• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN SIANIDA (CN) DALAM SEDIMEN, KERANG HIJAU (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN SIANIDA (CN) DALAM SEDIMEN, KERANG HIJAU ("

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN SIANIDA (CN) DALAM SEDIMEN, KERANG HIJAU (Perna viridis) DAN

URIN PADA MASYARAKAT PESISIR DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA

KABUPATEN JENEPONTO

AN ANALYSIS ON MERCURY (Hg) AND CYANIDE (CN) CONTENT ON SEDIMENT AND GREEN MUSSEL

(Perna viridis) AND IN URINE OF COASTAL COMMUNITY IN MALLASORO VILLAGE

OF BANGKALA DISTRICT, JENEPONTO REGENCY

TRI SEPTIAN MAKSUM

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN SIANIDA (CN) DALAM SEDIMEN, KERANG HIJAU (Perna viridis) DAN

URIN PADA MASYARAKAT PESISIR DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA

KABUPATEN JENEPONTO

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Master

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

TRI SEPTIAN MAKSUM

kepada

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tri Septian Maksum Nomor mahasiswa : P1801215009

Program studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi perbuatan tersebut.

Makassar, Agustus 2017 Yang menyatakan

Tri Septian Maksum

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan kuasa dan izin-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida (CN) dalam Sedimen, Kerang Hijau (Perna viridis) dan Urin pada Masyarakat Pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi di Program Studi Kesehatan Masyarakat Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Penyusunan tesis ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan penuh rasa hormat, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Agus Bintara Birawida, S.Kel., M.Kes selaku Pembimbing II, yang telahmeluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan dorongan kepada penulis sejak proses awal hingga akhir penyusunan tesis ini. Ucapan yang sama juga kepada Ibu Dr. Hasnawati Amqam, SKM., M.Sc selaku Penguji I, Bapak Anwar, SKM., M.Sc., Ph.D selaku Penguji II dan Bapak Prof. Dr. dr. Muh. Tahir Abdullah, M.Sc., MSPH selaku Penguji III yang secara aktif telah memberikan masukan dalam perbaikantesis ini.

(6)

Secara khusus penulis ucapan syukran wajazakumullahu khairan katsiran kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Muchtar Maksum dan Ibunda Dra. Fauzia Junus atas segala pengorbanan, kasih sayang, semangat dan doa yang yang tak pernah berhenti kepada penulis.

Dengan selesainya tesis ini, penulis juga mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1) Rektor Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi di Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

2) Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Ketua Konsentrasi Kesehatan Lingkungan beserta seluruh staf pengelola yang telah membantu dan membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

3) Seluruh dosen dan staf pengajar di Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikanbekal ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

4) Pemerintah Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto yang telah memberikan izin dan fasilitas kepada penulis dalam melakukan penelitian, serta kepada suluruh responden yang telah meluangkan waktunya selamapenelitian berlangsung.

5) Teman-teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan Angkatan 2015.

(7)

6) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut membantu dalam terselesainya tesis ini.

Harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga sumbangsih yang diberikan akan memperoleh balasan dari Allah SWT.

Aamiin...

Makassar, Agustus 2017 Tri Septian Maksum

(8)

ABSTRAK

TRI SEPTIAN MAKSUM. Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida (CN) dalam Sedimen, Kerang Hijau (Perna viridis) dan Urin pada Masyarakat Pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto (dibimbing oleh Anwar Daud dan Agus Bintara Birawida).

Penelitian ini bertujuan mengetahui kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen, kerang hijau (Perna viridis) dan urin pada masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional menggunakan rancangan cross sectional. Sampel sedimen dan kerang hijau masing-masing diambil pada tujuh titik lokasi menggunakan teknik grab sample, sedangkan sampel urin diambil pada tiga puluh responden secara purposif. Data dikumpulkan melalui wawancara dan hasil pemeriksaan laboratorium. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi Hg dalam sedimen, kerang hijau, dan urin tidak terdeteksi, sehingga tidak dapat dilakukan analisis hubungan. Tidak ada hubungan antara kandungan CN dalam sedimen dengan kandungan CN dalam kerang hijau (p=0.383, r=0.393). Variabel yang berhubungan dengan kandungan CN dalam urin responden adalah kandungan CN dalam kerang hijau (p=0.000, r=0.612), lama tinggal (p=0.001, r=0.594), lama konsumsi kerang hijau (p=0.000, r=0.703), dan frekuensi konsumsi singkong (p=0.011, r=0.457). Variabel yang tidak berhubungan yaitu: umur (p=0.578, r=-0.106), dan jumlah konsumsi rokok/hari (p=0.224, r=0.229). Namun, variabel yang menjadi prediktor terhadap kandungan CN dalam urin adalah kandungan CN dalam kerang hijau, lama konsumsi kerang hijau, dan frekuensi konsumsi singkong, dengan model regresi yang diperoleh Y = -11,426 + 33,662 X1 + 0,046 X2 + 0,667 X3.

Kata kunci: merkuri, sianida, sedimen, kerang hijau, urin

(9)

ABSTRACT

TRI SEPTIAN MAKSUM. An Analysis on Mercury (Hg) and Cyanide (CN) Content on Sediment and Green Mussel (Perna viridis) and in Urine of Coastal Community in Mallasoro Village of Bangkala District, Jeneponto Regency (supervised by Anwar Daud and Agus Bintara Birawida).

The aim of the research was to analyze mercury (Hg) and cyanide (CN) content on sediment and green mussel (Perna viridis) and in urine of coastal community in Mallasoro Village of Bangkala District, Jeneponto Regency.

The study was an observational method with cross sectional design. The samples of sediment and green mussel were taken at the point location using grab sample technique and the sample of urine was taken from 30 respondents using purposive sampling technique. The data were obtained through interview and the results of laboratory test. They were analyzed using Spearman’s correlation and multiple linear regression.

The results of the research indicate that the concentration of Hg on sediment and green mussel and in urine was not detected respectively, so the correlation analysis can not be performed. There is no correlation between CN content on sediment and green mussel (p=0.383, r=0.393).

The variables related to CN content in urine are CN content in green mussel (p=0.000, r=0.612), length of stay (p=0.001, r=0.594), duration of green mussel consumption (p = 0.000, r = 0.703), and frequency of cassava consumption (p=0.011, r=0.457). The unrelated variables are age (p=0.578, r=-0.106) and total daily cigarette consumption (p=0.224, r=0.229). However, the predictor variables to CN content in urine are CN content in green mussel, duration of green mussel consumption, and frequency of cassava consumption with the obtained regression model of Y = -11,426 + 33,662 X1 + 0,046 X2 + 0,667 X3.

Key-words: mercury, cyanide, sediment, green mussel, urine

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Merkuri (Hg) ... 14

B. Tinjauan Tentang Sianida (CN) ... 36

C. Tinjauan Tentang Kerang Hijau (Perna viridis) ... 53

D. Tinjauan Tentang Penelitian Lain yang Terkait ... 70

E. Kerangka Teori ... 73

F. Kerangka Konsep ... 82

G. Definisi Operasional ... 86

H. Hipotesis Penelitian ... 90

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 91

(11)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 91

C. Populasi dan Sampel ... 91

D. Pengumpulan Data ... 96

E. Instrumen Penelitian ... 107

F. Pengolahan dan Analisis Data ... 107

G. Kontrol Kualitas ... 111

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 113

B. Pembahasan ... 133

C. Keterbatasan Penelitian ... 167

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 169

B. Saran ... 170 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Sedimen Berdasarkan Ukuran Diameter Butiran

21

Tabel 2.2 Hasil dari Beberapa Penelitian yang Sejenis 69

Tabel 2.3 Definisi Operasional 87

Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi (Nilai r) 110 Tabel 4.1 Lokasi Pengambilan Sampel Sedimen dan Kerang

Hijau

114

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Karakteristik Perairan 115 Tabel 4.3 Kandungan Hg dan CN dalam Sedimen dan Kerang

Hijau

116

Tabel 4.4 Kandungan Hg dan CN dalam Urin 117

Tabel 4.5 Karakteristik Responden 118

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Kerang Hijau

120

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok

121

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Singkong

122

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan selama 3 Bulan Terakhir

123

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Data 124

Tabel 4.11 Hubungan antara Kandungan CN dalam sedimen dengan Kandungannya dalam Kerang Hijau

125

Tabel 4.12 Hubungan antara Berbagai Faktor dengan Kandungan CN dalam Urin

126

Tabel 4.13 Hasil Seleksi Bivariat 127

Tabel 4.14 Hasil Uji Asumsi Linieritas 129

Tabel 4.15 Hasil Uji Asumsi Normalitas 130

(13)

Tabel 4.16 Hasil Uji Asumsi Multikolinieritas 130 Tabel 4.17 Hasil Uji Asumsi Autokorelasi 131 Tabel 4.18 Hasil Uji Asumsi Homoskedastisitas 131 Tabel 4.19 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Berbagai Faktor

dengan Kandungan CN dalam Urin

132

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Merkuri (Hg) 14

Gambar 2.2 Struktur Kimia Sianida (CN) 37

Gambar 2.3 Skema Metabolisme Sianida dalam Tubuh 47

Gambar 2.4 Kerang Hijau (Perna viridis) 54

Gambar 2.5 Kerangka Teori 1 (Alur Pemajanan Merkuri dari Lingkungan ke Manusia)

74

Gambar 2.6 Kerangka Teori 2 (Alur Pemajanan Sianida dari Lingkungan ke Manusia)

75

Gambar 2.7 Kerangka Konsep 1 82

Gambar 2.8 Kerangka Konsep 2 83

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian 114

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Lampiran 4 Hasil Output SPSS

Lampiran 5 Surat Permohonan Izin dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Selatan

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Jeneponto Lampiran 8 Rekomendasi Persetujuan Etik

Lampiran 9 Surat Keterangan Selesai Meneliti Lampiran 10 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian Lampiran 12 Riwayat Hidup

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Merkuri atau hydragyrum (Hg) adalah logam yang sangat berat, berbentuk cair pada suhu kamar, berwarna putih keperakan, dan memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik. Merkuri muncul di lingkungan secara alamiah dalam tiga bentuk utama yaitu: metal merkuri (Hg0), merkuri organik (MeHg) dan merkuri anorganik (Hg2+) (Suramas, 2016).

Sekitar setengah hingga dua per tiga bagian merkuri yang ada di lingkungan saat ini berasal dari kegiatan manusia dan sekitar 30% dari jumlah total merkuri memasuki atmosfer setiaptahun (UNEP, 2013).

Selain merkuri, senyawa non logam yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan perairan adalah sianida. Sianida (CN) adalah kelompok senyawa yang mengandung gugus siano (-C≡N) yang terdapat dialam dalam bentuk-bentuk berbeda. Sianida di alam dapat diklasifikasikan sebagai sianida bebas, sianida sederhana, kompleks sianida dan senyawa turunan sianida (Pitoi, 2014). Sianida dapat berbentuk gas, cair, atau padat dan berbentuk molekul, ion, atau polimer.

Semua bahan yang dapat melepaskan ion sianida (CN-) sangat toksik (Kamilah dkk., 2014).

Merkuri dan sianida dapat terakumulasi dalam sedimen. Sedimen merupakan lapisan bawah yang melapisi sungai, danau, reservoar, teluk,

(17)

muara, dan lautan (Siaka, 2008). Konsentrasi merkuri dan sianida yang ada dalam sedimen laut diduga telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Konsentrasi merkuri dalam sedimen menurut standar yang telah ditetapkan oleh International Association of Dredging Companies / Central Dredging Association (IADC/CEDA) tahun 1997 adalah ≤ 0,3 part

per million (ppm) sedangkan sianida sebesar 0,1 mg/kg menurut standar yang ditetapkan oleh United State Environmental Protection Agency (USEPA). Dengan demikian daerah tersebut tidak bisa dikembangkan sebagai areal peruntukkan budidaya perikanan (Simange dkk., 2010).

Merkuri dan sianida yang mengendap di dasar perairan mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun dan akan terkonsentrasi ke dalam tubuh makhluk hidup melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi. Proses tersebut terjadi melalui tiga jalur pemajanan yaitu inhalasi (saluran pernapasan), oral (makanan dan minuman) dan kontak kulit (Darmono, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akumulasi merkuri dan sianida di perairan antara lain suhu, salinitas, pH, serta kecepatan dan arah arus (Anggraeny, 2010).

Kerang adalah salah satu biota yang potensial terkontaminasi oleh logam berat dan bahan pencemar lainnya. Kerang menjadi salah satu biota indikator pencemaran yang sangat baik karena mampu mengakumulasi bahan-bahan pencemar dari lingkungan yang lebih besar dari biota lainnya. Hal ini karena sifatnya yang menetap, lambat menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran dan mempunyai toleransi

(18)

yang tinggi terhadap konsentrasi bahan pencemar tertentu (Darmono, 2010).

Kerang terdistribusi secara luas dan bersifat filter feeder, yaitu biota yang cara makannya dengan menyaring air. Kerang dapat mengakumulasi bahan pencemar dari makanan (seperti fitoplankton, protozoa kecil, dan bakteri), air dan sedimen. Jenis kerang yang biasa digunakan sebagai indikator pencemaran antara lain kerang hijau, kerang darahdan kerang bulu (Susanty, 2014).

Merkuri dalam bentuk metil-merkuri (MeHg), memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat serta kelarutan yang tinggi. Apabila terkonsumsi oleh biota maka akan mengalami bioakumulasi di dalam tubuhnya dan apabila dikonsumsi oleh manusia dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit sampai dengan kematian (Simange dkk., 2010). Gejala toksisitas akut merkuri yakni peradangan pada tekak (faringitis), nyeri perut, mual, muntah disertai dengan darah dan syok. Sementara itu untuk toksisitas kronisnya yakni gangguan pada sistem pencernaan (misalnya radang gusi) dan sistem syaraf (Suramas, 2016).

Sama halnya dengan merkuri, sianida yang terkonsumsi oleh biota perairan juga akan mempengaruhi manusia yang memakan biota tersebut, sehingga dapat berefek pada tekanan darah, penglihatan, paru, sistem syaraf (saraf pusat dan otonom), jantung dan sistem endokrin hingga berakhir dengan kematian. Tanda awal keracunan sianida adalah

(19)

hiperpnea sementara, nyeri kepala, dispnea, kecemasan, perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah, berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red akibat darah vena banyak mengandung oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo (Kamilah dkk., 2014).

Beberapa penelitian terkait misalnya oleh Cordos et al (2003), sedimen di perairan Baia Mare, Romania (daerah pertambangan dan industri) mengandung logam berat dan sianida yang tinggi (Cu 104-339 mg/kg, Pb 59-465 mg/kg, Zn 56-2060 mg/kg, Cd 0,05-14,14 mg/kg, dan CN 0,33-15,86 mg/kg). Tumpahan sianida tersebut mempengaruhi semua komponen ekosistem perairan. Beberapa spesies mikroalga dengan toleransi yang rendah terhadap perubahan kualitas air tidak terlihat lagi di Sungai Somes, jumlah spesies ikan menurun drastis dibandingkan dengan periode sebelum terjadi kasus dan banyak spesies moluska (termasuk kerang) tidak terlihat lagi.

Penelitian lain seperti pada Kasus Minamata di Jepang pada tahun 1955-1960 akibat pencemaran merkuri yang berasal dari limbah industri plastik yang dibuang ke dalam perairan (Teluk Minamata).

Kandungan merkuri Hg ikan di sekitar Teluk Minamata sebesar 9-24 ppm yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat yang mengakibatkan 110 orangmeninggal (Mangampe dkk., 2014).

Beberapa kasus di Indonesia antara lain adalah di Teluk Jakarta, perairannya telah tercemar oleh logam berat dan bahkan di Kepulauan Onrust kandungan logam berat cenderung meningkat. Konsentrasi

(20)

merkuri mencapai 35 part per billion (ppb). Selain itu, hasil penelitian Riani dkk (2004) menunjukkan bahwa di perairan tersebut ditemukan kadar Hg 0,121 ppb sedangkan pada sedimen yaitu Hg 0,098 ppb. Namun demikian, akumulasi logam berat dalam kerang tergolong tinggi yaitu Hg dalam kerang ukuran sedang 190,235 ppm dan ukuran besar 170,868 ppm.

Penelitian lainnya misalnya di Perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara dimana sejak tahun 1996 perairan tersebut telah dijadikan tempat pembuangan tailing oleh PT. Newmont Minahasa Raya, akibatnya masyarakat yang mengkonsumsi ikan di sekitar Teluk Buyat mengalami gangguan kesehatan terutama penyakit kulit (Widowati dkk., 2008).

Penelitian yang sejenis juga pernah dilakukan oleh Ishak (2014) di Pesisir Makassar, diperoleh konsentrasi merkuri pada sedimen laut, ikan dan kerang tertinggi di Kelurahan Cambayya. Tingkat risiko konsumsi ikan dan kerang yang mengandung merkuri menunjukkan bahwa semua responden memiliki nilai lebih dari 1 (RQ>1) atau berisiko.

Isu kesehatan lingkungan yang cukup serius pada periode 31 Agustus – 3 September 2016 adalah keracunan makanan di Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto akibat mengkonsumsi kerang. Berdasarkan Laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto bahwa jumlah penderita yang mengalami keracunan sebanyak 63 orang dan 3 orang diantaranya meninggal.

Kelompok umur yang paling banyak terdistribusi pada kelompok umur 19-

(21)

45 tahun (83%), dan paling banyak pada jenis kelamin perempuan (67%).

Mayoritas kasus ditemukan berada di Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala (84,1%) dengan gejala klinis berupa sakit perut, mual, muntah, diare, pusing, sakit kepala, kejang, ruam biru pada tubuh dan rasa baal di mulut (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2016).

Salah satu jenis kerang yang terdapat di pesisir pantai Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala dan paling banyak dikonsumsi masyarakat saat terjadi kasus keracunan adalah kerang hijau (Perna viridis). Kerang hijau hidup di perairan payau hingga asin dan sifatnya menempel pada benda-benda yang ada disekelilingnya, seperti kayu, bambu, badan kapal atau jaring tempat budidaya ikan. Kerang hijau mencari makan dengan cara menyaring makanan yang terlarut di dalam air (filter feeder). Oleh karena itu, kerang hijau berpotensi menimbulkan bahaya bagi yang mengkonsumsinya (Jalius dkk., 2008). Konsentrasi merkuri dalam kerang hijau yang diperbolehkan sebanyak 1,0 mg/kg menurut SNI 7387-2009 (BSN, 2009) sedangkan sianida sebanyak 1,0 mg/kg menurut standar FAO/WHO (Tyas dkk., 2017).

Hasil pemeriksaan oleh BPOM Makassar pada sampel sisa kerang yang telah dikonsumsi oleh masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala dan kerang mentah yang belum diolah menunjukkan hasil positif mengandung arsen (As) dan sianida (CN). Selain itu, Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar juga melakukan pemeriksaan 4 parameter (fluorida, merkuri, tembaga dan timbal)

(22)

berdasarkan gejala klinis dan masa inkubasinya, dengan mengambil sampel air laut dan kerang. Hasil pemeriksaan pada sampel air laut menunjukkan bahwa dari 4 parameter yang diperiksa, tiga diantaranya telah melebihi batas maksimal yang dibolehkan yaitu fluorida, merkuri dan timbal, dengan konsentrasi masing-masing adalah 1,19 mg/l, 0,0035 mg/l dan 0,17 mg/l, sedangkan tembaga masih dalam kategori aman (<0,005 mg/l). Sementara itu, konsentrasi masing-masing parameter pada sampel kerang yaitu fluorida 0,93 µg/g, merkuri <0.0005 µg/g, tembaga 1,60 µg/g dan timbal 0,74 µg/g (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2016).

Keberadaan logam berat (khususnya Hg) dan CN pada perairan Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala diduga berasal dari ledakan populasi fitoplankton beracun jenis Dinoflagellata yang dimakan oleh kerang, dimana racun tersebut tidak membahayakan kerang namun membahayakan manusia yang mengkonsumsi kerang. Dua sumber yang menjadi suspek dalam kasus ini berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada masyarakat setempat adalah limbah dari aktivitas PLTU Bosowa di Jeneponto yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya (sumber Hg) dan penggunaan potasium sianida dalam pembersihan tambak udang (sumber CN) yang dibuang ke laut.

Kadar merkuri dalam urin adalah salah satu indikator yang digunakan untuk menilai sejauh mana kontaminasi merkuri yang terjadi pada manusia, karena urin dapat mengakumulasi merkuri dalam jangka

(23)

waktu yang lama (Suramas, 2016). Merkuri yang masuk ke dalam tubuh akan diserap oleh alveoli dan jalur-jalur pernapasan untuk selanjutnya ditransfer lewat darah ke ginjal. Merkuri dalam plasma darah akan terikat pada albumin dan kemudian disaring di glomerulus ginjal. Di ginjal, merkuri akan mengalami proses pemilahan akhir, dimana sebagian akan terakumulasi pada ginjal dan sebagiannyalagi akan dibuang bersama urin (Nusi, 2015). Menurut UNEP dan WHO (2008), kadar merkuri normal dalamurin maksimum adalah 4 µg/l.

Sama halnya dengan merkuri, jejak sianida dalam tubuh manusia tetap dapat dideteksi meskipun sianida dimetabolisme di dalam jaringan ginjal, hati, otot dan sebagainya. Jalur utama dari metabolisme untuk hidrogen sianida dan sianida adalah detoksifikasi di hati dengan enzim mitokondria, rhodanase yang mengkatalisis transfer sulfan belerang dari tiosulfat kepada ion sianida untuk membentuk tiosianat. Sekitar 80% dari sianida didetoksifikasi dengan jalur ini (Emille, 2016). Pada manusia dan hewan, sianida (CN) dan tiosianat (CNS) dapat ditemukan dalam serum, urin, keringat, air liur, dan air mata. Namun, ekskresi terbesarnya dilakukan oleh ginjal, sehingga untuk dapat mengukur kadarnya maka dilakukan analisis pada urin. Kadar sianida dalam urin menurut National Medical Services, United States adalah 2 µg/100 ml (Oesch, 2010).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi merkuri dan sianida dalam urin antara lain umur, jumlah konsumsi rokok/hari (Suramas, 2016), lama tinggal (Anwar, 2016), konsentrasi merkuri dan

(24)

sianida dalam kerang hijau yang dikonsumsi, lama konsumsi kerang hijau (Siagian, 2012) dan frekuensi konsumsi singkong (Ningtyias dkk., 2015).

Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan suatu penelitian untuk menganalisis kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen, kerang hijau (Perna viridis) dan urin pada masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

B. Rumusan Masalah

Wilayah pesisir Desa Mallasoro yang dekat dengan lokasi PLTU Bosowa dan tambak udang menjadikannya berpotensi tercemar oleh merkuri dan sianida. Penurunan kualitas perairan disekitar wilayah pesisir erat kaitannya dengan dengan penurunan kualitas biota yang hidup di perairan tersebut. Apabila lingkungan perairan dan biotanya telah tercemar, maka akan berdampak pada masyarakat yang mengkonsumsi biota tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Berapa nilai suhu, salinitas, pH, serta kecepatan dan arah arus di perairan pesisir Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto?

2. Berapa konsentrasi merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen, kerang hijau (Perna viridis) dan urin pada masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto?

(25)

3. Bagaimana hubungan antara kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen dengan kandungannya dalam kerang hijau (Perna viridis)?

4. Bagaimana hubungan antara kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam kerang hijau (Perna viridis) dengan kandungannya dalam urin masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto?

5. Bagaimana hubungan antara kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam kerang hijau (Perna viridis), umur, lama tinggal, lama konsumsi kerang hijau, jumlah konsumsi rokok/hari dan frekuensi konsumsi singkong dengan kandungannya dalam urin masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu tujuan umum dan tujuankhusus.

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen, kerang hijau (Perna viridis) dan urin pada masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

2. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(26)

a. Mengetahui nilai suhu, salinitas, pH, serta kecepatan dan arah arus di perairan pesisir Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

b. Mengetahui konsentrasi merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen, kerang hijau (Perna viridis) dan urin pada masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

c. Menganalisis hubungan antara kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen dengan kandungannya dalam kerang hijau (Perna viridis).

d. Menganalisis hubungan antara kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam kerang hijau (Perna viridis) dengan kandungannya dalam urin masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

e. Menganalisis hubungan antara kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam kerang hijau (Perna viridis), umur, lama tinggal, lama konsumsi kerang hijau, jumlah konsumsi rokok/hari dan frekuensi konsumsi singkong dengan kandungannya dalam urin masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi institusi, pemerintah daerah, masyarakat maupun peneliti itu sendiri.

(27)

1. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan pencemaran di perairan pesisir oleh bahan-bahan polutan (kontaminan) serta dapat menjadi referensi tambahan/sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.

2. Bagi Pemerintah Daerah

Sebagai informasi dan pertimbangan kepada pemerintah daerah khususnya Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten dan instansi terkait lainnya dalam hal perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan perairan. Kebijakan yang dimaksud yakni terfokus pada pengelolaan lingkungan perairan di pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto, sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan kualitas perairan di daerah tersebut.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai kondisi terkini kandungan Hg dan CN pada kerang hijau (Perna viridis) sehingga dapat diketahui apakah kerang tersebut masih layak dikonsumsi atau tidak. Selain itu, juga kandungannya dalam urin masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala untuk menilai sejauh mana kontaminasi Hg dan CN dalam tubuh, sehingga dapat dilakukan penanganan/tindakan lebih lanjut.

4. Bagi Peneliti

Sebagai wadah untuk menerapkan serta mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh jenjang

(28)

pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Kesehatan Lingkungan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup epidemiologi lingkungan, dimana dilakukan kajian (analisis) mengenai kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam sedimen, kerang hijau (Perna viridis) dan urin pada masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Kerang hijau dijadikan sebagai objek penelitian karena paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat saat terjadi kasus keracunan. Urin dipilih sebagai indikator karena mudah dalam pelaksanaan serta sederhana dalam penanganan sampelnya.

Setelah diketahui kandungan Hg dan CN pada sedimen, kerang hijau dan urin masyarakat, maka dilanjutkan dengan melihat dan menganalisis hubungan antara kandungan Hg dan CN dalam sedimen dengan kandungannya dalam kerang hijau (Perna viridis) serta hubungan antara kandungan Hg dan CN dalam kerang hijau dengan kandungannya dalam urin masyarakat pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Merkuri (Hg) 1. Sifat Fisik dan Kimia Merkuri

Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor atom (NA= 80), serta mempunyai massa molekul relatif (MR=200,59) dengan paruh hidup (half life) 444 tahun. Merkuri dengan simbol kimia Hg merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Yunani Hydrargyrum, yang berarti cairan perak (Sembel, 2015). Merkuri memiliki jumlah partikel bermuatan positif (proton) dan bermuatan negatif (elektron) yang sama yaitu 80 sedangkan jumlah partikel tidak bermuatan atau netral (neutron) yaitu 121 (Bentor, 2017). Struktur kimia dari merkuri disajikan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Kimia Merkuri (Hg) (Sumber: Bentor, 2017)

(30)

Bentuk fisik dan kimia merkuri sangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam temperatur kamar (250C), titik bekunya paling rendah (-390C), mempunyai kecenderungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan logam- logam lain menjadi logam campuran (amalgam/alloy), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik tegangan arus tinggi maupun tegangan arus listrik rendah (Suramas, 2016).

Secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Palar, 2012).

a. Berwujud cair pada suhu kamar (250C) dengan titik beku paling rendah sekitar -390C.

b. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang lain.

c. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.

d. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy.

e. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua mahluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.

Sebagai unsur, merkuri berbentuk cair keperakan pada suhu kamar. Merkuri membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik maupun organik. Merkuri dapat menjadi senyawa anorganik melalui

(31)

oksidasi dan kembali menjadi unsur merkuri (Hg) melalui reduksi.

Merkuri anorganik menjadi merkuri lambat berdegradasi menjadi merkuri anorganik. Merkuri mempunyai titik leleh -38,9 0C dan titik didih 356,6 0C (Triana dkk., 2012).

2. Jenis Merkuri

Merkuri dibagi dalam tiga bentuk (Suramas, 2016), yaitu:

a. Merkuri elemental atau metalik (Hg0), merupakan logam perak-putih, berkilau, dan berbentuk cairan pada suhu kamar. Merkuri elemental biasa digunakan dalam termometer, lampu neon dan beberapa saklar listrik. Merkuri elemental merupakan bentuk merkuri yang paling mudah menguap. Menurut EPA, paparan merkuri elemental dapat menguap pada suhu kamar dan memiliki sifat tidak terlihat, tidak berbau, serta beracun.

b. Merkuri inorganik (Hg2+), berbentuk garam merkuri dan bubuk yang umumnya berwarna putih atau kristal, kecuali merkuri sulfida yang berwarna merah. Senyawa merkuri inorganik biasa digunakan pada fungisida, antiseptik atau desinfektan. Selain itu, biasa digunakan juga pada beberapa krim pencerah kulit serta beberapa obat-obatan tradisional.

c. Merkuri organik, dimana yang paling umum ditemukan dilingkungan adalah metil merkuri (dengan rumus kimia MeHg) yang terbentuk pada saat merkuri bergabung dengan karbon. Organisme renik

(32)

mengkonvesi merkuri inorganik menjadi metal merkuri. Metil merkuri dapat terakumulasi dalam rantai makanan, seperti pada ikan.

3. Penggunaan Merkuri

Merkuri memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, terutama di berbagai industri. Industri farmasi menghasilkan produk yang mengandung merkuri dan biasa digunakan untuk antiseptik, diuretik, katartik serta penggunan senyawa merkuri anorganik dan organik untuk pengobatan sifilis. Industri listrik menggunakan merkuri pada lampu floresens, saklar lampu tidak berbunyi dan pada lampu jalan. Merkuri juga digunakan pada industri emas dan perak untuk prosesamalgamasi. Untuk alat kedokteran, merkuri digunakan pada alat tekanan darah, termometer, dan pacemaker. Selain itu, merkuri organik juga terdapat pada pigmen, cat, bahan pencelup, bahan tato, pembalseman, pengawet kayu, herbisida, insektisida, jeli spermisidal, cat kuku, germisidal pada sabun, pemadam api danbaterai merkuri yang tahan lama (Junita, 2013).

4. Sumber Pencemaran Merkuri

Pada umumnya merkuri berasal dari dua sumber, yakni sumber alami dan sumber antropogenik. Sumber alami merkuri (Hg) mencakup aktifitas geologi (vulkanik tertentu dan emisi panas bumi), penguapan Hg di lingkungan laut, dan emisi Hg dari lingkungan darat (termasuk substrat dengan konsentrasi Hg tinggi) (Aripai, 2016). Di alam merkuri tersebar di dalam batuan yakni pada struktur batuan di alam, dimana logam merkuri ditemukan dalam kisaran 0,1 sampai 20 ppm. Selain itu, pada lapisan

(33)

tanah juga ditemukan logammerkuri terkonsentrasi 0,1 ppm, di air dimana dari beberapa penelitian menunjukkan konsentrasi logam merkuri yang bervariasi, yaitu 65% sampel mengandung < 10-4 ppm, 15% sampel mengandung < 10-3 ppm dan 3% sampel mengandung < 5.10-3 ppm, bahkan dalam tubuh organisme hidup (Anwar, 2016).

Sumber antropogenik merkuri dapat berasal dari insinerator limbah medis, pembakar sampah kota, dan insinerator limbah lumpur, pembakaran batu bara, proses elektroplanting, tempat pembuangan sampah, pulp dan kertas, manufaktur, produksi klor-alkali,dan yang paling berkontribusi besar adalah limbah tambang emas (Rajaeeet al., 2015).

Pencemaran merkuri dari sumber antropogenik terjadi baik secara tidakdisengaja maupun disengaja, namun yang paling banyak merupakan emisi yang disengaja seperti, limbah produk dari konsumen (termasuk logam daur ulang), industri klor-alkali, dan produksi monomer vinil klorida, serta artisanal dan pertambangan emas skala kecil yang juga merupakan penghasil limbah terbesar dalam hal ini. Emisi dan pelepasan merkuri merupakan hasil dari penggunaan sengaja merkuri untuk mengekstrak atau memisahkan emas dari batuan, tanah, dan sedimen yang pada akhirnya terbentuk bola amalgam emas. Artisanal dan pertambangan emas skala kecil juga merupakan sumber emisi dan pelepasan utama merkuri diseluruh dunia. Pencemaran ini semakindiperparah karena para penambang biasanya hanya memiliki sedikit kesadaran akan bahaya

(34)

merkuri, sehingga pengendalian polusi akan sulit untuk dilakukan (Aripai, 2016).

Aliran merkuri melalui lingkungan menunjukkan bahwa jumlah sumber alami merkuri adalah sekitar 10% dari perkiraan 5500-8900 ton merkuri yang dipancarkan dan dipancarkan kembali ke atmosfer dari semua sumber. Sumber antropogenik dari total emisi merkuri menyumbang sekitar 30% dari jumlah total merkuri memasuki atmosfer setiap tahun (UNEP, 2013).

5. Merkuri di Lingkungan

Merkuri merupakan unsur alami yang dapat ditemukan di udara, air, dan tanah yang dapat didistribusikan ke seluruh lingkungan baik secara alami maupun karena adanya kegiatan manusia (antropogenik) (UNEP & WHO, 2008). Merkuri sering masuk ke dalam lingkungan melalui proses pembuangan sampah domestik dan industri (baterai, pembakaran batu bara, lampu infloressen, produk-produk medis, termometer, barometer, dan lain-lain), pembakaran hutan, pembakaran sisa-sisa sampah domestik di tempat pembuangan sampah terutama diperkotaan, rumah sakit, pabrik semen dan peleburan logam serta pengolahan biji emas (Sembel, 2015).

Menurut Widowati dkk (2008), merkuri yang masuk dalam lingkungan perairan dapat berbentuk:

a. Merkuri anorganik: berasal dari air hujan atau aliran sungai dan memiliki sifat stabil pada pH yang rendah.

(35)

b. Merkuri organik: berasal dari kegiatan pertanian, yaitu penggunaan pestisida.

c. Terikat: suspended soil.

d. Logam merkuri: berasal dari kegiatan industri.

Merkuri dapat terakumulasi di dalam sedimen. Sedimen adalah lapisan bawah yang melapisi sungai, danau, teluk, muara dan lautan.

Sedimen merupakan material yang berasal dari batuan, mineral, dan bahan organik yang melayang di dalam air maupun yang mengendap di dasar sungai maupun laut, dimana kebanyakan sumber dari material sedimen berasal dari daratan yang merupakan hasil dari erosi dan pelapukan batuan daratan yang ditransportasikan ke laut. Selain karena proses erosi dan pelapukan batuan, sedimen laut juga terbentuk oleh cangkang, kerangka atau tulang biota laut serta bahan-bahan organik melalui proses kimia yang terjadi di laut (Sanjoto dkk., 2012).

Anggraeny (2010), mengklasifikasikan sedimen menjadi 3 berdasarkan sumbernya, yaitu:

a. Sedimen lithogenous yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut.

b. Sedimen biogenous yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta

(36)

bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi. Sedimen ini berbentuk endapan partikel-partikel halus yang disebut ooze.

c. Sedimen hidrogenous yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.

Sedimen juga dibagi dalam beberapa klasifikasi berdasarkan ukuran diameter butiran. Klasifikasi sedimen tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Sedimen Berdasarkan Ukuran Diameter Butiran

Klasifikasi Ukuran (mm)

Batuan (boulders) >256

Kerikil (gravels) 2 – 256

Pasir sangat kasar (very coarse sand) 1 – 2

Pasir kasar (coarse sand) 0,5 – 1

Pasir (medium sand) 0,25 – 0,5

Pasir halus (fine sand) 0,125 – 0,25

Pasir sangat halus (very fine sand) 0,0625 – 0,125

Lumpur (silt) 0,002 – 0,0625

Liat (clay) 0,0005 – 0,002

Partikel terlarut (dissolved material) <0,0005 Sumber: Anggraeny (2010).

Komposisi sedimen mempengaruhi kadar logam berat (khususnya merkuri) dalam sedimen. Sedimen dalam bentuk lumpur memiliki kadar merkuri yang cukup tinggi dibandingkan pasir. Hal ini karena lumpur memiliki pori-pori cukup kecil sehingga daya absorbsi cukup besar jika dibandingkan dengan pasir yang pori-porinya cukup besar sehingga daya absorbsi relatif kecil (Rochyatun & Rozak, 2005).

(37)

Dalam hidrosfer, konsentrasi merkuri pada sedimen cenderung lebih besar dibandingkan konsentrasinya pada kolom air. Hal ini terjadi karena proses pengendapan atau sedimentasi merkuri, dimana merkuri yang sukar mengalami proses pengenceran yang berada di kolom air (dengan nilai pH yang bersifat basa) lama kelamaan akan turun ke dasar dan mengendap dalam sedimen sehingga merkuri terakumulasi dalam sedimen. Kapasitas akumulasi merkuri pada sedimen terutama pada sedimen dengan ukuran diameter lebih halus menjadikan sedimen sering digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan pesisir dan laut (Shafie dkk., 2014).

Konsentrasi merkuri di sedimen tergantung dari lokasi dan kedalaman. Kadar merkuri dalam sedimen di muara lebih tinggi jika dibandingkan dengan di tengah laut. Merkuri yang semula terlarut dalam air sungai diadsorbsi oleh partikel halus dan oleh aliran sungai dibawa ke muara. Di muara, arus air sungai bertemu dengan arus pasang, sehingga partikel halus akan mengendap di muara sungai (Tarigan dkk., 2003).

Baku mutu untuk merkuri dalam sedimen di Indonesia belum ditetapkan sehingga digunakan baku mutu yang dikeluarkan oleh International Association of Dredging Companies (IADC)/Central Dredging Association (CEDA) Tahun 1997 mengenai kandungan logam berat yang dapat ditoleransi keberadaannya di sedimen berdasarkan standar kualitas di Belanda sebagai acuannya, yakni Hg ≤ 0,3 ppm (Wulandari, 2006).

(38)

Sebagian besar merkuri yang berada di atmosfer dalam bentuk Hg0 (uap), yang dapat berada/beredar di atmosfer hingga satu tahun, sehingga dapat tersebar ribuan mil dari sumber emisi. Sebagian besar merkuri dalam air, tanah, sedimen, atau tanaman dan hewan berada dalam bentuk merkuri ionik (seperti merkuri klorida). Sedangkan untuk metil merkuri utamanya terdapat dalam ikan. Merkuri dapat berakumulasi di rantai makanan, sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi suatu organisme dalam rantai makanan yang secara otomatis semakin tinggi juga tingkat trofiknya, maka akan menyebabkan semakin tinggi pula konsentrasi metil merkuri pada organisme tersebut (UNEP & WHO, 2008).

Biota mengakumulasikan residu merkuri melalui rantai makanannya yang akan menyebabkan keracunan dan akhirnya membahayakan kesehatan manusia bila mengkonsumsinya. Proses akumulasi ini terjadi karena adanya absorbsi logam berat merkuri yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Proses ini semakin lama menyebabkan peningkatan merkuri dalam jaringan tubuh organisme seperti ikan, kerang dan udang sehingga menyebabkan kematian organisme tersebut dan juga berdampak pada kesehatan manusia jika mengkonsumsinya (Triana dkk., 2012).

6. Toksikokinetika Merkuri

Kontak yang terjadi antara merkuri dengan individu dapat melalui inhalasi, kulit, atau saluran cerna (tertelan) yang kemudian diabsorbsi (diserap) untuk kemudian didistribusikan oleh darah ke seluruh tubuh dan

(39)

nantinya akan mengalami proses ekskresi melalui beberapa rute yaitu lewat urin, keringat, air liur, air susu, feses, kuku dan rambut (Suramas, 2016). Berikut adalah tahapan perjalanan merkuri di dalam tubuh sampai dibuang sebagai produk sampingan dari metabolisme tubuh.

a. Absorbsi

Absorbsi metal merkuri di dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui makanan dan minuman, pernafasan, serta kontak kulit. Masuknya merkuri ke dalam tubuh organisme hidup, terutama melalui makanan yang dimakannya. Hampir 90% dari merkuri masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan. Sisanya akan masuk secara difusi atau perembesan lewat jaringan atau melalui pernapasan (Palar, 2012).

Beberapa data pada manusia maupun hewan menunjukan bahwa merkuri dalam bentuk persenyawaan metil merkuri segera diserap melalui saluran cerna. Dosis tunggal metil merkurinitrat pada manusia 95% dapat diserap. Absorbsi yang efiesien dari metil merkuri ini juga ditunjukkan dari penelitian lain yang menggunakan sukarelawan manusia yang menerima dosis oral metil merkuri terikat protein. Dosis letal minimum metil merkuri untuk seseorang yang memiliki beratbadan sebesar 70 kg adalah berkisar antara 20-60 mg/kg berat badan. Sampai 80% uap senyawa metil merkuri seperti uap metil merkuri klorida dapat diserap melalui pernafasan (Dewi, 2013).Penyerapan metil merkuri dapat juga melalui kulit yakni kurang dari 3% (Aryani dkk., 2013).

(40)

Paparan merkuri melalui kulit biasanya berupa senyawa HgCl2, dimana jumlah Hg yang diabsorbsi tergantung kepada jalur masuknya, lama paparan dan bentuk senyawa merkuri. Merkuri setelah di absorbsi di jaringan mengalami oksidasi membentuk merkuri divalent (Hg2+) yang dibantu oleh enzim katalase. Merkuri bentuk uap akan di absorbsi melalui sel darah merah, lalu ditransformasikan menjadi merkuri divalent (Hg2+).

Sebagian akan menuju otak, yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan (Suramas, 2016).

b. Distribusi

Pada saat terpapar oleh logam merkuri dan diabsorbsi dalam jaringan, logam merkuri akan ditransfer ke dalam darah, seperti uap logam merkuri akan terserap oleh alveoli dan diteruskan ke dalam darah. Merkuri mempunyai afinitas yang tinggi terhadap eritrosit, sekitar 95% terikat dalam eritrosit darah. Merkuri mempunyai waktu paruh dalam darah yang sangat lambat sekitar 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari dan pada tulang 25 tahun. Mengingat sifatnya yang sangat lambat ini merkuri mudah terakumulasi dalam tubuh. Merkuri mengendap dalam eritrosit dan menimbulkan kerusakan pada sel tersebut. 95% menempel pada eritrosit dan 5% berada pada plasma darah (Aryani dkk., 2013).

Merkuri dalam darah akan mengalami proses oksidasi dengan bantuan enzim hidrogen peroksida katalase sehingga berubah menjadi ion Hg2+, selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh bersama peredaran darah dan terakumulasi di hati dan ginjal. Sebagian merkuri dikeluarkan bersama

(41)

urin. Di dalam darah, merkuri terdapat pada plasma dan sel dalam darah merah. Sebagian masuk ke jaringan otak tanpa teroksidasi, dan sebagian lagi mengalami oksidasi dalam bentuk ion dan terakumulasi di ginjal (Junita, 2013).

Merkuri elemental dan organik cenderung terakumulasi di syaraf, sedangkan merkuri anorganik di ginjal. Merkuri elemental memiliki sifat larut dalam lemak yang tinggi. Oleh karena sifatnya tersebut, maka merkuri elemental dengan mudah dapat melewati sawar otak dan plasenta. Selain menumpuk, ternyata merkuri dapat menembus membran plasenta pada wanita hamil. Senyawa merkuri tersebut masuk bersama makanan melewati plasenta karena dibawa oleh peredaran darah ke janin, sehingga dapat merusak otak janin dan memungkinkan bayi lahir cacat (Dewi, 2013).

c. Metabolisme

Metil merkuri dapat dimetabolisme menjadi merkuri anorganik oleh hati dan ginjal. Metil merkuri dimetabolisme sebagai bentuk Hg2+. Metil merkuri yang ada dalam saluran cerna akan dikonversi menjadi merkuri anorganik oleh flora usus. Merkuri anorganik dan organik akan sangat mudah berikatan dengan protein dan berbagai jenis enzim seperti enzim katalase. Sebagian dari senyawa merkuri organik seperti alkil merkuri akan diubah menjadi senyawa merkuri anorganik (Dewi, 2013).

Waktu paruh merkuri yakni berkisar 60 hari atau antara 35-90 hari.

Setelah lewat waktu paruh senyawa merkuri akan dikeluarkan dari dalam

(42)

tubuh sebagai hasil samping metabolisme. Hanya sebagian kecil yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan jumlah uap atau senyawa merkuri yang masuk ke dalam tubuh. Sebagian besar senyawa atau uap merkuri akan ditransformasikan melalui sel darah merah selanjutnya akan terakumulasi dalam berbagai organ bagian dalam tubuh seperti hati, ginjal dan otak (Suramas, 2016).

d. Ekskresi

Merkuri ionik utamanya diekskresikan melalui urin dan tinja, tetapi dapat pula melalui ASI. Sedangkan, untuk metal merkuri, ekskresi utama melalui feses, rambut dan kurang dari sepertiga dari total ekskresi melalui urin, tetapi dapat pula melalui ASI dengan kadar yang lebih rendah. Proses ekskresi sangat dipengaruhi dengan waktu paruhnya, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk ekskresi sehingga mencapai separuh kadar yang ada di dalam tubuh. Waktu paruh merkuri secara biologik sekitar 60 hari atau antara 35-90 hari. Pengeluaran merkuri terutama dalam bentuk urin dan feses melalui waktu paruh 40-60 hari. Empedu dan feses merupakan jalur utama ekskresi metal merkuri yang memiliki waktu paruh sekitar 70 hari (Aryani dkk., 2013).

7. Dampak Merkuri terhadap Ekologi dan Kesehatan

Dampak dari penggunaan merkuri dibedakan menjadi dua, yaitu bagi ekologi dan kesehatan.

(43)

a. Dampak terhadap Ekologi

Ketika merkuri tersebar melalui sistem air limbah, maka merkuri akan terakumulasi dalam lumpur air limbah, di mana merkuri memiliki potensi untuk berpindah dan terakumulasi di tempat lain dan bahkan daerah yang jauh dari sumber pencemaran-pun akan menerima dampaknya. Setelah merkuri terakumulasi ke dalam sungai dan air laut, maka bakteri akan mengubah merkuri ke dalam bentuk organik yang disebut metil merkuri yang jauh lebih toksik. Ini adalah bentuk merkuri yang dapat terakumulasi dalam tubuh manusia atau hewan lainnya ketika mereka memakan biota air yang terpapar olehmerkuri (Aripai, 2016).

Sebagian besar logam berat juga dihasilkan dari daerah perkotaan, daerah pertanian dan daerah industri yang dibuang ke lingkungan perairan di mana logam berat tersebut masuk ke badan air, terakumulasi dalam sedimen dan terbiomagnifikasi melalui rantai makanan yang mengakibatkan risiko ekologis yang signifikan terhadap organisme bentik, ikan dan manusia (Wu etal., 2014).

b. Dampak terhadap Kesehatan

Menurut Suramas (2016), beberapa hal penting yang dapat dijadikan patokan terhadap efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh, adalah sebagaiberikut.

1) Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh.

(44)

2) Senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula dalam daya racun, penyebaran, akumulasi dan waktu retensi yang dimilikinya di dalam tubuh.

3) Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam tubuh organisme hidup yang telah kemasukan merkuri, disebabkan oleh perubahan bentuk atas senyawa - senyawa merkuri dari satu tipe ke tipe lainnya.

4) Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel.

Keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang, yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.

5) Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen.

Manusia yang kontak dengan merkuri akan memiliki kemungkinan untuk mengalami keracunan, baik akut maupun kronis (Palar, 2012).

1) Keracunan Akut

Keracunan akut adalah keracunan yang terjadi dalam waktu singkat, dengan dosis yang tinggi dan atau akibat daya tahan yang rendah. Gejala keracunan akut yang ditimbulkan oleh logam merkuri adalah peradangan pada tekak (pharyngitis), dyspaghia, rasa sakit pada bagian perut, mual dan muntah, disertai dengan darah dan syok. Bila gejala awal ini tidak segera diatasi, penderita selanjutnya akan mengalami

(45)

pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal (nephritis), dan radang pada hati (hepatitis) (Palar, 2012).

Hasil penelitian terkait masyarakat yang mengkonsumsi air minum yang telah tercemar oleh buangan limbah penambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Tahi Ite Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara diperoleh bahwa 13 responden (40,6%) memiliki keluhan mudah lelah dan merasa lemah, 10 (31,3%) responden mengeluhkan sering nyeri otot dan keram serta 9 (28,1%) responden mengalami gangguan tidur. Terdapat 3 (9,4%) responden yangkehilangan nafsu makan dan 4 (12,5%) responden mengalami mual dan muntah.

Gejala tersebut mengindikasikan keracunan akut akibat pajanan merkuri (Suramas, 2016).

2) Keracunan Kronis

Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi secara perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang lama. Penderita keracunan kronis biasanya tidak menyadari bahwa dirinya telah menumpuk sejumlah racun dalam tubuh mereka, sehingga pada batas daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap dalam selang waktu yang panjang tersebut akan bekerja dan pengobatan akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan (Palar, 2012).

Pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan

(46)

gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Radang gusi pada akhirnya akan merusak jaringan penahan gigi, sehingga gigi mudah lepas. Gangguan terhadap sistem syaraf dapat terjadi dengan atau tanpa diikuti oleh gangguan pada lambung dan usus. Ada dua bentuk gejala umum yang dapat dilihat bila korban mengalami gangguan pada sistem syaraf, yaitu tremor ringan (gemetar), dan parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar (Suramas, 2016).

Biasanya satu dari kedua gejala ini akan mendominasi gejala keracunan kronis dan ada kemungkinan terjadinya komplikasi dengan psikologis. Hal ini diperlihatkan dengan terjadinya gangguan emosional, seperti cepat marah yang diluar kewajarannya dan mental hiperaktif yang berat. Gejala tremor biasanya dimulai dari ujung jari tangan atau ujung jari kaki. Gejala pada ujung jari tangan akan terus menjalar sampai pada otot wajah, lidah, dan pangkal tenggorokan (larynx). Tremor tersebut biasanya akan berhenti bila penderita tidur, namun demikian seringkali terjadi gangguan kram secara tiba-tiba dan kontraksi lainnya. Tanda-tanda seorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terlihat warna abu-abu sampai gelap, atau abu-abu kemerahan, yang semua itu dapat dilihat dengan mikroskop mata. Selain itu, gejala keracunan kronis merkuri lainnya adalah anemia ringan (Palar, 2012).

Hasil penelitian mengenai gambaran keracunan merkuri pada pekerja PETI di Desa Cisarua, diketahui bahwa pekerja yang mengalami

(47)

keracunan merkuri memiliki jumlah yang lebih besar, yaitu dengan persentase 60%, dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami keracunan merkuri. Gejala yang mengindikasikan terjadinya keracunan kronik akibat pajanan merkuri yaitu tremor, sering kesemutan, otot wajah kaku, iritasi mata, rasa logam pada mulut, otot terasa sakit dan kejang, kulit telapak tangan dankaki menebal, serta sakit kepala (Junita, 2013).

Penelitian lain terkait masyarakat yang mengkonsumsi air sumur gali yang tercemar oleh limbah PETI di Desa Tahi Ite menunjukkan bahwa gangguan kesehatan yang mengindikasikan terjadinya keracunan kronik merkuri yakni 11 (36,7%) orang mengalami gangguan nyeri pada otot atau sendi pergelangan kaki dan lutut, tremor pada jari tangan dan gangguan pendengaran masing-masing 4 (13,3%) orang, mati rasa pada lengan dan gangguan gerakan anggota tubuh masing-masing 3 (10,0%) orang, serta 2 (6,7%) orang yang memiliki gangguan penglihatan (Anwar, 2016).

Pada ibu hamil yang terpapar oleh senyawa alkil merkuri dapat menyalurkan senyawa tersebut pada janin dalam kandungannya.

Senyawa alkil merkuri masuk bersama makanan melewati plasenta karena dibawa oleh peredaran darah ke janin. Kontaminasi ini akan menyebabkan kerusakan otak pada janin sehingga pada saat lahir nanti bayi mengalami cacat. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa konsentrasi merkuri yang mencapai 20 µg/l dalam darah ibu hamil selama 1 bulan telah menyebabkan kerusakan pada otak janin yang dikandungnya (Palar, 2012).

(48)

Hasil penelitian yang dilakukan di Meksiko menunjukkan kadar merkuri dalam darah ibu hamil berkorelasi dengan kadar merkuri dalam darah anaknya, berturut-turut 3,4 mg/l dan 1,8 mg/l. Hal ini dipengaruhi oleh konsumsi makanan laut (produk tuna kaleng) oleh ibu hamil yang mengandung merkuri. Kandungan merkuri dalam produk tersebut telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan oleh USEPA yaitu 0,3 µg/g (Basu et al., 2014).

Pada ibu menyusui yang terpapar oleh senyawa merkuri dapat mengakibatkan ASI yang dikeluarkannya terkontaminasi oleh senyawa tersebut. Keadaan ini menjadi salah satu mekanisme peracunan pada bayi yang disusuinya. Kondisi ini dapat mengakibatkan keracunan kronis oleh merkuri pada bayi. Jumlah merkuri yang ditemukan pada ibu menyusui yang terpapar metil merkuri berkisar antara 20 – 50% dari senyawa metil merkuri yang masuk (Palar, 2012).

Suatu penelitian di Taiwan yang mengkaji hubungan antara efek neurologis dan konsentrasi metil merkuri dalam rambut dan kuku. 83 pasangan ibu dan bayi dijadikan sampel dan dilakukan pemeriksaan tindak lanjut terhadap anak-anaknya setelah tiga tahun untuk mengevaluasi kognitif, bahasa, dan perkembangan motorik anak.

Konsentrasi metil merkuri dalam sampel rambut dan kuku diperoleh masing-masing 1,96 µg/g dan 0,64 µg/g (melebihi standar USEPA = 1 µg/g). Paparan metil merkuri saat prenatal, tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan saraf. Konsumsi ikan yang tinggi

(49)

yang menjadi faktor risiko penting peningkatan kadar metil merkuri pada anak-anak dan dapat menyebabkan nilai bahasa ekspresif lebih rendah (Hsi et al., 2014).

Keracunan kronis akibat terpapar oleh garam-garam merkuri baik yang masuk dengan cara inhalasi maupun makanan dan minuman akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada ginjal (Palar, 2012). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Guizhou, Cina pada tahun 2015, diperoleh warga yang tinggal dalam radius 3 km dari buangan limbah pertambangan menunjukkan kadar merkuri dalam urin masyarakat tergolong tinggi yakni 8.29 µg/g dan kreatininnya 10,3 mg/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajanan merkuri anorganik dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Asupan makanan (konsumsi beras yang terpapar merkuri) adalah jalur utama pajanan bagi penduduk lokal tersebut, jika dibandingkan dengan menghirup uap merkuri (Li et al., 2015).

8. Spesimen untuk Pemeriksaan Merkuri dalam Tubuh

Cara yang akurat dan reliabel untuk mengukur Hg dalam tubuh karena pajanan merkuri dan senyawanya adalah tes kadar Hg dalam darah, urin, rambut dan air susu ibu. Tes ini untuk menghitung/memperkirakan dampak negatif kesehatan yang akan muncul oleh pajanan merkuri dalam bentuk senyawa Hg yang berbeda-beda (Suramas, 2016).

(50)

Sampel urin merupakan indikator terbaik terhadap kandungan merkuri dalam tubuh pada paparan merkuri anorganik jangka panjang karena paparan uap logam merkuri. Hal ini dikarenakan merkuri dalam urin mencapai puncaknya +2-3 minggu setelah pemaparan dan berkurang dengan sangat lambat dengan waktu paruh 40-60 hari untuk pemaparan jangka pendek dan 90 hari untuk pemaparan jangka panjang. Pada hasil beberapa studi menunjukkan bahwa tanda awal pengaruh kurang baik yang berkenaan dengan sistem syaraf pusat atau ginjal dapat dilihat pada konsentrasi kadar merkuri dalam urin (Sintawati dkk., 2013). Selain itu, pemeriksaan urin memberikan penilaian yang paling tepat dari paparan merkuri dan yang paling mudah untuk diterapkan(ATSDR, 1999).

Darah dan urin digunakan sebagai marker, untuk dapat melihat apakah seseorang terpajan oleh merkuri metal atau merkuri anorganik.

Untuk pajananmetil merkuri darah diambil beberapa hari setelah pajanan, karena sebagian besar bentuk-bentuk Hg dalam darah akan turun 50 % setiap 3 hari jika pajanan dihentikan. Oleh karena itu kadar merkuri dalam darah merupakan informasi yang sangat bermanfaat untuk pajanan yang baru terjadi dibanding pajanan jangka panjang. Rambut dan darah sebagai indikator keracunan metil merkuri. Untuk fetal, rambut ibu dan darah tali pusat sebagai indikatornya. Ekskresi metil merkuri diubah menjadi merkuri anorganik dan keluar melalui feses.

(Lestarisa, 2010).

(51)

9. Nilai Ambang Batas (NAB) Merkuri

Menurut UNEP dan WHO (2008), kadar merkuri normal dalamurin maksimum adalah 4 µg/l. Batas aman dari segi konsumsi makanan atau minuman yang mengandung merkuri telah ditetapkan oleh Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives (JECFA). JECFA menetapkan konsumsi mingguan yang ditoleransi untuk total merkuri adalah sebesar 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk metil merkuri sebesar 1,6 mg/kg berat. Sedangkan menurut USEPA dosis metil merkuri per-hari adalah 0,1 mg/kg berat badan dan dosis merkuri klorida per-hari adalah 0,3 mg/kg berat badan. Dosis letal akut merkuri inorganik untuk orang dewasa adalah 1-4 gram atau 14-57 mg/kg berat badan untuk seseorang yang memiliki berat badan sebesar 70 kg. Sedangkan dosis letal minimum metil merkuri untuk seseorang yang memiliki berat badan sebesar 70 kg adalah berkisar antara 20-60 mg/kg berat badan (Suramas, 2016).

B. Tinjauan Tentang Sianida (CN) 1. Sianida dan Klasifikasinya

Sianida adalah kelompok senyawa yang mengandung gugus siano (-C≡N) yang terdapat di alam dalam bentuk yang berbeda-beda.

Sianida di alam dapat diklasifikasikan menjadi sianida bebas, sianida sederhana, kompleks sianida dan senyawa turunan sianida (Pitoi, 2014).

Struktur kimia dari sianida ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

(52)

Gambar 2.2 Struktur Kimia Sianida (CN) (Sumber: PubChem, 2017)

Sianida bebas adalah penentu ketoksikan senyawa sianida yang dapat didefinisikan sebagai bentuk molekul (HCN) dan ion (CN-) dari sianida yang dibebaskan melalui proses pelarutan dan disosiasi senyawa sianida. Keduanya berada dalam kesetimbangan satu sama lain yang bergantung pada pH, sehingga konsentrasi HCN dan CN- dipengaruhi oleh pH. Pada pH dibawah 7, keseluruhan sianida berbentuk HCN sedangkan pada pH diatas 10,5, keseluruhan sianida berbentuk CN- (Pitoi, 2014).

Sianida sederhana adalah garam-garam anorganik sebagai hasil persenyawaan sianida dengan natrium, kalium, kalsium, dan magnesium.

Sianida sederhana dapat juga didefinisikan sebagai garam dari HCN yang terlarut dalam larutan menghasilkan kation alkali bebas dan anion sianida Bentuk sianida sederhana biasanya digunakan dalam proses leaching emas. Sianida sederhana dapat larut dalam air dan terionisasi secara

(53)

cepat dan sempurna menghasilkan sianida bebas dan ion logam (Pitoi, 2014).

Kompleks sianida termasuk kompleks dengan logam kadmium, tembaga, nikel, perak, dan seng. Kompleks sianida ketika terlarut menghasilkan HCN dalam jumlah yang sedikit atau bahkan tidak sama sekali, tergantung pada stabilitas kompleks tersebut. Kestabilan kompleks sianida bervariasi dan bergantung pada logam pusat. Kompleks lemah seperti kompleks sianida dengan seng dan kadmium mudah terurai menjadi sianida bebas. Kompleks sedang lebih sulit terurai dibanding kompleks lemah dan meliputi kompleks sianida dengan tembaga, nikel, dan perak. Sedangkan kompleks kuat seperti kompleks sianida dengan emas, besi, dan kobalt cenderung sukar terurai menghasilkan sianida bebas (Pitoi, 2014).

Yang tergolong senyawa turunan sianida adalah SCN- (tiosianat), CNO-, dan NH3 (amonia) yang biasanya dihasilkan dari sianidasi, degradasi alami dan pengolahan limbah mengandung sianida (Pitoi, 2014).

2. Sejarah dan Penggunaan Sianida

Sianida secara spesifik adalah anion CN-. Sianida dapat berbentuk gas, cair, atau padat dan berbentuk molekul, ion, atau polimer.

Singkatnya semua bahan yang dapat melepaskan ion sianida (CN-) sangat toksik. Substansi dengan kandungan sianida sebenarnya telah digunakan sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu akan tetapi

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), secara langsung dan tidak langsung dapat dilakukan melalui penggalian dan pengembangan potensi yang ada di daerah yang meliputi

Value Chain merupakan rantai nilai yang dapat mengetahui kekuatan perusahaan, keuntungan dan kesuksesan dari rantai aktivitas dalam perusahaan atau industri

Lucia Tri Suwanti, drh., MP., dari seksi lomba IRIE 2016, dalam ASPC 2016 ini berhasil menjadi juara I adalah tim mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) dengan paper

Dalam perancangan sistem monitoring menggunakan Nagios dengan NagiosQL yang menggunakan sistem operasi LINUX CentOS5.6 diperlukan adanya suatu server atau sebuah

Relasi ini digunakan apabila terdapat dua atau lebih aktor melakukan hal yang sama (use case yang sama). Use case tersebut kemudian dipisahkan dan dihubungkan dengan

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmatnya serta karunia dan anugrah yang luar biasa dalam hidup saya hingga detik ini,

Menyadari pentingnya untuk diperhatikan strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan yang tercermin dalam pembangunan yang holistik dan terintegrasi antar pelaku pariwisata