Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN STATISTIS
DAN SELF-EFFICACY SISWA MADRASAH ALIYAH
MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan
dalam Bidang Pendidikan Matematika
PROMOVENDA
MARIA ULPAH NIM. 0908713
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing Disertasi untuk Menempuh Ujian Tahap II
Promotor
Prof. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D.
Ko-Promotor
Prof. Jozua Sabandar, M.A., Ph.D.
Anggota
Bana G. Kartasasmita, Ph.D.
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah melalui
Pembelajaran Kontekstual” ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya
tidak melakukan plagiarisme atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika yang berlaku dalam tradisi keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap
menerima tindakan/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran atas etika akademik dalam karya saya ini, atau ada
klaim terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Januari 2013
Yang membuat pernyataan,
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ilmiah ini untuk:
Keluarga, para sahabat dan para pejuang pendidikan Indonesia.
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah
melimpahkan karunia, ilmu, hidayah, kesehatan, kemudahan, dan keberuntungan
kepada promovenda sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini.
Disertasi ini diajukan pada Program Studi S3 Pendidikan Matematika
Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul ”Peningkatan Kemampuan
Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah melalui
Pembelajaran Kontekstual”. Disertasi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari
syarat memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan
Matematika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Selama menyelesaikan disertasi ini, penulis memperoleh bantuan gagasan,
dorongan semangat, dan referensi yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D. selaku Promotor; Prof. Jozua
Sabandar, M.A., Ph.D. selaku Ko-Promotor, dan Bana G. Kartasasmita,
Ph.D. selaku Anggota-Promotor yang telah memberikan pencerahan dan
bimbingan yang sangat berarti selama pembuatan proposal, pembuatan
instrumen, pelaksanaan penelitian, dan penulisan disertasi.
2. Semua Dosen Program S3 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vii
gagasan pemikiran, kritikan, dan pencerahan yang mempertajam fokus
disertasi ini.
3. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S3 Pendidikan Matematika
Universitas Pendidikan Indonesia angkatan tahun 2009.
4. Keluarga, teman-teman guru dan semua pihak yang telah membantu
kelancaran penelitian ini.
Penulis berharap semoga disertasi ini memberikan sumbangan yang besar
bagi dunia pendidikan matematika.
Januari 2013
Promovenda
Maria Ulpah
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xi
D. Kaitan Literasi, Bernalar dan Berpikir Statistis ... 29
E. Self-Efficacy Siswa terhadap Statistika ... 32
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy ... 35
G. Pembelajaran Kontekstual ... 43
H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 45
I. Penggunaan Konteks dalam Pembelajaran Statistika ... 59
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xii
G. Teknik Analisis Data ... 107
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 108
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 111
A. Analisis Data Kemampuan Awal Statistis…. ... 112
B. Analisis Data Kemampuan Penalaran Statistis ... 119
C. Analisis Self-Efficacy Siswa ... 144
D. Analisis Hasil Kerja Siswa ... 174
E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 180
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 192
A. Kesimpulan ... 192
B. Implikasi ... 194
C. Rekomendasi ... 195
DAFTAR PUSTAKA ... 198
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1. Keterkaitan antara Rumusan Masalah dan Hipotesis
Penelitian ……... 81
3.1. Keterkaitan antara KPS, Pendekatan Pembelajaran,
Level Sekolah, dan KAS Siswa ……... 83
3.2. Keterkaitan antara Self-Efficacy, Pendekatan
Pembelajaran, Level Sekolah, dan KAS Siswa ……... 84
3.3. Kriteria Kategori Sekolah ……... 86
3.4. Hasil Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Validitas Tes
KAS ……... 89
3.5. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ……... 91
3.6. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes
Kemampuan Awal Statistis ……... 92
3.7. Interpretasi Koefisien Reliabilitas ……... 93
3.8. Kategori Indeks Kesukaran Butir Tes ……... 94
3.9. Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian
Validitas Tes Kemampuan Penalaran Statistis ……... 95
3.10. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes
Kemampuan Penalaran Statistis ……... 96
3.11. Distribusi Respon Siswa pada Skala Self-Efficacy
Siswa untuk Pernyataan Positif dan Pernyataan
Negatif ……... 98
3.12. Proses Perhitungan Skor Skala Self-Eficacy Siswa
untuk Pernyataan Positif Nomor 1 ……... 99
3.13. Proses Perhitungan Skor Skala Self-Efficacy Siswa
untuk Pernyataan Negatif Nomor 3 ……... 100
3.14. Skor Setiap Item Skala Self-Efficacy Siswa ……... 101
4.1 Sebaran Sampel Penelitian ……... 111
4.2 Deskripsi KAS Siswa Kedua Pendekatan
Pembelajaran Berdasarkan Level Sekolah ……... 112
4.3 Deskripsi KAS Siswa Kedua Pendekatan
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xiv
Tabel Judul Halaman
4.4 Hasil Uji Perbedaan KAS Kedua Level Sekolah ……... 116
4.5 Uji Kesetaraan KAS Berdasarkan
Pendekatan Pembelajaran ……... 117
4.6 Uji Kesetaraan KAS Kedua Kelompok
Pembelajaran pada Setiap Level Sekolah ……... 119
4.7 Deskripsi Data KPS Siswa Kedua Kelompok
Pembelajaran ……... 120
4.8 Uji Hipotesis Peningkatan KPS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran
...
.. 122
4.9 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPS
Siswa pada Kedua Kelompok Pembelajarajn ……... 124
4.10 Deskripsi KPS Siswa Kedua Kelompok
Pembelajaran pada Setiap Level Sekolah ... 125
4.11 Uji Signifikansi Peningkatan KPS Siswa Kedua
Kelompok Pembelajaran pada Setiap Level Sekolah ……... 127
4.12 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk
Setiap Level Sekolah ……... 129
4.13 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPS Siswa Setelah Mendapat Pembelajaran Kontekstual pada
Kedua Level Sekolah ……... 130
4.14 Deskripsi Data KPS Siswa Kedua Kelompok
Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAS ……... 132
4.15 Uji Signifikansi Peningkatan KPS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk
Kategori KAS Tinggi, Sedang dan Rendah ……... 134
4.16 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPS Siswa pada Kedua Kelompok Pembelajaran
untuk Setiap Kategori KAS ……... 136
4.17 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPS Siswa antar Kategori KAS setelah Mendapat
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xv
Tabel Judul Halaman
4.18 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPS Siswa
antar Kategori KAS ……... 138
4.19 Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan
Level Sekolah terhadap Peningkatan KPS ……... 139
4.20 Uji Interaksi Pendekatan Pembelajaran dengan KAS
terhadap Peningkatan KPS Siswa ... 142
4.21 Deskripsi Data Self-Efficacy Siswa Kedua Kelompok
Pembelajaran ……... 144
4.22 Deskripsi Data Self-Efficacy Tiap Aspek …… 145
4.23 Uji Signifikansi Peningkatan SE Siswa Kedua Kelompok
Pembelajaran …… 147
4.24 Uji Perbedaan Peningkatan SE Siswa antara Kedua
Kelompok Pembelajaran ……... 148
4.25 Deskripsi Data Self-Efficacy Siswa Kedua
Kelompok Pembelajaran pada Setiap level Sekolah ……... 149
4.26 Uji Signifikansi Peningkatan Self-Efficacy Siswa Kedua
Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah .... 151
4.27 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Self-Efficacy
Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap
Level Sekolah ……... 153
4.28 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Self-Efficacy
Siswa Kedua Level Sekolah setelah Mendapat
Pembelajaran Kontekstual …….. 155
4.29 Deskripsi Data Self-Efficacy Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap
Kategori KAS ……... 156
4.30 Uji Signifikansi Peningkatan Self-Efficacy Siswa
pada Ketiga Kategori KAS ... 159
4.31 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan
Self-Efficacy Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xvi
4.32 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Self-Efficacy Siswa antar Kategori KAS setelah
Mendapat Pembelajaran Kontekstual ……... 162
Tabel Judul Halaman
4.33 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan SE Siwa
antar Kategori KAS ……...
163
4.34 Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah terhadap Peningkatan Self-Efficacy
Siswa ……...
165
4.35 Uji Interaksi antara pendekatan Pembelajaran dengan KAS terhadap Peningkatan Self-Efficacy Siswa
... 168
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
3.1. Tahap Pelaksanaan Penelitian ……… 110
4.1. Diagram Rata-rata KAS Siswa untuk Kedua kelompok Pembelajaran pada Setiap Level Sekolah
…………. 113
4.2. Diagram Rata-rata KAS Siswa untuk Setiap Kategori KAS pada Kedua kelompok Pembelajaran
…………. 114
4.3. Diagram Rata-rata Pretes, Postes dan N-Gain KPS Siswa pada Kedua Kelompok
Pembelajaran
……... 120
4.4. Diagram Rata-rata Pretes, Postes dan N-Gain KPS Siswa pada Kedua Level Sekolah untuk Kedua Kelompok Pembelajaran
…………. 125
4.5. Diagram Rata-rata Pretes, Postes dan N-gain KPS Siswa untuk Ketiga Kategori KAS pada Kedua Kelompok Pembelajaran
……... 132
4.6. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis
... 140
4.7. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAS terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis
... 143
4.8. Diagram Rata-rata Pretes, Postes dan N-Gain
Self-Efficacy Siswa pada Kedua Kelompok Pembelajaran
... 145
4.9. Diagram Rata-rata Pretes, Postes dan N-Gain
Self-Efficacy Siswa Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran pada Kedua Level Sekolah
... 149
4.10. Diagram Rata-rata Pretes, Postes dan N-Gain
Self-Efficacy Siswa Kedua kelompok pembelajaran pada Ketiga Kategori KAS
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xviii
Gambar Judul Halaman
4.11 Interaksi anata Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah terhadap Peningkatan
Self-Efficacy
…………. 166
4.12 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAS terhadap Peningkatan Self-Efficacy …………. 169
4.13 ContohnJawaban Siswa untuk Soal Nomor 5 pada Tes KAS ………... 174
4.14 Contoh Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 12 pada Tes KAS ………... 175
4.15 Contoh Jawaban Siswa untuk soal Nomor 9 pada Tes KAS ………... 176
4.16 Contoh Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 4 pada Tes KAS ………... 177
4.17 Contoh Jawaban Siswa A untuk Soal Nomor 6 pada Tes KAS ………... 178
4.18 Contoh Jawaban Siswa B untuk Soal Nomor 6 pada Tes KAS ………... 179
4.19 Contoh Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 3 pada Tes KAS ………... 179
4.20 Contoh 1 Jawaban Tes KPS ………... 180
4.21 Contoh 2 Jawaban Tes KPS ………... 181
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
A.1.1 Format Penilaian Validitas Tes Kemampuan Awal Statistis
... 202
A.1.2 Hasil Penilaian Ahli terhadap Validitas Tes Kemampuan Awal Statistis ……… 204
A.1.3 Hasil Uji Coba Validitas, Reliabilitas dan Indeks Kesukaran Tes Kemampuan Awal Statistis ... 205
A.2.1 Format Penilaian Validitas Tes Kemampuan Penalaran Statistis ……… 209
A.2.2 Hasil Penilaian Validitas Tes Kemampuan Penalaran Statistis ……… 211
A.2.3 Hasil Uji Coba Validitas, Reliabilitas dan Indeks Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran Statistis ……… 212
A.2.4 Perbaikan Tes Kemampuan Penalaran Statistis …… 215
A.3.1 Hasil Uji Coba Skala Self-Efficacy Siswa ………... 223
A.3.2 Pemberian Skor Tiap Item Skala Self-Efficacy ………... 224
A.3.3 Rekapitulasi Data Uji Coba Skala Self-Efficacy Setelah Pembobotan ………... 232
A.3.4 Analisis Validitas dan Reliabilitas Butir Skala Self-Efficacy …. 233 B.1 Tes Kemampuan Awal Statistis ….... 235
B.2 Jawaban Tes Kemampuan Awal Statistis ... 239
B.3 Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran Statistis ... 246
B.4 Tes Kemampuan penalaran Statistis ………... 247
B.5 Indikator Self-Efficacy ………... 252
B.6 Skala Self-Efficacy ………... 253
C Contoh Bahan Ajar ... 256
D.1 Contoh RPP Pembelajaran Kontekstual ... 293
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xx
Lampiran Judul Halaman
E.1 Data Kemampuan Penalaran Statistis Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kontekstual pada Sekolah Level Rendah
... 301
E.2 Data Kemampuan Penalaran Statistis Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kontekstual pada Sekolah Level Sedang
... 303
E.3 Data Kemampuan Penalaran Statistis Siswa yang Mendapat Pembelajaran Konvensional pada Sekolah Level Rendah
…… 305
E.4 Data Kemampuan Penalaran Statistis Siswa yang Mendapat Pembelajaran Konvensional pada Sekolah Level Sedang
…… 307
E.5 Data Self-Efficacy Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kontekstual pada Sekolah Level Rendah
... 309
E.6 Data Self-Efficacy Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kontekstual pada Sekolah Level Sedang
…… 311
E.7 Data Self-Efficacy Siswa yang Mendapat
Pembelajaran Konvensional pada Sekolah Level Rendah
... .
313
E.8 Data Self-Efficacy Siswa yang Mendapat Pembelajaran Konvensionall pada Sekolah Level Sedang
………... 315
E.9 Data Self-Efficacy Tiap Aspek untuk Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kontekstual Pada Sekolah level Rendah
... 317
E.10 Data Self-Efficacy Tiap Aspek untuk Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kontekstual Pada Sekolah level Sedang
……... 319
E.11 Data Self-Efficacy Tiap Aspek untuk Siswa yang Mendapat Pembelajaran Konvensional Pada Sekolah level Rendah
……... 321
E.12 Data Self-Efficacy Tiap Aspek untuk Siswa yang Mendapat Pembelajaran Konvensional Pada Sekolah level Sedang
... .
323
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xxi
F.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 327
Lampiran Judul Halaman
G. Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas ... 329
H. Hasil Analisis SPSS terhadap Data Kemampuan Awal Statistis, Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
viii
ABSTRAK
Maria Ulpah. (2013). Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah melalui Pembelajaran Kontekstual.
Fokus penelitian ini adalah membandingkan peningkatan kemampuan penalaran statistis (KPS) dan self-efficacy (SE) siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional. Populasinya adalah seluruh siswa Madrasah Aliyah di Kabupaten Banyumas yang berasal dari sekolah level sedang dan rendah. Dari setiap level sekolah diambil satu sekolah dan dari setiap sekolah yang terambil diambil satu kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran kontekstual dan satu kelas kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional. Seluruh siswa yang mengikuti penelitian dikategorikan dalam kelompok bawah, tengah, dan atas berdasarkan skor kemampuan awal statistis (KAS). Instrumen penelitian berupa satu set tes KAS, satu set tes KPS, dan satu set skala SE yang semuanya valid serta reliabel. Analisis data menggunakan uji-t untuk data normal, uji U Mann-Whitney untuk data tidak normal, dan Anava satu jalur dan Anava dua jalur. Hasil utama penelitian ini adalah: (1) peningkatan KPS siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada peningkatan KPS siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada keseluruhan siswa, semua level sekolah, dan semua kelompok siswa; (2) peningkatan KPS siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual tidak berbeda untuk kedua level sekolah (3) tidak ada interaksi antara pembelajaran dengan level sekolah terhadap peningkatan KPS, demikian juga tidak ada interaksi antara pembelajaran dengan kelompok siswa terhadap peningkatan kemampuan tersebut; (4) peningkatan SE siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada peningkatan SE siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada keseluruhan siswa, kedua level sekolah, dan kelompok KAS tinggi dan sedang; (5) tidak terdapat perbedaan peningkatan SE pada siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual pada kedua level sekolah, tetapi ada perbedaan peningkatan SE siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual pada ketiga kelompok siswa; dan (6) tidak ada interaksi antara pembelajaran dengan level sekolah dan antara pembelajaran dengan kelompok KAS siswa dalam peningkatan SE.
Maria Ulpah, 2013
Peningkatan Kemampuan Penalaran Statistis dan Self-Efficacy Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ix
ABSTRACT
Maria Ulpah. (2013). The Enhancement of High School Students’ Statistical Reasoning Ability and Self-Efficacy through Contextual Teaching and Learning.
This research focused on the enhancement of high school students’ statistical reasoning ability (SRA) and self-efficacy (SE) when conventional learning (CL) and Contextual Teaching and Learning (CTL) are used. The population is the entire senior high school students in Banyumas Regency that derived from middle and low-level schools. One school is selected from each school level. The students in experiment classes were taught under CTL whereas the students in control classes were taught under conventional learning. Based on their prior statistics knowledge (SPK), all students are classified into three groups: lower, middle, and upper. Research instruments are in the form of one set of SPK, one set of SRA test and one set of SE scale. All the three types of instruments are valid and reliable. Data analysis applies t-test, the Mann-Whitney U test, and ANOVA. The main results obtained are (1) N-gain of students’ SRA who were taught under CTL is higher than those who were taught under CL viewed from the whole students, all school levels, all student groups; (2) N-gain of students’ SRA who were taught under CTL for the two school levels are not significantly different. (3) there is no interaction between learning approach and school levels, as well as there is no interaction between learning approach and student groups in N-gain of SRA; (4) N-gain in SE of students who were taught under CTL is higher than those who were taught under CL viewed from the whole students, school level, middle and lower group; (5) N-gain students’ SE of whom were taught under CTL are not considerably different in any school level, but all groups of students and (6) there are no interactions between learning approach and school levels and between learning approach and student groups on N-gain of SE.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan bernalar diperlukan setiap orang dalam menghadapi era
globalisasi yang sarat dengan tantangan. Hal ini diperlukan agar seseorang mampu
memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi dari berbagai penjuru dunia
yang saat ini sangat mudah diterima melalui berbagai media. Pengembangan
kemampuan ini perlu dilakukan melalui pembelajaran di berbagai jenjang
pendidikan.
Institusi pendidikan memiliki peran dan tanggung jawab untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan-kemampuan yang berguna bagi kehidupan
mereka kelak, termasuk kemampuan bernalar. Peran dan tanggung jawab yang
se-demikian tampaknya belum diwujudkan secara optimal. Hasil penelitian
McGregor (2007) menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga orang di Amerika yang
berusia 16 sampai 25 tahun menyatakan bahwa institusi pendidikan tidak
membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan penting yang diperlukan
untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Demikian pula di Indonesia, hasil survey IMSTEP-JICA (1999)
menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran guru umumnya terlalu
berorientasi pada latihan penyelesaian soal yang lebih bersifat prosedural dan
mekanistis, daripada menanamkan pemahaman konsep ataupun mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa seperti bernalar. Hal ini senada dengan
2
mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) guru aktif, siswa pasif; (2) pembelajaran
berpusat kepada guru; (3) guru mentransfer pengetahuan kepada siswa; (4)
pemahaman siswa cenderung bersifat instrumental; (5) pembelajaran bersifat
mekanistik; dan (6) siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentarasi (mental)
memperhatikan apa yang diajarkan guru. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa hasil
pembelajaran yang berdasarkan paradigma mengajar tersebut adalah belum
berkembangnya kemampuan berpikir siswa secara optimal. Demikian juga
menurut Armanto (2001) bahwa cara mengajar seperti ini merupakan karakteristik
umum bagaimana guru melaksanakan proses pembelajaran di Indonesia. Oleh
karena itu, sebagai salah satu upaya memperbaiki kualitas pendidikan di
Indonesia, inovasi-inovasi pembelajaran terus dilakukan, termasuk dalam
pembelajaran statistika.
Statistika adalah salah satu cabang ilmu dari matematika yang pada
prinsipnya merupakan mempelajari tentang pengumpulan data, pengolahan data,
penganalisisan data, serta penarikan kesimpulan berdasarkan hasil analisis data
(Sudjana, 1996). Statistika dapat dipandang sebagai pengetahuan yang
menyediakan sarana untuk dapat memberikan solusi terhadap fenomena atau
permasalahan yang terjadi didalam kehidupan, di lingkungan pekerjaan dan di
dalam ilmu pengetahuan itu sendiri (Moore, 1997).
Di Indonesia, materi statistika diberikan mulai SD/MI, SMA/MA, sampai
Perguruan Tinggi. Sejak tahun 1975, materi statistika telah dicantumkan dalam
kurikulum matematika SD sebagai bagian dari aritmetika. Materi tersebut meliputi
3
menentukan rata-rata dan modus. Di SMP/MTs, siswa mulai dikenalkan dengan
populasi dan sampel, ukuran kecenderungan pusat, pengertian tentang frekuensi,
penyusunan distribusi frekuensi dan peluang. Karena pembelajaran matematika di
Indonesia mengikuti model spiral, maka di SMA/MA materi-materi tersebut
diperdalam khususnya materi peluang diberi tambahan pengertian kombinasi,
permutasi, serta peluang untuk dua peristiwa yang saling lepas.
Dewasa ini penggunaan statistika sudah merambah semua bidang ilmu,
bahkan dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan-perusahaan raksasa dunia
untuk memperoleh hasil terbaik. Sebagai contoh, keberhasilan Jepang dalam
menerapkan ilmu statistika terutama teori peluang (probabilitas) sangat nampak
dalam mendesain dan memasarkan produk-produknya seperti mobil, motor,
barang elektronik dan produk-produk lainnya. Menurut Boediono dan Koster
(2004), prestasi itu dicapai karena keberhasilan pendidikan di Jepang dalam mata
pelajaran statistika yang diberikan sejak sekolah menengah atas sampai perguruan
tinggi.
Di Indonesia, statistika telah sejak lama dipandang sebagai sesuatu hal yang
sangat penting dalam merancang dan membuat perencanaan pembangunan yang
ditandai dengan didirikannya lembaga Badan Pusat Statistik (BPS) oleh
pemerintah. BPS bertugas diantaranya untuk melakukan survey di bidang
ekonomi, pertanian dan industri serta melakukan sensus penduduk. Selain itu,
lembaga ini juga bertugas mendirikan kerja sama dengan lembaga internasional di
4
Paparan di atas memperlihatkan beberapa contoh penggunaan statistika di
berbagai bidang. Agar seseorang mampu menggunakan statistika secara optimal,
diperlukan kemampuan statistis seperti memahami konsep-konsep statistika,
representasi grafik dan interpretasi data dan peluang. Kemampuan ini disebut
kemampuan penalaran statistis (Garfield, 2002).
Agar kemampuan penalaran statistis tersebut berkembang, beberapa
perubahan dalam pembelajaran statistika perlu dilakukan. Pertama, pandangan
terhadap statistika hanya sebagai pengetahuan dan prosedur yang harus diajarkan,
menjadi suatu keterkaitan ide-ide dan proses melakukan penalaran. Kedua, belajar
yang semula dipandang sebagai aktivitas individu untuk menguasai prosedur
melalui penjelasan guru/dosen, menjadi aktivitas berkolaborasi untuk memperoleh
pemahaman dengan usaha sendiri. Ketiga, mengajar yang semula berupa
penyampaian materi kurikulum secara terstruktur, menjelaskan materi, dan
mengoreksi kekeliruan siswa, menjadi menggali pengetahuan melalui adanya
interaksi berupa dialog.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa kekeliruan
(miskonsepsi) dalam penalaran statistis yang sering dilakukan siswa. Sharma
(2006), dari hasil penelitiannya, menemukan bahwa banyak siswa menyelesaikan
masalah peluang dengan strategi “keyakinan diri”, strategi “pengalaman
sebelumnya” (pengalaman sehari-hari dan pengalaman di sekolah) dan strategi
intuisi. Temuan ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan
5
Penelitian lain yaitu mengenai konsep korelasi diungkapkan oleh Dasari
(2009). Analisis terhadap jawaban mahasiswa yang mendapat pembelajaran
konvensional terhadap sebuah soal mengenai korelasi diketahui bahwa hanya
32,1% mahasiswa yang berada pada tahap berpikir relasional, sementara sisanya
berada pada tahap prestruktural, unistruktural dan multistruktural. Tahap berpikir
relasional adalah tahap berpikir tertinggi, dalam tahap ini mahasiswa tidak hanya
dapat menghitung dan menginterpretasi koefisien korelasi, tetapi juga dapat
mengaitkan dengan konsep statistika yang lain.
Oleh karena itu, diperlukan adanya inovasi-inovasi mengenai bagaimana
mengajarkan statistika secara efektif agar kemampuan penalaran statistis siswa
berkembang dengan baik. Menurut Linuwih (1999), pendidikan statistika adalah
masalah yang serius dan perlu adanya perubahan-perubahan, sebab secara umum
masyarakat tidak memahami bernalar secara statistis dan akibatnya tidak
menghargai penggunaan statistika. Perubahan “isi” pendidikan statistika yang
seharusnya tidak hanya berorientasi kepada pendekatan matematis, tetapi lebih
ditekankan pada pengumpulan data, menyajikan grafik data, rancangan percobaan,
survey dan perbaikan proses. Isi ini berhubungan langsung dengan bagaimana
bernalar statistis digunakan dalam penyelesaian masalah yang real. Selanjutnya,
Linuwih (1999) menambahkan bahwa untuk mengubah penyajian pendidikan
statistika sebaiknya dilakukan pembelajaran melalui pengalaman.
Pendekatan pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan penalaran
statistis siswa adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual
6
pelajaran dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi (Johnson, 2007).
Siswa didorong untuk mencari dan menemukan hubungan antara ide-ide abstrak
dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa menginternalisasi konsep
melalui penemuan, penguatan dan keterhubungan. Dengan konsep yang demikian,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada filsafat konstruktivisme. Menurut
paham konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer dari seorang guru
kepada siswa begitu saja, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing siswa. Bettencourt (dalam Suparno, 1996) mengatakan bahwa bagi
penganut aliran konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan
pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan,
bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Oleh karena itu, peran guru adalah
sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar siswa dalam
rangka mengkonstruksi pengetahuannya dapat berjalan dengan baik.
Dalam pembelajaran kontekstual, diperlukan adanya interaksi antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa-guru dengan materi ajar. Dalam hal
ini diperoleh kemaksimalan pemahaman siswa, dan siswa diberikan kesempatan
mengkomunikasikan hasil olahan pemikirannya kepada temannya. Di samping
rasa percaya diri siswa dibangun juga budaya bersosialisasi di antara siswa.
Siswa-siswa saling menghargai dan lebih mandiri. Menurut Garfield (2002),
7
mengkonstruksi pengetahuan yang dimiliki siswa menjadi pola-pola yang
bermakna dan berguna sehingga memiliki pemahaman dan keterampilan dalam
menghadapi suatu persoalan. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan
komunikasi dan pemahaman konsep-konsep statistika (Bude, 2007; Roseth,
Garfield dan Ben-Zvi, 2008; Libman, 2010).
Potensi siswa untuk bernalar statistis ini akan berkembang lebih baik
apabila didukung oleh lingkungan (Garfield dan Ben-Zvi, 2007a). Hal ini berarti
bahwa lingkungan sekolah ikut mempengaruhi berkembangnya potensi bernalar
statistis siswa, sehingga faktor level/peringkat sekolah diprediksi juga akan
mempengaruhi dan perlu mendapat perhatian khusus dalam perkembangan
penalaran statistis siswa. Oleh karena itu, untuk menciptakan proses pembelajaran
yang mampu mengoptimalkan potensi bernalar statistis siswa, faktor peringkat
sekolah merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan. Hal ini juga
penting agar guru dapat membuat persiapan untuk mengantisipasi setiap
kemungkinan respons yang akan muncul dari siswa.
Selain faktor level/peringkat sekolah, faktor kemampuan awal statistis siswa
juga diperkirakan berpengaruh terhadap kemampuan penalaran statistis siswa. Hal
ini didasarkan pada sifat hirarkis dari materi-materi statisika. Materi dalam
statistika berupa konsep-konsep yang saling berkaitan sehingga untuk
mempelajari suatu konsep statistika dibutuhkan kemampuan awal statistis atau
8
Kemampuan awal statistis yang dimiliki seorang siswa diperlukan agar siswa
tersebut dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Selain aspek kognitif, aspek afektif juga penting dalam pembelajaran
statistika. Ada tiga faktor afektif yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran
siswa, yaitu: keyakinan, sikap dan emosi. Faktor keyakinan akan berpengaruh
pada saat siswa melakukan suatu proses penyelidikan yang tergambar pada
tindakan, upaya, ketekunan, fleksibilitas dalam perbedaan, dan realisasi tujuan.
Salah satu bagian dari keyakinan siswa adalah keyakinan diri mereka terhadap
statistika atau self-efficacy, yaitu pertimbangan siswa tentang kemampuan dirinya
untuk mencapai tingkatan kinerja yang diinginkan atau ditentukan, yang akan
mempengaruhi tindakan selanjutnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
self-efficacy terhadap statistika yang kuat dalam diri siswa agar dia dapat berhasil
dalam proses pembelajaran.
Gal, Ginsburg dan Schau (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy dan
sikap siswa turut berperan dalam menentukan keberhasilan siswa dalam belajar
statistika. Aspek seperti self-efficacy, berperan utama pada saat seseorang
mengerjakan dan menggunakan statistika. Menurut Gal dan Ginsburg (1994),
banyak guru yang berfokus pada pemindahan pengetahuan kepada siswa,
sementara banyak siswa yang mempunyai masalah dengan faktor non-kognitifnya
seperti self-efficacy atau sikap negatif terhadap statistika. Faktor-faktor tersebut
dapat menghambat belajar statistika. Pendapat ini didukung oleh Chiesi dan Primi
9
Pengantar Statistika memperoleh hasil bahwa self-efficacy terhadap statistika
secara positif berpengaruh terhadap prestasinya.
Mengenai peranan self-efficacy lainnya, Garfield dan Ben-Zvi (2007)
menegaskan bahwa untuk dapat mengerjakan statistika tidak cukup dengan
mengetahui cara mengerjakan, namun harus disertai dengan self-efficacy tentang
kebenaran konsep dan prosedur yang dimilikinya. Misalnya pada saat melakukan
perhitungan secara manual atau dengan memakai alat hitung, unsur self-efficacy
ada di dalamnya. Self-efficacy terhadap statistika yang dimiliki siswa tidak
bersifat tetap namun dapat diubah menjadi lebih baik. Sebagai contoh, Lee,
Zeleke dan Meletiou (2003) meneliti perkembangan self-efficacy siswa dengan
menerapkan belajar aktif dalam pelajaran statistika dan hasilnya adalah
self-efficacy siswa ternyata dapat ditingkatkan melalui belajar aktif tersebut.
Self-efficacy tersebut tumbuh dalam diri siswa yang perkembangannya dipengaruhi
oleh keadaan siswa itu sendiri dan lingkungan di sekitarnya.
Self-efficacy siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu guru,
buku teks, strategi pembelajaran, dan yang utama adalah pemanfaatan
masalah-masalah sehari-hari yang ada di sekitar siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Karakteristik pembelajaran kontekstual yang menggunakan lingkungan belajar
keseharian siswa sebagai starting point pembelajaran, interaksi multi arah (guru
dengan siswa atau siswa dengan siswa), adanya model (guru/siswa) dapat
meningkatkan self-efficacy siswa (Schunk, 2012). Berubahnya self-efficacy siswa
10
dipengaruhi oleh banyak faktor maka usaha-usaha peningkatan self-efficacy harus
dilakukan dengan memperhatikan semua faktor tersebut.
Hall dan Vance (2010) melakukan penelitian untuk membandingkan
self-efficacy dua kelompok siswa dalam memecahkan masalah statistika melalui
pembelajaran konvensional dan pembelajaran menggunakan web. Instrumen yang
digunakan terdiri dari 10 item mengenai seberapa percaya diri siswa dalam
memecahkan masalah statistika. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
self-efficacy siswa dalam memecahkan masalah statistis masih rendah untuk kedua
kelompok siswa tersebut. Untuk meningkatkan self-efficacy siswa, Hall dan Vance
menyarankan penggunaan teori kognitif sosial sebagai kerangka, karena pola
timbal balik variabel-variabel dalam teori tersebut memungkinkan usaha
belajar-mengajar langsung menyentuh faktor personal, lingkungan dan tingkah laku.
Temuan tersebut sejalan dengan temuan yang diperoleh Risnanosanti (2010)
yang melakukan penelitian tentang self-efficacy siswa dalam pembelajaran
matematika dengan menggunakan metode pembelajaran inkuiri dan pembelajaran
biasa untuk materi statistika dan peluang. Dalam studi yang dilakukannya
terungkap bahwa self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa masih
rendah. Menurut Risnanosanti, self-efficacy ini dapat ditingkatkan dengan
penggunaan pembelajaran inkuiri; terbukti dari hasil penelitiannya yang
menyimpulkan bahwa self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri
lebih tinggi dari pada self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa.
Data dan fakta yang telah dipaparkan di atas baik di dalam maupun luar
11
efficacy siswa. Dalam ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu seperti di Kabupaten
Banyumas, mengenai rendahnya kemampuan penalaran statistis dan self-efficacy
siswa tidak jauh berbeda dengan fakta dan data untuk Indonesia. Hal ini didukung
oleh data hasil studi pendahuluan pada penelitian ini yang menunjukkan rata-rata
perolehan skor tes kemampuan penalaran statistis dan self-efficacy siswa secara
berturut-turut masih di bawah 25% dan 50% dari masing-masing skor idealnya. Ini
artinya, apabila merujuk pada pengkategorian yang diajukan oleh beberapa pakar
psikometri atau evaluasi pendidikan, perolehan skor dari tes-tes tersebut dapat
dikatakan termasuk pada kategori rendah, atau dengan kata lain masih belum
dianggap cukup (Arikunto, 2005).
Potensi siswa untuk bernalar statistis ini akan berkembang lebih baik
apabila didukung oleh lingkungan (Garfield dan Ben-Zvi, 2007a), begitu pula
dengan self-efficacy (Bandura, 1997). Hal ini berarti bahwa lingkungan sekolah
ikut mempengaruhi berkembangnya potensi bernalar statistis dan self-efficacy
siswa, sehingga faktor level/peringkat sekolah diprediksi juga akan mempengaruhi
dan perlu mendapat perhatian khusus dalam perkembangan penalaran statistis dan
self-efficacy siswa. Oleh karena itu, untuk menciptakan proses pembelajaran yang
mampu mengoptimalkan potensi bernalar statistis dan self-efficacy siswa, faktor
peringkat sekolah merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan. Hal ini
juga penting agar guru dapat membuat persiapan untuk mengantisipasi setiap
kemungkinan respons yang akan muncul dari siswa.
Selain faktor level/peringkat sekolah, faktor kemampuan awal statistis siswa
12
ini didasarkan pada sifat hirarkis dari materi-materi statisika. Materi dalam
statistika berupa konsep-konsep yang saling berkaitan sehingga untuk
mempelajari suatu konsep statistika dibutuhkan kemampuan awal statistis atau
pengetahuan dasar statistika yang baik berkaitan dengan konsep tersebut.
Kemampuan awal statistis yang dimiliki seorang siswa diperlukan agar siswa
tersebut dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Begitu pula dengan self-efficacy,
menirut Schunk (2012) self-efficacy sebagian tergantung pada
kemampuan-kemampuan siswa. Secara umum, para siswa yang kemampuan-kemampuannya tinggi
merasakan self-efficacy yang lebih tinggi untuk belajar dibandingkan dengan para
siswa yang kemampuannya rendah.
Uraian di atas memberikan gambaran mengenai kemampuan penalaran
statistis dan self-efficacy siswa dalam pembelajaran statistika. Adapun penelitian
ini berfokus pada pengembangan kemampuan penalaran statistis dan self-efficacy
terhadap statistika siswa Madrasah Aliyah melalui pembelajaran kontekstual.
Madrasah Aliyah (MA) adalah salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia
yang merepresentasikan lembaga pendidikan Islam dan setara dengan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Kurikulum MA sama dengan kurikulum sekolah
menengah atas, hanya saja pada MA terdapat porsi lebih banyak muatan
pendidikan agama Islam, yaitu Fiqih, Akidah, Akhlak, Al Quran, Hadits, Bahasa
Arab dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Walaupun MA diakui sama kedudukannya dengan SMA menurut UU RI
No.20 Tahun 2003, tetap saja secara operasional MA membelajarkan kelompok
13
merupakan tuntutan alamiah, karena MA dianggap sebagai lembaga pendidikan
Islam. Tentu saja, jika MA tetap dianggap merepresentasikan pendidikan Islam
harus tetap memperhatikan aspirasi umat Islam, yaitu di samping mewujudkan
tujuan pendidikan nasional juga menjadi lembaga syiar Islam. Kekhasan MA ini
akhirnya menjadi penentu pilihan apakah seseorang akan belajar di MA atau
SMA. Dengan kata lain, seseorang yang menetapkan pilihan belajar di MA berarti
dia ingin belajar Islam dan ilmu pengetahuan umum.
Madrasah Aliyah banyak diminati oleh masyarakat pada masa sekarang ini
walaupun sebenarnya ada hal positif dan negatif yang dikandungnya. Sisi
positifnya adalah siswa mendapatkan ilmu agama lebih banyak, namun di sisi lain
siswa juga bisa merasa terbebani. Akibatnya, karena terlalu banyak ilmu yang
dipelajari, maka pencapaiannya tidak optimal.
Pada saat mempelajari mata pelajaran agama di sekolah, siswa kerap kali
melakukan pola belajar pasif dengan melakukan proses belajar dengan metode
menghafal. Dalam metode menghafal, proses bernalar atau berpikir tidak
berkembang maksimal karena tingkat nalar yang dicapai hanya pada tingkat dasar
atau ingatan saja.
Selain itu, terdapat anggapan yang memandang bahwa mempelajari
ilmu-ilmu agama Islam seperti fiqih dan al-Quran Hadits hukumnya wajib, sementara
mempelajari ilmu pengetahuan umum (termasuk di dalamnya statistika)
hukumnya tidak wajib atau sunnah, sehingga siswa terfokus pada belajar agama
14
Mengahadapi situasi seperti ini diperlukan rekayasa pembelajaran
matematika dengan topik statistika agar motivasi belajar siswa dalam belajar
matematika setara dengan belajar agama Islam. Rekayasa ini menempatkan
isu-isu dalam agama Islam sebagai konteks atau penjelas bagi pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran statistika. Harapannya adalah perubahan pada ranah
mind set siswa bahwa belajar statistika memiliki status hukum yang setara dengan
belajar agama Islam, sehingga motivasi belajar siswa tetap terjaga dan penalaran
statistis siswa dapat berkembang dengan baik. Pendekatan pembelajaran
kontekstual menjadi alternatif yang digunakan dalam proses belajar-mengajar
ilmu pengetahuan umum, dalam hal ini materi statistika.
Masalah selanjutnya adalah bagaimana cara meningkatkan kemampuan
penalaran statistis maupun self-efficacy siswa MA melalui pembelajaran
kontekstual. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji secara lebih
mendalam mengenai pengembangan kemampuan penalaran statistis dan
self-efficacy siswa MA terhadap statistika dengan menggunakan pembelajaran
kontekstual serta melihat keterkaitan antar kemampuan penalaran statistis dan
self-efficacy.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka
dalam penelitian ini masalah utamanya adalah: “Apakah peningkatan kemampuan
penalaran statistis (KPS) dan self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran
kontekstual lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran
15
Selanjutnya, dari rumusan masalah utama tersebut terdapat beberapa
sub-sub masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah peningkatan KPS siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual
lebih tinggi daripada peningkatan KPS siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, dan c) kelompok
Kemampuan Awal Statistis (KAS) siswa?
2. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah
terhadap peningkatan KPS siswa?
3. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kelompok KAS
siswa terhadap peningkatan KPS siswa?
4. Apakah peningkatan self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran
kontekstual lebih tinggi daripada peningkatan self-efficacy siswa yang
mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level
sekolah, dan c) kelompok KAS siswa?
5. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah
terhadap peningkatan self-efficacy siswa?
6. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kelompok KAS
terhadap peningkatan self-efficacy siswa?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan utama
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan KPS dan self-efficacy
siswa yang mendapatkan pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada siswa
16
Secara lebih terperinci, tujuan dari penelitian ini dijabarkan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan KPS siswa yang mendapat
pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada peningkatan KPS siswa yang
mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level
sekolah, dan c) kelompok KAS siswa.
2. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran
dengan level sekolah terhadap peningkatan KPS siswa.
3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran
dengan kelompok KAS siswa terhadap peningkatan KPS.
4. Untuk mengetahui apakah peningkatan self-efficacy siswa yang mendapat
pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada peningkatan self-efficacy
siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: a)
keseluruhan, b) level sekolah, dan c) kelompok KAS siswa.
5. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran
dengan level sekolah terhadap peningkatan self-efficacy siswa.
6. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran
dengan kelompok KAS terhadap peningkatan self-efficacy siswa.
D. Definisi Operasional
1. Kemampuan penalaran statistis (statistical reasoning) adalah kemampuan
menarik kesimpulan dan memberi penjelasan berdasarkan data dan konsep
17
2. Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang menyajikan
konteks, situasi atau masalah sebagai pemicu proses belajar dan memiliki
karakteristik utama yaitu: berpandangan konstruktivisme, mengajukan
pertanyaan, menemukan, komunitas belajar, menggunakan model dan
melaksanakan refleksi. Langkah-langkah pembelajaran ini: (1) pemberian
masalah kontekstual kepada siswa; (2) siswa memecahkan masalah yang
diberikan secara mandiri di kelompoknya; (3) siswa berdiskusi di
kelompoknya; (4) penyajian hasil pekerjaan kelompok di kelas; (5) diskusi
kelas terhadap hasil pekerjaan tiap kelompok; dan (6) penyimpulan dan
refleksi.
3. Self-efficacy siswa terhadap statistika adalah pertimbangan siswa tentang
kemampuan dirinya untuk mencapai tingkatan kinerja yang diinginkan atau
ditentukan, yang akan mempengaruhi tindakan selanjutnya. Self-efficacy
dalam penelitian ini meliputi empat hal yaitu pertimbangan terhadap
pencapaian diri, pengalaman orang lain, kepercayaan verbal, dan
emosi.
4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh
guru sehari-hari. Pembelajaran ini diawali dengan guru menjelaskan materi
pelajaran, kemudian guru memberi contoh-contoh soal dan cara
menyelesaikannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya,
setelah itu guru memberikan soal untuk dikerjakan siswa sebagai latihan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian ekperimen yang menerapkan
pembelajaran kontekstual. Desain dalam penelitian ini adalah “kuasi-eksperimen”
yang diilustrasikan sebagai berikut (Ruseffendi, 2005):
O X O
O O
Dengan: X = Pembelajaran kontekstual
O = Tes kemampuan penalaran statistis dan skala self-efficacy
Pada kuasi-eksperimen ini menggunakan dua kategori kelas sampel yaitu
kelas eksperimen dan kontrol yang dipilih secara acak pada masing-masing
sekolah. Subjek penelitian (siswa) tidak dikelompokkan secara acak, tetapi
menerima keadaan subjek apa adanya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa dengan menggunakan kelas yang ada, tidak dilakukan lagi
pengelompokkan secara acak untuk membuat kelas baru yang akan menyebabkan
kekacauan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.
Di kelas eksperimen dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dan di kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran secara konvensional.
Pada awal dan akhir pembelajaran, siswa kedua kelas diberi tes kemampuan
83
Pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap KPS dan SE
siswa akan dilihat secara detail dengan melibatkan faktor level sekolah (sedang,
rendah) dan faktor Kemampuan Awal Statistis (KAS) siswa (tinggi, sedang, dan
rendah). Jadi, desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2 × 2 × 3,
yaitu dua pendekatan pembelajaran (kontekstual dan konvensional), dua level
sekolah (sedang dan rendah), dan tiga kelompok kemampuan awal statistis siswa
(tinggi, sedang, dan rendah). Desain tersebut disajikan dalam model Weiner
seperti pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.1
Keterkaitan antara KPS, Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan KAS Siswa
KAS
Kemampuan Penalaran Statistis (P) Kontekstual (K) Konvensional (V) Sedang
P-K : KPS siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual
PS-K : KPS siswa pada sekolah level sedang yang memperoleh
pembelajaran kontekstual
PTS-K : KPS siswa kelompok KAS tinggi pada sekolah level sedang yang
84
P-V : KPS siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
PS-V : KPS siswa pada sekolah level sedang yang memperoleh
pembelajaran konvensional
PTS-V : KPS siswa kelompok KAS tinggi pada sekolah level sedang yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
Tabel 3.2
Keterkaitan antara Self-Efficacy, Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan KAS Siswa
KAS
Self-Efficacy (L)
Kontekstual (K) Konvensional (V) Sedang
L-K : Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual
LS-K : Self-efficacy siswa pada sekolah level sedang yang memperoleh
pembelajaran kontekstual
LTS-K : Self-efficacy siswa kelompok KAS tinggi pada sekolah peringkat sedang
yang memperoleh pembelajaran kontekstual
L-V : Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
LS-V : Self-efficacy siswa pada sekolah level sedang yang memperoleh
85
LTS-V : Self-efficacy siswa kelompok KAS tinggi pada sekolah level sedang
yang memperoleh pembelajaran konvensional.
B. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Madrasah Aliyah (MA)
di Kabupaten Banyumas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI MA yang
ada di Kabupaten Banyumas, diambil dari dua sekolah yang termasuk dalam level
sedang dan rendah. Penentuan dua sekolah tersebut dilakukan dengan
menggunakan stratified sampling, karena sekolah-sekolah MA di Banyumas
tersebut sebelumnya dikelompokkan ke dalam tiga level yaitu tinggi, sedang dan
rendah). Dari masing-masing sekolah dengan level sedang dan rendah diambil dua
kelas, satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang
memperoleh pembelajaran kontekstual dan satu kelas lagi sebagai kelompok
kontrol yaitu kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitian ini
hanya melibatkan sekolah dengan level sedang dan rendah, karena hasil studi
pendahuluan menunjukkan bahwa sekolah dengan level tinggi mempunyai
kemampuan penalaran statistis dan self-efficacy yang cukup bagus.
Dalam menetapkan sampel penelitian ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menggolongkan sekolah dalam kualifikasi kelompok tinggi, sedang dan
rendah berdasarkan data dari Kementrian Agama Kabupaten Banyumas. Di
Kabupaten Banyumas terdapat 1 sekolah pada level tinggi, 8 sekolah pada
86
2. Memilih satu sekolah dari masing-masing level sedang dan rendah dengan
menggunakan teknik stratified sampling. Selanjutnya, pada sekolah yang
terpilih dilakukan proses pemilihan secara acak berkelompok (cluster random
sampling) untuk menentukan kelas yang akan menjadi kelompok eksperimen
dan kelas yang akan menjadi kelompok kontrol.
3. Pada masing-masing kelas dilakukan pengelompokan kembali berdasarkan
KAS yang dimilikinya. KAS siswa didasarkan pada tes kemampuan statistika
yang diberikan di awal penelitian.
Penentuan kategori sekolah didasarkan pada nilai ujian nasional matematika
SMA/MA tahun pelajaran 2010/2011. Berikut disajikan kriteria pengkategorian
tersebut.
Tabel 3.3 Kriteria Kategori Sekolah
Rata-rata nilai UN Matematika Kategori Sekolah
UN ≥ 8,00 Tinggi 6,00 ≤ UN < 8,00 Sedang
UN < 6,00 Rendah
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang pembelajaran pada materi statistika di kelas
XI Madrasah Aliyah pembelajaran kontekstual untuk melihat pengaruhnya
terhadap perkembangan kemampuan penalaran statistis (KPS) dan self-efficacy
(SE) siswa. KPS dan SE setelah pembelajaran akan dibandingkan pada
masing-masing perlakuan yaitu antara pembelajaran kontekstual dan pembelajaran
87
Penelitian ini juga memperhatikan variabel kontrol yaitu kemampuan awal
statistis (KAS) siswa yang dikategorikan tinggi, sedang dan rendah. Kelompok
KAS siswa adalah peringkat siswa berdasarkan pada hasil skor dari tes KAS
dalam satu kelas. Siswa yang memperoleh skor KAS pada sepertiga bagian atas
dikategorikan sebagai siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, siswa yang
mempunyai skor KAS pada sepertiga bagian tengah dikategorikan sebagai siswa
yang mempunyai kemampuan sedang, dan siswa yang mempunyai skor KAS pada
sepertiga bagian bawah dikategorikan sebagai siswa yang mempunyai
kemampuan rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka variabel pada penelitian ini terdiri dari
beberapa variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas
meliputi pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran kontekstual dan
pembelajaran konvensional, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan
penalaran statistis dan self-efficacy. Adapun variabel kontrolnya adalah level
sekolah yang terdiri level sedang dan rendah dan kelompok KAS yaitu tinggi,
sedang dan rendah.
D. Pengembangan Instrumen
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yaitu tes kemampuan
penalaran statistis, tes kemampuan awal statistis, skala self-efficacy, dan lembar
observasi. Sebelum digunakan, validitas muka dan validitas isi dari
instrumen-instrumen tersebut ditelaah oleh para ahli, yaitu dosen pendidikan matematika
atau statistika yang bergelar doktor atau sedang menempuh pendidikan doktor
88
kekomunikatifan bahasa yang digunakan dan (2) kemenarikan sajian atau
penampilan instrumen. Sedangkan validitas isi mencakup kesesuaian butir-butir
instrumen dengan aspek-aspek kemampuan bernalar statistis dan self-efficacy.
Selanjutnya dilakukan uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai
memberikan penilaian yang sama terhadap validitas instrumen penelitian.
Rumusan hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut.
H0 : Para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam
H1 : Para penilai memberikan penilaian yang tidak sama atau tidak seragam
Hipotesis tersebut diuji dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil analisis para
ahli digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki instrumen
penelitian. Instrumen penelitian yang telah diperbaiki selanjutnya diujicobakan
untuk mengetahui keterbacaan butir-butir instrumen, kesesuaian alokasi waktu,
indeks kesukaran, serta untuk mengetahui karakteristik instrumen yang mencakup
validitas butir dan reliabilitas instrumen.
Berikut akan dijelaskan secara detail masing-masing instrumen penelitian
yang digunakan.
1. Tes Kemampuan Awal Statistis
Tes kemampuan awal statistis (KAS) merupakan tes yang berisi soal uraian
dengan materi yang sesuai dengan bahan yang diajarkan dalam mata pelajaran
Matematika pada bab Statistika dan Peluang. Soal-soal tes KAS ini sebagian
diadaptasi dari soal-soal Ujian Nasional (UN) SMP mengenai topik statistika dan
peluang. Pemberian tes KAS bertujuan untuk penempatan siswa. Berdasarkan
89
dalam tiga kategori yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok
rendah.
Sebelum tes ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan penilaian validitas isi
dan muka. Hasil penilaian ahli terhadap validitas muka dan validitas isi dari tes ini
disajikan pada Lampiran A.1.2. Semua ahli menilai bahwa tes ini telah memenuhi
validitas isi. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para
penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka
dari tes ini.
Tabel 3.4 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Validitas Tes KAS
Banyak Butir Soal Q Sig.
15 11,290 0,663
Tabel 3.4 memperlihatkan bahwa nilai probabilitas yang dihasilkan dari uji
ini lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti bahwa para penilai
memberikan penilaian yang seragam terhadap validitas muka tes ini. Semua
penilai menyimpulkan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para
penilai juga memberikan beberapa saran perbaikan terkait dengan penggunaan
simbol matematis, kejelasan gambar atau grafik dan tata bahasa atau kalimat yang
digunakan.
Untuk mengetahui validitas butir soal digunakan rumus korelasi product
moment dari Pearson, dengan mengkorelasikan skor setiap butir soal dengan skor
total pada instrumen yang digunakan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui
dukungan skor setiap butir soal terhadap skor total. Semakin besar dukungan skor
butir soal terhadap skor total, maka validitas butir dari soal tersebut semakin
90
Berikut adalah rumus korelasi productmoment dari Pearson rxy:
rxy =
Selanjutnya, dilakukan pengujian terhadap signifikansi setiap koefisien
korelasi yang diperoleh dengan menggunakan uji-t, berikut adalah rumus yang
digunakan:
Hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0: = 0, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara skor butir soal
dengan skor total
H1: 0, yaitu ada hubungan yang signifikan antara skor butir soal dengan
skor total
Adapun kriteria keputusan yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas
91
diterima (butir soal tidak valid). Atau, rhitung dibandingkan dengan rtabel dengan
kriteria keputusan yaitu bahwa butir tes kemampuan awal statistis dikategorikan
valid jika rhitung lebih dari rtabel = r0,05;29 = 0,301.
Interpretasi terhadap hasil perhitungan besarnya nilai koefisien korelasi
didasarkan atas pendapat Arikunto (2005) seperti yang tersaji pada Tabel 3.5
berikut.
Tabel 3.5
Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy
Koefisien Korelasi Interpretasi
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r ≤ 0,60 Cukup
0,20 < r ≤ 0,40 Rendah 0 < r ≤ 0,20 Sangat Rendah
Hasil perhitungan koefisien korelasi setiap butir soal untuk tes
kemampuan awal statistis dengan n = 31 pada taraf signifikansi = 0,05
ditampilkan pada Tabel 3.6 di bawah ini.
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa dari 15 butir soal, ada satu butir soal yang
tidak valid yaitu soal nomor 2, sehingga soal tersebut dibuang (tidak digunakan).
Dengan demikian, butir soal yang digunakan sebagai instrumen untuk mengukur
92
Tabel 3.6
Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Awal Statistis
Koefisien Korelasi Sig. Keterangan
1 0,364 Rendah 0,044 Valid
tidak valid yaitu soal nomor 2, sehingga soal tersebut dibuang (tidak digunakan).
Dengan demikian, butir soal yang digunakan sebagai instrumen untuk mengukur
kemampuan awal statistis ada sebanyak 14 butir.
Setelah menganalisis validitas, selanjutnya dilakukan analisis reliabilitas
untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes. Suatu tes dikatakan reliabel jika
hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara
berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang
tetap sama atau ajeg (stabil). Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes yang