• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUASA BAHASA Sebuah Kajian Awal Dalam Ps

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KUASA BAHASA Sebuah Kajian Awal Dalam Ps"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KUASA BAHASA

(Sebuah Kajian Awal Dalam Psikoanalisis

Jacques Lacan & Slavoj Žižek)

1

Oleh : Bakhrul Amal2

“Language does not simply write and think for me, it also increasingly dictates my feelings and governs my entire spiritual being the more unquestioningly and unconsciously I abandon myself to it. And what happens if the cultivated language is made up of poisonous elements

or has been made the bearer of poisons?”3

(Victor Kempeler)

Sekitar tahun 1933 dan 1935, ketika kebencian dalam kehidupan sosial dan politik tengah menjadi tren, Victor Kempeler secara diam-diam menuliskan kata-kata itu.4 Menurut Goenawan Mohammad, guru besar Universitas Teknologi Dresden itu, merasakan sendiri, bagaimana bahasa bisa membawanya ke jurang-jurang curam menuju arah kematian. Pada waktu itu teks rupanya telah berkembang, tidak lagi menjadi objek penelitian, tetapi

1

Disampaikan dalam diskusi bersama aktifis GemSos, Minggu 9 Mei 2014 2

@bakhrulamal saat ini terdaftar sebagai Mahasiswa Magister Kenotariatan UNDIP, dukun praktek di Satjipto Rahardjo Institute dan penggiat @komunitaspayung

3

Victor Kempeler, The Language of the Third Reich ( London : Contoniuum, 2001; New York: Athlone Press ), Hlm 15 “Bahasa tak semata-mata menulis dan berpikir bagiku, ia juga semakin lama semakin mendikte perasaanku dan mengatur keseluruhan hidup rohaniku dan tanpa sadar aku menyerah sepenuhnya kepadanya. Dan apa yang terjadi jika bahasa dibudidayakan terdiri dari unsur-unsur beracun atau telah dibuat oleh si pembawa racun…?” Dalam hal ini pengakuan Kempeler sepertinya berada di dua sisi, yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Ketika dia mulai mengomentari bahasa, kata-katanya yang tidak sadar itu kemudian menjadi sadar, dan pada saat sadar itulah dia mulai khawatir lalu memunculkan pertanyaannya. Dia menanggap betapa berbahayanya bahasa bila dicampuri racun atau bahkan dibawa oleh orang yang berniat meracun.

4

(2)

berubah menjadi apa yang disebut oleh Mark Brecher dengan makna psikologis dan sosial teks.

Kebutuhan manusia akan bahasa adalah suatu hal yang niscaya. Pada mulanya bahasa diciptakan untuk berkomunikasi, menyambung aku dengan sekitarku dan mewakili apa yang ada dipikiranku. Tetapi seiring berkembangnya ilmu, bahasa kemudian memegang kendali, arahnya semakin luas, dinamis dan mampu mengontrol si penciptanya sendiri, yaitu manusia.

“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap saja Monyet!”5

Kata-kata itu diucapkan Herman kepada Minke. Dengan bahasa, Tuan Herman mencoba menjungkalkan mental Minke. Lelaki keturunan penjajajah itu menganggap pribumi tak ubahnya seekor monyet yang tak berotak. “Aku eropa kastaku lebih tinggi” dan “kamu bumiputera, sekalipun besar usahamu, tak akan pernah mampu menjangkauku”. Kenyataan itu muncul tidak hanya dalam novel, tetapi pada kehidupan yang nyata, 350 tahun siamang dijadikan budak kolonial.

Baik Minke maupun Victor Kempeler keduanya mengalami ketakutan. Meskipun mungkin dengan kadar pengkhayatan yang berbeda. Bahasa telah menjadi media bagi mereka untuk menyucurkan kringat dan pucat di wajahnya. Apa yang dialami oleh keduanya, menurut Lacan adalah bagian dari struktur ontologi dalam kehidupan manusia.6

Dari beberapa contoh di atas, kita rasanya perlu sepakat bahwa bahasa ternyata mampu mempengaruhi orang sebegitu dalam. Bahasa menusuk dan menilisik tiap-tiap urat nadi, kemudian mensugesti orang tersebut untuk melakukan suatu hal. Artinya, akibat yang ditimbulkan oleh bahasa bisa menjadi baik, bisa pula berakibat buruk, tergantung daripada bagaimana subjek menempatkannya. Oleh karenanya tidak heran, apabila, bahasa seringkali dipersalahkan, dijadikan tersangka dalam hampir setiap kejadian. Dia dilahirkan, karena dianggap mengganggu, kemudian dikubur, lalu seketika bangkit kembali untuk mengubur sang pengubur.

Yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaiamana bahasa itu muncul? Lalu apa pengaruhnya terhadap kehidupan? Apakah bahasa menjadi bentuk nyata yang merepresentasikan keinginan subjek yang menggunakannya? Dalam paper ini, saya akan mencoba mencari titik terang hipotesa dari maksud di balik itu semua dengan menggunaka psikoanalisis a la Lacan.

5

Pramoedya Ananata Toer, Bumi Manusia, (Jakarta : Lentera Dipantara, 2009) hlm 64 6

(3)

JACQUES LACAN

Pada tahun 1901, salah satu keluarga menengah borjuis dari golongan Katolik Prancis, melahirkan anaknya. Dengan wajah sumringah, Alfred dan Emilee Baudry Lacan memberi nama Jaques Lacan sebagai doa bagi buah hatinya. Titipan Tuhan itu datang tanpa rencana, bahkan untuk sekedar mengecek selembar kalenderpun mereka tak sempat, tetapi yang jelas, bayi mungil itu lahir tepat tujuh tahun setelah karya Sigmen Freud untuk pertama kalinya diterbitkan.7

Seperti sudah menjadi kodratnya, kelahiran seorang pemikir besar selalu dibarengi dengan sebuah isyarat. Lacan kecil mungkin tidak pernah bermimpi menjadi kepanjangan tangan Freud. Minat pendidikannya di bidang farmasi-lah yang menjadi pintu gerbangnya mengenal psikoanalisis. Pria berambut putih dan penuh uban itu melanjutkan perjalanan intelektual di bawah bimbingan Gaetan Gatian de Clerambault, dia akhirnya dikenal sebagai ahli psikiatri. Baru setelah pria berkacatama itu tergabung dalam anggota dari La Societe Psychoanalytique de Paris ( SPP ), kariernya sebagai psikoanalisis handal dunia mulai dikenal.

Sebenarnya tokoh pengembang psikoanalisis di dunia ini amatlah banyak. Carl Gustav Jung, Alfred Adler, Louis Althusser, Rolan Barthes bahkan Slavoj Žižek bisa menjadi kategorinya. Akan tetapi, dalam hal kajian, Lacan adalah orang yang dinilai pantas untuk diberikan penghormatan lebih. Bahkan, dalam sebuah wawancaranya bersama Daly Glynn, ketika ditanya apakah maksud dari filosofi dan perannya sebagai filsuf, Žižek merasa perlu menjawabnya dengan jargon Lacan “Oh my God, I don't think there was a

clear vision of phi-losophy. I'm almost tempted here to quote the jargonistic Lacanian statement, 'It was something in me more than myself which decided, because it wasn't even a clear idea.”8

PSIKOANALISIS

Pada awal kelahirannya, psikoanalisis mengalami begitu banyak penolakan, yang hampir saja bisa meruntuhkannya. Ada dua nama tokoh yang disebutkan di atas yang juga menolaknya, yaitu Carl Gustav Jung dan Alfred Adler. Jung mengembangkan psikoanalisis menjadi psikologi analitis, sementara Adler menyebut kombinasi teorinya dengan psikologi individual.

Selain keduanya, adapula seorang psikolog ternama asal Austria, Karl Popper, yang mengatakan bahwasanya psikoanalisis tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu. Dia berargumen jika sesungguhnya “science cannot be based on

belief or personal philosophy but must be based on evidence that others can

7

Philip Hill, Lacan Untuk Pemula, (Yogyakarta:Kanisius, 2002)hlm 5 8

Daly Glynn and Slavoj Žižek, Coversations with Žižek, (UK : Blackwell Publishing, 2004) hlm 25

(4)

attempt to disqualify”.9Popper bahkan meyakini apabila psikoanalis itu dibuat oleh prediksi psikologis yang tak terlihat (unseen psychological), bukan oleh prediksi prilaku terbuka (predictions of overt behavior)

Membicarakan manusia, sama seperti membicarakan suatu hal yang abstrak, yang tiap menit bahkan detiknya bisa berubah-ubah. Kita seperti menemukan sebuah labirin ketika masuk kedalam sistem perbincangan mengenai manusia. Apalagi, psikoanalisis membahas lebih jauh tentang keinginan-keinginan serta sadar dan tak kesadaran manusia. Oleh karenanya, alasan itu pulalah yang membuat, baik Jung maupun Popper, kurang setuju terhadap gagasan keilmuan psikoanalisis.

Psikoanalisis bukannya tidak melakukan pembelaan terhadap pertentangan itu. Melalui Slavoj Žižek, psikoanalisis kemudian mencoba memberikan klarifikasi terhadap tokoh-tokoh itu dengan mengatakan bahwa, psikoanalisis bukanlah versi baru dari kembalinya tradisi yang disebabkan oleh kelebihan ekses modern. Bukan juga, versi lain dari pengetahuan ahli yang memungkinkan kita untuk memahami, dan dengan demikian kemudian rasional mendominasi, bahkan sebagian besar melalui proses bawah sadar yang mendalam. Psikoanalisis menurut Žižek adalah :

Psychoanalysisis, rather, a kind of modernist meta-theory of the impasse of modernity:why, inspite of his liberation from the constraints of traditional authority, is the subject not 'free' ?Why does the retreat of traditional 'repressive 'Prohibitions not only fail to relieve us of guilt, but even reinforce it?Further more, today the opposition between tradition and expert knowledge is more and more reflectively 'mediated' : the very 'return to traditional Wisdom 'is increasingly handled by a multitude of experts (on transcendental mediation,on the discovery of our true Self...)10

Untuk menangkis tuduhan menyoal keilmuan psikoanalisis, Lacan ada dalam garda terdepan. Lacan menjelaskan jika sesungguhnya, Freud telah mendirikan sebuah sains. Ilmu baru Freud itu tentang objek baru:ketaksadaran. Psikoanalisis layak disebut sains karena memiliki teori dan praktek, yang

9

Albert Ellis et al, Personal Theories : Critical Prespektive, Chapter 5 - Psychoanalysis in Theory and Practice. (New York : SAGE Publications, 2009) Hlm 122 Popper mensyaratkan suatu teori bisa dikatakan sebagai ilmu, hanya apabila didasarkan pada bukti dari orang lain, bukan kepercayaan pribadi. “Ilmu pengetahuan itu tidak dapat didasarkan pada kepercayaan atau filsafat pribadi tetapi harus didasarkan pada bukti bahwa orang lain dapat mencoba untuk melakukan diskualifikasi.”

10

Slavoj Žižek, The Plague of Fantasies, (London : Verso, 2008) hlm 107 ; menurut Žižek,

(5)

dengan kedua hal tersebut memungkinkan pengetahuan dan transformasi atas objeknya dalam suatu praktik tertentu. Teori itu kemudian berubah menjadi metode, kemudian berevolusi lagi menjadi kontak teoritis (pengetahuan) atau kontak praktis (pengobatan), dengan objek khususnya yaitu ketaksadaran.11

Tetapi sesungguhnya psikoanalisis itu sendiri apa? Secara singkat maka dapat dijawab, psikoanalisis adalah ilmu yang bertujuan untuk mempelajari kehidupan mental (ketaksadaran:unconsciuous) pada umumnya dan termasuk di dalamnya studi-studi pustaka dan ilmu-ilmu sosial. Berdasarkan pengalaman medisnya, baik Lacan maupun Freud, mereka menemukan bahwa perawatan sesungguhnya bisa dilakukan hanya dengan kata-kata. Tidak seperti psikoterapi yang mengedepankan strum, hipnosis dan kesudian pasien untuk bicara, psikoanalisis lebih mengkaji kepada hasrat dan keinganan yang tersembunyi bahkan menyelami apa yang tak terungkap dalam batin manusia.

THE REAL

Lacan membagi tiga pengalaman manusia dengan teorinya yang terkenal, tiga bagian itu adalah the real, the imajinary dan the simbolic. Sementara pendahulunya, Freud, menyebut tiga konsep fundamental itu dengan sebutan id, ego dan super-ego. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah gambar simpulan psikoanalisis Lacan :

Diawali oleh the real, suatu keadaan dimana diri masih begitu murni dan

gelap. Keadaan ini ditemukan ketika bayi masih berusia 1 sampai 6 bulan, saat dimana dia belum mengenal batasan dan siapapun yang disimbolkan. Pada

11

Louis Althusser, Tentang Ideologi:Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies,

(6)

masa-masa itu, bahasa belum mendapatkan tempatnya. Bagi Lacan, the real itu tidak bisa diwakili oleh bahasa bahkan kata-kata sekalipun, karena the real adalah milik masing-masing individu yang pada akhirnya menjadi ciri khas.12

Sebagian mungkin mengira, bahwa the real adalah suatu realitas atau ke-objektifan. Tetapi pada faktanya, the real tidak terkait dengan hal itu. The real adalah suatu keadaan yang benar-benar utuh dan sempurna tidak kekurangan apapun. Hingga pada suatu saat the symbolic datang dan menyuntikan negativitas itu kepada the real. (the symbolic is primarily responsible for injecting such negativities into the real). Dan ketika hal itu datang maka, the

real tidak akan pernah kembali lagi.

Pertemuan antara the real dan the symbolic dikarenakan adanya apa yang disebut dengan needs (kebutuhan). Ketika seseorang berusaha memunculkan apa yang ada dipikarannya, maka secara tidak sadar dia meng-integrasikannya dengan kata-kata (the symbolic) itu, meskipun sesungguhnya kata-kata itu tidak mewakili apapun. Ketidak bertemuan keduanya, menurut Žižek hanya akan menimbulkan trauma yang lagi-lagi dipinjamkan oleh the symbolic (symbolization lends the real its traumatic quality).13

THE IMAGINARY

Ide tentang diri, bagi Lacan, muncul dari apa yang dimaksud dengan citra cermin. Itulah yang disebut dengan the imaginary. Di wilayah itu, diri mulai kehilangan dirinya menuju citra diri yang mungkin diciptakan dan dipertahankan. Kehilangan itu muncul dari kondisi yang berada di luar dirinya, seperti ibu ataupun sesuatu yang sangat didambakannya dalam lubuk hati. Contohnya adalah Narcisius, salah satu mitologis Yunani ini tak hentinya memandangi pantulan wajahnya melalui air. Dari air itu, Narcisius seseolah menemukan dirinya akan tetapi penemuan itu di luar dari dirinya, lewat diri yang lain.14

The imaginary ini sedikit banyak pernah dibahas dalam film

Detachtment. Seoarang dosen yang merasa khawatir akan perkembangan muridnya, mencoba menerangkan suatu fenomena bagaimana pasar mempengaruhi prilaku. Cermin-cermin itu dikatakan muncul melalui suatu gambaran yang ideal, hasil kombinasi visual dan kata-kata. Rupa dari citra diri itu adalah tentang “cantik itu seperti ini, aku harus kurus supaya enak

dipandang, harus kaya agar dihormati dan harus terkenal”.

Munculnya citra cermin ini dikarenakan adanya demand (permintaan). Biasanya hal ini diawali oleh kecenderungan berlawan dengan kondisi sosial, sebagai contoh Bob Sadino yang ingin sekali miskin. Berbeda dengan need (kebutuhan) dalam tahap the real dan the symbolic yang terpenuhi, dalam hubungan the imaginary dan the symbolic ini sampai kapanpun tidak akan

12

Philip Hill, Lacan Untuk Pemula, (Yogyakarta : Kanisisus, 2002) hlm 43 Ilustrasi ahli fisikia Heisenberg ketika mengetahui seberapa besar kecepatan elektron.

13

Žižekwww.lacan.comkey ideas

14

(7)

pernah membuahkan hasil. Pertemuan keduanya dengan yang the real hanya diatasi oleh apa yang Lacan sebut dengan surpluse jouissance (surplus kenikmatan).

THE SYMBOLIC

Ketika semuanya telah diungkapkan, ketika itu pula, kita masuk pada tahap the symbolic. The Symbolic adalah suatu yang dibentuk oleh bahasa dan bekerjanya fantasi. Keduanya terhubung oleh apa yang disebut dengan desire (keinginan). Tetapi lagi-lagi, keinginan itu pun tidak mampu mewakili, karena pada dasarnya, manusia ingin melampaui bahasa. Žižek pun mengatakan bahwa sesungguhnya keinginan kita itu, sebenarnya tidak benar-benar kita inginkan. (We don't really want what we think we desire)15

The symbolic ini berkaitan dengan bahasa, tanda-tanda, budaya serta

hukum. Yang membentuknya tidak lain masuknya subjek ke sekolah maupun komunitas agama. Subjek biasanya dituntun oleh penanda-tanda. Sebagai contohnya adalah ideology, Žižek mengatakan bahwasanya objek, pada saatnya, secara unconsious menjadi subjek. Althusser menambahkan, ketika kita percaya pada ideologi, kita kemudian menawarkan ideologi tersebut, itulah yang disebut kesadaran palsu. Ketika itu muncul dalam keadaan turunan, maka hal itu, disebut oleh Žižek dengan relasi inter subjektif, contohnya raja yang berpikir bahwa ia adalah raja.16 Oleh karena, untuk keluar dari teka-teki itu, Žižek mengatakan the only way to break the power of our ideological dream is

to confront the Real of our desire which announces it self in this dream.17 The symbolic juga menurut Lacan dapat menjadi penanda yang

menghilangkan. Dia mencontohkan ketika sebuah perpustakaan mengumumkan bahwa sebuah buku telah hilang. Padahal buku tersebut sejatinya hanya terselip dan bagaimanapun ia terlihatnya, buku itu tetap dianggap hilang. Maka secara harfiah dapat dirumuskan sesuatu benar-benar hilang ketika ia tergantikan oleh yang simbolik. Lacan beralasan bahwa sebagaimanapun guncangan itu datang, yang nyata akan tetap ada pada tempatnya yang semula.18

PSIKOANALISIS DAN BAHASA

Seperti sudah menjadi pasangannya, psikoanalisis hidup karena adanya bahasa. Kesulitan manusia menghindari fase the symbolic mengakibatkan

15

Interview Big Think with Slavoj Žižek : Why Be Happy When You Could Be Interesting? 16

Slavoj Žižek, The Sublime Object of Ideology, (London.Amerika : Verso, 2008) hlm 46 Zizek mencontohkan raja itu adalah Ludwig II dari Batavia, Patron Wagner. (example of a king who was a fool thinking he was a king: Ludwig II of Bavaria, Wagner's patron)

17

Ibid hlm 48 18

(8)

kata itu, mau tidak mau masuk untuk dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai keinginan. Secara tidak langsung, bahasa kemudian mengambil perannya, bahasa mengitari ketidakmungkinan dan memulai perannya untuk merepresentasikan the real. Lacan menilai bahwa, bahasa nantinya akan mennyampaikan penilaian kepada siapapun yang menangkapnya. Sedangkan Žižek melengkapinya dengan mengatakan bahwa bahasa juga menjadi alat mediasi antara subjek dan dunia sekitarnya. (the relation of the subject to the

world of objects, mediated through language)19

Sebagai contoh adalah, seseorang mengatakan cinta kepada kekasihnya, ‘aku mencintaimu’. Kata cinta itu kemudian dianggap suatu hal akan membahagiakan bagi kekasihnya. Kedua insan itupun melakukan apa yang menurutnya itu cinta, yang jauh diluar the real nya tentang cinta. Si pria mengekang wanita karena cinta dan wanita merasa tertekan oleh cinta. Lalu kemudian makna cinta itu sendiri apa? Mencintaimu atau mencintai diriku, aku mencintaimu adalah aku mencintai diriku untuk kamu membahagiakan aku, kamu tidak boleh bertindak diluar kuasaku. Subject mulai dikuasai oleh bahasa.

Sejak awal deklarasinya, Sigmund Freud, bapak psikoanalisis pun telah melakukan keterkaitan antara keduanya. Dia menentang argumentasi cogito

ergo sum yang menjadi jargo modernitas. Menurutnya, ego telah berkuasa dan

meyakinkan sesorang kesadarannya hanya terletak pada ego. Lacan kemudian menenatang untuk patuh kepada ego. Lacan memberikan pendapatnya bahwa

cogito sebenarnya sama satu dan subyek yang sadar. Lacan merubah makna

keadaan aku dari “aku berpikir” menjadi “aku yang dianggapku”.

Hal inipun dinilai sama oleh Žižek pada saat seseorang membeli sebuah kopi merek ternama. Dalam iklannya tertulis bahwa “dengan membeli kopi ini, anda turut menyumbang satu persen untuk kemanusiaan”. Secara langsung kita kemudian berpikir bahwa kopi ini bermanfaat. Aku membeli kopi maka aku menyumbang.

Peran bahasa pun meningkat, tidak hanya menjadi sarana pemberi sinyal dan komunikasi tetapi telah membuat rasa senang dan bahagia. Dengan bahasa orang yang begitu terpuruk bisa seketika bangkit. Melalui media bahasa orang yang semula tampak sehat bisa sakit dan terluka. Dan pasca-modern, bahasa memulai style nya yang baru, yang mengajak dan menentukan arah karena

ke-muskil-an penghindarannya.

Žižek sempat mempertanyakan suatu hal yang menurut saya amat penting, pertanyaan itu adalah if the world and language and subject do not

exist, what does exist; more precisely: what confers on existing phenomena their consis-tency? Lacan's answer is, as we have already indicated, symptom.20 Ketika subjek dan bahasa itu tidak ada, lalu apa yang eksis diantara

mereka, Lacan menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan, yang eksis ketika keduanya mengalami gap adalah symptom (gejala).

Lalu apa itu symptom? sympton menurut Žižek adalah gejala beberapa efek negatif yang menunjuk ke arah sistemik. Symptom diwujudkan sebagai

19

op cit hlm 77 20

(9)

suatu metafora jasmani, yaitu hasrat tak sadar berusaha untuk membuat dirinya nyata. Singkatnya, symptom adalah suatu upaya untuk mengatasi trauma namun tidak bisa dihindari seberapa besarpun usaha kita.

Manusia dan binatang mungkin sama-sama bisa punya mengalami nikmat hanya dengan bau, gambar dan rasa. Tetapi, hanya manusia yang bisa memperoleh kenikmatan hanya dengan kata-kata, bahasa dan aneka ragam lainya.

Masuknya dunia symptom akan diiringi oleh apa yang disebut sebagai fetisisme, atau perasaan bahwa tanpanya kita tidak akan dapat melakukan apapun, dia segalanya. Žižek membawa konsep klasik Marx berupa keadaan dimana kita diberikan sebuah produk, yang memiliki nilai uang, inilah yang disebut Marx commodity fetishism. Uang adalah bentuk perwujudan yang terus menerus dikejar untuk dapat memenuhi keinginan kita. Kita terus dipancing dan dipancing hingga tak dapat menghindarinya dan merasa bahwa itulah hidup kita. Ketika ketergantungan akan produk itu datang, ketika itu pula kita siap dan terus siap kehilangan uang kita.

PENUTUP

Bagaimanapun, lalu lalang bahasa dalam kehidupan kita tidak bisa dihindari. Dan solusi yang terbaik agar kita tidak dikuasai oleh bahasa adalah, dengan sebanyak mungkin kita menambah referensi untuk menentukan sikap kita. Jika perlu, kita datangi dan mengkaji lebih dalam permasalahan kita dengan tanpa terkecuali melibatkan subjek lain secara bijaksana. Jangan sampai kita terjebak oleh apa yang disebutkan Žižek dengan couter-intuitive

observations, dimana kita seolah melakukan hal (biasanya berbentuk representasi) yang membuat kita cepat mencapai sesuatu padahal hal itu

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 4.18 merupakan cross section 20 yang akan ditinjau perubahan garis pantai dengan menunjukkan dasar perairan hingga ke daratan pada cross section

[r]

Program kerja ini bertujuan agar warga Desa Krompeng dapat mengetahui tentang Bank Sampah, sehingga dengan adanya Bank Sampah dapat mengurangi sampah plastik

Pada sûrah Ăli Imrân/3 ayat 95 ini diberikan penjelasan berikut, “Setelah jelas bahwa mereka tidak dapat menunjukkan bukti kebenaran mereka dan setelah terbukti

Pada kasus rangkaian dimana bentuk gelombang keluaran sama dengan gelombang masukan Tphl adalah waktu yang diukur dari level tegangan ini ketika falling input Wavefrom hingga

Mengidentifikasi kekurangan butir data yang tidak lengkap agar ketika digunakan untuk pelayanan pasien berikutnya, data yang belum lengkap tersebut sudah dilengkapi.Dengan

terhadap proyek bangunan yang sedang dikerjakan, sebab kontraktor yang bersangkutan mempunyai hak mekanis terhadap objek kontrak kerja. Dalam asuransi jiwa yang mempunyai