Pengembangan Otonomi Desa dengan Pendekatan Desentralisasi
Kata kunci: desa, desentralisasi, otonomi
Suharto, Didik Gunawan; Pawito; Muktiyo, Widodo
Fakultas ISIP UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Fundamental, 2012
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum jelasnya posisi desa dalam teori desentralisasi. Secara empiris, persoalan otonomi desa sebagai fokus kajian maupun penerapan praktis dalam tataran pemerintahan juga belum banyak diperhatikan. Popularitas otonomi desa masih jauh tertinggal dibanding otonomi daerah. Padahal, penyelenggaraan pemerintahan desa tidak terpisahkan dari penyelenggaraan otonomi daerah. Di sisi lain, desa merupakan unit terdepan (ujung tombak) dalam pelayanan kepada masyarakat serta menjadi tonggak strategis untuk keberhasilan semua program. Posisi desa hingga kini justru belum jelas dan cenderung mengalami ambivalensi. Implikasinya, konsep dan arah otonomi desa juga masih kabur, bahkan seringkali memicu perdebatan.
Bertitiktolak dari realitas tersebut maka penelitian ini menelusuri pengembangan otonomi desa dalam konteks pendekatan desentralisasi. Penelitian ini secara khusus ditujukan untuk menjawab permasalahan tentang pengembangan otonomi desa yang ideal dalam kerangka kebijakan desentralisasi di Indonesia. Dalam penelitian ini diambil tiga desa sebagai fokus lokasi penelitian, yakni: Desa Catur (Kecamatan Sambi), Desa Krasak (Kecamatan Teras), dan Desa Bendan (Kecamatan Banyudono). Data-data yang dibutuhkan dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tehnik analisis Data-data dilakukan melalui dua cara, yaitu tehnik analisis isi dan tehnik analisis fenomenologi. Tehnik analisis isi (content analysis) dilakukan untuk mengetahui substansi isi peraturan yang mengatur pemerintahan desa. Teknik analisis fenomenologi digunakan untuk menganalisis pelaksanaan desentralisasi (pemerintahan desa), dan menelusuri aspek-aspek terkait otonomi desa.
Berdasarkan penelitian, dapat dirumuskan hasil sebagai berikut: (1) konstruksi yang dibangun dalam mengatur pemerintahan daerah sama dengan konstruksi pemerintahan desa; (2) pelaksanaan desentralisasi, pada periode UU Nomor 5/1974, UU Nomor 22/1999, dan UU Nomor 32/2004, selalu mengalami pergeseran arah dari perspektif desentralisasi politik menuju perspektif desentralisasi administratif, atau sebaliknya; (3) perbedaan penekanan (titik berat) desentralisasi di antara ketiga periode perundang-undangan merupakan hasil dari tarik menarik kepentingan yang mencerminkan arah kebijakan rejim yang berkuasa; (4) tujuan desentralisasi desa belum tercapai karena desentralisasi (otonomi) di Indonesia berhenti sampai pemerintah kabupaten/kota atau tidak memberikan kedudukan yang jelas/kuat bagi desa; (5) jenis dan bobot peran pemerintahan supra desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa mengalami pasang surut di tiga periode undang-undang yang sekaligus menunjukkan sejauhmana tingkat desentralisasi (kemandirian) desa; dan (6) desa merupakan sub sistem dari pemerintah kabupaten, sehingga kewenangan dan sumber daya yang ada sangat terbatas.