8 BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1 Kajian Relevan
Penelitian ini membutuhkan riset yang cocok dan berkaitan pada penelitian mengenai penggunaan model pembelajaran berbasis proyek materi menulis teks deskripsi siswa kelas VII SMP. Berikut paparan kajian relevan yang peneliti gunakan dalam penelitiannya;
1. Penelitian yang dilaksanakan oleh Fauzhiatun Azhima (2022) berjudul artikel
“Model Project Based Learning dalam Menulis Teks Eksplanasi” untuk mengetahui keterampilan siswa ketika menulis teks eksplanasi menggunakan bantuan model PjBL. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Persamaan yang didapatkan peneliti yaitu model dan metode yang diterapkan.
Hasil penelitian memperlihatkan keberhasilan model PjBL dalam menulis teks eksplanasi terhadap siswa. Kontribusi penelitian ini membuat peneliti mudah memahami konsep penggunaan model pembelajaran PjBL saat pembelajaran menulis teks eksplanasi. Sedangkan peneliti akan melaksanakan penelitian untuk menerapkan model PjBL pada materi menulis teks deskripsi.
2. Penelitian Hilman Yusra (2022) berjudul artikel “Pengaruh Penalaran Siswa terhadap Kemampuan Menulis Teks Deskripsi dalam Pembelajaran PjBL”
tujuannya adalah menguji pengaruh model PjBL terhadap kemampuan menulis teks deskriptif siswa, pengaruh model PjBL terhadap kemampuan menulis teks deskriptif siswa bernalar tinggi, pengaruh model PjBL terhadap kemampuan menulis teks deskriptif siswa bernalar rendah. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan dua variabel. Metode yang
3. digunakan adalah eksperimen. Hasil penelitian terlihat bahwa adanya pengaruh penerapan model PjBL dengan keterampilan siswa menulis teks deskriptif.
Dalam simpulannya peneliti menyatakan bahwa untuk hasil belajar, model PjBL lebih unggul dari model konvensional. Sehingga disarankan untuk memakai model PjBL ketika pembelajaran menulis teks deskripsi. Kontribusi penelitian ini adalah penggunaan model yang sama dan materi yang digunakan sama, walaupun pendekatan yang digunakan berbeda, namun hasil yang diperoleh terdapat pengaruh dan melalui saran yang disampaikan setidaknya menggambarkan keberhasilan model PjBL untuk kemampuan menulis teks deskriptif siswa.
4. Penelitian Poni Fera, Kamarudin, dan Rustam (2022) berjudul artikel “Model Pembelajaran Project Based Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kreatif dalam Menulis Teks Puisi di SMP” tujuannya adalah keberhasilan model PjBL guna mengembangkan kemampuan berfikir kreatif peserta didik saat menulis teks puisi. Pendekatan yang berlaku adalah kualitatif.
Jenis penelitian kualitatif yang dipakai ialah fenomenologi dengan metode deskriptif untuk menjabarkan pelaksanaan model PjBL sesuai dengan sintak dalam pembelajaran menulis teks puisi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwasanya model PjBL mampu mengembangkan keterampilan berfikir kreatif siswa SMP, namun terdapat kendala dalam menerapkannya karena ada beberapa langkah yang tidak terlaksana. Kontribusi penelitian ini adalah model yang digunakan sama sehingga peneliti dapat menjadikan gambaran dalam pelaksanaan sintaknya. Selanjutnya pendekatan yang dipakai sama yaitu kualitatif dengan metode deskriptif.
5. Penelitian Dea Vista Febrianika, Trikinasih Handayani, dan Dewi Partini (2022) dengan judul artikel “Penerapan Model Pembelajaran PjBL untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Paragraf pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas IV A SDN 187/II Kuning Gading” tujuan penelitian adalah menerapkan rangkaian proses model pembelajaran PjBL guna meningkatkan keterampilan menulis paragraf pada mata pelajaran bahasa Indonesia di Kelas IV A SDN 187/II Kuning Gading. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan dua siklus. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan tes. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) mampu meningkatkan keterampilan menulis paragraf peserta didik kelas IVa. Nilai rata-rata keterampilan menulis paragraf pada Siklus I memperoleh nilai 72,02% dengan hasil belajar 74,00%, kemudian Pada Siklus II memperoleh nilai rata-rata keterampilan menulis paragraf 85,66% dengan hasil belajar 86,00%. Kontribusi penelitian ini adalah model yang digunakan oleh peneliti sama dengan yang akan dilakukan dalam penelitian ini sehingga peneliti dapat gambaran untuk melaksanakan model PjBL.
6. Penelitian Dwi Wulandari (2021) berjudul penelitian “Penerapan Project Based Learning dalam Pengajaran Descriptive Writing untuk Siswa Muda Mandiri
Semarang” tujuan penelitian ini adalah melihat bagaimana PjBL dapat digunakan ketika pembelajaran menulis deskriptif siswa SMM Arrido Semarang.
Metode yang digunakan peneliti dengan diadakannya pelatihan PjBL dalam penulisan descriptive writing dari kelas X, XI, dan XII sebanyak 25 orang. Data didapatkan lewat observasi aktif dan post test. Hasil penelitian memperlihatkan
dua kesimpulan utama. Pertama, bahwa penerapan PBL untuk pembelajaran di SMM sangat sesuai karena siswa bisa bereksplorasi secara mandiri dalam pembelajaran. Mereka juga bisa lebih kreatif dan berfikir kritis terhadap persoalan yang mereka angkat. Kedua, konsep PjBL ini juga sesuai digunakan dalam penulisan deskriptif karena dengan brainstorming dan diskusi bisa menjadi motivasi intrinsik siswa sehingga proses penulisan bisa lebih lancar karena siswa mendapatkan masukan yang positif.
Dari kelima kajian relevan menunjukkan model pembelajaran berbasis proyek cocok diterapkan dalam memecahkan masalah khususnya dalam pembelajaran berbasis teks bahasa Indonesia. Peneliti akan melakukan penelitian mengenai teks deskripsi melalui model pembelajaran berbasis proyek.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Model pembelajaran berbasis proyek atau project based learning adalah cara belajar mengajar dengan bersumber pada temuan konstruktivis bahwa siswa mampu menerima informasi dalam materi lebih jauh ketika siswa dengan aktif meningkatkan pemahamannya lewat bekerja dan juga gagasannya. Pada model pembelajaran berbasis proyek, peserta didik ikut serta pada persoalan secara nyata dan bermakna bagi siswa.
Perihal ini sejalan dengan pandangan dari para ahli dibidangnya. Pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menelaah pertanyaan, membuat hipotesis dan penjelasan, dan mendiskusikan ide baru. Penelitian memperlihatkan bahwa peserta didik dengan MPBP memperoleh skor lebih tinggi dibandingkan siswa di kelas tradisional (Sujana & Sopandi, 2020).
2.2.1.1 Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP)
Tiap-tiap metode belajar mengajar tentunya terdapat tujuan pada pelaksanannya.
Berikut tujuan Model Pembelajaran Berbasis Proyek adalah sebagai berikut;
a. Mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan persoalan proyek.
b. Mendapatkan wawasan serta keterampilan baru.
c. Menjadikan siswa aktif untuk menyelesaikan persoalan proyek yang rumit dan menhasilkan hasil kerja yang realistis.
d. Mengasah kemampuan siswa untuk mengelola bahan atau alat dalam menuntaskan tugas.
2.2.1.2 Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP)
Berikut keunggulan metode pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut;
a. Melalui penugasan atau proyek, mampu menumbuhkan keaktifan siswa untuk belajar dan bekerja secara individu.
b. Metode proyek memfasilitasi siswa dalam mempraktikkan materi yang sudah diajarkan.
c. Pembelajaran dengan metode proyek sangat mempertimbangkan minat, perbedaan, dan kemampuan setiap siswanya.
d. Mampu mengembangkan perilaku sosial dan melakukan kerja sama dengan baik.
e. Menciptakan siswa yang dinamis dan ilmiah dalam berkarya.
f. Banyak metode mengajar yang masuk dalam ruang lingkup proyek.
g. Proyek sejalan dengan informasi baru mengenai metode belajar.
h. Memperkuat jalinan sekolah dan lingkungan sekitarnya.
2.2.1.3 Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP)
Dilihat banyaknya metode belajar mengajar, tentu terdapat berbagai kekurangan atau kelemahan berdasarkan karakteristik yang ada. Berikut kelemahan metode proyek, yakni sebagai berikut.
a. Perlunya perencanaan yang sudah dipikirkan baik-baik
b. Masih adanya guru yang belum terbiasa untuk menerapkan model proyek. Hal ini dikarenakan model proyek menuntut guru untuk berupaya dalam menyusun pelajaran sebagai proyek yang matang.
c. Siswa akan merasa bosan apabila proyek yang diberikan terlalu banyak.
d. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan, sekolah diharuskan untuk memiliki banyak fasilitas, serta keuangan.
e. Bahan ajar tidak memiliki urutan yang masuk akal dan tidak tersistematis.
f. Menghabiskan waktu dan alat pelajaran yang tidak sedikit.
g. Mengingat guru yang diharuskan untuk membuat proyek baru di setiap tahunnya, guru dituntut untuk memiliki sifat tekun.
2.2.1.4 Langkah Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP)
Seperti kebanyakan model pembelajaran, model pembelajaran berbasis proyek membutuhkan tingkatan tertentu guna mempermudah pengaplikasian dari guru ketika belajar mengajar di kelas.
Berikut tahapan model pembelajaran berbasis proyek menurut Kemendikbud, 2013 dalam (Sujana, Sopandi: 2016) dalam pembelajaran meliputi:
Bagan 1 Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Dilihat dari gambar di atas, berikut penjelasan mengenai langkah-langkah model pembelajaran berbasis proyek;
1. Fase 1: mengamati fenomena, dalam fase ini peserta didik melakukan pengamatan terhadap sumber persoalan yang ada di masyarakat atau lewat media pembelajaran serta memberikan tanggapan terkait pertanyaan- pertanyan yang dilontarkan.
2. Fase 2: menentukan pertanyaan mendasar, dalam fase ini peserta didik mengenali persoalan dan merumuskannya berupa pertanyaan.
3. Fase 3: mendesain perencanaan proyek, dalam fase ini dengan saling bekerja sama siswa membuat langkah-langkah yang sesuai untuk suatu proyek yang hendak dikerjakan.
4. Fase 4: menyusun jadwal proyek, dalam fase ini peserta didik merancang jadwal dilakukannya proyek, penyelesaian proyek, dan peninjauan kembali prosedur kerja dan jadwal lainnya.
Fase 3:
Mendesain Perencanaan Proyek
Fase 2:
Menentukan Pertanyaan Mendasar
Fase 1:
Mengamati Fenomena
Fase 6:
Menguji Hasil dan Mengevaluasi Pengalaman
Fase 5:
Memonitor Siswa dan Kemajuan Proyek Fase 4:
Menyusun Jadwal Proyek
5. Fase 5: memonitor siswa dan kemajuan proyek, dalam fase ini peserta didik bersiap merancang produk sesuai dengan rencana yang sudah disusun sebelumnya, disini guru bertugas memantau kinerja kerja peserta didik ketika merancang proyek.
6. Fase 6: menguji hasil dan mengevaluasi pengalaman, dalam fase terakhir, peserta didik menghimpun seluruh data-data hasil proyek.
Berdasarkan kajian teoretis mengenai sintak dari model pembelajaran berbasis proyek dalam buku Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013 (Abidin, Y: 2014) dijelaskan sebagai berikut untuk perbandingan peneliti dalam melaksanakan penelitiannya; Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP) berikut ini:
Bagan 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Dilihat dari gambar tersebut, dapat diuraikan bahwa tingkatan MPBP ialah antara lain:
Fase 2:
Membuat Desain dan Jadwal Pelaksanaan Proyek Fase 1:
Menganalisis Masalah Praproyek
Fase 4:
Menyusun Data/
Prototipe Produk
Fase 5:
Mengukur, Menilai, dan Memperbaiki Produk Fase 3:
Melaksanakan Penelitian
Fase 6:
Finalisasi dan Publikasi Produk
Pascaproyek
a. Praproyek: Fase ini adalah langkah yang dilaksanakan pendidik tidak saat belajar mengajar. Guru membuat rancangan deskripsi proyek, memastikan panduan proyek, merancang media dan sumber belajar serta menciptakan suasana belajar.
b. Fase 1: Megidentifikasi Masalah.
Dalam fase ini peserta didik mengamati suatu obyek. Dilihat dari pengamatan yang dilakukannya, peserta didik mengamati persoalan dan merumuskannya berupa pertanyaan.
c. Fase 2: Membuat Desain dan Jadwal
Peserta didik bekerja secara berkelompok maupun bersama guru dengan membuat rancangan proyek yang hendak dilakukan, menyusun jadwal pelaksanaan, serta persiapan lainnya yang harus dilakukan.
d. Fase 3: Melaksanakan Penelitian
Dalam fase ini peserta didik melaksanakan penyelidikan awal yang menjadi dasar akan produk yang hendak dibuat. Melalui penelitian tersebut siswa melakukan pengumpulan data yang kemudian dilakukan analisis sejalan pada teknik analisis data yang cocok.
e. Fase 4: Menyusun Draf/ Prototipe Produk
Dalam fase ini peserta didik bermula mengerjakan produk sesuai dengan rancangan dan hasil penelitian yang didapatkan.
f. Fase 5: Mengukur, Menilai, dan Memperbaiki Produk
Dalam fase ini peserta didik meninjau lagi produk yang dihasilkan, menggali kekurangan, untuk dilakukan perbaikan. Ketika latihan, aktivitas menilai produk
bisa melalui tanggapan, komentar, dan saran baik dari anggota kelompok lain maupun guru yang mengajar.
g. Fase 6: Finalisasi dan Publikasi Produk
Dalam fase ini peserta didik menentukan hasil akhir dari produk. Jika dirasa yakin dan sejalan dengan ekspektasi, produk disajikan.
h. Pascaproyek: Dalam ini pendidik membuat penilaian, validasi, komentar, serta saran terhadap produk siswanya.
Kedua pendapat ahli mengenai langkah-langkah model pembelajaran berbasis proyek, peneliti memilih langkah-langkah yang termuat dalam bagan 1 (Sujana &
Sopandi, 2020), adapun pertimbangan peneliti adalah langkah-langkah yang dipaparkan lebih mudah dipahami oleh peneliti. Selanjutnya, dalam langkah-langkah pada bagan tersebut lebih sederhana pelaksanaannya walaupun setelah dicermati langkah yang terdapat dalam bagan 2 memuat konsep yang hampir sama hanya saja terdapat rancangan praproyek dan pascaproyek.
2.2.1.5 Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP)
Mengingat MPBP adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada kegiatan siswa, MPBP dituntut untuk menganut prinsip-prinsip dasar yang inti guna dibagikan untuk siswa. Prinsip MPBP yang dipaparkan Thomas (2000) antara lain;
1. Sentralitas (Centrality)
Proyek adalah bahan utama dari metode pembelajaran yang terdapat pada model pembelajaran berbasis proyek. Maksdunya, kerja proyek tidak tentang latihan ekstra dan penerapan yang praktis akan materi yang diajarkan, ini mengenai
model pembelajaran sebagai sentral kegiatan siswa ketika di kelas. Dengan kata lain, makna proyek pada model pembelajaran berbasis proyek adalah metode pembelajaran yang membuat siswa merasakan dan belajar materi ajar lewat sebuah tugas.
2. Pertanyaan Pendorong/ Penuntun (Driving Question)
Kerja proyek menitikberatkan akan "pertanyaan atau persoalan" yang mampu membantu siswa dalam berusaha menemukan konsep atau dasar pokok suatu ilmu. Hal tersebut dapat menimbulkan sikap kemandirian siswa ketika menyelesaikan berbagai tugas selama kegiatan belajar mengajar.
3. Investigasi Konstruktif (Constructive Imestigation)
Investigasi konstruktif adalah langkah menuju tercapainya tujuan, mencakup kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, serta keputusan. Dalam penyelidikan meliuti langkah rancangan, pengambilan keputusan, mencari persoalan, penyelesaian masalah, discovery, serta penyusunan model. Selain itu, langkah perubahan dan pembangunan perlu dirasakan dalam kegiatan pembelajaran yang sedang dilakukan. Jika kerja proyek tidak berdampak terhadap siswa, maka dapat dikatakan bahwa kerja proyek itu hanya sebatas latihan. Oleh karena itu, diperlukannya guru yang profesional untuk dapat menyusun kerja proyek siswa yang mampu mempengaruhi kekhawatiran peserta didik terkait persoalan yang akan ditemui.
4. Otonomi (Autonomy)
Model pembelajaran berbasis proyek dapat dimaknakan tentang sikap mandiri siswa ketika proses pembelajaran dilakukan, yakni bebas membuat keputusannya sendiri, beraktivitas secara terkontrol dan bertanggung jawab.
Berdasarkan hal itu, lembar kerja peserta didik, pedoman latihan praktikum, dan lainnya hanya sebatas fasilitas siswa sebagai alat bantu supaya siswa dapat menuntaskan proyek yang dilaksanakan.
5. Realistis (Realism)
Model pembelajaran berbasis proyek dituntut untuk mampu menciptakan kondisi secara realistis kepada siswa, juga mencakup pemilihan pokok bahasan, proyek, dan peran konteks kerja, bentuk kerja sama, produk, pelanggan, serta standar produknya.
Sejalan dengan itu, aktivitas pada kerja proyek juga mampu memberikan motivasi, kreativitas, dan juga sikap siswa yang mandiri selama belajar mengajar.
Okudan dan Sarah (2004) mengatakan segala prinsip dalam MPBP perlu memusatkan perhatiannya kepada konsep dan prinsip paling pokok dalam suatu disiplin, mengikutsertakan siswa untuk menyelesaikan masalah dan berbagai tugas lainnya, memfasilitasi siswa dalam bekerja secara individu dalam menyusun cara belajarnya sendiri, serta siswa menciptakan produk yang bermakna dan nyata.
Berdasarkan uraian dari prinsip tersebut, dapat diartikan bahwa pada hakikatnya MPBP ialah pembelajaran yang mendahulukan kegiatan siswa ketika pembelajaran dilakukan. Kegiatan pembelajaran ini bukan lagi tentang
pembelajaran satu arah, melainkan pembelajaran dua arah dan menciptakan siswa yang aktif untuk mencari konsep ilmu yang mereka pelajari.
2.2.1.6 Implementasi Model, Prinsip Reaksi, Sistem Lingkungan, dan Dampak Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Pelaksanaan model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) perlu pemahaman lebih mendalam untuk mendapatkan hasil dari peneltian sesuai dengan yang diharapkan.
Berikut penjelasan implementasi model sampai pada dampak MPBP menurut (Abidin, Y: 2014) sebagai berikut;
a. Implementasi Model
Diterapkannya MPBP memerlukan waktu sekitar 140-200 menit untuk 1-4 kali pertemuan. Agar penerapannya efektif, sebaiknya dilakukan 2 kali dalam seminggu. Ketika pelaksanaannya guru dan peserta didik dituntut untuk mampu berkreatif setinggi mungkin, terbuka menerima gagasan pihak lain, dan mempunyai rasa semangat yang tinggi untuk bekerja baik secara sendiri ataupun berkelompok. Ketika pelaksanaan model pembelajaran, guru merekam segala kegiatan dan hasil kerja peserta didik guna menata dan menyusun pola pikir serta pola kebiasaan belajar dan memberikan pengaruh kepada peserta didik secara psikologis dengan harapan siswa menjadi terbiasa untuk beraktivitas dengan baik. Guru juga diharuskan untuk memotivasi siswa yang kurang adanya rasa semangat untuk beraktivitas, akibatnya peserta didik dapat menumbuhkan sudut pandang baru terhadap persoalan yang dihadapi.
b. Prinsip Reaksi
Tanggapan seorang pendidik diperlukan dalam tiap-tiap tahapan pembelajaran.
Reaksi terpenting diharapkan dari seorang guru yakni mengupayakan membangun kemampuan yang kreatif, kritis, serta produktif siswa dalam proses berpikir. Selanjutnya yang tak kalah penting adalah reaksi guru dimana (1) guru harus mampu membuat suasana kelas yang kooperatif bukan kompetitif; (2) guru mampu membuat siswanya secara sadar merumuskan hasil kajian untuk sebuah perbaikan; (3) guru harus berusaha menemukan keunikan peserta didik dan melakukan penilaian secara jelas dengan panduan penilaian.
c. Sistem Lingkungan
Diciptakannya sistem lingkungan belajar dengan harapan bahwa terdapat media belajar yang cocok, lembar kerja yang komplet secara individu, dan suasana belajar yang memadai. Sebagai tambahan, pengaturan lingkungan belajar juga dilakukan sebaik mungkin agar peserta didik dapat melakukan kerja sama baik antar kelompok atau intrakelompok. Perlu diperhatikan agar guru perlu menjelaskan kepada siswa tentang peran dan tugasnya ketika pembelajaran yang mencakup (1) memaksimalkan keterampilan berpikir, (2) menerima ide dari pihak manapun, baik itu konsep, gagasan, dan usulan baru (3) sedia berkolaborasi bersama orang lain; dan (4) memaksimalkan keterampilan berkomunikasi baik antarkelompok atau intrakelompok.
d. Dampak yang Diharapkan
Dikembangkannya MPBP dengan tujuan dapat berdampak pada pengajaran dalam bentuk (1) meningkatnya keterampilan peserta didik untuk memahami materi ajar, (2) meningkatnya keterampilan peserta didik untuk berpikir secara kreatif, kritis, dan inovatif, dan (3) membangun kemampuan siswa untuk produktif dalam berkreativitas. Dampak yang turut serta berupa (1) menumbuhkan karakter siswa yang disiplin, cerdas, kerja keras, tanggung jawab, toleran, sopan, percaya diri, dan kritis serta beretika dan (2) mewujudkan kecakapan hidup dalam diri peserta didik, (3) mengembangkan sikap ilmiah dan (4) membimbing keterampilan peserta didik ketika berkomunikasi, peropini, dan bekerjasama.
2.2.2 Menulis
2.2.2.1 Pengertian Keterampilan Menulis
Pada keterampilan berbahasa, ada empat bagian yakni keterampilan membaca, menyimak, berbicara, serta menulis. Semua keterampilan pasti memiliki tujuan yang berbeda dalam capaiannya. Pada posisi keempat dalam keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menulis. Sebelum memaknai terlalu jauh, mengenai keterampilan menulis maka perlu dipahami terlebih dahulu hakikat dari menulis.
Menulis adalah bagian daripada empat keterampilan berbahasa pada pembelajaran bahasa Indonesia. Ketika menulis, segala komponen keterampilan berbahasa perlu memusatkan perhatian dengan khusus guna memperoleh performa yang maksimal.
Kegiatan menulis tidak sekadar menyalin, melainkan tentang pengekspresian khayalan dan emosi berupa simbol-simbol tertulis. Nurgiyantoro (2001: 296) menyatakan bahwa aktivitas menulis adalah rupa atau bentuk keterampilan berbahasa terakhir yang akan
dipelajari di bidang bahasa setelah mendengarkan, berbicara, dan membaca. Jika melihat keterampilan berbahasa lainnya, menulis lebih rumit untuk dipelajari, bahkan bagi penutur ahli bahasa sekalipun. Ini disebabkan keterampilan menulis memerlukan bermacam pemahaman terkait komponen bahasa dan di luar bahasa yang merupakan bagian dari inti karangan.
Sejalan dengan uraian di atas, Akhadiah (2004: 2) menyatakan tentang keterampilan menulis yang menurutnya adalah keterampilan yang rumit, dengan meminta sejumlah wawasan dan keterampilan. Gagasan ini diperkuat oleh Enre (1988:
6) yang menyebutkan tentang menulis yang merupakan sebuah alat yang memiliki pengaruh besar ketika pembelajaran dan tanpa sadar memiliki peranan yang memberikan dampak di dunia pendidikan. Selanjutnya keterampilan menulis menurut Iskandarwassid dan Dadang (2008: 248-249) adalah keterampilan yang sama dengan keterampilan berbicara, yakni mengandalkan keterampilan berbahasa yang sifatnya aktif dan menghasilkan sesuatu. Kedua keterampilan ini adalah upaya dalam menuangkan pikiran dan perasaan dalam diri seseorang. Perbedaannya terdapat dalam metode yang dipakai dalam pengungkapannya. Pesan yang disampaikan dilakukan secara tertulis.
Menulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1219), ialah menyusun simbol (angka dan huruf) menggunakan alat tulis, menghasilkan pikiran atau perasaan secara tertulis. Mengacu pada pandangan ahli mengenai definisi menulis, maka peneliti mendapatkan gambaran bahwa menulis adalah aktivitas yang bersifat menghasilkan yaitu sebuah tulisan yang berupa informasi, gagasan, ide, perasaan, dan pengetahuan yang dituangkan dalam kata-kata yang tersusun rapi menjadi karangan utuh yang bermakna.
2.2.2.2 Fungsi Menulis
Fungsi pokok sebuah tulisan yakni menjadi perangkat komunikasi yang dilakukan dengan tidak langsung. Menulis mampu membujuk pengarang untuk menyalurkan isi hatinya tanpa bicara. Diluar itu, menulis juga berperan penting bagi pendidikan sebab menulis dapat membuat peserta didik terlatih dalam berpikir dan dapat membantu siswa untuk bersikap kritis. Dengan menulis dapat membantu seseorang turut menikmati hubungan-hubungan, meningkatkan daya tanggap atau pandangan seseorang, penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi, merangkai susunan pengalaman.
Melalui tulisan, seseorang akan terbantu dalam menguraikan pikiran-pikirannya (Tarigan, 2008: 22). Sejalan dengan pendapat Enre (1988: 6) yang menyebutkan fungsi menulis ialah (1) membantu individu mendapatkan lagi hal yang pernah ia ketahui, (2) melahirkan gagasan-gagasan baru, (3) memudahkan seseorang untuk mengorganisasikan pikirannya dan memposisikannya untuk berdiri sendiri, (4) membantu seseorang menyiapkan pikirannya secara matang untuk diperlihatkan dan dilakukan evaluasi, (5) memudahkan seseorang untuk menerima dan memahami informasi baru, dan (6) memudahkan dalam menyelesaikan persoalan dengan cara menguraikan tiap unsurnya serta, memposisikannya pada bentuk konteks visual, untuk ditinjau.
Akhadiah (2004: 1-2) turut menyatakan tentang manfaat yang bisa diambil dala pelaksanaan kegiatan menulis, yakni:
1. Mengetahui keterampilan dan kecakapan diri 2. Memperluas berbagai ide
3. Mengembangkan pengetahuan
4. Mampu menguraikan persoalan yang awalnya masih kabur
5. Mampu melihat dan mengukur ide sendiri dengan lebih objektif 6. Mempermudah dalam pemecahan masalah
7. Memotivasi diri untuk belajar dengan aktif
8. Menanamkan kebiasaan agar dapat berpikir dan berbahasa dengan teratur Mengikuti hal di atas, kesimpulan yang bisa dipetik adalah adanya kegunaan yang cukup penting dalam menulis, terkhususnya dalam dunia pendidikan. Menulis mampu melahirkan gagasan baru yang bisa digunakan menjadi perangkat penilaian dan pemecahan persoalan. Menulis juga membuat seseorang mampu menerima dan mengolah informasi lebih banyak yang membuat orang tersebut akan semakin bertambah pula wawasan dan pengetahuannya. Dalam hal ini perlu ditingkatkannya kegiatan menulis agar seseorang mampu berpikir kritis dan berpengetahuan luas. Hal tersebut bermaksud untuk melatih seseorang guna tidak adanya hambatan dalam membuat sebuah tulisan.
2.2.3 Teks Deskripsi
2.2.3.1 Pengertian Teks Deskripsi
Dunia bahasa bisa dikatakan dunia kata yang menghasilkan karya dalam bentuk tulisan. Untuk tulisan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia terdiri dari dua bagian yakni ada karangan sastra dan non sastra. Dalam pembagian kedua bagian ini yang menjadi titik fokus pembahasan peneliti yaitu karangan non sastra yang tidak melibatkan daya imajinatif atau nyata, yaitu teks deskripsi yang menjadi objek pada penelitian ini.
Deskripsi ialah salah satu jenis tulisan yang berhubungan dengan pengarang untuk menguraikan secara rinci objek yang dibicarakan. Keraf (1981: 93) menuliskan bahwa
istilah deskripsi berawal dari kata latin describe yang artinya menulis mengenai atau menguraikan sesuatu. Sedangkan istilah deskripsi bisa dimaknakan sebagai pemerian, berawal dari kata perimemerikan yang artinya ‘menggambarkan sesuatu’. Melihat penjelasan di atas, deskripsi adalah wujud tulisan yang berkenaan pada upaya para pengarang dalam menguraikan perincian suatu objek yang dibahas.
Sejalan daripada itu, deskripsi menurut Kurniasari (2014: 141) ialah sesuatu yang mencakup tentang pengalaman yang dilukiskan dengan detail. Pengalaman ini dapat berupa sebuah objek. Pembaca atau pendengar dibuat seakan-akan mengalami sendiri seperti melihat, mendengar, atau menyentuh. Hal tersebut mengartikan bahwa teks deskripsi adalah teks yang menguraikan objek yang berkaitan pada indera manusia. Ini juga diungkapkan oleh Parera (1987: 5), yang menurutnya deskripsi merupakan sebuah wujud karangan yang hidup dan memiliki pengaruh. Karangan tersebut berkaitan pada hal yang pernah dialami pancaindra misalnya pendengaran, penciuman, penglihatan, perabaan, dan perasan.
Dari paparan tersebut, kesimpulannya adalah deskripsi sama halnya dengan melukiskan sebuah objek dapat berupa manusia, tempat, benda yang terlihat dan yang telah dirasakan. Teks deskripsi menjelaskan secara rinci dan runtut, dalam deskripsi memiliki beberapa bagian, setiap bagian memiliki rincian yang berbeda. Seperti mendeskripsikan manusia akan berbeda dengan mendeskripsikan tempat wisata begitupun sebaliknya. Untuk memperoleh hasil tulisan yang baik dalam deskripsi dibutuhkan kemampuan mencari dan mengolah data serta kata.
2.2.3.2 Tujuan Teks Deskripsi
Teks deskripsi bertujuan guna menggambarkan atau mengilustrasikan objek berdasarkan perspektif pengarang supaya pembaca ikut merasakan, melihat, dan mendengar objek yang diuraikan dengan rinci. Dalam mencapai tujuan ini, penulis dapat memakai majas dalam rangka menguatkan emosi penulis sehingga tersampaikan kepada pembaca.
2.2.3.3 Ciri-ciri Teks Deskripsi
Dalam mempermudah melihat perbedaan teks deskripsi dengan teks-teks yang lain salah satunya bisa dilihat dari karakteristik yang ada pada teks deskripsi. Berikut karakteristik atau yang mncirikan teks deskripsi menurut Dalman (2015: 94):
1. Deskripsi cenderung membahas tentang suatu objek secara rinci 2. Deskripsi dapat mempengaruhi kepekaan dan menciptakan khayalan
pembaca
3. Penyuguhan pada deskripsi menggunakan gaya yang menggugah dan variasi kata yang menarik
4. Deskripsi menjelaskan segala hal yang bisa kita dengar, lihat, dan dirasakan. Seperti: benda, alam, warna, dan manusia.
2.2.3.4 Struktur Teks Deskripsi
Harsiati, dkk (2016: 20) mengatakan struktur teks deskripsi meliputi: gambaran umum, deskripsi bagian, dan kesan.
1. Identifikasi/gambaran umum
Mengenai identitas objek yang digambarkan, tempat, sejarah terbentuknya, arti, nama, dan pernyataan lumrah objek.
2. Deskripsi bagian
Mengandung uraian suatu objek secara terperinci didasarkan pada gagasan subjektif penulis. Uraian memuat segala hal yang dilihat (tiap bagiannya, susunan warna, bagaimana wujud objek yang tampak berdasarkan sudut pandang penulis). Uraian memuat segala hal yang didengar (suara apa, bagaimana rupa dari tiap-tiap suara atau pengarang mengilustrasikannya dengan apa). Uraian pun memuat segala hal yang dirasakan pengarang dengan melakukan pengamatan terhadap objek.
Jenis pengembangan deskripsi bagian:
1) Deskripsi bagian berdasarkan ruang
Mengandung uraian tiap bagian ruang objek yang digambarkan.
Contohnya, penulis menjelaskan pintu masuk, bagian tengah, bagian belakang. Uraian juga bisa menuliskan identitas berbagai ruang serta karakteristiknya.
2) Deskripsi bagian berdasarkan anggota bagian-bagian objek
Mengandung uraian bagian-bagian yang dideskripsikan (pantai dilukiskan bawah lautnya bibir pantai, ombak, dan pasirnya, pemandangan tumbuhan dan hewat pantai).
3) Deskripsi bagian berdasarkan proses sesuatu berlangsung
Mengandung uraian bagian awal, mulai meningkat, klimaks (inti), penutup. Contohnya, penulis mendeskripsikan awal pementasan, klimaks adegan, permasalahan mulai meredup, lalu penutup.
4) Deskripsi bagian berupa pemfokusan
Mengandung bagian paling digemari daripada bagian yang dilukiskan. Misal: Dari perpustakaan ini, yang paling saya gemari yaitu ruang bacanya. Bentuknya yang menarik lewat cat merah menimbulkan kesan ketenangan bagi pengunjung.
3. Simpulan atau kesan
Hasil dari mengidentifikasi objek secara umum dan deskripsi bagian selesai, selanjutnya dibuat kesimpulan secara keseluruhan dari data yang didapatkan pada bagian identifikasi objek dan deskripsi bagian.
2.2.3.5 Jenis-jenis Teks Deskripsi
Teks deskripsi dapat dibedakan berdasarkan objek yang dideskripsikan. Hal ini terlihat dari adanya pembagian teks deskripsi menjadi dua macam deskripsi menurut Akhadiah (Dalman, 2015: 96):
1. Deskripsi Tempat
Tempat memiliki peran yang sangat berpengaruh pada tiap kejadian.
Setiap kejadia akan selalu terikat dengan suatu tempat atau lingkungan. Setiap cerita pasti dilatarbelakangi oleh tempat. Suatu kejadian akan semakin menarik apabila dihubungkan dengan tempat berlangsungnya kejadian itu.
2. Deskripsi Orang
a. Pendeskripsian fisik, bermaksud untuk membuat gambaran atau penjelasan serinci-rincinya mengenai kondisi seseorang secara fisik.
Gambaran ini seringkali bersifat objektif.
b. Pendeskripsian tingkah laku seorang tokoh, pada pendeskripsian ini penulis melihat secara saksama segala tingkah laku tokoh dari suatu tempat ke tempat lain, serta dari waktu ke waktu.
c. Pendeskripsian kondisi yang mengitari tokoh, contohnya mendeskripsikan apa yang dikenakan, lingkungan sekitar, kendaraan, dan lainnya.
d. Pendeskripsian emosi dan pikiran tokoh, unsur ini sukar untuk diterima pancaindra. Tetapi, terdapat jalinan yang cukup kuat antara perasaan dan unsur fisik. Seri muka, lirikan mata, gerak-gerik bibir dan tubuh menjadi isyarat mengenai kondisi perasaan seseorang saat itu.
e. Pendeskripsian watak seseorang, perwatakan ini salah satu aspek yang cukup rumit untuk digambarkan. Pengarang dituntut untuk dapat mengartikan dari luar yang ada di balik fisik seseorang. Namun, melalui kekuatan seorang penulis dengan kemahirannya yang mampu memperlihatkan secara nyata segala unsur yang bisa menunjukkan watar seseorang.
2.2.3.6 Kaidah Kebahasaan Teks Deskripsi
Adapun penggunaan bahasa pada penulisan teks deskripsi diantaranya:
1. Menggunakan untaian kata terperinci guna mengonkretkan 2. Menggunakan kalimat yang memakai sentuhan pancaindra 3. Menggunakan kata dasar (k, p, t, s)
4. Menggunakan persamaan kata
5. Menggunakan kata depan dalam teks deskripsi
6. Menggunakan istilah khusus
7. Menggunakan kata depan di- dan huruf kapital 8. Menggunakan kalimat bermajas
9. Menggunakan berbagai variasi kata
2.3 Kerangka Teoretis
Dalam pembelajaran diperlukannya kerja sama antara pendidik dan peserta didik untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran bersama, yaitu tercapainya hasil pembelajaran berjalan sesuai dengan harapan. Proses pembelajaran tidak hanya peran guru dan siswa saja tentunya memerlukan seperangkat cara untuk menyajikan bahan ajar secara keseluruhan, yang disebut sebagai model pembelajaran.
Model pembelajaran yang diharapkan tentu relevan dengan materi ajar dan mengikuti aturan kurikulum yang dipakai. Kurikulum merdeka belajar menganjurkan konsep pembelajaran harus melibatkan aktif bagi siswa dan kreatif untuk guru demi tercapainya suasana kelas dan pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu yang dianjurkan yaitu model pembelajaran berbasis proyek. Materi yang akan dipilih sebagaimana pertimbangan dari hasil wawancara bersama guru Bahasa Indonesia yang mengajar. Materi teks deskripsi perlu untuk dibenahi agar mendapatkan hasil yang diharapkan dengan menerapkan MPBP. Untuk memudahkan memahami alur kerangka teoretis peneliti menggambarkan bagan sebagai berikut;
Bagan 3. Kerangka Teoretis
Siswa Guru
Materi Pembelajaran Teks Deskripsi
Langkah-langkah model pembelajaran MPBP;
Fase 1: Mengamati fenomena
Fase 2 : Menentukan pertanyaan mendasar Fase 3 : Mendesain perencanana proyek Fase 4 : Menyusun jadwal proyek
Fase 5 : Memonitor siswa dan kemajuan proyek Fase 6 : Menguji hasil dan mengevaluasi pengalaman
Hasil tulisan teks deskripsi siswa