplikasi Repositori Pengenalan Motif Batik Indonesia berbasis Clustering Keypoint Pada Ruang Hough
Peneliti/Pelaksana
A. Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir. ANIATI MURNI ARYMURTHY, M.Sc
B. NIDN : 0029054802
C. Jabatan Fungsional : Guru Besar D. Program Studi : Ilmu Komputer
E. Nomor HP : 0811888154
F. Surel (e-mail) : aniati@cs.ui.ac.id
Anggota Peneliti (1)
A. Nama Lengkap : IDA NURHAIDA, Dr., MT.
B. NIDN : 0310047103
C. Perguruan Tinggi : Universitas Mercu Buana
Anggota Peneliti (2)
A. Nama Lengkap : MOHAMAD IVAN FANANY, Dr.Eng.
B. NIDN : 0314027102
C. Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia
Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari Rancana 2 Tahun
Biaya Tahun Berjalan : Rp 209.200.000,00
Biaya Keseluruhan : Rp 428.400.000,00 Mengetahui,
Dekan, Ketua Peneliti,
(Mirna Andriani, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. Aniati Murni Arymurthy, M.Sc.)
NIP/NIK. NIP/NIK 194805291975012001
3
RINGKASAN
Batik adalah metode dekorasi tekstil yang telah dilakukan sejak lama di beberapa bagian negara Asia. Indonesia termasuk salah satu pelopor bagi teknik membatik yang bermula dari Pulau Jawa, hingga akhirnya menyebar ke negara-negara Eropa. Perpaduan antara motif batik dengan kreasi teknik pewarnaan menghasilkan hasil karya seni batik yang indah dan menjadikan industri batik Indonesia berkembang pesat hingga merambah pasar manca negara. Hal ini mendorong kreatifitas para desainer untuk memadu padankan dengan motif-motif batik yang sudah ada sehingga banyak bermunculan motif-motif baru dan diaplikasikan pada karya seni batik. Untuk menjaga kelestarian budaya batik sangat diperlukan adanya dokumentasi digital yang memuat motif-motif batik dari pola geometris dan non geometris. Pemanfaatan teknologi informasi dalam bentuk sistem repositori motif batik dapat mendukung industri kreatif karena sistem ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan bagi perkembangan elemen-elemen desain motif batik.
Laporan akhir ini berisi penjelasan tentang hasil yang telah dicapai terkait penelitian pengenalan motif batik dengan luaran berupa prototype sistem dan aplikasi repositori motif batik, khususnya pola geometris. Tahapan penelitian yang telah dicapai mencakup hasil studi mendalam tentang karakteristik motif batik. Pengembangan algoritma berdasarkan metode ekstraksi fitur dan post processing didasarkan pada permasalahan utama yang dihadapi dalam pengenalan motif batik. Adanya kemiripan motif dan kemunculan suatu motif secara berulang dengan lokasi, skala, dan orientasi yang berbeda dapat menyebabkan adanya kesalahan pengenalan dan kesalahan klasifikasi. Oleh karenanya proses pencocokan deskriptor citra yang diperoleh melalui ekstraksi fitur, harus dapat dilakukan dengan baik sehingga kualitas pengenalan motif batik menjadi lebih baik. Hasil yang diharapkan pada penelitian tahun pertama ini adalah luaran berupa publikasi ilmiah, prototype aplikasi berbasis web dan pengembangan basis data citra motif batik Indonesia. Kehandalan sistem dalam melakukan pengenalan diindikasikan dengan ketepatan dalam menentukan jumlah obyek yang terdapat pada citra query dan mampu mengenali obyek motif walaupun telah mengalami transformasi geometris melalui perpindahan posisi, rasio skala, dan perubahan orientasi.
Kata Kunci : Batik, motif, ekstraksi fitur, SIFT, pencocokan keypoint, voting keypoint, ruang Hough, clustering, DBSCAN
4
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kemajuan Hibah Penelitian Terapan Kemenristekdikti dengan skema Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT). Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari upaya kontribusi terhadap bidang seni dan budaya Batik yang
memiliki nilai ekonomis dan sejarah bernilai tinggi, serta Ilmu
Komputer/Informatika. Kontribusi utama yang kami lakukan terutama terkait
dokumentasi digital motif batik dengan konsep pengenalan motif batik yang belum
pernah dibangun sebelumnya.
Hingga saat laporan kemajuan ini dibuat, penelitian ini berjalan sesuai dengan
tahapan-tahapan yang telah direncanakan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penelitian ini telah melibatkan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada:1.
Ibu Asti Suryo Astuti, SH., M.Kn, PT. Danar Hadi Indonesia, yang telah memberikan kesempatan dan bantuan sebagai penyedia data citra riil motif batik.2.
Kemenristekdikti dan DRPM UI atas kesempatan yang telah diberikan untuk mengikuti kegiatan Penelitian Terapan dengan skema PUPT ini.3.
Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu dan telah memberikan dukungan dan bantuan pelaksanaan penelitian ini.Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang computer vision.
Depok, Oktober 2016 Tim Peneliti
5
DAFTAR ISI
RINGKASAN ... 2 PRAKATA ... 4 DAFTAR ISI ... 5 DAFTAR GAMBAR ... 7 BAB 1 PENDAHULUAN ... 9 1.1 Latar Belakang ... 9 1.2 Perumusan Masalah ... 14BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 16
2.1 Pengenalan Obyek ... 16
2.2 Deteksi Simetri ... 18
2.3 Ekstraksi Fitur ... 21
2.3.1 Gabor Filter ... 21
2.3.2 Log Gabor Filter ... 22
2.3.3 Grey Level Cooccurrence Metrices ... 23
2.3.4 Local Binary Pattern ... 24
2.3.5 Scale Invariant Feature Transform... 25
2.4 Metode Pencocokan ... 25
2.5 Voting Hough Transform ... 26
2.6 Clustering ... 27
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 29
3.1 Tujuan Penelitian... 29
3.2 Keutamaan Penelitian ... 29
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 31
4.1 Dataset... 32
4.2 Ekstraksi Fitur menggunakan SIFT ... 32
4.3 Metode Pencocokan ... 33
4.4 Proyeksi ke Ruang Hough ... 33
4.5 Menentukan Multiple Peaks berdasarkan Voting Keypoint pada Ruang Hough ... 34
4.6 Penentuan Jumlah Obyek Motif Batik ... 34
4.7 Evaluasi Jumlah Obyek yang Ditemukan ... 34
4.8 Future Work - Membangun Sistem Pengenalan Motif Batik Indonesia... 35
6
4.10 Luaran yang ingin dicapai ... 36
BAB 5 HASIL YANG DICAPAI ... 38
5.1 Kegiatan yang dilakukan pada Tahun 1 ... 38
5.2 Hasil yang telah dicapai per Oktober 2016 ... 38
5.2.1 Hasil analisis terhadap Karakteristik Motif Batik ... 38
5.2.2 Penentuan Metode Ekstraksi Fitur ... 39
5.2.3 Metode Pencocokan Keypoint ... 39
5.2.4 Metode Voting dan Clustering pada Ruang Hough ... 39
5.2.5 Model Pengenalan Motif Batik ... 40
5.2.6 Data dan Implementasi ... 45
5.3 Hasil dan Diskusi ... 50
5.4 Pengembangan Aplikasi Repositori Motif Batik Indonesia ... 58
5.4.1 Pengambilan Data Motif Batik Indonesia di Museum Batik Kuno Danar Hadi ... 58
5.4.2 Pengembangan Basis Data Batik. ... 60
5.4.3 Progres Pengembangan Aplikasi Web untuk Pengenalan Batik. ... 65
5.5. Luaran yang telah dicapai ... 66
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ... 68
6.1 Taksonomi Motif Batik Indonesia ... 68
6.2 Analisis dan perancangan aplikasi Sistem Repository Digital Motif Batik Indonesia ... 68
6.3 Luaran yang ingin Dicapai pada Penelitian Tahun 2 ... 69
BAB 7 KESIMPULAN ... 70
7.1 Kesimpulan ... 70
7.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
FORMULIR EVALUASI ATAS CAPAIAN LUARAN KEGIATAN ... 77
LAMPIRAN BUKTI LUARAN ... 82
PERSONALIA TIM PENELITI ... 150
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Alat-Alat Pembuat Motif Batik... 10
Gambar 1.2 Motif (a) Ceplok Blibar (b) Kawung Picis (c) Lereng Udan Riris [3]... 12
Gambar 1.3 Motif (a) Nitik (b) Parang Curiga ... 13
Gambar 2.1 Komponen-komponen sistem pengenalan obyek ... 17
Gambar 2.2 Perbandingan fungsi Gabor dan Log Gabor filter (Field, 1987) ... 23
Gambar 2.3 Contoh perhitungan LBP ... 25
Gambar 2.4. Tahapan Clustering [40] ... 27
Gambar 4.1. Tahapan penelitian yang diusulkan ... 31
Gambar 4.2. Diagram aplikasi repositori motif batik Indonesia ... 32
Gambar 4.3. Representasi numerik keypoint SIFT... 33
Gambar 4.4. Perencanaan tahapan keluaran yang dihasilkan ... 37
Gambar 5.1. Blok diagram pengenalan motif batik ... 41
Gambar 5.2. Proses pengurutan hasil voting pada akumulator array ... 43
Gambar 5.3. Data set eksperimen deteksi motif batik ... 46
Gambar 5.4. Contoh data set Skenario 1 ... 47
Gambar 5.5. Data set skenario 2 citra kueri dengan 5 obyek motif batik ... 47
Gambar 5.6. Data set skenario 3 citra kueri 125-LRG011-Lereng Prana Jiwo_randommotif_5.jpg ... 48
Gambar 5.7. Data set skenario 4 citra kueri 001-CPK001-Arum Dalu-scen4-16.jpg ... 49
Gambar 5.8. Data set skenario 1 – noise citra kueri 010-CPK005-Budi Luhur1-noise-0.4.png ... 49
Gambar 5.9. Data set skenario 2 – noise citra kueri 098-KWG002-Kawung Beton_randomscalerot_noise_5 ... 50
Gambar 5.10. Suasana di Museum Batik Kuno Danar Hadi... 59
Gambar 5.11. Ibu Asti dan Ibu Ida dalam kunjungan ke Museum Batik Kuno Danar Hadi ... 59
Gambar 5.12. Kegiatan membatik dengan canting ... 60
Gambar 5.13. Ilustrasi kemunculan 3 kategori data batik dalam sebuah kain ... 62
Gambar 5.14. ERD basis data citra batik... 64
Gambar 5.15. Rancangan sistem perolehan citra batik ... 63
Gambar 5.16. Arsitektur aplikasi Pengenalan Motif Batik Indonesia ... 65
8
Gambar 5.18. Antar muka hasil pengenalan batik ... 66
Gambar 7.1. Rancangan ERD Data Citra Batik ... 140
Gambar 7.2. Sistem Basis Data untuk Data Citra Batik ... 140
Gambar 7.3. Halaman utama aplikasi pengenalan batik ... 142
Gambar 7.4. Conotoh hasil pengenalan ... 142
Gambar 7.5. Halaman login pengguna ... 142
Gambar 7.6. Halaman daftar motif batik ... 143
Gambar 7.7 Arsitektur umum aplikasi pengenalan batik ... 145
Gambar 7.8. Arsitektur client dan server aplikasi pengenalan batik ... 146
Gambar 7.9. Antarmuka halaman utama fitur pengenalan motif batik ... 147
Gambar 7.10. Menampilkan gambar pilihan user... 148
Gambar 7.11. Hasil pengenalan gambar batik ... 148
Gambar 7.12. Halaman daftar motif batik ... 149
9
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada sebagian besar masyarakat Asia, Indonesia memberikan pengaruh
yang sangat besar pada teknik dekorasi tekstil [1]. Industri garmen dan tekstil
lainnya sering kali menggunakan simbol-simbol yang bernilai filosofi dan
diekspresikan dalam bentuk warna dan ornamen-ornamen tertentu yang digunakan
pada desain kain [2]. Pola-pola tersebut berkaitan dengan fungsi-fungsi religi atau
menunjukkan tingkat sosial pemiliknya. Berbeda halnya dengan desain tekstil,
material yang digunakan juga memegang peranan penting. Kain sutra memiliki nilai
yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan katun. Disamping itu penggunaan
hiasan tambahan, seperti benang emas dan motif prada, menunjukkan tingkat sosial
yang lebih tinggi.
Batik Indonesia merupakan pelopor dalam industri dekorasi tekstil yang
memiliki variasi jumlah ragam yang banyak di Asia Tenggara [3], [4]. Pengaruh ini
dirasakan hingga ke manca negara. Sarung batik dan kain panjang sudah diproduksi
selama beberapa abad dan umum dikenakan sebagai pakaian sehari-hari. Namun
batik menunjukkan tingkatan eksklusif berdasarkan aturan-aturan tertentu pihak
keraton di Cirebon, Surakarta, dan Yogyakarta dengan membatasi penggunaan
motif-motif tertentu untuk kalangan umum. Setelah kemerdekaan Indonesia
diproklamirkan, pihak keraton tetap menduduki posisi sebagai kalangan terhormat
dan masih menunjukkan pengaruh sosial walaupun otoritas secara hukum sudah
jauh berkurang. Pembatasan penggunaan batik sudah tidak berlaku lagi sehingga
setiap orang dapat menggunakan kain batik berikut desainnya secara bebas. Akan
tetapi pihak generasi muda keraton tetap dididik untuk mempertahankan desain
klasik yang merupakan elemen-elemen utama pada kekayaan budaya yang berasal
dari keraton tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan rasa cinta dan rasa
persatuan terhadap identitas nasional pemerintah menerapkan strategi dengan
menyatakan kain panjang dengan kebaya dan selendang merupana kostum nasional
bagi wanita indonesia. Baju batik, walaupun berpotongan dipengaruhi mode barat,
10
(a) Alat stamp batik cap
(b) Canting
Gambar 1.1 Alat-Alat Pembuat Motif Batik
namun menjadi sangat populer di Indonesia dan negara-negara lainnya sebagai
pakaian informal untuk pria.
Proses pembuatan batik dilakukan dengan mengaplikasikan malam
menggunakan canting. Canting terdiri dari berbentuk seperti pensil yang terbuat
dari tembaga dengan wadah penampung malam cair panas pada kain katun.
Seniman batik menggambar motif dengan canting sehingga dapat menuangkan
imajinasi secara bebas pada selembar kain. Peralatan canting pertama kali
ditemukan pada awal abad ke 17 dan menjadi bagian penting dalam perkembangan
teknik dan desain batik. Selain canting, penggunaan cap juga merupakan penemuan
revolusioner dalam teknik membatik. Alat ini terbuat dari tembaga dengan bentuk
tertentu yang disolder ke pelat besi.
Batik merupakan salah satu kekayaan dan aset budaya yang memiliki nilai
ekonomis dan sejarah bernilai tinggi sehingga perlu dilestarikan. Desain batik
bersifat dinamis dan selalu berkembang seiring dengan trend mode. Perkembangan
pesat dimulai pada pertengahan era abad ke 20 di lingkungan industri mode lokal.
Para desainer mulai sering menggunakan elemen-elemen desain batik menjadi
pakaian. Perkembangan industri mode dunia juga mempengaruhi industri tekstil
regional. Kemiripan desain motif batik yang berasal Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan India dapat
11
menimbulkan kerancuan antara motif batik asli Indonesia dengan motif yang
berasal dari negara lain. Negara Malaysia dan Singapura juga telah menggunakan
elemen-elemen desain batiknya sebagai identitas lokal. Disamping itu tidak adanya
dokumentasi digital motif batik Indonesia mengancam kelestarian budaya batik
karena berpotensi dapat diklaim oleh negara lain. Batik Indonesia telah diakui
secara formal sebagai warisan budaya oleh UNESCO pada tanggal 8 September
2009 di Abu Dhabi. Batik Indonesia memiliki teknik, simbol-simbol, dan kultur
yang tidak dapat dipisahkan dari falsafah hidup bangsa Indonesia. Keberagaman
motif batik datang dari berbagai wilayah propinsi menjadikan Indonesia layak
dijadikan sebagai sumber kultur batik di dunia. Kebanggaan terhadap budaya dan
kearifan lokalnya dapat menjadikan warisan budaya tersebut akan selalu hidup di
tengah-tengah masyarakat. Banyaknya warisan budaya Indonesia yang perlu dijaga
kelestariannya merupakan jati diri dan identitas bangsa yang perlu diwariskan
kepada anak cucu sepertinya halnya batik.
Teknologi informasi sangat mendukung program pemerintah dalam
melestarikan budaya batik. Perkembangan bidang teknologi informasi menjadi
pemicu bagi wacana industri kreatif yang saat ini telah menjadi fenomena global.
Pengembangan sistem repositori digital motif batik dapat menjadi acuan dalam
pengembangan desain motif batik yang nantinya diaplikasikan dalam berbagai
bentuk produk kerajinan dan industri mode yang mampu merambah pangsa pasar
manca negara. Penelitian yang mendalam berkaitan dengan proses pengenalan pola
batik secara otomatis berdasarkan jenis motifnya sangat perlu dikembangkan
mengingat beragam jenis motif batik dengan karakteristik khusus yang dimilikinya
menjadikan proses pengenalan menjadi sangat rumit. Proses pengenalan ini
dilakukan berdasarkan karakteristik dasar tiap motif sebagai instance individual
yang berbeda-beda. Pada computer vision, identifikasi secara individu dilakukan
dengan pengenalan yang mengacu kepada persepsi obyek secara spesifik menurut
kelas tertentu [5]. Hal ini dilakukan terhadap citra yang berbeda namun
menggambarkan obyek yang sama walaupun dari sudut pandang yang berbeda.
Pengelompokan dan pengenalan dapat dilakukan di dalam benak manusia secara
alamiah namun sangat sulit jika dilakukan dengan menggunakan model komputasi
dan sistem tiruan [6].
12
Pada batik memiliki ornamen tertentu yang bersifat geometris dan non
geometris. Terdapat beberapa kelompok dalam pola geometris yaitu ceplok,
Kawung, Parang, Lereng, dan Nitik. Sedangkan motif non geometris terdiri dari
motif Lung lungan, Semen, Pagersari, Taplak Meja dan Wayang. Penelitian ini
difokuskan pada pengenalan motif batik geometris. Dalam ragam hias motif batik
geometris selalu ada unsur simetri dari motif yang merupakan pola bentukan
garis-garis silang, bintang, persegi panjang, persegi sama sisi, jajaran genjang, bentuk
segitiga tumpul, dan bentuk-bentuk lain yang disusun dalam tatanan garis [3].
Bentuk motif batik kelompok ceplok pada umumnya disusun dalam tatanan persegi.
Motif kawung merupakan ornamen geometris lingkaran yang dijajarkan dan
ditumpuk membentuk potongan elips. Motif lereng dan parang digambar pada
bidang diantara garis-garis miring. Untuk membuat pola lereng atau parang dibuat
garis kotak yang ukuran sisi-sisinya sama panjang dengan posisi diagonal miring
45
0. Pola nitik mirip dengan gambar tenun dan anyaman berupa titik dan garis
pendek berbentuk segi empat secara simetris.
Permasalahan yang ingin diselesaikan terhadap motif batik tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan klasifikasi. Hal ini mengingat bahwa dalam satu kain
batik bisa terdiri dari beberapa motif batik sehingga pendekatan klasifikasi tidak
sesuai karena sulit menentukan kelas dari motif kain tersebut jika berdasarkan
kandungan motifnya. Pendekatan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah
pengenalan obyek motif batik tertentu berdasarkan kemunculannya pada suatu kain
batik.
(a)
(b)
(c)
13
(a)
(b)
Gambar 1.3 Motif (a) Nitik (b) Parang Curiga
Secara keseluruhan motif-motif tersebut memiliki pengulangan yang
muncul di beberapa bagian kain. Adanya karakteristik batik yang memiliki unsur
simetri dan kemunculan pola-pola tertentu yang sama pada batik secara berulang
merupakan permasalahan yang harus diatasi dalam melakukan pengenalan motif
batik. Disamping itu, adanya perbedaan ukuran obyek motif dan obyek motif yang
telah berotasi menambah tingkat kompleksitas system. Kemiripan fitur-fitur yang
dihasilkan oleh metode ekstraksi fitur dalam bentuk deskriptor lokal dalam
melakukan penemuan motif tertentu antara citra dan citra query sangat
memungkinkan terjadinya kesalahan pencocokan yang berujung kepada
pengenalan motif batik yang tidak tepat. Permasalahan pengenalan yang telah
diuraikan tersebut memberikan motivasi bagi kami untuk mengatasi permasalahan
menghilangkan simetri pada motif batik, dan menangani kemunculan beberapa pola
batik secara berulang.
Penelitian terkait dengan klasifikasi batik telah dilakukan. Riset [7]
membandingkan kinerja fitur texture tunggal pada domain citra digital motif batik.
Pada studi tersebut motif batik yang telah diidentifikasi dibandingkan dengan motif
batik pada basis data. Akurasi tertinggi diperoleh melalui metode Grey Level
Cooccurrence Matrices (GLCM) mencapai 80%. Riset [8] menggunakan kesamaan
bentuk dan karakteristik tekstur untuk menampilkan motif batik. Paper ini
menggunakan deteksi tepi dan momen invarian bentuk sebagai fiturnya. Algoritma
14
ambang (threshold) digunakan untuk melakukan proses retrieve citra berdasarkan
nilai tertinggi dari representasi setiap citra query. Kinerja terbaik dari precision dan
recall mencapai 70% dan 75%. Pada studi selanjutnya batik motif retrieval, hasil
terbaik untuk precision dan recall secara berturut-turut adalah 74% dan 89% [9].
Studi ini menggunakan fitur orientasi tepi yang dikombinasikan dengan deskriptor
struktur mikro untuk meningkatkan kinerja proses retrieval. Rangkuti, et al [10]
melaporkan penggunaan deteksi tepi pada citra input, wavelet sebagai fitur tekstur,
dan metode invarian moment sebagai fitur bentuk. Kinerja yang dihasilkan rata-rata
mencapai 90% - 92%. Loke [11] menggunakan dekomposisi metode ekstraksi fitur
tingkat rendah Grey Level Co-occurrence Metrics (GLCM) untuk pengenalan batik
dan songket dari Negara Malaysia. Sanabila [12] menggunakan metode keyblock
frames dan transformasi Hough untuk pencocokan template dan mendeteksi
kemunculan motif batik tertentu. Hasil yang diperoleh cukup baik namun biaya
komputasi yang diperlukan tinggi. Metode klasifikasi menggunakan K-mean
clustering menggunakan esktraksi fitur Log Gabor filter dan Color Histogram juga
telah dilakukan untuk menambah tingkat perolehan informasi untuk motif batik
berdasarkan asal wilayah [13].
Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diselesaikan pada penelitian ini dirumuskan dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana mendefinisikan pola batik yang akan diidentifikasi secara otomatis
berbasis komputer?
2. Terkait pola dasar dan komponen pembentuk motif batik, bagaimana
melakukan karakterisasi terhadap suatu pola batik yang memiliki detail dengan
elemen-elemen penyusun motif terdiri dari beberapa motif tertentu? Dianggap
perlu ada persamaan persepsi dalam memandang suatu motif dan
komponen-komponen yang ada di dalamnya, apakah akan dianggap sebagai satu template
secara utuh, atau dipandang berdasarkan elemen-elemen penyusun dari
template tersebut.
3. Bagaimana melakukan ekstraksi terhadap fitur lokal dari citra template dan citra
query batik menggunakan metode Scale Invariant Feature Transform (SIFT)?
15
4. Bagaimana melakukan pencocokan keypoint dari citra query dibandingkan
dengan citra template yang disimpan pada basis data? Apakah SIFT memiliki
kemampuan untuk menemukan pola yang sama antara citra query dan citra
template mengingat motif batik dapat memiliki bermacam-macam varian?
Konten yang tidak diketahui dari citra query akan diklasifikasikan dimana
fitur-fitur SIFT yang telah diekstraksi dari citra query dibandingkan fitur-fitur-fitur-fitur SIFT
yang telah disimpan di basis data.
5. Berdasarkan karakteristik motif batik, bagaimana menangani kemunculan
beberapa obyek yang sama secara berulang pada motif batik? Jumlah
korespondensi fitur-fitur SIFT antara setiap citra template dan citra query yang
telah disimpan diproyeksikan ke ruang Hough dan menghasilkan cluster yang
merupakan hasil pencocokan fitur untuk setiap instance obyek yang terdapat
pada citra. Oleh karena itu setiap kelas obyek masing-masing memiliki ruang
Hough. Kondisi voting terhadap transformasi geometri untuk suatu konfigurasi
tertentu bisa jadi terpecah karena masuk ke dalam bin yang berbeda sehingga
diperlukan penanganan khusus untuk menyatukan voting dengan konfigurasi
terdekat untuk memperkuat hasil voting terhadap keberadaan suatu obyek.
6. Bagaimana
melakukan
deteksi
terhadap
beberapa
puncak
yang
merepresentasikan banyaknya obyek dalam rangka melokalisir informasi yang
berasal dari beberapa instance obyek yang sama?
7. Bagaimana menghilangkan outlier berdasarkan kondisi-kondisi yang telah
ditetapkan sebelumnya?
8. Bagaimana mengatasi permasalahan perbedaan representasi obyek untuk jenis
data yang berbeda? Data sintetik motif batik dan data citra digital dapat
memberikan representasi yang berbeda terhadap hasil ekstraksi fitur SIFT. Oleh
karena itu diperlukan cara khusus untuk mengatasi permasalahan tersebut.
9. Bagaimana mengembangkan aplikasi pengenalan motif batik dalam bentuk
sistem repositori yang menampung dokumentasi digital motif batik dengan pola
geometris? Aplikasi repositori ini dapat menyimpan citra motif batik dalam
jumlah ribuan dan memiliki user interface yang memungkinkan untuk
dilakukan tag dengan kata kunci yang efektif, seperti halnya browse images
dengan menggunakan kata kunci (tag). Disamping itu, aplikasi ini dapat diakses
melalui PC, laptop, smartphone, dan gadget lainnya.
16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengenalan Obyek
Pengelompokan secara visual merupakan representasi obyek berdasarkan
karateristik dasar yang telah diekstraksi menggunakan metode komputasional yang
ada. Secara umum proses pengenalan diawali dengan proses ekstraksi fitur-fitur
dari citra. Fitur-fitur tersebut digunakan selama fase pembelajaran untuk
membentuk representasi obyek yang baru. Selanjutnya obyek-obyek akan
diklasifikasikan dan dikenali berdasarkan representasi fiturnya masing-masing
[14][15].
Pemilihan fitur dan representasi obyek merupakan aspek yang sangat
penting dalam melakukan pengenalan. Proses ini memfasilitasi aspek-aspek
identifikasi yang terdapat pada obyek di kelas yang sama. Meskipun sangat
bervariasi, namun pemilihan tetap mendukung diskriminasi antar obyek dan antar
kelas walaupun bisa jadi sangat mirip. Pengenalan terhadap suatu obyek dilakukan
dengan mencari obyek-obyek tertentu pada citra dengan menggunakan
model-model yang sudah ditentukan sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan memberikan
label pada obyek yang ingin diketahui. Apabila pada citra terdapat satu atau lebih
obyek dengan latar belakang dan sekumpulan label yang yang berkorespondensi
dengan serangkaian model yang ada pada sistem, maka sistem akan memberikan
label yang tepat pada setiap area pada gambar.
Informasi visual yang sepenuhnya diakui penting telah digunakan oleh
praktisi dan peneliti sebagai kakas untuk mendefinisikan area tertentu. Hal ini
berarti bahwa perkembangan teknologi komputer secara terus menerus, baik dari
sisi kecepatan prosesor, kapasitas penyimpanan, maupun perangkat akuisisi yang
makin baik (misalnya kamera dan scanner), merupakan cara untuk melakukan
diseminasi teknik pencitraan melalui sejumlah besar aplikasi-aplikasi praktis pada
berbagai area penelitian. Hal tersebut diikuti pula dengan konsep dan algoritma
yang makin baik sehingga mengurangi biaya komputasi.
17
Beberapa sistem pengenalan obyek telah dikembangkan dan dievaluasi
dengan kondisi dimana model obyek disimpan pada basis data dengan jumlah yang
besar [16]. Umumnya sistem menyimpan model secara independen dan selanjutnya
waktu pengenalan dapat diperkirakan akan bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah obyek model. Terdapat beberapa sistem yang secara eksplisit
menggunakan simetri model obyek untuk membangun sistem pengenalan obyek
yang efisien. Gambar 2.1. memperlihatkan alur informasi antar komponen dalam
sistem pengenalan obyek.
Gambar 2.1 Komponen-komponen sistem pengenalan obyek
Sistem pengenalan obyek harus memiliki komponen-komponen berikut dalam
melaksanakan fungsinu sebagai berikut :.
• Ekstraksi Fitur
Fitur berisi atribut obyek yang digunakan untuk melakukan pengenalan
obyek tertentu. Ukuran, warna, dan bentuk adalah fitur-fitur yang sering
digunakan. Proses ekstraksi fitur diimplementasikan pada citra dan
mengidentifikasi letak dimana fitur berada. Informasi ini digunakan untuk
membuat hipotesa tentang obyek.
• Pembentukan Hipotesa
Fitur-fitur yang digunakan oleh sistem bergantung kepada jenis obyek yang
akan dikenal dana pengaturan dari basis data template. Dengan
menggunakan fitur-fitur yang telah dideteksi pada citra, maka hypothesizer
menentukan tingkat kemiripan obyek yang ada pada scene. Tahapan ini
Ekstraksi Fitur
Pembentukan
hipotesa Verifikasi Hipotesa
Template yang disimpan pada basis data Citra Fitur Citra Kandidat Obyek Kelas Obyek
18
digunakan untuk mengurangi ruang lingkup pencarian bagi pengenalan
yang menggunakan fitur-fitur tertentu.
• Verifikasi Hipotesa
Tahapan ini menggunakan template obyek yang melakukan verifikasi
terhadap hipotesa dan memperjelas probabilitas terhadap hipotesa obyek.
Sistem memilih obyek dengan probabilitas tertinggi berdasarkan fakta-fakta
terkait dengan obyek yang benar. Seluruh sistem pengenalan obyek secara
eksplisit maupun implisit menggunakan template dan pendeteksi fitur pada
seluruh template obyek. Pembentukan hipotesa dan verifikasi komponen
bervariasi berdasarkan keutamaan pendekatan-pendekatan yang berbeda
pada pengenalan obyek.
• Template yang disimpan pada basis data
Basis data template berisi seluruh template yang telah diketahui oleh sistem.
Informasi yang disimpan bergantung pada pendekatan yang digunakan
dalam melakukan pengenalan obyek. Basis data template menggunakan
skema index.
Penelitian [17] pada active binocular vision system mampu mendeteksi
sampai dengan 6 (enam) obyek dengan melakukan lokalisasi beberapa obyek pada
kelas yang sama. Hal ini dilakukan dengan memodifikasi pendekatan standard
Hough Transform. [18] melakukan pendekatan untuk mendeteksi dan melokalisasi
obyek ganda melalui aplikasi pick-and-place menggunakan metode ekstraksi
kkeypoint SIFT dan mean shift clustering. Mean shift clustering mengelompokkan
keypoint SIFT yang berkorespondensi antara model obyek dan citra ke dalam
potential object instances yang potensial dengan performa real-time. Sistem ini
memberikan hasil yang baik dari sisi fleksibilitas, akurasi, dan presisi penentuan
posisi obyek.
Deteksi Simetri
Permasalahan simetri merupakan fenomena yang terjadi secara natural pada
bentuk-bentuk terkait dengan artefak dan arsitektur, Simetri bersifat atraktif baik
secara estetika maupun sebagai bagian yang menarik perhatian secara visual [19].
Simetri menyeimbangkan dan menampilkan obyek dalam bentuk kesatuan atau
19
pun tersebar. Dengan beberapa skala dan bentuk yang berbeda, kondisi simetri
merupakan struktur yang banyak ditemukan pada berbagai obyek natural dan scene
buatan manusia [20]. Manusia memiliki kemampuan untuk memahami simetri pada
obyek dan gambar. Adanya kecenderungan untuk membangun bangunan dan
benda-benda lain menunjukkan cakupan simetri baik secara lokal maupun simetri
global. Dalam visi komputer, analisis simetri merupakan masalah yang menarik
untuk diteliti karena menjadi suatu cara untuk mewakili gambar [21]. Secara
khusus, simetri adalah fitur yang berpotensi stabil dan kuat dari suatu gambar ketika
diterapkan di berbagai skala dan lokasi karena simetri bersifat deskriptif.
Keberhasilan metode-metode yang menggunakan feature point dalam computer
vision dilakukan dengan membuat mekanisme untuk mengelompokkan fitur-fitur
yang telah dihasilkan. Secara natural simetri juga melakukan hal yang sama [19].
Riset [19] melakukan metode pencocokan berbasis fitur menggunakan pasangan
poin simetri untuk pencocokan dengan menentukan sumbu simetri bilateral atau
pusat rotasi simetri. Pasangan ini dikelompokkan ke dalam fitur dengan fokus
simetri dominan yang mengidentifikasikan dominan simetri yang ada dan
kumpulan fitur-fitur yang berhubungan dengan setiap fokus simetri. Metode ini
menggunakan fitur descriptor dan detector yang bersifat independen sehingga
membutuhkan perhitungan yang seksama terhadap pencocokan yang bersifat
invarian rotasi dan orientasi untuk setiap fitur. Simetri pada seluruh orientasi dan
radius diperhitungkan secara simultan dan metode ini dapat mendeteksi beberapa
sumbu simetri, simetri rotasi, dan simetri figur pada latar belakang yang kompleks.
Permasalahan klasifikasi terhadap berbagai jenis simetri secara mayoritas
diatasi dengan menggunakan metode deteksi terhadap simetri pada citra difokuskan
kepada pencerminan, rotasi, dan translasi simetri. Pendekatan yang paling popular
digunakan untuk mendeteksi simetri adalah prosedur voting, seperti Hough
Transform, yang menghasilkan pasangan simetri dari fitur poin [22]. Permasalahan
simetri merupakan permasalahan yang menarik minat sejak lama. Dalam literature
computer vision penelitian yang mendeteksi simetri pada citra telah banyak
dilakukan sejak era 1970 [19]. Deteksi simetri telah digunakan untuk berbagai
aplikasi, termasuk analisa raut wajah, mendeteksi kendaraan, rekonstruksi,
mengindex citra pada basis data secara visual, menyempurnakan bentuk,
20
mendeteksi obyek dan mendeteksi tumor pada citra medis [23]. Yang menjadi
permasalahan pada deteksi simetri adalah bagaimana menemukan cakupan obyek
dengan ukuran yang tidak diketahui, ketika obyek flipped dengan posisi sumbu
yang tidak diketahui ataupun diputar dengan titik yang juga tidak diketahui, maka
apakah akan sama dengan area lain dengan jarak yang juga tidak diketahui. Dengan
begitu banyaknya parameter yang tidak diketahui maka deteksi simetri merupakan
permasalahan yang kompleks.
Permasalahan simetri merupakan permasalahan yang menarik minat sejak
lama. Dalam literature computer vision penelitian yang mendeteksi simetri pada
citra telah banyak dilakukan sejak era 1970 [19]. Deteksi simetri telah digunakan
untuk berbagai aplikasi, termasuk analisa raut wajah, mendeteksi kendaraan,
rekonstruksi, mengindex citra pada basis data secara visual, menyempurnakan
bentuk, mendeteksi obyek dan mendeteksi tumor pada citra medis. Yang menjadi
permasalahan pada deteksi simetri adalah bagaimana menemukan cakupan obyek
dengan ukuran yang tidak diketahui, ketika obyek flipped dengan posisi sumbu
yang tidak diketahui ataupun diputar dengan titik yang juga tidak diketahui, maka
apakah akan sama dengan area lain dengan jarak yang juga tidak diketahui. Dengan
begitu banyaknya parameter yang tidak diketahui maka deteksi simetri merupakan
permasalahan yang kompleks.
Beberapa peneliti telah melakukan beberapa pendekatan global terhadap
permasalahan tersebut dengan memperlakukan keseluruhan citra sebagai sinyal
yang berasal dari posisi simetri melalui analisa frekuensi. Riset [19] melakukan
pendekatan berdasarkan ide mencocokkan pasangan fitur poin yang simetris. Hal
ini dilakukan dengan menggunakan metode fitur poin modern yang efisien dan
handal. Jumlah simetri yang ditunjukkan oleh setiap pasangan akan diukur
berdasarkan lokasi relatif, orientasi dan skala dari pasangan fitur. Pasangan yang
simetri ini kemudian diakumulasikan ke dalam Hough voting space untuk
menentukan simetri dominan yang terdapat pada citra. Metode poin fitur secara
tipikal menentukan orientasi dan skala untuk setiap fitur dan menormalisasi
berdasarkan parameter-parameter untuk menghitung pencocokan orientasi dan
skala secara independen. Sifat fitur yang distinctive berdasarkan hasil pencocokan
21
yang telah diperoleh, bersama dengan karakter invariant terhadap rotasi membuat
metode pencocokan fitur poin paling sesuai untuk mendeteksi fitur simetri. Rotasi
dan translasi pasangan simteri dapat dideteksi dengan pencocokan langsung dari
fitur poin di dalam citra, dan potential mirror symmetric matches dapat diperoleh
dengan membangun 1 (satu) set mirrored feature descriptor dan mencocokkannya
dengan fitur orisinal deskriptor. Mirrored feature descriptor didefinisikan sebagai
duplikat deskriptor dari local image patches yang berhubungan dengan fitur poin
orisinal (pemilihan sumbu pencerminan secara acak). Pencocokan pasangan fitur
mirrored menghasilkan sekumpulan fitur poin yang sesuai. Setiap fitur akan
direpresentasikan dengan poin vektor yang menggambarkan lokasi dalam koordinat
x, y, orientasi
, dan skala s. Simetri kemudian dihitung secara langsung dari
pasangan-pasangan vektor poin.
Riset [20] menggunakan simetri untuk pencocokan citra melalui fitur lokal
yang diperoleh dari lokal simetri. Baik detektor fitur maupun deskriptor terlebih
dahulu didesain untuk architectural scenes berdasarkan skoring terhadap simetri
lokal pada seluruh lokasi dan skala pada citra. Fitur simetri tetap mempertahankan
lokal fitur yang ada, namun dengan tingkatan deskripsi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan fitur standar. Untuk menghitung fitur tersebut digunakan
perhitungan sederhana dari lokal simetri berdasarkan perbedaan analisis citra
melalui sumbu simetri. Perhitungan ini secara seksama dilakukan pada citra, dan
dilakukan pada skala yang berbeda, sedangkan skor setiap image patch berdasarkan
pada tiga jenis simetri: horizontal, vertical, dan rotasional. [20] mengusulkan
metode mendeteksi skala dari perhitungan lokal simetri dan menggunakannya
untuk mendefinisikan fitur detektor dengan memaksimalkan kelompok posisi
simetri dan skala. Pada penelitian tersebut diusulkan pula pembentukan fitur
deskriptor pada perhitungan simetri yang sama.
Ekstraksi Fitur
2.3.1 Gabor Filter
Frekuensi spasial dan orientasinya merupakan karakteristik penting dari tekstur pada citra. Karakteristik frekuensi dari citra dapat dianalisa menggunakan metode dekomposisi spektral seperti analisa Fourier. Gabor filter digunakan untuk pemodelan spasial yang menyajikan sifat simple cell pada visual cortex (Mirmehdi et al., 2008; Clausi & Deng,
22
2005; Clausi & Jernigan, 2000). Operasi filtering dilakukan dengan melakukan konvolusi citra dari citra asal dengan Gabor filter untuk menghasilkan citra yang baru yang berkorelasi dengan jumlah filter yang digunakan. 2D Gaussian envelop dimodulasikan dengan filter Gabor 2D pada gelombang sinusoidal yang kompleks. Filter Gabor 2D dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu : bagian riil sebagai komponen simetri dan bagian imajiner sebagai bagian komponen asimetri. Secara matematis fungsi Gabor 2D dapat diformulasikan sebagai (Clausi & Deng, 2005):
𝐺(𝑥, 𝑦, 𝑓, 𝜑) = 𝑓2 𝜋𝛾𝜂 𝑒 −(𝑓2 𝛾2𝑥 ′2+𝑓2 𝜂2𝑦 ′2)𝑒𝑖2𝜋𝑓𝑥′ (2.1) dimana : 𝑥′= 𝑥 cos 𝜑 + 𝑦 𝑠𝑖𝑛 𝜑 𝑦′ = −𝑥 sin 𝜑 + 𝑦 𝑐𝑜𝑠 𝜑
Pada persamaan 2.1. f adalah frekuensi gelombang sinusoidal, 𝜑 merepresentasikan orientasi yang berlawanan arah jarum jam dari Gaussian envelope dan sinusoidal, melambangkan parameter smoothing dari Gaussian envelope, dan 𝜂 mengindikasikan posisi orthogonal dari arah gelombang.
Jumlah total frekuensi 𝑛𝑓 dan jumlah total orientasi 𝑛𝑜 dari Gabor filter ditentukan
untuk melakukan desain Gabor filter bank. Kombinasi frekuensi dan orientasi menghasilkan bank Gabor filter. Clausi & Deng (2005) memilih frekuensi tertinggi 𝑓𝑚 =
√2/4 , empat frekuensi 𝑛𝑓 (22.63, 11.31, 5.66, dan 2.83 pixel per cycle) dan enam
orientasi 𝑛𝑜 (00, 300, 600, 900, 1200, dan 1500) untuk memfilter setiap citra kueri.
Keseluruhan filter ini bertujuan untuk melokalisir penghitungan informasi lokal.
2.3.2 Log Gabor Filter
Field mengusulkan Log Gabor filter sebagai modifikasi dari fungsi dasar Gabor [27]. Fungsi log ganjil dari Log Gabor filters pada dasarnya didefinisikan dalam domain frekuensi sebagai fungsi Gaussian yang mengalami perubahan (proses shifting) dari asalnya (Nava et. al., 2012). Gabor filter memerlukan waktu komputasi yang cukup lama karena beberapa arah orientasi dan frekuensi harus digunakan untuk menangani beragam karakteristik ukuran dan orientasi. Gabor filter memiliki kekurangan dalam hal bandwidth yang hanya memiliki maksimum 1 oktaf yang dapat didesain (Gosselin, 2006; Lajevardi & Lech, 2008; Nava et. al., 2011). Gambar 2.2. menunjukkan perbandingan fungsi Gabor dan Log Gabor filter. Log Gabor menjadi bagian dalam transformasi logaritma dari domain Gabor yang mengeliminasi komponen DC yang mengganggu pada medium dan high-pass
23
filter. Respon frekuensi berupa Gaussian pada sumbu log frekuensi. Null DC component selalu ditemukan dan dapat dioptimalkan untuk membentuk filter dengan tingkatan spasial minimum di dalam satu oktaf skala dengan skema multi resolusi. Log-Gabor filter terdiri atas dua komponen yaitu radial dan angular filter (Nava et. al., 2011).
Gambar 2.2 Perbandingan fungsi Gabor dan Log Gabor filter (Field,
1987)
Respon frekuensi Log Gabor filter dapat didefinisikan sebagai :
𝐺(𝑓) = exp (− [𝑙𝑜𝑔 (𝑓 𝑓0)] 2 /2 [𝑙𝑜𝑔 (𝑠 𝑓0)] 2 ) (2.2)
dimana 𝑓0 adalah frekuensi tengah dari filter dan 𝑠 adalah faktor skala dari radian
bandwidth [27].
2.3.3 Grey Level Cooccurrence Metrices
Grey Level Co-occurrence Matrices (GLCM) adalah metode yang sering digunakan untuk menganalisa tekstur citra (Mirmehdi et al., 2008). Ide dasar metode ini diusulkan oleh Haralick (1973) untuk membuat karakteristik homogen citra. Proses ekstraksi fitur GLCM memiliki dua tahapan utama yaitu pembentukan matriks co-occurrence dan proses penghitungan deskriptor terhadap matriks co-occurrence yang dihasilkan [34]. Statistik
24
orde dua diakumulasikan menjadi set matriks 2D dimana setiap perhitungan dua tingkat keabuan, i dan j, bergantung secara spasial. Jumlah atau frekuensi kemunculan dari i dan j, yang dipisahkan oleh jarak 𝛿 , memberikan kontribusi terhadap entri (i,j) matriks co-occurrence. Terdapat 3 (tiga) parameter yang perlu diperhatikan yaitu jarak (), arah (𝜗) dan ukuran jendela ketetanggaan yang digunakan untuk pembentukan matriks co-occurrence. Fitur tekstur seperti homogeneity, energy, entropy, contrast, dan correlation, berasal dari matriks co-occurrence.
• Contrast
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑡 = ∑𝑘𝑖=1∑𝑘𝑗=1(𝑃𝑖,𝑗)(𝑖 − 𝑗)2 (2.3)
dimana k = jumlah baris dan kolom. Kemungkinan dua piksel 𝑃(𝑖, 𝑗) diindikasikan memiliki tingkat keabuan yang berbeda (Aksoy & Haralick, 2002). Contrast mengukur invarian intensitas lokal dan bernilai tinggi ketika terdapat perbedaan tekstur yang kontras.
• Homogeneity atau Angular Second Moment (ASM)
𝐴𝑆𝑀 = ∑ ∑ (𝑃𝑖,𝑗) 2 𝑘 𝑗=1 𝑘 𝑖=1 (2.4)
Homogenitas citra diukur dengan menggunakan Angular Second Moment berdasarkan derajat keseragaman suatu tekstur pada sebuah citra.
• Inverse Difference Moment (IDM)
𝐼𝐷𝑀 = ∑ ∑ 1 1+(𝑖−𝑗)2 𝑘 𝑗=1 𝑘 𝑖=1 𝑃(𝑖, 𝑗) (2.5)
Homogenitas akan mempengaruhi nilai IDM. Nilai IDM akan kecil jika citra tidak homogen, sedangkan untuk citra homogen maka nilai IDM akan tinggi.
• Correlation
Correlation mengukur tingkat keabuan yang secara linier bergantung kepada spesifik posisi relatif piksel satu dengan yang lainnya.
𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = ∑ ∑ 𝑃(𝑖,𝑗) (𝑖−𝜇𝑖)(𝑗−𝜇𝑗) 𝜈𝑖𝜈𝑗 𝑘 𝑗=1 𝑘 𝑖=1 (2.6)
dimana𝜇𝑥 dan 𝜇𝑦 adalah nilai rata-rata dari baris i dan kolom j, dan 𝜈𝑥 dan 𝜈𝑦
adalah standar deviasi baris i dan kolom j.
2.3.4 Local Binary Pattern
Konsep dasar Local Binary Pattern (LBP) menyatakan bahwa dua aspek yang mempengaruhi tekstur citra adalah piksel dan ketetanggaannya (Pietikäinen, et al. 2011).
25
Operator LBP menggunakan nilai tengah sebagai referensi pada ketetanggaan berukuran 3×3. Nilai ambang adalah dari piksel tengah dimana nilai piksel akan diberikan nilai “0” apabila bernilai di bawah nilai ambang. Sedangkan jika nilai piksel di atas nilai ambang piksel tengah maka akan diberikan label nilai “1”. Terdapat total 256 label yang berbeda dihasilkan dari nilai relatif keabuan di titik tengah dan ketetanggaan piksel ketika nilai keabuan citra memiliki 8 bit integer. Nilai biner yang berkorespondensi dengan ketetanggaan akan dibaca secara berturutan searah jarum jam (lihat gambar 2.3). Selanjutnya bilangan biner akan dibentuk untuk mengkarakterisasi tekstur lokal. Kemudian pengurangan tingkat keabuan rata-rata di bawah piksel tengah dari tingkat keabuan diatas atau sama dengan piksel tengah akan menghasilkan contrast.
(a) Contoh (b) Nilai ambang (c) Pembobotan (d) Perhitungan LBP
Gambar 2.3 Contoh perhitungan LBP
2.3.5 Scale Invariant Feature Transform
SIFT merupakan salah satu teknik deteksi fitur dalam bidang computer
vision. Teknik ini mendeteksi suatu fitur penting, atau disebut keypoint dan
memiliki properti yang membuatnya dapat diandalkan untuk melakukan
pencocokan citra. Fitur tersebut invariant terhadap skala dan rotasi, translasi, sudut
pandang, dan pencahayaan. Lowe [37] membagi SIFT ke dalam empat tahapan
besar, yaitu: pendeteksian nilai ekstrim pada scale-space, lokalisasi keypoints,
pemberian nilai orientasi, dan keypoints deskriptor.
Berdasarkan implementasi standar Scale Invariant Feature Transform
(SIFT) yang diperkenalkan pertama kali oleh David Lowe pada tahun 2004, metode
SIFT menambahkan strategi pencarian secara visual pada tingkat tinggi [17]. Pada
bentuk asalnya sistem ini mampu melakukan pencarian secara otomatis untuk kelas
obyek tunggal dan melakukan pengenalan obyek pada citra dengan latar belakang
yang kompleks.
26
Pada dasarnya pencocokan dilakukan dengan menghitung jarak Euclidean.
Dengan pendefinisian suatu nilai ambang maka ciri-ciri yang terlalu jauh akan dapat
dihapus,tetapi hal ini tidak memuaskan dikarenakan kekuatan dari masing-masing
descriptor tidak sama. Dengan kata lain, sama-sama keypoint descriptor yang valid
namun kemampuan diskriminatifnya berbeda. Mengatasi permasalahan ini maka
Lowe menggunakan ukuran rasio antara terdekat pertama dan terdekat kedua. Hal
ini bekerja lebih baik karena diasumsikan keypoint deskriptor adalah ciri yang
sangat khusus sehingga hanya ada satu atau dengan kata lain terdekat pertama
secara signifikan akan lebih dekat dari pada terdekat kedua. Dengan asumsi ini
maka membuat hasil pencocokan yang handal. Lowe mendefinisikan nilai ambang
untuk dua buah keypoint dianggap cocok adalah kurang dari 0.8
Voting Hough Transform
Hough Transform digunakan untuk mengidentifikasi seluruh kluster dengan
paling sedikit 3 (tiga) entri pada bin [37][38]. Setiap kluster ditujukan sebagai
prosedur verifikasi dimana dilakukan solusi least-squares untuk memperoleh
proyeksi parameter terbaik berkaitan dengan citra query dan citra template. Pada
penelitian ini penulis menggali dan mengembangkan kemampuan sistem untuk
mendeteksi dan melakukan lokalisasi beberapa instances pada kelas obyek yang
sama. Sistem ini memanfaatkan prinsip Generalised Hough Transform (GHT)
untuk mendeteksi keberadaan obyek dengan menemukan fitur-fitur lokal pada
obyek yang disimpan sebagai template dan mendeteksi keberadaan obyek.
Pendekatan standar [37] secara implisit mengasumsikan bahwa terdapat instance
tunggal pada kelas obyek dari data observasi yang ada. Keterbatasan ini karena
ruang Hough Transform biasanya merepresentasikan histogram multi dimensi yang
dikuantisasi untuk menghasilkan satu puncak yang signifikan. Puncak ini
diinterpretasikan sebagai korespondensi pose transformasi diantara hasil
pencocokan fitur-fitur lokal yang telah disimpan dengan obyek yang dideteksi.
Kemampuan untuk mendeteksi dan melakukan lokalisasi secara simultan beberapa
instance dari kelas obyek yang sama menunjukkan bahwa pendekatan dengan
Hough Transform harus dimodifikasi untuk mengurangi granularitas dari kuantisasi
Hough Transform untuk memungkinkan formasi beberapa kluster dari kelas yang
sama di dalam ruang Hough. Selanjutnya, deteksi harus dibuat secara otomatis
27
untuk mendeteksi beberapa puncak yang bersifat distinctive dalam rangka
melakukan lokalisasi beberapa instances obyek yang sama. Berdasarkan riset [17]
Hough space dapat digunakan untuk merepresentasikan beberapa instances dari
kelas obyek yang sama menggunakan lokal informasi dan deteksi di dalam scene
yang kompleks baik kuantisasi maupun kontinyu. Kinerja sangat dipengaruhi oleh
proses ekstraksi fitur SIFT, pencocokan keypoint SIFT yang terdapat pada citra
template dan citra query, dan kehandalan pemetaan ke ruang Hough. Hal ini
disebabkan pada instances berbeda pada kelas obyek yang sama akan memiliki
deskriptor fitur yang sangat mirip [39]. Ruang Hough yang bersifat kontinyu
berdasarkan pada pemetaan point-to-point dari citra template dan citra query ke
dalam ruang analog. Oleh karena itu ruang Hough pada penelitian ini tidak
mengikuti skema voting dan akumulasi Generalized Hough Transform, namun
dengan menyimpan setiap pasangan titik yang telah dilakukan pencocokan ke ruang
Hough dalam suatu daftar struktur data. Titik-titik yang terdapat di dalam daftar
dikelompokkan dengan menggunakan algoritma clustering untuk mendeteksi
beberapa instances obyek.
Clustering
Clustering adalah proses klasifikasi unsupervised terhadap suatu pola data
(observasi, data items, atau vektor fitur) menjadi grup (cluster) [40]. Hubungan
antar obyek direpresentasikan ke dalam bentuk proximity matrix dimana baris dan
kolomnya berkorespondensi dengan obyek [41].
Gambar 2.4. Tahapan Clustering [40]
Feedback Loop Patterns Feature Selection/ Extraction Patterns Interpattern Similarity Grouping Representation Cluster28
Clustering dilakukan berdasarkan pengelompokan obyek pada basis data
menjadi sub klas yang lebih memiliki makna merupakan salah satu metode utama
pada metode data mining [42]. Diantara banyak jenis algoritma clustering,
clustering berdasarkan densitas merupakan cara yang lebih efisien dalam
mendeteksi cluster dengan tingkat densitas yang bervariasi. Fitur-fitur clustering
yang dimiliki oleh obyek yang sama dan membuang bagian yang tidak sama dalam
proses clustering akan meningkatkan kehandalan identifikasi obyek.
29
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Membangun model dan algoritma yang mampu melakukan pengenalan motif
batik geometris secara akurat dan efisien berdasarkan karakteristik motif batik
dengan kemunculan obyek motif yang berulang di berbagai lokasi, obyek motif
yang bersifat simetri, obyek yang telah mengalami pergeseran, perbedaan skala,
dan perubahan rotasi.
2. Menganalisa metode ekstraksi fitur SIFT untuk mengambil fitur-fitur yang
sesuai dari citra batik.
3. Menganalisa algoritma clustering yang paling sesuai dan memiliki kinerja
terbaik. Hal ini perlu dilakukan dalam penerapannya pada keypoint yang telah
melalui proses voting dan diproyeksikan pada ruang Hough.
4. Melakukan evaluasi terhadap beberapa cluster yang ditemukan melalui proses
sebelumnya dan merepresentasikan banyaknya obyek yang terkandung pada
citra batik.
5. Membangun aplikasi repository pengenalan motif batik berdasarkan konsep
Content Based Image Retrieval System. Sistem ini harus mampu bekerja pada
berbagai kondisi dan mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sistem
aplikasi. Lebih jauh lagi metode ini haruslah handal untuk melakukan
pengenalan motif batik yang bersifat invarian terhadap lokasi, skala, rotasi, dan
pengulangan obyek yang sama. Aplikasi ini diakses menggunakan koneksi
internet melalui PC, laptop, dan gadget-gadget lainnya.
Keutamaan Penelitian
Keutamaan dari penelitian ini adalah untuk mendukung program pemerintah
dalam melestarikan kekayaan budaya batik melalui kontribusi teknologi informasi.
Hasil penelitian diharapkan berupa aplikasi repositori pengenalan motif batik yang
mampu menampung citra motif batik pola geometris dalam jumlah besar. Sistem
ini handal dalam menangani pengenalan obyek motif batik yang bersifat invarian
30
terhadap posisi translasi, simetri, perubahan skala, perubahan rotasi dan dapat
menangani permasalahan yang timbul karena ditemukannya beberapa obyek motif
yang sama pada citra query. Keluaran berupa jumlah obyek yang ditemukan
digunakan sebagai masukan untuk menentukan komposisi obyek motif batik pada
satu citra query. Sistem pengenalan yang menemukan obyek pada citra
menggunakan model obyek yang telah disimpan pada basis data. Hal ini sulit
dilakukan oleh komputer. Jika manusia melakukan pengenalan obyek secara cepat,
maka algoritma yang mendeskripsikan pengenalan ini pada komputer merupakan
hal yang sangat sulit. Dengan demikian, algoritma dan metode yang dikembangkan
pada penelitian ini dapat memberikan kontribusi dari sisi keilmuan dalam bidang
computer vision.
Lebih jauh lagi, untuk jangka panjang, sistem pengenalan motif batik ini
menjadi cikal bakal sistem informasi basis data terpadu yang berfungsi sebagai
dokumentasi aset budaya motif batik. Sistem ini dapat digunakan sebagai acuan
dalam melakukan pengembangan desain motif batik dengan tetap memperhatikan
elemen-elemen desain batik yang memiliki nilai-nilai historis dan religi. Dukungan
teknologi informasi melalui aplikasi repositori motif batik yang diakses melalui
internet dengan perantaraan berbagai gadget akan memudahkan pengguna dalam
memperoleh informasi dengan cepat. Dengan demikian luaran penelitian ini dapat
mendukung perkembangan industri kreatif yang saat ini sedang gencar
dikembangkan dan sangat diminati oleh pasar manca negara.
31
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka kerja (frame work) global penelitian pengembangan aplikasi
pengenalan motif batik dilaksanakan sesuai gambar 4.1. Secara keseluruhan
penelitian direncanakan akan diselesaikan dalam waktu dua tahun dengan tahapan
seperti keterangan gambar.
Gambar 4.1. Tahapan penelitian yang diusulkan
Query Image
Feature
Extraction
SIFT
Keypoint Query Feature Similarity Matching Keypoint Template Feature Template ImageHough space projection
Keypoint Matching (𝑥, 𝑦, 𝜎, 𝜃)𝑞𝑢𝑒𝑟𝑦 (𝑥, 𝑦, 𝜎, 𝜃)𝑡𝑒𝑚𝑝 (𝑥, 𝑦, 𝜎, 𝜃)𝐻𝑜𝑢𝑔ℎ
Display
Finding multiple peaks Clustering voting keypoint in Hough Space Final Result = number of object found Evaluation number of object found Tahun I 1 Membangun Aplikasi Sistem Repositori Batik Motif IndonesiaUji Coba Implementasi Aplikasi Sistem Repositori Batik Motif
Indonesia Tahun II 2 3 4 5 6 7 8 9
32
Gambar 4.2. Diagram aplikasi repositori motif batik Indonesia
Dataset
Pada penelitian ini template dataset terdiri dari 211 pola primitif citra motif
batik dari 5 kelas yaitu ceplok (97), kawung (17), lereng (22), nitik (42), dan parang
(34). Citra template di-crop dari pola geometris motif batik [3] dalam format JPG
dengan resolusi 150 x 150.
Ekstraksi Fitur menggunakan SIFT
Setting parameter yang akan digunakan pada riset ini mengacu pada
parameter standar oleh Lowe sebagai berikut :
Octaves
: 3
Intervals
: 3
Sigma
: 1,6
Image doubled
: Yes
Initial sigma
: 0,5
33
Curvature threshold
: 10
Orientation histogram bins : 36
Orientation sigma factor
: 1,5
Orientation radius
: 3,0 x Orientation Sigma Factor
Proses ekstraksi fitur menghasilkan keypoint yang merupakan deskriptor lokal baik
untuk citra query maupun citra template dengan konfigurasi seperti pada gambar
2.2. Pada setiap keypoint terdapat informasi lokasi koordinat spasial, skala, dan
rotasi yang merepresentasikan pose geometris masing-masing keypoint.
Keypoint
Number X Y
Gambar 4.3. Representasi numerik keypoint SIFT
Metode Pencocokan
Pencocokan fitur adalah permasalahan fundamental dalam bidang computer
vision. Proses ini memegang peranan penting dalam beberapa hal seperti
pengenalan obyek dan lokalisir informasi [43]. Permasalahan dalam pencocockan
fitur adalah bagaimana mendefinisikan dan membentuk pemetaan terhadap
fitur-fitur pada satu citra dan fitur-fitur-fitur-fitur yang mirip citra yang lain. Dalam melakukan
pengukuran terhadap kemiripan citra dilakukan dengan korespondensi satu-satu
mengacu kepada threshold sesuai dengan eksperimen Lowe yaitu 0.8 [37]. Proses
pencocokan menghasilkan pasangan keypoint yang sesuai antara citra query dan
citra template. Pasangan-pasangan keypoint ini nantinya
dijadikan sebagai kandidat untuk proses selanjutnya. Pencocokan keypoint dilakukan dengan membandingkan setiap fitur dari citra query dengan setiap fitur dari citra template menggunakan Euclidian distance dari masing-masing fitur vektornya. Kandidat terbaik untuk pencocokan keypoint diidentifikasi berdasarkan nearest neighbor antara keypoint di citra query dengan keypoint yang terdapat pada citra template.Proyeksi ke Ruang Hough
Kandidat keypoint yang diperoleh dari proses sebelumnya diproyeksikan ke
Hough space. Untuk dua set fitur SIFT yang sesuai maka fitur tersebut
merepresentasikan obyek pada citra template dan citra query didefinisikan sebagai
(x, y, σ, θ)
tdan (x, y, σ, θ)
qdimana x, y, σ dan θ secara berturut-turut adalah
34
lokasi, skala dan orientasi. Untuk setiap fitur SIFT pada citra query (x, y, σ, θ)
qakan
berkorespondensi dengan satu fitur SIFT (x, y, σ, θ)
tpada citra template.
Menentukan Multiple Peaks berdasarkan Voting Keypoint pada Ruang
Hough
Pada tahap ini dilakukan voting untuk setiap pasangan keypoint yang pada
seluruh lokasi obyek citra query. Voting ini menggunakan vektor yang telah
dihitung pada tahap sebelumnya. Untuk setiap keypoint yang sesuai ditambahkan
satu nilai positif. Jika pada citra query terdapat obyek motif batik maka voting akan
memiliki nilai lokal maksimum yang tinggi. Mekanisme ini akan mencari natural
cluster yang terbentuk selama proses voting. Selanjutnya setiap cluster yang
ditemukan dievaluasi untuk menentukan peak yang benar merepresentasikan satu
atau lebih obyek.
Penentuan Jumlah Obyek Motif Batik
Voting fitur untuk pose obyek bersifat konsisten dengan fiturnya. Setiap
keypoint menspesifikasikan 4 parameter yaitu 2-D lokasi spasial, skala dan
orientasi dari citra template. Probabilitas kebenaran terhadap interpretasi menjadi
lebih tinggi dibandingkan dengan fitur tunggal. Setiap keypoint melakukan voting
untuk setiap set pose obyek yang konsisten dengan lokasi, skala, dan orientasi
keypoint. Riset [37] menyarankan untuk mengidentifikasi obyek dengan minimum
3 fitur untuk memaksimalkan kinerja pengenalan obyek dengan latar belakang
scene yang kompleks. Bin yang mengakumulasi paling sedikit 3 vote diidentifikasi
sebagai kandidat obyek atau pose yang sesuai. Selanjutnya, setiap cluster diperiksa
dengan melakukan pencocokan detail model geometri ke template dan hasilnya
menunjukkan apakah diterima atau ditolak.
Evaluasi Jumlah Obyek yang Ditemukan
Dalam penelitian ini terdapat dua hal yang mempengaruhi kinerja sistem yaitu representasi citra yang harus sesuai dengan karakter obyek dan kehandalan proses pencocokan dan algoritma pengenalan [44]–[46]. Evaluasi kinerja diukur berdasarkan jumlah correct matches dan jumlah false matches yang diperoleh dari pasangan citra. Precision dan Recall adalah dua indikator perolehan hasil yang benar [47]–[49]. Precision menggambarkan kemampuan sistem untuk mengabaikan cluster yang tidak relevan. Nilai
35
terbaik precision 1.0 berarti setiap hasil yang diperoleh dari proses pencarian adalah relevan. Sedangkan nilai terbaik recall adalah 1.0 yang berarti semua citra yang relevan telah ditampilkan berdasarkan proses pencarian. Pada penelitian ini juga dilakukan perhitungan yang menggabungkan precision dan recall yaitu harmonic mean dari precision dan recall. Perhitungan ini disebut dengan F-measure atau balanced F-score.
Proses validasi untuk hasil eksperimen ditentukan berdasarkan pengukuran dari titik referensi yang terdapat di ground truth dibandingkan dengan keluaran sistem. Karena domain titik rujukan merupakan koordinat spasial yang bersifat kontinyu, sementara motif merupakan suatu ruang, maka perlu diberikan toleransi. Toleransi yang dimaksud diatur dengan penunjukan titik rujukan yang masih dianggap benar jika berada maksimum 10 piksel di sekitar titik rujukan yang sesungguhnya. Precision dan Recall pada sistem pengenalan motif batik didefinisikan sebagai: