• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PENEBUSAN JAMINAN GADAI OLEH PIHAK KETIGA DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PENEBUSAN JAMINAN GADAI OLEH PIHAK KETIGA DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

MUH. AFDHAL ABDILLAH SUPRA 4515060039

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bosowa

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA 2020

(2)
(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING Usulan Ujian Skripsi Mahasiswa :

Nama : MUH. AFDHAL ABDILLAH SUPRA NIM : 4515060039

Program Studi : Ilmu Hukum Minat : Hukum Perdata

No. Pend. Judul : 03/Pdt/FH.UBS/V-GNP/2020 Tanggal Pend. Judul : 22 April 2020

Judul Skripsi : ANALISIS YURIDIS PENEBUSAN JAMINAN GADAI OLEH PIHAK KETIGA DI KOTA MAKASSAR

Telah mendapat persetujuan dan kesediaan dari dosen pembimbing untuk dimajukan dalam ujian skripsi mahasiswa program studi stra I (SI) Fakultas Hukum, Universitas Bosowa

,

(4)

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar Menerangkan Bahwa : Nama : MUH. AFDHAL ABDILLAH SUPRA

NIM : 4515060039 Program Studi : Ilmu Hukum Minat : Hukum Perdata No. Pendaftaran Ujian :

Tanggal Pendaftaran Ujian :

Judul Skripsi : ANALISIS YURIDIS PENEBUSAN JAMINAN GADAI OLEH PIHAK KETIGA DI KOTA MAKASSAR

Telah disetujui skripsinya untuk dimajukan dalam ujian skripsi mahasisswa program starta satu (S1)

Dr. Ruslan Renggong, SH.MH 29 Januari 2021

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan rahmat yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Anlisis Yuridis Penebusan Jaminan Gadai Oleh Pihak Ketiga Di Kota Makassar.”

Skripsi ini merupakan tugas akhir dan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bosowa.

Apresiasi dalam bentuk ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini antara lain :

1. Untuk kedua orang tua Ayahanda Ir. Basir Supra dan Ibunda Dahlia, yang telah memberikan nasihat, kasih sayang, perhatian, dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan Pendidikan ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir, H,M Saleh Pallu, M.Eng selaku Rektor Universitas Bosowa.

3. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar dan Wakil Dekan I dan II Fakultas Hukum Universitas Bosowa.

4. Ibu Dr. Hj. Kamsilaniah S.H., M.H selaku pembimbing I dan Ibu Juliati S.H.,M.H selaku Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu,

v

(6)

memberikan bimbingan dan masukan, memberi motivasi, memberi bantuan literatur, serta perbaikan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dr. Andi Tira S.H.,M.H selaku Penasehat Akademik dari Semester I hingga Semester akhir yang telah memberikan nasihat dalam pengambilan mata kuliah dan memberikan bimbingan selama kuliah.

6. Pihak Pegadaian Cabang Sukaria Kota Makassar, telah mengizinkan penulis melakukan penelitian dan wawancara.

7. Keluarga Besar Alm. Dg Solle dan Alm. Dg Kebo, Keluarga Besar Dg Tutu dan Hj. Talla yang telah memberikan dukungan, memberi nasihat, memberikan motivasi, banyak memberikan pelajaran dan pengalaman serta doa kepada penulis.

8. Untuk adik- adik saya M. Fikry Wardhana, Ahmad Fauzan, dan Fadillah Ikhwan Izzaitullah, yang telah membantu, menemani, memberikan hiburan dan mendukung penulis.

9. Tri Fahriani, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi, memberi dukungan, dan memberikan hiburan kepada penulis.

10. Teman-teman Angkatan 2015 Fakultas Hukum Universitas Bosowa terima kasih atas kerja sama selama proses perkuliahan.

11. Tim Warkop Pacarita yang telah membantu, dan memberi dukungan kepada penulis.

(7)

12. Teman-teman KKN Angkatan 47 Universitas Bosowa kelurahan Paccerakkang, Kecamatan Biringkanayya Kota Makassar khususnya para warga desa Bukkangmata telah membantu selama proses KKN.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu saya ucapkan terimakasih banyak.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna walaupun telah banyak menerima masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam skripsi ini, sepenuhnya tanggung jawab penulis dan bukan dari para pemberi masukan dan bantuan serta kritik yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Makassar, Januari 2021

Muh. Afdhal Abdillah S

(8)

viii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...……iii

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI…...………..…………iv

KATA PENGANTAR……… v

DAFTAR ISI………...……...…………..…… viii

BAB 1 PENDAHULUAN : 1.1 Latar Belakang ……….….…..…...…....….…… 1

1.2 Rumusan Masalah ………...….…………...……….… 7

1.3 Tujuan Penelitian ………..…....….….. 7

1.4 Kegunaan Penelitian ……….………... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA : 2.1 Tinjauan Umum Jaminan……….…..……….……..……… 9

2.1.1 Pengertian Jaminan……..……….……… 9

2.1.2 Dasar Hukum Jaminan………...………...……..………...……... 10

2.1.3 Jenis-Jenis Jaminan………...………….…….………...……... 12

2.2 Tinjauan Umum Jaminan Gadai…...………...……….…... 19

2.2.1 Pengertian Gadai………..……….…..……….. 19

2.2.2 Subjek dan Objek dalam Gadai………..……….….. 22

2.2.3 Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Jaminan Gadai……..………… 25

2.2.4 Sifat-Sifat Gadai………. 29

2.2.5 Hapusnya Gadai……….……….... 31

2.3 Penebusan Jaminan Gadai oleh Pihak Ketiga……..……… 33

(9)

2.3.1 Pengertian Penebusan Jaminan Gadai……… 35

2.3.2 Pengertian Pihak Ketiga………..……. 35

2.4 Surat Kuasa……….…… 36

2.4.1 Pemberian Kuasa……….…… 37

BAB 3 METODE PENELITIAN : 3.1 Lokasi Penelitian………... 39

3.2 Tipe Penelitian……….. 38

3.3 Jenis dan Sumber Data……….. 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data……….... 40

3.5 Analisis Data………. 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN : 4.1 Pengaturan Hukum Penebusan Jaminan Gadai Oleh Pihak Ketiga Tanpa Surat Kuasa di Pegadaian Kota Makassar……….………… 41

4.2 Tanggung Jawab Pegadaian terhadap Penebusan Jaminan Gadai Tanpa Surat Kuasa oleh Pihak Ketiga……… 64

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan………. 67

5.2 Saran……….. 68

DAFTAR PUSTAKA……….………….. 69 LAMPIRAN

(10)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan masyarakat semakin hari semakin meningkat, perkembangan zaman semakin merajai dunia manusia kebutuhan manusia semakin banyak.

Yang kemudian membawa persoalan dalam pemenuhan berbagai kebutuhan terkadang masyarakat melakukan peminjaman uang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk menambah modal usaha dalam mempertahankan keberlangsungan usahanya. Hal itulah yang menjadi pendorong tumbuhnya berbagai lembaga perkreditan yang menyiapkan dana pinjaman. Dalam rangka pembangunan Ekonomi Indonesia bidang hukum yang meminta perhatian yang dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan tersebut sebagai konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum untu mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan, dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan.

Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa, sehingga terhadap bidang hukum demikian tidak ada keberatan untuk diatur

(11)

dengan segera. Lembaga penyedia permodalan yang dikenal adalah perbankan, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit.

Dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat, ada pula lembaga non perbankan untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh dana pinjaman.

Salah satu lembaga non perbankan yang menyediakan kredit adalah PT.

Pegadaian yang sebelumnya merupakan Perusahaan Umum Pegadaian (Perum Pegadaian). Perubahan status badan hukum Perum Pegadaian menjadi PT Pegadaian melalui Peraturan Pemerintah Nomor 51 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perum Pegadaian Menjadi Perusahaan Persero yang diterbitkan 2 pada 13 Desember 2011. PT Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kegiatan utamanya menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai, dalam rangka membantu masyarakat yang berpenghasilan rendah.1 Di Indonesia, Pembahasan tentang gadai akan terfokus pada PT Pegadaian

(Persero) sebagai satu-satunya lembaga jaminan gadai yang keberadaannya dijamin dengan peraturan perundang-undangan. Perubahan bentuk hukum PT Pegadaian (Persero) yang terakhir dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan

1 Asep Rian Bintang. 2016. Eksekusi Benda Gadai Milik Pihak Ketiga Dalam Hal Debitur Wanprestasi.

Hal 2. Tanggal akses 22 Mei 2020.

(12)

Umum Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Dilihat dari sejarahnya, Pegadaian sudah ada sejak VOC mendirikan Bank van Leening di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746 sebagai lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai.

Dalam masa krisis perusahaan pegadaian menjadi piihan masyarakat dalam pembiayaan atau pemberian modal, khususnya usaha kecil peran pembiayaan bagi masyarakat sesuai dengan tujuan pegadaian di samping memupuk keuntungan, juga sebagai penunjang kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional. Tujuannya adalah mencegah rakyat kecil yang membutuhkan pinjaman agar tidak jatuh ketangan para pelepas uang yang dalam memberikan pinjaman menggunakan bunga sangat tinggi dan berlipat ganda.

PT Pegadaian dalam menjalankan fungsi dan tugasnya menawarkan peminjaman dengan sistem gadai. Sistem ini memiliki kemudahan antara lain prosedur dan syarat-syarat administrasi yang mudah dan sederhana. Hal ini sesuai dengan motto dari pegadaian itu sendiri yaitu “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Hak jaminnan gadai diatur dalam Buku II KUH Perdata, yaitu dalam Bab keduapuluh dari pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 KUH Perdata. Pasal- pasal mana mengatur perihal pengertian, objek, tata cara menggadaikan, dan hal lainnya berkenaan dengan hak jaminan gadai. Lembaga gadai menurut KUHPerdata ini masih banyak dipergunakan di dalam prakti. Dilihat dari

(13)

lahirnya aturan tentang hukum jaminan, maka gadai termasuk lembaga jaminan tertua di Indonesia bersama dengan hipotik. Kedudukan pemegang gadai di sini lebih kuat dar pemegang fidusia, karena benda jaminan berada dalam penguasaan kreditur. Dalam hal ini, kreditur terhindar dari itikad jahat (te kwader trouw) pemberi gadai. Dalam gadai, benda jaminan sama sekali tidak boleh berada dalam penguasaan (inbezitstelling) pemberi gadai. 2

Di masa sekarang perusahaan pegadaian sangat berperan penting dalam permodalan usaha bagi masyarakat dalam hal ini dikenal dengan KCA (Kredit Cepat Aman), dengan ini menggunakan sistem gadai yang diberikan kepada semua golongan nasabah, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. KCA merupakan solusi terpercaya untuk mendapatkan pinjaman secara mudah, cepat dan aman.Untuk mendapatkan kredit nasabah hanya perlu membawa agunan berupa perhiasan emas, emas batangan, mobil, sepeda motor, laptop, handphone, dan barang elektronik lainnya, hal ini sangat mempermudah kalangan masyarakat dalam mendapatkan modal. Dalam beberapa praktek yang terjadi nasabah mengisi formulir pengajuan untuk menggadaikan suatu barang dan pihak pegadaian melakukan taksiran terhadap barang tersebut, setelah itu pihak pegadaian dengan cepat memberikan modal kepada nasabah tentunya hal ini yang sangat mudah dalam menggadaikan suatu barang di pegadaian.

2 Ibid., hlm. 4-5

(14)

Pada dasarnya gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan. Suatu hutang/kredit diberikan terutama atas dasar integritas/kepribadian debitur, kepribadian yang menimbulkan rasa percaya bagi kreditur bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pelunasannya dengan baik yang demikian itu sesuai dengan asal kata kredit (credere), yang tidak lain adalah kepercayaan. Akan tetapi, itu tidak dapat diabaikan keadaan kekayaan debitur pada saat meminjam yang selalu turut diperhitungkan oleh kreditur. Untuk lebih menyakinkan kreditur terhadap adanya kepastian tentang pelunasan pinjaman tersebut, maka selaku pihak kreditur akan meminta jaminan khusus kepada pihak peminjam atau debitur. Syarat sah perjanjian gadai adalah berpindahnya benda jaminan dari pemberi gadai kepada penerima gadai.

Manfaat utama yang diperoleh oleh nasabah yang meminjam dari Pegadaian adalah ketersediaan dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Di samping itu, mengingat jasa yang ditawarkan oleh Pegadaian tidak hanya jasa pegadaian, maka nasabah juga dapat memperoleh manfaat, penaksiran nilai suatu barang bergerak dari pihak atau institusi yang telah berpengalaman dan dapat dipercaya. Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya.

Praktek gadai tentunya sudah sering terjadi dan tidak asing lagi di kalangan masyarakat, dalam prakteknya masyarakat menggadaikan suatu barang yang

(15)

paling sering dijumpai adalah menggadaikan emas, dengan mengisi segala persyaratan yang telah ditentukan oleh pegadaian dengan mudah nasabah mendapatkan modal. Namun, dalam beberapa hal ketika barang agunan telah jatuh tempo dan pihak nasabah yang seharusnya membayar atau menebus barang agunan tersebut seringkali yang datang melakukan pembayaran barang agunan bukanlah pemilik barang atau pihak ketiga yang melakukan transaksi pembayaran di pegadaian, disinyalir adakalanya pihak ketiga atau bukan pemilik barang yang datang melakukan transaksi, dalam hal ini pihak pegadaian tetap menerima pembayaran nasabah walaupun dilakukan pihak ketiga tanpa adanya surat kuasa. hal ini perlunya diketahui penebusan jaminan gadai oleh pihak ketiga, ada kemungkinan melahirkan suatu perbuatan yang merugikan debitur pemberi jaminan gadai.

Dengan ini jika penebusan jaminan gadai oleh pihak ketiga dilaksanakan maka akan menimbulkan kurangnya keamanan jaminan gadai yang telah digadaikan di kantor Pegadaian, hal ini bisa mengakibatkan pihak nasabah mengalami kerugian jika barang jaminannya jatuh kepada orang yang tidak berhak terhadap barang jaminan tersebut, dan bisa juga mengakibatkan kerugian pada pihak pegadaian sendiri karena akan mendapatkan klaim dari pemilik asli atau hilangnya kepercayaan masyarakat pada pihak pegadaian.

(16)

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Penebusan Jaminan Gadai Oleh Pihak Ketiga Di Kota Makassar’’

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka, rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan hukum penebusan jaminan gadai oleh Pihak ketiga tanpa surat kuasa di Pegadaian Kota Makassar ?

2. Bagaimanakah Tanggung Jawab Pegadaian terhadap penebusan jaminan gadai tanpa surat kuasa oleh pihak ketiga ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mencapai sasaran maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaturan hukum penebusan jaminan gadai di Pegadaian Kota Makassar.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui Tanggung jawab pegadaian terhadap penebusan jaminan gadai tanpa surat kuasa oleh pihak ketiga.

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Hukum Perdata.

(17)

b. Memberikan sumbangan teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam hukum jaminan serta sistem gadai di dalam penggadaian.

2. Manfaat Praktis

a. Secara praktis, penulisan ini juga dapat memperluas dan meningkatkan pengetahuan penulis maupun masyarakat tentang penebusan jaminan gadai di pegadaian oleh pihak ketiga

b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat umum terutama pihak-pihak yang membutuhkan.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Jaminan

Rumusan atau definisi yang tegas tentang jaminan dalam Kitab Undang- Undang-undang tidak ditemukan. Diberbagai literature digunakan istilah zekerheid untuk jaminan dan zekerheidrecht untuk hukum jaminan atau hak

jaminan tergantung pada bunyi atau maksud kalimat yang bersangkutan; sebab reht dalam Bahasa Belanda dapat berarti hukum, hak atau keadilan, sedangkan hukum menurut Bahasa Inggris adalah law dan hak berarti right.

Istilah hukum jaminan mempunyai makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur dari pada hak kebendaan. Untuk menentukan rumusan jaminan adalah pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata yang mensyaratkan bahwa tanpa diperjanjikanpun seluruh harta kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan hutangnya.3

2.1.1 Pengertian Jaminan

Menurut Hadisoeprapto, bahwa Hukum jaminan ialah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jaminan di dalam pemberian kredit.

3 Frieda Husni Hasbullah. 2005. Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak yang Memberi Jaminan. Ind-Hill- co, Jakarta. Hal. 5

9

(19)

Jaminan ialah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 4

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, bahwa Jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.

Thomas Suyatno ahli perbankan, bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorag untuk menanggung pembayaran kebali suatu hutang”.

Adapun J. Satrio, berpendapat bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.

Menurut Hartono Hadisaputro, bahwa Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 5

2.1.2 Dasar Hukum Jaminan

Hukum jaminan yang mempunyai sifat kebendaan diatur dalam Buku II BW yang mempunyai sifat tertutup artinya para pihak tidak dimungkinkan untuk menciptakan sendiri hak-hak kebendaan baru selain yang sudah

4 Hartono Hadisoeprapto. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan. Liberty, Yogyakarta. Hal. 50

5 Frieda Husni Hasbullah. op.cit., hal. 5-6

(20)

ditetapkan dalam undang-undang, sehingga perangkat hukum benda ini harus rinci pengaturannya. 6

Jaminan dapat dibedakan dalam jaminan umum dan jaminan khusus, Pasal 1131 KUH Perdata mencerminkan suatu jaminan umum, sedangkan pasal 1132 KUH Perdata di samping sebagai kelanjutan dan penyempurnaan pasal 1131 yang menegaskan persamaan kedudukan para kreditur, juga memungkinkan diadakannya suatu jaminan khusus apabila diantara para kreditur ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan undang-undang maupun karena diperjanjinkan. 7

Pasal 1131 KUH Perdata Menyatakan Bahwa: “Segala kebendaan Si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Pasal 1131 BW merupakan jaminan umum karena meletak pada semua harta kekayaan dari debitur, Pasal 1131 BW merupakan jaminan yang lahir karena undang-undang, yaitu keberadaannya tidak perlu diperjanjikan. Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing

6 Trisadini Prasastinah Usanti & Leonara Bakarbessy. 2013. Buku Referensi Hukum Perbankan Hukum Jaminan. PT Revka Petra Media,, Surabaya. Hal 1

7 Frieda Husni Hasbullah. op.cit., hal. 7-8

(21)

kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah didahulukan”.

Pasal 1133 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Hak untuk di dahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotek”. Pasal 1134 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi dari pada yang lainnya, semata- mata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi dari pada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya.

2.1.3 Jenis-Jenis Jaminan

a. Jaminan Perorangan (Personal Guaranty)

Jaminan perorangan atau jaminan pribadi adalah jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban- kewajiban dari debitur. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban- kewajiban si berutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) pengetahuan si berutang tersebut.

Dalam jaminan perorangan selalu dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban si berutang, yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sampai suatu bagian (jumlah) tertentu, harta benda si

(22)

penanggung (penjamin) bisa disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan (eksekusi) putusan pengadilan. 8

Menurut Subekti Bahwa :

“Jaminan Perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur”.

Jaminan peroranggan dapat dilihat sebagai berikut 9 Jaminan Perorangan/Penanggungan (Borgtocht)

Borgtoch dalam Bahasa Indonesia disebut penjaminan atau penanggungan. Orangnya disebut borg atau penjamin atau penanggung.

Borgtocht diatur pada Pasal 1820 sampai dengan 1850 BW. Dimaksud

dengan penanggungan sebagaimana diatur pada Pasal 1820 BW adalah:

“Penanggungan ialah suatu persutujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bia debitur itu tidak memenuhi perikatannya.”

Perjanjian Penanggungan bersifat accessoir keberadaannya bergantung pada perjanjian pokoknya. Akibat hukum perjanjian perorangan antara kreditur dengan penjamn diatur pada Pasal 1831-1832 BW.10

b. Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debiturnya, atau antara

8 Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Prenada Media Group, Jakarta. Hal. 74

9 Frieda Husni Hasbullah. op.cit., hal. 11-12

10 Trisadini Prasastinah Usanti & Leonara Bakarbessy. op.cit., hal.111-112

(23)

kreditur dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur.

Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berutang (debitur). 11

Jaminan kebendaan melahirkan hak kebendaan (zakelijk recht) ialah hak mutlak atas suatu benda bahwa hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. 12

Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitur.

Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan seorang pihak ketiga. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyedirian atau penyediaan khusus itu, bagian dari kekayaan tadi seperti halnya dengan seluruh kekayaan si debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang debitur.

Pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditur tertentu.

11 Hermansyah. loc.cit.

12 Trisadini Prasastinah Usanti & Leonara Bakarbessy. op.cit., hal. 15

(24)

Memberikan kepada kreditur tersebut suatu privilege atau kedudukan istimewa terhadap kreditur lainnya. 13

Jaminan kebendaan dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Jaminan Gadai

Istilah lembaga hak jaminan “gadai” ini merupakan terjemahan kata Pand tau vuistpand (bahasa belanda), pledge atau pawn (Bahasa Inggris), Pfand atau faustpfand (Bahasa jerman). Dalam hukum adat istilah gadai ini disebut dengan cekelan. 14

Perumusan pengertian gadai diberikan dalam Pasal 1150 KUHPerdata sebagai berikut :

“gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.

2. Jaminan Fidusia

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang jaminan fidusia Nomor 42 Tahun 1999 “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda

13 Hermansyah. Loc.cit.

14 Rachmadi Usman. op.cit., hal 263

(25)

atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia

“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya”.15

Pada umumnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia itu adalah benda bergerak, yang terdiri atas benda dalam persediaan, benda dagangan,piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor.

3. Jaminan Hipotik (Hypotheek)

Pengaturan jaminan hipotik dapat ditemukan dalam KUH Perdata, yaitu pada Buku Kedua Titel Keduapuluh Satu Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232. Pasal 1162 KUH Perdata,yaitu: “Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan”.

Pasal 1167 KUH Perdata menyatakan, yaitu: “Benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik”. Pasal 1168 KUH Perdata menyatakan,

15 Undang-Undang Jaminan Fidusia

(26)

bahwa: “Hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani”.

Dengan demikian, sebagian besar objek hukum dalam jaminan hipotik adalah benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang dengan diberlakukannya UUPA dan UUHT, benda berupa tanah dan benda- benda lainnya yang terkait dengan tanah telah menjadi objek Hak Tanggungan. Sehubungan dengan itu, maka dapat ditafsirkan bahwa yang menjadi objek hukum dalam jaminan hipotik hanyalah benda- benda tetap lain yang bukan berupa tanah dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, misalnya kapal laut atau pesawat udara. 16

4. Jaminan Hak Tanggungan

Pengaturan mengenai jaminan Hak Tanggungan diatur dalam UUHT, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanh. Kelahiran UUHT didasarkan pula kepada pertimbangan untuk memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemberian kredit dengan membebankan hak atas tanah beserta benda-

16 Rachmadi Usman. op.cit., hal 301

(27)

benda yang berkaitan tanah sebagai jaminan kredit serta untuk menciptakan unifikasi hukum jaminan hak atas tanah.17

5. Resi Gudang

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 Tentang Resi Gudang yang dimaksud dengan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang Yang diterbitkan oleh pengelola Gudang. Resi gudang adalah surat berharga yang mewakili barang yang disimpan di gudang. Sebagai surat berharga, resi gudang juga dapat dialihkan atau diperjualbelikan di pasar yang terorganisasi (bursa) atau diluar bursa oleh pemegang resi gudang kepada pihak ketiga. Dengan terjadinya pengalihan resi gudang tersebut, kepada pemegang resi gudang yang baru diberikan hak untuk mengambil barang yang tercantum di dalamnya.18

Ada 2 (dua) bentuk dan jenis resi gudang, yaitu resi gudang dengan warkat adalah surat berharga yang kepemilikannya berupa sertifikat baik atas nama maupun atas perintah, sedangkan resi gudang tanpa warkat (scripless) adalah surat berharga yang kepemilikannya dicatat secara elektronis.19

17 Ibid., hal 305

18 Trisadini Prasastinah Usanti & Leonara Bakarbessy. op.cit., hal 114

19 Ibid., hal 125

(28)

2.2 Tinjauan Umum Jaminan Gadai

Mengenai gadai diatur dalam Buku II Bab Keduapuluh menurut pasal 1150 KUH Perdata definisi gadai adalah :

“Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu barang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan”.

Hak jaminan gadai diatur dalam Buku II KUH Perdata, yaitu dalam Bab Keduapuluh dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata. Karena benda-benda yang digadaikan menyangkut benda-benda bergerak, maka ketentuan pasal-pasal tersebut dinyatakan masih berlaku.

2.2.1 Pengertian Gadai (Pand)

Dasar Hukum dari Gadai adalah terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke II tentang Benda Pasal 1150 sampai dengan 1160 Titel ke 20.

Apabila debitur menyodorkan benda miliknya berupa benda bergerak dan disetujui oleh kreditur, maka perjanjian jaminan kebendaan yang dipergunakan adalah perjanjian jaminan gadai. Berarti perjanjian jaminan gadai ini dibuat dalam rangka untuk memperbaiki posisi piutangnya kreditur agar supaya

(29)

menduduki posisi sebagai piutang istimewa yang memiliki ciri preferensi, yakni bahwa piutang ini ditegaskan oleh Pasal 1150. 20

Gadai adalah suatu hak kebendaan yang bersifat assessoir, yang diberikan oleh pihak pemberi gadai (debitur) kepada pemegang gadai (kreditur) sebagai jaminan atas pembayaran utang-utangnya, dengan menyerahkan benda objek gadai tersebut ke dalam kekuasaan pemegang gadai (kreditur) atau ke dalam kekuasaan seorang pihak ketiga yang disetujui oleh kedua belah pihak.21

Pasal 1150 KUH Perdata merumuskan sebagai berikut :

“Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu barang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan”.

Pand sebagai perjanjian bersifat accessoir, artinya perjanjian pand diadakan sebagai tambahan (supplement) dari perjanjian pokok yaitu hutang piutang (kredit) dengan demikian berarti bahwa perjanjian pand tidak dapat merupakan perjanjian yang berdiri sendiri terlepas dari perjanjian pokok. Perjanjian ini diadakan dengan maksud untuk menjaga jangan sampai si berutang (debitur) itu lalai membayar. 22

Dari perumusan pasal 1150 KUH Perdata tersebut dapat diketahui, bahwa;

20 Moch. Isnaeni. 2016. Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan. PT Revka Petra Media, Surabaya. Hal 198

21 Munir Fuady.2016 Konsep Hukum Perdata. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Hal 128

22 Hadisoeprapto. op.cit., hal 56

(30)

1. Gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu;

2. Gadai memberikan hak didahulukan (voorrang, preferensi, droit de preference) kepada pemegang hak gadai atas kreditur-kreditur lainnya

atas piutangnya;

3. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur pemeganng gadai untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan melalui pelanggan umum atas barang-barang yang digadaikan setelah dikurangi biaya-biaya lelang dan biaya lainnya yang terkait dengan proses lelang.23

Timbulnya hak gadai pertama-tama adalah karena diperjanjikan. Perjanjian tersebut memang dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dan dipertegas dalam Pasal 1133 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak-hak istimewa, hak gadai dan hak hipotik.

Perjanjian itu melibatkan dua pihak yaitu pihak yang menggadaikan barangnya dan disebut pemberi gadai atau debitur dan pihak yang menerima jaminan gadai dan disebut juga penerima/pemegang gadai atau kreditur. 24

23 Rachmadi Usman. op.cit., hal 263-264

24 Frieda Husni Hasbullah. op.cit., hal. 23

(31)

Dari ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata, yang antara lain kata- katanya menyatakan gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya, maka subjek hukum dalam gadai tersebut, yaitu pihak yang ikut serta dalam membuat/mengadakan suatu perjanjian gadai.

Objek gadai berupa kebendaan bergerak, yang dapat dibedakan atas: (1) kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk); dan (2) kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga.

Piutang yang belum ada, tetapi sudah diperjanjikan dalam perjanjian utang piutang atau hubungan hukum yang serupa dapat pula dijadikan sebagai objek hak gadai.

2.2.2 Subjek dan Objek Dalam Perjanjian Gadai 1. Subjek Gadai

Pengertian Subjek menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah pokok pembicaraan, pokok bahasan, bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara pokok kalimat, pelaku contoh dalam pengkajian itu manusia dapat berperan sebagai subjek di samping sebagai objek pengkajian.

Subjek hukum dalam gadai, yaitu pihak yang ikut serta dalam membuat/mengadakan suatu perjanjian gadai. Pihak mana terdiri atas 2(dua) pihak,yatu: (1) pihak yang memberikan jaminan gadai, dinamakan pemberi gadai (pandgever);dan (2) pihak yang menerima jaminan gadai, dinamakan penerima

(32)

gadai (pandnemer). Berhubung kebendaan jaminannya berada dalam tangan atau penguasaan kreditur atau pemberi pinjaman, maka penerima dinamakan juga pemegang gadai. Namun atas kesepakatan bersama antara debitur dan kreditur, barang-barang yang digadaikan berada atau diserahkan kepada pihak ketiga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata, maka pihak ketiga tersebut dinamakan pula sebagai pihak ketiga pemegang gadai. 25

2. Objek Gadai

Pengertian Objek menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan,benda, hal dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan , dan sebagainya.

Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata, maka jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum dalam gadai.

Pasal 1150 KUH Perdata antara lain menyatakan :

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak”

Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata antara lain dinyatakan :

“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa timbul dengan cara menyerahkan gadai itu kepada kekuasaan kreditur atau orang yang memberikan gadai itu kepada kekuasaan kreditur atau orang yang memberikan gadai atau yang dikembalikan atas kehendak kreditur”

25 Rachmadi Usman. op.cit., hal 266

(33)

Pasal 1153 KUH Perdata antara lain menyatakan :

“Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tidak berwujud kecuali surat- surat tunjuk atau surat-surat bawa lahir dengan pemberitahuan mengenai penggadaian itu kepada orang yang keepadanya hak gadai itu harus dilaksanakan”

Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata antara lain menyatakan:

“jika suatu piutang digadaikan dan piutang itu menghasilkan bunga, maka kreditur berhak memperhitungkan bunga piutang tersebut untuk dibayarkan kepadanya”

Objek gadai berupa kebendaan bergerak, yang dapat dibedakan atas: (1) kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk); dan (2) kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga. Surat-surat berharga tersebut bermacam-macam tergantung kepada jenis klausulnya, yaitu:

(1) surat berharga atas pengganti (aan order, to bearer); (2) surat berharga atas pembawa (tunjuk) (aan toonder, to bearer); dan (3) surat berharga atas nama (op naam).26

Benda-benda yang dapat dijadikan jaminan dalam Pand antara lain deposito, promes, wesel, ceel, konosemen, obigasi, saham, perhiasan, persediaan barang-barang tertentu misalnya stock tembakau, cengkeh dan lain- lain, kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Di mana secara garis besar dapat dikatakan bahwa benda-benda yang dijadikan jaminan gadai adalah :

26 Ibid., hal 269

(34)

1. Benda bergerak yang berujud.

2. Benda bergerak yang tidak berujud, yaitu yang berupa pelbagai hal untuk mendapatkan pembayaran uang, yaitu yang berujud surat-surat piutang yang aan-toonder (atas petunjuk), aan-order (atas pengganti) serta opnaam (atas nama). 27

Objek gadai ini adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi menjadi dua macam yaitu, benda bergerak berujud dan tidak berujud. Benda bergerak berujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda bergerak berujud, seperti emas, arloji, sepeda motor, dan lain-lain.

Benda bergerak yang tidak berujud, seperti piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang. 28

2.2.3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Jaminan Gadai Menurut Rachmadi Usman 29:

Hak Pemberi Gadai :

1. Berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau mundur sebagai akibat dari kelalaian pemegang gadai;

2. Berhak mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang gadaia apabila barang gadai akan dijual;

27 Hartono Hadisoeprapto. loc.cit.

28 Salim HS. 2011. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hal 37-38

29 Racmadi Usman. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika, Jakarta. Hal 133

(35)

3. Berhak mendapatkan kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi dengan pelunasan utangnya;

4. Berhak mendapat kembali barangg yang digadaikan apabila utang- utangnya dibayar lunas.

Kewajiiban Pemberi Gadai :30

1. Berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dipertanggunggkan sampai pada waktu hutang dilunasi, baik yang mengenai jumah pokok maupun bunga;

2. Bertanggung jawab atas pelunasan utangnya, terutama dalam hal penjuaan barang yang digadaikan;

3. Berkewajiban membrikan ganti kerugian atas biaya-biaya yang telah dieluarkan oleh pemegang gadai unuk menyelamatkan barang digadaikan.

4. Apabila setelah diperjanjikan sebelumnya, pemberi gadai harus menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang yang digadaikan tersebut.

Hak Pemegang Gadai :

1. Menahan benda yang digadaikan (hak retentie) selama debitur/ pemberi gadai belum munasi utang pokok maupun bunga dan biaya-biaya utang lainnya;

30 Ibid.,

(36)

2. Mengambil pelunasan dari hasil pendapatan penjualan kebendaan yang digadaikan, penjualannya mana baik dilakukan atas dasar parate eksekusi maupun putusan pengadilan;31

Hal ini tertuang dalam Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi:

’’Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai cidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat- syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambi pelunasan sejumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut”. 32

3. Mendapatan penggantian seluruh biaya perawatan barang yang digadaikan guna keselamatan barang gadainya;33

4. Kreditur berhak menjual benda bergerak milik debitur melalui perantara Hakim dan disebut rieel executie.

Mengenai hal ini Pasal 1156 KUHPerdata merumuskannya sebagai berikut :

“Bagaimanapun, apabila si berhutang atau si pemberi gadai cidera janji, si berhutang dapat menuntut di muka hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya, ataupun hakim atas tuntutan si berpiutang, dapat mengabulkan bahwa barang gadai akan tetap pada si berpiutang untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan hingga sebesar utangnya beserta bunga dan biaya”.34

31 Rachmadi Usman. Hukum Kebendaan. op.cit., hal 277

32 Frieda Husni Hasbullah. op.cit., hal. 35

33 Rachmadi Usman. Op.cit., hal 277

34 Frieda Husni Hasbullah. Op.cit., hal 35

(37)

5. Jika piutang yang digadaikan menghasilkan bunga, maka kreditur pemegang gadai berhak atas bunga benda gadai tersebut dengan memperhitungkannya dengan bunga utang yang seharusnya dibayarkan kepadanya atau kalau piutangnya tidak dibebani dengan bunga, maka bunga benda gadai yang diterima kreditur pemegang gadai dikurangkan dari pokok utang. 35

Kewajiban Pemegang Gadai :

1. Bertanggung jawab atas hilang atau berkurangnya nilai barang yang digadaikan yang diakibatan oleh karena kelalaian pemegang gadainya;

2. Berkewajiban memberitahukan kepada debitur pemberi gadai apabila ia bermaksud hendak menjual barang yang digadaikan kepada debitur pemberi gadai dengan melalui sarana pos, telekomunikasi, atau sarana komunikasi lainnya;

3. Berkewajiban untuk mengembalikan barang yang digadaiian setelah utang pokok beserta dengan bunga dan biaya-biaya lainnya telah dilunasi oleh debtor pemberi gadai;

4. Pemegang dilarang untuk menikmati barang yang digadaikan dan pemberi gadai berhak untu menuntut pengembalian barang yang digadaikan dari tangan pemegang gadai bila pemegang gadai menyalahgunakan barang yang digadaikan;

35 Rachmadi Usman. Op.cit., hal 277

(38)

5. Berkewajiban memberikan peringatan (somasi) kepada debitur pemberi gadai telah lalai memenuhi kewajiban membayar pelunasan piutangnya;

6. Berkewajiban menyerahkan daftar perhitungan hasil penjualan barang gadai dan sesudahnya kreditur pemegang gadai dapat mengambil bagian jumlah yang merupakan bagian dari pelunasan piutangnya.36

2.2.4 Sifat-SIfat Gadai

Hak gadai memiliki sifat kebendaan pada umumnya yaitu hak absout droit de suite, droit de preference, hak menggugat, dan lain-lain.

Menurut ketentuan Pasal 528 KUH Perdata bahwa :“Atas sesuatu kebendaan seseorang dapat mempunyai suatu kedudukan berkuasa (bezit), hak milik (eigendom), hak waris, hak pakai hasil, hak pengabdian tanah, hak gadai ataupun

hipotik”.

Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata Menyatakan bahwa :

“Apabila barang gadai hilang dari tangan penerima gadai atau kecurian, maka ia berhak menuntutnya kembali sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata’’.

Pasal ini mencerminkan adanya sifat droit de suite karena hak gadai terus mengikuti bendanya ditangan siapapun. Demikian juga di dalamnya terkandung suatu hak menggugat karena si penerima gadai berhak menuntut kembali barang yang hilang tersebut.

36 Ibid., hal 276-278

(39)

Menurut Pasal 1133 jo Pasal 1150 KUH Perdata bahwa :

Gadai mempunyai sifat yang didahulukan (droit de preference) artinya memberikan kekuasaan kepada seorang kreditur untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang secara didahulukan daripada kreditur lainnya. 37

Hak Gadai memiliki sifat khusus antara lain sebagai berikut :

1. Accessoir, yaitu berlakunya hak gadai tergantung pada ada atau tidaknya perjanjian pokok atau hutang-piutangnya artinya, jika perjanjian hutang- piutang sah, makka perjanjian gadai sebagai perjanjian tambahan juga sah, maka perjanjian gadai juga tidak sah. Dengan demikian jika perjanjian hutang- piutang beralih, maka hak gadai otomatis juga beralih; tetapi sebaliknya, hak gadai tak dapat dipindahkan tanpa berpindahnya perjanjian hutang-piutang.

Dan jika karena satu alasan tertentu perjanjian gadai batall, maka perjanjian hutang-piutang mash tetap berlaku asal dibuat secara sah.

2. Berdasarkan ketentuan Pasal 1160 KUHPerdat, barang gadai tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), sekalipun utangnya diantara para waris si berhutang atau diantara para waris si berpiutang dapat dibagi-bagi. Dengan demikian gadai meliputi seluruh benda sebagai satu kesatuan; artinya sebagian hak gadai tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagai hutang.

3. Barang yang digadaikan merupakan jaminan bagi pembayaran kembali hutang debitur kepada kreditur. Jadi barang jaminan tidak boleh dipakai,

37 Frieda Husni Hasbullah. op.cit., hal. 26

(40)

dinikmati apalagi dimiliki; kreditur hanya berkedudukan sebagai houder bukan burgerlijke bezitter.

4. Barang gadai berada dalam kekuasaan kreditur atau penerima gadai sebagai akibat adanya syarat inbezitstelling. Syarat inbezitstelliing yang dimaksud di atas dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1150 dan 1152 KUH Perdata dan merupakan syarat utama untuk sahnya suatu perjanjian gadai. Namun sebelum benda-benda diserahkan oleh debitur kepada kreditur, perjanjian gadai akan selalu didahului dengan suatu perjanjian pokok atau perjanjian hutang-piutang karena tanpa perjanjian pokok,maka perjanjian gadai sebagai perjanjian accesssoir tidak akan terjadi. Kemudian benda yang diserahkan haruslah

berupa benda bergerak apakah itu berwujud ataupun tidak berwujud.

Sedangkan orang yang menggadaikan atau debitur adalah orang yang cakap atau berhak melakukan tindakan hukum. Dengan demikian orang yang masih dibawah umur (anak-anak), atau yang berada di bawah perwalian dan di bawah pengampuan, tidak dibenarkan menggadaikan sendiri barang- baranggnya. Jika hal itu dilakukan juga, maka berakibat dapat dimintakan pembatalan.38

2.2.5 Hapusnya Gadai

Pada dasarnya eksekusi barang jaminan gadai dilakukan dengan penjualan di muka umum melalui pelelangan dengan meminta bantuan kantor/badan

38 Ibid., hal. 27-28

(41)

lelang. Namun berdasarkan parate eksekusi (parate executie), maka kreditur/pemegang gadai mempunyai wewenang penuh tanpa melalui pengadilan untuk mengekseusi barang jaminan. Hal ini dapat dilakukan bilamana sebelumnya hal tersebut sudah dijanjikan.

Berkenaan dengan sebab-sebab berakhir atau hapusnya jaminan gadai, KUH Perdata tidak mengatur secara khusus. Namun demikian, berdasarkan pasal-pasal KUH Perdata yang mengatur mengenai lembaga hak jaminan gadai dapat diketahui hal yang menjadi dasar bagi hapus atau berakhirnya jaminan gadai tersebut, yaitu ;

1) hapusnya perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluan yang dijamin dengan gadai, yang dikarenakan pelunasan utang, perjumpaan utang (kompensasi), pembaruan utang (novasi), atau pembebasan utang;

2) lepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreitur pemegang hak gadai, dikarenaan terlepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditur pemegang gadai, dilepaskannya benda gadai secara sukarela oleh pemegangnya, atau hapusnya benda yang digadaikan;

3) terjadinya percampuran, di mana pemegang gadai sekaligus juga menjadi pemilik barang yang digadaikan;

4) terjadinya penyalahgunaan barang gadai oleh kreditur pemegang gadai.39

39 Rachmadi Usman. op.cit., hal 295-296

(42)

Hak gadai hapus apabila benda jaminan keluar dari kekuasaan si pemegang gadai, pasal 1152 ayat 3 KUH Perdata. Hak gadai hapus apabila perjanjian pokoknya hapus. Sebab gadai itu merupakan perjanjian yang accessoir sehingga adanya tergantung daripada adanya perjanjian pokok.

Pasal 1152 BW bahwa Hak gadai atas barang bergerak yang berwujud dan atas piutang bawa timbul dengan cara menyerahkan gadai itu kepada kekuasaan kreditur atau orang yang memberikan gadai atau yang dikembalikan atas kehendak kreditur. Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari kekuasaan pemegang gadai. Namun bila barang itu hilang, atau diambil dari kekuasaannya, maka ia berhak untuk menuntutnya kembali menurut pasal 1977 alinea kedua, dan bila gadai itu telah kembali, maka hak gadai itu dianggap tidak pernah hilang. 40

2.3 Penebusan Jaminan Gadai Oleh Pihak Ketiga

Setiap nasabah atau pemberi gadai yang ingin mendapatkan pinjaman uang dari lembaga pegadaian, nasabah tersebut harus menyampaikan keinginan kepada penerima gadai dengan menyerahkan objek gadai kepada penaksir gadai. Penaksir gadai merupakan orang yang ditunjuk oleh lembaga pegadaian untuk menaksir objek gadai, yang meliputi kualitas barang gadai, beratnya, dan besarnya nilai taksiran dan nilai pinjamannya. 41

40 Ronald Saija. 2016. Hukum Perdata. Deepublish. Yogyakarta. 29

41 Salim HS. op.cit., hal 39

(43)

Ketentuan bentuk perjanjian gadai dilihat dalam Pasal 1151 KUH Perdata, Pasal 1151 KUH Perdata berbunyi :

“Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya.’’

Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian pemberian kredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta otentik. Di dalam praktinya, perjanjian gadai ini dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai. Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian secara sepihak.42

Dalam hal ini, hak milik merupakan hak kebendaaan dan karenanya (sebagai hak kebendaan) mempunyai droit de suite.43 Dalam hal ini, terjadi kasus penebusan jaminan gadai oleh pihak ke- 3 (tiga), dikarenakan SBK (Surat Bukti Kredit berada di tangan pihak ke-3 (tiga) maka pihak ke- 3 (tiga) melakukan penebusan jaminan gadai. Namun sesuai dengan Pasal 1977 KUH Perdata yang menentukan bahwa barang siapa yang mengusai surat bukti jaminan barang bergerak dianggap sebagai pemilik . ketentuan dari Pasal 1977

42 Ibid., hal 44

43 Sartika Anggriani Djaman. 2013. ’’Penerapan Klausula Baku Pada Perjanjian Gadai Pada PT.

PEGADAIAN (PERSERO)”. Lex et Societatis, Vol.I/No.1

(44)

KUH Perdata ini juga dianut oleh Perum Pegadaian dalam menyelasaikan masalah penggunaan SBK (Surat Bukti Kredit) oleh orang yang tidak berhak.

Pasal 1977 menyatakan bahwa :

“Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Namun demikian, siapa yang kehilangan atau kecurian sesuatu barang di dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari hilangnya atau dicurinya barang itu, dapatlah ia menuntut Kembali barangnya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya, dari siapa yang dalam tangannya ia ketemukan barangnya, dengan tak mengurangi hak si yang tersebut belakangan ini untuk minta ganti rugi kepada orang dari siapa ia memperoleh barangnya, lagi pula dengan tak mengurangi ketentuan dalam pasal 582”.

2.3.1 Pengertian Penebusan Jaminan Gadai

Penebusan jaminan gadai yaitu adanya pembayaran atau pelunasan utang terhadap barang yang digadaikan kepada pihak kreditur, dengan hal ini adanya pelunasan utang, maka setelah adanya penebusan jaminan gadai maka barang yang digadaikan Kembali kepada pihak debitur setelah pelunasan utang tersebut.

2.3.2 Pengertian Pihak Ketiga

Dari ketentuan dalam pasal 1150 KUH perdata, yang antara lain kata- katanya menyatakan gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang lain atas Namanya, maka subjek hukum dalam gadai tersebut, yaitu pihak yang ikut serta dalam membuat/mengadakan suatu perjanjian gadai. Pihak mana terdiri atas dua piha, yaitu :

(45)

- Pihak yang memberikan jaminan, dinamakan pemberi gadai (pandgever);

- Pihak yang menerima jaminan gadai, dinamakan penerima gadai (pandnemer)

Berhubung kebendaan jaminannya berada dalam tangan atau penguasaann kreditur atau pemberi pinjaman, maka penerima gadao di namakan juga pemegang gadai. Namun atas kesepakatan bersama antara debitur dan kreditur, barang-barang yang digadaikan berada atau diserahkan kepada pihak ketiga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata, maka pihak ketiga tersebut dinamakan pula sebagai pihak ketiga pemegang gadai.44

2.4 Surat Kuasa

Surat kuasa adalah surat yang berisi pelimpahan wewenang dari seseorang atau pejabat tertentu kepada seseorang atau pejabat lain. Pelimpahan wewenang dapat mewakili pihak yang memberi wewenang dalam urusan pribadi, bisnis, ataupun masalah hukum yang berisikan pemberian kuasa kepada seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah dikuasakan kepadanya.

Surat Kuasa adalah surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu sedangkan Pemberian Kuasa (lastgeving,

44 Racmadi Usman, Op.Cit Hal. 266

(46)

Bid) adalah pemberian kewenangan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas nama si pemberi kuasa.45

Pemberian kuasa merupakan perjanjian yang objeknya jasa penerima kuasa untuk mewakili urusan pemberi kuasa, baik segala urusan atau urusan tertentu secara khusus. Pemberian kuasa dibagi dua, yaitu kuasa umum meliputi kegiatan mengurus dan kuasa khusus yang berkaitan dengan pemindahan hak, penjaminan dan perbuatan lain yang dilakukan oleh pemilik.46

2.4.1 Pemberian Kuasa

Pemberian Kuasa merupakan perjanjian Cuma-Cuma. Dalam perjanjian arti perjanjian ini secara hukum adalah gratis, yakni penerima kuasa tidak diberikan imbalan, kecuali diperjanjikan imbalan oleh para pihak.

Pemberian kuasa dilakukan secara lisan, tertulis di bawah tangan atau autentik, bahkan diam-diam. Dalam perjanjian pemberian kuasa diberikan hak kepada penerima kuasa untuk menunjuk kuasa lain (kuasa substitusi) untuk mengerjakan pekerjaan yang dikuasakan kepadanya, baik pilihannya sendiri atau pilihan pemberi kuasa. Artinya pemberi kuasa dapat menentukan bahwa apabila akan mengalihkan kuasanya kepada orang lain maka diberikan kepada orang telah ditentukan oleh pemberi kuasa. Berbeda dari perjanjian pada

45 Jurnal Liliana Tedjosaputro, Kajian Hukum Pemberian Kuasa Sebagai Perbuatan Hukum Sepihak dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 13/No. 2/Oktober 2016

46 Ahmadi Miru & Sakka Pati, 2020, Hukum Perjanjian Penjelasan Makna Pasal-Pasal Perjanjian Bernama dalam KUH Perdata BW, Jakarta, Sinar Grafika. Hal. 199

(47)

umumnya yang tidak dapat ditarik Kembali secara sepihak . pemberian kuasa dapat ditarik secara sepihak, dan penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan syarat tertentu yang diatur dalam pasal-pasal tentang pemberian kuasa.

Dalam Pasal 1792 menyatakan bahwa :

“pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas Namanya menyelenggarakan suatu urusan”47

Hak Menguasai atau Kedudukan Berkuasa (Bezit), mengenai bezit itu termasuk hal yang paling sukar dalam setiap hak itu ada yang berhak, misalnya:

setiap hak milik ada pemiliknya, setiap vruchtgebruik ada vructgerbruiker-nya, setiap piutang ada crediteur-nya. Juga di samping setiap hak itu ada seorang yang bertindak seolah-olah berhak atas hak-hak tersebut. Di samping setiap hak itu ada bayangannya, yaitu bezit dari hak itu. Karenanya, misalnya di samping hak milik itu ada bezit dari hak milik, di samping hak piutang atas bezit dari hak piutang. 48

Atas suatu benda yang tidak diketahui pemiliknya secara pasti seorang pemegang kedudukan berkuasa dapat dianggap sebagai pemilik dari kebendaan tersebut.

47 Ibid., Hal 199-200

48 Rachmadi Usman, Op.cit., Hal 139-140

(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian penulis yaitu di Pegadaian Kota Makassar terhadap penebusan jaminan gadai oleh pihak ketiga.

3.2 Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian yuridis empiris, atau disebut dengan penelitian lapangan yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya dalam masyarakat. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan setelah data yang dibutuhkan tekumpul kemudian menuju kepada identifikas masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.

3.3 Jenis dan Sumber Data 1. Data primer

Sumber data yang diperoleh langsung dari responden di lapangan, dalam hal ini didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak Pegadaian Kota Makassar.

39

(49)

2. Data sekunder

Sumber data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan melalui berbagai literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Wawancara yakni percakapan langsung dengan responden untuk mendapatkan data dan informasi primer.

a. Wawancara dengan pihak Pegadaian Kota Makassar, b. Wawancara dengan Nasabah Pegadaian Kota Makassar.

3. 5 Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari penelitian lapangan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriftif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian di lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.

(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaturan Hukum Penebusan Jaminan Gadai Oleh Pihak Ketiga Tanpa Surat Kuasa di Pegadaian Kota Makassar

Unit Pegadaian Cabang Sukaria (UPC) yang terletak di Jl. Sukaria Kota Makassar merupakan badan usaha milik negara yang meminjamkan uang dengan menerima barang sebagai jaminan dari peminjamnya, dalam hal ini barangnya berupa perhiasan (emas) atau barang-barang rumah tangga (barang elektronik, dan lainya). Pegadaian Cabang Sukaria didirikan agar masyakat sekitar bisa melakukan pinjaman yang dapat dijangkau dengan mudah oleh warga sekitar.

Pada UPC Pegadaian melayani Gadai Flexi, Gadai, Kreasi, Krasida, EmasKu, Mulia, MPO (Pembelian dan Pembayaran Tagihan Telepon, Listrik, Air, Tiket, Internet, TV Berbayar, Pembayaran Iuran BPJS, dll).

Kantor PT Pegadaian persero ini menyediakan berbagai layanan terkait dengan produk-produk PT Pegadaian. Layanan produk PT Pegadaian yang tersedia mulai dari investasi emas pegadaian, cek harga emas pegadaian, tabungan emas, pendaftaran pegadaian digital atau pegadaian online, Kredit Cepat Aman (KCA) pegadaian, pegadaian syariah dan lainnya. Pada kantor ini juga nasabah bisa mengajukan pinjam uang atau kredit dengan jaminan mulia yang merupakan salah satu produk pegadaian untuk cicil emas batangan, surat BPKB kendaraan motor atau mobil, surat tanah dan lainnya.

41

(51)

Pada fokus penelitian penulis yaitu gadai emas dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh pegadaian sebagai berikut :

1. Membawa KTP atau kartu identitas yang masih berlaku 2. Menyerahkan barang jaminan

3. Barang jaminan ditaksir oleh penaksir

4. Jumlah uang pinjaman ditawarkan ke nasabah 5. Nasabah menandatangani surat bukti gadai (SBG) 6. Uang pinjaman diterima oleh nasabah tunai atau transfer.

Berdasarkan prosedur tersebut di atas maka penulis ingin menjelaskan bahwa :

1. Dalam prosedur dengan ketentuan membawa KTP hal ini dilakukan artinya yaitu Si debitur dapat diketahui identitasnya sebagai pemberi gadai.

2. Si debitur dengan menyerahkan barang jaminan hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1150 KUHPerdata.

3. Ketika si debitur telah menyerahkan barang jaminan, barang objek jaminan tersebut ditaksir untuk mengetahui nilai objek jaminan, dan ketentuannya nilai pinjaman harus lebih tinggi dari pada nilai utang yang akan diambil.

4. Jumlah uang pinjaman yang ditawarkan ke nasabah (debitur) selalu lebih rendah dari pada nilai objek pinjaman.

5. Nasabah menandatangani Surat Bukti Gadai sebagai bukti bahwa Nasabah (debitur) menyetujui jumlah angsuran beserta bunga dan waktu jatuh tempo perjanjian gadainya.

Referensi

Dokumen terkait

The number of people travelling to the region from Finland can also be considered exceptional in the sense that jihadist activism has been very modest in every measure in this

Misbilbul diatas tentunya yang perlu diingat adalah cara kita dalam menentukan alat peraga yang cocok dengan kriteria yag ada seperti ketersesuaian dengan tujuan

Pusat Pertunjukan dan Interaksi Komunitas Musik Kaum Muda di Yogyakarta ini juga menyediakan fasilitas Studio band untuk latihan yang akan sangat menunjang para musisi

Peneliti akan melihat bagaimana mengukur efektivitas penyampaian pesan komunikasi Marinyanyi pada para guru TK Swasta di Kota Sleman,Yogyakarta melalui portal web, oleh karena itu

Berdasarkan hasit pembahasan yang tetah peneliti kemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penataan PKL di pasar Bambu Kuning kota Bandar Lampung betum efektif

Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh metode pembelajaran Listening Team

(2) Jika pengecualian ditarik balik mengikut subperenggan (1), pengecualian yang diberikan di bawah subperenggan 3(1) berkenaan dengan apa-apa amaun pendapatan

Khususnya di Indonesia, data Kementrian PUPR menyebutkan bahwa sekitar 9,12% rumah tangga dari 64,1 juta rumah tangga tinggal di dalam kondisi rumah yang tidak layak huni dan