• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPERCAYAAN MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA TERHADAP DEWI MA ZU DI LASEM, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPERCAYAAN MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA TERHADAP DEWI MA ZU DI LASEM, JAWA TENGAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEPERCAYAAN MASYARAKAT ETNIS

TIONGHOA TERHADAP DEWI MA ZU DI

LASEM, JAWA TENGAH

Christie Januari, Rizki Noor Aliya, Sugiato Lim

Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-5327630

Cjlie@live.com, alyaangelo@hotmail.com, slim@binus.edu

ABSTRACT

The purpose of this study is to understand the history and the development of Ma Zu Goddess

belief in Lasem, Central Java; comprehend their ritual and all the preparation performed for the

ritual, also to know how deep the faith of the Tionghoa society towards Ma Zu Goddess in

relation to their life. The writer conducted a qualitative and library research method to support

this study. Interview was conducted to a Tionghoa society in Lasem. Through the interview, the

writer concluded that the belief entered the society in relation to the Zheng He Cruise and

Chinese society who entered Lasem, the Lasem Tionghoa society still firmly holds the belief.

They also still preserve the belief by passing it to the next generation. The writer, finally

concluded that the Tionghoa society in Lasem still have the important role in preserving the

belief. Their deep faith towards Ma Zu Goddess can be seen from the ritual they held and the

meaning behind the ritual, and from their daily life that is still relying upon the help of Ma Zu

Goddess.

Key Words : Lasem, Tionghoa, Ritual, Ma Zu Goddess, Beliefs

ABSTRAKSI

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami sejarah serta perkembangan kepercayaan dewi

Ma Zu Lasem, Jawa Tengah, memahami ritual dan apa saja persiapan yang dilakukan untuk

mengadakan ritual tersebut, serta mengetahui seberapa dalam kepercayaan masyarakat etnis

Tionghoa terhadap dewi Ma Zu terkait dengan kehidupannya. Penulis menggunakan metode

kualitatif dan studi pustaka untuk mendukung penelitian ini. Penulis melakukan wawancara

dengan masyarakat Tionghoa di Lasem. Melalui wawancara yang penulis lakukan, penulis

dapat mengetahui bahwa masuknya kepercayaan ini diyakini memiliki hubungan dengan

pelayaran Zheng He dan masyarakat China yang datang ke Lasem. Masyarakat Tionghoa

Lasem masih memegang teguh kepercayaan ini. Mereka juga masih mempertahankan

kepercayaan ini dengan cara mewariskannya ke generasi penerus. Penulis menyimpulkan

bahwa masyarakat Tionghoa di Lasem masih memainkan peranan penting dalam melestarikan

kepercayaan ini. Kedalaman kepercayaan masyarakat Tionghoa terhadap dewi Ma Zu dapat

dilihat dari mereka masih menjalankan ritual perayaan dan mengetahui dengan jelas makna

dalam ritual tersebut dan dalam kehidupan sehari-hari mereka masih mengandalkan

pertolongan dewi Ma Zu.

(2)

PENDAHULUAN

China merupakan salah satu negara yang berkembang di Asia. Keunikan dari China adalah dengan mempunyai berbagai budaya dan keyakinan. Ada keterkaitan antara kebudayan dan kepercayaan China dengan kebudayaan dan kepercayaan diberbagai belahan dunia. Penyebaran kebudayaan China memiliki banyak elemen. Banyak dari budaya dan kepercayaannya yang masuk ke Indonesia. Budaya dan kepercayaan China masih dilestarikan oleh etnis Tionghoa China. Hal tersebut bisa dilihat dengan banyaknya bangunan kelenteng-kelenteng di Indonesia.

Di Indonesia setiap orang memiliki keyakinan. ada banyak jenis keyakinan, contohnya : Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha, Konghucu dan sebagainya. Pemerintah Indonesia mengharuskan setiap warga Inodnesia memiliki keyakinannya. Banyak Tionghoa Indonesia juga mempercayai dewa-dewi. Kepercayaan akan dewa-dewi yang cukup terkenal di Indonesia adalah kepercayaan akan dewi Ma Zu.

Dewi Ma Zu adalah dewi yang berasal dari China. Banyak orang yang sembahyang kepada dewi Ma Zu dikarenakan ia suka menolong dan menjaga orang-orang yang tinggal di daerah pesisir laut, khususnya pelaut dan nelayan. Oleh karena itu dewi Ma Zu dikenal sebagai dewi penjaga laut.dewi Ma Zu memiliki beberapa gelar kehormatan seperti Thian Shang Sheng Mu dan Tian Hou Niang Niang. Dewi Ma Zu adalah seorang yang berasal dari Fujian tepatnya di kepulauan Meizhou. Dengan banyaknya orang China yang berimigrasi keberbagai tempat sehingga kepercayaan ini menyebar keberbagai negara. Oleh karena itu diberbagai negara memiliki kelenteng dewi Ma Zu. Salah satunya ada di Indonesia, tepatnya di Lasem, Jawa Tengah yang memiliki kelenteng dewi Ma Zu yang bernama Ci An Gong (慈安宫). Diperkirakan kelenteng ini dibangun sekitar tahun 1450. Akan tetapi tidak ada penjelasan mengenai tepatnya tanggal kelenteng ini dibangun. Karena pada saat itu masyarakat Tionghoa Lasem belum banyak yang bisa membaca dan menulis. Ci An Gong (慈安宫) bisa dikatakan sebagai kelenteng tertua di Jawa Tengah. Di Lasem, mereka masih mengadakan peryaan ulang tahun untuk dewi Ma Zu. Acara tersebut diadakan pada tanggal 23 bulan 3 kalender imlek. Yang mengadakan acara tersebut adalah masyarakat Tionghoa Lasem.

Penulis memilih tema ini karena penulis ingin mengetahui dan meneliti seberapa besar dan seberapa dalam kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa di Lasem dalam mempercayai keberadaan dewi Ma Zu dan juga ingin mengetahui apa saja persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan ritual perayaan dewi Ma Zu. Kami berharap melalui penelitian ini kami dapat memperkaya pengetahuan kami akan kebudayaan masyarakat tionghoa di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dimana penulis mendapatkan hasil penelitian dari wawancara lapangan dengan beberapa masyarakat Tionghoa di Lasem dan pengurus kelenteng dewi Ma Zu di Lasem, yang dilakukan pada tanggal 21 april – 22 april 2014 di kelenteng Ci An Gong (慈安宫). penelitian ini juga menggunakan metode studi pustaka melalui jurnal, skripsi dan buku. Penulis berharap data tersebut dapat mampu menunjuang penelitian dengan baik sehingga skripsi ini dapat selesai dengan tepat waktu. Instrument yang kami gunakan dalam penelitian kualitatif adalah alat perekam dan kamera.. Dengan informan yang akan dikelompokkan sesuai dengan umur dan juga jenis kelamin. Menurut Harvey A. Tilker dan Elizabeth B.Hurlock.konsepkedewasaan manusa dibagi menjadi tiga tahap:

1. Masa dewasa awal (early adulthood) 21 - 40 tahun 2. Masa dewasa Madya (middle adulthood) 40 - 60 tahun 3. Masa usia lanjut (later adulthood) 60 tahun keatas

Penulis semula ingin mewawancarai masyarakat Tionghoa Lasem yang berumur 21-40 tahun, 40-60 tahun, dan 60 tahun keatas. Akan tetapi saat penulis mengunjungi Lasem, penulis menemukan bahwa masyarakat Tionghoa Lasem yang berpartisipasi dalam perayaan ulang tahun dewi Ma Zu mayoritas usianya diatas 40 lebih. Oleh Karena itu penulis memilih untuk mewawancarai kelompok tersebut.

Waktu : Februari 2014 - Juli 2014

(3)

HASIL DAN BAHASAN

Berikut adalah hasil dan bahasan dalam penelitian Kepercayaan masyarakat etnis tionghoa terhadap dewi Ma Zu di Lasem, Jawa Tengah.

Di Jawa Tengah ada sebuah kota kecil yang terkenal bernama Lasem, orang-orang suka memanggilnya kota Tiongkok kecil. Kota kecil yang bernama Lasem ini berada di pesisir pantai. Di Lasem ada sebuah kelenteng dewi Ma Zu bernama Ci An Gong (慈安宫). Kelenteng Ci An Gong (慈安宫) adalah kelenteng Mazu yang paling tua di Jawa Tengah.

1.

Kepercayaan dewi Ma Zu di Lasem, Jawa Tengah

Masyarakat etnis Tionghoa di Lasem sampai saat ini masih memegang teguh kepercayaan dewi Ma Zu. Mayoritas yang menganut kepercayaan ini adalah orang tua di Lasem, mereka secara konsisten mempertahankan kepercayaan ini. Informan merasa bahwa kepercayaan dewi Ma Zu adalah kepercayaan dan budaya China, budaya seperti ini tidak boleh punah dan harus dilestarikan. Namun di Lasem anak mudanya sangat sedikit yang mempercayai kepercayaan ini. Seiring perkembangan masyarakat membuat kepercayaan terhadap dewi Ma Zu semakin lama semakin berkurang, karena anak muda yang ada di Lasem lebih suka untuk tinggal di kota besar dibandingkan Lasem yang merupakan kota kecil.

Masyarakat Tionghoa di Lasem percaya bahwa Ma Zu adalah seorang dewi, dewi permohonannya kepada tuhan akan lebih cepat terkabul dibandikan dengan orang biasa. Beberapa orang yang mempercayai kepercayaan dewi Ma Zu di Lasem sebagian besar adalah pengusaha dan pegawai, bukan nelayan. Tetapi mereka tetap percaya akan keberadaan dewi Ma Zu. Mereka menganggap bahwa dikampung halaman dewi Ma Zu yang berada di Meizhou kehidupannya adalah sebagai nelayan. Karena dewi Ma Zu adalah dewi laut, mereka percaya bahwa dewi Ma Zu dapat melindungi kehidupan mereka yang berada di tepi pantai. Disaat mereka sakit dan menghadapi kesulitan, mereka meminta pertolongan dewi Ma Zu. Dibawah pertolongan dewi Ma Zu, segala penyakit dan segala kesulitan hilang. Oleh karena itu bagi sebagian orang yang mempercayai sepenuh hati kepercayaan ini, mereka akan mendedikasikan hidupnya untuk dewi Ma Zu. Seorang informan yang bernama Pak Gandor menceritakan bahwa ketika istrinya hamil di usia yang sudah cukup tua dan kesehatan yang kurang baik . ia segera meminta pertolongan dewi Ma Zu. Dengan bantuan dewi Ma Zu istrinya mendapatkan kelancaran saat melahirkan. Untuk menunjukkan rasa terima kasihnya kepada dewi Ma Zu, ia menyerahkan anaknya kepada dewi Ma Zu dengan memberikan marga yang sama dengan dewi Ma Zu. Dari hal ini dapat dilihat betapa ia sangat mengimani kepercayaannya terhadap dewi Ma Zu namun ada pula masyarakat yang hanya mempercayai saja kepercayaan ini. Dan Ci An Gong (慈安宫) merupakan kelenteng dimana masyarakat Tionghoa Lasem memuja dewi Ma Zu.

Keberadaan Ci An Gong (慈安宫) saat ini adalah karena adanya kebersamaan dan perkembangan dari masyarakat akan kepercayaan ini. Namun kepercayaan masyarakat Tionghoa mengalami kemunduran pada masa orde baru. Salah satunya adalah kepercayaan terhadap dewi Ma Zu. Tetapi setelah masa orde baru berakhir , Abdurrahman Wahid yang memerintah setelah orde baru memberikan masyarakat Tionghoa kesempatan untuk bebas mengekspresikan budaya dan kepercayaan mereka. Dan pada tahun 2012 masyarakat Tionghoa Lasem baru dapat merayakan ritual kebudayaan mereka setelah 30 tahun tidak berani merayakannya. Dan pada tanggal 21 hingga 22 april 2012 masyarakat Tionghoa di Lasem melaksanakan kirab akbar untuk merayakan ulang tahun dewi Mazu. Acara kirab akbar yang diselenggarakan diikuti oleh 65 kelenteng di seluruh Indonesia. (Munawir Aziz,2014)

Bisa dilihat pada tahun 2012, masyarakat Tionghoa di Lasem mengadakan upacara perayaan ulang tahun dewi Ma Zu dengan sangat meriah. Di Lasem memiliki organisasi yang bernama TITD Tri Murti. Lembaga ini mengurus dan mengelola Ci An Gong (慈安宫). Sehingga sampai saat ini masyarakat Tionghoa Lasem masih merayakan perayaan ulang tahun dewi Ma Zu. Dengan kebersamaan masyarakat Tionghoa di Lasem dan mereka bersama-sama menjaga dan mempertahankan kepercayaan ini, sehingga kepercayaan terhadap dewi Ma Zu sampai saat ini masih bertahan.

(4)

1.1 Masuknya kepercayaan dewi Ma Zu

Masuknya kepercayaan dewi Ma Zu di Lasem ada hubungannya dengan pelayaran Zheng He. Pada saat dinasti Ming kaisar Zhu Di mengutus Zheng He untuk melakukan pelayaran untuk menyebarkan budaya China dan Perdagangan. Dari 7 pelayarannya, ia beberapa kali berhenti di pulau Jawa. Sebelum Zheng He melakukan pelayaran. Ia selalu menyempatkan diri untuk berdoa kepada dewi Ma Zu. Karena setiap Zheng He berlayar ia selalu mengandalkan perlindungan dari dewi Ma Zu. Oleh karena itu di kapal Zheng He terdapat altar dan patung dewi Ma Zu. Zheng He beragama islam. Seluruh keluarganya juga beragama islam. Tetapi ia juga percaya dengan dengan dewa dewi China. Pada saat ia melakukan pelayaran, ia tidak hanya menyebarkan agama islam tetapi ia juga menyebarkan kepercayaan dewi Ma Zu dan budaya China. Masuknya kepercayaan dewi Ma Zu di Lasem dengan pelayaran Zheng He tidak bisa dipisahkan.

Dengan berkembangnya kepercayaan ini dan masyarakat Tionghoa di Lasem dari masa ke masa, terbangun pula kelenteng Ci An Gong (慈安宫). kelenteng Ci An Gong (慈安宫) merupakan kelenteng tertua di Lasem dan merupakan bukti sejarah dari kepercayaan terhadap dewi Ma Zu. Namun dokumen mengenai kelenteng Ci An Gong (慈安宫) tidak ada di Lasem, karena dokumen sejarahnya terdapat di Museum of Indonesia di kota Den Haag, Belanda. Dari dinasti Ming , Zheng He memulai pelayarannya sehingga kepercayaan ini dapat menyebar keberbagai tempat. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa Zheng He dan delegasinya adalah salah satu media tersebarnya kepercayaan dewi Ma Zu ini sampai masuk ke Lasem.

1.2

Pewarisan kepercayaan dewi Ma Zu

Bisa masuknya kepercayaan ini di Lasem karena pada saat Zheng He melakukan pelayaran dan berhenti sesaat di Lasem, beberapa awak kapalnya menetap di Lasem. Disaat mereka menetap di Lasem mereka tidak hanya menyebarkan agama islam tetapi juga menyebarkan budaya China yang salah satunya adalah kepercayaan dewi Ma Zu. Saat mereka menetap di Lasem mereka berbaur dengan masyarakat pribumi disana, melakukan pernikahan dan memiliki anak. Karena percampuran inilah yang membuat kepercayaan ini dapat dipertahankan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sampai saat ini kepercayaan dewi Ma Zu di Lasem masih ada dan masih diwariskan.

Lasem, Jawa tengah mayoritas merupakan orang Tionghoa, jadi penulis dapat mewawancarai beberapa masyarakat Tionghoa berkaitan dengan kepercayaan mereka terhadap dewi Ma Zu. Kepercayaan terhadap dewi Ma Zu ini masih berjalan di beberapa keluarga Tionghoa di Lasem, namun seseorang dalam keluarga tidak memaksakan anggota keluarganya untuk mempercayai benar dan mengimani kepercayaan ini. Hal ini dapat tercerminkan dari keluarga Pak Gandor dimana hanya ia sendiri yang mengimani kepercayaan ini, namun kepercayaan ini sudah diturunkan dari masa kakek Pak Gandor dan kemudian dari Pak Gandor turun ke anak dan cucunya. Dalam keluarga Pak Sigit dan Pak Ho, kepercayaan ini diturunkan dari orang tua mereka. Ada pula keluarga Ibu Ratna yang menurunkan kepercayaan ini kepada anak-anaknya. Kepercayaan dan kebiasaan antargenerasi ini dapat mencerminkan pewarisan dari kepercaryaan dewi Ma Zu di Lasem. Kepercayaan ini diwariskan dari orang tua mereka. Kepercayaan ini sampai sekarang masih berjalan dan ada karena apabila masyarakat Tionghoa Lasem tidak mewariskan kepercayaan ini, kepercayaan ini hanya akan menjadi sebuah sejarah.

2.

Ritual dewi Ma Zu dan Maknanya

Di Lasem, perayaan ulang tahun dewi Ma Zu diadakan pada tanggal 23 bulan 3 kalender imlek. Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan perayaan ulang tahun dewi Ma Zu. Pertama-tama mereka harus puasa selama 3 hari. Dengan mereka puasa dan menyucikan diri apapun yang mereka minta akan dapat terkabulkan. Bagaimana cara menyucikan diri tergantung pada diri masing-masing. Kemudian mereka juga mempersiapkan beberapa persembahan. Ada buah-buahan dan ngo seng yang mencakup kepala babi, ayam, ikan, bebek, dan kepiting. Kepala babi melambangkan bumi, ayam melambangkan udara, ikan melambangkan air, bebek melambangkan kehidupan dan kebahagiaan, dan kepiting melambangkan kedekatan terhadap kampung halaman dan keluarga. Berbagai macam buah-buahan menunjukkan apabila orang yang membawa persembahan adalah orang yang memiliki banyak rejeki. Semakin banyak persembahan buah di altar, semakin banyak rezeki yang akan didapat. Ada 3 macam kue yang digunakan untuk persembahan dan masing-masing memiliki arti yang berbeda: yang

(5)

pertama adalah kue kerucut yang melambangkan kekayaan , Kue Angku mewakili umur panjang, kue mangkok yang melambangkan keberuntungan.

Di Lasem, penyembahan di lakukan sebanyak 9 kali. Yang pertama adalah kepada Ti Gong, karena ia dilambangkan sebagai dewa yang memiliki alam semesta maka penyembahan pertama adalah kepada Ti Gong, kedua adalah kepada dewi Ma Zu untuk kehidupan yang aman dan pada saat berdoa kepada dewi Ma Zu, ketua ritual membacakan surat doa. Hal tersebut dilakukan agar apabila ada kesalahan selama perayaan ini, diharapkan dewi Mazu dapat memaafkan, ketiga adalah menyembah kepada Fu De Zheng Shen yang terdapat di sebelah kiri altar dewi Ma Zu, maknanya adalah agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar, ke empat adalah penyembahan kepada Cheng Huang Ye , Cheng Huang Ye adalah dewa pelindung kota Lasem, ke lima dan ke enam di lakukan di sebelah kanan luar kelenteng. Ke lima dan ke enam adalah kepada patung dewa-dewi yang dititpkan oleh pemiliknya. Ketujuh adalah kepada Raja naga laut, agar selama dilaut jauh dari mara bahaya, kedelapan adalah kepada dewa harimau, agar selama melakukan perjalanan di hutan dapat dijauhkan dari binatang-binatang buas. Terkahir yang ke Sembilan adalah kepada nabi Kong Zi bagi masyarakat Tionghoa yang menganut agama Konghucu. Pada saat melakukan ritual diiringi bunyi gong, suasananya sangat ramai, setelah melakukan ritual penyembahan mereka makan bersama dan menikmati alunan lagu gamelan. Pak Gandor mengutarakan bahwa adanya pertunjukan gamelan adalah untuk memadupadankan budaya China dan Indonesia. Makna dari ritual tersebut adalah hidupnya selalu damai dan dijauhkan dari bencana. Kemudian untuk kehidupan yang berlimpah, tubuh yang sehat, sukses dalam pekerjaan. Pertunjukan gamelan di Lasem bisa memperlihatkan adanya pelayanan folklore. Pelayanan folklore setelah acara dilakukan orang akan merasa damai dan puas.

Ritual dewi Ma Zu di Lasem dan Di China ada beberapa perbedaan. Berberapa aspek sebagai berikut:

1. Tanggal ritual : di China memiliki dua ritual yang pasti. Yang pertama adalah ulang tahun dewi Ma Zu yang dilakukan pada tanggal 23 bulan 3 kalender imlek, kedua adalah naiknya dewi Ma Zu ke langit pada tanggal 9 bulan 9 kalender imlek. Sedangkan di Lasem ritual yang pasti adalah perayaan ulang tahun dewi Ma Zu yang dirayakan pada tanggal 23 bulan 3 kalender imlek. Di Lasem sebenarnya juga merayakan naiknya dewi Ma Zu ke langit. Tetapi acaranya tidak begitu besar.

2. Skala ritual : di China perayaan dewi Ma Zu sangat meriah dan juga banyak pertunjukan seperti : music, tarian dan lain-lain. Pertunjukan tarian yang paling terkenal adalah Ba Yi Wu (八佾舞). Ba Yi (八佾)adalah sejenis tarian. Yi Wu (佾舞)adalah ritual tarian tradisional yang diberikan untuk menghormati. Tarian ini ditarikan oleh 64 penari yang dilakukan secara bersamaan. Sedangkan di Lasem pertunjukan yang ada adalah acara musik dan juga gamelan. Makna dari gamelan adalah selalu memelihara keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak.

3. Barang-barang persembahan ritual : di China mereka memberikan persembahan ngo seng atau 5 daging, yang terdiri dari daging ayam, babi, kambing, bebek, ikan. Sedangkan di lasem 5 dagingnya terdiri dari ayam, babi, bebek, ikan dan kepiting.

4. Upacara penyembahan : di China tepatnya pulau Meizhou upacara penyembahannya sangat rumit. Pertama acara dimulai, riuh bunyi drum gun, kedua penjaga kehormatan, pemain music, penari, ketiga mengadakan ritual persembahan, ke empat menyambut dewi, membakar dupa, ke lima mempersembahkan sutra (orang yang bersembahyang memberikan persembahan berupa sutra berwarna putih), ke enam membacakan surat doa, ke tujuh san gui jiu kou (bersujud dengan berlutut tiga kali dan bersujud dengan tangan dikepal sebanyak Sembilan kali), ke delapan memberikan penghormatan pertama (sulangan pertama) dengan memainkan musik (musik perdamaian), ke sembilan penghormatan hadiah kedua (sulangan kedua) dengan memainkan musik (musik tingkat laut), ke sepuluh memberikan penghormatan terakhir (sulangan ketiga) dengan memainkan musik (musik xianping), kesebelas membakar Zhu Wen dan sutra (orang-orang menulis doa di bambu dan membakarnya bersama sutra), ke dua belas melakukan lagi san gui jiu kou, ke tiga belas menghantarkan dewi dan upacarapun selesai. Sedangkan di Lasem urutannya adalah pertama kepada Ti Gong, kedua kepada dewi Ma Zu sambil membaca surat doa, ketiga kepada Fu De Zheng Shen, ke empat kepada Cheng Huang Ye, ke lima kepada Ti Gong, ke enam kepada patung dewa dewi, ke tujuh kepada raja naga, ke delapan kepada dewa harimau, ke sembilan kepada nabi Kong Zi

(6)

Perayaan ulang tahun dewi Ma Zu yang diadakan di China dan di Lasem sebenarnya pasti memiliki beberapa perbedaan. Persamaan dan perbedaan tersebut bisa dilihat dari ritual yang diadakan.

Perayaan ulang tahun dewi Ma Zu di China diadakannya lebih meriah dibandingkan di Lasem dan juga di Lasem lebih suka melakukannya dengan kesederhanaan.

Kelenteng dewi Ma Zu diberbagai tempat memiliki metode unik mereka masing-masing untuk merayakan perayaan dewi Ma Zu

.

3.

Kepercayaan Dewi Ma Zu yang Tercerminkan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa

Lasem

Pada tanggal 21 sampai 22 bulan april penulis pergi ke Lasem. Mengikuti ritual perayaan dewi Ma Zu dan mewawancarai masyarakat Tionghoa di Lasem dan mengerti seberapa dalam mereka terhadap kepercayaan ini. Lasem adalah sebuah kota kecil yang berada di pesisir pantai dan dewi Ma Zu adalah dewi Laut, oleh karena itu masyarakat Tionghoa di Lasem bergantung kepada perlindungan dewi Ma Zu. Pada saat mereka berlayar di laut mereka pasti akan meminta lindungan dewi Ma Zu. Mereka percaya bahwa dewi Ma Zu dapat menjaga keselamatan Lasem. Hubungan masyarakat Tionghoa Lasem dan dewi Ma Zu sangat lah erat., seperti pada saat kehidupan sehari-hari dan ketika mereka dalam keadaan yang sulit mereka akan berdoa kepada dewi Ma Zu. Di Lasem sampai saat ini kepercayaan ini masih dilestarikan dan diwariskan. Masyarakat Tionghoa Lasem juga masih mengadakan ritual perayaan untuk dewi Ma Zu dan mereka mngerti arti dari setiap ritual tersebut. bisa dikatakan masyarakat Tionghoa Lasem mendapatkan ketenangan hati dari kepercayaan ini.

Masyarakat Tionghoa Lasem percaya bahwa kepercayaa akan dewi Ma Zu adalah sebuah budaya yang diturunkan dari nenek moyang mereka dan mereka harus tetap menjaga dan melestarikannya agar tidak punah. Masyarakat Tionghoa Lasem sangat menghormati dewi Ma Zu, agar dewi Ma Zu dapat selalu melindungi kehidupan mereka dan kota Lasem.

SIMPULAN DAN SARAN

Dewi Ma Zu adalah dewi laut China. Ia berasal dari provinsi Fujian pulau Meizhou. Ulang tahun Ma Zu jatuh pada tanggal 23 bulan 3 imlek. Seiring dengan banyaknya masyarakat China yang berimigrasi, kepercayaan ini dapat masuk ke Indonesia. Lasem merupakan kota kecil di Indonesia. Sering disebut dengan Tiongkok kecil. Masyarakat etnis Tionghoa di Lasem masih melestarikan kepercayaan ini. Dari kepercayaan, ritual, hingga tradisi masih mereka lestarikan. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana mereka masih menjalankan ritual perayaan ulang tahun dewi Ma Zu. Ritual ini ditujukan tidak hanya untuk merayakan ulang tahun dewi Ma Zu tetapi juga untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas pertolongan dan perlindungan dari dewi Ma Zu. Mereka sangat berhati-hati dan serius menyiapkan persiapan sebelum melakukan perayaan. Di Lasem pernyebaran kepercayaan dewi Ma Zu ada hubungannya dengan pelayaran Zheng He dan juga orang-orang China yang datang ke Indonesia. Beberapa awak kapal dan orang China menetap di Lasem dan mereka mulai melakukan interaksi dengan masyarakat Lasem dengan melakukan pernikahan dan memiliki keturunan. Dengan demikian muncullah suatu akulturasi antara kebudayaan China dan budaya Jawa, dan kepercayaan ini dapat masuk dan menyebar.

Kepercayaan dewi Ma Zu dapat terlestarikan karena masyarakat Tiongoa di Lasem masih mewariskan kepercayaan ini didalam keluarganya dan dengan juga dibangunnya kelenteng Ci An Gong(

安宫). Ci An Gong(慈安宫) bisa dikatakan sebagai kelenteng tertua di Lasem, hal tersebut membuktikan

adanya pewarisan dan penyebaran kepercayaan dewi Ma Zu.

Ada perbedaan perayaan dewi Ma Zu di Lasem dan di China. Contohnya perbedaannya adalah waktu, barang persembahan, pertunjukan dan juga tata cara sembahyang. Walaupun seperti itu tetap ada kesamaan. Kesamaannya adalah mereka sama-sama merayakan ulang tahun dewi Ma Zu dan mengungkapkan rasa terima kasih atas perlindungannya.

REFERENSI

E. Setiawan, Kwa Thong Hay. (1990). Dewa Dewi Kelenteng.Semarang: Yayasan Kelenteng Sampookong Gedung Batu.

Munawir Aziz.(2014).Lasem Kota Tiongkok Kecil。Yogyakarta:Penebit Ombak.

(7)

Nguyen Ngoc Tho. (2009). Goddess Beliefs In China Ling’Nan Area. Vietnam National University, Vietnam

Szan tan .(2004). The Cult and Festival of The Goddess of The Sea A Maiden Encounter With Mazu。 The heritage journal, vol.1,no.1 (2004): pp 13-20

Widodo Yohannes. (1996) The Urban History of The Southeast Asian Coastal Cities. PhD Dissertation. University of Tokyo, Tokyo

甘玉连。妈祖文化[M]。福州:福建人民出版社出版发行,2003 禾三千,吴乔。道教天尊仙吉神图说[M]。哈尔滨:黑龙江美术出版社,2005。 李露露。妈祖信仰[M]。北京:学苑出版社,1995。 刘菲菲。妈祖信仰仪式的节庆展演和民俗变异[J]温州大学学报(社会料学版),2014,27。 (3):56-61。 彭文字,黄秀琳,刘美娥。试析莆田市妈祖宫庙的分布特点及宫庙特色[J]莆田学院学报,2008, 15(6):1-11。 宋宁而,杨丹丹。我国沿海社会迁与海神国家祭祀礼仪的演变[J]广东海洋大学学报,2013,33 (2):1-7。 唐丽钦。湄洲岛妈祖祭典乐舞的舞蹈文化研究[D] 莆田:福建师范大学,2010 杨杨。海峡两岸妈祖文化网路传播的差异研究[J]中国海洋大学学报(社会科学版),2013, (3):49-53。 乌丙安。中国民间神谱[M]。沈阳:辽宁人民出版社 出版日期,2007。 殷伟。中国民间俗神[M]。昆明:云南人民出版社,2003。 曾美香。妈祖文献学研究[D]武汉:华中师范大学,2008。 钟敬文。民俗学概论[M]。 上海:上海文艺出版社,2009。

Riwayat Penulis

Christie Januari, lahir di kota Tangerang, 27 Januari 1992. Penulis menamatkan SMA di SMA Strada Santo Thomas Aquino pada tahun 2010. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang sastra pada tahun 2014

Rizki Noor Aliya, lahir di kota Jakarta, 22 Januari 1992. Penulis menamatkan SMA di SMA Bakti Mulya 400 pada tahun 2010. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang sastra pada tahun 2014

Sugiato Lim, lahir di kota Mentok Bangka, 20 Juli 1988. Menamatkan S1 jurusan Chinese Language and Culture di BLCU(Beijing Language and Culture University) pada 2010 dan S2 jurusan Master of Teaching Chinese to Speakers of Other Language di BLCU (Beijing Language and Culture University) pada tahun 2012. Saat ini bekerja sebagai FM SCC Sastra China Universitas Bina Nusantara.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan diplomatik antara satu negara dengan negara lain menurut hukum Internasional, bagaimana

Choose the correct answer by crossing a, b, or c (Pilihlah jawaban yang benar dengan member tanda x pada a, b, atau c)1. many flowers in

Peneliti menyimpulkan dari keseluruhan data, bahwa ada perbedaan antara sekolah yang terletak di kota dan dengan sosioekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah yang

Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dimana di setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan,

Berdasarkan judul penelitian ini, masalah penelitian dibatasi pada perilaku ‟‟lesbian” yang dialami oleh tokoh utama dalam novel Nayla karya Djenar Maesa. Ayu. 1

Pada saat ini yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Seksi Penanggulangan Bencana Alam, Direktorat Perlindungan Hortikultura sejak Tanggal 3 Maret 2016. Sebelumnya pernah menjabat

Dengan cara mempertautkan atau menghubungkan satu dengan yang lain untuk memberi arti pada phenomena-penomena atau data yang telah dilambangkan ke dalam fikiran baik

Berdasarkan hasil pengukuran zona hambat terhadap ke-tiga bakteri uji Vibrio harveyi, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio cholera , semua isolat probiotik B, C, G, dan