• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN DAN SOPIR BUS TERHADAP KECELAKAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG DI WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN DAN SOPIR BUS TERHADAP KECELAKAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG DI WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN DAN SOPIR BUS TERHADAP KECELAKAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA

ORANG DI WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Muhammad Jemima Fadilah NIM. E0016292

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2020

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN DAN SOPIR BUS TERHADAP KECELAKAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA

ORANG DI WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO

Oleh :

MUHAMMAD JEMIMA FADILAH E0016292

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi)

Surakarta, 2 Juni 2020 Dosen Pembimbing

Dr. SULISTYANTA S.H., M.Hum.

NIP. 195711261984031004

(3)

iii

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Nama : Muhammad Jemima Fadilah

NIM : E0016292

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN DAN SOPIR BUS TERHADAP KECELAKAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG DI WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO

adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 1 Juni 2020 Yang Membuat Pernyataan,

Muhammad Jemima Fadilah NIM. E0016292

(5)

v ABSTRAK

Penelitian ini memaparkan adanya tumpang tindih antara peraturan perundang- undangan mengenai kealpaan dan ketidaksengajaan terkait dengan kasus kecelakaan bus di kabupaten Sukoharjo. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana perusahaan dan sopir bus terhadap kecelakaan yang mengakibatkan matinya orang di wilayah kabupaten Sukoharjo apakah telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan sifat preskriptif.

Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan ialah studi kepustakaan. Teknik analisis yang digunakan ialah teknik deduksi dengan metode silogisme hukum. Hasil penelitian menunjukkan sesuai amar putusan yang telah dijatuhkan bahwa pertanggungjawaban pidana kepada perusahaan berupa denda dan pertanggungjawaban pidana kepada sopir bus terhadap kecelakaan yang mengakibatkan matinya orang di wilayah kabupaten Sukoharjo berupa pidana penjara yang telah tercantum dalam ketentuan Pasal 310 ayat (3) dan (4) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kata kunci: Pertanggungjawaban pidana, perusahaan, sopir, kecelakaan, matinya orang

(6)

vi ABSTRACT

This research explained the overlap between the laws and regulations concerning negligence and accidental associated with the bus accident case in Sukoharjo district. The purpose of this study for find out how the criminal liability of the company and the bus driver for accidents resulting in the death of people in the Sukoharjo regency whether it meets the applicable legal provisions. This study uses a normative legal research method with a prescriptive nature. The approach used is the legislative approach and case approach. The legal materials used consist of primary and secondary legal materials. The legal material collection technique used is literature study. The analysis technique used is the deduction technique with the legal syllogism method. The results showed that according to the verdicts which had been handed down that the criminal liability to company in the form of a fine and criminal liability to bus drivers for accidents resulting in the death of people in the Sukoharjo district in the form of imprisonment that has been listed in the provisions of Article 310 paragraphs (3) and (4) of Law Number 22 Year 2009 concerning Road Traffic and Transport.

Keywords: Criminal liability, companies, drivers, accidents, the death of people

(7)

vii MOTTO

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya”

(QS. Al-Baqarah: 286)

“Maka, berpikirlah sebelum menentukan suatu ketetapan, atur strategi sebelum menyerang, dan musyawarahkan terlebih dahulu sebelum melangkah maju ke

depan”

(Imam Syafi’i)

“Hidup cuma sekali, maksimalkan kebaikan dan jauhi keburukan selama hidup karena waktu tidak bisa diputar, dan apapun masalah larilah ke Allah karena

Allah sebaik-baik tempat curhat dan sebaik-baik tempat berlindung”

(Almarhumah Mama)

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Penulisan hukum ini penulis persembahkan kepada:

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

2. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang senantiasa menjadi panutan seluruh umat Islam;

3. Kedua orang tua penulis, Bapak Agus Setyawan, Almarhumah Ibu Elfina Zahro, dan Ibu Luluk Damayanti serta kakak-kakak penulis, Nabela Sefina dan Rangga Adi Putra Sapjaya atas kasih sayang, doa, dan dukungan yang tidak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini;

4. Dr. Sulistyanta, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan saran dan pengarahan serta motivasi dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini;

5. Para dosen dan pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa;

6. Teman-teman dan keluarga besar yang telah banyak membantu, memberikan semangat dan doa selama penyusunan skripsi ini;

7. Keluarga besar FOSMI FH UNS yang telah menjadi keluarga kedua di kampus dan sebagai wadah bagi penulis dalam memperbanyak jaringan pertemanan dan mengembangkan hard skill dan soft skill dalam ilmu keorganisasian dan kerohanian.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat dan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini Salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad, Shallallahu Alaihi wa Sallam. Alhamdulilla hirobbil’alamin…

Penulisan hukum yang penulis susun dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta ini berjudul

“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN BUS DAN SOPIR BUS TERHADAP KECELAKAAN BUS DI WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2. Prof. Dr. I. Gusti Ayu Ketut Rachmi H., S.H., M.M., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

3. Ibu Solikhah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik, dimana selama ini selalu membimbing dan sudah banyak memberikan saran-saran dan kritikan kepada penulis hingga selalu termotivasi untuk menjadi yang terbaik dari yang terbaik;

4. Bapak Dr. Sulistyanta, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi, yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang terbaik dan dukungannya kepada penulis;

(10)

x

5. Bapak Ismunarno S.H.,M.Hum., selaku Ketua Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah menunjuk pembimbing yang terbaik bagi penulis;

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dengan sabar dan kebesaran hatinya dalam mengajar;

7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Staf dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selama ini sudah baik dan selalu ramah untuk membantu penulis dalam mengurus perkuliahan;

8. Kedua Orang Tua Penulis, Bapak Agus Setyawan, Almarhumah Ibu Elfina Zahro dan Ibu Luluk Damayanti, serta kakak-kakak penulis, Nabela Sefina dan Rangga Adi Putra Sapjaya yang tidak henti-hentinya untuk memberikan dukungan dan mendoakan, arahan penuh cinta dan kasih sayang serta telah menjadi sumber motivasi penulis dalam menyelesaikan penuisan hukum (skripsi);

9. Sahabat penulis sejak Sekolah Dasar (SD) hingga sekarang yaitu Hidayah, Qonita, Faray, Fado, Nabil;

10. Sahabat penulis sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga sekarang yaitu Naufal, Fazlur, Kanzul;

11. Sahabat penulis sejak Sekolah Menengah Atas (SMA) sekaligus teman basket yaitu Hamdam, Hanif, Mail, Rifai, Aji, Arizal, Dimas, Haykal;

12. Sahabat penulis selama diperkuliahan yaitu Faza, Pras, Adhya, Hanif, Miftah, Adel, Dika, Juan, Agung, Kristian, Sinung, Nurs, Himawan, Faris, Bari, Dicky, Falak, Ibrahim, Citra, Alya Yudit, Ara, Romla, Faridl, Yuli, Widya, Damar, Fajar, Dimas, Ghusni, Fatahelah, dan Alm Rizal Falevi.

13. Keluarga besar FOSMI FH UNS : Mas Alo, Mas Valdi, Mas Raihan, Mas Faiz, Mas Muiz, Mas Iqbal, Mas Fikry, Mbak Laras, Mbak Arini, Mbak Khusnul, Hufron, Nikmah, Ara, Romla, Willy, Widya, Asa, Luqman, Ghusni, Aditya Kurnia, Aditya Putra, Prastyoso, Alfin, Ilham, Isma, Salsa, Mas Ridho, Mas Sungsang, Fadhal, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah berbagai ilmu terutama ilmu

(11)

xi

agama, pengalaman, dan pembelajaran dalam organisasi keislaman Fakultas Hukum serta rasa kekeluargaan yang sangat berharga dan berarti bagi penulis;

14. Grup Sahisti sekaligus teman sepakbola : Aldiy, Topiq, Sifak, Pian, Irsat;

15. Grup MABAR Mobile Legends yaitu Prastyoso, Alfian, Bintang, Angga, Aziz, Ihza, Ghalda. Dika, Miftah, Juan, Yova, Aldiy.

16. Teman-teman Magang OJK Pusat (Kuningan Jakarta Selatan) Periode 2020 yaitu Adhya, Fatahelah, Citra, Daffa;

17. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata Prabu Ninglor (Wonosobo) Periode Juli- Agustus 2019 yaitu Faza, Cisya, Nita, Tya, Tita, Zeze, Ipit, Hanif, Adhya, Mughny, Nur, Citra, Alya, Nabila, Adel, Sabil, Kika, Hikmah, Dhea Aqila yang telah berjuang bersama dalam mengabdi masyarakat srta menyemangati penuis dalam menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) penulis;

18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan segala bentuk bantuannya bagi penulis dalam penyelesaian penulisan hukum (skripsi) penulis.

Surakarta, 2 Juni 2020

Penulis

MUHAMMAD JEMIMA FADILAH

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...iii

HALAMAN PERNYATAAN ...iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ...4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Kerangka Teori ... 11

1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana………... 11

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Kesengajaan (Delik Dolus) dan Tindak Pidana Kelalaian Keaalpaan (Delik Culpa) ... 13

3. Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Perusahaan Bus) dan Sopir Bus terhadap Kecelakaan Bus... 15

B. Kerangka Pemikiran ... 19

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21

(13)

xiii

A. Hasil Penelitian ... 21

1. Data Statistik ………... 21

2. Kasus: Uraian Fakta Peristiwa ... 25

B. Pembahasan ... 28

1. Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Bus dan Sopir Bus terhadap Kecelakaan Bus di Kabupaten Sukoharjo ... 28

2. Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Bus dan Sopir Bus terhadap Kecelakaan Bus di Kabupaten Sukoharjo Telah Memenuhi Ketentuan Hukum yang Berlaku ... 34

BAB IV PENUTUP ... 42

A. Simpulan ...42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 19 Gambar 2. Tabel 1.1 ….………..…... 22 Gambar 3. Tabel 1.2 ……….. 24

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem transportasi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang terus mengalami peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Diantara bermacam sistem transportasi yang ada, seperti transportasi laut, udara, dan darat, ternyata transportasi daratlah yang cukup dominan. Menyadari pentingnya peranan transportasi khususnya transportasi darat di negara kita, perlu diatur mengenai bagaimana dapat dijamin lalu lintas yang aman, tertib, lancar dan efisien guna menjamin kelancaran berbagai aktifitas menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Peningkatan frekuensi pemakai jalan khususnya kendaraan bermotor untuk berbagai keperluan pribadi atau umum secara tidak langsung bisa meningkatkan frekuensi kecelakaan lalu lintas. Perkembangan teknologi transportasi yang meningkat pesat, telah meningkatkan kecelakaan lalu lintas. Disatu sisi menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi semakin luas, disisi lain menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam beberapa dekade terakhir (Agio V. Sangki, 2012: 33-34).

Kecelakaan lalu lintas sendiri merupakan masalah yang umum terjadi dalam penyelenggaraan sistem transportasi di banyak negara. Pada negara- negara berkembang, termasuk di Indonesia, kecelakaan lalu lintas ini cenderung mengalami peningkatan. Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi yaitu kecelakaan yang melibatkan bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP). Faktor pengemudi sering diduga menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan tersebut. Menurut data dari kepolisian faktor pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi yang kurang tertib berlalu lintas ini mencapai lebih dari 80% dari penyebab kecelakaan lalu lintas (Lukito Adi Nugroho, Harnen Sulistio, Amelia Kusuma,2012: 42).

(16)

2

Berbagai faktor yang dapat menyebabkan tingginya kecelakaan bus tersebut. Di antaranya adalah kondisi bus itu sendiri, kondisi jalan, serta kelalaian pengemudi atau human error dan lain sebagainya. Kelalaian pengemudi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor pula. Bisa dikarenakan pola kerja yang tidak baik, faktor lingkungan, kondisi psikis, kondisi kesehatan atau faktor kelelahan akibat pola kerja yang tidak baik.

Pola kerja ini meliputi waktu dan durasi mengemudi serta frekuensi dan durasi istirahat. Faktor kelelahan (fatigue) pada pengemudi bus seringkali diabaikan dikarenakan harus mengejar target minimum setoran dengan melupakan aspek-aspek ideal dalam operasional bus. Kecelakaan bus ini dianalisis dan banyak ditemukan bahwa penyebabnya adalah kelalaian pengemudi. Sistem kerja yang seperti ini perlu diperbaiki agar tidak menimbulkan korban dan kerugian yang berkelanjutan.Terdapat kaitan yang erat antara tingkat kewaspadaan serta fatigue (kelelahan) yang terjadi pada seseorang. Semakin besar fatigue (kelelahan) yang dialami oleh seseorang, maka tingkat kewaspadaannya akan turun. Menurunnya tingkat kewaspadaan ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya human error (Ishardita Pambudi Tama, Oke Oktavianty, 2014: 37).

Kecerobohan pengemudi juga tidak jarang menimbulkan korban, baik korban menderita luka berat atau korban meninggal dunia bahkan tidak jarang merenggut jiwa pengemudinya sendiri. Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya dapat dihindari bila di antara pengguna jalan bisa berperilaku disiplin, sopan dan saling menghormati (JB. Suharjo B. Cahyono, 2012: 182-183). Dalam berlalu lintas juga dikenal dengan adanya kesengajaan dan kelalaian. Kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan. Disamping unsur kesengajaan di

(17)

3

atas, ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau kealpaan atau culpa.

Berdasarkan doktrin hukum pidana disebut kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld.

Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.

Unsur terpenting dalam culpa (kelalaian) adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang- undang (P.A.F. Lamintang, 2011: 594).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dalam Pasal 310 dapat disimpulkan bahwa apabila kealpaan atau kelalaian pengemudi itu mengakibatkan orang lain terluka atau meninggal dunia ancaman pidananya sudah tertera sangat jelas sebagaimana yang diatur dalam Pasal tersebut diatas. Meski Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diterapkan sampai dengan sekarang tapi tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kecelakaan masih tetap terjadi. Banyaknya kasus kecelakaan di jalan raya setidaknya itu bisa menggambarkan cerminan masyarakat betapa minimnya kesadaran hukum bagi pengendara kendaraan bermotor. Hal ini terjadi karena masih banyak pengemudi tidak tertib dan taat pada rambu-rambu lalu lintas.

Meningkatnya jumlah korban dalam suatu kecelakaan merupakan suatu hal yang tidak diinginkan oleh berbagai pihak, mengingat betapa sangat berharganya nyawa seseorang yang sulit diukur dengan sejumlah uang satuan saja.

Orang yang mengakibatkan kecelakaan tersebut harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan harapan pelaku dapat jera dan lebih berhati-hati. Berhati-hati pun tidaklah cukup untuk menghindari kecelakaan, faktor kondisi sangatlah di utamakan dalam

(18)

4

mengendarai kendaraan dan juga kesadaran hukum berlalu lintas harus dipatuhi sebagaimana mestinya. Banyaknya kasus kecelakaan di jalan raya yang banyak menimbulkan korban, penyusun sebisa mungkin untuk bisa mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap kasus kelalaian pengemudi yang menimbulkan kecelakaan (Andi Zeinal Marala, 2015: 129-130).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk penelitian hukum mengenai permasalahan pertanggungjawaban pidana di Kabupaten Sukoharjo terhadap Perusahaan Bus dan Sopir Bus dalam sebuah penulisan hukum dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN DAN SOPIR BUS TERHADAP KECELAKAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG DI WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan pokok masalah yang akan dikaji dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana perusahaan dan sopir bus terhadap kecelakaan yang mengakibatkan matinya orang di wilayah kabupaten Sukoharjo?

2. Apakah pertanggungjawaban pidana perusahaan dan sopir bus terhadap kecelakaan yang mengakibatkan matinya orang di wilayah kabupaten Sukoharjo telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan yang berbeda, tujuan penelitian adalah suatu indikasi ke arah mana penelitian itu dilakukan dan informasi apa yang ingin dicapai pada penelitian itu. Tujuan penelitian dalam penulisan hukum ini yaitu:

1. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai aspek ilmu hukum secara praktis dan teoritis.

(19)

5

2. Untuk menjelaskan bagaimana pertanggungjawaban pidana perusahaan dan sopir bus terhadap kecelakaan yang mengakibatkan matinya orang di wilayah kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian pasti akan memiliki nilai apabila penelitian itu dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dan pembaca untuk mengembangkan ilmu pengetahuan pada bidang penelitian itu sendiri atau penerapan praktiknya secara langsung. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi atau literatur bagi peneliti selanjutnya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bentuk kontribusi pemikiran bagi pengembang ilmu hukum pidana.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum yang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memcahkan isu hukum yang dihadapi sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasikan masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2015:60).

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (library based) dan bahan hukum sekunder berupa aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep yang baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. (Peter Mahmud Marzuki, 2015:55-56).

(20)

6

Penulisan penelitian ini hendak mencari kesesuaian pertanggungjawaban pidana denda kepada Perusahaan Bus dan pertanggungjawaban pidana kepada Sopir Bus terhadap Kecelakaan yang mengakibatkan matinya orang di wilayah Kabupaten Sukoharjo.

2. Sifat penelitian

Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep- konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menentapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu- rambu dalam melaksanakan aktivitas hukum” (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 22). Penelitian yang dikaji penulis dalam penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat preskriptif, yang dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kesesuaian pertanggungjawaban pidana Perusahaan Bus dan Sopir Bus terhadap Kecelakaan bus di Wilayah Kabupaten Sukoharjo dengan Kitab Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3. Pendekatan penelitian

Keterkaitannya dengan penelitian normatif, pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum menurut Peter Mahmud Marzuki adalah sebagai berikut (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 93) :

a. Pendekatan kasus ( case approach )

b. Pendekatan perundang-undangan ( statute approach ) c. Pendekatan historis ( historical approach )

d. Pendekatan perbandingan ( comparative approach ) e. Pendekatan konseptual ( conceptual approach )

(21)

7

Adapun pendekatan yang digunakan penulis dari beberapa pendekatan diatas adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (the case approach). Pendekatan perundangan-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang ditangani. Sedangkan pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 24). Berkaitan dengan hal ini penulis menggunakan pendekatan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber bahan hukum yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif (mempunyai otoritas), bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 181). Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan yaitu :

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) Undang- undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(22)

8 b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publiasi yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku- buku, teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar- komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2015:181).

Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi :

1) Buku-buku ilmiah dibidang hukum 2) Makalah-makalah

3) Jurnal ilmiah 4) Artikel ilmiah 5. Teknik Pengumpulan

Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumen atau studi kepustakaan (library research). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui badan hukum dengan menggunakan content analysis. Teknik ini berguna untuk mendapatkan landas teori dengan mengkaji, mempelajari, dan memberi catatan terhadap buku- buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip, dan hasil penelitian lain yang berkaitan dengan masalah yang masalah yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2015:237). Teknik ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku- buku, peraturan perundang- undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana Korporasi (Perusahaan Bus) dan Sopir Bus terhadap Kecelakaan Bus di wilayah Kabupaten Sukoharjo.

(23)

9 6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M.Hadjon memaparkan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles. Penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan yang bersifat umum).

Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 47).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum disajikan untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan sistematika penulisan hukum serta mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, oleh karenanya, penulis menyajikan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini penulis memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini Penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah yang menjadi dasar Penulis melakukan penelitian yaitu

(24)

10

Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Bus dan Sopir Bus terhadap Kecelakaan Bus di kabupaten Sukoharjo.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini penulis menyimpulkan mengenai hasil pembahasan serta saran yang relevan terhadap hal- hal yang harus dilakukan dan diperbaiki terhadap permasalahan dalam penelitian hukum ini sebagai sarana evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(25)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar dan feit. Yang masing- masing memiliki arti: Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, Baar diartikan sbagai dapat dan boleh, Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).

Asas Hukum Pidana memberikan defenisi mengenai delik, yakni delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana) (Andi Hamzah, 1994: 88). Adapun pengertian lain mengenai Strafbaarfeit adalah suatu manusia yang diancam pidana oleh peraturan. Sementara Jonkers merumuskan bahwa Strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya

(26)

12

sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan perundangundangan (Adam Chazawi, 2002: 72). Prof. Moeljatno, berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 1987: 54).

b. Unsur – Unsur Tindak Pidana

Seorang ahli hukum yaitu simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

a) Diancam dengan pidana oleh hukum;

b) Bertentangan dengan hukum;

c) Dilakukan oleh orang yang bersalah; dan

d) Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya (P.A.F. Lamintang, 1997: 194).

Sementara A. Fuad Usfa, mengemukakan bahwa unsur- unsur subjektif dari tindak pidana meliputi :

a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

b) Maksud pada suatu percobaan (seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti misalnya yang terdapat dalam tindak pidana pencurian;

d) Merencanakan terlebih dahulu, seperti misalnya yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP.

Sedang unsur-unsur objektif dari tindak pidana meliputi:

a) Sifat melanggar hukum;

(27)

13

b) Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan seseorang sebagai pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP;

c) Kasualitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat (Andi Fuad Usfa, 2006: 45).

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Kesengajaan (Delik Dolus) dan Tindak Pidana Kelalaian/Kealpaan (Delik Culpa)

a. Pengertian Tindak Pidana Kesengajaan (Delik Dolus)

Ada 2 (dua) teori yang berkaitan dengan pengertian sengaja, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan atau membayangkan. Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Sebagai contoh, A mengarahkan pistol kepada B dan A menembak mati B. Jadi, A adalah sengaja apabila A benar-benar menghendaki kematian B.

Menurut teori pengetahuan atau teori membayangkan, manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat karena manusia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau membayangkan adanya suatu akibat. Apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat (Leden Marpaung, 1991: 6-7).

Dalam ilmu hukum pidana dibedakan 3 (tiga) macam sengaja, yaitu:

1) Sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk)

Dalam Vos, definisi sengaja sebagai maksud adalah apabila pembuat menghendaki perbuatannya. Dengan kata lain, apabila pembuat sebelumnya sudah mengetahui bahwa

(28)

14

akibat perbuatannya tidak akan terjadi maka sudah tentu ia tidak akan pernah mengetahui perbuatannya (A. Zainal Abidin Farid, 1995: 225).

2) Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa agar tujuan dapat tercapai, sebelumnya harus dilakukan suatu perbuatan lain yang berupa pelanggaran juga.

3) Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa ada kemungkinan besar dapat ditimbulkan suatu pelanggaran lain disamping pelanggaran pertama.

b. Pengertian Tindak Pidana Kelalaian/ Kealpaan (Delik Culpa) Kealpaan adalah seseorang tidak bermaksud melanggar larangan undang-undang, tetapi pelanggar tidak mengindahkan larangan itu. Pelanggar alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut. Jadi, dalam kealpaan terdakwa kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang (Leden Marpaung, 1991: 6-7).

Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si pembuat maka kealpaan tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

1) Kealpaan yang disadari (bewuste schuld)

Kealpaan yang disadari terjadi apabila si pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya.

Meskipun pembuat telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul akibat itu.

2) Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).

Kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila pelaku tidak membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya, tetapi seharusnya pembuat dapat membayangkan atau

(29)

15

memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut (Pasal 188, 359, dan 360 KUHP).

3. Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Perusahaan Bus) Dan Sopir Bus Terhadap Kecelakaan Bus a. Pengertian pertanggungjawaban pidana

Istilah pertanggungjawaban pidana terdiri dari 2 (dua) kata yakni pertanggungjawaban dan pidana. Pertanggungjawaban berasal dari kata dasar tanggung jawab. Tanggung jawab diartikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya (Desy Anwar, 2003: 450).

b. Pengertian pertanggungjawaban pidana korporasi

Kata korporasi (corporatie, Belanda), corporation (Inggris), korporation (Jerman) itu sendiri secara etimologis berasal dari kata “corporatio” yang diambil dari bahasa latin.

Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhir dengan

“tio”, maka corporatio sebagai kata benda (substantivium), berasal dari kata kerja yakni corporare, yang digunakan oleh banyak orang pada zaman abad pertengahan dan setelahnya (Muladi dan Dwidja Priyatno, 1991: 23). Korporasi adalah suatu badan hasil cipta hukum. Badan yang diciptakan itu terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan kedalam hukum memasukkan unsure animus yang membuat badan itu mempunyai kepribadian, sehingga badan hukum itu adalah ciptaan hukum, maka kecuali penciptaannya, kematiannya pun juga di tentukan oleh hukum (Satjipto Rahardjo, 1986: 11).

Menurut Sjahdeini, menambahkan bentuk pertanggungjawaban pidana korporasi, yaitu:

(30)

16

1) Pengurus korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan pengurus korporasilah yang bertanggungjawab secara pidana;

2) Korporasi sebagai pembuat tindak pidana namun pengurus korporasilah yang bertanggung jawab secara pidana;

3) Korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan korporasi yang bertanggungjawab secara pidana; dan

4) Pengurus dan korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan keduanya yang harus bertanggungjawab secara pidana (Russel Butarbutar, 2015: 58).

c. Teori Pertanggungjawaban Pidana

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility.

Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan (Ridwan H.R, 2006: 335-337).

d. Teori Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Ada beberapa teori yang digunakan dalam menentukan pertanggungjawaban terhadap korporasi. Teori-teori tersebut yaitu:

(31)

17 1) Teori identifikasi

Menurut teori ini korporasi atau perusahaan dapat melakukan tindak pidana melalui orang-orang-orang yang berhubungan dengan korporasi dan dipandang sebagai perusahaan itu sendiri. Teori identifikasi pada dasarnya mengakui tidakan anggota tertentu selama anggota itu berkaitan dengan korporasi. Agen tertentu dalam korporasi dianggap sebagai directing mind.

2) Teori strict liability

Teori ini disebut juga dengan pertanggungjawaban mutlak yaitu pertanggungjawaban pidana tanpa keharusan untuk membuktikan daya kesalahan. Berdasarkan teori ini, seseorang dapat dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana tertentu tanpa melihat adanya kesalahan.

3) Teori vicarious liability

Teori vicarious liability atau teori pertanggungjawaban pengganti adalah pertanggungjawaban pidana di mana seseorang dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana oang lain untuk dan atas nama dirinya atau dalam batas-batas perintah dirinya (Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010: 107).

e. Unsur pertanggungjawaban pidana

Penganut pandangan Monistis tentang strafbaar feit atau criminal act berpendapat, bahwa unsur pertanggungjawaban pidana yang menyangkut pembuat delik meliputi: Kemampuan bertanggung jawab, kesalahan dalam arti luas, disengaja dan/atau kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf (Yudi Krismen, 2014: 150).

(32)

18

f. Perusahaan bus sebagai korporasi

Menurut Subekti Tjitrosudiro yang dimaksud korporasi (corporatie) adalah suatu perseroan yang merupakan badan hukum. Sedangkan, menurut Wirjono Prodjodikoro korporasi adalah suatu perkumpulan orang, dalam korporasi biasanya yanag mempunyai kepentingan adalah orang-orang manusia yang merupakan anggota dari koperasi itu, anggota-anggota mana juga mempunyai kekuasaan dalam peraturan korporasi berupa rapat anggota sebagai alat kekuasaan yang tertinggi dalam peraturan korporasi. (Dwidja Priyatno Muladi. 2010: 14- 15) Adapun yang menjadi ciri-ciri sebuah badan hukum/korporasi adalah:

a) Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang lain orang yang menjalankan kegiatan dari badan- badan hukum tersebut;

b) Memiliki hak-hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut;

c) Memiliki tujuan tertentu; dan

d) Berkesinambungan (memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaannya tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak dan kewajibannya tetap ada meskipun orang yang menjalankannya berganti.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa Perusahaan Bus sebagai Korporasi (Mochtar Kusumaadmadja dan B. Arief Sidharta. 2000: 81).

(33)

19

B. Kerangka Pemikiran

1. Bagan Kerangka Pemikiran Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Bus dan Sopir Bus

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan

Tindak Pidana

Kesengajaan (delik dolus)

Tindak Pidana Kelalaian (delik culpa)

Kecelakaan Bus di Kabupaten Sukoharjo

(34)

20 2. Keterangan :

Bagan kerangka pemikiran diatas menjelaskan alur pemikiran penulis dalam menganalisis dan menemukan jawaban dalam penelitian ini, yaitu mengenai Pertanggung Jawaban Pidana Perusahaan Bus dan Sopir Bus Terhadap Kecelakaan Bus di Wilayah Kabupaten Sukoharjo.

Pada penelitian ini mengangkat sebuah isu mengenai pertanggungjawaban pidana oleh perusahaan bus dan sopir bus apabila terjadi sebuah kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian secara materil di sekitar kabupaten Sukoharjo. Hal ini berkaitan dengan faktor- faktor penyebab terjadinya suaru kecelakaan bus yaitu karena adanya kelalaian atau adanya kesengajaan. Selain itu penulis juga melihat faktor bagaimana sopir bus menaati peraturan perundang-undangan di dalam lalu lintas jalan sebagaimana telah di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan KUHP, bahwa yang dilakukan oleh sopir bus itu merupakan sebuah kesengajaan atau kelalaian yang tumpang tindih.

(35)

21

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut :

1. Data Statistik

Karakteristik kecelakaan lalu lintas di berbagai kota Jawa Tengah khususnya Kabupaten Sukoharjo memuat tentang peristiwa kecelakaan yang terjadi selama kurun waktu 1 tahun yaitu tahun 2019, yang merupakan data primer yang diperoleh dari Satlantas Polres Sukoharjo dan yang terjadi selama kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 2013 hingga 2018 dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. Data ini digunakan untuk menggambarkan kecenderungan kecelakaan yang terjadi pada ruas jalan di berbagai kota Jawa Tengah khususnya pada Kabupaten Sukoharjo.

1. Data dari Kepolisian

Satlantas Polres Sukoharjo mencatat ada kenaikan jumlah kasus kecelakaan sepenjang tahun 2019. Tercatat ada 1.275 kasus kecelakaan sepanjang 2019. Jumlah tersebut naik 125 persen, dibandingkan jumlah kecelakaan tahun 2018 yang berjumlah 565 kejadian. Dari 1.275 kasus kecelakaan tersebut, korban meninggal dunia sebanyak 105 jiwa, dengan korban luka sebanyak 1.485 orang. Untuk korban luka juga naik tajam sebesar 127 persen. Dengan kerugian materiil nyaris Rp 1 miliar, yakni sebesar Rp 961,1 juta.

2. Data dari Badan Pusat Statistik

Jumlah peristiwa kecelakaan lalu lintas di berbagai kota Jawa Tengah pada tahun 2013 sampai tahun 2018 mengalami penurunan, Jumlah tersebut disebabkan oleh kelalaian pengendara dalam berlalu lintas yang kurang mematuhi berbagai aturan lalu lintas yang telah ditetapkan

(36)

22

dan kurangnya kedisplinan para pengguna jalan dalam mematuhi prosedur standar saat berkendara. Faktor musim atau cuaca juga dapat menjadi pengaruh dalam pemicu kecelakaan, seperti hujan, angin kencang, longsor, erosi, dan semacamnya yang dapat menjadi penyebab masih tingginya angka peristiwa kecelakaan yang terjadi di berbagai kota Jawa Tengah. Jumlah peristiwa kecelakaan lalu lintas di berbagai kota di Jawa Tengah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1 (Badan Pusat Statistik.2019.https://jateng.bps.go.id/, diakses pada 1 April 2020 pukul 20.11)

Jumlah peristiwa kecelakaan lalu lintas di Kota Sukoharjo pada tahun 2019 mengalami peningkatan 125 persen yang jika dibandingkan dengan jumlah kecelakaan tahun 2018 berjumlah 565 kejadian, sedangkan sepanjang 2019 tercatat ada 1.275 kasus kecelakaan. Dari data korban kecelakaan lalu lintas di Kota Sukoharjo pada tahun 2019, korban meninggal dunia sebanyak 105 jiwa, dengan korban luka sebanyak 1.485 orang. Untuk korban luka juga naik tajam sebesar 127 persen. Dengan kerugian materiil nyaris mencapai Rp 1 miliar, yakni sebesar Rp 961,1 juta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Banyaknya Kecelakaan Lalu Lintas, Korban dan Nilai Kerugiannya di Wilayah Polda Jawa Tengah Tahun 2013 & 2018

Wilayah Jumlah

Kecelakaan

Kerugian Material (Ribu Rupiah)

2013 2018 2013 2018

01. Res. Cilacap 781 753 1.474.765 709.300.000

02. Res. Banyumas 1.050 940 1.695.170 609.790.000 03. Res. Purbalingga 467 498 363.100 280.700.000 04. Res. Banjarnegara 342 409 577.200 405.800.000

(37)

23

Sumber : jateng.bps.co.id Badan Pusat Statistik Jawa Tengah 2019

Kecelakaan merupakan suatu kejadian yang memakan banyak korban. Ada yang mengalami luka ringan, luka berat bahkan sampai meninggal dunia. Dari data korban kecelakaan lalu lintas di berbagai kota

05. Res. Kebumen 380 356 720.370 588.980.000

06. Res. Purworejo 562 475 519.350 230.650.000

07. Res. Wonosobo 295 223 173.650 197.967.000

08. Res. Magelang 631 901 384.820 358.240.000

09. Res. Boyolali 662 748 293.770 178.100.000

10. Res. Klaten 857 919 2.022.900 1.215.060.000

11. Res. Sukoharjo 966 565 1.273.875 476.450.000

12. Res. Wonogiri 456 638 338.300 324.800.000

13. Res. Karanganyar 310 847 171.100 395.000.000

14. Res. Sragen 758 1.043 623.740 829.300.000

15. Res. Grobogan 667 521 774.600 268.450.000

16. Res. Blora 394 421 325.250 224.250.000

17. Res. Rembang 447 437 863.775 657.050.000

18. Res. Pati 857 1.121 473.625 657.100.000

19. Res. Kudus 630 712 424.050 317.395.000

20. Res. Jepara 459 305 530.600 138.900.000

21. Res. Demak 699 587 408.100 225.550.000

22. Res. Semarang 568 499 729.801 206.300.000

23. Res. Temanggung 414 329 891.570 429.400.000

24. Res. Kendal 483 289 322.970 138.175.000

25. Res. Batang 548 366 660.400 570.500.000

26. Res. Pekalongan 276 249 245.200 252.200.000

27. Res. Pemalang 557 343 304.050 274.050.000

28. Res. Tegal 667 476 308.950 202.650.000

29. Res. Brebes 762 615 1.329.200 1.025.600.000

30. ResTa. Magelang 164 167 127.750 63.800.000

31. Res. Surakarta 533 834 356.250 404.550.000

32. Res. Salatiga 176 113 456.150 75.650.000

33. ResTabes.

Semarang

957 1.008 1.438.200 1.026.900.000 34. ResTa.

Pekalongan

185 91 150.150 12.175.000

35. ResTa. Tegal 263 218 309.900 167.850.000

Total 2013 & 2018 19.223 19.016 22.062.651 14.138.632.000

2012 23.237 26.229.188

2011 17.764 46.884.922

2010 8.160 93.921.778

(38)

24

Jawa Tengah dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 menunjukkan bahwa korban meninggal dunia mengalami peningkatan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2018, sedangkan korban yang mengalami luka ringan dan luka berat mengalami penurunan. Banyaknya jumlah korban manusia dalam kecelakaan lalu lintas di berbagai kota Jawa Tengah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Wilayah Jateng Jumlah Korban Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Polda Jawa Tengah Tahun (Jiwa)

Luka Ringan Luka Berat Meninggal 2013 2018 2013 2018 2013 2018 PROVINSI

JAWA TENGAH

2530 7

2196 7

118 2

9 7

321 2

411 5 Kabupaten

Cilacap

1427 1147 114 2 84 208

Kabupaten Banyumas

1505 1030 10 1 252 220

Kabupaten Purbalingga

752 633 1 1 89 104

Kabupaten Banjarnegara

484 486 10 3 65 96

Kabupaten Kebumen

507 468 10 0 121 129

Kabupaten Purworejo

786 511 0 1 118 107

Kabupaten Wonosobo

366 239 46 1

6

17 58

Kabupaten Magelang

932 1024 0 1 155 170

Kabupaten Boyolali

823 843 7 2 119 112

Kabupaten Klaten 1572 1448 97 1

0

47 164

Kabupaten Sukoharjo

1243 650 89 0 97 103

Kabupaten Wonogiri

573 673 5 1 80 97

Kabupaten Karanganyar

363 951 37 3 48 119

Kabupaten Sragen

769 1249 22 0 108 136

(39)

25 Kabupaten

Grobogan

779 533 8 0 109 163

Kabupaten Blora 444 547 206 1

1

51 65

Kabupaten Rembang

531 475 28 0 118 132

Kabupaten Pati 1030 1342 18 0 156 186

Kabupaten Kudus 806 780 11 0 45 114

Kabupaten Jepara 689 317 32 4 78 103

Kabupaten Demak

788 604 41 4 141 141

Kabupaten Semarang

761 493 4 3 126 158

Kabupaten Temanggung

533 370 55 1 12 60

Kabupaten Kendal

631 270 12 1 107 105

Kabupaten Batang

632 418 8 5 107 109

Kabupaten Pekalongan

324 257 80 8 25 64

Kabupaten Pemalang

632 348 37 2 105 136

Kabupaten Tegal 898 516 65 0 106 157

Kabupaten Brebes

965 753 62 6 147 211

Kota Magelang 187 185 3 0 19 33

Kota Surakarta 544 883 2 1 69 61

Kota Salatiga 249 103 6 4 11 31

Kota Semarang 1221 1086 49 5 196 189

Kota Pekalongan 189 84 5 1 49 32

Kota Tegal 372 251 2 0 35 42

Sumber : jateng.bps.co.id Badan Pusat Statistik Jawa Tengah 2019

2. Kasus: Uraian Peristiwa

Sopir bus Agra Mas jurusan Jakarta-Wonogiri, Purwanto, warga Desa Ngadirojo Kidul, Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri, terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal senilai Rp12 juta.

Bus Agra Mas menabrak mobil Nissan Grand Livina SV di jalan Solo-

(40)

26

Sukoharjo, sekitar Puskesmas Grogol, dan merenggut nyawa tiga penumpang mobil pada Sabtu, 26 Desember 2015 sekitar pukul 02.30 WIB.

Purwanto selanjutnya dimintai keterangan secara intensif oleh penyidik Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Sukoharjo. Penyidik juga memeriksa sejumlah saksi yang berada di lokasi kejadian termasuk kernet bus. Petugas Satlantas juga telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pada Sabtu pagi. Keterangan para saksi dan hasil olah TKP menjadi acuan penyidikan kasus kecelakaan maut itu. Ada beberapa saksi yang telah diperiksa penyidik Satlantas Polres Sukoharjo. Mereka dimintai keterangan terkait kecelakaan maut yang menewaskan tiga penumpang mobil tersebut. Setelah kejadian, petugas juga telah melakukan olah TKP untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti sebanyak-banyaknya.

Kasatlantas Polres Sukoharjo, AKP Maryadi, mewakili Kapolres Sukoharjo, AKBP Andy Rifai, mengatakan sesuai Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menyebutkan pengguna kendaraan bermotor yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dapat dipidana penjara maksimal selama 6 tahun dan denda maksimal senilai Rp12 juta.

Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, bus Agra Mas melaju sangat kencang dari arah utara atau Solo sesaat sebelum menabrak mobil. Hal ini diketahui dari persneling bus dalam posisi gigi enam. Artinya, kecepatan bus dipastikan di atas 80 km/jam. Saat kejadian, kondisi jalan cukup sepi sehingga bus berani melaju kencang.

Kasatlantas belum menetapkan Purwanto sebagai tersangka kasus kecelakaan maut di jalan Solo-Sukoharjo. Kasatlantas masih mengumpulkan berbagai alat bukti selama proses penyidikan kasus kecelakaan maut tersebut. Menurut Kasatlantas, rambu-rambu lalu lintas di sekitar lokasi kejadian cukup minim. Selain itu, penerangan jalan di sekitar lokasi kejadian sangat minim. Kondisi ini mengganggu para

(41)

27

pengguna kendaraan bermotor yang melewati jalan Solo-Sukoharjo.

Kepala Dinas Perhubungan Informatika dan Komunikasi (Dishubinfokom) Sukoharjo, R.M. Suseno Wijayanto, mengatakan sejak awal, ia ingin menambah rambu-rambu lalu lintas di sepanjang Jl Solo- Sukoharjo terutama di sekitar Puskesmas Grogol. Permasalahannya, Jl Solo-Sukoharjo berstatus jalan provinsi. Karena itu, ia segera berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Komunikasi, Informatika (Dishubkominfo) Jawa Tengah dan juga akan berkoordinasi dengan manajemen The Park Mall karena Jalan konblok di sisi selatan The Park Mall bukanlah jalan kabupaten.

Seperti diketahui, bus Agra Mas jurusan Jakarta-Wonogiri berpelat nomor B 7382 YM yang dikemudikan Purwanto menabrak mobil Grand Livina SV berpelat nomor AD 9181 AR di Jl Solo-Sukoharjo. Tiga penumpang mobil tewas di lokasi berbeda. Sementara satu penumpang mobil lainnya menderita luka ringan dan masih dirawat intensif di rumah sakit.

Purwanto dituntut dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan luka berat melanggar pasal 310 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan sebagaimana dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap Purwanto selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dikurangi masa penahanan. Oleh majelis hakim Purwanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan luka berat, Majelis hakim juga menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Purwanto dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi seluruh masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa Purwanto. Mengembalikan barang bukti

(42)

28

kepada pemiliknya yaitu PO. Agra Mas antara lain 1 (satu) unit KBM bus HINO warna merah beserta 1 (satu) lembar STNK bus HINO warna merah milik PO. Agra Mas.

B. PEMBAHASAN

1. Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Dan Sopir Bus Terhadap Kecelakaan Yang Mengakibatkan Matinya Orang Di Wilayah Kabupaten Sukoharjo

Sistem lalu lintas di Indonesia di diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang inilah yang menjadi pedoman terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan mengenai pidana terhadap pengemudi terhadap kecelakaan lalu lintas diatur jelas dalam Undang- Undang ini. Agar dapat dilakukan penuntutan maka yang terjadi haruslah kejahatan, sedangkan pada kecelakaan lalu lintas kejahatan yang terjadi berupa kejahatan yang tidak disengaja atau karena kelalaian atau kealpaan (Herman P. Isodorus, Pujiyono, Umi Rozah : 2017 : 5).

Pemahaman terhadap jenis tindak pidana, khususnya berkaitan dengan delik, ditinjau dari bentuk kesalahannya juga merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan pemahaman mengenai kealpaan sering beririsan dengan pemahaman mengenai dolus eventualis (kesengajaan dengan menyadari kemungkinan).

Kesengajaan jenis ini bergradasi yang terendah dan yang menjadi sandaran jenis kesengajaan ini ialah sejauh mana pengetahuan atau kesadaran pelaku tentang tindakan dan akibat terlarang (beserta akibat dan tindakan lainnya) yang mungkin akan terjadi. Pada dasarnya tidaklah terlihat suatu perbedaan mendasar dari konsep kealpaan itu sendiri dengan konsep dolus eventualis. Oleh karena itu diperlukan suatu pemahaman terhadap konsep dolus sehingga dapat dilihat secara tegas perbedaan antara dolus dengan culpa (Yure Humano, 2015 : 48)

(43)

29

Sangat sulit membuktikan untuk dapat mengatribusikan suatu tindakan tertentu ( actus reus atau quilty act ) serta membuktikan unsur mensrea dari suatu entitas abstrak seperti kooporasi. Unsur kesalahan sendiri artinya adalah kejiwaan seseorang yang melakkan tindak pidana sehingga orang itu patut untuk dijatuhi pidana (Herman P.

Isodorus, Pujiyono, Umi Rozah : 2017 : 5). Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui subyek pelaku tindak pidana yang mana pelaku hanya dapat dipidana apabila ia mempunyai kesalahan yang nantinya berkaitan dengan pertanggungjawaban pidananya.

Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai keadaan untuk menanggung segala akibat atas perbuatan seseorang. Berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana diatur dalam Pasal 315 ayat (1) yaitu :

“Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh perusahaan angkutan umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap perusahaan angkutan umum dan/atau pengurusnya”.

Tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum dalam hal ini sebagai koorporasi, maka pertanggungjawaban dapat dikenakan terhadap perusahaan umum itu sendiri dan/atau pengurus yang bertanggungjawab dalam perusahaan angkutan umum tersebut.

Menurut Khanna terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk adanya pertanggungjawaban pidana koorporasi, yaitu : agen melakukan suatu kejahatan; kejahatan itu masih dalam ruang lingkup pekerjaannya dan dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan kooporasi. (V.S Khanna, 2014 : 67).

Adanya kecelakaan bukan murni kesalahan kooporasi saja melainkan juga adanya kesalahan pengemudi yang kurang menerapkan aspek kehati-hatian dan lalai dalam mengendalikan kendaran. Kesalahan pengemudi yang melakukan kealpaan itulah yang menyebabkan kematian dapat dikatakan bahwa pengemudi itu melakukan suatu tindak pidana. Berdasarkan Pasal 234 ayat (1)

(44)

30

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu :

“Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi”.

Macam – macam kecelakaan lalu lintas berdasarkan Pasal 229 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara lain :

1) Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang;

2) Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang;

3) Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Selanjutnya dalam Pasal 236 ayat (1) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa

“Pihak yang menyebabkan terjdinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan “dan ayat (2) berbunyi “Kewajiban mengganti kerugian pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat”.

Sanksi pidana karena kelalaian yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas bagi pengemudi diatur dalam Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu:

1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/

(45)

31

atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)”.

2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Selain itu diatur juga dalam Pasal 315 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, yaitu :

1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap Perusahaan Angkutan Umum dan/atau pengurusnya.

2) Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijatuhkan pula pidana denda paling banyak dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini

3) Selain pidana denda, Perusahaan Angkutan Umum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembekuan sementara atau pencabutan izin penyelenggaraan angkutan bagi kendaraan yang digunakan”.

Sedangkan apabila karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang, baik pengemudi maupun perusahaan angkutan umum, dapat dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 359 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi :

“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.

(46)

32

Selain itu apabila karena kelalaiannya menyebabkan luka-luka maka dapat dikenai sanksi pidana yang diatur di dalam KUHP Pasal 360 ayat (1) dan (2) yaitu :

1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

Berdasarkan Kasus Posisi Penulis, Purwanto selaku pengemudi dituntut dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan luka berat melanggar pasal 310 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap Purwanto selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dikurangi masa penahanan. Oleh majelis hakim Purwanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan luka berat, Majelis hakim juga menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Purwanto dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi seluruh masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani.

(47)

33

2. Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Dan Sopir Bus Terhadap Kecelakaan Yang Mengakibatkan Matinya Orang Di Wilayah Kabupaten Sukoharjo Telah Memenuhi Ketentuan Hukum Yang Berlaku

Berdasarkan permasalahan yang penulis telah uraikan diatas, menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana selama ini telah memenuhi kaidah ketentuan hukum yang berlaku yaitu, Pasal 310 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh karena dakwaan disusun secara Komulatif, maka Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan Kesatu dan Kedua.

Dakwaan Kesatu memuat unsur-unsur sebagai berikut : 1) Setiap Orang ;

2) Mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas ;

3) Mengakibatkan orang lain meninggal dunia

Seharusnya dalam menguraikan unsur mengenai Pasal 310 ayat (4), majelis hakim menggunakan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Setiap orang

Unsur setiap orang pada dasarnya tidaklah berbeda dengan pengertian dari unsur barangsiapa di dalam KUHP. Setiap orang artinya seseorang atau korporasi. Unsur setiap orang merupakan suatu unsur yang menunjukkan subjek dari suatu tindak pidana yang dapat dibebankan pertangungjawaban pidana apabila orang tersebut melanggar ketentuan sebagaimana diatur di dalam pasal ini.

Pembebanan pertanggungjawaban ini pun tentunya tidak terlepas dari kemampuan bertanggung jawab si pelaku.

Unsur ini telah terpenuhi dengan terpenuhinya unsur barangsiapa dalam putusan tersebut yaitu terdakwa PURWANTO Bin SUYATNO ke muka persidangan, yang berdasarkan keterangan saksi - saksi serta keterangan terdakwa sendiri, dapat disimpulkan bahwa orang yang

Referensi

Dokumen terkait

Lima faktor yang dapat dipakai sebagai ukuran untuk menetapkan komunikasi berjalan dengan efektif adalah (1) pemahaman terhadap pesan oleh penerima pesan, (2)

Khidmat Sokongan dan Sistem Penyampaian Bersandarkan kepada tugas yang diamanahkan dan teras pembangunan yang telah ditetapkan, salah satu komoditi yang menjadi

Oleh karena itu, alternatif solusi yang digunakan untuk menekan biaya tanpa mengurangi fungsi dan kualitas yaitu dengan dilakukan rekayasa nilai terhadap

Dasar perbandingan itu menunjukkan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah sekiranya diperkirakan bahwa,

– Penyebab utama dari erosi adalah terkonsentrasinya arus pada tebing di sisi luar – Lebar sungai masih mencukupi untuk berfungsi sebagai jalur navigasi dan – Stabilitas tebing

Secara umum sistem yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah sistem untuk menentukan nilai akhir huruf mahasiswa dengan menggunakan perhitungan Fuzzy clustering

Tesis ini membahas mengenai penerapan sanksi pidana yang dikenakan kepada seorang Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta otentik yang mempunyai

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepenting an masyarakat setempat sesuai dengan