• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN MENYEKOLAHKAN ANAK PADA TAMAN KANAK-KANAK ISLAM AL-AZHAR DI SEMARANG TAHUN 2007.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN MENYEKOLAHKAN ANAK PADA TAMAN KANAK-KANAK ISLAM AL-AZHAR DI SEMARANG TAHUN 2007."

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP

KEPUTUSAN MENYEKOLAHKAN ANAK

PADA TAMAN KANAK-KANAK ISLAM

AL-AZHAR DI SEMARANG

TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh gelar Magister Pendidikan

Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Fathnuryati Hidayah

NIM 1103502013

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian tesis.

Semarang, 21 Mei 2007

Pembimbing I

Dr. Kardoyo, M.Pd. NIP. 131570073

Pembimbing II

(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Tesis ini telah dipertahankan di dalam Sidang Panitia Ujian Tesis Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang pada

Hari : Sabtu

Tanggal : 26 Mei 2007

Panitia Ujian Ketua

Prof. Mursid Saleh, Ph.D NIP. 130354512

Penguji I

Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko NIP. 130431317

Sekretaris

Dr. Kardoyo, M.Pd. NIP. 131570073

Penguji II

Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd. NIP. 131485011

Penguji III

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam tesis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 2 Mei 2007

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Bersyukur dan ikhlas menerima keterbatasan diri, karena Alloh, SWT menciptakan manusia dengan kesempurnaan. Berdoa dan berusaha melakukan yang terbaik, karena dibalik peristiwa ada mutiara hikmah, tanda Alloh, SWT selalu sayang pada hamba-Nya.

(6)

vi

SARI

Hidayah, Fathnuryati, 2007. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Menyekolahkan Anak Pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang Tahun 2007. Thesis. Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. Kardoyo, M.Pd., II Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd.

Kata Kunci: Ekuitas Merek

Sekolah Islam Al-Azhar adalah sekolah yang terintegrasi dari TK, sampai dengan perguruan tinggi. Kenyataan yang ada pada TK Islam Al-Azhar di Semarang adalah hanya 65%-80% murid TK B yang melakukan registrasi ulang untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu SD Islam Al-Azhar. Ekuitas merek adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan orang tua untuk memilih Sekolah Islam Al-Azhar pada setiap level pendidikan anaknya. Ekuitas merek mempunyai empat variabel yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. TK Islam Al-Azhar mengembangkan merek untuk mempertahankan konsumen dan meningkatkan jumlah murid yang belajar di TK Islam Al-Azhar, sehingga target penerimaan murid dapat tercapai setiap tahunnya.

Tujuan penelitian ini adalah mencari pengaruh secara sendiri-sendiri dan simultan antara variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas merek, dan loyalitas merek terhadap keputusan menyekolahkan anak pada TK Islam Al-Azhar di Semarang.

(7)

vii

ABSTRACT

Hidayah, Fathnuryati, 2007. The Influence of Brand Equity of Parent’s Decision to Choose Al-Azhar Islamic Kindergarten School for Their Children to Study in Semarang. Thesis. Education Management Study Program, Post-Graduate Program, Semarang State University. Consular I. Dr. Kardoyo, M.Pd., II Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Alloh, SWT atas karunia-Nya, tesis berjudul “Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Menyekolahkan Anak Pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang Tahun 2007” akhirnya telah dapat diselesaikan, walaupun dalam waktu yang cukup lama.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, antara lain:

1. Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

2. Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

3. Dosen pembimbing Dr. Kardoyo, M.Pd., Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd, dan Prof. Dr. Max Darsono (Alm) yang telah dengan sabar membimbing. 4. Bapak H.A. Soetarto Hadiwinoto dan Drs. Daryono Rahardjo, MM atas

dorongannya untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana.

5. Kepala Sekolah TK Islam Al-Azhar 22 Semarang, Kepala Sekolah KB-TK Islam Azhar 29 Semarang, dan Kepala Sekolah KB-KB-TK Islam Al-Azhar 19 Semarang beserta guru dan staf atas ijin dan bantuannya menyebarkan kuesioner.

(9)

ix

7. Fadhlullah Ramadhani, Bapak H.M. Ashari, Bapak H. Asyhari, Ibu Maryana, Ibu Hj. Maryuni, Ibu Hj. Masfiyah, Fatma Fajaryani, dan saudara-saudaraku yang lain atas bantuannya yang tulus.

8. Pak Darmadi, Mbak Yayuk, Pak Manto, Pak Nadirin dan rekan-rekan mahasiswa MP angkatan 2002 lainnya.

9. Peni, Agus, Faiz, Susi, Mirza dan rekan-rekan lain atas semangatnya untuk tetap meneruskan kuliah.

10. Berbagai pihak yang tak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan dan diharapkan semakin banyak yang meneliti masalah pemasaran pada lembaga pendidikan.

(10)

x

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

SARI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 15

1.3. Pembatasan Masalah ... 16

1.4. Rumusan Masalah ... 17

1.5. Tujuan Penelitian ... 18

1.6. Kegunaan Penelitian ... 18

BAB 2. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ... 20

2.1. Kajian Teori ... 20

2.1.1. Proses Pengambilan Keputusan ... 20

(11)

xi

2.1.2.1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)………. 31

2.1.2.2. Asosiasi Merek (Brand Association)………... 33

2.1.2.3. Persepsi Kualitas Merek (Brand Percieved Quality)…………... 35

2.1.2.4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)……….. 37

2.2. Penelitian Sebelumnya ... 39

2.3. Kerangka Teoritis ... 41

2.4. Hipotesis ... 42

2.5. Definisi Operasional Variabel ... 43

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Pendekatan Penelitian ... 45

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

3.2.1. Populasi ... 45

3.2.2. Sampel ... 46

3.3. Variabel Penelitian ... 48

3.4. Instrumen Penelitian ... 49

3.5. Validitas Instrumen ... 51

3.6. Reliabilitas Instrumen ... 54

3.7. Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.8. Teknik Analisis Data ... 58

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1. Karakteristik Responden ... 64

4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orangtua ... 64

4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Orangtua ... 65

(12)

xii

4.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Rumah - Sekolah

Murid ... 67

4.2. Tanggapan Responden ... 69

4.2.1. Tanggapan Responden atas Variabel Brand Awareness ... 69

4.2.2. Tanggapan Responden atas Variabel Brand Association ... 70

4.2.3. Tanggapan Responden atas Variabel Percived Quality ... 71

4.2.4. Tanggapan Responden atas Variabel Brand Loyalty ... 72

4.2.5. Tanggapan Responden atas Keputusan Orangtua ... 72

4.3. Hasil Penelitian ... 73

4.3.1. Hasil Regresi Variabel Brand Awareness (X1) terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 74

4.3.2. Hasil Regresi Variabel Brand Association (X2) terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 77

4.3.3. Hasil Regresi Variabel Percieved Quality (X3) terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 81

4.3.4. Hasil Regresi Variabel Brand Loyalty (X4) terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 84

4.3.5. Hasil Regresi Variabel Brand Awareness (X1), Brand Association (X2), Percieved Quality (X3) dan Brand Loyalty (X4) secara simultan terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 88

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 92

4.4.1. Pengaruh Variabel Brand Awareness (X1) terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 92

4.4.2. Pengaruh Variabel Brand Association (X2) terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 94

4.4.3. Pengaruh Variabel Percieved Quality (X3) terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 95

(13)

xiii

4.4.5. Pengaruh Variabel Brand Awareness (X1), Brand Association

(X2), Percieved Quality (X3) dan Brand Loyalty (X4) secara

Simultan terhadap Keputusan Orangtua (Y) ... 98

BAB 5. PENUTUP ... 100

5.1. Kesimpulan ... 100

5.2. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Perilaku Pembeli ... 22

2. Model Dipengaruhinya Calon Pembeli ... 23

3. Proses Pengambilan Keputusan ... 26

4. Konsep Ekuitas Merek ... 30

5. Hubungan Antara Ekuitas Merek dan Perilaku Konsumen ... 42

6. Model Hubungan antara Variabel Bebas (X1, X2, X3, X4,) dengan Variabel Terikat (Y) ... 48

7. Grafik Pekerjaan Orangtua Murid ... 65

8. Grafik Penghasilan Orang tua Murid ... 66

9. Grafik Pendidikan Orang tua Murid ... 67

10. Grafik Jarak Rumah - Sekolah Murid ... 68

11. Diagram Pencar ... 76

12. Diagram Plot PP ... 77

13. Diagram Pencar ... 79

14. Diagram Plot PP ... 80

15. Diagram Pencar ... 83

16. Diagram Plot PP ... 84

17. Diagram Pencar ... 86

18. Diagram Plot PP ... 87

19. Diagram Pencar ... 90

20. Diagram Plot PP ... 92

21. Piramida Kesadaran Merek ... 93

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Populasi Penelitian ... 45

2. Populasi Penelitian Berdasarkan Pekerjaan Orangtua ... 47

3. Sampel Penelitian Berdasarkan Pekerjaan Orangtua ... 47

4. Sampel Penelitian Per Sekolah... 47

5. Kategori Penskoran Jawaban Kuesioner Jenis Pernyataan Positif ... 49

6. Kategori Penskoran Jawaban Kuesioner Jenis Pernyataan Negatif ... 50

7. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 50

8. Hasil Output Uji Validitas Instrumen X1 ... 52

9. Hasil Output Uji Validitas Instrumen X2 ... 52

10. Hasil Output Uji Validitas Instrumen X3 ... 53

11. Hasil Output Uji Validitas Instrumen X4 ... 53

12. Hasil Output Uji Validitas Instrumen Y... 54

13. Hasil Output Uji Reliabilitas Instrumen X1 ... 55

14. Hasil Output Uji Reliabilitas Instrumen X2 ... 56

15. Hasil Output Uji Reliabilitas Instrumen X3 ... 56

16. Hasil Output Uji Reliabilitas Instrumen X4 ... 57

17. Hasil Output Uji Reliabilitas Instrumen Y ... 57

18. Rangkuman Hasil Output Uji Reliabilitas Instrumen ... 58

19. Tabel Pekerjaan Orangtua Murid ... 64

20. Tabel Penghasilan Orangtua Murid ... 65

21. Tabel Pendidikan Orangtua Murid ... 66

(16)

xvi

23. Prosentase Skala Penilaian Kriteria Variabel Kondisi ... 69

24. Tanggapan Responden atas Variabel Brand Awareness ... 70

25. Tanggapan Responden atas Variabel Brand Association... 70

26. Tanggapan Responden atas Variabel Percived Quality ... 71

27. Tanggapan Responden atas Variabel Brand Loyalty ... 72

28. Tanggapan Responden atas Keputusan Orangtua ... 73

29. Rangkuman Tanggapan Responden ... 73

30. Hasil Uji t pada X1 ... 75

31. Hasil Uji t pada X2 ... 78

32. Hasil Uji t pada X3 ... 82

33. Hasil Uji t pada X4 ... 85

34. Hasil Uji t pada X1, X2, X3 dan X4 ... 89

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kuisoner ... 107

2. Data Hasil Kuisioner ... 110

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 122

4. Karakteristik Responden ... 131

5. Tanggapan Responden ... 134

6. Regresi Linier (X1) ... 140

7. Regresi Linier (X2) ... 143

8. Regresi Linier (X3) ... 146

9. Regresi Linier (X4) ... 149

10. Regresi Berganda ... 152

11. Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 155

12. Surat Ijin Penelitian ... 157

13. Surat Keterangan Penelitian ... 158

14. Daftar Yayasan Kerjasama YPI Al-Azhar Tahun 2002 ... 161

15. Daftar Sekolah-sekolah Islam Al-Azhar Tahun 2002 ... 163

16. Daftar Pedoman Kerjasama Kependidikan YPI Al-Azhar Tahun 2002 ... 167

(18)

1

BAB I

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sekolah adalah usaha yang menawarkan jasa pendidikan kepada masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh Stanley J. Spanbauer (1992:35) bahwa “Education is a service with customers like any other business…”. Seperti layaknya usaha lain, sekolah juga memerlukan pemasaran untuk dapat bersaing dengan sekolah lain yang semakin menjamur. Khususnya untuk sekolah swasta yang dituntut untuk mandiri dari segi pendanaan tidak dapat mengabaikan hal tersebut. Biasanya sekolah akan melakukan pemasaran jika minat pasar berubah, sumber-sumber pendidikan terbatas, donatur berkurang, dan pendaftar menurun, sementara kompetesi meningkat dan ada kebutuhan konsumen baru (Made Pidarta, 1997:241).

Keuntungan pemasaran menurut Retno Sriningsih (1999:114) adalah (1) misi pendidikan terselenggara secara lebih sukses sebab diisi dengan program yang lebih menarik, (2) kepuasan masyarakat ditingkatkan, (3) meningkatkan daya tarik terhadap petugas, peserta didik, dana, donatur, dan sebagainya, dan (4) meningkatkan efisiensi kegiatan pemasaran. Sedangkan kelemahannya adalah (1) kecenderungan lembaga pendidikan menjadi usaha dagang untuk mendapatkan keuntungan uang dan (2) idealisme pendidikan cenderung diabaikan.

(19)

Sriningsih, 1999:115). Lepas dari tujuan pendirian masing-masing sekolah, pemasaran dibutuhkan sekolah untuk dapat survive dan berkembang agar dapat memberikan layanan pendidikan yang lebih baik kepada masyarakat dari waktu ke waktu.

Perencanaan strategi pemasaran sekolah diperlukan untuk menyelaraskan antara tujuan sekolah, sumber daya yang dimiliki sekolah serta peluang pasar yang terus berubah (Kotler, 1993:44). Perencanaan yang dibuat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan orang tua akan pendidikan yang terbaik untuk anaknya.

Perilaku konsumen merupakan bagian dari pemasaran untuk dapat mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu sekolah tak dapat mengabaikan perilaku orang tua dalam mengambil keputusan untuk menyekolahkan anaknya. Keputusan yang diambil dipengaruhi oleh rangsangan dari luar yaitu faktor lingkungan dan faktor bauran pemasaran (Kotler, 1993:221). Faktor lingkungan secara umum seperti ekonomi, teknologi, politik, dan kebudayaan merupakan faktor yang tak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh sekolah. Sedangkan faktor bauran pemasaran merupakan faktor yang dapat dikendalikan (controllable) berupa kebijakan yang ditempuh oleh sekolah.

(20)

meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Masyarakat mulai menganggap pendidikan sebagai suatu kebutuhan selain kebutuhan pokok lainnya seperti sandang, pangan dan papan. Pendidikan yang ditempuh adalah pendidikan yang berkualitas sejak anak usia dini.

Faktor teknologi, berkembang pesat seiring dengan perjalanan waktu. Teknologi membuat sesuatu yang dulu dianggap tidak mungkin menjadi nyata. Komputer sangat membantu dalam dunia pendidikan dengan penggunaan yang bijak. Kemudahan untuk dapat memperoleh informasi dengan cepat dan tepat dapat diperoleh dengan mengakses internet. Ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini dapat diketahui tanpa hambatan jarak dan waktu. Komputer juga dapat membantu pelaksanaan tertib administrasi sekolah.

Peralatan laboratorium yang lengkap dan canggih sudah lebih mudah diperoleh dengan harga yang lebih terjangkau. Audio Visual Aids seperti OHP, LCD Proyektor, dan VCD Player memberikan kemudahan bagi guru untuk menyampaikan materinya kepada peserta didik. Daya serap anak didik pun akan lebih baik karena materi yang diberikan dapat lebih akurat dan nyata.

(21)

Keputusan orang tua menyekolahkan anaknya dapat juga dipengaruhi oleh bauran pemasaran yang dilakukan oleh sekolah. Bauran pemasaran jasa menurut Boom dan Bitner dalam Buchari Alma (2003:115) adalah Product, Price, Place, Promotion, People, Physical Evidence, dan Process.

Kebijakan produk dalam lembaga pendidikan adalah jenjang pendidikan dan mutu layanan pendidikan yang ditawarkan. Setiap sekolah memiliki kekhasan kurikulum dan strategi pengajaran yang akan diterapkan kepada anak didik. Salah satu elemen produk yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan menyekolahkan anak adalah merek atau nama sekolah. Nama sekolah menggambarkan image dan kualitas layanan pendidikan yang ditawarkan.

Kebijakan harga dalam lembaga pendidikan adalah uang sekolah yang dikenakan pada anak didik. Uang sekolah merupakan satu-satunya unsur dari bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan unsur-unsur lainnya menimbulkan biaya (Kotler, 1995:576). Besarnya uang sekolah relatif dan bersaing antar satu sekolah dengan sekolah lainnya disesuaikan dengan mutu layanan pendidikan yang ditawarkan. Kemudahan pembayaran melalui jasa perbankan, pengangsuran uang pangkal, dan tidak ada pungutan lain selain SPP adalah daya tarik bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya.

(22)

untuk anak didik pada jenjang pendidikan prasekolah dan sekolah dasar (Nakita:97).

Kebijakan promosi dalam lembaga pendidikan dapat dilihat dari semakin maraknya spanduk, iklan di media cetak dan media elektronik jauh sebelum dimulainya tahun ajaran baru. Promosi tersebut menginformasikan kepada masyarakat tentang informasi pendaftaran, keunggulan sekolah yang bersangkutan dan berbagai penawaran menarik dalam hal kemudahan dan keringanan pendanaan atau beasiswa. Promosi yang berlebihan mempunyai hubungan negatif terhadap daya tarik peminat (Jazuli Akhmad, 2000:70).

Orang dalam bauran pemasaran menurut Zeithhaml and Bitner adalah all human actors who play a part in service delivery and thus influence the buyer’s

perceptions, namely the firm’s personnel, the customer, and others customers in

the service environment. Menurut Marian Edelman Borden (2001:94) pengajar profesional dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan orang tua dalam menyekolahkan anak. Walaupun demikian kepala sekolah, guru dan karyawan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya untuk menciptakan layanan pendidikan yang berkualitas.

Menurut Zeithaml and Bitner dalam Buchari (2003:119) Physical is the invironment in which the service is delivered and where the firm and customer

interact, and any tangible components that facilitate performance or

(23)

dan interior di dalamnya, lapangan olahraga, laboratorium, serta sarana permainan indoor dan out door bagi prasekolah.

Proses yang dimaksud Zeithaml and Bitner dalam Buchari Alma (2003:120) adalah the actual procedures, mechanism and flow of activities by which the service delivered – the service delivery and operating system. Pada lembaga pendidikan adalah proses belajar mengajar. Proses ini erat kaitannya dengan unsur people dalam melaksanakan tugasnya. People harus memiliki sifat dominan yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.

Kebijakan bauran pemasaran setiap sekolah berbeda satu dengan yang lainnya. Keunggulan bersaing diterapkan sekolah untuk dapat memenangkan persaingan di segmennya masing-masing. Persaingan semakin ketat dengan banyaknya sekolah swasta baru yang didirikan. Sekolah sekarang ini mulai dilirik sebagai suatu usaha yang mempunyai prospek cerah di masa yang akan datang.

Kecenderungan sekolah baru yang didirikan berkesan sekolah elite untuk kalangan menengah ke atas. Sekolah elite dapat diartikan sebagai sekolah kecil, sekolah yang jumlah muridnya sedikit atau terbatas. Biasanya juga menawarkan keunggulan tertentu seperti kurikulum berbasis internasional atau agama tertentu, sarana dan prasarana yang lengkap, serta tenaga pengajar yang profesional (Mokhtar Bukhori, 1995:166).

(24)

Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol disain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Merek menjembatani ikatan emosional antara konsumen dengan perusahaan. Dalam merek terkandung komitmen perusahaan terhadap konsumen untuk secara konsisten memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Merek mencerminkan banyak hal seperti: atribut produk, manfaat, nilai, budaya, kepribadian dan pemakai (Simamora, 2001:62).

Merek dapat juga mempengaruhi orang untuk melakukan pembelian dan mengurangi kekecewaan setelah pembelian. Menurut Paul Temporal (2006) “…brands give consumers the means whereby they can make choices and judgments. Bases on these experiences, customers can then rely on chosen brands

to guarantee standards of quality and service, which reduces the risk of failure in

purchase”.

Arti penting merek menurut Durianto (2001:2) adalah (1) membuat janji emosi konsumen menjadi stabil, (2) mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar, (3) mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen, (4) sangat berpengaruh membentuk perilaku konsumen, (5) memudahkan proses pengambilan keputusan, (6) merupakan asset bagi perusahaan.

Merek mempunyai kekuatan (brand equity). Aaker dalam Simamora (2001:67) mengatakan bahwa merek memberikan nilai. Dengan merek, nilai total produk lebih tinggi dari nilai produk sebenarnya secara objektif. Suatu merek memiliki ekuitas yang tinggi atau rendah dapat diindikasikan oleh loyalitas merek

(25)

(perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan aset-aset lain seperti paten, trade mark, dan hubungan dengan perantara.

Loyalitas merek merupakan ukuran kedekatan konsumen terhadap merek. Loyalitas merek dapat dilihat dari perilaku konsumen yang tetap loyal pada merek tertentu walaupun pesaing dapat memberikan produk yang lebih baik. Loyalitas dapat ditandai dengan masuknya murid ke jenjang yang lebih tinggi pada lembaga pendidikan yang sama.

Kesadaran merek diciptakan dan dipelihara untuk dapat menanamkan merek dalam benak konsumen. Slogan, logo atau simbol, publisitas, sponsor kegiatan dan perluasan merek merupakan kegiatan membangun kesadaran merek.

Persepsi kualitas dimaksudkan untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi di kelasnya. Pembentukan persepsi akan sulit dilakukan jika produk yang dihasilkan kualitasnya tidak seperti yang diharapkan konsumen. Asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan karakteristik dan atribut-atribut produk yang dimiliki oleh suatu merek dalam ingatan. Kumpulan asosiasi merek membentuk brand image di dalam benak konsumen yang membantu konsumen dalam mengambil keputusan.

(26)

Nama Al-Azhar sudah tidak asing lagi dalam dunia industri pendidikan di Indonesia. Diawali dengan Pembangunan Mesjid Agung Kebayoran yang dirintis oleh Buya Hamka tahun 1953 dan selesai dibangun tahun 1958, berbagai kegiatan mulai dilakukan. Sholat berjamaah, pengajian subuh, dan pengajian sore hari yang diikuti oleh anak-anak yang sebagian besar dari golongan tidak mampu. Banyaknya peminat yang mengikuti pengajian ini dan keinginan untuk meningkatkan mutu serta penyelenggaraan, maka dibentuklah lembaga pendidikan yang terdiri dari TK, SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi.

Adapun visi pendidikan di Al-Azhar adalah mewujudkan cendikiawan muslim yang bertakwa dan beraklak mulia, sehat jasmani dan rohani, cerdas, trampil, percaya pada diri sendiri, memiliki kepribadian yang kuat, berwatak pejuang dan memiliki pula kemampuan mengembangkan umat dan bangsa. Sedangkan misi pendidikan Al-Azhar adalah mewujudkan sistem pendidikan yang berlandaskan iptek dan imtak, melahirkan guru yang berkualitas tinggi ilmu agama dan umum, mewujudkan Al-Azhar sebagai sekolah unggulan, sumber penyebarluasan pendidikan berkualitas dijiwai Islam, dan pendidikan anak di luar jam sekolah tradisional.

(27)

Penyelenggaraan PIA ini dibiayai oleh yayasan pengelola sekolah Islam mulai dari pengadaan sarana fisik dan sarana penunjang lainnya, kesejahteraan kepala sekolah, guru dan karyawan, pengadaan buku-buku pegangan, hingga administrasi perkantoran dan pendidikan.

YPI Al-Azhar juga menyelenggarakan kursus-kursus yang telah berjalan cukup lama dan mendapat perhatian yang baik dari masyarakat. Saat ini kursus-kursus yang diselenggarakan diantaranya Pendidikan Mubaligh Al-Azhar, Kursus Studi Islam Al-Azhar, Kursus Bahasa Arab, Kursus Al-Quran, Kursus Bahasa Inggris, Kursus Manasik Haji, dan Kursus Pembawa Acara (MC).

Asal mula nama Al-Azhar diberikan oleh Syeikh Al-Azhar, Prof. Mahmoud Syaltout, sewaktu berkunjung ke Indonesia (1960). Didampingi oleh Dr. Mohammad Al-Bahay beliau berziarah ke Mesjid Agung Kebayoran. Terkesan mendengar proses pembangunan mesjid berikut kegiatan-kegiatannya, beliau mengatakan; “Bahwa mulai hari ini, saya sebagai Syeikh Jami’ Al-Azhar memberikan nama Al-Azhar bagi mesjid ini, moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta, sebagaimana Al-Azhar di Kairo”.

(28)

SLTP Islam Al-Azhar nomor 000381, SD Islam Al-Azhar nomor 000382, dan TK Islam Al-Azhar nomor 000383.

YPI Al-Azhar pernah mengalami masalah berkenaan dengan pelanggaran penggunaan hak paten merek Al-Azhar. Diawali pada saat pembentukan cabang atau filial di Jalan Kemang Baru, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dikarenakan Sekolah Islam Al-Azhar telah kebanjiran murid tahun 1978. Kerjasama ini berakhir dengan kesepakatan bahwa Yayasan Shifa Budi: (1) tidak lagi memakai nama Al-Azhar, namun diganti dengan Perguruan Islam “Al-Azhar Shifa Budi” Jakarta, (2) penulisan nama tersebut merupakan satu kesatuan, yang ditulis dengan huruf dan baris yang sama, (3) logo, pakaian seragam dan papan nama diganti sehingga tidak sama dan tidak mirip dengan Al-Azhar. Keduanya juga sepakat untuk melakukan kerjasama demi kemajuan pendidikan umat dan bangsa.

Pengalaman pahit dengan Yayasan Shifa Budi tidak membuat YPI Al-Azhar surut untuk membuka Sekolah Islam Al-Al-Azhar. Besarnya animo masyarakat untuk memasukkan putra putrinya ke sekolah-sekolah Islam Al-Azhar mendorong YPI Al-Azhar untuk terus membuka cabang baru baik yang dikelola secara langsung atau dengan bekerjasama dengan pihak lain.

(29)

semata-mata hanya untuk pengembangan wakaf yayasan atau umat Islam, (7) sanggup mentaati keputusan, peraturan dan kebijakan YPI Al-Azhar.

Bentuk kerjasama yang dikembangkan terdiri atas (1) Kerjasama Penuh, dimana sekolah yang dikelola menggunakan nama Al-Azhar, (2) Kerjasama Pembinaan dimana sekolah yang dikelola tidak memakai nama Al-Azhar, namun menerapkan sistem kependidikan dari YPI Al-Azhar secara utuh sebagai sekolah binaan. Masing-masing bentuk kerjasama mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda.

Saat ini YPI Al-Azhar bekerjasama dengan 23 yayasan pengelola telah berkembang menjadi 84 sekolah yang terdiri dari 30 TK, 30 SD, 18 SLTP, 5 SMU, dan satu Universitas Al-Azhar Indonesia yang tersebar di Indonesia khususnya Pulau Jawa, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Bekasi, Tangerang, Sukabumi, Cibinong-Bogor, Serang, Cirebon, Cianjur, Semarang, Solo, Surabaya, Cilacap, Pontianak, Salatiga, dan Bandung. Menyusul Jogjakarta yang masih dalam proses perijinan.

(30)

YPI Al-Muhajirien pernah mencetuskan akan memisahkan diri dengan YPI Al-Azhar. Kejadian tersebut tidak berlangsung lama karena mendapat protes keras dari orang tua murid. Akhirnya terjadi penggantian badan pengurus di YPI Al-Mujahirien dan kerjasama terjalin kembali dengan YPI Al-Azhar.

Infaq pendidikan yang sering menjadi masalah bagi yayasan mitra sebenarnya dikenakan bagi yayasan mitra yang telah dianggap mampu dan besarnya pun menyesuaikan. Hal ini mengingat bahwa Al-Azhar bukan ladang usaha untuk mencari keuntungan. Seperti halnya YPI Al-Mujahirien yang baru dikenakan infaq pendidikan sebesar 5% setelah 8 tahun berdiri. Infaq pendidikan tersebut digunakan untuk meningkatkan mutu Sekolah Islam Al-Azhar dan manfaatnya akan kembali ke yayasan mitra. Infaq pendidikan dipergunakan untuk pembiayaan pembinaan seperti: diklat, litbang, supervisi (pengawasan), operasional YPI Al-Azhar, biaya humas dan publikasi.

Pembinaan diperlukan untuk standarisasi kualitas Sekolah Islam Al-Azhar. Semua cabang Sekolah Islam Al-Azhar yang tersebar di seluruh Pulau Jawa dan Pontianak walaupun dikelola dengan yayasan mitra yang berbeda akan memiliki pelayanan pendidikan yang sama dengan fasilitas dan sarana prasarana yang tidak jauh berbeda.

(31)

Akan tetapi semuanya mengarah pada standarisasi yang telah ditetapkan oleh YPI Al-Azhar.

KB-TK-SD Islam Al-Azhar 29 merupakan Sekolah Islam Al-Azhar yang baru mendapatkan ijin untuk beroperasi mandiri tahun 2005 ini. Sebelumnya merupakan cabang dari KB-TK-SD Islam Al-Azhar 22&25 Pamularsih. Pihak pengembang dari Perumahan Bumi Semarang Baru (BSB) mensyaratkan hanya Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar yang diperbolehkan untuk berlokasi di dalam perumahan BSB. Dengan adanya Sekolah Islam Al-Azhar diharapkan akan menambah daya tarik perumahan BSB.

Sekolah Islam Al-Azhar yang menyelenggarakan pendidikan dari tingkat prasekolah hingga SMA merupakan suatu sekolah yang terintegratif, yaitu seorang murid yang lulus akan otomatis diterima di tingkat sekolah yang lebih tinggi (R.I. Candra 1994:71). Loyalitas untuk tetap sekolah di Al-Azhar sangat penting dibangun dari jenjang pendidikan terendah yaitu Kelompok Bermain. Hal ini akan memudahkan penentuan dan pencapaian target penerimaan murid baru serta perluasan sekolah baru ke jenjang yang lebih tinggi.

(32)

Keterkaitan yang erat antara ekuitas merek dan pengambilan keputusan orang tua dalam menyekolahkan anak menarik minat peneliti untuk mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Keputusan Menyekolahkan Anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang”.

1.2. Identifikasi Masalah

Persaingan yang semakin ketat antar sekolah seiring dengan bertambahnya jumlah sekolah yang membidik segmen pasar yang sama yaitu masyarakat menengah ke atas merupakan sinyal bagi sekolah untuk mempunyai keunggulan bersaing. Oleh karena itu Marketing Science Institute (1990-an) menekankan pentingnya kompetisi non harga dengan mengembangkan aktivitas merek, dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif berkelanjutan (sustainable competitive advantage).

(33)

1.3. Pembatasan Masalah

Keputusan orang tua menyekolahkan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor bauran pemasaran. Faktor lingkungan secara umum seperti ekonomi, teknologi, politik, dan kebudayaan merupakan faktor yang tak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh sekolah. Sedangkan faktor bauran pemasaran seperti Product, Price, Place, Promotion, People, Physical Evidence, dan Process

merupakan faktor yang dapat dikendalikan (controllable) berupa kebijakan yang ditempuh oleh sekolah untuk dapat survive dan berkembang.

Merek merupakan bagian dari bahasan mengenai produk dalam bauran pemasaran. Merek dapat memudahkan konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Demikian pula halnya dengan proses pegambilan keputusan dalam menyekolahkan anak. Orang tua akan lebih mudah untuk mengambil keputusan dalam menyekolahkan anak sesuai dengan keinginan dan kesanggupannya karena merek dapat membedakan sekolah yang satu dengan yang lain hubungannya dengan kualitas, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek (Durianto, 2001:2).

(34)

diukur dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas merek dan loyalitas merek.

Luasnya permasalahan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan orang tua dan berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini hanya difokuskan mengenai pengaruh merek terhadap keputusan orang tua menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah variabel kesadaran merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang ?

2. Apakah variabel asosiasi merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang ?

3. Apakah variabel persepsi kualitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang ?

(35)

5. Apakah variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas merek, loyalitas merek secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang ?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:

1. Mencari pengaruh variabel kesadaran merek terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang. 2. Mencari pengaruh variabel asosiasi merek terhadap keputusan menyekolahkan

anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang.

3. Mencari pengaruh variabel persepsi kualitas merek terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang. 4. Mencari seberapa besar pengaruh variabel loyalitas merek terhadap keputusan

menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang. 5. Mencari pengaruh secara simultan antara variabel kesadaran merek, asosiasi

merek, persepsi kualitas merek, dan loyalitas merek terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang.

1.6. Kegunaan Penelitian

(36)

1. Manfaat teoritis: penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengkajian masalah pemasaran pada lembaga pendidikan.

(37)

20

BAB II

2.

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Proses Pengambilan Keputusan

Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dari pembahasan mengenai perilaku konsumen. Definisi perilaku konsumen menurut Basu Swastha (1987:9) dapat didefinisikan sebagai “kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut”.

Perilaku konsumen tidak dapat lepas dari keluarga sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan individu. Anggota keluarga akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain ketika membuat pilihan pembelian atau penggunaan jasa. Setiap orang yang berbeda dalam suatu keluarga dapat memainkan peran sosial yang berbeda dan menampakkan perilaku yang berbeda pada saat mengambil keputusan. Agar dapat mengerti sepenuhnya tentang pengambil keputusan keluarga, perlu diketahui setiap anggota keluarga memainkan peran apa.

Beberapa peran dalam pengambilan keputusan keputusan keluarga menurut J. Paul Peter (2000:111).yaitu: (1) influencer, (2) gatekeepers, (3)

decider, (4) buyers, (5) users, (6) disposers.

(38)

(gatekeepers) adalah orang yang mengontrol aliran informasi yang masuk ke dalam keluarga, pengambil keputusan (decider) adalah orang yang memiliki kekuasaan untuk menentukan apakah suatu produk atau jasa akan dibeli atau tidak, pembeli (buyers) adalah orang yang akan membeli jasa atau produk, pengguna

(users) adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa, dan pembuang (disposers) adalah orang yang akan membuang suatu produk atau menghentikan penggunaan suatu jasa.

Macam peranan dalam perilaku konsumen menurut Basu Swastha (1987:11) adalah sebagai berikut: (1) initiator, (2) influencer, (3) decider, (4)

buyer, dan (5) user.

Initiator adaah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan/keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukannya sendiri, influencer adalah individu yang mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja atau tidak sengaja, decider adalah Individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan di mana membelinya, buyer

adalah individu yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya, dan user

individu yang mempergunakan produk atau jasa yang dibeli.

(39)

rangsangan pemasaran yang ada pada bauran pemasaran yaitu: produk, harga, tempat, dan promosi; (2) rangsangan lingkungan yaitu: ekonomi, teknologi, politik, dan budaya (Philip Kotler, 1993:221).

Model perilaku konsumen menurut Kotler (1999:221) adalah model ‘rangsangan – tanggapan’.

Rangsangan dari luar Kotak hitam pembeli Keputusan membeli Perorangan Keputusan Psikologis Perilaku

setelah membeli Gambar 1. Model Perilaku Pembeli

Menurut Mc Carthy dalam Basu Swastha (1987:121) bauran pemasaran dapat diperinci sebagai berikut:

(1) product (produk), terdiri dari kualitas, feature dan style, merk dan kemasan, product line, dan tingkat pelayanan, (2) place (sistem distribusi), terdiri dari saluran distribusi, jangkauan distribusi, lokasi penjualan, pengangkutan, persediaan, dan penggudangan, (3) promotion (kegiatan promosi), terdiri dari periklanan, personal selling, promosi penjualan, dan publisitas, (4) price (harga), terdiri dari tingkat harga, potongan harga, waktu pembayaran, syarat pembayaran, dan cadangan.

(40)

keputusan. Konsumen sekolah menurut Stanley J. Spanbauer (1992:38) adalah sebagai berikut:

The primary external customers of school are, of course, students who attend classes and use school service. Other external customers are those close to the student, including parents, spouses, and families, as well as employers who hire school graduates and tax payers who contribute to financing the school.

Beside external customer, schools have internal customers who are their employees – instructors, teacher aides, support staff, technical staff, and manager.

Masing-masing konsumen sekolah memiliki peran masing-masing. Peranan orang tua dalam keluarga pada proses pemilihan sekolah sangat penting. Pendapat anak sebagai user dapat menjadi pertimbangan, akan tetapi keputusan tetap pada orang tua sebagai decider. Khususnya untuk anak usia pra sekolah dan sekolah dasar yang dianggap belum mampu untuk mengambil keputusan sendiri. Perilaku konsumen sekolah menurut Winardi dalam Buchari Alma (2003:123) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Model Dipengaruhinya Calon Pembeli

LINGKUNGAN

(41)

Sebelum memutuskan untuk memasukkan anak ke sekolah tertentu, orang tua mendapat masukkan dari lingkungan dan bauran pemasaran sekolah. Lingkungan yang mempengaruhi keputusan orang tua antara lain lingkungan kultural, politik dan hukum, ekonomi dan teknologikal, kompetitif, dan sumber-sumber daya dan sarana prasarana sekolah.

Inputnya adalah rangsangan atau motivasi yang mendorong calon yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan strategi 7P. Elemen-elemen strategi 7P atau dikenal dengan The Seven P’s of Marketing dalam pemasaran jasa adalah sebagai berikut:

(1) Product: quality, features, options, style, packaging, sizes, services, warranties, returns, brand; (2) Price: list price, discount, allowances, payment period, credit terms; (3) Place: channels, coverage, location, inventory, transport; (4) Promotion: advertising, personal selling, sales promotion, publicity; (5) People: service provider, customer being serviced, other employees and customer; (6) Physical Evidence: arrangement of objects, material used, shapes/lines, color, temperature, noise; (7) Process: policies & prosedures, factory / delivery, training & rewarding, system.

Brand atau merek merupakan salah satu bagian dari kebijakan bauran produk dalam pemasaran jasa termasuk pemasaran jasa pendidikan. Merek tidak hanya sekedar nama tetapi memiliki nilai yang mengandung kekuatan dalam proses pengambilan keputusan.

(42)

komersil; (3) sumber umum; (4) sumber pengalaman. Jumlah dan pengaruh informasi bervariasi menurut kategori produk dan karakteristik konsumen. (3) Evaluasi alternatif, konsumen mencari manfaat-manfaat tertentu pada suatu produk. Kepercayaan merek berpengaruh dalam proses evaluasi. (4) Keputusan membeli, tergantung pada tujuan membeli yang dipengaruhi oleh sikap orang lain dan faktor keadaan yang tidak terduga. Serangkaian keputusan mengenai merek, tempat membeli, jumlah, kapan membeli, dan metode membayar harus diputuskan sebelum membeli. (5) Perilaku setelah membeli, konsumen akan merasa puas atau tidak puas tergantung dari seberapa dekat antara harapan ketika membeli produk dengan kemampuan dari produk tersebut. Selanjutnya konsumen akan mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan sesuai dengan tingkat kepuasannya.

Menurut Engel, Kollat, dan Blackwell dalam Basu Swastha (1987:13) tahapan dalam proses pembelian adalah (1) Menganalisa keinginan dan kebutuhan, (2) Penyelidikan sumber-sumber eksternal, (3) Penilaian alternatif, (4) Proses pembelian nyata, (5) Penilaian setelah pembelian.

(43)

dapat berasal dari komunikasi perorangan dan pengaruh perorangan, sedangkan informasi eksternal dapat berasal dari media massa (seperti majalah, surat kabar, radio dan televisi) dan sumber-sumber informasi dari kegiatan pemasaran perusahaan (seperti publikasi, iklan, informasi pedagang eceran dan lain-lain). Penilaian sumber-sumber pembelian yang diperoleh dari berbagai informasi berkaitan dengan lamanya waktu dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli.

(3) Penilaian dan seleksi terhadap alternatif pembelian, konsumen menetapkan tujuan pembelian, mengidentifikasi alternatif-alternatif pembelian, menilai, dan menyeleksi menjadi alternatif pembelian yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginannya. (4) Keputusan untuk membeli, konsumen yang akan memutuskan untuk membeli akan mengambil serangkaian keputusan menyangkut jenis produk, merk, penjual, kuantitas, waktu pembelian dan cara peembayarannya.

(5) Perilaku sesudah membeli, sangat penting untuk diperhatikan karena mempengaruhi penjualan ulang dan juga mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang produk perusahaan.

Siklus proses pengambilan keputusan dalam Personas and the Customer Decision-making Process (2007) dapat digambarkan sebagai berikut:

The cust om er decision- m ak ing process and it s fiv e st ages

(44)

Tahap-tahap proses pengambilan keputusan merupakan suatu siklus yang berulang. Konsumen menyadari adanya kebutuhan, kemudian konsumen mencari informasi dan mengevaluasi informasi yang masuk. Setelah konsumen memutuskan untuk membeli, konsumen akan mengevaluasi kembali pembelian yang telah dilakukannya. Hasil evaluasi tersebut akan mempengaruhi konsumen ketika menyadari kebutuhan untuk kembali menggunakan produk tersebut atau mencoba produk lain.

Penelitian ini menggunakan lima tahap proses pengambilan keputusan, yaitu: (1) pengenalan masalah, konsumen menyadari adanya kebutuhan pendidikan anak yang harus dipenuhi, (2) pencarian informasi, konsumen mencari informasi dari berbagai sumber, (3) evaluasi alternatif, konsumen mengevaluasi beberapa alternatif sekolah yang ada, (4) keputusan membeli, konsumen memutuskan untuk memilih salah satu alternatif sekolah yang ada, (5) perilaku setelah membeli, konsumen yang tidak puas akan tidak menyekolahkan anaknya yang lain pada sekolah yang sama dan cenderung akan menyebarkan kekurangan sekolah tersebut kepada pihak lain, sedangkan konsumen yang puas akan menyekolahkan anaknya yang lain di sekolah yang sama serta menyarankan dan mempromosikan kepada pihak lain untuk bersekolah di tempat yang sama.

2.1.2. Ekuitas Merek (Brand Equity)

(45)

kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor”.

Menurut American Marketing Assosciation dalam Kotler (1995:523) merek adalah “nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksud untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual untuk membedakan dengan produk pesaing”.

Senada dengan yang diungkapkan Paul Temporal (2006) “The first thing to recognise when we talk about brands is that they are not just names, terms,

symbols, designs or combinations of these, although it is true to say that such

things can differentiate certain products and companies from others”.

Merek dapat juga didefinisikan menjadi beberapa dimensi yaitu sebagai berikut:

1. Its central organising thought – defining it for internal & stakeholder use in one sentence

2. Its slogan - defining it for use with customers in one sentence 3. Its personality – what would it be like if it were a human being? 4. Its values – what does it stand for/against?

5. Its tastes/appearance - what does it look like? What does it sound like? What does it like and dislike?

6. Its stories - what are the stories you tell about how it all came about/what sort of brand it is?

7. Its emotional benefits – how it avoids/reduces pain or increases pleasure

8. Its hard benefits – the “pencil sell”

(46)

menguntungkan, (4) merek membantu penjual untuk mensegmentasi pasar, (5) merek yang baik membangun citra perusahaan.

Merek tidak hanya bermanfaat bagi penjual tetapi juga bermanfaat bagi pembeli dan masyarakat (Simamora 2001:63). Manfaat merek bagi pembeli adalah menceritakan sesuatu kepada pembeli tentang mutu dan membantu perhatian pembeli terhadap produk-produk baru. Bagi masyarakat mutu produk lebih terjamin dan konsisten, meningkatkan efisiensi membeli karena informasi lebih lengkap dan meningkatkan inovasi produk baru.

Nilai suatu produk dapat dilihat dari manfaat fungsional produk dan nilai total. Nilai total mengandung nilai objektif ditambah nilai yang disumbangkan merek. Sumbangan merek terhadap nilai total produk adalah ekuitas merek (Simamora, 2001:3).

Definisi ekuitas merek menurut David A. Aaker (1997:23) adalah “seperangkat asset dan liabilitas yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan”.

Menurut David W. Cravens (1998:20) ekuitas merek adalah “seperangkat asset merek dan hutang yang dikaitkan dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, ditambahkan atau dikurangi dari nilai-nilai yang diberikan dalam sebuah produk atau jasa bagi sebuah perusahaan dan atau bagi konsumen perusahaan tersebut”.

(47)

Asyhari (2003) yaitu efek diferensial pengetahuan konsumen pada tanggapan konsumen terhadap pemasaran suatu merek. Definisi tersebut menunjukkan bahwa ekuitas merek berasal dari reaksi konsumen yang lebih positif terhadap merek tertentu dibandingkan dengan merek pesaing, berdasarkan pengetahuan konsumen terhadap merek tersebut yang terefleksikan pada persepsi, preferensi dan perilaku terhadap aspek pemasaran suatu merek.

Kemampuan ekuitas merek dalam menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggan atas dasar lima elemen tersebut menurut A. Aaker (1997:25) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Konsep Ekuitas Merek

brand royalty

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat: • interpretasi/proses informasi • rasa percaya diri dalam

pembelian

• pencapaian kepuasan dari pelanggan

Memberikan nilai kepada

perusahaan dengan memperkuat: • efisiensi dan efektivitas

program pemasaran • brand loyalty • harga/laba • perluasan merek

(48)

Suatu merek memiliki ekuitas yang tinggi atau rendah dapat diindikasikan oleh loyalitas merek (brand loyalty), kesadaran terhadap merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan aset-aset lain seperti paten, trade mark, dan hubungan dengan perantara. Bila dimensi utama dari ekuitas merek yaitu loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi kualitas dan asosiasi merek sudah sangat kuat, maka aset ekuitas merek lainnya juga akan kuat (Durianto 2001:7).

2.1.2.1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek menurut David A.Aaker (1997:90) adalah “kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Peran kesadaran merek dalam merek tergantung pada sejauh mana kadar kesadaran yang dicapai oleh suatu merek”.

Tingkat-tingkat kesadaran merek membentuk piramida kesadaran merek. Tingkat kesadaran merek menurut David A.Aaker (1997:92) adalah (1) tidak menyadari merek (brand unware) : konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek, level paling rendah dalam piramida kesadaran, (2) pengenalan merek

(49)

Kesadaran merek memberi nilai menurut A. Aaker dalam Durianto (2001:56) melalui: (1)Anchor to which other assiciation can be attached artinya suatu merek dapat digambarkan sebagai suatu jangkar dengan beberapa rantai yang menggambarkan asosiasi dari merek tersebut. (2) Familiarity – liking artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa, suatu kebiasaan dapat menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan. (3) Subtance/commitment artinya kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi perusahaan. Jika kualitas dua merek sama maka kesadaran merek akan menjadi faktor penentu dalam mengambil keputusan. (4) Brand to consider artinya menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek-merek mana yang akan diputuskan dibeli. Jika merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek yang paling disukai dan yang dibenci.

(50)

Membangun kesadaran merek menurut Simamora (2001:76) pendekatannya dapat dilakukan dengan cara: (1) menjadi berbeda dan dikenang, (2) slogan atau jingle, (3) pemakaian simbol, (4) publisitas, (5) sponsor kegiatan, (6) perluasan merek, (7) menggunakan tanda-tanda.

Kesadaran merek pada penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan konsumen untuk mengenal atau mengingat merek. Adapun tingkatan kesadaran merek yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) tidak menyadari merek (brand unware), konsumen tidak menyadari adanya suatu merek, (2) pengenalan merek

(brand recognation), konsumen tahu produk tetapi tidak mengingat merek, begitu melihat atau diingatkan, konsumen akan ingat merek tersebut, (3) pengingatan kembali merek (brand recall), konsumen mengingat merek di luar kepala, (4) puncak pikiran (top of mind), merek yang pertama muncul jika mengingat sebuah produk.

2.1.2.2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek menurut David A. Aaker (1997:160) adalah “segala sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Keterkaitan asosiasi dengan merek akan lebih kuat jika dilandaskan pada banyak pengalaman”. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk

brand image di dalam benak konsumen.

(51)

berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli atau menggunakan merek tersebut, (4) creative positive attidude / feelings (menciptakan sikap atau perasaan positif) atas dasar pengalaman konsumen sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi lain dari pada yang lain, (5) basis for extentions (landasan untuk perluasan) dengan menciptakan kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru.

Menurut Durianto (2001:70) asosiasi merek umumnya dihubungkan dengan hal-hal sebagai berikut:

(1) product attributes (atribut produk), (2) intangibles atributes (atribut tak terwujud), (3) customer’s benefit (manfaat bagi pelanggan), (4) relative price (harga relatif), (5) application (penggunaan), (6) user / customer

(pengguna / pelanggan), (7) celebrity / person (orang terkenal / khalayak), (8) life style / personality (gaya hidup / kepribadian), (9) product class

kelas produk, (10) competitor’s (para pesaing), (11) country / geographic area (negara / wilayah geografis).

(52)

2.1.2.3. Persepsi Kualitas Merek (Brand Percieved Quality)

Kesan kualitas merek menurut David A. Aaker (1997:124) adalah “persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan”. Definisi kesan kualitas menurut Simamora (2001: 78) adalah “persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain”.

Manfaat yang diberikan oleh kesan kualitas menurut David A.Aaker (1997: 126) adalah (1) alasan untuk membeli: kesan kualitas merupakan alasan suatu merek dipertimbangkan dan dibeli, (2) diferensiasi dan pemposisian produk: jika kita ingin memilih aspek tertentu sebagai keunikan dan kelebihan produk maka yang dipilih adalah aspek yang memiliki kesan kualitas yang tinggi, (3) harga optimum: sebuah merek yang memiliki kesan kualitas tinggi memiliki alasan untuk menetapkan harga tinggi bagi produknya, (4) minat saluran distribusi: distributor lebih mudah menerima produk yang dianggap konsumen memiliki kesan kualitas yang tinggi, (5) perluasan merek: sebuah merek yang memiliki kesan kualitas tinggi dapat digunakan sebagai merek produk lain yang yang berbeda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesan kualitas mengenai apa yang dipertimbangkan konsumen dalam menilai kualitas menurut David A. Aaker (1997:133) dapat diketahui dari dimensi kualitas produk dan dimensi kualitas pelayanan.

(53)

berbagai karakteristik operasional utama produk, (2) pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut, (3) ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut, (4) keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya, (5) karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk

(feature) yang biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika kedua produk terlihat hampir sama.

Dimensi kesan kualitas untuk konteks jasa yang sering digunakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Simamora (2001: 80) kualitas layanan dibagi menjadi lima yaitu: (1) aspek fisik

(tangible): penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan material komunikasi, (2) keandalan (reliability): kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara akurat, (3) kompetensi (assurance): pengetahuan dan kesopanan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menciptakan keyakinan akan kualitas pelayanan dalam diri konsumen, (4) tanggung jawab (responsiveness):

kesediaan untuk membantu konsumen dan daya tanggap karyawan terhadap permintaan pelayanan dalam waktu yang singkat, (5) empati (emphaty): perhatian dan kesungguhan memahami kebutuhan konsumen.

(54)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan kualitas yang tinggi menurut Simamora (2001: 81) yaitu: (1) komitmen terhadap kualitas, (2) budaya kualitas, (3) masukan pelanggan, (4) pengukuran/ sasaran/ standar kualitas, (5) mengijinkan karyawan berinisiatif, (6) harapan-harapan pelanggan.

Persepsi kualitas merek pada penelitian ini dapat didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk. Adapun 5 aspek persepsi kualitas merek dalam penelitian ini, yaitu: (1) aspek fisik (tangible): penampilan fisik fasilitas sarana prasarana sekolah, peralatan, guru dan karyawan, (2) keandalan (reliability): kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, (3) kompetensi (assurance): pengetahuan dan kesopanan serta kemampuan guru dan karyawan untuk menciptakan keyakinan akan kualitas sekolah dalam diri konsumen, (4) tanggung jawab (responsiveness): kesediaan untuk membantu dan daya tanggap guru dan karyawan dalam menghadapi permintaan murid dan orang tua murid, (5) empati (emphaty): perhatian dan kesungguhan memahami kebutuhan murid.

2.1.2.4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Loyalitas merek dapat menjadi aset perusahaan jika dikelola dan dimanfaatkan dengan benar.

Fungsi loyalitas merek menurut Durianto (2001:127) adalah (1) reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran), (2) trade leverge (meningkatkan perdagangan), (3) attracting new customer (menarik minat pelanggan baru), (4)

(55)

Menurut David A. Aaker (1997: 56) ada beberapa tingkatan dalam loyalitas yaitu: (1) switcher (berpindah-pindah) biasanya memilih produk karena harganya murah. Semakin tinggi tingkat perpindahan merek menandakan pelanggan tidak loyal. Peran merek sangat kecil dalam keputusan pembelian; (2)

habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) membeli berdasarkan kebiasaan karena merasa puas dengan merek tertentu. Pada tingkat ini tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk berpindah ke merek lain terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan lain; (3) satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) adalah pelanggan yang puas terhadap merek tertentu tetapi tetap berpindah pada merek lain walaupun harus menanggung biaya peralihan (switcing cost). Biasanya pesaing menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya; (4) likes the brand (menyukai merek) merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Adanya keterkaitan emosional antara pelanggang dengan merek tertentu; (5) committed buyer (pembeli yang komit) merupakan pelanggan yang setia. Mereka bangga menggunakan suatu merek dan tidak segan-segan mempromosikan atau merekomendasikan pada orang lain.

(56)

Definisi loyalitas merek dalam penelitian ini adalah ukuran keterkaitan konsumen dan suatu produk. Beberapa tingkatan loyalitas merek yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) switcher (berpindah-pindah), konsumen memilih sekolah dengan biaya pendidikan paling murah; (2) habitual buyer (konsumen yang bersifat kebiasaan), konsumen memilih sekolah karena sudah pernah menyekolahkan anak di sekolah yang sama atau warga sekitar biasanya menyekolahkan anak di sekolah tersebut, tidak ada alasan untuk memilih sekolah lain; (3) satisfied buyer (konsumen yang puas dengan biaya peralihan) adalah konsumen yang puas terhadap sekolah tertentu tetapi tetap berpindah sekolah walaupun harus menanggung biaya peralihan (switcing cost); (4) likes the brand

(menyukai merek) merupakan konsumen yang sungguh-sungguh menyukai sekolah tersebut karena ada keterkaitan emosional; (5) committed buyer

(konsumen yang komit) merupakan konsumen yang setia. Mereka bangga menyekolahkan anak di sekolah tersebut dan tidak segan-segan mempromosikan atau merekomendasikan pada orang lain.

2.2. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai merek di lembaga pendidikan sudah pernah dilakukan oleh Asyhari, SE, MM, dengan judul “Pengaruh Merek ‘PTN-PTS’ Terhadap Keputusan Siswa SMU dalam Memilih Perguruan Tinggi di Kotamadia

(57)

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan layanan pendidikan di tingkat perguruan tinggi sudah pernah dilakukan oleh Widjaya Canta dengan tesisnya yang berjudul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mahasiswa Memilih dan Berkuliah di STIE Pariwisata”. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adalah: (1) sarana prasarana pendidikan, (2) jasa pelayanan yang disediakan, (3) kemudahan pembayaran biaya sekolah, (4) kualitas sumber daya manusia, (5) lokasi kampus, (6) sarana prasarana kegiatan pendukung, (7) kegiatan promosi, (8) citra kampus, dan (9) fasilitas yang tersedia.

Penelitian mengenai pengelolaan Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar telah pernah dilakukan oleh Sri Tantowiyah dengan tesisnya yang berjudul “Studi Kasus Tentang Pengelolaan Pendidikan TK Islam Al-Azhar 14 Semarang”. Dalam penelitiannya diuraikan secara kualitatif mengenai pengelolaan TK Islam Al-Azhar 14 Semarang baik dari segi kepala sekolah, guru, sistem pembelajaran dan sarana prasarana.

(58)

lingkungan ekonomi sosial. Dari angket yang disebarkan ke orang tua murid diketahui juga bahwa sarana promosi yang paling efektif adalah melalui spanduk, teman atau saudara di luar lingkungan Al-Azhar, dan orang tua murid Al-Azhar.

2.3. Kerangka Teoritis

Merek merupakan sesuatu yang sangat penting saat ini di tengah persaingan yang semakin ketat. Merek dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan jika dikelola dengan benar. Penggunaan merek yang telah mempunyai nama di masyarakat memudahkan untuk memasuki segmen pasar tertentu. Hal tersebut dapat terjadi karena merek memiliki kekuatan yang disebut dengan ekuitas merek.

Konsep ekuitas merek menurut A.Aaker (1997:23) memberikan nilai kepada pelanggannya dengan menguatkan interpretasi/proses informasi, rasa percaya diri dalam pembelian, dan pencapaian kepuasan dari pelanggan. Rasa percaya diri konsumen akan memudahkan pengambilan keputusan baik itu karena pengalaman masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya.

Merek memudahkan proses pengambilan keputusan karena konsumen dapat lebih mudah membedakan produk yang akan dibeli dengan produk sejenis sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek (Durianto 2001:2).

(59)

Gambar 5. Hubungan Antara Ekuitas Merek dan Perilaku Konsumen

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teoritis yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. variabel kesadaran merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang

2. variabel asosiasi merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang

3. variabel persepsi kualitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang

Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Brand Association (Asosiasi Merek)

Percieved Quality (Persepsi Kualitas Merek)

Brand Loyalty (Loyalitas Merek)

(60)

4. variabel loyalitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang

5. variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas merek, loyalitas merek secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang

2.5. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. keputusan orang tua (Y) : tahap-tahap dalam proses pengambilan keputusan orang tua untuk menyekolahkan anak di Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar, yaitu: (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan membeli, (5) perilaku setelah membeli.

2. kesadaran merek (X1) : kemampuan orang tua murid untuk mengenal atau mengingat merek Al-Azhar. Indikator variabel kesadaran merek adalah: (1)

top of mind (puncak pikiran), (2) brand recall (pengingatan kembali), (3)

brand recognation (pengenalan merek), (4) unware of brand (tidak menyadari keberadaan merek).

3. asosiasi merek (X2) : persepsi orang tua murid mengenai karakteristik atau

(61)

personality (merek sebagai orang), (3) organizational assosiation (merek sebagai organisasi).

4. persepsi kualitas merek (X3) : persepsi orang tua murid terhadap kualitas

Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar. Indikator persepsi kualitas merek adalah: (1) tangible (aspek fisik), (2) reliability (keandalan), (3) assurance

(kompetensi), (4) responsiveness (tanggung jawab), (5) emphaty (empati). 5. loyalitas merek (X4) : ukuran keterkaitan orang tua murid dan Taman

Kanak-kanak Islam Al-Azhar. Indikator loyalitas merek adalah: (1) comitted buyer

(62)

45

BAB III

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui pengaruh variabel merek terhadap keputusan orang tua menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang. Tidak dilakukan suatu perlakuan tertentu untuk mendapatkan sikap atau tingkah laku tertentu dalam penelitian ini. Semua data yang ada berdasarkan persepsi orang tua yang dicari pengaruhnya dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi

Seluruh orang tua murid Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang tahun 2007. Jumlah orang tua murid diasumsikan sama dengan jumlah murid pada Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar di Semarang yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Populasi Penelitian

No Nama Sekolah TK A TK B Jumlah

Populasi 1 TK Islam Al-Azhar 14 Tembalang 104 85 189 2 TK Islam Al-Azhar 22 Pamularsih 57 76 133

3 TK Islam Al-Azhar 29 BSB 10 21 31

Jumlah 171 182 353

(63)

3.2.2. Sampel

Pengambilan sampel menggunakan Proportionate Stratified Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara proporsional pada masing-masing Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar berdasarkan pekerjaan orangtua murid. Sampel diambil dari 3 sekolah, yaitu: TK Islam Al-Azhar 14 Tembalang, TK Islam Al-Azhar 22 Pamularsih, dan TK Islam Al-Azhar 29 BSB.

Penentuan besarnya ukuran sampel menggunakan Tabel Nomogram Harry King, yaitu perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai tingkat kepercayaan 95% terhadap populasi (Sugiyono, 2002:62). Bila populasi berjumlah 353 orang, maka prosentase populasi yang diambil sebagai sampel sebesar 40%. Jumlah sampel yang diambil sebesar 353 x 40% = 141 orang.

Penentuan ukuran sampel orang tua murid di tiap-tiap sekolah diambil secara proporsional berdasarkan pekerjaan orangtua murid dengan menggunakan rumus:

Jumlah orang tua dalam setiap jenjang sekolah

X Jumlah Sampel Populasi

(64)

Tabel 2. Populasi Penelitian Berdasarkan Pekerjaan Orangtua

Sumber: Data primer yang diolah

Tabel 3. Sampel Penelitian Berdasarkan Pekerjaan Orangtua

No Nama Sekolah TK

Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4. Sampel Penelitian Per Sekolah

No Nama Sekolah Jumlah

Sumber: Data primer yang diolah

(65)

Data profil orang tua murid ditinjau dari latar belakang pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga serta jarak dari rumah ke sekolah dapat menggambarkan segmentasi pasar Taman Kanak-kanak Islam Al-Azhar.

3.3. Variabel Penelitian

Lima variabel dalam penelitian ini yaitu empat variabel bebas (X1, X2, X3, X4) dan satu variabel terikat (Y). Penelitian ini bermaksud mengukur besarnya pengaruh dari variabel bebas kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), persepsi kualitas merek (X3), dan loyalitas merek (X4), terhadap variabel terikat keputusan orang tua (Y).

Hubungan antara kelima variabel tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut:

Gambar 6. Model Hubungan antara Variabel Bebas (X1, X2, X3, X4,) dengan Variabel Terikat (Y)

X1

X

X X2

X3

X4

Gambar

Gambar 1. Model Perilaku Pembeli
Gambar 2. Model Dipengaruhinya Calon Pembeli
Gambar 3. Proses Pengambilan Keputusan
Gambar 4. Konsep Ekuitas Merek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan sementara peneliti, pada bulan Agustus dan September tahun 2008 diperoleh bahwa masyarakat kelurahan Sidiangkat ketika mengalami sakit mereka menggunakan

Menyatakan bahwa “skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam negeri (UIN) Maulana Malik

KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut : Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum; Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik

Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya sekaligus selaku pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan yang

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa praktik pengelolaan keuangan desa yang dimulai dari prosedur perencaanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

• Mengetahui penghematan biaya dengan menekan waktu siklus kerja pada alat berat menggunakan pola pemuatan double stopping

Berhubung kekuatan (mirrah) dalam hadith ini yang didatangkan secara mutlak, ia di’kait’kan (muqayyad) dengan hadith ke 3 yang mengaitkan kekuatan itu dengan kekuatan

17 Jika penulis tarik keterangan Abdul Wahab Khalaf pada ranah jual beli bawang merah yang menggunakan taksiran langkah kaki maka jual beli ini meskipun dalam hukum