5
A. Kajian Pustaka 1. Parabadminton
a. Pengertian Parabadminton
Bulutangkis atau bisa disebut dengan Badminton merupakan salah satu cabang olahraga yang digemari berbagai lapisan masyarakat. Menurut Herman Subardjah (1999: 13) permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individu yang dapat di lakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang melawan dua orang. Sedangkan Brein (2014) “bulutangkis atau badminton merupakan cabang olahraga yang termasuk kedalam permainan dan bisa dimainkan di dalam ruangan maupun diluar ruangan diatas lapangan yang dibatasi oleh garis-garis yang panjang dan lebar, lapangan terdsebut dibagi menjadi dua yang sama besar dan dibatasi net”.
Sedangkan Parabadminton adalah perminan bulutangkis untuk atlet difabel, yang baru resmi di bawah naungan BWF sejak 2011. Sebelumnya Para Badminton punya federasi sendiri yaitu Para Badminton World Federation (PBWF). Permainan Parabadminton sama halnya dengan bulutangkis umumnya, Para badminton juga mempertandingkan nomor tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri serta ganda campuran.
Hanya saja untuk atlet Para Badminton diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas sesuai dengan kondisinya.
Perkembangan olahraga difabel bisa dibilang baru semakin berkembang pasca tahun 2010. Semenjak David Jacobs meraih perunggu di Paralimpiade London 2012 (medali Paralimpiade pertama sejak 1988), semakin banyak perhatian yang ditujukan pada atlet-atlet difabel Indonesia.
Hasilnya, jumlah atlet yang dikirim ke multi-event meningkat, dari 20 atlet di Asian Para Games (APG) 2010 menjadi 67 atlet di APG 2014.
commit to user
Bulutangkis difabel (Para-badminton) juga merupakan andalan Indonesia di ajang-ajang olahraga difabel, sama seperti bulutangkis pada umumnya. Indonesia juga rutin menggelar Indonesia Para-Badminton International sejak 2014 di Solo dan selalu menjadi juara umum. Sementara di Asian Para Games Indonesia sudah mengumpulkan 5 emas, 7 perak, dan , dan 5 perunggu. Dan pada ASEAN Para Games 2015 di Singapura lalu, Indonesia keluar sebagai juara umum bulutangkis dengan 8 emas, 4 perak, dan 7 perunggu. Indonesia dikenal memiliki sejumlah pemain top dunia di kelas Standing/Berdiri.
Turnamen Para-Badminton di dunia sendiri memang bisa dihitung dengan jari, namun saat BWF menentukan sistem kualifikasi Paralimpiade dan tuan rumah Kejuaraan Dunia Para-Badminton pada tahun 2017, pastinya semua turnamen menjadi bernilai. Persiapan atlet juga termasuk salah satu kendala. Para atlet juga tidak tergabung dalam sistem Pelatnas ala PBSI, mengingat mereka juga bukan atlet full-time. Biasanya atlet-atlet melakukan pemusatan latihan menjelang event besar dan turnamen Indonesia International. Turnamen itu sendiri juga patut diapresiasi, karena inilah buah kerjasama Komite Paralimpiade (NPC) Indonesia dengan BWF.
Pada Badminton tidak hanya memiliki agenda di dalam negeri saja, tetapi juga diluar negeri. Kegiatan multi event seperti Olimpiade khusus untuk mereka yang memiliki kekkurangan pun ada dan diberi nama Paralympic games dan salah satu cabang olah raga yang dipertandingkan adalah bulutangkis. Para Badminton resminya akan dipertandingkan untuk pertama kalinya Para Olimpiade Tokyo 2020.
b. Klasifikasi
Menurut peraturan yang dibuat oleh Badminton World Federation (BWF) Corporate, Atlet yang mengikuti cabor ini nantinya akan terbagi menjadi dua, yaitu atlet berkursi roda dan berdiri. Cabor ini memiliki enam klasifikasi yang disesuaikan dengan kondisi atlet.
• Wheelchair 1 / WH1 (kursi roda 1) commit to user
• Wheelchair 2 / WH2 (kursi roda 2)
Kategori ini diperuntukkan bagi atlet Para Badminton yang menggunakan kursi roda untuk bermain bulu tangkis dan mengalami gangguan pada satu atau kedua tungkai bawah dan gangguan dengan keterbatasan pada satu atau dua kaki dan tubuh bagian atas normal atau keterbatasan minim.
• Standing Lower 3 / SL3
Pada kelas ini seorang pemain harus bermain sambil berdiri. Pemain dapat memiliki gangguan pada satu atau kedua tungkai bawah dan keseimbangan atau kesulitan dalam berjalan maupun berlari.
• Standing Lower 4 / SL4
Atlet bisa berdiri dengan keterbatasan lebih ringan dari SL3.
Keterbatasan bisa pada satu atau kedua kaki dengan keseimbangan bagus saat berjalan ataupun berlari.
• Standing Upper 5 / SU5
Pemain di kelas ini memiliki kelainan pada tungkai atas, bisa pada tangan yang biasa digunakan maupun tidak.
• Standing Stature 6 / SH6
Atlet dengan tubuh pendek karena faktor genetik yang sering merujuk pada kekerdilan.
Kelas WH1, WH2, SL3 untuk nomor tunggal hanya menggunakan satu sisi lapangan. Sementara itu untuk nomor ganda menggunakan lapangan penuh. Kelas SL4, SU5, dan SH6 menggunakan lapangan penuh pada kelima nomor (tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, ganda campuran).
commit to user
2. Pembinaan Prestasi
Pembinaan olahraga merupakan bagian dan upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia yang ditujukan pada peningkatan kesehatan jasmani dan rohani seluruh masyarakat, serta pengembangan prestasi olahraga yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Pada saat ini pembinaan olahraga kurang diperhatikan, sehingga perlu ditingkatkan pendidikan jasmani dan pembinaan olahraga di lingkungan sekolah maupun masyarakat agar mendapatkan prestasi sesuai dengan target. Pembinaan prestasi olahraga merupakan tanggung jawab Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
KONI adalah wadah organisasi olahraga nasional mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pembinaan prestasi olahraga di Indonesia. Konsep pembinaan atlet untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi dan maksimal harus dilakukan secara berjenjang dan berkelanjutan hingga prestasi puncak.
Mencapai prestasi puncak pembinaan peserta didik tidak bisa dilakukan sendiri- sendiri, namun harus secara sistemik. Keberhasilan pembinaan prestasi atlet yang sistemik, terpadu, terarah dan terprogram dengan jelas dilihat dari beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu :
1. Tersedianya atlet potensial (Talented Athletes) yang mencukupi 2. Tersedianya pelatih profesional dan dapat menerapkan IPTEK
3. Tersedianya sarana prasarana dan kelengkapan olahraga yang memadai 4. Adanya program yang berjenjang dan berkelanjutan, ditunjang dengan adanya anggaran yang mencukupi dan hubungan yang baik antara semua pihak (atlet, pelatih, pembina, pengurus, Pengprov, KONI, dan Pemerintah)
5. Perlu diadakannya tes dan pengukuran kondisi atlet secara periodik (Danardono, 2012).
Suatu organisasi atau perkumpulan olahraga harus ada pembinaan yang nantinya dapat menghasilkan suatu prestasi yang bagus, dan diharapkan dalam pembinaan harus melihat pada setiap individu pemain atau atlet baik dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Mencapai prestasi yang setinggitingginya maka usaha pembinaan atlet harus dilaksankaan dengan menyusun strategi dan perencanaan yang rasional sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas atlet commit to user
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan pedukung utama tercapainya prestasi atlet, sebab faktor ini memberikan dorongan yang lebih stabil dan kuat yang muncul dari dalam diri atlet itu sendiri. Salah satu faktor internal pendukung kemampuan atlet dalam pencapaian prestasi yaitu fisik, teknik, taktik dan mental. Hal senada juga diungkapkan oleh Harsono (1998:100) bahwa “Untuk meningkatkan keterampilan dan prestasi semaksimal mungkin ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama yaitu latihan fisik,teknik,taktik,dan mental”.
1) Latihan Fisik
Latihan fisik dalam beberapa hal merupakan salah satu unsur yang paling penting untuk dikembangkan paling awal. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan potensi faaliah dan mengembangkan kemampuan biomotorik ke tingkat yang setinggi-tingginya agar prestasi yang paling tinggi bisa dicapai. Fisik dapat dikembangkan melalui tahapan latihan berikut:
1) Persiapan Fisik Umum (general physical fitness) 2) Persiapan Fisik Khusus (spesific physical fitness)
3) Persiapan fisik yang sangat spesifik yang diperlukan oleh cabor yang diperlukan.
Tahap Persiapan Umum dan Khusus (TPU dan TPK) bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar kondisi fisik yang baik. Sedangkan persiapan latihan fisik yang spesifik, diberikan di Tahap Pertandingan guna mempertahankan tingkat kondisi biomotorik yang sudah diperoleh di tahap persiapan (Harsono, 2015). Pelatih harus memperhatikan hal yang berkenaan dengan kondisi fisik, bagaimana mengembangkan kemampuan biomotor dasar karena bagaimanapun juga ini merupakan kebutuhan paling dasar yang harus
commit to user
dimiliki oleh seorang atlet sebelum mengembangkan kemampuan fisik khusus dan teknik cabang spesialisasinya seperti bulutangkis. Adapun kemampuan biomotor dasar yang perlu dikembangkan meliputi: (1) kekuatan, (2) daya tahan, (3) kecepatan, (4) kelentukan, dan (5) koordinasi (Bompa, 2009; Thomson, 1993). Hubungan antar kemampuan biomotor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Hubungan antar kemampuan biomotor (Thomson : 1993)
a) Kekuatan
Pengertian kekuatan secara umum adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk mengatasi beban atau tahanan. Pengertian secara fisiologi, kekuatan adalah kemampuan neurornuskuler untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam. Tingkat kekuatan olahragawan di antaranya dipengaruhi oleh keadaan: panjang pendeknya otot, besar kecilnya otot, jauh dekatnya titik beban dengan titik tumpu, tingkat kelelahan, jenis otot merah atau putih, potensi otot, pemanfaatan potensi otot, teknik, dan kemampuan kontraksi otot (Sukadiyanto, 2011).
Kekuatan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang sangat penting dalam berolahraga karena dapat membantu meningkatkan komponenkomponen seperti kecepatan, kelincahan dan ketepatan b) Daya Tahan (Endurance)
Daya tahan selalu berkaitan dengan lama kerja (durasi) dan intensitas kerja. Semakin lama durasi latihan dan semakin tinggi intensitas kerja yang dilakukan seseorang, berarti memiliki ketahanan atau daya tahan yang baik. Menurut Bompa (2000: 149) endurance
commit to user
berlebihan setelah mneyelesaikan latihan tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas, endurance pata diatikan sebagai kemampuan kerja otot atau organ tubuh secara kontinyu dalam jangka waktu tertentu tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan. Adapun tujuan dari latihan endurance adalah untuk meningkatkan kemampuan atlet agar dapat mengatasi kelelahan selama aktivitas latihan atau pertandingan berlangsung, dimana kelelahan yang terjadi tersebut dapat berupa fisik atau psikis.
c) Kecepatan
Kecepatan atau speed merupakan salah satu komponen dasar biomotor yang sangat penting yang dibutuhkan dalam setiap cabang olahraga. Setiap aktivitas olahraga yang bersifat permainan maupun pertandingan selalu memerlukan komponen-komponen kecepatan. Pada umumnya, latihan kecepatan ini dilakukan setelah atlet dilatih daya tahan dan kekuatan, sebab latihan ini harus memiliki pondasi aerobic yang memadai. Menurut Harsono ( 2001: 36) speed adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang cepat. Menurut Sukadiyanto (2005 : 106) speed adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk menjawab rangsang dalam waktu secepat mungkin. Berdasarkan pendapat diatas, speed dapat diartikan sebagai kemampuan tubuh menjawab rangsang dengan waktu sesingkat mungkin.
d) Fleksibilitas
Menurut Sajoto (1995: 9), kelentukan (flexibility) adalah daya efektifitas seseorang dalam menyesuaikan diri dalam segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas. Fleksibilitas merupakan salah satu commit to user
unsur yang penting dalam rangka pembinaan olahraga prestasi sebab tingkat kualitas fleksibilitas seseorang akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya. Akan ada keuntungan bagi atlet yang memiliki fleksibilitas yang baik.
Fleksibilitas mencakup dua hal yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya yaitu antara kelentukan dan kelenturan. Kelentukan berkaitan dengan keadaan fleksibilitas antara tulang dan persendian.
Sedangkan kelenturan berkaitan dengan keadaan flesibilitas otot, tendo dan ligamen. Semakin bertambahnya umur semakin menurun atau berkurang tingkat fleksibilitasnya.
Ada dua macam fleksibilitas yaitu fleksibilitas statis dan fleksibilitas dinamis. Fleksibilitas Statis posisi badan tetap dalam keadaan diam tidak melakukan aktivitas gerak. Sebagai contohnya fleksibilitas statis adalah mencium lutut. Fleksibilitas dinamis adalah kemampuan seseorang dalam bergerak dengan kecepatan yang tinggi.
Sebagai contoh fleksibilitas dinamis dapat dilihat pada cabang olahraga senam perlombaan.
2) Latihan Teknik
Yang dimaksud dengan latihan teknik disini melakukan gerakan dengan mempermahir teknik-teknik gerakan yang diperlukan atlet dengan mudah dan terampil melakukan gerakan cabang olahraga yang digelutinya.
Dapat dikatakan teknik sempurna apabila teknik yang secara bimekanik benar dan secara fisiologis efisien. Kesiapan fisik yang tidak cukup akan mempelambat atau membatasi kemajuan atlet dalam hal pembelajaran teknik. Pembentukan teknik harus dimulai dari teknik dasar keteknik tinggi yang akhirnya menuju gerakan-gerakan yang otomatis.
Menurut Sudjarwo (1995: 40) ”teknik merupakan rangkuman metode yang dipergunakan dalam melakukan gerakan suatu cabang olahraga”. Teknik merupakan proses gerakan dalam praktek dengan sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam suatu cabang olahraga. Dalam cabang olahraga bulutangkis, penguasaan teknik dasar commit to user
dahulu dan lebih banyak guna mengembangkan mutu permainan bulutangkis yang dimainkan secara regu ataupun perorangan. Mengingat permainan bulutangkis terdapat beregu, maka kerjasama antar atlet mutlak diperlukan dengan toleransi serta rasa percaya terhadap kawan sangat diperlukan dan saling mengisi kekurangan antar atlet. Atlet agar dapat berhasil maka atlet harus mempelajari teknik dasar semaksimal mungkin supaya strategi yang diterapkan dapat berjalan baik dalam pertandingan.
Salah satu teknik yang harus dikuasai adalah teknik pukulan dalam olahraga bulutangkis yang harus dikuasai oleh para atlet antara lain :
a) Teknik Memegang Raket
Dalam permainan bulutangkis ada beberapa macam cara memegang raket, ialah :
Pegangan geblok kasur atau pegangan Amerika
Cara memegang raket : letakkan raket di lantai secara mendatar, kemudian ambillah dan peganglah sehingga bagian tangan antara ibu jari dan jari telunjuk menempel pada bagian permukaan yang lebar (Tohar, 1992: 34).
Gambar 2.2. Pegangan Geblok Kasur
(Tohar, 1992: 34) Pegangan Kampak atau pegangan Inggris.
Cara memegang raket miring di atas lantai, kemudian raket letakan diangkat pegangannya, sehingga bagian tangan antara ibu jari
commit to user
dan jari telunjuk menempel pada bagian permukaan pegangan raket yang kecil atau sempit (Tohar, 1992:35).
Gambar 2.3 Pegangan Inggris atau Kampak (Tohar, 1992: 36)
Pegangan gabungan atau pegangan berjabat tangan
Pegangan jenis ini juga disebut Shakehand grip atau pegangan berjabat tangan. Caranya adalah memegang raket seperti orang yang berjabat tangan. Caranya hampir sama dengan pegangan Inggris, tetapi setelah raket dimiringkan tangkai dipegang dengan cara ibu jari melekat pada bagian dalam yang kecil sedang jari-jari lain melekat pada bagian dalam yang lebar (Tohar, 1992: 36).
Gambar 2.4 Pegangan Jabat Tangan ( Tohar, 1992: 37 )
Pegangan Backhand
Cara memegang raket, letakkan raket miring di atas lantai kemudian ambil dan peganglah pada pegangannya. Letak ibu jari menempel pada bagian pegangan raket yang lebar, jari telunjuk letaknya berada di bawah pegangan pada bagian yang kecil. Kemudian raket diputar sedikit ke kanan sehingga letak raket bagian belakang menghadap ke depan (Tohar, 1992: 37).
commit to user
Gambar 2.5 Pegangan Backhand
(Tohar, 1992: 38)
Kerja Kaki ( Footwork)
James Poole (2005: 51) menyatakan, ”tujuan dari footwork yang baik adalah supaya atlet dapat bergerak seefisien mungkin ke segala bagian dari lapangan”. Menurut Herman Subardjah (1999/2000: 27)
“footwork adalah gerakan-gerakan langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi badan sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melakukan gerakan memukul shuttlecocksesuai dengan posisinya”. Footwork memiliki peranan penting dalam permainan bulutangkis. Untuk mendapatkan footwork yang baik terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Menurut Saiful Aristanto (1992: 26) menyatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam teknik melangkah (footwork) dalam permainan bulutangkis yaitu “(1) Menentukan saat yang tepat untuk bergerak mengejar bola dan menentukan saat-saat yang tepat kapan harus berbuat dan memukul bola dengan tenang, (2) Tetap memiliki keseimbangan badan pada saat melakukan pukulan”.
Teknik Memukul Bola
Prinsip teknik memukul bola dalam permainan bulutangkis adalah menyebrangi net kea rah lapangan lawan. Tohar (1992: 67) menyatakan “teknik pukulan adalah cara-cara melakukan pukulan pada permainan bulutangkis dengan tujuan untuk menerbangkan shuttlecock ke bidang lawan”. Dapat dikatakan bahwa seorang pemain bulutangkis yang terampil apabila memiliki teknik yang baik. Berdasarkan jenisnya commit to user
pukulan dalam permainan bulutangkis dikelompokkan menjadi beberapa macam. Menurut Soemarno, dkk (1995: 521) bahwa,
“macam-macam pukulan dalam permainan bulutangkis terutama adalah service, lob, drive, smash, dropshot dan neeting”. Menurut Tohar (1992:
67) jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai oleh pemain bulutangkis antara lain “(1) Pukulan service, (2) Pukulan lob, (2) Pukulan dropshot, (4) Pukulan smash, (5) Pukulan drive, Pengambilan service”. Pendapat lain dikemukakan Icuk Sugiarto (1993: 39), “macam-macam pukulan dalam permainan bulutangkis terutama adalah service, lob, smash, dropshot, drive dan neeting”.
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik pukulan yang harus dikuasai dalam permainan bulutangkis meliputi, service, lob, drive, dropshot,smash, neeting dan pengambilan service.
Jenis pukulan diatas dapat dilakukan dengan pukulan forehand atau backhand, kecuali untuk pukulan servise tinggi sulit untuk melakukan pukulan dengan backhand.
Servise
Pukulan servise merupakan pukulan yang pertama kali pada saat melakukan permainan bulutangkis. Dapat dikatakan juga servise sebagai pembuka permainan dan serangan pertama. Tohar (1992:67) mengemukakan bahwa,“Pengertian Pukulan service adalah merupakan pukulan dengan raket yang menerbangkan shuttlecock kebidang lapangan lain secara diagonal dan bertujuan sebagai pembuka permainan dan merupakan suatu pukulan yang penting dalam permainan bulutangkis”. Teknik pukulan service dapat dilakukan dengan beberapa jenis. Sarwono dalam Soemarno (1995:521) mengemukakan bahwa,
“jenis-jenis pukulan servis pada dasarnya dapat dibagi menjadi : (a) servis pendek, (b) lob/servis panjang, dan (c) servis drive”.
commit to user
Gambar 2.6 Servis Pendek
Sumber: (Sapta Kunta Purnama, 2010: 17)
Gambar 2.7 Servis Panjang Sumber: (Sapta Kunta Purnama, 2010: 17)
Lob
Pukulan lob merupakan pukulan melambung yang dilakukan dengan arah bola kearah belakang bagian lapangan lawan. Tohar (1992:
78) mengemukakan pukulan lob adalah “suatu pukulan dalam permaian bulutangkis yang dilakukan dengan tujuan untuk menerbangkan shuttlecock setinggi mungkin mengarah jauh ke belakang garis lapangan”. Sedangkan Tony Grice (2004: 57) berpendapat, “pukulan lob yang tinggi dan panjang biasanya digunakan agar mendapatkan lebih banyak waktu untuk kembali ke posisi bagian tengah lapangan”.
Dalam permainan bulutangkis,pukulan Lob juga penting. Icuk Sugiarto (1993 : 54) menyatakan, “pukulan lob merupakan pukulan yang sangat penting bagi bola pertahanan maupun penyerangan”.
Sedangkan Tony Grice (2004 : 57) berpendapat, “Kegunaan utama dari commit to user
pukulan lob adalah untuk membuat bola menjauh dari lawan anda dan membuatnya bergerak dengan cepat. Dengan mengarahkan bola belakang lawan atau dengan membuat mereka bergerak lebih cepat dari yang mereka inginkan, akan membuat mereka kekurangan waktu dan menjadi lebih cepat lelah”. Dari pernyataan diatas, dapat diartikan bahwa lob yang dilakukan dengan cepat dan arahnya kebelakang dapat membuat lawan kewalahan dalam mengembalikan bola dan juga dapat membuat lawan lelah yang akhirnya membuat pengembalian bola tanggung sehingga akan lebih mudah untuk mematikan.
Drive
Pukulan drive adalah jenis pukulan yang keras dan cepat yang arahnya mendatar dekat dengan net. Pukulan drive ini biasanya digunakan untuk menyerang dan juga untuk mengembalikan bola dengan cepat secara lurus maupun silang ke daerah lawan,baik secara forehand maupun backhand.
Dalam hal ini Tony Grice (1996:97) mengemukakan bahwa,
“drive adalah pukulan datar yang mengarahkan bola dengan lintasan horizontal melintasi net”. Hal senada dikemukkan Tohar (1992:204) bahwa, “pukulan drive adalah pukulan yang dilakukan dengan menerbangkan shuttlecock secara mendatar, ketinggiannya menyusur diatas net dan penerbangannya sejajar dengan lantai”. Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa, pukulan drive merupakan pukulan yang dilakukan dengan arah mendatar, sejajar, dengan lantai.
Gambar 2.8 Drive Backhand
Sumber: (Sapta kunta Purnama, 2010: 23) commit to user
lawan. Dropshot mengandalkan kemampuan feeling dalam memukul bola sehingga arah dan ketajaman bola tipis di atas net serta jauh dekat net.
Menurut James Poole (1986:33) bahwa, pukulan drop merupakan pukulan yang lambat atau pelan yang jatuh tepat dimuka jarring, di lapangan muka lawan anda, sebaiknya di depan garis serve pendek”. Pukulan dropshot dapat memaksa lawan untuk bergerak ke depan, sehingga lapangan belakang kosong. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi pemain untuk mematikan lawan.
Smash
Kunci pokok dalam permainan bulutangkis untuk memenangkan permainan atau pertandingan adalah kemampuan melakukan serangan sehingga lawan sulit untuk mengembalikan bola. Teknik serangan yang efektif dalam permainan bulutangkis adalah smash. Pukulan smash merupakan pukulan overhead yang mengandalkan kekuatan dan kecepatan lengan serta lecutan pergelangan tangan agar bola meluncut tajam menukik dan dapat mematikan lawan.
Menurut Sarwono dalam Soemarno (1995:530) bahwa, “ pukulan smash adalah pukulan yang dilakukan paling cepat dan sekeras- kerasnya, kearah bawah lapangan lawan”. Hal ini sesuai dengan pendapat Tohar (1992:92) yang menyatakan bahwa, “pukulan smash adalah suatu pukulan yang keras dan curam ke bawah mengarah ke bidang lapangan pihak lawan”. Jadi, pukulan smash merupakan usaha penyerangan yang dilakukan dengan pukulan shuttlecock yang keras arah ke bawah sehingga bola bergerak dengan cepat dan menikuk melewati atas net menuju ke lapangan lawan. Menurut Tohar (1992:92) gambaran mengenai smash adalah sebagai berikut: commit to user
“Pertama-tama tenaga yang dihasilkan dari rangkaian kekuatan otot kaki dengan menggerakkan kaki, kemudian lutut, diteruskan memusatkan pada badan, pundak atau bahu, lengan tangan dan terakhir pergelangan tangan. Gerakan ini dillakukan secara beruntun dan berkesinambungan serta merupakan suatu rangkaian gerakan yang teratur”.
Gambar 2.9 Smash
Sumber: (Sapta kunta Purnama, 2010: 23)
Netting
Netting adalah pukulan pendek yang dilakukan di depan net dengan tujuan mengarahkan bola setipis mungkin jaraknya dengan net didaerah lawan. Kualitas netting yang baik memungkinkan pemain mendapatkan umpan tanggung dari lawan untuk diserang atau di smash.
Karena mengembalikan netting yang baik tidak banyak pilihan yang harus dilakukan oleh lawan, hanya ada dua pilihan naik ke belakang daerah lawan atau di netting lagi.
Latihan untuk menguasai netting dengan cara forehand dan backhand, dengan berpedoman pembiasaan atau seringnya dilatihkan.
Karena kualitas netting yang baik ditentukan oleh tipis dan ketepatan sasaran, maka untuk dapat menguasai kualitas yang diharapkan adalah dengan latihan sesering mungkin, karena netting tidak memerlukan tenaga yang besar maka dosis latihan yang tepat adalah diulang-ulang commit to user
tengah, samping dan dari belakang).
Gambar 2.10 Netting
Sumber: (Sapta Kunta Purnama, 2010: 26)
3) Latihan Taktik atau Strategi
Taktik dan strategi dalam olahraga merupakan bagian yang penting bagi pelatih dan atlet. Taktik adalah suatu siasat yang dirancang menjelang dan saat pertandingan berlangsung dan digunakan untuk usaha memenangkan pertandingan secara sportif dengan menggunakan teknik individu, fisik dan mental.
Tujuan latihan taktik adalah untuk menumbuhkan perkembangan interpretasi atlet. Teknik-teknik gerakan yang telah dikuasai dengan baik, haruslah diaplikasikan dan diorganisir dalam pola-pola permainan, formasi- formasi permainan, serta taktik-taktik pertahanan dan penyerangan, sehingga berkembang menjadi suatu kesatuan gerak yang sempurna. Latihan taktik hanya akan bisa baik apabila tingkat kemahiran teknik setiap anggota tim sudah sempurna. Jadi keterampilan teknik merupakan faktor penting dalam meningkatkan kemampuan melakukan siasat/taktis bermain.
Strategi adalah suatu siasat yang dirancang sebelum pertandingan berlangsung dan dipergunakan untuk usaha memenangkan pertandingkan commit to user
secara sportif melalui penampilan teknik, fisik dan mental. Dengan demikian persiapan taktik cenderung berhubungan dengan persiapan pola bertahan dan menyerang untuk memenuhi tujuan olahraga, seperti nilai untuk memperoleh kemenangan atau prestasi dalam pertandingan olahraga.
George Steiner (1979: Free Press) meyatakan bahwa “Strategi merupakan rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan. Strategi terdiri atas aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan”.
Sedangkan strategi berhubungan dengan konsep umum yang mengatur permainan, tim atau perorangan. Cirinya adalah gambaran jiwa atlet untuk menghadapi pertandingan, yang konsep dasarnya adalah periode waktu yang lama dari pada waktu pertandingan yang sebenarnya.
4) Latihan Mental
Supaya atlet memiliki ketahanan mental yang baik, maka atlet harus dilatih mentalnya dalam proses latihan yang dilakukan secara sistematis, kontinu dan berkesinambungan. Alasan mendasarnya sebab ketahanan mental bukanlah sesuatu yang diwariskan kepada atlet, tetapi mental juga harus dipelajari. Terkait dengan itu, Chee (2010) menjelaskan
“Psychological skill training (PST) is the deliberate, systematic practice of strategies and methods designed to enhance an athlete’s performances, by enhancing their pshycological skill”. Maksudnya, latihan keterampilan mental adalah latihan yang dilakukan secara sistematis dan sengaja mengenai strategi dan metode yang dirancang untuk meningkatkan peforma atlet, dengan cara meningkatkan keterampilan mentalnya.
Perkembangan mental atlet tidak kurang pentingnya dari perkembangan ketiga faktor lainnya, sebab betapa sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan taktik atlet, manakala mentalnya tidak turut berkembang, prestasi tinggi tidak mungkin akan dapat dicapai. Ketika pertandingan berlangsung, 80% masalah mental dan hanya 20% yang lain.
Latihan mental diberikan pada setiap sesi latihan, sejak dari permulaan tahap persiapan umum sampai dengan tahap pertandingan utama. Kesalahan umum para pelatih adalah bahwa aspek psikologis sering diabaikan atau kurang commit to user
mental harus diberikan secara sengaja, sistematis, berencana, kepada atlet, dan jangan diharapkan berkembang secara alamiah atau kebetulan saja.
b. Faktor Eksternal 1) Pelatih
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008), pelatih adalah orang yang melatih suatu bidang tertentu dalam hal ini olahraga. Pelatih merupakan sebuah profesi melalui sebuah pendidikan formal yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi maupun induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan. Berdasarkan pada perspektif pembelajaran sosial, pelatih harus mampu memberikan teladan dan memberikan dukungan positif untuk perilaku yang tepat dan penguatan secara negatif untuk perilaku yang tidak pantas.
Tujuan utama seorang pelatih adalah berusaha membantu meningkatkan prestasi atlet yang dibinanya semaksimal mungkin. Pelatih yang baik tidak hanya dapat melatih fisik dan ketrampilan, namun juga harus dapat mendidik dan membentuk kepribadian atlet. Menurut Soedjarwo (1995:4) “seorang pelatih harus memiliki kompetisi pada kemampuan teknik, kemampuan konseptual, kemampuan manajemen dan kemampuan interpersonal”. Pelatih yang berkualitas akan sangat membantu dalam memaksimalkan pencapaian prestasi atlet. Menurut Rice yang dikutip oleh Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:26) mengemukakan bahwa cirri-ciri pelatih yang baik adalah sebagai berikut:
(1) Kemampuan profesional sebagai guru, baru kemudian menjadi pelatih.
Proses mengajar (teaching) adalah sangat penting baik formal (di dalam kelas) atau aktivitas olahraga. Satu hal yang membedakan antara pelatih dan pengajar olahraga, pelatih lebih banyak berhubungan dengan commit to user
prestasi dengan tingkat kemampuan lebih tinggi, dibandingkan tingkat kemampuan siswa pada tingkat pengajaran.
(2) Mengetahui cara melatihnya (coaching), dalam artian ini pengalaman sebagai pemain dapat digunakan dalam melatih, meskipun tidak terlalu dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pelatihan.
(3) Kepribadian yang baik, pelatih yang baik juga mempunyai kualitas pribadi yang menarik, sehingga atlet yang dilatih atau dalam bimbinganya menjadi loyal serta berusaha melakukan perintahnya dengan tidak merasa terpaksa.
(4) Karakter, salah satu dasar yang harus dipenuhi seorang pelatih adalah masalah karakter, hal ini sangat penting bagi profesi kepelatihan, sebab karakter inii dapat menunjukan siapa kita, bagaimana kita dan apa yang orang pikirkan tentang kita. Selain itu, pelatih berada dalam posisi yang mempunyai pengaruh cukup kuat untuk menanamkan kehidupan yang baik kepada orang lain.
2) Sarana Prasarana
Pencapaian pembinaan yang baik dan prestasi yang maksimal harus didukung dengan prasarana dan sarana berkuantitas dan berkualitas guna untuk menampung kegiatan olahraga prestasi berarti peralatan yang digunakan sesuai dengan cabang olahrga yang dilakukan, dapat digunakan secara optimal mungkin dan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga prestasi yang maksimal akan dapat tercapai. Menurut Soepartono (2000: 5-6) dalam buku sarana dan prasarana olahraga bahwa:
a) Prasarana
Yaitu segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha atau bangunan). Dalam olahraga prasarana merupakan sesuatu yang mempermudah atau memperlancar tugas dan memiliki sifat yang relatif permanen. Salah satu sifat tersebut adalah sulit dipindahkan. Berdasarkan definisi tersebut dapat disebutkan beberapa contoh prasarana olahraga ialah: lapangan sepakbola, lapangan, gedung olahraga (hall), dan lain-lain. Gedung olahraga commit to user
Sarana
Istilah sarana olahraga adalah terjemahan dari “facilities”, yaitu sesuatu yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam pelaksanaan kegiatan olahraga atau pendidikan jasmani. Sarana olahraga dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
• Peralatan (apparatus), ialah sesuatu yang digunakan, contoh: palang tunggal, palang sejajar, gelang-gelang dan lainnya.
• Perlengkapan (device), yaitu: Sesuatu yang melengkapi kebutuhan prasarana, misalnya: cone, bendera untuk tanda, garis batas dan lain- lain, lalu sesuatu yang dapat dimainkan atau dimanipulasi dengan tangan atau kaki, misal: bola, raket, pemukul dan lain-lain. Seperti halnya prasarana olahraga, sarana yang dipakai dalam kegiatan olahraga pada masing-masing cabang olahraga memiliki ukuran standar.
Sarana olahraga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk dan jenis peralatan serta perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan olah raga. Prasarana olahraga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari tempat olahraga dalam bentuk bangunan di atasnya dan batas fisik yang statusnya jelas dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk pelaksanaan program kegiatan olahraga. Fasilitas olahraga memegang peran sangat penting dalam usaha mendukung prestasi kemampuan peserta didik. Tanpa adanya fasilitas olahraga maka proses pelaksanaan olahraga dapat mengalami gangguan sehingga proses pembinaan olahraga juga mengalami gangguan bahkan tidak berkembang.
Sarana dan prasarana atau fasilitas merupakan hal yang harus dipenuhi oleh suatu organisasi olahraga. Kemajuan atau perbaikan dan commit to user
penambahan jumlah fasilitas yang ada dapat menunjang suatu kemajuan prestasi dan paling tidak dengan fasilitas yang memadai dapat meningkatkan prestasi. Fasilitas dapat pula diartikan kemudahan dalam melaksanakan proses melatih yang meliputi peralatan dan perlengkapan tempat latihan. Dengan demikian fasilitas sangat dibutuhkan karena merupakan sesuatu yang dipakai untuk memperoleh atau memperlancar jalannya kegiatan dalam pencapaian peningkatan prestasi.
3) Kompetisi
Kompetisi merupakan salah satu program untuk proses berlatih.
Dengan adanya suatu kompetisi yang baik dan terprogram maka akan mempermudah seorang pelatih dalam membuat program Latihan. Suatu program jangka pendek maupun jangka Panjang dapat dibuat jika sebuah kompetisi sudah diketahui jadwal bertandingnya (Nawan Primasoni, 2012).
Syarat utama seorang atlet agar dapat melihat prestasi nya dengan cara mengikuti kompetisi atau pertandingan. Seringnya mengikuti kompetisi selain menambah jam terbang atlet, kompetisi dapat menambang poin dan rangking atlet. Kompetisi ini merupakan tolok ukur pada tahap pra kompetisi, sehingga diharapkan dapat mencapai kondisi yang optimal pada saat kompetisi utama. Semakin sering atlet mengikuti kompetisi internasional maka akan lebih memiliki peluang untuk lolos ke Paralympic.
a) Try in
Try in atau yang biasa disebut kompetisi dalam negeri. Kompetisi dalam negeri berupa sparing antar club, sparing antar pelatnas, maupun pertandingan yang diselengarakan di dalam negeri.
commit to user
Menurut Sukadiyanto (2005: 4-5) Lingkungan yang dapat menunjang pembinaan adalah:
1) Lingkungan secara umum, khususnya lingkungan sosial.
2) Keluarga, khususnya orang tua.
3) Pembinaan dan pelatih: para ahli sebagai penunjang dan para pelatih yang membentuk dan mencetak langsung agar semua komponen yang dimiliki muncul dan berprestasi setinggi mungkin.
Atlet adalah manusia biasa yang memiliki kebutuhan umum, antara lain: kebutuhan makan dan minum, pakaian, rumah sebagai tempat pertumbuhan, kebutuhan akan perhatian, penghargaan dan kasih sayang.
Kebutuhan khusus bagi atlet antara lain: pakaian, olahraga, peralatan olahraga, dorongan motivasi dari orang lain, yaitu orang tua.
Menurut Sukadiyanto (2005: 17) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan atlet dalam olahraga di antaranya:
a) Faktor penonton
b) Faktor wasit, pembantu wasit c) Faktor cuaca
d) Faktor fasilitas dan prasarana e) Faktor cuaca
f) Faktor organisasi pertandingan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan keluarga sangat berpengaruh besar dalam proses pembinaan atlet karena di lingkungan keluarga itulah seorang atlet dapat memenuhi banyak kebutuhan untuk berkembang. Di dalam keluarga itulah seorang atlet tinggal dan hidup sepanjang hari, maka dari itulah lingkungan keluarga yang baik tentunya seorang atlet juga dapat berkembang secara baik pula.
commit to user
3. Latihan
Menurut Bompa (1999:5), latihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematis dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihannya (Harsono, 1988: 101). Maka dari itu, latihan merupakan aktivitas olahraga yang telah ditentukan tujuannya, dirancang secara rinci dan bertahap untuk menyesuaikan perkembangan fisiologis dan psikologis.
a. Prinsip-Prinsip Latihan
Prinsip latihan merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilakukan atau dihindari agar tujuan sebuah latihan dapat tercapai sesuai apa yang akan diharapkan. Prinsip latihan memiliki peran penting terhadap aspek fisiologi dan psikologis olahragawan. Seluruh prinsip latihan harus diterapkan bersama dan saling mendukung dalam sebuah latihan, sebab apabila salah satu prinsip latihan tersebut tidak diterapkan maka akan berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikologis seorang atlet. Untuk keberhasilan proses latihan, maka latihan harus mengacu pada prinsip-prinsip latihan. Harsono (1988: 102) mengemukakan bahwa dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip latihan atlet akan lebih cepat meningkatkan prestasinya karena akan memperkuat keyakinan akan tujuan dan tugas latihannya.
Dalam kajian yang sama Pate (Kasiyo, 1993: 317-319) menyebutkan beberapa asas yang harus diikuti dalam latihan, yaitu: (1) konsistensi, (2) kekhususan, (3) kemajuan, (4) ciri pribadi, (5) keadaanpelatih, (6) periodisasi, (7) masa stabil, (8) tekanan, dan (9) tekanan dalam pertandingan. Suharno (1981: 4-5) mengemukakan bahwa dalam latihan perlu memperhatikan beberapa prinsip laihan antara lain:
a) Prinsip kontinuitas
b) kenaikan beban latihan dari sedikit demi sedikit dan teratur c) prinsip interval commit to user
a) individual b) adaptasi c) overload
d) beban bersifat progresif e) spesifikasi
f) bervariasi
g) pemanasan dan pendinginan h) periodisasi
i) berkebalikan
j) beban moderat (tidak berlebihan) k) latihan harus sistematik
Pada bahasan yang sama Djoko Pekik (2004: 12) mengemukakan bahwa latihan harus berprinsip kepada: (1)overload, (2) specifity, (3) riversible.
Harsono (1988: 102) mengemukakan bahwa dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip latihan, atlet akan lebih cepat dalam meningkatkan prestasi karena akan memperkuat kekayaan akan tujuan dan tugaslatihan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip- prinsip latihan adalah sebuah usaha yang harus dilakukan oleh seorang atlet untuk mencapai sebuah prestasi, yang dilakukan secara berulang-ulang dan terprogram.
Latihan yang diberikan kepada setiap atlet harus mengacu pada prinsip-prinsip latihan. Seperti dikemukakan Harsono (2001 : 16) sebagai berikut : “prinsip beban lebih, perkembangan multilateral/menyeluruh, reversibility, spesifik, densitas latihan, volume latihan, super kompensasi, intensitas latihan, kualitas latihan” Sedangkan Badriah (2002 : 2) menjelaskan bahwa, “Prinsip yang menjadi dasar pengembangan kondisi fisik atlet adalah prinsip latihan beban bertambah, menghindari dosis berlebih, individual, pulih commit to user
asal, spesifik, dan mempertahankan dosis latihan”. Berbagai macam prinsip latihan tersebut sebaiknya memang dapat dipenuhi dalam setiap latihan cabangolahraga.
Adapun prinsip-prinsip latihan yang secara umum diperhatikan adalah sebagai berikut (Bompa, 1994) :
1) Prinsip Kekhususan (Specialization)
Setiap bentuk latihan yang dilakukan oleh para olahragawan memiliki tujuan latihan yang khusus. Oleh sebab itu setiap latihan harus dipilih sesuai dengam kebutuhan cabang olahraganya. Menurut Sukadiyanto (2010 :28) sebagai pertimbangan dan menerapkan prinsip spesifikasi, antara lain ditentukan oleh : (a) spesifikasi kebutuhan gizi, (b) spesifikasi bentuk dan model latihan, (c) spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodisasi latihannya.
Ozolin (dalam Bompa, 1994) menganjurkan, agar aktivitas- aktivitas motoric yang khusus bisa pengaruh baik terhadap latihan (terasa training effect-nya), maka latihan harus didasarkan pada dua hal, yaitu (a) melakukan latihan-latihan yang spesifikasi bagi cabang olahraga spesisaliasai tersebut, dan (b) melakukan latihan yang spesifik pula untuk mengembangkan kemampuan biomotorik oleh cabang olahraga.
Oleh karena itu penerapan prinsip spesialisasi harus diperhatikan dalam melatih para atletnya sebab banyak pelatih yang yang mengabaikan realitas dalam ambisinya untuk melatih para atletnya untuk mencapai prestasi dengan cara yang amateur tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh atletnya dan pada akhirnya bisa mengakibatkan hal-hal yang merusak pertumbuhan atletnya.
2) Prinsip Beban Lebih (Overload)
Prinsip overload dalam pelatihan olahraga sangatlah penting untuk diterapkan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan otot atau organ tubuh lainnya terhadap stress atau tekanan yang diberikan dalam prinsip latihan atau pertandingan. Prinsip overload diterapkan untuk semua latihan, tak terkecuali latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, serta commit to user
Agar prestasi dapat meningkat, atlet harus selalu berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang lebih berat yang mampu dilakukan saat itu (yang berada di atas ambang rangsangnya). Kalau beban latihan terlalu ringan, maka berapa lama pun dia berlatih, betapa sering pun dia berlatih atau sampai bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, peningkatan prestasi tidak akan mungkin dicapai.
Dengan demikian, prinsip overload diberikan dalam upaya meningkatkan ambang rangsang tubuh seseorang terhadap beban kerja yang diberikan dalam latihan. Namun demikian, perlu diketahui dan dilaksanakan pembebanan latihan yang diberikan pada pelatih suatu cabang olahraga jangan dilakukan secara terus menerus, karena akan memberikan dampak penurunan prestasi dan kelelahan yang diakibatkan dari over training.
Adapun penerapan prinsip overload dalam penelitian ini, penulis memperhatikan pendapat Soekartono (2001 :6) bahwa, “Agar efektif hasilnya, latihan overload sebaiknya menganut sistem tangga (step–type approach).” Seperti terlihat pada gambar 2. 11.
commit to user
Gambar 2. 11 Beban latihan
Keterangan gambar:
a) Setiap garis vertikal menunjukkan perubahan (penambahan) beban latihan dan garis horizontal adalah tahap adaptasi (penyesuaian) terhadap beban yang baru.
b) Pada tahap 4, 8, dan 12 beban diturunkan, maksudnya untuk memberikan kesempatan kepada organisme tubuh melakukan regenerasi (agar atlet dapat mengumpulkan tenaga untuk persiapan beban latihan yang lebih berat di tahap-tahap berikutnya).
Prinsip overload dapat menunjukkan bahwa pembebanan harus sesuai untuk mendapatkan overkompensasi yang optimal sesuai dengan bentuk dan jenis beban latihan yang diberikan.
3) Prinsip Individual
Menurut Sukadiyanto (2010 : 21) dalam merespon beban latihan untuk setiap olahragawan tentu akan berbeda-beda, sehingga beban latihan bagi setiap orang tidak dapat disamakan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan Badriah (2002 : 4) mengemukakan bahwa, “Setiap orang memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun secara psikis dan sangat dipengaruhi oleh aspek genetik”. commit to user
akan berakibat fatal, diantaranya akan menyebabkan cedera dan prestasi tinggi yang diharapkan tidak akan kunjung datang. Mungkin pula ada atlet yang meningkat pesat prestasinya karena program yang diberikan tersebutcocok dan sesuai dengan kemampuan dan karakteristik atlet yang bersangkutan. Mengingat hal tersebut, maka dalam pemberian program latihan harus dibedakan antara atlet yang satu dengan atlet yang lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk dapatmeningkatkan prestasi atlet sesuai dengan keadaan kondisi fisik dan kemampuan masing-masing.
4) Prinsip Kembali Asal (Reversibility)
Kemampuan fisik yang dimiliki seseorang tidak menetap, tetapi dapat berubah sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Keaktifan seseorang melakukan latihan atau kegiatan fisik dapat meningkatkan kemampuan fisik, sebaliknya ketidak aktifan atau tanpa latihan akan menimbulkan kemunduran kemampuan fisik. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa, setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali keadaan semula.
Berdasarkan prinsip ini, latihan fisik harus secara teratur dan kontinyu.
Prinsip kembali asal mengatakan bahwa, kalau kita berhenti berlatih, tubuh kita akan kembali ke keadaan semula dan kondisinya tidak akan meningkat (atau terjadi detraining). Kesimpulannya atlet yang ingin meningkatkan prestasinya secara progresif harus berlatih secara kontinu.
5) Prinsip Beban Bertambah (The Prinsiples of Progresive)
Beban latihan adalah sejumlah intensitas, volume, durasi dan frekuensi dari suatu aktivitas yang harus dijalani oleh atlet dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem organ tubuhnya agar mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan latihan.
commit to user
Peningkatan pemberian beban hendaknya dilakukan secara progresif dan bertahap. Progresif artinya beban latihan selalu meningkat, dari awal sampai akhir latihan. Peningkatan berat beban dilakukan tidak sekaligus, tetapi bertahap. Diawali dengan beban rendah dan dilanjutkan ke beban yang semakin tinggi, bukan sebaliknya pada awal latihan diberikan beban berat, kemudian makin lama beban latihanya semakin ringan.
Menurut (Bompa, 1994: 44) bahwa yang dimaksudkan dengan beban latihan tidaklah selalu pengertiannya kuantitatif, tetapi mencakup kuantitatif dan kualitatif. Beban latihan yang bersifat kuantitatif ini, beban latihannya dapat berupa berat beban yang harus diangkat, banyaknya repetisi, set, lama istirahat per set, kecepatan, frekuensi perminggu dan sebagainya. Bagi atlet cabang olahraga yang lain tentu beban latihannya akan berbeda, sebab tujuan latihannya berbeda. Beban latihan yang bersifat kualitatif dapat berupa presentase intensitas latihan, berapa persen beban latihan diambil pada awal latihan dan berapa persen peningkatanya.
6) Prinsip Recovery
Perkembangan prestasi atlet bukan semata-mata bergantung pada intensitas berat-ringannya latihan, namun juga pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan, atau antara dua rangsangan latihan. Density atau densitas mengacu pada hubungan yang dinyatakan antara latihan dan fase istirahat. Densitas yang cukup antara dua rangsangan latihan akan bisa menjamin efisiensi latihan sehingga bisa menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan.
Lamanya recovery tergantung dari kelelahan yang dirasakan atlet dari rangsangan latihan sebelumnya. Metode yang cukup obyektif untuk menentukan lamanya istirahat antara dua rangsangan latihan ialah dengan sistem penghitungan HR (Heart Rate) atau metode denyut nadi. Dianjurkan denyut nadi turun dulu antara 120 - 140 sebelum rangsangan berikutnya diberikan.
Recovery atau pemulihan merupakan faktor yang amat kritis dalam pelatihan olahraga modern. Karena itu pelatih harus dapat menciptakan commit to user
dengan adanya prinsip recovery yang mengatakan bahwa kalau kita ingin berprestasi maksimal, maka setelah tubuh diberi rangsangan berupa pembebanan latihan, harus ada “complete recovery” sebelum pemberian stimulus berikutnya. Tanpa recovery yg cukup seusai latihan yang berat, tak akan banyak manfaatnya bagi atlet.
Lamanya recovery masih tergantung dari kelelahan yg dirasakan atlet atas latihan. Sebelumnya makin besar kelelahan yang dirasakan, makin lama waktu yang dialokasikan untuk pemulihan (ini juga masih terkait dengan prinsip individualisasi). Seberapa lama waktu yg diperlukan untuk recovery bergantung pada:
1) Individu atlet
2) Tingkat kelelahan yg diderita atlet 3) Sistem energi yg terlibat
4) dan sejumlah faktor lainnya.
Kalau recovery antara sesi latihan tidak cukup, maka kelelahan akan semakin menumpuk (accumulate), sehingga proses adaptasi latihan tidak akan terjadi dan akan menyebabkan adaptasi semakin tertunda, penurunan prestasi, kemungkinan terjadinya cedera semakin terbuka. Penyebab lambatnya recovery salah satunya adalah akumulasi asam laktat di dalam otot dan darah. Karena itu dalam melatih skill yang baru atau olahraga yang menuntut skill yang tinggi sebaiknya jangan sampai terjadi akumulasi asam laktat yg tinggi pula. Dalam hal ini prosedure recovery atau cooling down rutin menjadi amat penting, sehingga harus menjadi bagian yang integral dalam sesi-sesi latihan. Sebagai patokan untuk memulai kembali aktivitas selanjutnya (yang praktis bagi sebagian besar kegiatan latihan) adalah dengan menggunakan “takaran denyut nadi”, karena bila berpatokan pada kadar asam laktat dalam darah sangat sulit dilakukan oleh para pelatih. commit to user
Prinsip ini harus dipegang oleh pelatih maupun atlet. Latihan yang teratur dan kontinyu akan membawa tubuh untuk dapat segera menyesuaikan diri pada situasi latihan. Adaptasi tubuh terhadap situasi latihan ini, maka kemampuan tubuh dapat meningkat sesuai dengan rangsangan yang diberikan.
Dalam proses latihan, pelatih mempelajari masalah atlet, baik mental, fisik, teknik, dan taknik. Dengan demikian terjadi interaksi antara pelatih dan atlet. Interaksi tersebut berupa proses belajar yang menuntut hal – hal pokok seperti membawa perubahan yaitu dari yang tidak tau menjadi tau dan yang belum trampil menjadi trampil, adanya kecakapan baru yaitu atlet yang sebelumnya hanya memiliki teknik yang bisa dikatakan masih kurang diharapkan dapat meningkatkan dan memperkaya tekniknya, dan hal pokok yang terakhir yaitu adanya usaha. Tanpa adanya usaha, perubahan dan kecakapan baru tidak mungkin akan tercapai.
Demikian pula dalam penerapan prinsip – prinsip latihan yang dilakukan oleh seorang pelatih kepada atletnya. Dengan menggunakan hal – hal pokok dalam belajar tersebut, penerapan prinsip – prinsip latihan diharapkan mampu membawa perubahan bagi atlet, dan atlet juga memiliki kecapakan baru serta atlet memiliki usaha yang keras guna mencapai perubahan dan kecakapan baru tersebut.
b. Komponen – Komponen Latihan 1) Intensitas Latihan
Intensitas latihan adalah tingkat kesulitan daripada suatu latihan.
Intensitas latihan usaha atau tenaga yang diperagakan oleh atlet pada sesi latihan. Fungsi dari kekuatan stimuli syaraf yang digunakan dalam latihan, kekuatan dari stimuli/rangsang bergantung pada beratnya beban, kecepatan melakukan suatu gerakan dan variasi interval atau istirahat antar ulangan.
Ukuran intensitas latihan dapat ditentukan oleh:
a) One Repetition Maximum (1 RM) commit to user
dalam waktu tertentu. 1 RM juga digunakan untuk mengukur kemampuan intensitas seseorang dengan cara melakukan kerja yang sama dan berkali-kali, contohnya melakukan sit up, push up, atau back up sebanyak-banyaknya sampai tidak dapat melakukannya lagi secara sempurna.
b) Denyut Jantung Per Menit
Untuk menghitung denyut jantung Latihan diperlukan persyaratan yang harus diketahui lebih dahulu, yaitu usia atlet dan denyut jantung istirahat yang dihitung pada saat bangun tidur pagi hari, sehingga dapat menghitung denyut jantung maksimal.
Denyut jantung per menit sebagai ukuran intensitas dihitung berdasarkan denyut jantung maksimal. Namun, dalam menghitung denyut jantung menggunakan rumus yang berbeda-beda yang dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 2.1 Prediksi rumus untuk menghitung denyut jantung maksimal Denyut jantung
istirahat
Denyut jantung maksimal Orang awam Lebih dari 60 x/menit 220-usia Orang terlatih 51 s.d 59 x/menit 210-usia Sangat terlatih Kurang dari 50 x/menit 200-usia
Selanjutnya, untuk menghitung denyut jantung (nadi) apakah sudah masuk dalam zona latihan adalah sebagai berikut:
DN Lat = DN Is + intensitas Latihan (DN Max – DN Is)
Di mana: commit to user
DN Lat = Denyut nadi latihan
DN Is = Denyut nadi istirahat yang dihitung saat bangun tidur
% Lat = intensitas Latihan yang dikehendaki (rentang 10-100%) DN Max = Denyut jantung maksimal
c) Kecepatan (Waktu Tempuh)
Kecepatan adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan waktu tertentu untuk menempuh jarak tertentu dengan cepat.
d) Jarak Tempuh
Jarak tempuh adalah kemampuan seseorang dalam menempuh jarak tertentu dengan waktu tertentu.
e) Jumlah Repetisi (Ulangan) Per Waktu Tertentu (Menit/Detik)
Jumlah repetisi per waktu tertentu sebagai ukuran intensitas yaitu dengan cara melakukan satu bentuk aktivitas dalam waktu tertentu dan mampu melakukannya dalam beberapa ulangan.
f) Pemberian Waktu Recovery dan Internal
Cara menentukan intensitas latihan adalah dengan lama dan singkatnya waktu recovery dan internal. Semakin singkat pemberian waktu recovery dan internal selama latihan, berarti semakin tinggi intensitas latihannya. Sebaliknya, bila semakin lama pemberian waktu recovery dan internal selama latihan berarti semakin rendah intensitasnya.
2) Volume Latihan
Volume adalah ukuran yang menunjukan kuantitas (jumlah) suatu rangsang atau pembebanan. Menurut Johansyah Lubis (2013: 21) Volume Latihan adalah komponen utama dari Latihan karena merupakan persyaratan untuk mencapai Teknik, taktik dan fisik yang tinggi. Volume latihan dapat ditentukan melalui:
a) Jumlah bobot beban tiap butir (item) latihan.
b) Jumlah repetisi persesi.
c) Jumlah set/sesi.
d) Jumlah pembebanan persesi. commit to user
artinya waktu recovery yang diberikan 5 kali lebih lama dari waktu kerja.
4) Interval (t.i.)
Interval adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antar set atau sesi atau sirkuit atau antar sesi per unit latihan. Pada prinsipnya pemberian waktu recovery selalu lebih pendek/singkat dari pemberian waktu interval yang diberikan 8x lebih lama dari waktu kerja. Pada prinsipnya pemberian waktu interval lebih lama dari pada waktu recovery.
5) Repetisi (Ulangan)
Repetisi (ulangan) adalah jumlah ulangan yang dilakukan untuk setiap item Latihan. Contohnya push up 50 kali, maka jumlah kali yang dilakukan tersebut dinamakan repetisi atau ulangannya.
6) Set
Set adalah jumlah ulangan untuk satu item latihan. Berikut ini ilustrasi mengenai penempatan recovery, interval, repetisi, dan set.
Tabel 2.2. Contoh ilustrasi penempatan recovery, interval, repetisi dan set
Set 1 Set 2 Set 3
Repetisi 1 Sprint 30 meter Sprint 30 meter Sprint 30 meter t.r. t.r. t.r.
Repetisi 2 Sprint 30 meter Sprint 30 meter Sprint 30 meter t.r. t.r. t.r.
Repetisi 3 Sprint 30 meter Sprint 30 meter Sprint 30 meter t.r. t.r. t.r.
Repetisi 4 Sprint 30 meter Sprint 30 meter Sprint 30 meter t.i. t.i. t.i.
7) Seri dan Sirkuit
commit to user
Seri dan sirkuit adalah ukuran keberhasilan dalam menyelesaikan beberapa rangkaian item Latihan yang berbeda-beda. Artinya dalam satu seri terdiri dari beberapa macam Latihan yang semuanya harus diselesaikan dalam satu rangkaian.
8) Durasi
Durasi adalah lamanya waktu latihan dalam satu kali tatap muka atau sesi latihan. Contoh, dalam satu kali tatap muka (sesi) memerlukan waktu Latihan selama 3 jam, berarti durasi latihannya selam 3 jam tersebut.
9) Densitas
Densitas adalah ukuran yang menunjukan padatnya perangsangan (lamanya pembebanan) atau dengan kata lain disebut dengan waktu bersih latihan yang sudah dikurangi dengan recovery dan interval.
10) Irama
Irama latihan adalah ukuran yang menunjukan speed pelaksanaan suatu perangsangan atau pembebanan. Ada tiga macam irama latihan, yaitu irama cepat, sedang dan lambat.
11) Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam 1 minggu.
Frekuensi latihan bertujuan untuk menunjukan jumlah tatap muka (sesi) latihan pada setiap minggunya.
12) Sesi atau Unit
Sesi atau unit adalah jumlah materi program latihan yang disusun dan yang harus dilakukan dalam satu kali tatap muka. Untuk atlet professional pada umumnya dapat melakukan dua sesi latihan dalam satu hari, sehingga dalam satu minggu frekuensi latihannya bisa 10 sesi jika latihan dilakukan dari hari senin – jumat dengan latihan pagi dan sore hari.
Hari sabtu dan minggu sebagai waktu interval agar terjadi proses adaptasi dan regenerasi pada tubuh sehingga proses superkompensasi dapat tercapai dengan benar.
Tabel 2.3. Proporsi antara intensitas, volume, dan irama commit to user
70%
60%
Medium 50%
40%
30%
20%
10%
Rendah
Volume 3-5x rep Rendah
8-10x rep Medium
10-15x rep Sub-maks
15-20 rep Maksimum Irama (untuk
latihan kekuatan)
Lambat Agak lambat
Sedang (agak cepat)
Cepat
4. Perencanaan Program Latihan
Perencanaan latihan adalah sesuatu yang sangat penting yang harus dilakukan oleh seorang pelatih. Seperti banyak yang dilakukan pelatih yang sudah mapan, latihan harus diatur dan direncanakan dengan baik sehingga dapat menjamin tercapainya tujuan dari latihan. Jadi, proses perencanaan latihan menunjukan suatu yang diorganisasi dengan baik, secara metodologis dan menurut prosedur ilmiah sehingga dapat membantu para atlet untuk mencapai hasil yang lebih baik berdasarkan latihan dan prestasinya. Johansyah (2013) menuliskan “Perencanaan latihan adalah guide latihan yang direncanakan menuju penampilan yang terbaik pada sebuah kompetisi”. Oleh karena itu perencanaan merupakan alat yang sangat penting yang dapat dipakai oleh seorang pelatih dalam usaha mengarahkan program latihan yang terorganisir dengan baik (Bompa, 2009).
commit to user
Menurut Tangkudung & Wahyuningtyas Puspitorini, 2012: 42) program latihan adalah seperangkat kegiatan dalam berlatih yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh atlet, baik mengenai jumlah beban latihan maupun intensitas latihannya. Program latihan adalah suatu alat bantu latihan dalam suatu cabang olahraga untuk waktu dan tujuan tertentu dan sebagai alat ukur suatu kegiatan latihan olahraga guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Pada dasarnya program latihan adalah cara-cara yang telah disusun secara baik untuk meningkatkan kemampuan fisik atau keterampilan atlet dalam jangka yang panjang. Tujuan latihan tidak akan tercapai dengan baik, tanpa adanya program latihan yang tersusun dengan baik.
Menurut Bompa dalam Suharjana (2004) tujuan umum latihan adalah 1) Untuk memperluas dan mencapai perkembangan fisik secara menyeluruh.
2) Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan dalam aktivitas olahraga.
3) Untuk mengenal gerak olahragayang telah dipilih sehingga bisa mengembangkan kapasitas penampilan yang lebih lanjut.
4) Untuk meningkatkan kualitas kemapuan melalui latihan yang memadai dan kebiasaan yang disiplin, semangat, bersungguh-sungguh, dan mengembangkan kepercayaan diri.
5) Untuk mempertahankan kesehatan yang dimiliki
6) Untuk mencegah dan mengambil tindakan pencegahan terhadap kemungkinan cidera
7) Untuk memperkaya pengetahuan secara teori dengan memperhatikan dasar secara fisiologi, psikologi latihan dan perencanaan gizi.
Menurut Andi Suhendro (1999: 5.15) ada beberapa manfaat pembuatan program latihan diantaranya:
1) Sebagai pedoman/pimpinan kegiatan yang terorganisir untuk mencapai prestasi puncak.
2) Untuk menghindari faktor kebetulan dalam mencapai prestasi prima dalam olahraga.
commit to user
5) Dengan penyusunan program latihan akan memperjelas arah dan tujuan yang ingin dicapai.
6) Sebagai alat kontrol apakah target yang telah ditentukan sudah tercapai atau belum.
Untuk menyusun program latihan yang baik dan benar, dibutuhkan langkah-langkah yang tepat. Menurut Andi Suhendro (1999: 5.16) ada beberapa langkah penting yang harus diperhatikan dalam menyusun program latihan antaranya:
1) mengidentifikasi masalah dan menganalisa semua masalah atau kendala yang berhubungan dengan penentuan tujuan yang ingin dicapai.
2) Pembuatan rumusan program Latihan
3) Penjabaran secara rinci program latihan, terutama target-target latihan.
4) Melaksanakan program latihan dengan disiplin dan konsekuen.
5) Koreksi dan revisi program latihan yang dilaksanakan
6) Mengevaluasi untuk mengontrol apakah program latihan itu berhasil atau belum mencapai tujuan.
a. Puncak Prestasi (Peaking)
Puncak prestasi adalah proses yang rumit yang bisa dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk banyaknya latihan dan intensitas latihan (Johansyah Lubis 2016: 42).
Gambar 2.12 Puncak Prestasi
• Faktor-faktor Pendukung Prestasi Puncak
Potensi kerja yang tinggi dan kecepatan pulih asal yang cepat. commit to user
Koordinasi saraf otot yang mendekati sempurna.
Tercapainya over komponsasi yang diharapkan.
• Metode Indentifikasi Peaking
Identifikasi peaking merupakan hal yang sangat sulit dan masih dalam perdebatan. Salah satu kriteria yang cukup objektif adalah terlihatnya dinamika prestasi atlet itu sendiri. Berpedoman pada prestasi terbaik seseorang di tahun-tahun sebelumnya sebagai acuan (100%). Jika tidak kurang dari 2 %, maka masih pada prestasi puncak, jika 2 – 3,5% dari prestasi terbaiknya kategori menengah, dan jika 3,5 – 5% dikelompokkan pada hasil yang buruk.
b. Periodesasi Latihan
Berdasarkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Periodesasi berasal dari kata “period” porsi atau pembagian waktu. Periodesasi adalah porsi latihan yang dibagi ke dalam bagian terkecil, mudah mengatur bagian- bagian latihan yang memiliki tipe-tipe tersendiri, dan bagian-bagian tersebut merupakan fase latihan. Menurut Harsono (2015: 21) periodesasi adalah proses membagi-bagi program tahunan dalam tahap latihan yang lebih kecil. Perencanaan tahunan adalah alat untuk mengarahkan latihan selama satu tahun dengan tujuan yang sangat spesifik atau dengan kata lain perencanaan latihan adalah panduan latihan yang direncanakan menuju penampilan yang terbaik pada sebuah kompetisi (Johansyah Lubis 2012: 1).
Program latihan akan memerlukan waktu yang cukup panjang, karena perubahan-perubahan dalam organisasi tubuh tidak mungkin terjadi dalam jangka waktu yang pendek. Pelaksanaan program latihan membutuhkan waktu yang panjang, sehingga menyusun jadwal latihan menjadi beberapa tahap atau musim adalah hal yang harus dilakukan dalam menyusun program latihan.
Ada tiga tahap dalam menyusun program latihan tahunan menurut Bompa (1990 :174) sebagai berikut :
1) Masa Persiapan (Preparation Period)
a) Persiapan Umum (General Preparation) commit to user
Bobot latihan akan berkisar 80 – 70 % fisik dan 30 – 35 % teknik serta 5% mental. Periode ini berlangsung selama 2 – 3 bulan. Pada periode ini, latihan teknik difokuskan pada teknik dasar yang bertujuan memperbaiki teknik atau menggali teknik-teknik barukecabangan yang dapat digunakan pada saat pertandingan, teknik-teknik tersebut dilakukan dengan pengulangan terus menerus sehingga menjadi otomatisasi gerak yang sempurna (Johansyah Lubis, 2013: 65). Selanjutnya latihan mental pada periodisasi ini dimulai dengan penerapan displin, membangun kekompakan tim dan motivasi, dan menciptakan lingkungan latihan yang kondusif
b) Persiapan Khusus (Specific Preparation)
Sasaran utama pada masa persiapan khusus adalah meningkatkan kemampuan teknis cabang olahraga serta mempelajari Teknik yang baru sesuai dengan tingkat kebugaran fisik atlet dan disesuaikan juga dengan jumlah waktu yang tersedia.
Sasaran Latihan fisik meneruskan latihan pada periodisasi persiapan umum mikro 7-16 yakni kecepatan, power, kordinasi, dan kelincahan, tetapi dengan meningkatkan intensitasnya (Harsono, 2001: 24). Periode latihan dapat berlangsung selama 2- 3 bulan dengan bobot latihan 50% untuk latihan teknik, 20% untuk latihan fisik dan 10% untuk latihan test.
Pada tahap ini, Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan beban latihan berdasarkan buku Ilmu Kepelatihan Dasar antara lain: (a) Volume Latihan harus meningkat sampai tahap pertengahan, kemudian Latihan fisik mulai menurun secara perlahan, (b) intensitas Latihan meningkat secara progresif, (c) commit to user
menuju Latihan fisik khusus sesuai kebutuhan cabang olahraga, (d) mengembangkan keterampilan menuju ke program Latihan untuk kesiapan bertanding, (e) peningkatan kondisi fisik dan keterampilan teknik harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan perorangan.
Selanjutnya, latihan mental pada tahap ini lebih mengarah pada menumbuhkan rasa percaya diri karena kemampuan fisik dan Teknik masing- masing individu sudah meningkat (Johansyah Lubis, 2013: 66).
2) Masa Pertandingan (Competition Period) a) Masa Prakompetisi (Pre Competition)
Tujuan utama pada tahap ini adalah Latihan menyerupai kompetisi sebenarnya untuk mendekati puncak prestasi. Pada tahap ini dilakukan try out (uji coba) untuk mengevaluasi seberapa jauh hasil-hasil Latihan telah dicapai. Artinya, pada tahap ini aspek yang dilatihkan sudah mencakup fisik, taktik, dan mental.
Pada periode ini penekanan lebih diutamakan pada masalah taktik. Perkembangan mental emosional atlet perlu mendapat perhatian khusus. Perkiraan bobot latihan adalah 60% untuk latihan taktik, 15% latihan mental, 20% test trials. Periode ini berlangsung sekitar 2-3 bulan.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini antaran lain: (a) volume Latihan dikurangi, tetapi intensitas Latihan tetap tinggi, (b) peningkatan kondisi fisik khusus cabang olahraga yang bersangkutan akan menentukan kemajuan pada tahap ini, (c) peningkatan keterampilan diharapkan secara optimal mendekati puncak prestasi dapat dicapai pada akhir tahap ini, (d) pengalaman dalam mengikuti berbagai try out akan membantu peningkstsn dsn kematangan mental bertanding, dan (e) catatan dari hasil try out terhadap keekurangan-kekurangan yang masih terjadi perlu segera diperbaiki dalam sisa waktu yang masih tersedia. commit to user