• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS SANAD HADIS DALAM KITAB IRSHĀD AL-ʻIBĀD KARYA ZAIN AL-DĪN AL-MALĪBĀRĪ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KUALITAS SANAD HADIS DALAM KITAB IRSHĀD AL-ʻIBĀD KARYA ZAIN AL-DĪN AL-MALĪBĀRĪ"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS SANAD HADIS DALAM KITAB IRSHĀD AL-ʻIBĀD KARYA ZAIN AL-DĪN AL-MALĪBĀRĪ

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Teti Mulyati 11160360000012

PROGRAM STUDI ILMU HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2020 M

(2)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : Teti Mulyati

NIM : 11160360000012

Fakultas/Jurusan : Ushuluddin/Ilmu Hadis

Judul Skripsi : Kualitas Sanad Hadis Dalam Kitab Irshād Al-ʻIbād Karya Zain Al-Dīn Al-Malībārī

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya ilmiah yang saya tulis sendiri, diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 November 2020

Teti Mulyati

(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

KUALITAS SANAD HADIS DALAM KITAB IRSHĀD AL-ʻIBĀD KARYA ZAIN AL-DĪN AL-MALĪBĀRĪ

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh Teti Mulyati NIM: 11160360000012

Pembimbing

Fahrizal Mahdi, MIRKH NIP. 19820816 201503 1 004

PROGRAM STUDI ILMU HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2020 M

(4)
(5)

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin.

b = ب z = ز f = ف

t = ت s = س q = ق

th = ث sh = ش k = ك

j = ج ṣ = ص l = ل

ḥ = ح ḍ = ض m = م

kh = خ ṭ = ط n = ن

d = د ẓ = ظ h = ه

dh = ذ ʿ = ع w = و

r = ر gh = غ y = ي

Ketentuan alih vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

ا ā a dengan garis di atas

ي ī i dengan garis di atas

و ū u dengan garis di atas

(6)

v ABSTRAK

Teti Mulyati. Kualitas Sanad Hadis dalam Kitab Irshād al-ʻIbād Karya Zain al-Dīn al-Malībārī

Penelitian ini menunjukan bahwa penilaian sanad sangat penting bagi autentisitas hadis. Sebab hadis-hadis Nabi Saw., pada saat ini tidak hanya dijumpai pada kitab-kitab hadis saja, namun juga dikutip di berbagai kitab dengan keilmuan lainnya dan menuangkannya dengan cara berbeda-beda.

Salah satunya adalah hadis tentang wudu dan mandi yang terdapat dalam kitab Irshād al-ʻIbād karya al-Malībārī. Penelitian hadis pada kitab ini menjadi penting untuk dilakukan, sebab dengan cara menelitinya maka akan dapat diketahui kualitas hadis serta akurasi dari pengutipan hadis tersebut. Sehingga bisa menemukan kekeliruan dan kecacatan pada hadis tersebut.

Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (Library Research), dengan pendekatan desktiptif analitis. Dan dalam pengolahan datanya adalah Pertama, men-takhrīj hadis-hadisnya dengan menggunakan metode indeks nama sahabat, kata pertama dalam permulaan matan, dan indeks kata. Kedua, menyusun keseluruhan sanad pada hadis tersebut ke dalam sebuah skema sanad. Ketiga, melakukan kritik sanad, dan Keempat, menyimpulkan hasil dari ketiga cara tersebut.

Setelah melakukan penelitian dengan metode tersebut, maka hadis tentang wudu dan mandi yang terdapat dalam kitab Irshād al-‘Ibād karya Zain al-Dīn al-Malībārī terdiri dari 23 hadis, 11 hadis di antaranya berstatus Sahih, 1 hadis berstatus Hasan li Ghairihi, 10 hadis berstatus Ḍaʻīf, dan 1 hadis tidak dapat dinilai bagaimana kualitas hadis tersebut. Ini menunjukkan bahwa penelitian ini membenarkan penelitian sebelumnya, bahwa hadis-hadis dalam kitab Irshād al-ʻIbād masih terdapat hadis yang ḍaʻīf.

Kata kunci: Hadis, Sanad, Irshād al-ʻIbād

(7)

vi

KATA PENGANTAR

ميحّرلا نحمّرلا الله مسب

Dengan menyebut nama Allah Swt., Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Puji serta syukur, saya panjatkan kehadirat-Nya Tuhan sekalian alam, atas semua limpahan rahmat-Nya yang tak pernah berhenti sedetikpun kepada makhluk-Nya. Shalawat beserta salam tak lupa saya haturkan kepada baginda keharibaan alam, pemimpin yang mendamba umatnya tentram yakni Nabi Muhammad Saw., serta para keluarga, sahabat, dan mereka semua yang telah menegakkan kalimat tauhid di alam dunia ini.

Rasa syukur kepada Allah Swt., yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada saya dalam menyusun skripsi ini dan dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kepenulisan skripsi ini akan selesai dengan adanya sidang munaqasyah, yang tentunya hal ini dilalui dengan adanya bimbingan, kritikan, dan masukan dalam menyempurnakan dan memperbaiki skripsi.

Skripsi ini tidak lahir begitu saja, namun banyak pihak yang ikut berkontribusi baik itu secara moral ataupun material. Maka perlu kiranya saya menyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah Swt., membalas jasa-jasa serta melindungi dan menyayangi mereka setiap saat. Saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Hj.

Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Yusuf Rahman, MA.

3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Hadis, Dr. Rifqi Muhammad Fatkhi, MA., dan Dr. Abdul Hakim Wahid, MA.

(8)

vii

4. Pembimbing Skripsi saya, Fahrizal Mahdi, MIRKH., yang telah banyak memberikan pengarahan dengan penuh kesabaran serta keikhlasan.

5. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Hadis yang telah mengajarkan dan memberikan ilmunya kepada saya. Semoga Allah Swt., memberikan balasan yang tak terduga atas ilmu yang sudah diberikan selama ini, dan semoga dapat bermanfaat di dunia dan akhirat bagi saya.

6. Kedua orang tua saya yang tercinta, Ayahanda H. Sahroni dan Ibunda Hj.

Sarti. Terima kasih atas pengorbanan, kasih sayang dan cinta yang telah diberikan kepada saya, serta doa yang tak henti-hentinya di panjatkan.

Semoga Allah Swt., menjaga dan menyayangi mereka hingga akhir hayatnya.

7. Kedua saudara saya, Kakak Bustomi dan Adik Samsul Ramdani yang selalu mendoakan dan memberikan motifasi kepada saya sampai saat ini.

8. Sdra. Wawan Suandi S.Kom., yang telah menemani hari-hari tersulit hingga hari-hari terindah saya.

9. Sdri. Rt. Aida Maqbullah S.Pd., dan Sdri. Mas Azizah, yang telah membantu saat saya kesulitan dalam mencari maksud-maksud tertentu dalam skripsi ini.

10. Seluruh kawan-kawan seperjuangan Program Studi Ilmu Hadis angkatan 2016, khususnya IH A atas kekompakan dan solidaritasnya selama perkuliahan di kampus maupun di luar kampus.

11. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka, Amin.

Saya menyadari bahwa tidak sepenuhnya skripsi ini jauh dari kata sempurna, untuk itu saya menerima dengan lapang dada dan hati yang suci dengan segala masukan, kritik, serta saran untuk menjadi skripsi yang

(9)

viii

sempurna. Saya berharap, semoga skripsi ini dalam bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya saya pribadi. Saya ucapkan banyak terima kasih.

Ciputat, 28 November 2020

Teti Mulyati

(10)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

F. Tinjauan Pustaka ... 7

G. Metode Penelitian ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II RUANG LINGKUP SANAD HADIS A. Pengertian Sanad ... 16

B. Sejarah dan Urgensi Sanad ... 20

C. Autentisitas Sanad dalam Kesahihan Hadis ... 28

D. Metode Analisis Hadis ... 32

BAB III DESKRIPSI KITAB IRSHĀD AL-ʻIBĀD A. Dinamika Intelektual Zain Al-Dīn Al-Malībārī ... 39

B. Tinjauan tentang Kitab Irshād al-‘Ibād ... 45

1. Gambaran Umum tentang Kitab Irshād al-‘Ibād ... 45

(11)

x

2. Isi Kitab Irshād al-‘Ibād ... 46 3. Hadis-Hadis dalam Kitab Irshād al-‘Ibād ... 48 BAB IV ANALISIS HADIS-HADIS BAB WUDU DAN MANDI

DALAM KITAB IRSHAD AL-ʻIBĀD

A. Hadis-Hadis pada Bab Wudu ... 53 B. Hadis-Hadis pada Bab Mandi ... 96 BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 136 B. Saran-saran ... 137 DAFTAR PUSTAKA ... 138 LAMPIRAN

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembahasan yang paling menarik dalam kajian hadis ialah pembahasan autentisitas dan reliabilitas metodologi autentikasi terhadap hadis. Problem autentisitas dan reliabilitas tersebut dipandang penting karena berkaitan dengan revitalisasi hukum-hukum Islam, maka tidak mengherankan perdebatan di kalangan sarjana Muslim maupun non Muslim dalam mengkaji hadis terus berkembang.1

Autentikasi kabar dalam hadis sangat diperhatikan, tidak sembarang orang mendengar lalu disampaikan kepada orang lain, lalu disebut sebagai perkataan Rasulullah. Karena setiap hadis harus melewati proses-proses ilmiah dan kajian penelitian oleh para ahli hadis, sehingga hadis tersebut bisa diambil kesimpulan apakah bisa diterima atau tidak. Maka orang-orang yang meremehkan bahkan menafikan hadis, atau tidak peduli akan ke-sahih-an atau ke-ḍa‘īf-an hadis, maka orang tersebut telah meremehkan usaha para ahli hadis dalam meneliti autentitas hadis. Karena melalui keakuratan metodologi yang digunakan dalam menentukan kesahihan hadis sangatlah penting, sebab apabila metodologi autentikasi yang digunakan bermasalah, maka hasil dari penelitian tersebut tidaklah orisinil dan kemungkinan dilakukannya verifikasi ulang. Allah Swt., telah memerintahkan kepada kita untuk meneliti atau memverifikasi segala sesuatu yang akan diterima maupun yang telah disampaikan2, karena ditakutkan terdapat kelompok yang menggunakan hadis- hadis yang belum diteliti autentitasannya atau mungkin sudah menggunakan hadis-hadis palsu tersebut demi kepentingan pribadi atau kelompok.

1Abdul Hakim Wahid, “Peta Perdebatan Akademik Dalam Kajian Hadis”, Jurnal:

Refleksi, Vol. 18, No. 1, April 2019, 2.

2Lihat: QS. Al-Ḥujurāt/49: 6.

(13)

Pernyataan hadis berikut ini memberi peringatan kepada kita semua agar tidak termasuk ke dalam orang-orang yang telah dipersiapkan neraka kelak di akhirat, hadis tersebut berbunyi:

: َلاَق ،َميِّهاَرْ بِّإ ُنْب ُّيِّ كَم اَنَ ثَّدَح ُالله ىَّلَص َِّّبَِّنلا ُتْعَِّسَ :َلاَق ،َةَمَلَس ْنَع ،ٍدْيَ بُع ِّبَِأ ُنْب ُديِّزَي اَنَ ثَّدَح

»ِّراَّنلا َنِّم ُهَدَعْقَم ْأَّوَ بَ تَ يْلَ ف ْلُقَأ َْلَ اَم َّيَلَع ْلُقَ ي ْنَم« :ُلوُقَ ي َمَّلَسَو ِّهْيَلَع ىراخبلا هاور .

3

“Telah menceritakan kepada kami Makkī b. Ibrāhīm berkata, telah menceritakan kepada kami Yazīd b. Abū ʻUbaid dari Salamah berkata,

“Aku mendengar Nabi Saw., bersabda: “Barangsiapa berkata tentangku yang tidak pernah aku katakan, maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya di neraka”. (HR. Bukhārī)4

Kitab-kitab yang disusun oleh para mukharrīj memuat riwayat hadis,5 baik itu berupa sanad maupun matannya, ini menunjukkan bahwa dalam menerima dan menyampaikan hadis harus diperhatikan orang-orang yang terlibat dalam periwayatan hadis tersebut.

Faktanya, hadis-hadis Nabi tidak hanya ditemukan pada kitab-kitab hadis saja, melainkan hadis-hadis tersebut telah banyak dikutip di berbagai kitab yang berkaitan dengan keilmuan lainnya, seperti kitab tafsir, hukum, fikih bahkan akhlak. Maka ini merupakan sebuah realisasi dari keinginan untuk merujuk kepada hadis Nabi dalam memahami dan menjalankan ajaran Islam.

Hadis-hadis yang ditemukan pada kitab-kitab tersebut dinukil dari kitab-kitab hadis. Akan tetapi kebanyakan penulis kitab menuangkannya dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang menuangkannya dengan mencantumkan sumber dan kualitasnya, dan ada juga yang tidak. Bahkan metode yang digunakan dalam menukil hadis sangat bervariasi, ada hadis yang

3Muḥammad b. Ismāʻīl al-Bukhārī, Sahih Al-Bukhārī, Kitab Ilmu (Kairo: Dār al-

‘Alamiyah, 2015), 40.

4Semua terjemahan hadis dalam penelitian ini di ambil dari Ensiklopedi Hadis al- Kutub at-Tisʻah.

5M. Syuhudi Isma‘il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2016), 5.

(14)

dinukil secara sempurna, ada juga yang dipotong sesuai dengan bahasan. Maka hal-hal yang seperti inilah yang mengharuskan adanya kajian yang mendalam.

Salah satu kitab yang di dalamnya menghimpun banyak hadis, yang kitab tersebut masyhur di kalangan masyarakat adalah kitab Irshād al-‘Ibād karya Zain ad-Dīn al-Malībārī. Menurut Muhammad Irfan dalam tesisnya, kitab ini merupakan salah satu kitab rujukan di berbagai pesantren, seperti Pon- Pes Dārud Daʻwah Wal Irsyād Mangkoso, Pon-Pes Salafiyah Parappe, Pon- Pes Asʻadiyah Sengkang, dan beberapa pondok lainnya.6

Kemudian kitab Irsyād al-‘Ibād ini memuat persoalan-persoalan akidah, fikih dan akhlak. Dan kitab ini juga memuat lima unsur, yakni ayat- ayat al-Qur’an, hadis-hadis Nabi Saw., sharḥ hadis, ḥikayah (kisah-kisah), syair-syair dan catatan penting yang harus diperhatikan dari pengarang kitab ini (tanbih).7 Maka dengan tiga persoalan (akidah, fikih dan akhlak) yang sempurna, menjadikan kitab ini menarik perhatian masyarakat untuk dijadikan rujukan sebagai sumber ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak pembahasan pada kitab tersebut, salah satunya adalah persoalan wudu dan mandi. Persoalan wudu dan mandi merupakan persoalan penting bagi seorang muslim sebelum melaksanakan ibadah, sebab wudu dan mandi merupakan sarana untuk mensucikan diri, misalnya membersihkan najis yang melekat pada badan.8

Adapun salah satu contoh hadis yang termaktub dalam kitab Irshād al-

‘Ibād khususnya pada bab wudu sebagai berikut:

.ِّالله َمْسا ِّرُكْذَي َْلَ ْنَمِّل َءوُضُو َلا ْنَمِّل َةَلاَص َلا :َمَّلَسَو ِّهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِّالله ُلوُسَر َلاَق

9

6Muhammad Irfan, Skripsi:“Hadis Ṣaum al-Taṭṭawwuʻ dalam Kitab Irsyād al-‘Ibād Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis” (Makasar: Pascasarjana UIN Alauddin, 2018), 6.

7Zain Al-Dīn Al-Malībārī, Irshād Al-ʻIbād (Semarang: Toha Putra, tt), 119-120.

8Silvy Agustiningrum, Skripsi: “Pengaruh Pembelajaran Fiqih Ṭaharah Terhadap Kemampuan Praktik Bersuci Siswa SMP Plus Arrouḍoh Sedati” (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018), 1.

9Lihat Zain al-Dīn al-Malībārī, Irshād al-‘Ibād, bab Wudu, 9.

(15)

Rasulullah Saw., bersabda: “Tidak sah apabila orang melakukan salat tetapi tidak berwudu, dan wudu tidak sempurna bagi orang yang tidak membaca bismillah (tidak menyebut nama Allah)”.

Sebagaimana hadis yang tertera di atas, yang ditulis berdasarkan apa yang ada di dalam kitab Irshād al-‘Ibād tidak mencantumkan satupun periwayat dari mana asal hadis tersebut dan tidak pula memaparkan kualitas hadisnya. Ini membuktikan bahwa kitab Irshād al-‘Ibād perlu adanya verifikasi dan akurasi ulang terhadap hadis-hadis yang dicantumkan, baik itu terhadap sanad maupun matannya. Memang kebanyakan orang dalam penulisan sanad yang lengkap ketika mengutip hadis membuat tulisan menjadi semakin panjang, padahal yang menjadi titik fokusnya adalah materi yang dipaparkannya, baik itu berupa hadis maupun ayat al-Qur’an. Namun, berdasarkan kajian dalam suatu hadis, pengungkapan hadis secara lengkap (sanad dan matan) menjadi penting untuk diketahui orang-orang yang meriwayatkan hadis tersebut. Sebab menurut tesis yang ditulis oleh Muhammad Irfan (2018) dan skripsi Cece Mirani (2016) mengasumsikan bahwa terdapat beberapa hadis yang dinilai ḍa‘īf dalam kitab Irshād al-‘Ibād.

Maka ini menunjukkan bahwa diharuskannya ada takhrīj hadis terhadap hadis- hadis yang ada di dalam kitab tersebut. Karena dengan takhrīj hadislah kita dapat mengetahui kualitas hadis tersebut.

Tujuan melakukan penelitian terhadap hadis ini adalah untuk mengetahui kualitas hadis.10 Apakah hadis tersebut dapat diterima (maqbūl) atau ditolak (mardūd). Melakukan penelitian ini bukan berarti meragukan hadis Nabi Saw., akan tetapi melihat keterbatasan periwayat hadis yang sebagai manusia. Yang manusia itu ada kalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa atau didorong oleh kepentingan tertentu. Maka keberadaan

10M. Syuhudi Ismaʻil, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2014), 11.

(16)

periwayat hadis sangat menentukan kualitas hadis tersebut, baik itu kualitas sanad maupun kualitas matan.11

Berdasarkan latar belakang di atas itulah yang menjadi alasan saya untuk menulis skripsi yang berjudul: “Kualitas Sanad Hadis Dalam Kitab Irshād Al-‘Ibād Karya Zain Al-Dīn Al-Malībārī”.

B. Identifikasi Masalah

Untuk memperjelas alur penelitian ini, maka perlu diidentifikasikan beberapa masalah. Adapun masalah-masalah yang teridentifikasikan sebagai berikut:

a. Hadis-hadis yang termaktub dalam kitab Irshād al-‘Ibād masih ditemukan hadis-hadis yang ḍaʻīf.

b. Kualitas sanad hadis yang ada dalam kitab Irshād al-‘Ibād belum ditemukan.

c. Perlu adanya penelitian terhadap akurasi pengarang kitab dalam menukil sebuah hadis.

C. Batasan Masalah

Dalam kajian dan penelitian skripsi ini, Saya memberikan batasan sebagai berikut:

a. Di dalam kitab Irshād al-‘Ibād karangan al-Malībārī terdapat 44 Bab pembahasan, maka hadis yang diteliti pada skripsi ini adalah bab Wudu dan bab Mandi. Dikarenakan bab ini merupakan pembahasan yang paling utama dalam pelaksanaan ibadah. Adapun anjuran tentang pentingnya wudu dan mandi banyak terdapat dalam ayat al-Qur’an dan hadis. Oleh

11Bustamin & M. Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), 3-4.

(17)

karena itu, salah satu kitab rujukan yang di dalamnya termaktub hadis- hadis tentang wudu dan mandi ialah kitab Irshād al-‘Ibād.

b. Dalam penelitian ini, Saya hanya meneliti hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abū Dāwud, at-Tirmidhī, an-Nasā’ī, Ibnu Mājah, Aḥmad, al- Bayhaqī, al-Ḥākim, ad-Dāruquṭnī, Mālik, Shāfi’i, Abī Shaybah, ad- Daylamī, Abū Shekh, aṭ-Ṭabrānī, Samweh, al-Bazzār dan al-Razzāq.

Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhārī dan Muslim, saya tidak menelitinya. Di karenakan para ulama sepakat bahwa kitab yang paling sahih setelah al-Qur’an adalah Sahih al-Bukhārī dan Muslim. Sehingga Saya tidak perlu lagi meneliti hadis yang terdapat pada kitab tersebut.

D. Rumusan Masalah

Skripsi ini akan memfokuskan pada Bab Wudu dan Mandi pada Kitab Irshād al-‘Ibād. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Kualitas Sanad Hadis pada Bab Wudu dan Mandi dalam Kitab Irshād al-‘Ibād karya Al-Malībārī?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Salah satu syarat menyelesaikan studi sarjana S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Untuk mengetahui kualitas sanad hadis-hadis pada bab wudu dan mandi dalam kitab Irshād al-‘Ibād karya al-Malībārī.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

(18)

a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan solusi kepada masyarakat untuk memahami dan mengamalkan kitab Irshād al-‘Ibād secara integral dan komprehenshif supaya bisa dijadikan sebagai ḥujjah.

b. Bagi pembaca dapat memberikan informasi tambahan mengenai kualitas sanad hadis pada bab wudu dan mandi dalam kitab Irshād al-

‘Ibād karya al-Malībārī.

c. Penelitian ini dapat memberikan wawasan dalam khazanah keilmuan dan sebuah pengalaman dalam melakukan penelitian.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dimaksudkan sebagai salah satu kebutuhan ilmiah untuk memberikan kejelasan tentang informasi yang digunakan melalui khazanah pustaka yang relevan dengan tema sejenisnya yang pernah dilakukan terdahulu, sehingga menghindari adanya keterulangan dalam pengkajian materi yang akan diteliti dan juga sebagai salah satu acuan untuk mengerjakan sebuah penelitian.

Setelah mencari dan menelusuri kumpulan tulisan dalam bentuk skripsi, tesis dan disertasi di perpustakaan UIN Jakarta, google scholar, dan lainnya, Saya menemukan beberapa tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema kitab Irshād al-‘Ibād karya Syekh Zain al-Dīn al-Malībārī.

Tulisan pertama adalah Skripsi yang berjudul “Studi Kualitas Sanad Hadis Bab Ghibah Kitab Irshād al-‘Ibād Karya Syekh al-Dīn al-Malībārī” yang ditulis oleh Abdul Aziz mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2010. Di dalam skripsi ini yang menjadi titik fokus adalah hadis-hadis yang ada dalam bab ghibah. Adapun alasan ia meneliti hadis tersebut adalah karena pengarang kitab dalam mengutip hadis tidak menyebutkan kualitas hadisnya. Maka Abdul Aziz

(19)

menggunakan metode takhrīj hadīs untuk mengetahui kualitas hadis tersebut, apakah sampai kepada Nabi atau tidak.

Tulisan kedua adalah skripsi yang ditulis oleh Ahmad Fadhlah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2012, yang berjudul “Kajian Hadis-Hadis Sumpah Palsu dalam Kitab Irshād al-‘Ibād Karya Syekh Zainuddīn al-Malībārī”. Tidak berbeda jauh dengan tulisan pertama di atas, tulisan ini juga yang menjadi titik fokus adalah hadis-hadis sumpah palsu yang ada dalam kitab Irshād al-‘Ibād.

Tulisan ini ingin meneliti kualitas hadisnya, apakah sahih atau tidak. Maka tulisan ini menggunakan metode takhrīj hadis untuk mengetahui kualitas hadis tersebut.

Tulisan ketiga ialah tentang “Hadis-Hadis tentang Keimanan (Telaah hadis No. 03 dan 12 dalam Kitab Irshād al-‘Ibād Karya Syekh Zainuddin al- Malībārī)” yang ditulis oleh Mir’atin Indayati. Tulisan ini hanya meneliti 2 hadis saja. Adapun metode yang digunakan adalah metode takhrīj hadis agar bisa mengetahui apakah hadis tersebut sahih atau tidak. Dan ternyata 2 hadis tersebut berkualitas sahih lidhatihi.

Tulisan selanjutnya, yakni yang keempat ditulis oleh Cece Mirani Mahasiswi UIN Alauddin Makassar Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik Jurusan Tafsir Hadis tahun 2016, skripsi ini berjudul “Kualitas Hadis Tentang Ṣalāh Al-Taṭawwu’ Dalam Kitab Irshād al-‘Ibād”. Alasan penulis meneliti tentang ini adalah karena kitab Irshād al-‘Ibād merupakan salah satu kitab yang mashyur di kalangan masyarakat yang memuat amalan sehari-hari.

Amalan sehari-hari tersebut mengandung dalil yang berupa hadis Nabi, maka tulisan ini ingin meneliti hadis Nabi tersebut agar pengamalan tentang ibadah salah satunya, tidak mengandung hadis-hadis yang tidak sahih.

Tulisan kelima ditulis oleh Muhammad Irfan mahasiswa S2 UIN Alauddin Makassar yang fokus di bidang Ilmu Hadis tahun 2018, tesisnya

(20)

berjudul “Hadis Ṣaum al-Taṭawwuʻ dalam Kitab Irshād al-‘Ibād (Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis). Tulisan ini meneliti tentang sanad dan matan hadis- hadis tentang ṣaum al-taṭawwuʻ yang ada pada kitab Irshād al-‘Ibād. Setelah diteliti, ternyata hadis-hadis tentang ṣaum al-taṭawwuʻ ada yang berkualitas sahih, hasan dan ḍa’īf, bahkan ada yang tidak ditemukan sanadnya.

Tulisan keenam mengenai “Analisa Kalimat Efektif Bahasa Indonesia terhadap Terjemahan Irshād al-‘Ibād ilā Sabīli ar-Rashād” skripsi karya Ruston Nawawi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Tarjamah tahun 2010. Tulisan ini menganalisa kalimat atau bahasa yang ada pada terjemahan kitab Irshād al-‘Ibād karya Zain al-Dīn al-Malībārī tersebut, apakah kalimat tersebut efektif atau tidak. Sebab, apabila kalimat tersebut tidak efektif akan menyebabkan adanya kerancuan dalam makna terjemahan kitab tersebut.

Tulisan selanjutnya yakni ketujuh yang ditulis oleh Ni’am Masykuri yang berjudul “Analisis Kalimat Ambigu dalam Terjemahan Kitab Irshād al-

‘Ibād Karya Zainuddīn Ibnu Abdul Azīz al-Malībārī (Suatu Tinjauan Semantik). Tujuan dari kepenulisan ini ialah untuk mengetahui jenis dan penyebab ambiguitas yang terkandung di dalam terjemahan H. Salim Bahreisy yakni kitab Irshād al-‘Ibād. Apabila terjemahan ini terdapat kalimat ambigu, maka akan adanya kekaburan dalam memahami teks terjemahan. Karena ketepatan dalam menerjemah sagat penting dan harus diperhatikan, sebab akan berdampak kepada pembaca.

Kemudian tulisan kedelapan terkait pemikiran syekh Zain al-Dīn al- Malībārī. Tulisan tersebut ditulis oleh Dely Fadli mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah jakarta Fakultas Syariah dan Hukum, skripsi tersebut berjudul

“Implementasi Pemikiran Zainuddīn al-Malībārī Terhadap Praktik Qaḍa dan Fidyah Salat di Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor”.

Skripsi ini ingin membuktikan apakah praktik Qaḍa dan Fidyah Salat yang

(21)

dilakukan di kelurahan Cibadak sesuai dengan Pemikiran Zainuddīn al- Malībārī, yang mana pemikiran tersebut termaktub pada karya kitabnya.

Lalu tulisan kesembilan yakni skripsi tentang “Kontribusi MWC NU Kebonsari Madiun Terhadap Peningkatan Pemahaman Keagamaan Masyarakat Melalui Pengajian Kitab Irshād al-‘Ibād” yang disusun oleh Widargo Venomy. Skripsi ini merupakan kegiatan penyaluran ilmu agama dari mashaikh lewat organisasi NU kepada umat Islam. Pengajian tersebut dilakukan karena pemahaman keagamaan masyarakat masih belum merata dan adanya kemerosotan moral yang terjadi di Kecamatan Kebonsari. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan pengajian kitab Irshād al-

‘Ibād di MWC NU dan untuk mendeskripsikan kontribusi MWC NU melalui pengajian kitab Irshād al-‘Ibād terhadap pemahaman keagamaan masyarakat.

Berdasarkan kajian terdahulu di atas, banyak karya tulis yang meneliti dan membahas kitab Irshād al-‘Ibād, akan tetapi belum didapati karya tulis secara khusus membahas tentang “Kualitas sanad hadis dalam kitab Irshād al-

‘Ibād, khususnya pada bab wudu dan mandi”. Maka karya ilmiah di atas akan menjadi salah satu acuan dalam penelitian ini, sehingga akan sangat membantu dalam kelangsungan penelitian ini.

G. Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah diperlukan aspek yang mendukung penulisan tersebut agar dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkannya metode penelitian.12 Adapun metode penelitian ialah prosedur atau langkah-

12Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Lagkah Pelaksanaan Penelitian) (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 67.

(22)

langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Metode ini juga bisa diartikan sebagai cara sistematis untuk menyusun ilmu pengetahuan.13

Dalam penelitian, semua bentuk metode bisa digunakan seorang penulis sesuai dengan tujuan dan maksud penulisan tersebut.14 Pada intinya metode itu dapat membantu menjawab dalam kepenulisan penulis. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menyangkut kualitas hadis dalam kitab Irshād al-‘Ibād, maka penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (Library Research), sehingga data yang diperoleh berasal dari kitab-kitab hadis, kajian teks atau buku, jurnal, skripsi dan lainnya.15

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, saya menggunakan dua macam sumber data. Ada sumber data primer dan ada sumber data sekunder. Adapun penjelasan dua sumber tersebut sebagai berikut:

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data16 (data utama). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab Irshād Al-‘Ibād Bab Wudu dan Mandi karya Zain Al-Dīn Al-Malbārī yang di dalamnya terdapat sejumlah hadis yakni 30 hadis, 16 di antaranya terdapat pada bab wudu dan 14 di antaranya terdapat pada bab mandi. Karena di dalam bab wudu dan mandi ini ada yang diriwayatkan oleh

13Suryana, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (t.p: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), 20.

14Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, 67.

15Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), 9.

16Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (bandung: Alfabeta, 2011), 308.

(23)

Imam Bukhārī dan Muslim yang berjumlah 7 hadis, maka jumlah keseluruhan hadis yang diteliti adalah 23 hadis.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data17 (data kedua) yang mendukung permasalahan yang dibahas, yakni kitab-kitab Rijāl al-Hadis, kitab-kitab takhrīj, kitab-kitab hadis serta buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi.

3. Analisis Data dan Pengolahan

Pembahasan ini bersifat deskriptif analisis, yaitu melalui pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama bahkan pakar untuk diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan.

Dalam pengolahan data, langkah pertama yang ditempuh adalah men- takhrīj hadis-hadis yang terdapat dalam bab wudu dan mandi dari kitab Irshād al-‘Ibād.

Takhrīj al-Hadis ialah kegiatan penelusuran hadis di berbagai kitab sebagai sumber asli dari kitab yang akan dikaji.18 Menurut Mahmud al- Thahhan, ada 5 cara yang digunakan untuk men-takhrīj hadis, yaitu metode indeks nama sahabat (rawi al-aʻlā), kata pertama dalam permulaan matan (bi awwal al-matan), indeks kata (bi al-lafẓi), tematik (mauḍū’i), dan penulusuran berdasarkan kondisi matan sanad.19 Adapun metode takhrīj hadis yang digunakan dalam penelitian ini hanya metode indeks nama sahabat (rawi al- aʻlā), kata pertama dalam matan, dan indeks kata. Sedangkan metode selainnya tidak digunakan, karena hadis-hadis yang ada dalam penelitian ini sudah bersifat tematik dan belum mencantumkan kondisi hadis tersebut. Untuk lebih

17Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, 309.

18Cece Mirani, Skripsi: Kualitas Hadis Tentang Ṣalāh Al-Taṭawwuʻ Dalam Kitab Irsyād al-‘Ibād (Makasar: UIN Alauddin Makasar, 2016), 43.

19Andi Rahman, “Pengenalan Atas Takhrij Hadis”, Riwayah: Jurnal Studi Hadis, Vol. 2, No. 1 2016, 9.

(24)

jelas mengenai metode takhrij yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini saya uraikan:

a. Metode indeks nama sahabat (rawi al-aʻla). Metode ini digunakan ketika nama perawi sahabatnya diketahui, maka dalam penelitian ini menggunakan kitab Musnad Imam Aḥmad b. Ḥanbal dan al-Mu’jam al- Kabīr.

b. Metode takhrīj dengan mengetahui lafaẓ pertama dari matan hadis, maka menggunakan kitab Mausūʻah Aṭrāf al-Hadis al-Nabawi al-Sharīf karya Muḥammad Sa‘īd b. Basyuni.

c. Metode indeks kata, metode ini digunakan dengan cara mencari kata-kata yang menjadi “kata kunci” dalam indeks hadis. Adapun yang dimaksud dengan “kata kunci” adalah kata yang terdapat dalam matan hadis dan tidak banyak digunakan dalam ungkapan sehari-hari. Maka metode ini menggunakan kitab Mu‘jam al-Mufaḥras li Alfāẓ al-Hadis al-Nabawi karya A.J. Wensinck.

Setelah melalui proses dari ketiga metode takhrīj di atas, langkah kedua yaitu menyusun keseluruhan sanad dalam sebuah skema sanad (dengan tujuan memudahkan pembacaan jaringan sanad hadis yang sedang diteliti).

Langkah ketiga yaitu melakukan kritik sanad hadis, yakni segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadis yang berkualitas sahih. Adapun dalam melakukan kritik ke-sahih-an hadis, menurut al-Nawawi, bahwa yang disebut sebagai hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya oleh rawi-rawi yang adil dan ḍabṭ serta terhindar dari shadh dan ʻillat. Jika salah satu dari kelima syarat ini tidak terpenuhi, maka derajat hadis tersebut jatuh kepada peringkat yang lebih rendah.

4. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, digunakan teknik penulisan karya ilmiah yang berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang terdapat

(25)

dalam Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017. Namun, untuk pedoman Transliterasi Arab Latin mengikuti arahan dari Jurusan Ilmu Hadis.

H. Sistematika Penulisan

Agar penelitian ini lebih terarah dan sistematis, saya membagi menjadi empat bab yang didahului dengan abstrak, kata pengantar, daftar isi dan diakhiri dengan daftar pustaka. Adapun sistematika penulisan skripsi ini yang dibagi ke dalam empat (4) bab, perinciannya sebagai berikut:

Pada Bab pertama, ada pendahuluan, yang membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Ini saya cantumkan ke dalam bab pertama karena ini merupakan suatu pengantar untuk mempermudah bagi pembaca.

Pada Bab kedua, saya memaparkan tentang ruang lingkup sanad hadis.

Mulai dari pengertian sanad, sejarah dan urgensinya, autentisitas sanad dalam ke-sahih-an sanad serta metode analisis hadis. Ini merupakan hal yang penting untuk dibahas karena sebelum meneliti sanad hadis, alangkah lebih baiknya untuk mengetahui dan memahami bagaimana sanad itu sendiri.

Kemudian Bab ketiga, saya mencoba mengupas tentang kitab Irshād al-‘Ibād, dimulai dari dinamika intelektual Zain al-Dīn al-Malībārī, sampai tinjauan tentang kitab karangannya yakni kitab Irshād al-‘Ibād. Ini saya cantumkan ke dalam bab tiga karena pendeskripsian kitab ini merupakan hal yang paling penting sebelum memasuki penelitian di dalamnya.

Selanjutnya pada Bab keempat, saya mencantumkan hadis-hadis pada bab wudu dan mandi yang terdapat pada kitab Irshād al-‘Ibād, mentakhrījnya dengan menggunakan metode-metode tertentu, lalu men-naqd sanadnya. Ini

(26)

saya cantumkan ke dalam bab keempat karena ini adalah hasil akhir dari penelitian atas kualitas hadis dalam kitab Irshād al-‘Ibād.

Setelah penelitian tersebut selesai, maka saya memberikan kesimpulan, guna mengetahui dari pembatasan dan perumusan masalah. Kemudian menuliskan saran agar kita mengetahui kelemahan kita dalam penelitian selanjutnya pada karya-karya yang lain.

(27)

16 BAB II

RUANG LINGKUP SANAD HADIS

Pada bab II ini, mencantumkan pembahasan mengenai ruang lingkup sanad hadis yang meliputi pengertian sanad, sejarah dan urgensi sanad, autentisitas sanad dalam kesahihan hadis serta metode analisis hadis. Adapun pembahasan tersebut sebagai berikut:

A. Pengertian Sanad

Secara etimologi, sanad berasal dari kata bahasa arab, yakni

ُدُنْسَي - َدَنَس اًدَنَس -,

wazan dari

ًلاْعَ ف - ُلُعْفَ ي - َلَعَ ف

1 yang memiliki arti bersandar,2 bentuk jamaknya adalah Asnād.3 Sanad juga memiliki arti al-Mu’tamad )

دمتعلما

( yang

artinya “yang dipegang (yang kuat) atau yang dapat dijadikan pegangan”.4 Disebut demikian, sebab hadis disandarkan atau bersandar padanya (sanad).

Adapun sanad menurut terminologi yang dikemukakan oleh beberapa kalangan ulama hadis, di antaranya:

1. Ibnu Ḥajar (w. 852 H) mendefinisikannya dengan:

ِّْتَمْلا َلَِّإ ُةَلوُصْوَمْلا ُقْيِّرَّطلا

“Jalan yang menghubungkan ke matan”.5

2. Al-Suyūṭī (w. 911 H) mendefinisikannya dengan:

1Muḥammad Maʻṣum ʻAlī, Al-Amthilatu At-Taṣrifiyyah (Jombang: Pustaka Amanah, 2007), 2.

2Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2009), 181.

3Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), 147.

4Yusuf Kurniawan, Skripsi: “Luqatah Dalam Perspektif Hadis Studi Analisis Sanad dan Matan)” (Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2018), 13.

5Ibnu Ḥajar, Sharḥ Nukhbah al-Fikar (Beirut: Dār al-Fikr, 1990), 56.

(28)

ِّْتَمْلا ِّقْيِّرَط ْنَع ُراَبْخ ْلْا

“Informasi tentang jalan atau silsilah matan hadis”.6 3. Ajjaj al-Khatīb menulis definisi sanad sebagai berikut:

ِّةاَوُّرلا ُةَلِّسْلِّس ِّلَّوَْلْا ِّةَرَدْصَم ْنَع َْتَمْلا اوُلَقَ ن َنْيِّذَّلا

“Silsilah para perawi yang menukilkan hadis dari sumbernya yang pertama”.7

4. Mahmud al-Tahhan mendefinisikannya sebagai:

ِّرلا ُةَلِّسْلِّس ِّْتَمْلِّل ِّةَلْوُصْوَمْلا ِّلاَج

“Silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadis yang menyampaikan kepada matan hadis”.8

Dari beberapa definisi di atas pada dasarnya mengandung isi yang sama meskipun terihat berbeda, yakni sanad merupakan rangkaian perawi yang menghubungkan hadis kepada nabi Saw., (sebagai sumber hadis). Adapun contoh sanad dalam sebuah hadis sebagai berikut:

ِّبَِأ ْنَع ،ٍْيِّْثَك ِّبَِأ ُنْب َيََْيَ اَنَ ثَّدَح :َلاَق ،ٌماَشِّه اَنَ ث َّدَح :َلاَق ،َمْيِّهاَرْ بِّإ ُنْب ُمِّلْسُم اَنَ ثَّدَح ،َةَب َلاِّق

َعَم اَّنُك :َلاَق ِّحيِّلَمْلا ِّبَِأ ْنَع َّنِّإَف ،ِّرْصَعْلا ِّة َلاَصِّب اوُرِّ كَب :َلاَقَ ف ٍمْيَغ يِّذ ٍمْوَ ي ِّفِ ٍةَوْزَغ ِّفِ َةَدْيَرُ ب

.)ُهُلَمَع َطِّبَح ْدَقَ ف ،ِّرْصَعْلا َةَلاَص َكَرَ ت ْنَم( :َلاَق َمَّلَسَو ِّهْيَلَع ُالله ىَّلَص َِّّبَِّنلا

راخبلا هاور ى

“Telah menceritakan kepada kami Muslim b. Ibrāhīm, berkata telah menceritakan kepada kami Hishām berkata, telah menceritakan kepada kami Yaḥyā b. Abū Kathīr dari Abū Qilābah dari Abī Al-Malīḥ berkata,

‘Kami pernah bersama Buraydah pada suatu peperangan saat cuaca mendung, lalu ia berkata, ‘Segeralah laksanakan salat Asar! Karena

6Jalāluddīn ‘Abd Raḥmān b. Abī Bakr al-Suyūṭī, Tadrīb al-Rawi (Riyadh: Maktabah al-Riyadh al-Hadisah, t.th), 41.

7Muḥammad Ajjaj al-Khatīb, Uṣūl al-Hadith ‘Ulūmuh wa Musṭalah, Cet. III (Bairut:

Dār-Fikr, 1975), 32.

8Mahmud Tahhan, Taysīr Musṭalah al-Hadis (Riyāḍ: Maktabah al-Maʻārif, 2002), 13.

(29)

Nabi Saw., pernah bersabda ‘Barangsiapa meninggalkan salat Asar, sungguh hapuslah amalnya”. (HR. Bukhārī)9

Pada hadis di atas, terlihat bahwa adanya mata rantai para perawi yang membawa sampai kepada matan hadis, yakni dari al-Bukhārī dari Muslim b.

Ibrāhīm dari Hishām dari Yaḥyā b. Abī Kathīr dari Abī Qilābah dari Abī al- Malīḥ dari Rasulullah Saw., maka nama-nama tersebutlah yang disebut sanad.

Karena mereka menjadi jalan bagi kita untuk sampai kepada matan hadis.

Untuk memudahkan pemahaman mengenai sanad pada hadis di atas, maka berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk tabel:

Sanad Hadis

َنَ ثَّدَح َيََْيَ اَنَ ثَّدَح :َلاَق ،ٌماَشِّه اَنَ ث َّدَح :َلاَق ،َمْيِّهاَرْ بِّإ ُنْب ُمِّلْسُم ا ِّفِ َةَدْيَرُ ب َعَم اَّنُك :َلاَق ِّحيِّلَمْلا ِّبَِأ ْنَع ،َةَب َلاِّق ِّبَِأ ْنَع ،ٍْيِّْثَك ِّبَِأ ُنْب

َف ،ِّرْصَعْلا ِّة َلاَصِّب اوُرِّ كَب :َلاَقَ ف ٍمْيَغ يِّذ ٍمْوَ ي ِّفِ ٍةَوْزَغ ىَّلَص َِّّبَِّنلا َّنِّإ

لاَق َمَّلَسَو ِّهْيَلَع ُالله

Matan Hadis

ُهُلَمَع َطِّبَح ْدَقَ ف ،ِّرْصَعْلا َةَلاَص َكَرَ ت ْنَم

Mukharrīj

ى راخبلا هاور

Sehubungan dengan istilah sanad di atas, ada beberapa istilah yang erat dengan sanad, yaitu isnād, musnīd dan musnad. Adapun penjelasan mengenai ketiga istilah di atas, sebagai berikut:

a. Isnād. Secara bahasa kata isnād satu akar dengan kata sanad, dengan menambahkan Hamzah yang berfungsi mengubah kata kerja intransitif

(

مزلالا لعفلا

) menjadi kata kerja transitif (

ىدعتلما لعفلا

) yang berarti

menyandarkan, menegaskan, (mengembalikan ke asal). Kata al-isnād di sini adalah menyandarkan hadis kepada orang yang mengatakannya atau

9Muḥammad b. Ismā'īl Al-Bukhārī, Shahih Al-Bukhārī (Dār Al-‘Alamiyyah, 2015), 100.

(30)

dalam kata lain bertumpu kepada orang yang mengatakannya. Akan tetapi isnād juga digunakan untuk menyebutkan suatu rangkaian periwayat hadis.

Dengan kata lain, ulama hadis menyamakan pengertian sanad dengan isnād. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka (

اذه ثيدلحا يور دانسبإ

حيحص

). Sehingga ulama muhadditsīn memandang kedua istilah tersebut

mempunyai pengertian yang sama, yang keduanya dapat digunakan secara bergantian.10 Maka dari itu, jika isnād dalam ilmu hadis dimaknai sama dengan sanad, maka isnād memiliki pengertian yang sama dengan sanad yakni mata rantai para perawi hadis mulai dari mukharrīj (yang mengeluarkan hadis dari kitabnya/perawi pertama) sampai pada perawi yang mengetahui matan hadis.

b. Musnīd memiliki pengertian sebagai orang yang menyadarkan sesuatu kepada yang lainnya. Mahmud al-Tahhan mendefinisikan musnīd dengan pengertian:

ةَياَورلا ٌدرَُمُ َلاإ ُهَل َسْيَل ْمَأ هب ٌمْلع ُهَدْنع َناَكَأ ٌءاَوَس هدَنَسب َثْيدَْلحا يوْرَ ي ْنَم َوُه

. (musnīd

adalah orang yang meriwayatkan hadis lengkap dengan sanadnya, baik ia menguasai seluk-beluk tentang hadis atau hanya semata-mata meriwayatkan hadis tersebut).11

c. Musnad. Secara bahasa bermakna ‘yang disandarkan’.12 Akan tetapi secara istilah memiliki beberapa makna yang berbeda. Pertama, musnad berarti hadis yang diriwayatkan dan disandarkan (di-isnād-kan) kepada seseorang yang membawanya, seperti dalam contoh hadis yang diriwayatkan imam

10Solahudin, dkk. Ulumul Hadis (Bandung; Pustaka Setia, 2011), 25.

11Mahmud Tahhan, Taysīr Musthalah al-Hadis, 17.

12Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, 181.

(31)

al-Bukhārī di atas.13 Kedua, nama suatu kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis dengan sistem penyusunan berdasarkan nama para sahabat rawi hadis, seperti kitab Musnad Aḥmad b. Ḥanbal, Musnad Abī Dāwud, Musnad Ad-Darimī dan lain sebagainya.14 Ketiga, musnad diartikan sebagai hadis yang bersambung sanadnya secara marfu’ kepada Nabi Muhammad Saw., ini menurut jumhurul muhaddisin.15

B. Sejarah dan Urgensi Sanad 1. Sejarah Sanad Hadis

Muḥammad Muṣṭafa Aʻẓamī menuturkan dalam bukunya bahwa sanad telah digunakan secara insidental dalam sejumlah literatur pra-Islam, misalnya terdapat dalam kitab Yahudi yakni Mishna dan penukilan syair-syair jahiliyah, akan tetapi urgensi metode sanad ini baru tampak dalam periwayatan hadis.16

Adapun tradisi penggunaan sanad dalam islam sudah ada sejak masa Nabi Saw., yakni pada periode pertama. Pada periode I ini dimulai pada masa

‘Aṣr al-Waḥyi wa al-Taqwīn, masa ini merupakan masa wahyu turun dari Nabi Muhammad Saw.,17 pada masa ini pusat studi hadis masih berpusat kepada Nabi Muhammad Saw., karena masa ini merupakan masa dimana Nabi Saw., masih ada.18

Pada periode II, tergolong pada masa sahabat. Pada masa sahabat ini, Nabi Saw., masih hidup. Maka dalam hal tradisi periwayatan, para sahabat

13Muhammad Ghifari, Tesis: Asal Usul Sanad Dalam Wacana Orientalis Studi Kritis Atas Pemikiran Michael Cook (Ciputat: Pustaka Harakatuna, 2020), 47.

14Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis, 147.

15Ḥasan Muḥammad al-Mashaṭ, At-Taqrirat as-Sunniyah Sharḥ al-Manẓumah al- Bayqūniyah (Surabaya: Rabiṭah al-Maʻahid al-Islamiyyah al-Markaziyah, t.th), 22.

16Muḥammad Muṣṭafa Aʻẓamī, Studies In Hadits Methodology And Literature (Indiana: American Trust Publications, 1977), 32.

17Zulkifli, Studi Hadits Integrasi Ilmu ke Amal Sesuai Sunnah (Riau: Suska Press, 2015), 17.

18Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana 2010), 32.

(32)

masih bisa secara langsung berdialog kepada Nabi Muhammad Saw., sehingga bila terjadi kesalahan penukilan, kekeliruan pengucapan atau kurang dalam pemahaman terhadap makna teks hadis, maka dapat dirujuk kepada Nabi Muhammad Saw. Pada masa periode ini, Nabi Saw., dalam meriwayatkan suatu hadis biasanya melalui majelis al-ʻilm,19 dan terkadang Nabi Muhammad Saw., dalam banyak hal juga meriwayatkan hadis melalui para sahabat tertentu, yang kemudian para sahabat tersebut menyampaikannya kepada orang lain yang tidak hadir mengenai hal-hal yang mereka dengar dalam majelis tersebut.

Pada waktu menuturkan hal-hal yang mereka dengar atau hal-hal yang mereka lihat dari Nabi Saw., mereka selalu menisbatkannya kepada Nabi Saw. Bahkan Nabi Saw., sendiri terkadang menyebutkan bahwa sumber sabdanya itu berasal Jibril As.20

Namun tentu saja penggunaan sanad pada masa Nabi Saw., masih sangat sederhana. Mereka tidak pernah mempersoalkan bagaimana kredibilitas para sahabat lain yang menyampaikan hadis kepada mereka. Ini dikarenakan mereka masih saling percaya, menjaga dan mempunyai komitmen dengan keislaman mereka. Maka sudah menjadi kebiasaan di kalangan sahabat untuk saling bertanya dan menyampaikan hadis. Bahkan di antara mereka membuat aturan khusus untuk saling menggantikan dalam menghadiri majelis Nabi Saw., seperti yang dilakukan Umar dan tetangganya.21 Oleh karena itu,

19Majlis al-ʻilm merupakan salah satu wadah yang efektif sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan dakwah sejak zaman Nabi hingga sekarang. Lihat, Amatul Jadidah & Mufarrohah, “Paradigma Pendidikan Alternatif Majelis Taklim Sebagai Wadah Pendidikan Masyarakat” Jurnal Pustaka Media Kajian dan Pemikiran Islam 2016 7: 27-42, 2.

20M. Muṣṭafa Aʻẓamī, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa Yaqub, Cet. 7 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2018), 531.

21ʻUmar b. Khattāb mengatakan: ‘Aku dengan seorang tetangga dari golongan Anshar di kampung Bani Umayyah b. Zaid di pinggiran (‘awaly) kota Madinah saling bergantian untuk mengikuti majelis taʻlim yang diadakan oleh Nabi Saw. Apabila dia yang ikut aku diberitahukan tentang hal-hal yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., baik berupa wahyu atau lainnya. Dan apabila aku yang iku`t majelis pengajian tersebut, maka aku yang memberitahukan isi pengajian tersebut kepadanya‛. Lihat Muḥammad b. Ismāʻīl al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī, Kitab Nikah, 781.

(33)

merupakan suatu hal yang wajar jika dalam menyampaikan suatu hadis (berita), mereka menggunakan ungkapan‚ ‘Nabi berbuat begini-begitu’ atau

‘Nabi berkata ini-itu’.22

Masuk pada periode ke III, masa ini merupakan masa pasca Nabi Saw., wafat. Pada masa ini para sahabat tidak lagi dapat mendengar sabda Nabi Muhammad Saw., serta menyaksikan perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad Saw., yang pada dasarnya bermuatan ajaran ilahi, sehingga informasi hadis hanya bisa diketahui melalui informasi sahabat. Atas hal tersebut, para sahabat pada masa ini mulai sadar untuk mengembangkan periwayatan hadis, bahkan para sahabat rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk menegakkan agama dan menyebar luaskan Islam.23

Memasuki periode ke IV, dimana pada masa ini tergolong pada masanya sahabat Khulafaur Rasyidīn24, perkembangan pada masa ini hadis masih terbatas, karena para sahabat pada masa ini masih fokus pada penyebaran al-Quran, masa ini disebut juga sebagai al-Tathabut wa al-iqlal min riwāyah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat), meskipun pada masa ini perhatian sahabat masih terpusat pada penyebaran al-Quran, namun para sahabat tetap memperketat dalam penerimaan hadis, hal ini karena para sahabat sangat berhati-hati, agar tidak terjadinya kekeliruan periwayatan hadis dengan al-Quran.25 Hal tersebut merupakan perhatian langsung dari Khalifah Abū Bakr aṣ-Ṣiddīq, hingga dilanjutkan oleh Khalifah ʻUmar b. Khaṭṭāb, ʻUthmān b. ʻAffān hingga ʻAlī b. Abī Ṭālib.

Pada masa ke-V yakni pasca Khulafaur Rasyidīn tepatnya pada akhir abad ke-1, hadis sudah berkembang ke beberapa wilayah kekuasaan Islam,

22M. Muṣṭafa Aʻẓamī, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, h. 531

23Idri, Studi Hadits, 39.

24Luthfi Maulana, “Periodesasi Perkembangan Studi Hadits”, Esensia Vol. 17, No.

1, April 2016, 4.

25Zulkifli, Studi Hadits Integrasi Ilmu ke Amal Sesuai Sunnah, 24.

(34)

seperti Madinah, Mekkah, Kuffah, Basrah, Syam hingga Mesir. Maka para tabiʻin sudah mulai gencar untuk memperluas hadis di beberapa tempat sehingga penyebaran hadis pada masa ini sudah sangat signifikan.26 Bahkan pada masa ini, puncaknya terjadi pada masa ʻUmar b. ʻAbdul ʻAzīz (99-101 H) masa dinasti Abbasiyyah. Dimana masa ini merupakan masa pengkodifikasian hadis. Adapun latar belakang khalifah ʻUmar b. ʻAbdul ‘Azīz dalam mengkodifikasi hadis disebabkan rasa kekhawatiran beliau akan hilangnya hadis, karena pada saat itu keadaan para generasi penerus tidak menaruh perhatian besar terhadap hadis.

Selain itu, pada saat itu juga adanya peristiwa terjadinya fitnah al- kubro27 yang menyebabkan munculnya pemalsuan hadis. Sejak saat itu, para sahabat semakin berhati-hati dan mulai menyeleksi sumber autentikasi kabar dalam hadis. Hal ini ditegaskan oleh Ibn Sīrīn, beliau mengatakan:

َلَِّإ ُرَظْنُ يَ ف ْمُكَلاَجِّر اَنَل اوَُّسَ اوُلاَق ُةَنْ تِّفْلا ِّتَعَ قَو اَّمَلَ ف ِّداَنْسِّْلْا ِّنَع َنوُلَ ئْسَي اوُنوُكَي َْلَ

ِّةَّنُّسلا ِّلْهَأ

ْمُهُ ثْ يِّدَح ُذَخُْيُ َلاَف ِّعَدِّبْلا ِّلْهَأ َلَِّإ ُرَظْنُ يَو ْمُهَ ثْ يِّدَح ُذَخْأُيَ ف

28

“Dulu mereka (para ulama) tidak pernah bertanya tentang sanad.

Namun ketika terjadi fitnah, mereka pun berkata: ‘Sebutkan pada kami rijal kalian. Apabila ia melihat rijal tersebut dari kalangan ahl al- Sunnah, maka diterima hadisnya, dan jika dari kalangan ahl al-Bid’ah, maka tidak diterima”.

Pasca fitnah terjadi, orang-orang mulai berdusta satu sama lain, bahkan sebagian mereka berdusta atas nama Rasulullah dengan membuat hadis-hadis palsu. Karena Pada masa Rasulullah, para sahabat betul-betul menjaga diri dari

26Maulana,“Periodesasi Perkembangan Studi Hadits”, 4.

27Fitnah al-Kubro adalah peperangan, perselisihan dan perpecahan yang terjadi pada umat Islam generasi awal. Mengenai kapan terjadinya peristiwa tersebut terdapat ada tiga pendapat, yaitu: pertama, ketika masa terbunuhnya Usman. Kedua, pada masa Ali berperang melawan Muʻawiyah. Ketiga, pada saat perang Karbala dengan terbunuhnya Husein b. ʻAlī.

Lihat Taha Husain, Malapetaka Terbesar Dalam Sejarah (Jakarta: Pustaka Jaya, 1985), 254.

28Naṣir b. ʻAbdillah b. ‘Alī Al-Qifarī, Masʼalatu at-Taqrīb Baina Ahlu as-Sunnah wa as-Shiʻah (Dār Ṭaibatu an-Naṣir, 1428 H), 44.

(35)

sikap dan sifat-sifat tercela seperti berbohong, berkhianat atau menipu, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun berkenaan dengan hadis Nabi Saw.

Karena tidak ada kebohongan di antara mereka. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Barā’ ibn ‘Āzib (w. 72 H), para sahabat tidak mengenal apa itu dusta. Hal ini misalnya terlihat pada kasus Anas b. Mālik (w. 93 H) yang begitu marah ketika dikatakan kepadanya‚ ‘Apakah Anda mendengarnya sendiri dari Rasulullah?‛ Ia menjawab bahwa tak seorang pun dari kalangan sahabat yang berdusta satu sama lain.29

Dengan demikian, tragedi fitnah menjadi garis pembatas yang jelas tentang awal-mula umat Islam mempersoalkan sanad hadis yang sebelumnya mereka tidak begitu mempersoalkannya. Dengan kata lain, tragedi fitnah menjadi garis pembatas antara keautentikan sunnah yang terjadi sebelum fitnah dengan sunnah yang telah terkontaminasi polusi kepentingan setelah terjadinya fitnah.30

Setelah terjadinya fitnah, hadis banyak ditumpangi berbagai kepentingan, seperti kepentingan politik, kultus individu, fanatik mazhab, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan sengaja membuat hadis- hadis palsu lengkap dengan sanadnya, bahkan ada yang membuat sanad ʻalī untuk memperkuat kecenderungan mereka. Akibatnya, hadis-hadis palsu kemudian tersebar dikalangan masyarakat muslim bercampur dengan hadis- hadis yang sahih. Sebagian umat Islam tentunya, mengalami kesulitan memilih mana hadis yang sahih dan mana yang palsu. Hanya saja, hal ini tidak dibiarkan berlanjut terus menerus. Para ulama mengantisipasi kekacauan ini dengan cara meneliti sanad dan matan hadis serta mengkaji keberadaan para periwayatnya, apakah mereka terkena polusi kepentingan seperti ahli bidʻah atau tidak, meski sebelumnya mereka saling percaya dalam meriwayatkan

29Muhajirin, Politisasi Ujaran Nabi, Cet. 1 (Yogyakarta: Maghza Books, 2016), 61

30Muhajirin, Politisasi Ujaran Nabi, Cet. 1, 61.

(36)

hadis. Oleh karena itu, seruan ʻUmar b. ʻAbdul ʻAzīz akan kodifikasi hadis mendapatkan respon sangat baik dari umat islam dan dari para ulama hadis, sehingga pada masa itu hadis dapat berhasil dikodifikasikan.31

Setelah Hadis rampung dikodifikasikan sejak abad ke-2 dibawah kepemimpinan khalifah ʻUmar b. ʻAbdul ʻAzīz, para ulama berupaya mengembangkan studi hadis dengan pola penyeleksian hadis, sehingga pada masa abad ke-3 menjelang abad ke-4 H, mulailah bermunculan beragam kitab hadis yang begitu luar biasa, seperti kitab Sahih al-Bukhārī karya Imam Bukhārī, Sahih Muslim karya Imam Muslim, dan beberapa kitab sunan, seperti Sunan Abū Dāwud, Sunan al-Tirmidhī, Sunan al-Nasā’ī, Sunan ad-Darimī, dan Sunan Saʻid Ibnu al- Manshur. Masa ini merupakan masa kesungguhan dalam penyaringan hadis, dimana para ulama berhasil memisahkan hadis- hadis ḍa’īf dari yang sahih dan hadis-hadis yang mauquf dan Maqthuʻ dari yang Marfuʻ.32

Setelah periode khalifah Banī ʻAbbās (Abasiyyah) ke XVII al- Muʻtaṣim (w. 656 H), yang periode hadis dimasa tersebut dinamakan ‘Aṣr al- Sharḥ wa al-Jamiʻ wa al-Takhrīj wa al-Bahth (periodesasi hadis memasuki masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan, dan pembahasan).33 Penulisan hadis ini berlanjut hingga masuk masa kematangan dan kesempurnaan pembukuan hadis pada abad ke VII. Pada masa ini, karya-karya seputar hadis banyak ditulis dan lebih disederhanakan. Dan kajian ‘Ulum al- Hadis pun mencapai tingkat kesempurnaannya dengan ditulisnya sejumlah kitab yang mencakup seluruh cabang ilmu hadis. Bersamaan dengan itu, dilakukan juga penghalusan sejumlah ungkapan dan penelitian berbagai masalah dengan mendetail. Para penyusun kitab itu adalah para imam besar

31Idri, Studi Hadits, 45-47.

32Idri, Studi Hadits, 49.

33Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis Pengantar Studi Hadis Praktis (Malang: UIN Malang Press, 2008), 28.

(37)

yang hafal semua hadis dan mampu menyamai pengetahuan serta penalaran para imam besar terdahulu terhadap cabang-cabang hadis, seperti keadaan sanad beserta matannya.34

Pelopor pembaharuan dalam ilmu ini adalah al-Imam al-Muhaddis al- Faqīh al-Hafiẓ al-Uṣūl Abū ‘Amr ʻUthmān b. aṣ-Ṣalah (w. 643 H), beliau telah menyusun kitab yang dinilai paling mencakup dalam bahasan ilmu hadis yang ditulis pada masa itu adalah ‘Ulum al-Hadis yang kemudian kitab ini lebih dikenal dengan nama Muqaddimah Ibnu Ṣalah,35 kitab tersebut mencakup keterangan-keterangan yang terdapat diberbagai kitab sebelumnya dan mencakup seluruh cabang ilmu hadis.36

Demikianlah asal usul sanad dalam Islam yang memperlihatkan betapa tertatanya periwayatan mayoritas hadis. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan para ulama menguji autentisitas hadis dengan menjadikan sanad sebagai salah satu bentuk uji ke-sahih-annya. Karena sanad merupakan salah satu komponen pembentuk utuhnya hadis yang menduduki posisi penting dalam khazanah penelitian sebuah hadis, karena tujuan utama dalam penelitian hadis adalah untuk mengetahui validitas sebuah hadis, yang mana akan mempengaruhi terhadap lingkungan yang selalu hidup dengan hadis tersebut.

2. Urgensi Sanad Hadis

Para ulama hadis menilai bahwa kedudukan sanad hadis sangat penting, karena untuk mengetahui keautentikan sumber atau asal riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Maka tidak heran jika dalam wacana urgensi sanad hadis akan ditemukan berbagai pendapat ulama yang

34Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd Fī ‘Ulūm al-Hadis, terj. Endang Soetari dan Mujiyo (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), 53.

35Dalam kitab ini terdapat penjelasan-penjelasan istinbat yang cukup yang lebih detail terhadap pendapat para madzhab para ulama terdahulu.

36Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd, terj. Endang Soetari dan Mujiyo, 54.

(38)

dapat dijadikan referensi. Karena dari ungkapan mereka terlihat jelas bahwa keberadaan sanad merupakan suatu keniscayaan. Adapun pendapat ulama mengenai urgensi sanad sebagai berikut;

a. Muḥammad b. Sīrīn (w. 110 H/728 M), mengatakan “Sesungguhnya pengetahuan terhadap hadis adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa engkau mengambil agamamu itu”. Maksud dari perkataan tersebut ialah dalam menghadapi suatu hadis, maka sangat penting diteliti terlebih dahulu dari siapa rantai perawi yang membawakan hadis tersebut/yang terlibat di dalamnya.37

b. ʻAbdullāh b. al-Mubārak (w. 181 H/797 M). Ia mengatakan bahwa “Sanad hadis merupakan bagian dari agama. Maka, apabila sanad hadis tidak ada, niscaya siapa saja akan bebas mengatakan apa yang dikehendakinya”.

Perkataan ini sangat populer dalam khazanah ilmu hadis.38

c. Sufyān al-Thaurī (w. 161 H/772 M) mengatakan bahwa isnād adalah senjata umat Islam. Apabila seorang mukmin tidak mempunyai senjata, maka siapa saja akan mudah untuk membunuhnya.39

d. Shāfiʻī (w. 204 H/812 M) juga mengingatkan bahwa “Perumpaan orang yang mempelajari hadis tanpa sanad adalah seperti seseorang yang membawa kayu bakar pada malam hari. Di dalam ikatan kayu itu ada seelor ular yang sangat ganas siap menggitnya, sedangkan dia tidak menyadari keadaan tersebut”.40

e. Nur al-Din ‘Itr mengatakan sistem sanad ialah salah satu keistimewaan umat Islam yang tidak dimiliki umat lain.41

37M. Luqmān al-Salafi, Ihtimām al-Muhaddithīn bi Naqd al-Hadis Sanad wa Matn (Riyadh: Maktabah al-Riyadh, 1984), 153.

38M. Syuhudi Ismāʻīl, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2016), 22.

39Akram Dhiya’ al-‘Umari, Buḥūth fī Tārīkh al-Sunnah al-Musfirah, cet. 4 (Beirūt:

Basath, 1984), 47.

40Muhammad Luqman, Ihtimām al-Muhaddithīn, 155.

41Nur al-Din ‘Itr, Manhāj al-Naqd, 30.

(39)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan para ulama di atas menunjukkan bahwa sanad menjadi pembeda umat Islam dari umat yang lainnya. Karena dengan adanya sanad, ajaran Islam menjadi steril dari segala macam bentuk perubahan, penyusupan dan pemutarbalikkan. Sedangkan di pihak lain, ajaran yang dibawa oleh rasul-rasul selain dari Nabi Muhammad tidak memiliki imunitas semacam itu. Sesuai dengan pernyataan Abū Ḥātim al-Rāzī (w. 227 H) yang mengatakan, “Tidak ada satu umat pun sejak Nabi Adam as.

diciptakan, yang memiliki suatu standar (pegangan) untuk memelihara atsar para rasulnya selain dari umat Islam ini”. Lalu Ibn Taimiyyah juga mengatakan, “Ilmu sanad dan riwayat adalah sesuatu yang dikhususkan Allah bagi umat Nabi Muhammad. Itulah yang akan membuat mereka selamat.

Adapun ahli Kitab, mereka tidak memiliki sanad yang akan digunakan untuk meriwayatkan al-manqūlāt (hadis-hadis) mereka. Orang-orang di luar Islam memiliki akidah dan pandangan yang salah, karena mereka tidak memiliki sanad yang dapat dijadikan sebagai pegangan. Mereka berkata tanpa dalil dan meriwayatkan tanpa sanad”.42

Dari beberapa pernyataan di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa perhatian sanad sangat penting dalam sebuah periwayatan suatu hadis. Karena perhatian terhadap sanad tersebut merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memilih dan memilah mana hadis yang dapat dipertanggung-jawabkan autentisitasnya sampai Nabi, dan mana yang tidak dapat dipertanggung- jawabkan. Karena hadis Nabi merupakan salah satu sumber ajaran agama Islam yang harus pasti kualitasnya.

C. Autentisitas Sanad dalam Kesahihan Hadis

Kritik terhadap sanad dalam kajian hadis ditujukan untuk mengetahui sisi autentisitas sebuah hadis. Apakah suatu hadis memang benar-benar

42Zulheldi, “Eksistensi Sanad Dalam Hadis” dalam jurnal Miqot, Vol. XXXIV, No.

2 Juli-Desember 2010, 3.

Referensi

Dokumen terkait

Temuan penelitian serupa yang menunjukkan bahwa infographic memiliki pengaruh pada peserta didik dengan berbeda gaya berpikir dan menyajikan argumen yang kuat (Williams,

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh ukuran berat benih terhadap perkecambahan benih pohon merbau darat dan benih berbobot berat

Dari definisi di atas, maka judul analisis preferensi konsumen terhadap penggunaan jasa transportasi Bus Rapid Transit (BRT) Trans Jateng (studi kasus BRT Trans Jateng

Hal tersebut berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Rata-Rata Curah Hujan di Kecamatan

[r]

Berdasarkan hasil analisis penyelesaian soal berpikir kritis berstandar PISA dan wawancara dengan siswa berpkepribadian thinking , didapatkan bahwa siswa tersebut

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meidah (2013) tentang “Pengaruh Konflik Peran Ganda, Kecerdasan Emosional dan

Analisis data yang didapatkan sangat diperlukan dalam penciptaan busana ini dikarenakan ada beberapa pengubahan busana hanbok yang identik dikenal dengan model tradisional