• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan salah satu media yang penting bagi perusahaan karena dapat memberikan informasi mengenai posisi keuangan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan salah satu media yang penting bagi perusahaan karena dapat memberikan informasi mengenai posisi keuangan dan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Laporan keuangan merupakan salah satu media yang penting bagi perusahaan karena dapat memberikan informasi mengenai posisi keuangan dan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) menjelaskan dalam Ikatan Akuntan Indonesia (2015) bahwa tujuan pelaporan keuangan ialah menjadikan dasar dari kerangka konseptual dan digunakan sebagai pemberi konsep bagi entitas pelapor, karakteristik kualitatif, dan kendala, informasi keuangan yang berguna, unsur-unsur laporan keuangan, pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang mengalir secara logis dari tujuannya. Selain itu, laporan keuangan dapat dijadikan sebagai media pertanggungjawaban pihak manajemen kepada para investor yang akan menggunakan informasi yang disajikan untuk dasar pembuatan keputusan.

Keputusan tersebut termasuk dalam pembelian, penjualan, dan juga penyediaan atau penyelesaian pinjaman dan bentuk kredit lainnya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2018a). Dalam menyusun laporan keuangan, terdapat pedoman atau standar yang mengatur agar laporan yang dihasilkan dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat dibandingkan.

Semakin berkembangnya era modern saat ini, IAI mulai menyelaraskan standar laporan keuangan sesuai dengan standar international yang berlaku.

International Accounting Standard Board (IASB) menerbitkan standar pelaporan yang disebut International Financial Reporting Standards (IFRS). Menurut Pacter (2017) IFRS merupakan standar yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaporan keuangan secara global. Menurut Khader (2016) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan proses konvergensi IFRS kedalam standar local secara bertahap. Pertama, adalah Tahap Adopsi (2008-2010), selanjutnya Tahap Persiapan Akhir (2011), dan yang terakhir Tahap Implementasi (2012). Indonesia mulai melakukan adopsi penuh terhadap IFRS pada 1 Januari 2012.

Saat ini perusahaan properti dan real estate di Indonesia memiliki kesempatan untuk berkembang karena tidak sedikit masyarakat Indonesia yang memiliki kepemilikan rumah yang rendah sehingga permintaan akan hunian terus meningkat setiap tahun. Fenomena yang terjadi pada perusahaan properti dan real estate di Indonesia ini mengundang ketertarikan para investor asing karena

(2)

2

memiliki peluang yang tinggi untuk berinvestasi. Dengan begitu, dana akan masuk mengalir melalui penanaman modal asing, dan menghasilkan keuntungan yang dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan properti dan real estate di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Hari Raharta Sudrajat, Sekretaris Jenderal Real Estate Indonesia (REI) (www.merdeka.com, 16/04/2014).

Beberapa penelitian terdahulu telah menyelidiki dan menyampaikan hasil simpulan empiris berkaitan dengan masa adopsi IFRS. Salah satu penelitian menyatakan bahwa pengadopsian IFRS dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan komparabilitas informasi akuntansi (Juniarti, Helena, Novitasari,

& Tjamdinata, 2018). Penelitian kedua dilakukan oleh Ismawati, Yuliana, and Rimawati (2018) yang menyatakan bahwa adopsi IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual, ada pula penelitian yang menyimpulkan bahwa adanya revisi PSAK 13 sebagai adopsi IFRS mengenai Investment Property akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di BEI (Sasongko & Marhamah, 2014).

Munculnya IFRS sebagai standar internasional maka dapat diamati bahwa pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan properti investasi pada perusahaan properti dan real estate menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah IFRS. Salah satu perubahan yang muncul adalah penggunaan nilai wajar dalam pengukuran properti investasi yang akan menimbulkan perbedaan pada hasil akhir dalam perhitungan. Perubahan yang dimaksud dapat berupa dua kemungkinan yakni perubahan kenaikan nilai atau penurunan nilai atas properti investasi tersebut. Ketika properti investasi mengalami kenaikan maka keuntungan akan didapatkan perusahaan dari adanya selisih nilai dan jika nilai properti investasi mengalami penurunan maka kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, penggunaan model nilai wajar tentu akan berpengaruh terhadap pengakuan laba perusahaan (Sasongko & Marhamah, 2014).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan PSAK 13 terhadap perlakuan properti investasi pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI”. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan properti investasi

(3)

3

berdasarkan pada penerapan PSAK 13 untuk perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI. Analisis ini didasarkan pada pengungkapan yang disampaikan kepada public dalam bentuk laporan keuangan tahunan. Hal-hal terkait tujuan penelitian ini terdapat pada pengakuan, pengukuran dan pengungkapan properti investasi pada perusahaan properti dan real estate.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai pengungkapan properti investasi pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI.

TELAAH LITERATUR Properti Investasi

Buschhüter dan Striegel (2011) mengatakan bahwa, berdasarkan International Financial Reporting Standards (IFRS), properti investasi dijelaskan dalam IAS 40 tentang investment property kemudian diadopsi ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 13. Properti investasi adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua- duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau keduanya, dan tidak untuk: (a) digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif, atau (b) dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.

Perkembangan penerapan standar yang mengadopsi dari IFRS didominasi dengan penggunaan nilai wajar, yaitu dengan menggunakan nilai kini atau nilai realisasi. Nilai wajar dianggap dapat memberikan nilai yang relevan dalam pengambilan suatu keputusan. Dalam penggunaan nilai wajar ini, salah satu yang diadopsi oleh IAI yaitu berkaitan dengan PSAK 13 tentang properti investasi.

Menurut PSAK 13, properti investasi diartikan sebagai tanah atau bangunan atau bagian dari bangunan yang dikuasai oleh penyewa atau pemilik melalui sewa pembiayaan.

Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan Properti Investasi

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), properti investasi dijelaskan dalam PSAK 13 yang menyatakan bahwa properti investasi dapat diakui sebagai

(4)

4

aset jika dan hanya jika: besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan yang terkait dengan properti investasi akan mengalir ke entitas, dan biaya perolehan properti investasi dapat diukur secara andal.

Pengukuran saat pengakuan dalam properti investasi pada awalnya diukur sebesar nilai perolehan. Biaya transaksi termasuk dalam pengukuran awal tersebut sedangkan pengukuran setelah pengakuan dijelaskan dalam paragraf 32A yaitu:

(a) memilih apakah model nilai wajar atau model biaya untuk seluruh properti investasi yang menjadi agunan liabilitas yang membayar imbal hasil dikaitkan secara langsung dengan nilai wajar dari, atau imbal hasil dari, aset tertentu yang mencakup properti investasi tersebut, dan (b) memilih apakah model nilai wajar atau model biaya untuk seluruh properti investasi lain, tanpa memperhatikan pilihan sebagaimana dimaksud di huruf (a).

Pengungkapan menurut PSAK 13 tentang properti investasi dijelaskan dalam paragraf 75 yaitu:

a) Apakah entitas tersebut menerapkan model nilai wajar atau model biaya.

b) Jika menerapkan model nilai wajar, apakah, dan dalam keadaan bagaimana, hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi.

c) Jika pengklasifikasian ini sulit dilakukan, kriteria yang digunakan untuk membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri dan dengan properti yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.

d) Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti investasi, yang mencakup pernyataan apakah penentuan nilai wajar tersebut didukung oleh bukti pasar atau lebih banyak berdasarkan faktor lain (yang harus diungkapkan oleh entitas tersebut).

e) Sejauhmana penentuan nilai wajar properti investasi (yang diukur atau diungkapkan dalam laporan keuangan) didasarkan atas penilaian oleh penilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi profesional yang relevan serta memiliki pengalaman mutakhir di lokasi dan kategori properti investasi yang dinilai.

f) Jumlah yang diakui dalam laba rugi untuk:

(5)

5

- Penghasilan rental dari properti investasi.

- Beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari properti investasi yang menghasilkan penghasilan rental selama periode tersebut.

- Beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari properti investasi yang tidak menghasilkan pendapatan rental selama periode tersebut; dan

- Perubahan kumulatif dalam nilai wajar yang diakui dalam laba rugi atas penjualan properti investasi dari sekelompok aset yang mana model biaya digunakan ke kelompok yang menggunakan model nilai wajar

g) Keberadaan dan jumlah pembatasan atas realisasi dari properti investasi atau pembayaran penghasilan dan hasil pelepasan

h) Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan properti atau untuk memperbaiki, memelihara, atau meningkatkan properti investasi.

Selain pengungkapan yang tedapat dalam paragraf 75, terdapat pengungkapan model nilai wajar dan model biaya. Model nilai wajar mengungkapkan rekonsiliasi antara jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode sedangkan model biaya mengungkapkan (a). metode penyusutan yang digunakan (b). umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan (c). jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (d). rekonsiliasi jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode (e). nilai wajar properti investasi.

Nilai Wajar

Dalam pengukurannya, properti investasi menerapkan dua cara perhitungan yaitu model biaya dan model nilai wajar (fair value model).

Pengukuran nilai wajar menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2018b) yang dinyatakan dalam PSAK 68 diartikan nilai wajar adalah pengukuran berbasis pasar, bukan pengukuran yang spesifik atas suatu entitas. Nilai wajar yang mendasari pengukuran properti investasi setelah pengukuran awal dengan sebesar

(6)

6

nilai wajar dengan perubahan dalam nilai wajar yang diakui sebagai rugi atau laba.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2018) dalam Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) paragraf 4.54 dan 4.55 pada tahun 2016 yang tertulis dalam pernyataan standar akuntansi keuangan, pengukuran diartikan sebagai proses penetapan jumlah moneter ketika unsur-unsur laporan keuangan akan diakui dan dicatat dalam laporan keuangan dan laporan laba rugi. Terdapat empat macam dasar pengukuran, yaitu: (1) biaya historis (historical cost) (2) biaya kini (current cost) (3) nilai terealisasi (4) nilai sekarang (present value).

Penerapan pengukuran nilai wajar memiliki keunggulan, yaitu: hasil laporan keuangan lebih relevan dalam pengambilan keputusan dan dapat meningkatkan keterbandingan laporan keuangan.

Properti Investasi sebelum dan sesudah adopsi IFRS

Menurut Kadir (2012) properti investasi pada masa sebelum dan sesudah adopsi IFRS mengalami penambahan dalam metode pengukuran yaitu perhitungan biayanya. Di dalam PSAK 13 tentang Properti Investasi pada masa sebelum IFRS dalam perhitungannya hanya menggunakan model biaya saja setelah itu model biaya menghasilkan biaya depresiasi. Berbeda dengan masa sesudah IFRS, perusahaan berhak memilih pengukurannya karena properti investasi memiliki dua cara atau terdapat alternatif lain dalam menghitung biayanya yaitu dengan model biaya dan nilai wajar. Dalam penerapan nilai wajar perusahaan dapat menghasilkan nilai yang lebih realistis dan relevan dari aset properti investasinya. Jika terjadi selisih dari perhitungan metode nilai wajar maka akan diakui sebagai pendapatan/beban lain-lain oleh perusahaan. Namun dengan adanya dua perbedaan pengukuran tersebut tidak membedakan antara tujuan dari perhitungan biaya ini (model biaya dan nilai wajar) yaitu untuk mengetahui laba perusahaan.

Berikut ini merupakan gambaran yang sudah penulis rangkum dalam bentuk skema/gambar tentang perbedaan pengukuran properti investasi sebelum mengadopsi IFRS dan sesudah mengadopsi IFRS:

(7)

7 Sumber: Kadir (2012)

Gambar 1: Bagan Properti Investasi (PSAK 13) Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang menggunakan masa adopsi IFRS telah dilakukan sebelumnya, diungkapkan bahwa pengadopsian IFRS dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan komparabilitas informasi akuntansi (Juniarti et al., 2018). Ismawati, Yuliana, and Rimawati (2018) menyatakan bahwa adopsi IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Temuan ini memberikan hasil statistik deskriptif bahwa tingkat manajemen laba akrual mengalami penurunan nilai pada tahap proses lanjut pengadopsian IFRS, hal yang berbeda ditemukan saat tahap awal adopsi IFRS yang nilainya tidak mengalami penurunan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa masa adopsi dari standar IFRS tidak berpengaruh terhadap manajemen laba riil melalui proksi arus kas operasi, biaya produksi, dan biaya diskresioner.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sasongko and Marhamah (2014) yang mengungkapkan adanya revisi PSAK 13 sebagai adopsi IFRS mengenai Investment Property dianggap akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan

(8)

8

perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di BEI. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pengakuan, pengukuran, pengungkapan, serta penyajian atas properti investasi telah merepresentasikan perlakuan akuntansi atas PSAK 13 tentang properti investasi yang telah direvisi. Hal berbeda dinyatakan oleh Setiawan (2018) yang melakukan penelitian adanya pengaruh informasi akuntansi terhadap harga saham terkait penerapan IFRS dalam menentukan nilai pasar.

Dengan beragamnya variabel yang sudah digunakan untuk membuktikan adanya pengaruh terkait masa adopsi IFRS, penelitian ini memilih untuk menganalisis pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan properti investasi saat sebelum dan sesudah IFRS pada perusahaan properti investasi dan real estate pada periode 2011 sampai 2013.

METODA PENELITIAN Data dan Pengumpulan Data

Data penelitian ini menggunakan data sekunder dan pengumpulan data diperoleh dengan metode dokumentasi. Metode ini dilakukan dengan cara mengunduh laporan keuangan tahunan perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2011-2013 melalui website idx.co.id (IDX, 2018). Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan menetapkan elemen-elemen penelitian adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan properti dan real estate yang diteliti telah terdaftar di BEI 2. Menerbitkan dan memiliki laporan keuangan yang lengkap selama periode

penelitian yaitu terdiri dari tahun 2011-2013

3. Memiliki data laporan keuangan perusahaan lengkap yang dibutuhkan untuk penelitian. Dari hasil yang diperoleh maka jumlah perusahaan yang sesuai adalah sebanyak 10 perusahaan.

Tabel 1 Daftar Emiten Kode

Saham Nama Emiten Tanggal IPO

APLN Agung Podomoro Land Tbk 11-Nov-2010 ASRI Alam Sutera Reality Tbk 18-Dec-2007

BKSL Sentul City Tbk 28-Jul-1997

BSDE Bumi Serpong Damai Tbk 6-Jun-2008

(9)

9

COWL Cowell Development Tbk 19-Dec-2007 DILD Intiland Development Tbk 4-Sep-1991

LPKR Lippo Karawaci Tbk 28-Jun-1996

MDLN Modernland Reality Tbk 18-Jan-1993 MTLA Metropolitan Land Tbk 20-Jun-2011 PLIN Plaza Indonesia Reality Tbk 15-Jun-1992 Sumber: www.idx.co.id

Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (content analysis) berdasarkan penelitian Eriyanto (2011). Teknik ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi yang dapat dipahami sehingga akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2: Analisis Isi Eriyanto (2011)

Berikut ini penjelasan dari tahapan teknik analisis isi yang digunakan:

1. Merumuskan Tujuan Penelitian

Pada tahap awal dijelaskan bahwa yang dilakukan dalam analisis isi yaitu merumuskan tujuan penelitian. Sama seperti yang sudah dijelaskan pada pendahuluan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan properti investasi sebelum dan sesudah masa adopsi IFRS, apakah semua perusahaan properti dan real

(10)

10

estate yang terdaftar di BEI sudah menerapkan pengukuran sesuai standar yang sudah diadopsi dari IFRS yaitu dengan menggunakan model nilai wajar.

2. Konseptualisasi dan Operasionalisasi

Dalam tahap kedua, konsep penelitian ini yaitu melihat pengukuran sebelum dan sesudah IFRS sedangkan untuk operasionalisasi dalam penelitian ini menggunakan PSAK 13 tentang properti investasi dan IAS 40 tentang investment property yang merupakan standar yang dijadikan sebagai pedoman.

3. Lembar Coding (Coding Sheet)

Pada tahap selanjutnya yaitu lembar koding. Tahap ini dilakukan untuk memahami inti yang terkait dengan operasionalisasi dalam pengungkapan yang dilakukan pada laporan tahunan. Untuk tahap ini, kode yang digunakan masih secara umum dan tidak terbatas.

4. Menentukan Kasus Pada Elemen

Tahap selanjutnya merupakan penentuan kasus pada elemen yang sudah dijelaskan pada bagian atas.

5. Proses Coding

Tahap kelima merupakan proses coding yang dilakukan dengan cara mengkode semua data ke dalam lembar coding yang telah disusun.

Selanjutnya akan dianalisis untuk disimpulkan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam proses coding, penulis menetapkan pokok-pokok penting yaitu pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan.

6. Input Data dan Analisis

Pada tahap terakhir yaitu hasil dari proses coding. Tahap ini menelusuri dan membaca data, kemudian memasukkan data ke masing-masing kode di lembar coding dan hasil dari lembar coding tersebut akan dijelaskan apakah terdapat perbedaan antara properti investasi sebelum dan sesudah IFRS.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan mengamati pokok-pokok pengungkapan pada Laporan Tahunan dan Catatan Atas Laporan Keuangan

(11)

11

(CALK) perusahaan properti dan real estate yang sudah ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan pokok-pokok penting yang telah ditetapkan sebelumnya, langkah ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengungkapan terkait nilai wajar, dan model biaya yang disajikan oleh perusahaan. Pokok-pokok pengungkapan ini lalu dibandingkan antara satu dengan lainnya untuk mengetahui pola pengungkapan terkait kebijakan akuntansi, nilai wajar dan model biaya pada perusahaan properti dan real estate. Bagian berikut ini menyajikan analisis terhadap pengungkapan nilai wajar, model biaya, dan bagaimana pengungkapan kebijakan akuntansi masing-masing perusahaan. Simpulan atas analisis tersebut dijelaskan pada bagian Diskusi dan Simpulan.

Pengakuan

Setiap perusahaan memerlukan pedoman dalam menjalankan bisnisnya.

Salah satu hal yang menjadikan kelancaran dalam bisnis tersebut ialah kebijakan.

Dalam hal ini, kebijakan yang dimaksud ialah kebijakan akuntansi. Kebijakan akuntansi seperti yang dijelaskan dalam PSAK 13 mengenai properti investasi, seluruh entitas dianjurkan untuk menentukan nilai wajar properti investasi berdasarkan atas penilaian oleh penilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi profesional yang relevan.

Setiap perusahaan diperbolehkan untuk memilih model nilai wajar atau model biaya dalam penilaian sebuah properti investasi. Jika suatu entitas memilih model – model yang berbeda untuk dua kategori tersebut, penjualan properti investasi di antara kelompok aset yang diukur dengan menggunakan model berbeda harus diakui pada nilai wajar dan perubahan nilai wajar harus diakui dalam laba rugi.

Jika salah satu atau lebih dari entitas menggunakan model biaya, maka seluruh properti investasinya diukur sesuai dengan yang disyaratkan dalam PSAK 16: Aset Tetap. Perusahaan harus mengungkapkan metode penyusutan yang digunakan, umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan. Selain itu entitas juga harus mengungkapkan kriteria properti investasinya serta ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri.

(12)

12

Pengakuan terkait aset, liabilitas, dan beban di laporan keuangan tahunan disajikan dalam catatan atas laporan keuangan bagian kebijakan akuntansi. Pada tahun 2011, 2012, dan 2013 semua perusahaan sudah mengungkapkan terkait pengakuan namun di tahun 2011 terdapat dua perusahaan seperti: PT Agung Podomoro Land Tbk., dan PT Bumi Serpong Damai Tbk. yang diketahui tidak menjelaskan mengenai kebijakan akuntansi. Pada tahun 2012 diketahui merupakan tahun mulainya masa adopsi penuh untuk standar IFRS, seluruh perusahaan yang sudah diklasifikasikan sebelumnya sudah menyajikan kebijakan akuntansi secara lengkap, jelas dan detail. Hal yang sama juga terjadi pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2013, masing-masing perusahaan secara konsisten mengungkapkan kebijakan akuntansinya yang dituangkan dalam laporan tahunan.

Berikut beberapa kutipan yang disajikan secara berbeda oleh perusahaan yang mengungkapkan pengakuan kebijakan akuntansi:

IKHTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI YANG PENTING

PSAK No. 13 (Revisi 2011), “Properti Investasi” Revisi terhadap PSAK No. 13 menetapkan properti dalam penyelesaian atau pengembangan untuk penggunaan di masa depan sebagai properti investasi, dan juga mengatur pengukuran nilai wajar properti investasi dalam penyelesaian.

Jika properti investasi memenuhi kriteria sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK No. 58 (Revisi 2009), “Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan”, maka diukur sesuai dengan PSAK No. 58 (Revisi 2009) tersebut. [Garis bawah ditambahkan]

(Catatan Atas Laporan Keuangan PT Modernland Realty Tbk. 2011, Ekshibit E/42, 73 kata).

Dari pengungkapan pengakuan sebelumnya, kutipan tersebut diambil dari catatan atas laporan keuangan dari PT Modernland Realty Tbk. tahun 2011, hal ini dilakukan secara konsisten pada tahun 2012 dan 2013. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa PT Modernland Realty Tbk.

Kutipan selanjutnya merupakan bentuk lain dari pengungkapan pengakuan yang dijelaskan dari laporan tahunan PT Lippo Karawaci Tbk dan PT Sentul City Tbk. pada tahun 2012. Pola pengungkapan pengakuan ini berbeda dengan pola pengungkapan pengakuan yang sebelumnya, yaitu:

PSAK No. 13 (Revisi 2011): “Properti Investasi”

Revisi standar ini memperkenalkan persyaratan baru untuk aset dalam penyelesaian sebagai properti investasi. Sebelumnya, aset dalam penyelesaian tersebut dicatat sebagai aset tetap sampai dengan selesai

(13)

13

masa pembangunan (kecuali untuk properti yang diakui sebagai persediaan), tanpa memandang penggunaannya untuk digunakan sendiri atau properti investasi di masa depan.

Properti dalam penyelesaian yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai properti investasi setelah konstruksi selesai harus dicatat sebagai properti investasi. Properti investasi dalam penyelesaian harus dihitung secara konsisten menggunakan akuntansi investasi properti, yang dinyatakan berdasarkan model nilai wajar atau model biaya. Pengukuran kembali aset dalam penyelesaian disyaratkan untuk dilakukan pada setiap tahun bila model nilai wajar diterapkan.

Bila nilai wajar properti investasi dalam penyelesaian tidak bisa diukur secara andal, properti tersebut diukur sebesar biaya perolehan yang terjadi sampai pembangunan selesai atau sampai dengan saat dimana nilai wajar dapat diukur secara andal. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan Laporan Tahunan PT Lippo Karawaci Tbk. 2012, hal.

180, 142 kata).

PSAK No. 13 (Revisi 2011), “Properti Investasi”,

Yang menggantikan PSAK No. 13 (Revisi 2007), “Properti Investasi”, menjelaskan secara khusus pengakuan properti yang dibangun atau didirikan bagi penggunaan di masa depan sebagai properti investasi yang sebelumnya termasuk di dalam ruang lingkup PSAK No. 16 (Revisi 2007),

“Aset Tetap”. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan Laporan Tahunan PT Sentul City Tbk. 2012, hal. 117, 47 kata).

Dari pengungkapan pengakuan kebijakan akuntansi seperti diatas, ditemukan adanya perbedaan pengungkapan pengakuan antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lain. PT Sentul City Tbk tidak mengungkapkan pengakuan terkait saat pengakuan awal dan pengukuran setelah pengakuan awal.

Dapat dilihat bahwa PT Modernland Realty Tbk. dan PT Lippo Karawaci Tbk.

lebih jelas dan detail dalam mengungkapkan kebijakan akuntansi.

Hal lain yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan ialah adanya penjelasan perubahan kebijakan akuntansi dari tahun 2011 menuju 2012.

Penjelasan ini diungkapkan hanya dari satu perusahaan saja yaitu PT Sentul City Tbk.

Perubahan Kebijakan Akuntansi

Efektif 1 Januari 2012, Perseroan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) baru yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyajian dan pengungkapan laporan keuangan konsolidasian sebagaimana telah diungkapkan dalam laporan akuntan, yaitu PSAK No. 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan”, yang menggantikan pengungkapan PSAK No. 50, “Instrumen Keuangan:

(14)

14

Penyajian dan Pengungkapan”, mensyaratkan pengungkapan yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi signifikansi instrumen keuangan dan sifat serta luas risiko yang timbul dari instrumen-instrumen keuangan tersebut. (Laporan Tahunan PT Sentul City Tbk. 2012, hal. 75, 74 kata).

Pengungkapan tersebut menjadikan PT Sentul City Tbk. memberikan data yang lengkap, jelas, dan detail yang dapat mempermudah pembaca dalam mendapatkan informasi.

Pengukuran

Berdasarkan International Financial Reporting Standards (IFRS) dalam IAS 40, properti investasi memiliki dua macam model pengukuran atau sudah disediakannya alternatif pengukuran yang baru. Sebelum masa pengadopsian IFRS, properti investasi hanya menggunakan model biaya namun setelah masa pengadopsian, kini properti investasi dapat disajikan dengan model nilai wajar tergantung perusahaan masing-masing. Berikut sepuluh perusahaan yang telah diklasifikasikan sebelumnya dan model pengukurannya dalam periode waktu tiga tahun (2011 sampai 2013):

Tabel 2

Model Pengukuran 2011 Kode

Saham Model Biaya Nilai Wajar

APLN

ASRI 

BKSL 

BSDE 

COWL 

DILD 

LPKR 

MDLN 

MTLA 

PLIN 

Sumber: Data sekunder diolah, 2018 Tabel 3

Model Pengukuran 2012 Kode

Saham Model Biaya Nilai Wajar

APLN

(15)

15

ASRI 

BKSL 

BSDE 

COWL 

DILD 

LPKR 

MDLN 

MTLA 

PLIN 

Sumber: Data sekunder diolah, 2018 Tabel 4

Model Pengukuran 2013 Kode

Saham Model Biaya Nilai Wajar

APLN

ASRI 

BKSL 

BSDE 

COWL 

DILD 

LPKR 

MDLN 

MTLA 

PLIN 

Sumber: Data sekunder diolah, 2018

Pokok bahasan selanjutnya terkait dengan pengukuran. Dalam masa adopsi sebelum dan sesudah IFRS yang terkait properti investasi memiliki fokus pada model pengukuran. Pada saat sebelum mengadopsi IFRS, model pengukuran hanya menggunakan model biaya tetapi setelah masa adopsi IFRS, perusahaan diberikan alternatif untuk bisa menggunakan model nilai wajar.

Dari tabel dua sampai tabel empat merupakan gambaran secara jelas perbedaan penggunaan model pengukuran dari sepuluh perusahaan yang sudah diklasifikasikan. Terdapat tujuh perusahaan yang menggunakan model nilai wajar dan menyajikan pengungkapan tersebut seperti berikut:

PSAK No. 55 (Revisi 2011), “Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran”, yang menggantikan PSAK No. 55 (Revisi 2006), “Instumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran”, yang memperbolehkan Perusahaan dan entitas anak untuk: (1) mereklasifikasi aset keuangan non- derivatif (selain yang diukur pada nilai wajar melalui laba atau rugi oleh Perusahaan dan entitas anak pada saat pengakuan awal) di luar kategori

(16)

16

nilai wajar melalui laba-rugi apabila aset keuangan tidak lagi dimiliki yang bertujuan untuk dijual atau dibeli kembali di dalam waktu dekat dengan kondisi tertentu; dan (2) mengalihkan aset keuangan dari kategori tersedia untuk dijual ke kategori pinjaman dan piutang di mana suatu instrument keuangan memenuhi definisi pinjaman dan piutang (apabila suatu instrumen keuangan belum dikelompokkan sebagai tersedia untuk dijual), apabila Perusahaan dan entitas anak memiliki intensi dan kemampuan untuk memiliki aset keuangan di masa depan. [Garis bawah ditambahkan]

(Catatan Atas Laporan Keuangan PT Sentul City Tbk. 2011, hal. 119 Ekshibit E/15, 131 kata).

Kutipan pengungkapan sebelumnya diambil dari catatan atas laporan keuangan PT Sentul City pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut menggunakan model nilai wajar terkait properti investasi. Pada pengungkapan enam perusahaan yang lainnya juga menyampaikan hal yang sama seperti apa yang sudah diungkapkan oleh PT Sentul City Tbk.

Pokok bahasan selanjutnya merupakan kutipan dari tiga perusahaan yang menggunakan model biaya sebagai dasar pengukuran properti investasi. Berikut ada tiga kutipan dari perusahaan yang berbeda:

Properti investasi adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai untuk kepentingan disewakan untuk memperoleh pendapatan sewa jangka panjang dan/atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya. Perusahaan dan entitas anak mengukur properti investasi setelah pengakuan awal dengan menggunakan metode biaya. Properti investasi diukur sebesar biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan PT Agung Podomoro Land Tbk. 2011, hal. 27, 55 kata).

Properti investasi dinyatakan berdasarkan model biaya yang dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai asset. Hak atas tanah tidak disusutkan dan disajikan sebesar biaya perolehan. Bangunan disusutkan dengan metode garis lurus berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis (10 tahun). Biaya pemeliharaan dan perbaikan dibebankan kedalam laporan laba rugi konsolidasian pada saat terjadinya, sedangkan pemugaran dan penambahan dikapitalisasi. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan PT Alam Sutera Realty Tbk. 2011, hal. 28, 61 kata).

Properti investasi diukur sebesar biaya perolehan (model biaya) setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan apabila terdapat, akumulasi kerugian penurunan nilai. Jumlah tercatat termasuk biaya untuk menambah,

(17)

17

mengganti sebagian atau memperbaiki properti investasi yang telah ada pada saat beban terjadi, jika kriteria pengakuan terpenuhi. Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada saat terjadinya. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan PT Metropolitan Land Tbk. 2011, hal. 28, 50 kata).

Berdasarkan tiga kutipan sebelumnya diambil dari catatan atas laporan keuangan yang berasal dari tiga perusahaan yang berbeda yaitu: PT Agung Podomoro Land Tbk. 2011, PT Alam Sutera Realty Tbk. 2011, PT Metropolitan Land Tbk. 2011. Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa untuk properti investasi, masing-masing perusahaan menggunakan model biaya sebagai dasar pengukurannya.

Dasar pengukuran untuk properti investasi memiliki dua model pengukuran yaitu model biaya dan model nilai wajar. Menurut Dewi dan Wirajaya (2013) model nilai wajar dianggap lebih menguntungkan karena nilainya lebih relevan saat digunakan untuk pengambilan keputusan.

Pengungkapan

Menurut pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK), suatu laporan keuangan dikatakan baik apabila memiliki kelengkapan informasi pada pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan. Pengungkapan menurut PSAK 13 tentang properti investasi pada paragraf 75 menjelaskan bahwa pengungkapan memiliki tiga macam tipe yaitu: pengungkapan secara umum, pengungkapan untuk properti investasi yang menggunakan model nilai wajar, dan pengungkapan untuk properti investasi yang menggunakan model biaya.

Pokok pengungkapan pertama adalah kutipan properti investasi pada perusahaan yang mengungkapkan dasar pengukuran menggunakan model biaya dan model nilai wajar dalam bentuk gambar:

(18)

18

Gambar 3. PT Agung Podomoro Land Tbk. menggunakan model biaya

Gambar 4. PT Alam Sutera Realty Tbk. menggunakan model biaya

(19)

19

Gambar 5. PT Metropolitan Land Tbk. menggunakan model biaya

Gambar 6. PT Modernland Realty Tbk. menggunakan model nilai wajar

(20)

20

Gambar 7. PT Plaza Indonesia Realty Tbk. menggunakan model nilai wajar

Pokok pengungkapan kedua, terkait dengan properti investasi pada pengakuan awal yang diukur pada nilai wajar. Pengungkapan dengan pokok bahasan tersebut dijelaskan pada tahun 2011 dan 2012 di PT Intiland Development Tbk. Pola pengungkapan dalam hal ini diindikasikan menggunakan bahasa yang sama pada tahun 2011 dan 2012.

Properti investasi pada pengakuan awal diukur pada nilai wajarnya, yang merupakan nilai wajar kas yang diserahkan (dalam hal aset keuangan) atau yang diterima (dalam hal liabilitas keuangan). Nilai wajar kas yang diserahkan atau diterima ditentukan dengan mengacu pada harga transaksi atau harga pasar yang berlaku. Jika harga pasar tidak dapat ditentukan dengan andal, maka nilai wajar kas yang diserahkan atau diterima dihitung berdasarkan estimasi jumlah seluruh pembayaran atau penerimaan kas masa depan, yang didiskontokan menggunakan suku bunga pasar yang berlaku untuk instrumen sejenis dengan jatuh tempo yang sama atau hamper sama. Pengukuran awal instrumen keuangan termasuk biaya transaksi, kecuali untuk instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan PT Intiland Development Tbk. 2011, hal. 29, 113 kata).

Properti investasi pada pengakuan awal diukur pada nilai wajarnya, yang merupakan nilai wajar kas yang diserahkan (dalam hal aset keuangan) atau yang diterima (dalam hal liabilitas keuangan). Nilai wajar kas yang diserahkan atau diterima ditentukan dengan mengacu pada harga transaksi atau harga pasar yang berlaku. Jika harga pasar tidak dapat ditentukan dengan andal, maka nilai wajar kas yang diserahkan atau diterima dihitung berdasarkan estimasi jumlah seluruh pembayaran atau penerimaan kas masa depan, yang didiskontokan menggunakan suku bunga pasar yang berlaku untuk instrumen sejenis dengan jatuh tempo yang sama atau hampir sama. Pengukuran awal instrumen keuangan termasuk biaya

(21)

21

transaksi, kecuali untuk instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan PT Intiland Development Tbk. 2012, hal. 26, 111 kata).

Berdasarkan pengungkapan yang disajikan, PT Intiland Development Tbk.

pada tahun 2011, 2012 memiliki pola pengungkapan yang sama dalam catatan atas laporan keuangan. Hal berbeda terjadi pada tahun 2013 karena PT Intiland Development Tbk. tidak ditemukan adanya pengungkapan tersebut.

Pokok pengungkapan ketiga, terkait dengan model nilai wajar yang diterapkan selain dalam penggunaan properti investasi yaitu pada kombinasi bisnis. Kombinasi bisnis ini menggunakan model nilai wajar sesuai pada standar IFRS. Pengungkapan dengan pokok bahasan tersebut dijelaskan tahun 2011 pada PT Agung Podomoro Tbk. dan tahun 2011 serta tahun 2012 pada PT Plaza Indonesia Tbk. Pola pengungkapan dalam hal ini diindikasikan menggunakan bahasa yang sama pada tahun 2011 dan 2012.

Aset teridentifikasi, liabilitas dan liabilitas kontijensi pihak yang diakuisisi yang memenuhi kondisi-kondisi pengakuan berdasarkan PSAK 22 (revisi 2010), Kombinasi Bisnis, diakui pada nilai wajar, kecuali untuk aset dan liabilitas tertentu diukur dengan menggunakan standar yang relevan.

Untuk kombinasi bisnis tahun sebelumnya dimana Perusahaan mengakuisisi kurang dari seluruh saham entitas anak, proporsi minoritas atas aset dan liabilitas dinyatakan sebesar jumlah tercatat sebelum akuisisinya. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan PT Agung Podomoro Tbk. 2011, hal. 19, 62 kata).

Aset teridentifikasi, liabilitas dan liabilitas kontijensi pihak yang diakuisisi yang memenuhi kondisi-kondisi pengakuan berdasarkan PSAK 22 (revisi 2010), Kombinasi Bisnis, diakui pada nilai wajar, kecuali untuk aset dan liabilitas tertentu diukur dengan menggunakan standar yang relevan.

Untuk kombinasi bisnis tahun sebelumnya dimana Perusahaan mengakuisisi kurang dari seluruh saham entitas anak, proporsi minoritas atas aset dan liabilitas dinyatakan sebesar jumlah tercatat sebelum akuisisinya. [Garis bawah ditambahkan] (Laporan Tahunan PT Plaza Indonesia Tbk. 2011, hal. 104, 62 kata).

Aset teridentifikasi, liabilitas dan liabilitas kontijensi pihak yang diakuisisi yang memenuhi kondisi-kondisi pengakuan berdasarkan PSAK 22 (revisi 2010), Kombinasi Bisnis, diakui pada nilai wajar, kecuali untuk aset dan liabilitas tertentu diukur dengan menggunakan standar yang relevan.

(22)

22

Untuk kombinasi bisnis tahun sebelumnya dimana Perusahaan mengakuisisi kurang dari seluruh saham entitas anak, proporsi minoritas atas aset dan liabilitas dinyatakan sebesar jumlah tercatat sebelum akuisisinya. [Garis bawah ditambahkan] (Catatan Atas Laporan Keuangan PT Plaza Indonesia Tbk. 2012, hal. 164, 62 kata).

Berdasarkan pengungkapan yang disajikan, PT Plaza Indonesia Tbk. pada tahun 2011 dan 2012 melakukan pengungkapan pokok bahasan yang sama. Jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain, telah ditemukan pokok bahasan yang serupa di PT Agung Podomoro Tbk. namun hal ini hanya terdapat di tahun 2011.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu bagaimana penerapan PSAK 13 sebelum dan sesudah masa adopsi IFRS terhadap pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan properti investasi pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI dapat dijawab melalui pengungkapan-

pengungkapan pokok bahasan yang telah diklasifikasikan sebelumnya.

Melalui laporan tahunan pada masing-masing perusahaan didapatkan bahwa semua perusahaan telah mengungkapkan beberapa informasi terkait pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan mengenai properti investasi dengan lengkap, jelas dan detail. Perusahaan-perusahaan properti dan real estate ini juga menyajikan informasi-informasi yang seturut dengan aturan yang berlaku dalam PSAK 13, seperti contoh PT Sentul City Tbk. di dalam laporan tahunannya menyajikan informasi mengenai perubahan kebijakan akuntansi dari tahun 2011 menuju 2012 yang sesuai dengan standar PSAK 13.

Berdasarkan pengukuran pada properti investasi, beberapa perusahaan sudah menggunakan model pengukuran yang sesuai dengan PSAK 13 yaitu model biaya dan model nilai wajar. Dari sepuluh perusahaan properti dan real estate dalam penelitian ini ada tiga yang masih menerapkan model biaya untuk pengukuran properti investasinya sedangkan tujuh sisanya menerapkan pilihan alternatif yang disediakan yaitu menggunakan nilai wajar. Pokok bahasan tersebut masing-masing diungkapkan secara lengkap, jelas dan detail oleh beberapa perusahaan.

(23)

23

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain adanya kemungkinan beberapa data dan informasi yang terlewatkan dalam proses koding.

Hal ini dikarenakan terlalu banyak data yang harus diproses sehingga ada kemungkinan data tidak terproses dengan baik atau ada data yang terlewat.

Selama proses koding terdapat beberapa pengungkapan pokok bahasan dalam kata kunci yang tidak ditemukan dalam laporan tahunan masing-masing perusahaan.

Untuk penelitian yang selanjutnya diharapkan dapat menggunakan periode waktu yang lebih panjang agar hasil penelitian semakin akurat dan perlu menambah perusahaan-perusahaan dari sektor industri yang lainnya agar bisa melihat perbedaannya dan dapat membandingkan antara satu dengan yang lainnya.

(24)

24

DAFTAR PUSTAKA

Amatul Khader, S. Z. (2016). International Financial Reporting Standards. IOSR Journal of Business and Management, 18(10), 27–39.

Buschhüter, M., & Striegel, A. (2011). IAS 40 – Investment Property.

Eriyanto. (2011). Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial lainnya. In Prenadamedia Group.

Goddard, C. A., Ghais, N. S., Zhang, Y., Williams, A. J., Colledge, W. H., Grace, A. A., & Huang, C. L. H. (2008). Physiological consequences of the P2328S mutation in the ryanodine receptor (RyR2) gene in genetically modified murine hearts. Acta Physiologica, 194(2), 123–140.

IDX. (2018). PT Bursa Efek Indonesia. Retrieved July 1, 2019, from Idx website:

https://www.idx.co.id/

Ikatan Akuntan Indonesia. (2015). Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan. In Psak. Retrieved from

http://www.iaiglobal.or.id/v03/files/file_sak/SAK/PSAK 13/

Ikatan Akuntan Indonesia. (2018a). Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan. In Standar Akuntansi Keuangan Efektif Per 1 Januari 2018. Retrieved from http://www.iaiglobal.or.id/v03/files/file_publikasi/ED_Kerangka

Konseptual_Web.pdf

Ikatan Akuntan Indonesia. (2018b). PSAK 68, Pengukuran Nilai Wajar. Retrieved July 1, 2019, from Standar Akuntansi Keuangan Efektif Per 1 Januari 2018 website: http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/pernyataan- sak-56-psak-68

Ismawati, Yuliana, R., & Rimawati, Y. (2018). Adopsi IFRS dan Pengaruhnya Terhadap Manajemen Laba Akrual dan Manajemen Laba Riil Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal InFestasi, 14(1), 69–79.

(25)

25

Juniarti, J., Helena, F., Novitasari, K., & Tjamdinata, W. (2018). The Value Relevance of IFRS Adoption in Indonesia. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 20(1), 13.

Kadir, A. (2012). Analisis Pengaruh IFRS Mengenai Investment Property terhadap Pengakuan Laba Perusahaan (Studi Kasus pada PT Astra International TBL., PT Astra Otoparts TBK., dan PT Astra Graphia TBK.

yang Terdaftar di Bei. Jurnal Spread, 2, 107–116.

Pacter, P. (2017). Pocket Guide to IFRS Standards: the global financial reporting language. In IFRS Foundation.

Sasongko, H., & Marhamah, D. (2014). Analisis Pengaruh Penerapan IFRS mengenai Investment Property terhadap Penyajian Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan Sektor Otomotif yang Terdaftar di BEI). JUrnal Ilmiah MAnajemen Dan Akuntansi Fakultas Ekonomi (JIMAFE), 84–89.

Setiawan, Fabianus. (2018). Pengaruh Informasi Akuntansi Terkait Penerapan IFRS Dalam Menentukan Nilai. 2(1), 87-93.

www.merdeka.com/read/2014/03/05/1507486/Beginilah.Curhat.Pengembang.yan g.Membangun.Rumah.Murah.

(26)

26 LAMPIRAN 1 (LEMBAR CODING NILAI WAJAR)

Keterangan:

 = JUMLAH PENGUNGKAPAN

 = TIDAK DITEMUKAN PENGUNGKAPAN DENGAN KATA KUNCI NILAI WAJAR

(27)

27 LAMPIRAN 2 (LEMBAR CODING MODEL BIAYA)

Keterangan:

 = JUMLAH PENGUNGKAPAN

 = TIDAK DITEMUKAN PENGUNGKAPAN DENGAN KATA KUNCI MODEL BIAYA

(28)

28 LAMPIRAN 3 (LEMBAR CODING LABA BERSIH)

Keterangan:

 = JUMLAH PENGUNGKAPAN

 = TIDAK DITEMUKAN PENGUNGKAPAN DENGAN KATA KUNCI LABA BERSIH

Referensi

Dokumen terkait

“Dalam perjalanan selama ini memang TMII belum ada suatu SOP yang mengatur tentang kerjasama dengan media massa tapi dalam pelaksanaannya kami focus untuk melakukan

Rasa tidak senang dan kekecewaan Sultan Syarif Abdurrahman terhadap puteranya, Syarif Kasim, bertambah besar dan disebabkan oleh beberapa hal: (1) usaha campur

Kekayaan daerah, total aset, jumlah penduduk, tingkat ketergantungan, dan temuan audit secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan

Sikap negara anggota Afro-Asian terhadap penubuhan Malaysia dapat dilihat berdasarkan kepada sikap terhadap penyertaan negara tersebut dalam persidangan Peringkat Tertinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Suku Dinas Kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Harus dijaminkan bahwa personil yang termasuk dalam proses penyelesaian banding bukanlah personil yang sama dengan yang melakukan audit, inspeksi, layanan lainnya dan

Dan pasang apalagikah yang akan mengenyahkan kita, kegaduhan apa lagi? Sekarat dan terbakar sudah kita oleh tahun-tahun penuh pertikaian, ketakutan dan perang saudara

Pada masalah flowshop terdapat n job yang harus melewati m mesin dalam urutan yang sama tetapi waktu proses yang mungkin berbeda [1].. Pada