• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan naluriah yang ada pada semua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan naluriah yang ada pada semua"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu kebutuhan naluriah yang ada pada semua makhluk hidup, bahkan hewan juga melakukan proses komunikasi diantara sesamanya. Dr.Everett Kleinjan menyatakan bahwa komunikasi adalah bagian kekal dari kehidupan manusia seperrti halnya bernafas, sepanjang manusia hidup maka ia perlu berkomunikasi.23

Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan hasratnya kepada orang lain merupakan awal ketrampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat (nonverbal) dan kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti pada setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal.

Dari pengalaman sehari-hari, kita dapat melihat bahwa komunikasi itu lebih dari sekedar berbentuk surat, laporan, telegram, pembicaraan di telpon, dan wawancara. Komunikasi merupakan sebuah aksi dimana manusia berbicara, mendengarkan, melihat, merasa, dan memberi reaksi satu sama lain terhadap pengalaman-pengalaman dan lingkungan dimana mereka berada.

Bila seseorang berbicara, menulis, mendengarkan, atau menunjukkan isyarat kepada orang lain, maka akan ada aksi dan reaksi yang terus-menerus di antara keduanya. Kita tidak hanya menafsirkan kata-kata yang kita dengar; kita juga mendengarkan dan memberikan makna pada karakter suara, menafsirkan

(2)

ekspresi wajah orangnya, pikiran-pikiran yang tercermin dari caranya menatapkan wajah, jari-jemarinya yang digerak-gerakkan ketika berbicara, dan tumit kakinya yang diketuk-ketukkan ke lantai sebagai tanda bahwa ia sedang gugup. Hal-hal lainnya yang bisa ditambahkan di sini adalah stimulus internal yang ada pada diri kita sendiri, seperti emosi, perasaan, pengalaman, minat, dan faktor-faktor pendukung lainnya yang membuat kita mempersepsikan aksi-aksi dan tindakan-tindakan orang lain dengan cara yang spesifik.

II.1.1. Definisi Komunikasi

Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin yakni communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Sama maksudnya interpretasi yang terjadi terhadap pemaknaan sebuah pesan yang muncul adalah sama.

Maka, hal yang diinginkan terjadi dalam sebuah proses komunikasi adalah kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut.

Jika berbicara mengenai definisi Komunikasi maka ada banyak sekali definisi yang diberikan oleh para ahli. Masing-masing punya penekanan arti, cakupan dan konteksnya yang berbeda satu sama lainnya. Frank E.X Dance (1976), seorang sarjana Amerika yang menekuni bidang komunikasi menginventarisasi 126 definisi komunikasi yang berbeda-beda satu sama lainnya.24 Dari definisi-definisi ini ia menemukan adanya lima belas komponen konseptual pokok. Berikut adalah gambaran mengenai kelima belas komponen tersebut disertai contoh-contoh definisinya.25

24 Purba dkk, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal.30 25 Ibid, hal. 31-33.

(3)

1. Simbol-simbol/verbal/ujaran

Komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal (Hoben,1954).

2. Pengertian/pemahaman

Komunikasi adalah suatu proses dengan mana kita bisa memahami dan dipahami oleh orang lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku (Anderson, 1959).

3. Interaksi/hubungan/proses sosial

Interaksi, juga dalam tingkatan biologis adalah salah satu perwujudan komunikasi, karena tanpa komunikasi tindakan-tindakan kebersamaan tidak akan terjadi (Mead, 1963).

4. Pengurangan rasa ketidakpastian

Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan mengurangi ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego (Barnlund, 1964).

5. Proses

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain (Berelson dan Steiner, 1964).

6. Pengalihan/penyampaian/pertukaran

Penggunaan kata komunikasi tampaknya menunjuk kepada adanya sesuatu yang dialihkan dari suatu benda atau orang ke benda atau orang lainnya.

(4)

Kata komunikasi kadang-kadang menunjuk kepada apa yang dialihkan, alat apa yang dipakai sebagai saluran pengalihan atau menunjuk kepada keseluruhan proses upaya pengalihan. Dalam banyak kasus, apa yang dialihkan itu kemudian menjadi milik atau bagian bersama. Oleh karena itu komunikasi juga menuntut adanya partisipasi (Ayer, 1955).

7. Menghubungkan/ menggabungkan

Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dalam kehidupan dengan bagian lainnya (Ruesch, 1957).

8. Kebersamaan

Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih (Gode, 1959).

9. Saluran/alat/jalur

Komunikasi adalah alat pengiriman pesan-pesan kemiliteran/ order, dan lain-lain, seperti telegraf, telepon, radio, kurir dan lain-lain (American College Dictionary).

10. Replikasi memori

Komunikasi adalah proses yang mengarahkan perhatian seseorang dengan tujuan mereplikasi memori (Cartier dan Harwood, 1953).

11. Tanggapan diskriminatif

Komunikasi adalah tanggapan diskriminatif dari suatu organisme terhadap suatu stimulus (Stevens, 1950).

(5)

12. Stimuli

Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian informasi yang berisikan stimuli diskriminatif dari suatu sumber terhadap penerima (Newcomb, 1966).

13. Tujuan/kesengajaan

Komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan yang disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak penerima (Miller, 1966).

14. Waktu/situasi

Proses komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu keseluruhan struktur situasi ke situasi yang lain sesuai pola yang diinginkan (Sondel, 1956).

15. Kekuasaan/ kekuatan

Komunikasi adalah suatu mekanisme yang menimbulkan kekuasaan/kekuatan (Schacter, 1951).

Pandangan atau perspektif lain tentang komunikasi dapat kita lihat dari penjelasan para ahli berikut ini.26

1. Charles H. Cooley ( Sosiolog )

Komunikasi adalah mekanisme yang mengadakan hubungan antara manusia dan yang mengembangkan semua lambang dari pikiran-pikiran bersama dengan arti yang menyertainya dan melalui keleluasaan (space) serta menyediakan tepat pada waktunya.

(6)

2. Carl I Hovland ( Psikolog)

Komunikasi adalah suatu sistem yang berusaha menyusun prinsip-prinsip kedalam bentuk yang tepat mengenai hal memindahkan penerangan dan membentuk pendapat serta sikap-sikap. Lebih lanjut Hovland mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses dimana seorang individu mengoperkan perangsang untuk mengubah tingkah laku individu lain. 3. Wilbur Schramm ( Komunikolog)

Komunikasi adalah kita berusaha mengadakan persamaan dengan orang lain.

4. Harold D.Laswell (Cendikiawan)

Komunikasi adalah Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa ( who says what in which channel to whom with

what effect).

5. Hovland, Janis, dan Kelly

Komunikasi berarti sebuah proses dimana seorang individu sebagai komunikator menyampaikan stimulan yang biasanya verbal untuk mengubah perilaku orang lain.

II.1.2 Dimensi-dimensi Ilmu Komunikasi

Komunikasi memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Oleh Karena itu ada klasifikasi tertentu dalam Komunikasi seperti berikut ini.27

a. Bentuk/tatanan Komunikasi

Bentuk atau tatanan komunikasi dapat ditinjau dari jumlah komunikannya, yaitu:

(7)

1. Komunikasi pribadi ( personal communication)

a. Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) b. Komunikasi intra pribadi (intrapersonal communication) 2. Komunikasi kelompok ( group communication)

a. Komunikasi kelompok kecil (small group

communication) a. Ceramah (lecture) b. Forum c. Simposium d. Diskusi panel e. Seminar

f. Curah saran (brain storming)

b. Komunikasi kelompok besar (public speaking) 3. Komunikasi organisasi (organization communication) 4. Komunikasi massa (mass communication)

a. Komunikasi massa cetak (printed mass communication) a. Surat kabar

b. Majalah c. Buku, dll

b. Komunikasi massa elektronik (electronic mass

communication)

a. Radio b. Televisi c. Film, dll

(8)

b. Sifat Komunikasi

Berdasarkan sifatnya maka komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Komunikasi Verbal (verbal communication) a. Komunikasi lisan (oral communication) b. Komunikasi tulisan (written communication) 2. Komunikasi nonverbal l(mediated communication)

a. Komunikasi kial (gestural communication) b. Komunikasi gambar ( pictorial ommunication) 3. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication) 4. Komunikasi bermedia (mediated communication) c. Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi terbagi empat, yakni:

1. Untuk mengubah sikap (to change the attitude ) 2. Untuk mengubah opini (to change the opinion ) 3. Untuk mengubah prilaku (to change the behavior ) 4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society ) d. Fungsi Komunikasi

Tujuan komunikasi terbagi empat, yakni: 1. Menginformasikan (to inform ) 2. Mendidik (to educate )

3. Menghibur (to entertain) 4. Mempengaruhi (to influence )

(9)

e. Metode komunikasi

Metode komunikasi berarti kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang meliputi:

1. Komunikasi informatif (informative communication ) 2. Komunikasi persuasif (persuasive communication ) 3. komunikasi pervasif (pervasive communication ) 4. Komunikasi koersif (coercive communication ) 5. Komunikasi instruktif (instructive communication ) 6. Hubungan manusiawi (human relation )

f. Bidang Komunikasi

Berdasarkan bidangnya komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Komunikasi sosial (social communication)

2. Komunikasi organisasional/ manajemen (organizational/ management communication)

3. Komunikasi bisnis (busines communication) 4. Komunikasi politik (political communication)

5. Komunikasi internasional (international communication) 6. Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) 7. Komunikasi pembangunan (development communication) 8. Komunikasi tradisional (traditional communication) 9. Komunikasi lingkungan (environmental communication)

(10)

g. Teknik Komunikasi

Berdasarkan tekniknya komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Jurnalistik (journalism)

2. Hubungan masyarakat (public relations) 3. Periklanan (advertising)

4. Propaganda

5. Publisitas (publicity) h. Model Komunikasi

1. Komunikasi satu tahap (one step flow communication) 2. Komunikasi dua tahap (two step flow communication) 3. Komunikasi banyak tahap (multi step flow communication)

II.2. Komunikasi Verbal

II.2.1. Definisi Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata

(verbs), baik lisan maupun tulisan.

Dengan demikian sebenarnya definisi komunikasi verbal ini sama dengan kebanyakan definisi dari komunikasi itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh para ahli.

Misalnya saja oleh Hoben (1954) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal.28

(11)

Selain itu sebelum memulai mendefinisikan komunikasi verbal, ada baiknya kita mengawalinya dengan mendeskripsikan definisi atau batasan komunikasi nonverbal.

Hal ini karena hampir keseluruhan definisi komunikasi yang ditawarkan Frank E.X Dance dan Carl.E.Larson itu merupakan tindakan komunikasi verbal sementara hanya ada satu definisi tentang komunikasi nonverbal dari seratus lebih definisi komunikasi verbal.29

II.2.2. Pembagian Tipe-Tipe Komunikasi

Untuk memahami dengan lebih jelas dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 2.1. Pembagian Tipe-Tipe Komunikasi

Sumber : Ronald B. Agler, George Rodman, Understanding Human Communication, second edition, hal.96

II.2.3. Ciri-Ciri Utama Komunikasi Verbal

Setidaknya ada tiga ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal.30

29 Sasa Djuarsa, ibid, hal.6.3.

Komunikasi vokalko Komunikasi nonvokal Komunikasi verbal Bahasa lisan (spoken

words)

Bahasa tertulis (written

words)

Komunikasi nonverbal Nada suara (tone of

voice), desah (sighs),

jeritan (screams), kualitas vokal (vocal qualities)

Isyarat (gesture), gerakan

(movement), penampilan

(appearance), ekspresi wajah (facial expression)

(12)

Pertama, bahasa verbal adalah komunikasi yang kita pelajari setelah kita menggunakan komunikasi nonverbal. Jadi, komunikasi verbal ini digunakan setelah pengetahuan dan kedewasaan kita sebagai manusia tumbuh.

Kedua, komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi nonverbal, sebab bila kita keluar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan masyarakat setempat maka kita bisa menggunakan bahasa isyarat nonverbal.

Ketiga, komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa nonverbal. Melalui komunikasi verbal kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak.

II.2.4. Perbedaan Antara Komunikasi Verbal dan Nonverbal

Meskipun pada intinya kedua jenis komunikasi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan, namun keduanya memilik perbedaan. Menurut Don Stacks dan kawan-kawan, ada tiga perbedaan utama diantara keduanya yaitu kesengajaan pesan ( the intentionally of message), tingkat simbolisme dalam tindakan atau pesan (the degree of symbolism in the act or

message), dan pemrosesan mekanisme (processing of mechanism).31 Berikut

uraiannya.

a. Kesengajaan (intentionally)

Komunikasi verbal adalah jika pesan tersebut dikirimkan oleh sumber dengan sengaja dan diterima oleh penerima secara sengaja pula (Burgoon dan Ruffner).

(13)

Komunikasi nonverbal tidak banyak dibatasi oleh niat atau intent tersebut. Komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan dengan sengaja dan kurang halus apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal.

b. Perbedaan perbedaan simbolik (symbolic differences)

Komunikasi verbal dengan sifat-sifatnya merupakan sebuah bentuk komunikasi yang diantarai (mediated form of communication). Kita mencoba mengambil kesimpulan terhadap makna apa yang diterapkan pada suatu pilihan kata. Kata-kata yang digunakan adalah abstraksi yang telah disepakati maknanya, sehingga komunikasi verbal bersifat intensional dan harus dibagi diantara orang-orang yang terlibat didalamnya. Mehrabian menjelaskan komunikasi verbal bersifat lebih eksplisit dibanding bahasa nonverbal yang bersifat implisit. Artinya isyarat-isyarat verbal dapat didefinisikan melalui sebuah kamus dan lewat aturan-aturan sintaksis namun hanya ada penjelasan yang samar-samar dan informal mengenai signifikansi beragam komunikasi nonverbal.

Komunikasi verbal lebih spesifik artinya ia dapat dipakai untuk membedakan hal-hal yang sama dalam sebuah cara yang berubah-ubah, sedangkan bahasa nonverbal lebih mengarah pada reaksi-reaksi alami seperti perasaan atau emosi.

c. Mekanisme pemrosesan ( processing mechanism)

Komunikasi verbal didasarkan pada unit-unit yang terputus-.putus, maka mekanisme pemrosesan pesan-pesan verbal di otak terjadi pada bagian otak sebelah kiri, karena secara tipikal otak sebelah kiri adalah tipe informasi yang tidak berkesinambungan dan berubah-ubah. Sementara

(14)

komunikasi nonverbal yang lebih bersifat berkesinambungan di proses di bagian otak sebelah kanan dimana informasi yang diolah di sini adalah informasi yang berkesinambungan dan alami.

Sedangkan menurut Malandro dan Barker perbedaan antara keduanya seperti yang dikutip dalam buku Komunikasi Antar Budaya tulisan Dra. Ilya Sunarwinadi, M.A. antara lain sebagai berikut.32

a. Struktur>< Nonstruktur

Komunikasi verbal sangat terstruktur dan mempunyai hukum atau aturan-aturan tata bahasa. Sedangkan komunikasi nonverbal tidak ada sama sekali atau hampir tidak ada struktur formal yang mengarahkan komunikasi. b. Linguistik>< Nonlinguistik

Linguistik mempelajari macam-macam segi bahasa verbal, karena linguistik adalah ilmu yang mempelajari asal-usul, struktur, sejarah, variasi regional dan ciri-ciri fonetik dari bahasa. Sedangkan Komunikasi nonverbal belum atau tidak memiliki sistem bahasa yang didokumentasikan walaupun ada usaha untuk memberi arti khusus pada ekspresi-ekspresi wajah tertentu.

c. Sinambung><Tidak sinambung

Komunikasi verbal dianggap bersifat putus-putus, sedangkan komunikasi nonverbal bersifat sinambung. Komunikasi nonverbal baru berhenti ketika orang yang terlibat di dalamnya meninggalkan suatu tempat. Sedangkan komunikasi verbal memiliki titik awal dan akhir yang pasti.

d. Dipelajari><Didapat secara alamiah

(15)

Jarang sekali individu diajarkan cara untuk berkomunikasi secara nonverbal, bahkan mungkin tidak ada. Seseorang cukup hanya mengamati dan mengalaminya selama berinteraksi dengan lingkungan sosialnya maka secara tidak langsung ia akan menggunakan komunikasi nonverbal. Bahkan ada yang berpendapat bahwa komunikasi nonverbal itu merupakan naluri-naluri dasar sifat manusia. Sebaliknya komunikasi verbal adalah sesuatu yang harus dipelajari.

e. Pemrosesan dalam bagian otak sebelah kiri>< Pemrosesan dalam bagian otak sebelah kanan.

Pendekatan neurofisiologik melihat perbedaan dalam pemrosesan stimuli verbal dan nonverbal dalam diri manusia. Pendekatan ini menjelaskan bagaimana kebanyakan stimuli verbal diproses di otak sebelah kiri sedangkan komunikasi nonverbal diproses di sebelah kanan.

Masih dalam buku yang sama, Samovar, Porter, dan Jain melihat perbedaan antara komunikasi verbal dan nonverbal dalam hal sebagai berikut:33

Banyak prilaku nonverbal diatur oleh dorongan-dorongan biologik sedangkan komunikasi verbal diatur oleh aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang dibuat oleh manusia, seperti sintaksis dan tata bahasa.

Misalnya kita secara sadar berbicara tetapi dalam berbicara secara tidak sadar pipi kita menjadi merah dan mata berkedip-kedip terus.

Banyak komunikasi nonverbal yang bermakna universal. Sedangkan komunikasi verbal lebih banyak yang bersifat spesifik bagi kebudayaan tertentu.

(16)

Dalam komunikasi nonverbal bisa dilakukan beberapa tindakan sekaligus dalam kondisi tertentu, sementara komunikasi verbal terikat pada urutan waktu.

Komunikasi nonverbal dipelajari sejak usia sangat dini. Sedangkan penggunaan lambang berupa kata sebagai alat komunikasi membutuhkan masa sosialisai sampai pada tingkat tertentu.

Komunikasi nonverbal lebih dapat memberi dampak emosional dibanding komunikasi verbal.

II.2.5. Teori-Teori Komunikasi Verbal

Berikut adalah Teori-Teori Komunikasi Verbal34. 1. Pendekatan Natural (Nature Approach)

Noam Chomsky mengemukakan melalui Teori Struktur Dalam (deep

structure) bahwa suatu tata bahasa atau struktur bawaan (imate grammar) yang

ada pada diri manusia sejak dia lahir merupakan landasan bagi semua bahasa. Teori ini mencakup suatu pendekatan umum yang universal. Dengan mendasarkan pada sejumlah besar penelitiannya, Chomsky mengidentifikasi adanya tiga struktur dalam semua bahasa.

Pertama, adanya hubungan antara subjek-predikat. Apapun subjeknya

predikat akan selalu menunjukkan tindakan apa yang dilakukan oleh subjek. Demikian pula sebaliknya apapun predikatnya, subjek akan selalu menunjukkan apa atau siapa yang melakukan tindakan tersebut. Misalnya, ‘orang makan’, ‘gajah makan’, kesemuanya menunjukan bahwa subjek sedang melakukan tindakan tertentu, yaitu makan. Sementara dari visi predikat ‘orang lari’, ‘orang

(17)

bermain’, ‘orang makan’, menunjukkan bahwa ‘orang’ yang melakukan tindakan, apapun bentuknya.

Kedua, hubungan antara kata kerja (verb) dengan objek yang

mengekspresikan hubungan logis sebab dan akibat. Hubungan ini menunjukkan kepada siapa atau untuk apa suatu tindakan dilakukan. Misalnya, ‘orang memakai topi’, ‘orang memakai jas’, ‘orang memakai kaos’, kesemuanya menunjukkan bahwa objek (apapun jenisnya) dipakai oleh orang tersebut.

Ketiga, modifikasi, yang menunjukkan adanya pertautan kelas (intersection of classes). Misalnya, ‘orang memakai topi hitam’, ‘orang memakai

topi kuning’, ‘orang memaki topi putih’, dimana kesemuanya menunjuk adanya pertautan (intersection) antara topi dan warna tertentu.

Dengan demikian, Chomsky beranggapan bahwa manusia dilahirkan dengan membawa kemampuan alamiah untuk berbahasa. Kita dapat memformulasikan bentuk-bentuk komunikasi kata tertentu hingga terasa masuk akal. Namun penjelasan bahwa bahasa dapat dipilah dalam struktur tata bahasa belum dapat menjawab bagaimana bahasa mengungkapkan makna. Seorang teoritisi lain, Dan I. Slobin mengemukakan bahwa daripada terlahir dengan pemahaman tata bahasa yang telah terprogram, anak sebenarnya telah memiliki suatu mekanisme pemrosesan atau sistem untuk mengorganisasikan informasi linguistik yang diperoleh dari lingkungan anak tersebut.

Slobin mengemukakan bahwa perkembangan kognitif mendahului perkembangan bahasa. Dengan berbagai bukti ilmiah dia menunjukkan bahwa anak dari kelompok bahasa yang berbeda, mempelajari bahasa secara berbeda tergantung pada tingkatan kesulitan dari bahasa tersebut. Bahasa yang lebih

(18)

kompleks membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya, karena anak harus membuat sejumlah pengecualian pada prinsip bawaan yang ada dalam setiap bahasa.

Slobin sendiri mengidentifikasi adanya empat prinsip yang bekerja pada semua bahasa, yaitu: memperhatikan susunan kata, menghindari pengecualian, menghindari interupsi atau penataan kembali unit-unit bahasa, dan memperhatikan kata yang ada pada bagian terakhir kalimat.

Walau ada perbedaan antara teori Chomsky dan Slobin, namun pada dasarnya keduanya mendasarkan diri pada prinsip natural, yang memandang bahwa bahasa diperoleh secara natural. Meskipun demikian keduanya belum dapat menjawab makna apa yang dikaitkan dengan penggunaan bahasa tersebut.

2. Pendekatan Nurtural (Nurture Approach)

Edward Sapir dan Benyamin Whorf mengemukakan teori yang menentang perspektif alamiah (nature). Dengan memusatkan kajiannya pada semantik (makna dari kata), mereka mengembangkan suatu teori kultural mengenai bahasa. Mereka mengatakan bahwa latar belakang dari sistem linguistik atau tata bahasa dari setiap bahasa bukan hanya suatu alat reproduksi untuk menyampaikan gagasan, tetapi lebih sebagai pembentuk gagasan, pembentuk dan pemandu bagi aktivitas mental individu, untuk menganalisis kesan, untuk mensitesiskan aktivitas mental dalam komunikasi.

Formulasi gagasan bukan merupakan suatu proses independen dan bukan aktivitas rasional semata tetapi, suatu tata bahasa tertentu yang berbeda diantara berbagai tata bahasa lain.

(19)

Jadi, bahasa adalah kultural seperti pandangan Birdwhistell mengenai komunikasi nonverbal. Bahkan aturan-aturan bahasa sangat bervariasi dari satu kultur ke kultur lain, oleh karenanya individu dari kultur berbeda akan berbeda pula caranya dalam memandang dunia.

Misalnya beberapa bahasa memiliki begitu banyak istilah untuk menyebut ‘salju’ sementara sejumlah bahasa lainnya bahkan tidak memiliki satu istilahpun, terutama bagi yang belum pernah melihatnya. Menurut Sapir dan Whorf bahasa dari suatu kultur akan berkaitan langsung dengan bagaimana cara-cara kita berpikir dalm kultur tersebut.

Asumsi ini sejalan dengan pandangan antropologis tentang relativitas kultural, yang menyatakan bahwa karena kultur yang berbeda memiliki bahasa berbeda dan pandangan hidup berbeda, maka mereka juga memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang berbeda pula.

Kedua teori yang berlawanan ini menunjukkan bahwa baik dalam komunikasi verbal maupun nonverbal, terdapat dua aliran yang berangkat dari posisi yang berlawanan dalam menjelaskan bagaimana orang memperoleh bahasa. Kontroversi ini masih terus berluang tanpa salah satu dapat mengklaim bahwa teorinya yang paling benar, karena bukti-bukti yang ditunjukkan oleh kedua belah pihak belum cukup memadai.

3. Teori Fungsional tentang Bahasa (General Semantics)

Hanya dengan memfokuskan pada makna dari kata dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi prilaku, aliran general semantics menganggap bahwa bahasa harus dapat merefleksikan dunia dimana kita hidup. Asumsi yang mendasari pemikiran general semantic adalah bahwa ‘the word is not the thing’.

(20)

Kata dianggap sebagai abstraksi dari realitas. Oleh karenanya general

semantics memandang bahwa kata harus sedekat mungkin dengan realitas yang

direfleksikannya. Meskipun demikian mereka menyadari bahwa ini suatu hal yang sulit, karena ketika kata merupakan suatu konsep yang statis dalam waktu yang panjang, realitas selalu dalam kondisi yang berubah. Untuk memahami apa yang menjadi kajian general semantics, kita harus mempelajari sifat-sifat simbol dan bagaimana kita menggunakannya.

Penggunaan simbol

Pandangan ini mengasumsikan bahwa seluruh prilaku manusia berangkat dari penggunaan simbol. Salah seorang ahlinya yang bernama Alfred Korzybski menganggap adanya ketidaktepatan dalam penggunaan bahasa sehari-hari kita. Argumentasinya adalah bahwa manusia hidup dalam dua lingkungan yang berbeda, lingkungan fisik dan lingkungan simbolik. Untuk memahami hal tersebut kita dapat menganalogikannya dengan penggunaan peta. Misalnya kita bertanya kepada teman kita berapa jarak antara Jakarta-Surabaya, dan dia menjawab: “menurut peta sekitar 10 cm”. Informasi ini hanya memiliki arti bagi kita bila kita mengetahui skala dari peta tersebut dan tentunya skala peta tersebut bukanlah 1:1 karena jika demikian maka jarak yang disebut tadi adalah jarak yang sebenarnya.

Hal serupa berlaku pula pada kata. Kata, pada kenyataanya semua jenis simbol tidak sama dengan fenomena yang digambarkannya. Menurut Odgen dan Richards simbol adalah representasi ide, dan ide adalah representasi objek. Dan ketiganya merupakan fenomena yang berbeda.

(21)

Persoalan menjadi menarik ketika kita berbuat seolah-olah kata adalah objek yang digambarkannya.

Misalnya saja orang yang langsung lari ketakutan hanya karena mendengar kata “ular” meskipun ia belum melihat ular itu sendiri. Interaksi antara kata, maknanya dan prilaku manusia inilah yang menjadi perhatian Korzybski ketika dia mengemukakan teori general semantics.

Untuk mempelajari teori ini kita akan membahas sejumlah konstruk: silent assumptions, reaksi dan respons, penggunaan identitas, waktu dan ruang, multiordanalitas, orientasi intensional dan ekstensional, dan tataran-tataran abstraksi.

Silent assumptions

General semantics menjelakan bahwa kita memiliki kecenderungan untuk berurusan dengan objek atau benda pada tataran abstrak. Misalnya kita tidak berurusan dengan fenomena pada tataran anatomis, meskipun sebenarnya fenomena berubah pada tataran ini.

Seperti yang telah dikatakan oleh Korzybski bahwa tataran objektif bukan kata dan tidak dapat dicapai hanya dengan kata. Untuk dapat mencapai atau memahami tataran objektif, general semantic mengajarkan kita untuk diam (silent), dan kondisi diam ini memungkinkan kita untuk merespons kata sebagai manusia daripada bereaksi terhadapnya sebagaimana yang dilakukan oleh hewan.

Persoalan yang muncul dalam silent assumptions ini adalah ketika mengantisipasi apa yang dikatakan orang lain. Oleh karenanya ketika kita melakukan silent assumptions kita harus menanyakan pada diri kita

(22)

sendiri tiga pertanyaan tentang apa yang sedang dikatakan orang lain, yaitu:

apa yang dimaksudkannya?, bagaimana dia mengetahui hal yang dibicarakannya?, dan mengapa dia mengatakan hal ini kepada saya?

Reaksi/respons

Konstruk ini diawali oleh asumsi bahwa manusia bereaksi seperti yang dilakukan hewan melalui apa yang disebut dengan respons yang dikondisikan. Orang dapat dengan mudah dipaksa untuk bereaksi pada slogan, nama, hasrat, dan sebagainya. Misalnya saja reaksi pengikut Hitler pada Swastika dan lambang-lambang lainnya.

Korzybski menekankan bahwa kita seharusnya tidak meniru binatang. Respons kita haruslah kondisional bukan dikondisikan. Artinya, respons kita harus melalui penundaan (delayed) dan modifikasi, bukan otomatis. Untuk itu, kita perlu menghindari reaksi yang baku atau stereotip terhadap kelas atau kelompok orang tertentu dan menyadari adanya perbedaan-perbedaan di antara individu anggota kelompok atau kelas dan menyesuaikan respons kita.

Identitas.

Ada tiga alasan mengapa kita cenderung bereaksi daripada merespons suatu pesan, yaitu: nama adalah suatu karakteristik penting dari benda atau objek, keunikan benda atau objek berada di dalam nama, dan jika suatu benda atau objek tidak memiliki nama maka ia menjadi tidak eksis atau tidak dianggap.

Jadi, terdapat orang-orang yang beranggapan bahwa semua ‘perceraian’ memiliki makna yang sama atau semua pengertian

(23)

‘demonstrasi’ adalah sama, padahal dalam situasi yang nyaris sama orang atau hal-hal lainnya akan selalu berbeda.

Konstruk tentang identitas berkaitan dengan konstruk lain dalam teori general semantics, yaitu nonallness dan nonaddivity. Nonallness berarti bahwa kita tidak dapat mengatakan segala sesuatunya secara lengkap mengenai semua hal. Oleh karenanya ketika melihat ada kesamaan dalam beberapa hal kita cenderung untuk mengabaikan perbedaan-perbedaan.

General semantics merekomendasikan kita untuk memberikan

gambaran bahwa terdapat hal-hal lain yang tidak kita ketahui ketika mendeskripsikan sesuatu pada saat berbicara.

Konstruk nonaddivity dapat dilakukan ketika menambahkan sesuatu dan hasilnya memiliki arti lain. Misalnya, ketika guru berkata kepada guru lainnya: bisakah anda menerima seorang murid lagi untuk kelas anda?”. Karena tidak ada dua hal yang sama persis, menerima seorang murid yang sekedar duduk di kelas adalah berbeda dengan menerima seorang murid yang sangat partisipatif di dalam kelas. Oleh karenanya menambahkan sesuatu tidak hanya sekedar menghasilkan hal yang sama dalam jumlah yang lebih besar, seperti yang dikondisikan oleh kata atau bunyi, melainkan menghasilkan suatu prilaku komunikatif yang berbeda.

(24)

General semantics mengemukakan bahwa segala sesuatu di dalam

lingkungan fisik akan terus menerus berubah. Hal ini bahkan juga berlaku pada benda mati dimana terjadi perubahan molekul.

Fenomena ini disebut ‘keterikatan waktu’ (time binding). Selain itu juga terjadi ‘keterikatan ruang’ (space binding) karena orang berada dalam tempat atau ruang berbeda, mereka akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda-beda.

Dua aspek dalam dimensi ruang adalah jarak dan posisi relatif. Seperti halnya waktu, ruang adalah fenomena yang pasif dan penyebab perubahan (catalytic). Benda, objek atau hal harus berada di dalam suatu ruang, harus memiliki jarak (baik dekat atupun jauh dari benda), objek atau hal lainnya, dan meskipun memiliki jarak yang sama mereka harus menempati posisi yang berbeda.

Dimensi ruang mencakup tataran fisik (persepsi dan jarak). Tataran psikologis (perasaan, keadaan, dan sebagainya), dan tataran kultural (norma, nilai).

Multiordinalitas

Multiordinalitas menjelaskan pernyataan yang bertingkat-tingkat. Misalnya kata ‘cinta’. Kita dapat mencintai suatu bangunan, seorang gadis, sebuah lukisan, sebuah teori, sebuah pertarungan sengit.

Namun semua ‘cinta’ ini berada pada tataran abstraksi yang sama, tetapi cinta juga dapat bergerak ke tataran yang lain. Jadi, kita dapat mencinta ‘kecintaan’ kita terhadap seorang gadis, dan sebagainya. Ini

(25)

adalah cinta pada tataran kedua, yang berbeda dari cinta pada tataran pertama karena melibatkan proses psikoneurologis yang berbeda.

Konstruk ini menjelaskan bagaimana orientasi orang ketika merespons suatu hal. Ivring J. Lee mengemukakan bahwa orientasi intensional didasarkan pada definisi verbal, asosiasi, dan sebagainya yang mengabaikan observasi. Karakteristik orang seperti ini adalah lebih memperhatikan nama dan apa yang dikatakan mengenai suatu hal daripada kenyataan, orang merespon kata atau pernyataan sebagaimana orang merespons objek yang digambarkan oleh kata tersebut, orang tidak merasa yakin dengan kenyataan yang dihadapinya, dan orang menggunakan pembuktian verbal daripada fakta yang nyata.

Sebaliknya, orientasi ekstensional didasarkan pada susunan observasi, investigasi dan sebaginya terlebih dahulu sebelum meresponsnya.

General semantic lebih mendukung orientasi ekstensional yang artinya

merekomendasikan seseorang mencari faktanya terlebih dahulu. 4. Konstruktivisme: Perspektif Pesan dalam Bahasa

Teori ini dikemukakan oleh Jesse G. Delia dan Ruth Anne Clark yang menaruh perhatian pada proses berpikir yang terjadi sebelum pesan dikemukakan dalam suatu tindak komunikasi. Proses berpikir ini disebut kognisi sosial.

Beberapa prinsip penting dalam teori mereka adalah Konstruksi episodik dan disposisi oleh skemata interpersonalnya. Skemata - skemata interpersonal ini adalah kognisi atau pemikiran mengenai bagaimana kita berpikir mengenai apa yang akan dilakukan oleh orang lain. Skemata - skemata interpersonal ini

(26)

diorganisasi kedalam sistem yang mencakup interpretasi dan penyimpulan serta pola-pola ‘konstruksi’ yang kita gunakan untuk menjelaskan perilaku orang lain.

Prinsip kedua adalah, organisasi kesan interpersonal memberikan pemahaman dan antisipasi atas orang lain secara kontekstual dan relevan. Dalam hal ini orang bertindak seolah-olah sebagai psikolog sosial yang menggunakan suatu pola konsepsional untuk menjelaskan, memahami, dan memperkirakan perilaku orang lain di dalam berbagai konteks.

Prinsip ketiga adalah, variasi sistematis dalam konstruk dan skemata interpersonal yang berkembang sebagai suatu fungsi pengalaman sosial, memberikan perbedaan kapasitas untuk membentuk kesan-kesan yang terorganisasikan dan stabil dalam waktu dan konteks berbeda. Maksudnya, orang yang memiliki lebih banyak pilihan dalam menilai orang lain cenderung lebih mampu memformulasikan pandangan yang terorganisasi mengenai orang lain.

Delia dan Clark telah mengemukakan bahwa bahasa digunakan untuk menilai apa yang akan dirasakan oleh orang lain terhadap suatu pesan yang disampaikan kepadanya sebelum pesan itu sendiri belum sepenuhnya disusun. Oleh karenanya, individu dengan kecakapan bahasa yang baik akan mampu menyusun pesan secara lebih tepat dan jelas kepada berbagai jenis orang dalam berbagai situasi spesifik.

(27)

II.3. Komunikasi Nonverbal

Barangkali tidaklah terlalu dibesar-besarkan bila dikatakan bahwa kita juga melakukan komunikasi nonverbal sama banyaknya dengan komunikasi verbal.

Cara kita berdiri, cara kita berjalan, gaya yang kita tampilkan saat kita mengangkat bahu kita, mengernyitkan dahi kita, menggoyangkan kepala kita; pokoknya semuanya menyampaikan sesuatu ke orang lain, dan itu tentu saja adalah komunikasi. Kita tidak perlu untuk melakukan suatu tindakan yang khusus untuk melakukan semua itu.

Kita juga dapat dikatakan melakukan komunikasi nonverbal melalui pakaian yang kita gunakan, mobil yang kita kendarai, atau kantor yang kita tempati. Memang benar, bahwa yang dikomunikasikan mungkin kurang akurat, namun demikian mau tidak mau tetap saja ada yang dikomunikasikan melalui cara itu.

II.3.1. Definisi Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana komunikasi nonverbal dapat didefinisikan sebagai berikut: non berarti tidak, verbal bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi nonverbal dimaknai sebagai komunikasi tanpa kata-kata35.

Menurut Adler dan Rodman dalam bukunya Understanding Human

Communication, batasan yang sederhana tersebut merupakan langkah awal untuk

membedakan apa yang disebut dengan vocal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan mulut dan verbal communication yaitu tindakan komunikasi yang menggunakan kata-kata.36

(28)

Dengan demikian definisi kerja dari komunikasi nonverbal adalah pesan lisan dan bukan lisan yang dinyatakan melalui alat lain di luar alat kebahasaan

(oral and nonoral messages expressed by other than linguistic means).

Batasan lain mengenai komunikasi nonverbal dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya, yaitu:37

a. Frank E.X Dance dan Carl E. Larson:

Komunikasi nonverbal adalah sebuah stimuli yang tidak bergantung pada isi simbolik untuk memaknainya ( a stimulus not dependent on

symbolic content for meaning)

b. Edward Sapir

Komunikasi nonverbal adalah sebuah kode yang luas yang ditulis tidak dimanapun juga, diketahui oleh tidak seorangpun dan dimengerti semua (an elaborate code that is written now here, known to none, and

understood by all)

c. Malandro dan Barker yang dikutip dari Ilya Sunawardi : Komunikasi Antar Budaya memberikan batasan-batasannya sebagai berikut:

• Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata-kata. • Komunikasi nonverbal terjadi bila individu berkomunikasi

tanpa menggunakan suara.

• Komunikasi nonverbal adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain.

• Komunikasi nonverbal adalah studi mengenai ekspresi wajah, sentuhan waktu, gerak isyarat, bau, prilaku mata, dan lain-lain.

(29)

II.3.2. Karakteristik Komunikasi Nonverbal

Menurut Ronald Adler dan George Rodman, komunikasi nonverbal memiliki empat karakteristik yaitu keberadaannya, kemampuannya

menyampaikan pesan tanpa bahasa verbal, sifat ambiguitasnya dan keterikatannya dalam suatu kultur tertentu.38

Eksistensi atau keberadaan komunikasi nonverbal akan dapat diamati

ketika kita melakukan tindak komunikasi secara verbal, maupun pada saat bahasa verbal tidak digunakan. Atau dengan kata lain, komunikai nonverbal akan selalu muncul dalam setiap tindakan komunikasi, disadari maupun tidak disadari. Keberadaan komunikasi nonverbal ini pada gilirannya akan membawa kepada cirinya yang lain yaitu bahwa kita dapat berkomunikasi secara nonverbal, karena setiap orang mampu mengirim pesan secara nonverbal kepada orang lain tanpa

menggunakan tanda-tanda verbal.

Karakteristik lain dari komunikasi nonverbal adalah sifat ambiguitasnya, artinya ada banyak kemungkinan penafsiran terhadap setiap prilaku. Sifat ambigu atau mendua ini sangat penting bagi penerima (receiver) untuk menguji setiap interpretasi sebelum sampai pada kesimpulan tentang makna dari suatu pesan nonverbal. Dan karakteristik terakhir adalah bahwa komunikasi nonverbal terikat

dalam suatu kultur, atau budaya tertentu. Maksudnya perilaku-perilaku yang

memiliki makna khusus dalam suatu budaya akan mengekspresikan pesan-pesan yang berbeda dalam ikatan kultur yang lain.

(30)

II.3.3. Kategori Komunikasi Nonverbal

Kategori komunikasi nonverbal yang dimaksud adalah beragam cara yang digunakan orang-orang untuk berkomunikasi secara nonverbal, yaitu vocalics,

paralanguage, kinesics yang mencakup gerakan tubuh, lengan, dan ekspresi wajah (facial expression), prilaku mata (eye behaviour), lingkungan yang mencakup

objek benda atau artefak, proxemics yang merupakan ruang dan teritori pribadi, sentuhan (haptics), penampilan fisik (tubuh dan cara berpakaian), chronemics (waktu) dan bau (olfactions).39

Gambar 2.1. Penggunaan ekspresi wajah merupakan salah satu komunikasi nonverbal.

Dalam tindakan komunikasi sehari-hari, kita lebih banyak mempunyai

output dan input vokal dibandingkan dengan kata-kata yang kita ungkapkan

secara lisan. Output dan input vocal inilah yang kita sebut sebagai vocalics atau

paralanguage. Contoh nyata dari kategori komunikasi nonverbal ini adalah desah (sighing), menjerit (screaming), merintih (groaning), menelan (swallowing),

menguap (yawning), disamping bentuk-bentuk seperti jeda, intonasi, dan penekanan dalam pembicaraan lisan.

(31)

Kategori lain dari komunikasi nonverbal adalah kinesics. Ketika kita akan berkomunikasi dengan orang lain, ekspresi wajah kita akan selalu berubah tanpa melihat apakah kita sedang berbicara atau mendengarkan. Paul Ekman dan Wallace Friesen telah mengidentifikasikan enam emosi dasar bahwa ekspresi wajah mencerminkan keheranan, kesakitan, kemarahan, kebahagiaan, kesedihan, kebencian, dan kejijikan.

Bentuk lain dari kinesics adalah gerakan tangan, kaki, dan kepala. Orang-orang yang terlibat dalam tindak komunikasi sering menggerakkan kepala dan tangannya selama interaksi berlangsung. Beberapa dari gerakan kepala dan tangan tersebut dilakukan secara sadar dan beberapa lainnya dilaksanakan secara tidak sengaja, namun semuanya memiliki makna. Gerakan tangan cenderung digunakan paling banyak oleh orang yang sedang berbicara, sedangkan pendengar cenderung menggunakan gerakan kepala. Gerakan kepala yang paling umum digunakan oleh orang-orang yang sedang mendengar adalah anggukan dan gelengan kepala. Gerakan kepala yang lain adalah dengan mengernyitkan atau mengerutkan dahi. Gerakan ini bermakna bahwa orang yang sedang mendengarkan memberikan umpan balik (feedback) kepada pembicara.

Gerakan tangan menyajikan banyak fungsi pesan bagi pembicara selama interaksi berlangsung, yaitu menegaskan atau menjelsakan apa yang sedang dikatakan, memberikan penekanan pada pembicaraan, dan mengilustrasikan apa yang sedang dikatakan. Selain itu, ada juga gerakan tangan yang tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap apa yang sedang dikatakan. Tujuan dari gerakan tangan ini adalah untuk menunjukkan intensitas pesan, misalnya berjabat tangan dengan cepat untuk mengekspresikan kegembiraan.

(32)

Aspek komunikatif yang utama dari perilaku mata adalah siapa dan apa yang sedang kita lihat dan untuk berapa lama. Mata kita merupakan saluran komunikasi nonverbal yang penting tidak hanya selama interaksi berlangsung tetapi juga sebelum dan sesudah interaksi berakhir. Dengan memelihara kontak mata dan tersenyum, orang-orang yang terlibat mengindikasikan bahwa mereka tertarik pada persoalan yang sedang diperbincangkan.

Kategori selanjutnya dari komunikasi nonverbal adalah proxemics, yaitu suatu cara bagaimana orang-rang yang terlibat dalam suatu tindak komunikasi berusaha untuk menggunakan ruang (space). Antropolog Edward. T. Hall mendefinisikan empat jarak yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjelaskan bahwa kita memilih suatu jarak khusus bergantung bagaimana kita merasakan terhadap orang lain pada suatu situasi tertentu, konteks percakapan dan tujuan-tujuan pribadi kita. Keempat jarak tersebut adalah intimate distance,

personal distance, social distance dan public distance. Namun, empat jarak yang

dikemukakan oleh Hall ini hanya menggambarkan perilaku dari orang-orang Amerika Utara dan sangat mungkin berbeda dengan orang yang berasal dari kebudayaan lainnya.40

Adapun klasifikasi Hall tersebut adalah sebagai berikut. • Akrab (Intimate distance)

Percakapan dalam jarak yang akrab ini berkisar anatar 0-6 inci (fase dekat) dan 6-18 inci (fase jauh) berlangsung dengan bisikan atau suara yang sangat pelan. Dalam jarak ini, orang-orang berkomunikasi secara emosional sangat dekat dan dalam situasi yang sangat pribadi.

(33)

orang yang terlibat dalam interaksi dengan jarak yang akrab ini merupakan suatu tanda bahwa diantara mereka tumbuh rasa saling percaya. Namun demikian, interaksi dalam jarak yang akrab ini juga terjadi dalam lingkungan yang kurang akrab, seperti ketika kita berobat ke dokter. • Personal (Personal distance)

Dalam jarak personal ini berkisar antara 18-30 inci (fase dekat) dan 30 inci- 4 feet (fase jauh), kontak komunikasi yang berlangsung tertutup, namun percakapan-percakapannya tidak lagi bersifat pribadi dibanding dengan interaksi dalam jarak akrab.

• Social (Social distance)

Interaksi yang berlangsung dalam jarak sosial ini berkisar antar 4-7 feet (fase dekat) dan 7-12 feet (fase jauh) biasanya terjadi dalam situasi bisnis, misalnya interaksi antara sales dengan para calon pembeli. Dalam kontak komunikasi ini, suara yang lebih keras sangat dibutuhkan.

• Publik (Public distance)

Contoh nyata dari komunikasi yang menggunakan jarak publik yang berkisar antara 12-25 feet (fase dekat) dan 25 feet ke atas (fase jauh) ini adalah perkuliahan dalam kelas atau pidato yang disampaikan pada suatu ruang tertentu. Dalam jarak publik ini, komunikasi yang bersifat dua arah

(two way traffic) sulit untuk dilaksanakan sebab ada jarak yang cukup jauh

antara pembicara dengan pendengarnya.

Faktor lingkungan sebagai salah satu karakteristik penandaan nonverbal dapat berupa lingkungan atau benda-benda yang digunakan atau dimiliki seseorang yang dapat merefleksikan makna tertentu yang berkaitan dengan orang

(34)

tersebut. Misalnya ketika kita memasuki ruang atau rumah seseorang, dengan segera kita dapat memperoleh kesan mengenai kepribadian penghuninya.

Demikian pula dengan kesan yang kita berikan kepada seseorang dengan melihat mobil yang dikendarainya, perabot rumahnya, aksesorisnya dan sebagainya. Hal ini terjadi karena orang cenderung memilih benda atau lingkungan yang dapat merefleksikan citra diri dan kepribadiannya.

Penampilan fisik acapkali mengekspresikan penandaan nonverbal tertentu. Hal ini dapat kita rasakan ketika memberikan stereotip tertentu yang berkaitan dengan keadaan fisik seseorang. Misalnya orang yang gemuk dianggap sebagai periang dan orang yang kurus sebagai seseorang yang serius. Demikian pula dengan panjang atau potongan rambut tertentu. Beberapa karakter fisik lainnya yang dianggap berperan dalam penandaan nonverbal mencakup berat badan, tinggi badan, warna kulit, kontur wajah, dan berbagai jenis bekas luka atau cacat fisik.

Sementara itu atribut yang lain yang berhubungan erat dengan penampilan fisik dan sangat jelas berperan sebagai penanda makna tertentu adalah cara berpakaian. Biasanya ketika seseorang memilih memutuskan untuk memakai pakaian tertentu maka dia secara sadar telah menggunakan tanda nonverbal untuk mengekspresikan makna melalui kesan tertentu dalam penampilannya. Seperti dikemukakan oleh Ronald. B. Adler dan George Rodman dalam bukunya

Understanding Human Communication, bahwa salah satu kategori komunikasi

nonverbal yang penting adalah clothing atau cara berpakaian.41 Pakaian yang dikenakan merupakan suatu alat komunikasi. Orang-orang dengan sengaja

(35)

mengrimkan pesan tentang diri mereka melalui apa yang mereka kenakan dan kita berusaha menginterpretasikannya berdasarkan pada pakaian yang dikenakan. Dengan demikian pakaian tidak hanya melindungi kita dari panas dan dingin, namun melalui pakaian dapat menjadi indikator dar status sosial ekonomi seseorang, penanda dari peran-peran tertentu (ABRI, PNS) dan sebagainya.

Gambar 2.2. Seorang polisi menggunakan seragam. Ini merupakan salah satu bentuk komunikasi melalui penampilan fisik.

Haptics atau sentuhan atau kontak tubuh dikatakan oleh Emmert dan

Donaghy sebagai cara terbaik untuk mengkomunikasikan sikap pribadi, baik yang positif maupun yang negatif.42 Frekuensi dan durasi sentuhan dapat menjadi indikator tentang persahabatan dan rasa suka di antara orang yang melakukannya. Sentuhan dapat pula menjadi indikator yang paling ekstrim dari rasa tidak suka atau kemarahan, seperti menampar, menyepak, memukul dan sebagainya.

(36)

Cara-cara atau bentuk sentuhan dapat pula menunjukkan posisi orang dalam hubungan dengan orang lainnya, khususnya dalam pengertian dominan dan submisif (seperti mengelus kepala, mencium tangan, dan sebagainya).

Waktu atau chronemics juga dapat menjadi penanda nonverbal yang digunakan ketika seseorang berkomunikasi. Bentuk nyata yang dapat kita rasakan adalah mengenai orang yang tepat/tidak tepat waktu, misalnya, orang yang mengulur-ngulur waktu untuk menyampaikan pesan bahwa dia tidak menyukai apa yang sedang dilakukannya dan sebagainya.

Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:43

1. Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tak senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan

43 Internet. http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non-verbal.html. 2 Mei

(37)

dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.

Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah:

a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidaksukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.

2. Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.

3. Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya

(38)

tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian dan kosmetik.

4. Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa. 5. Pesan sentuhan dan bau-bauan.

Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.

Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan --menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.

II.3.4. Fungsi dan Urgensi Komunikasi Nonverbal

Pada tahun 1965, Paul Ekman menjelaskan bahwa pesan nonverbal akan mengulang atau meneguhkan pesan verbal. Misalnya dalam suatu lelang, kita mengacungkan satu jari untuk menunjukkan jumlah tawaran yang kita minta, sementara secara verbal kita mengatakan “satu”.44

Pesan-pesan nonverbal juga berfungsi mengontradiksikan atau menegaskan pesan verbal seperti dalam sarkasme atau sindiran-sindiran tajam.

(39)

Kadang-kadang komunikasi nonverbal mengganti pesan verbal. Misalnya kita tidak perlu secara verbal mengatakan “menang”, namun cukup hanya mengacungkan dua jari kita membentuk huruf “V” (victory) yang bermakna kemenangan.

Fungsi lain dari komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal. Pesan-pesan nonverbal berfungsi untuk mengendalikan interaksi dalam suatu cara yang sesuai dan halus, seperti misalnya anggukan kepala selama percakapan berlangsung.

Selain itu komunikasi nonverbal juga memberi penekanan kepada pesan verbal, seperti mengacungkan kepalan tangan.

Komunikasi nonverbal pada akhirnya juga berfungsi sebagai pelengkapan pesan verbal dengan mengubah pesan verbal, seperti tersenyum untuk menunjukkan rahasia bahagia kita.

Pemikiran yang sama juga diungkapkan oleh Samovar (Ilya Sunarwinadi: Komunikasi Antar Budaya), bahwa dalam suatu peristiwa komunikasi perilaku nonverbal digunakan secara bersama-sama dengan bahasa verbal:45

1. Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal. Misalnya menyatakan terima kasih dengan tersenyum.

2. Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. Misalnya menyatakan arah tempat dengan menjelaskan Perpustakaan Universitas terletak di belakang gedung ini, kemudian mengulang pesan yang sama dengan menunjuk arahnya.

(40)

3. Tindak komunikasi nonverbal melangkapi pernyataan nonverbal. Misalnya mengatakan maaf kepada teman karena tidak dapat meminjamkan uang; dan agar lebih percaya, pernyataan itu ditambah lagi dengan ekspresi muka sungguh-sungguh atau memperlihatkan saku atau dompet yang kosong. 4. Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi nonverbal.

Misalnya menyatakan rasa haru tidak dengan kata-kata, melainkan dengan mata yang penuh linangan airmata.

Dalam perkembangannya sekarang ini komunikasi nonverbal dipandang sebagai pesan-pesan yang holistik, lebih daripada sebagai sebuah pemrosesan informasi yang sederhana.

Fungsi-fungsi holistik mencakup identifikasi, pembentukan dan manajemen kesan, muslihat, emosi, dan struktur percakapan. Karenanya, komunikasi nonverbal, terutama berfungsi mengendalikan (controlling), artinya kita berusaha supaya orang lain dapat melakukan apa yang kita perintahkan.

Hickson dan Stacks menegaskan bahwa fungsi-fungsi holistik tersebut dapat diturunkan dalam fungsi yaitu pengendalian terhadap percakapan, kontrol terhadap perilaku orang lain, ketertarikan atau kesenangan, penolakan atau ketidaksenangan, peragaan informasi kognitif, peragaan informasi afektif, penipuan diri (self deception) dan muslihat terhadap orang lain.

Komunikasi nonverbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau bahkan tidak dapat dipahami. Keduanya komunikasi verbal dan nonverbal kurang dapat beroperasi secara terpisah, satu sama lain saling membutuhkan guna mencapai komunikasi yang efektif.

(41)

Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:46

1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.

2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.

3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”

4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.

5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.

Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication

Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan.

Yaitu:47

46 Internet. . http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non-verbal.html, 2

(42)

1. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banyak ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.

2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal.

3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.

4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.

5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguitas, dan abstraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.

6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan

(43)

dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).

II.3.5. Deskripsi Historis Komunikasi Nonverbal48

Kajian pertama mengenai komunikasi nonverbal ditemukan pada zaman Aristoteles sekitar 400 sampai 600 tahun sebelum Masehi. Namun studi ilmiahnya yang berkaitan dengan retorika baru dilakukan pada zaman Yunani dan Romawi Kuno.

Karya Cicero Pronountiatio atau cara berpidato mungkin yang pertama kali memperlakukan komunikasi nonverbal secara sistematis. Bagaimanapun juga, karyanya telah dibatasi untuk menggunakan suara dan gerakan-gerakan ragawi dalam konteks public speaking. Dari hasil karaya Cicero ini, kemudian orang lain mengkaji pengaruh bahasa nonverbal terhadap komunikasi dalam hampir keseluruhan situasi public speaking.

Dalam tahun 1775, Joshua Steele memusatkan kajiannya mengenai komunikasi nonverbal pada suara sebagai satu instrumen atau pada suatu konsep yang disebut Prosody. Konsep dari Steele ini menjelaskan bahwa bahasa dalam drama atau puisi data “dibaca” hampir seperti notasi musik. Kemudian pada tahun 1806, Gilbert Austin mengkonsentrasikan kajiannya pada gerakan-gerakan badan yang dihubungkan dengan bahasa. Pendekatan ini menghasilkan sebuah sistem yang disebut dengan elocutionary system dimana isyarat-isyarat yang “pantas” dipelajari dan digunakan dalam pertunjukan drama. Elocutionary system adalah seni deklamasi atau keahlian membaca/mengucapkan kalimat dengan logat dan lagu yang baik dimuka umum.

(44)

Kajian yang lebih kompleks tentang komunikasi nonverbal dikembangkan oleh Francois Delsarte. Ia menggabungkan suara dan gerakan-geraan badan sekaligus. Dalam kajiannya tersebut, ia berusaha meyakinkan bahwa pesan-pesan atau komunikasi nonverbal merupakan “agents of the hearts” .

II.3.4. Teori-teori Komunikasi Nonverbal49

Beberapa Pendekatan dalam Teori Komunikasi Nonverbal. 1. Pendekatan Etologi (Ethological Approach)

Menurut Darwin, komunikasi nonverbal dari makhluk hidup yang berbeda sebenarnya adalah sama. Orang-orang yang mendukung pandangan Darwin, seperti Morris, Ekman dan Friesen percaya bahwa ekspresi nonverbal pada budaya manapun esensinya sama, karena komunikasi nonverbal tidak dipelajari, ia adalah bagian alami dari keberadaan manusia, misalnya senyuman dan ekspresi wajah yang dapat ditemukan pada kultur manapun juga.

Teori Struktur Kumulatif

Dalam teorinya ini, Ekman dan Friesen memfokuskan analisisnya pada makna yang diasosiasikan dengan kinesic, teori mereka disebut

“cumulative structure” atau “meaning centered” karena lebih banyak

membahas mengenai makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur prilaku, Mereka beranggapan bahwa seluruh komunikasi nonverbal merefleksikan dua hal : apakah suatu tindakan yang disengaja dan apakah tindakan harus menyertai pesan verbal. Hal ini dapat dicontohkan pada kasus ketika seseorang yang sedang menceritakan sesuatu dan gerak tangannya yang menunjukkan tinggi serta

(45)

ekspresi wajah yang gembira. Gerak tangan yang menunjukkan tinggi ini tidak akan memiliki arti tanpa disertai ungkapan verbal, jadi tindakan ini disengaja dan memiliki makna tertentu. Lain halnya dengan ekspresi wajah yang gembira, yang dapat berdiri sendiri dan dapat diartikan tanpa bantuan pesan verbal. Meskipun demikian, kedua tindakan tersebut telah menambahkan kepada makna yang berkaitan dengan interaksi antara kedua orang tersebut, dan ini oleh Ekman dan Friesen disebut sebagai

“expressive behaviour”.

Selanjutnya Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima kategori dari

expressive behaviour yaitu emblem, illustrator, regulator, adaptor dan

emosi (penggambaran perasaan), dimana masing-masing memberikan kedalaman pada makna yang berkaitan dengan situasi komunikasi.

Emblem adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai

sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contohnya adalah setuju, pujian, atau ucapan selamat jalan yang dapat digantikan dengan lambaian tanagan, anggukan kepala, atau acungan jempol.

Ilustrator adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang

mendukung dan melengkapi pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk menunjukkan bahwa yang dibicarakan adalah persoalan yang serius atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan. Sementara itu,

regulator adalah tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam

(46)

regulator dalam percakapan misalnya senyuman, anggukan kepala, tangan yang menunjuk, mengangkat alis, orientasi tubuh, dan sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur arus informasi dalam suatu situasi percakapan.

Adaptor yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk

menyesuaikan tubuh dan menciptakan keamanan bagi tubuh dan emosi. Terdapat dua sub kategori dari adaptor yaitu: self (seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau hidung), dan object (menggigit pensil, memainkan kunci). Perilaku ini biasanya dipandang sebgai refleksi kecemasan atau prilaku negatif. Kategori kelima adalah penggambaran emosi atau affect display yang dapat disengaja ataupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri. Menurut Ekman dan Friesen, terdapat tujuh bentuk affect display yang pengungkapannya cukup universal, yaitu: marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih dan terkejut. Mereka mengemukakan pula bahwa affect display yang berbeda dapat diungkapkan secara bersamaan, dan bentuk seperti ini disebut affect blend. Teori Tindakan (Action Theory)

Morris juga mengemukakan suatu pandangan mengenai kinesic yang lebih didasarkan pada tindakan. Dia mengasumsikan bahwa prilaku tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi kedalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang terpisah-pisah. Menurutnya terdapat lima kategori yang berbeda dalam tindakannya itu: pembawaan (inborn), ditemukan (discovered), diserap (absorbed), dilatih (trained), dan campuran (mixed). Inborn merupakan instink yang dimiliki sejak lahir,

(47)

seperti prilaku menyusu. Discovered diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetik tubuh, seperti menyilangkan kaki. Absorbed diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain (biasanya teman), seperti meniru ekspresi atau gerakan seseorang. Trained diperoleh dengan belajar, seperti berjalan, mengetik dan sebagainya. Sedangkan

mixed actions diperoleh melalui berbagai macam cara yang mencakup

keempat hal diatas.

2. Pendekatan Antropologi (Anthropological Approach)

Pendekatan antropologis menganggap komunikasi nonverbal terpengaruh oleh kultur atau masyarakat, dan pendekatan ini diwakili oleh dua teori yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall.

Analogi linguistik

Dalam teorinya ini Birdwhistell mengasumsikan bahwa komunikasi nonverbal memiliki struktur yang sama dengan komunikasi verbal. Bahasa distrukturkan atas bunyi dan kombinasi bunyi yang membentuk apa yang kita sebut kata. Kombinasi kata dalam suatu konteks akan membentuk kalimat, dan berikutnya kombinasi kalimat akan membentuk paragraf. Birdwhistell mengemukakan bahwa hal yang sama terjadi dalam konteks nonverbal, yaitu terdapat bunyi nonverbal yang disebut allokines (satuan gerakan tubuh terkecil yang sering kali tidak dapat dideteksi). Kombinasi

allokines akan membentuk kines dalam suatu bentuk yang serupa dengan

bahasa verbal, yang dalam teori ini disebut sebagai analogi linguistik. Teori ini mendasarkan penjelasannya pada enam asumsi sebagai berikut:

(48)

1) Terdapat tingkat saling ketergantungan yang tinggi antara kelima indera manusia, yang bersama-sama dengan ungkapan verbal akan membentuk “infracommunicational system”

2) Komunikasi kinesik berbeda antarkultur dan bahkan antar mikrokultur.

3) Tidak ada simbol bahasa tubuh yang universal.

4) Prinsip-prinsip pengulangan (redundancy) tidak terdapat pada prilaku kinesik.

5) Prilaku kinesik lebih primitif dan kurang terkendali dibanding komunikasi verbal.

6) Kita harus membandingkan tanda-tanda nonverbal secara berulang-ulang sebelum kita dapat memberikan interpretasi yang akurat. Keenam prinsip yang mendasari analogi linguistik ini pada dasarnya menyatakan bahwa kelima indera kita berinteraksi atau bekerja sama untuk menciptakan persepsi dan dalam setiap situasi, satu atau lebih indera kita akan mendominasi indera lainnya. Menurut Birdwhistell, prilaku kinesik bersifat unik bagi setiap kultur atau subkultur di mana individu berada. Oleh karenanya, kultur harus diperhitungkan dalam studi tentang komunikasi nonverbal.

Prinsip ketiga menegaskan kembali bahwa prilaku nonverbal lebih banyak diperoleh sebagai hasil belajar daripada faktor genetik yang diturunkan antara generasi. Dia juga menganggap bahwa komunikasi nonverbal lebih bersifat melengkapi komunikasi verbal daripada mengulang atau menggantikannya, yaitu keduanya bekerja secara

(49)

bersama-sama dalam menghasilkan makna. Dan akhirnya, karena komunikasi nonverbal tidak selalu dilakukan secara sadar dan lebih bersifat primitif, kita cenderung untuk melupakan apa yang kita katakan secara nonverbal.

Selanjutnya Birdwhistell menjelaskan bahwa fenomena parakinesik (yaitu kombinasi gerakan yang dihubungkan dengan komunikasi verbal) dapat dipelajari melalui struktur gerakan. Struktur ini mencakup tiga faktor yaitu: intensitas dari tegangan yang tampak dari otot, durasi dari gerakan yang tampak dan luasnya gerakan. Dari faktor-faktor ini kita dapat menganalisis berbagai klasifikasi gerakan/prilaku yang meliputi allokine,

kine, kineme (pengelompokkan kine yang artinya menyerupai suatu “kata”

dalam bahasa), dan kinemorpheme (yang menyerupai kalimat dalam konteks bahasa). Jadi kita dapat menganalisis komunikasi nonverbal seperti jika kita melakukannya pada komunikasi verbal, namun kita mengganti unit analisisnya dari “bunyi dan kata” menjadi “gerak dan gerakan”.

Analogi Kultural

Analogi Kultural yang dikemukakan oleh Edward T.Hall membahas komunikasi nonverbal dari aspek proksemik dan kronemik. Teori Hall mengenai proksemik mengacu kepada penggunaan ruang sebagai ekspresi spesifik dari kultur. Teori Hall mencakup batasan-batasan mengenai ruang yang disebutnya sebagai lingkungan (artifactual), teritorial, dan personal. Lebih lanjut, Hall mengemukakan adanya tiga jenis ruang masing-masing dengan norma dan ekspektasi yang berbeda yaitu: informal space, ruang

(50)

terdekat yang mengitari kita (personal space); fixed-feature space, yaitu benda dilingkungan kita yang relatif sulit bergerak atau dipindahkan seperti rumah, tembok dan sebagainya; dan semifixed-feature space, yaitu barang-barang yang dapat dipindahkan yang berada dalam fixed-feature

space.

Salah satu aspek terpenting dari teori Hall adalah kajiannya mengenai preferensi dalam personal space. Menurutnya preferensi ruang seseorang ditentukan oleh delapan faktor yang saling terkait yang ditemukan dalam tiap kultur. Yang pertama adalah jenis kelamin dan posisi dari orang yang saling berinteraksi, yaitu laki-laki dan perempuan, dan apakah mereka duduk, berdiri, dan sebagainya. Kedua, sudut pandangan atau angle yang terbentuk oleh bahu, dada/ punggung dari orang yang berkomunikasi (faktor sociofugal-sociopetal axis). Ketiga, posisi badan ketika berkomunikasi yang berada dalam jarak sentuhan (faktor kinesthetic). Keempat, sentuhan dan jenis sentuhan (faktor

zero-proxemic). Kelima, frekuensi dan cara-cara kontak mata (faktor visual code). Keenam, persepsi tentang panas tubuh yang dapat dirasakan ketika

berinteraksi (faktor thermal code). Ketujuh, odor atau bau yang tercium ketika berinteraksi (faktor olfactory code). Delapan, kerasnya atau volume suara dalam berinteraksi (faktor voice loudness).

Dalam analisisnya mengenai waktu atau chronemics sebagai salah satu tanda nonverbal, Hall mengemukakan bahwa norma-norma waktu ditemukan dalam berbagai kultur dalam bentuk yang berbeda-beda. Waktu memiliki apa yang disebut dengan formal time, informal time, dan

Gambar

Tabel 2.1.  Pembagian Tipe-Tipe Komunikasi
Gambar  2.1.  Penggunaan ekspresi wajah merupakan salah satu  komunikasi nonverbal.
Gambar  2.2.  Seorang polisi menggunakan seragam. Ini  merupakan salah satu bentuk komunikasi melalui penampilan  fisik

Referensi

Dokumen terkait

Karna biasanya dalam groupthink anggota mengikuti pemimpin, sehingga keputusan pemimpin adalah keputusan kelompok, sehingga jika ada anggota yang mempunyai pemikiran yang berbeda

Sama disini maksudnya adalah sama makna, jadi komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan di terima

Jadi, yang dimaksud dengan museum sebagai objek wisata adalah sebuah badan tetap yang berfungsi untuk memelihara, dan memamerkan untuk tujuan penelitian, pendidikan dan

verbal (teks) sangat bertentangan dengan pesan non-verbal. yang

Bales dalam bukunya Interaction Process Analysis mendefinisikan kelompok kecil sebagai: Sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dengan suatu pertemuan

Chaffe (dalam Ardianto dkk, 2004:49) efek media massa dapat dilihat dari beberapa pendekatan. Pendekatan pertama yaitu efek media massa yang berkaitan dengan pesan atau media

Dengan kata lain, menurut Effendy efek yang ditimbulkan sesuai dengan teori S-O-R yang merupakan reaksi bersifat khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat

“Sejauhmanakah Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis dalam Penciptaan Komunikasi Efektif antara Dosen dan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP