• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Zakat

a. Pengertian Zakat

Zakat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan bagi umat islam. Yang terdapat dalam rukun islam. Zakat juga bias diartikan sebagai pembersih harta. Zakat dikumpulkan oleh amil yang kemudian disalurkan. Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam Al-Quran begitu banyak ayat yang membahas tentang perintah zakat bergandengan dengan perintah shalat, salah satu contohnya ialah surat Al-Maun dan Al-Humazah (Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2009).

Dilihat dari segi bahasa, zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu artinya keberkahan, al-namaa artinya pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharatu artinya kesucian, dan ash-shalahu artinya keberesan. Menurut istilah, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu (Hafidhuddin, 2002)

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk memberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam. Disebutkan juga dalam UU tersebut tujuan dari zakat adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan keadilan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang diharapkan

(2)

agar tidak terjadi kesenjangan yang tinggi antara si kaya dan si miskin.

Pengelolaan zakat secara professional diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan serta kesadaran para muzaki dalam membayar zakat (Fadlullah et al., 2018)

Zakat memiliki potensi yang cukup besar, yang apabila potensi tersebut dikelola secara baik dan optimal akan memberikan manfaat yang besar, salah satu manfaatnya adalah sebagai pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi umat. Zakat tersebut juga diharapkan dapat membantu sesama umat.

b. Golongan Yang Berhak Menerima Zakat (Ashnaf)

Dalam Al-Quran pada surah At-Taubah ayat 60 Allah SWT telah menjelaskan dengan firmannya yang artinya :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [At-Taubah: 60]

Dari firman Allah SWT tersebut dijelas ada 8 ashnaf yang berhak menerima zakat yaitu:

1) Fakir

Fakir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan atau pekerjaan. Dia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya karena tidak mempunyai penghasilan

2) Miskin

Miskin adalah orang yang mempunyai pekerjaan tapi masih belum bisa memenuhi kebutuhan dasarnya dan masih memerlukan bantuan karena penghasilan yang tidak mencukupi 3) Amil

(3)

Amil adalah orang yang mengumpulkan, mengelola dan mendistribusikan dana zakat kepada yang berhak menerimanya dan berhak mendapat bagian dari zakat sebagai upah dalam bekerja.

4) Muallaf

Muallaf adalah orang yang baru memeluk agama islam.

Mereka juga berhak mendapat zakat.

5) Riqab

Riqab adalah memerdekakan budak. Mereka yang menjadi budak berhak mendapatkan zakat.

6) Gharim

Gharim adalah orang yang berhutang bukan untuk hal maksiat.

Maka mereka juga berhak mendapat zakat untuk mencicil atau melunasi hutang mereka.

7) Fisabilillah

Fisabilillah adalah orang yang berperang atau membela islam 8) Ibnu Sabil

Ibnu sabil adalah orang yang dalam perjalanan, bisa juga disebut sebagai musafir orang yang bepergian selama tiga hari atau lebih yang tujuannya bukan hal yang dilarang oleh agama.

2. Badan Amil Zakat Nasional

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah organisasi pengelola zakat dibawah pemerintahan baik pusat, provinsi, kota maupun kabupaten. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. BAZNAS mempunyai beberapa tugas diantaranya adalah sebagai perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan (Undang-Undang RI No.23, 2011)

Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan dalam hal ini menyangkut tentang pengumpulan, pengelolaan maupun

(4)

pendistribusian dana zakat. Struktur keanggotaan BAZNAS juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 pada Bab II bagian 2.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) pada instansi pemerintah, BUMN, BUMD maupun swasta.

Secara hukum menurut Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014, alasan dibentuknya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah dalam rangka pengelolaan zakat secara lebih berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan. Secara struktural Badan Amil Zakat (BAZNAS), merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sehingga kedudukannya akan disesuaikan dengan struktural pemerintah (Fadillah et al., 2017).

Dalam meningkatkan kinerja Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat seharusnya melakukan dan mengembangkan aliansi strategis dengan berbagai pihak baik dalam hal penghimpunan maupun penyaluran dana serta pengembangan publikasi (Pratiwi et al., 2017).

3. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan istilah yang dikenal dalam Administrasi Negara Republik Indonesia. Istilah ini menjadi landasan pembentukan Undang-undang No. 28 tahun tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akuntabilitas berarti bahwa hal-hal yang terkait dengan bertanggungjawab artinya suatu hal yang bisa atau dapat diminta pertanggungjawabannya (Puskas Baznas, 2019)

Akuntabilitas diartikan sebagai dorongan psikologi sosial yang dimiliki oleh seseorang untuk mempertanggungjawabkan sesuatu yang telah mereka kerjakan kepada lingkungannya atau orang lain (Mardisar

& Sari, 2007). Menurut PSAK No.109 tujuan zakat akan dapat tercapai apabila dalam pengelolaan zakat dilakukan secara baik dan professional (Good Zakat Governance) yang berarti bahwa zakat seharusnya dikelola

(5)

secara melembaga sesuai dengan syariat islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegritas dan akuntabilitas (Rahman, 2015)

Akuntabilitas merupakan suatu cara pertanggungjawaban manajemen atau penerima amanah kepada pemberi amanah untuk pengelola sumber daya atas yang dipercayakan kepadanya. Akuntansi syariah memandang bahwa akuntabilitas merupakan dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Akuntabilitas dalam akuntansi syariah memiliki bentuk pertanggungjawaban yang lebih kompleks, karena pengelola suatu organisasi atau perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada stockholders, tetapi juga bertanggungjawab kepada pihak lain yang turut berkepentingan, bertanggungjawab secara sosial, dan yang paling penting bertanggungjawab kepada Allah. (Endahwati, 2014)

(Puskas Baznas, 2019) Dalam segi akuntansi, akuntabilitas ialah upaya untuk menghasilkan pengungkapan yang benar melalui proses akuntansi. Pertanggungjawaban itu ditujukan kepada Allah SWT sebagai pemberi amanah juga kepada sesama manusia. Akuntabilitas menggambarkan suatu kondisi di mana pemegang amanah dapat mempertanggungjawabkan segala amanah kepada pemberi amanah.

Begitu juga dengan kepercayaan muzaki pada lembaga zakat, apabila muzaki tersebut telah yakin kepada suatu lembaga zakat, maka ia akan terus membayarkan zakatnya kepada lembaga zakat itu (M.Rizqi Syahri R, 2014)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial atau uji t menunjukkan bahwa pengetahuan, kualitas pelayanan, pendapatan, religiusitas dan citra lembaga berpengaruh terhadap kepercayaan dalam membayarkan dana zakat, infak dan sedekahnya pada Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Kalimantan Selatan (Putri et al., n.d.)

Untuk membangun rasa kepercayaan masyarakat kepada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) maka kewajiban OPZ sendiri adalah harus

(6)

amanah dan professional, terutama dalam pengelolaan dan penyaluran dana zakat dengan transparan dan akuntabilitas. Dengan demikian akuntabilitas merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kepada publik ataupun masyarakat. Sistem pelaporan keuangan berkontribusi kuat terhadap akuntabilitas dan transparansi lembaga keuangan non- profit (Puskas Baznas, 2019).

4. Transparansi

Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pengelola sumber dana yang dipercayakan kepada mereka. (Puskas Baznas, 2019) Akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan merupakan kewajiban sebuah organisasi yang pelaksanaannya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan.

Transparan memiliki arti dalam menjalankan tugas, Baznas mengungkapkan hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan, dalam hal ini adalah para muzaki ataupun calon muzaki sehingga adanya prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk menjadi muzaki (Hanifah & Praptoyo, 2015)

Menurut (Puskas Baznas, 2019) dalam mengukur praktik transparansi pada OPZ, sangat penting bagi BAZNAS untuk mengukur sejauh mana prinsip-prinsip transparansi telah diimplementasikan oleh OPZ. Tingkat transparansi pengelolaan zakat yang tinggi, tidak hanya dibuktikan dengan jumlah publikasi atas informasi, namun juga bagaimana data disajikan dapat memberikan informasi yang valid dengan menggambarkan prediksi atas kondisi dan perform rill sebuah lembaga zakat.

Dalam Indeks Transparansi OPZ, ada tiga dimensi utama yang diukur yaitu transparansi laporan keuangan OPZ, transparansi

(7)

manajemen OPZ, dan transparansi Program OPZ. Adapun rumus pengukuran indeks transparansi BAZNAS yaitu :

Itranz = (I-TK01) + (I-TM02) + (I-TP03) Keterangan :

I-TK01 = Indeks Transparansi Keuangan I-TM02 = Indeks Transparansi Manajemen I-TP03 = Indeks Transparansi Program

a. Laporan keuangan

Laporan Keuangan adalah sebagai sarana yang digunakan untuk pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada manajemen (Ainun & Lusiana Handayani, 2017). Transparansi laporan keuangan berarti pengungkapan kinerja keuangan kepada para pemangku kepentingan secara tuntas dan jelas, mudah dipahami dan mudah di akses. Transparansi keuangan diartikan bahwa pelaporan keuangan secara benar dan reliable dengan merujuk pada standar akuntansi keuangan yang berlaku secara umum, ketepatan waktu pelaporan dan kualitas sistem audit baik terkait pengungkapan maupun pelaporan keuangan. Pengungkapan keuangan ditentukan oleh pengakuan dan pengukuran transaksi keuangan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku (Puskas Baznas, 2019).

Untuk sebuah lembaga zakat, kepercayaan para muzaki dalam membayarkan kewajiban zakatnya terbentuk dari persepsi mereka terkait pengelolaan dana zakat. Akuntabilitas dan transparansi merupakan kunci utama kepercayaan mereka atas informasi keuangan dan non-keuangan.

Transparansi keuangan terdiri dari :

1) Publikasi laporan keuangan, Lembaga zakat dapat melakukan publikasi laporan keuangan melalui website atau media massa

(8)

lainnya untuk melaporkan laporan keuangan kepada masyarakat.

2) Laporan keuangan, laporan keuangan yang digunakan BAZNAS di seluruh Indonesia adalah SIMBA (Sistem Manajemen Informasi BAZNAS) sebagai standar operasional lembaga zakat dan pelaporan nasional. Ketepatan waktu serta opini auditor independen merupakan bagian dari penilaian laporan keuangan tersebut.

Adapun rumus untuk menghitung indeks transparansi keuangan sebagai berikut :

Rumus Indeks Transparansi Keuangan (I-TK01) (01) = D11

(V11 + V12 ) Keterangan :

(01) = Dimensi Transparansi Keuangan D11

= Bobot 0,39 yang dibutuhkan ke dimensi 01 V11

= Bobot 0,55 yang dibutuhkan ke variabel 1 dimensi 01 V12

= Bobot 0,45 yang dibutuhkan ke variabel 2 dimensi 01 S = Nilai skala likert diantara 1-5

b. Manajemen

Transparansi di bidang manajemen zakat berarti adanya keterbukaan dalam mengelola dana zakat yang dihimpun dari para muzaki mulai dari penghimpunan, pengelolaan dan pendistribusian.

Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 dalam pengelolaan zakat lembaga diberikan kewenangan oleh Negara untuk mengelola dana zakat. Dalam transparansi manajemen mencakup standard operating procedure penggunaan sertifikasi ISO, terdapat 4 sertifikasi ISO yang diharapkan dapat diberlakukan oleh lembaga zakat untuk menjaga tata kelola operasional yang terstandar.

(Puskas Baznas, 2019)

Transparansi manajemen terdiri dari;

(9)

1) Tata kelola, manajemen tata kelola lembaga zakat dapat berupa SOP, adanya Rencana Strategis Tahunan serta Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) juga dapat mendorong tata kelola manajemen sebuah lembaga zakat.

2) Struktur organisasi, lembaga zakat seharusnya mempunyai visi dan misi serta struktur organisasi untuk memudahkan dalam pembagian tugas dan tanggungjawab.

3) Portal informasi dan dokumentasi publik, portal informasi dan dokumentasi publik merupakan hal yang penting sehingga memudahkan masyarakat dalam mengetahui kegiatan dan pelaporan yang sudah ataupun yang akan terlaksana.

4) Saluran pengaduan, kritik maupun saran perlu adanya bagi sebuah lembaga untuk terus memperbaiki agar menjadi sebuah lembaga yang lebih baik lagi untuk itu perlu adanya saluran pengaduan disetiap lembaga zakat.

Adapun rumus untuk menghitung indeks transparansi manajemen sebagai berikut :

Rumus Indeks Transparansi Manajemen (I-TM02) (02) = D22 (V23 + V24

+ V25

+ V26

) Keterangan :

(02) = Dimensi Transparansi Manajemen D22

= Bobot 0,29 yang dibutuhkan ke dimensi 02 V23

= Bobot 0,32 yang dibutuhkan ke variabel 3 dimensi 02 V24 = Bobot 0,23 yang dibutuhkan ke variabel 4 dimensi 02 V25

= Bobot 0,21 yang dibutuhkan ke variabel 5 dimensi 02 V26 = Bobot 0,24 yang dibutuhkan ke variabel 6 dimensi 02 S = Nilai skala likert diantara 1-5

c. Program

Transparansi program zakat berkaitan dengan database para muzaki dan mustahik serta data program penghimpunan dan

(10)

penyaluran di OPZ. Berbeda dengan pengukuran transparansi lembaga profit dan non profit lainnya, dalam indeks pengukuran lembaga zakat memperhitungkan transparansi program untuk mengukur efektifitas pelaksanaan program penghimpunan dan penyaluran secara realtime yang dilakukan lembaga zakat (Puskas Baznas, 2019). Transparansi program menggambarkan kinerja penghimpunan dan penyaluran riil sebuah lembaga zakat.

Transparansi program terdiri dari;

1) Aktivitas realtime, aktivitas penghimpunan (realtime) data penghimpunan dimutakhirkan sekurang-kurangnya setiap bulan.

2) Database muzaki dan mustahik, sebuah lembaga zakat wajib memiliki database muzaki serta mustahik untuk dikelola secara baik. Database tersebut baik berupa database muzaki badan maupun database muzaki perorangan serta database mustahik dalam program penyaluran.

3) Data penghimpunan dan penyaluran, pentingnya data penghimpunan dan penyaluran bagi sebuah lembaga zakat merupakan hal yang utama, data tersebut dapat dirinci menurut jenis dana dan diperbaharui setiap saat.

Adapun rumus untuk menghitung indeks transparansi program sebagai berikut :

Rumus Indeks Transparansi Program (I-TP03) (03) = D33

(V37

+ V38

+ V39

) Keterangan :

(03) = Dimensi Transparansi Program

D33 = Bobot 0,32 yang dibutuhkan ke dimensi 03

V37 = Bobot 0,52 yang dibutuhkan ke variabel 7 dimensi 03 V38 = Bobot 0,23 yang dibutuhkan ke variabel 8 dimensi 03 V39 = Bobot 0,25 yang dibutuhkan ke variabel 9 dimensi 03 S = Nilai skala likert diantara 1-5

(11)

Untuk mengetahui tingkat transparansi Organisasi Pengelola Zakat, puskas BAZNAS telah mengkategorikan penilaian dari hasil perhitungan indeks dengan rentang nilai 0,00 – 1,00 yang memiliki arti masing – masing. Jika nilai indeks yang didapatkan semakin mendekati angka 1,00 itu menunjukkan semakin baik tingkat transparansi suatu Organisasi Pengelola Zakat. Dibawah ini merupakan klasifikasi penilaian indeks transparansi:

Tabel 2.1 Rentang Nilai serta Kategori Penilaian pada Indeks Transparansi OPZ

No. Skor Kriteria

1 0,00 - 0,25 Tidak Transparan

2 0,26 - 0,50 Kurang Transparan

3 0,51 - 0,75 Cukup Transparan

4 0,76 - 1,00 Transparan

Sumber: Puskas BAZNAS

Jika rentang nilai indeks transparansi yang dihasilkan berada di antara angka 0,00 – 0,25 maka dapat dikatakan masuk dalam kategori tidak transparan. Jika berada di antara 0,26 – 0,50 maka termasuk dalam kategori kurang transparan. Lalu jika nilai indeks transparansi yang didapatkan berada di antara angka 0,51 – 0,75 maka termasuk dalam kategori cukup transparan dan jika nilai indeks transparansi berada pada rentang nilai 0,76 – 1,00 maka Organisasi Pengelola Zakat tersebut dapat dikatakan sudah transparan.

(12)

19 B. Hasil Penelitian Terdahulu.

Penelitian terdahulu yang relevan adalah:

Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Aspek Ita Aulia Corina & Hendri

Tanjung (2015)

Arim Nasim & M.Rizqi Syahri

Romdhon (2014) Nur Hisamuddin (2017) Judul Formulasi Strategi Penghimpunan

Zakat oleh BAZNAS

Pengaruh Transparansi Laporan Keuangan, Pengelolaan Zakat, dan Sikap Pengelola terhadap Tingkat Kepercayaan Muzakki

Transparansi dan Pelaporan Keuangan Lembaga Zakat

Institusi yang diteliti

BAZNAS Pusat Lembaga Amil Zakat di kota Bandung

Organisasi Pengelola Zakat

Periode Analisis 2015 2014 2017

Permasalahan Bagaimana langkah yang harus dilakukan oleh BAZNAS agar penghimpunan dana zakat sesuai dengan Inpres No. 3/2014 berjalan efektif?

Bagaimana pengaruh transparansi lap.keuangan, pengelolaan zakat, dan sikap pengelola terhadap tingkat kepercayaan muzakki?

Bagaimana seharusnya laporan keuangan lembaga zakat disusun dan prinsip apa yang harus dipakai dalam penyusunan laporan keuangan ?

Tujuan Penelitian

Merumuskan strategi

penghimpunan zakat yang efektif untuk BAZNAS yang sejalan dengan Inpres No. 3/2014

Mengetahui pengaruh transparansi zakat terhadap tingkat kepercayaan muzakki

Mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat, infak/sedekah.

(13)

20 Lanjutan

Metode Penelitian

pengamatan langsung, wawancara kuesioner, studi pustaka

Wawancara, kuesioner, studi pustaka

Deskriptif kuantitatif Hasil Penelitian Berdasarkan matriks SWOT maka

langkah yang dilakukan ialah, Pemanfaatan tokoh baznas, Untuk menembus birokrasi, Penguatan aliansi kemudahan karyawan, Meningkatkan kampanye sebagai lembaga transparan dan bersih, Memperbaiki sistem IT di daerah.

Transparansi lap.keuangan , pengelolaan zakat, dan sikap pengelola berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan muzakki

Laporan keuangan merupakan cerminan dari pengelola

keuangan. Penyusunannya harus didasarkan pada prinsip yang berlaku umum, di Indonesia dasar penyusunan menggunakan PSAK 109.

Sumber: Data dibuat oleh penulis

(14)

21 C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Dibuat oleh penulis

Transparansi BAZNAS

Hasil Penelitian:

Tingkat Transparansi BAZNAS Kota Banjarmasin

dan Kabupaten Banjar

Terdapat beberapa BAZNAS yang belum transparan dalam

pengelolaannya Pengelolaan BAZNAS meliputi

keuangan, manajemen, dan program yang transparan

Analisis Tingkat Transparansi BAZNAS Kota Banjarmasin

dan Kabupaten Banjar

Gambar

Tabel 2.1 Rentang Nilai serta Kategori Penilaian pada Indeks  Transparansi OPZ
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu  Aspek  Ita Aulia Corina & Hendri
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Sumber: Dibuat oleh penulis

Referensi

Dokumen terkait

pencatatan dan pelaporan pada transaksi akuntansi sehingga menjadi suatu informasi yang nantinya berguna bagi pihak-pihak yang menggunakan informasi tersebut dan

Dalam sebuah kesempatan Focus Gorup of Discussion , dengan menggunakan pendekatan penta helix, saya pernah menanyakan kepada peserta FGD (35 orang), dan mereka

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang selain mengajarkan potensi akademik juga mengajarkan pendidikan nilai moral melalui kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUMENEP DAN ARGUMENTASI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGABULKANNYA (Studi Putusan Perkara

f) mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang direncanakan dan perbaikan berkesinambungan dari proses- proses tersebut. Proses-proses tersebut

Karya Tugas Akhir dengan judul Visualisasi Lipstik melalui Karakteristik Warna dalam Fotografi Still Life merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar

Non Performing Loan (NPL), manajemen yang diproksikan dengan Net Interest Margin (NIM), rentabilitas yang diproksikan dengan Biaya Operasional dibanding Pendapatan

Prosedur penelitian melalui tiga tahap kegiatan, yaitu mengumpulkan data awal, penyusunan program dan uji coba program menggunakan teknik konseling Assertive Training dengan