• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pengambilan Keputusan

Proses pengambilan keputusan merupakan efek atau konsekuensi dari kegiatan komunikasi. Komunikasi secara umum adalah suatu proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerima Berlo (1960) menyebutnya dengan model linear atau searah. Dalam model linear, komunikasi dikatakan efektif, jika penerima mampu menerima pesan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sumber. Model komunikasi linear masih dianggap relevan, namun seringkali berujung dengan ketidakpuasan dan ketimpangan. Model komunikasi linear disebut juga dengan model SMCRE (source, message, channel, receiver dan effect). DeVito (1997) tidak sependapat dengan model tersebut. Ia menambahkan elemen gangguan (noise) pada pesan, konteks tertentu, serta umpan balik. Dengan demikian, proses komunikasi tidak lagi linear, tetapi berkesinambungan.

Teori difusi inovasi sebagaimana dikemukakan Rogers (2003) seperti terlihat dalam model lima tahap proses pengambilan keputusan merupakan salah satu teori yang menggambarkan proses komunikasi yang berkesinambungan. Rogers menjelaskan tahapan yang terjadi dalam sebuah proses penyebarluasan gagasan atau ide baru terdiri atas: pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi sebagaimana tampak pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Lima Tahap Proses Pengambilan Keputusan (Rogers, 2003)

PRIOR CONDITIONS 1. Previous practice 2. Felt needs/problems 3. Innovativeness 4. Norms of the social systems

Characteristics of the Decision-Making Unit 1. Socioeconomic characteristics 2. Personality variables 3. Communication behavior Perceived Characteristics of the Innovation 1. Relative advantage 2. Compatibility 3. Complexity 4. Trialability 5. Observability 1. Adoption 2. Rejection Continued Later Adoption Discontinueance Continued COMMUNICATION CHANNELS V. CONFIRMATION IV. IMPLEMENTATION III. DECISION II. PERSUASION I. KNOWLEDGE

(2)

Rogers mengingatkan bahwa istilah tahapan dapat berguna sebagai alat untuk menyederhanakan realitas yang kompleks, sehingga memudahkan pemahaman mengenai perubahan perilaku manusia, khususnya dalam memperkenalkan inovasi. Selain memperlihatkan tahapan, model di atas juga mengindikasikan suatu tingkatan efek. Gagasan dasar hirarki efek komunikasi adalah bahwa seorang individu biasanya harus melalui perubahan pengetahuan hingga perubahan perilaku yang terbuka dalam rangkaian tahapan kumulatif yang umumnya sejajar dengan tahapan dalam proses keputusan-inovasi.

Rogers menjelaskan bahwa tingkat pertama yang terjadi dalam proses penyebarluasan gagasan adalah pengetahuan. Pada tingkatan ini, terjadi proses (1) mengingat informasi, (2) memahami pesan, dan (3) pengetahuan atau ketrampilan mengadopsi inovasi secara efektif. Setelah pengetahuan, tahapan dilanjutkan dengan tahap persuasi. Menurut Rogers persuasi terjadi ketika individu atau unit pengambil keputusan membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi. Pada tingkatan ini terjadi proses (1) menyukai inovasi, (2) membahas perilaku baru dengan orang lain, (3) menerima pesan mengenai inovasi, (4) membentuk citra positif mengenai pesan dan inovasi, dan (5) dukungan bagi perilaku inovatif dari sistem.

Keputusan untuk mengadopsi inovasi merupakan tahap ketiga yang terjadi setelah melewati tahap persuasi. Keputusan terjadi ketika individu terlibat secara aktif untuk memilih mengadopsi atau menolak mengadopsi inovasi . Pada tingkatan ini muncul (1) niat mencari informasi tambahan tentang inovasi dan (2) niat untuk mencoba inovasi.

Menurut Rogers, proses keputusan untuk mengadopsi inovasi merupakan proses mental dimana individu melangkah dari pengetahuan awal mengenai inovasi menuju suatu keputusan untuk mengadopsi atau menolak dan untuk mengkonfirmasi atas keputusan yang diambilnya. Proses ini bersifat individual, sehingga berbeda dengan difusi. Difusi merupakan proses dimana inovasi dikomunikasikan kepada para anggota sistem sosial.

Pada tiap tahap atau tingkatan perubahan terjadi interaksi dengan saluran komunikasi, yang berarti juga interaksi dengan sumber-sumber (komunikator) yang beragam. Dalam penelitian ini, sumber difokuskan pada individu perorangan. Selain itu, penelitian ini juga membatasi interaksi pada tahap perubahan sikap dan keputusan.

(3)

Model difusi-inovasi dalam penelitian ini menjadi rujukan dalam membangun proposisi hirarki efek dari penyampaian pesan oleh tipe komunikator yang berbeda-beda. Jika dikembalikan pada model SMCRE, maka model difusi inovasi memberikan rincian tentang efek proses komunikasi.

Sikap

Sikap merupakan kecendrungan individu untuk merespons dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecendrungan untuk mendekat atau menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Gerungan 2004). Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo 1992).

Komponen-komponen sikap

1) Kognitif. Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap objek atau subjek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasikan atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada didalam otak manusia.

2) Afektif, yaitu nilai-nilai baru yang diyakini benar, indah dan sebagainya pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagi perasaan (emosi) individu terhadap objek atau subjek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya.

3) Perilaku. Komponen perilaku merupakan sikap yang terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilakunya. Komponen kognitif, afektif dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan yang lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi.

Komponen sikap berdasarkan teori di atas meliputi kognitif, afektif dan konatif tetapi dalam penelitian ini yang akan diteliti hanya dari dimensi kognitif dan afektif.

(4)

pokok, yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecendrungan untuk bertindak.

Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Sikap dapat pula diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial (Gerungan 2004):

1) Sikap individu, yaitu sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada keseragaman sikap terhadap suatu objek.

2) Sikap sosial, sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat.

Sejalan dengan pengertian sikap yang dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa:

1) Sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam kaitannya dengan objek tertentu.

2) Sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar.

3) Sikap selalu berhubungan dengan satu objek, sehingga berdiri sendiri.

4) Sikap dapat berhubungan dengan satu objek, tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet objek sejenis.

5) Sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau emosi. Notoatmodjo (2003) membagi tingkatan sikap menjadi empat bagian utama, yaitu:

1) Menerima (receiving), menerima diartikan sebagai kesediaan untuk menerima perkataan orang lain.

2) Merespon (responding), merespon menunjukkan partisipasi aktif dengan mendengarkan dan memberi reaksi secara verbal maupun non verbal serta merasakan kepuasan dalam merespon.

3) Menghargai (valuing), Menghargai berarti memberikan penghargaan pada suatu objek atau tingkah laku dimana seseorang termotivasi untuk menunjukkan sikapnya.

(5)

4) Bertanggung jawab (responsible), tanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Azwar (2005) pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Pengalaman pribadi.

Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat, karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap serta memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku lain.

4) Media massa.

Pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidak mengherankan jika konsep tersebut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.

6) Pengaruh faktor emosional, merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau mempertahankan

(6)

ego.

Peranan Sumber Informasi dalam Membentuk Sikap dan Keputusan

Sebagaimana terlihat dalam model Difusi Inovasi yang telah digambarkan sebelumnya, bahwa sumber-sumber informasi berperan penting dalam setiap tahap dalam proses penyebarluasan inovasi. Saluran komunikasi yang berbeda memainkan peran yang berbeda yang mengakibatkan efek yang berbeda.

Rogers membedakan saluran komunikasi ke dalam (1) interpersonal

versus mass media dan (2) localite versus cosmopolite. Saluran komunikasi ini

memiliki peran yang berbeda dalam menciptakan pengetahuan dan mempersuasi individu dalam mengubah sikap terhadap inovasi. Menurut Rogers (2003) saluran komunikasi interpersonal dinilai efektif dalam mengubah sikap karena dua alasan yaitu:

1) provide a two way exchange of information. one individual can scure clarification or additional information about an innovation from another individual this characteristic of interpersonal networks often allow them to overcome the social psychological barriers of selective exposure, selective perception, and selective retention

2) persuade an individual to form or to change a strongly held attitude. this role of interpersonal channels is especially important in persuading an individual to adopt a new idea

Saluran komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saluran komunikasi interpersonal. Proses difusi inovasi dikenal dengan agent of

change (agen pembaharu atau opinion leader). Agen pembaharu adalah orang

yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam suatu sistem sosial. Agen pembaharu adalah petugas kesehatan, guru, petugas lapangan, pekerja sosial, juru da'wah, missionaris, penjaja dagang, kader partai di lingkungan, juru penerang, konsultan asing, atau siapa saja yang berusaha menawarkan gagasan-gagasan baru, barang-barang baru, dan tindakan-tindakan baru (inovasi) kepada anggota masyarakat dan berusaha agar orang-orang itu mengadopsi inovasi yang ditawarkan. Agen pembaharu adalah orang yang mempengaruhi putusan inovasi dalam sistem sosial menurut arah yang diinginkan oleh lembaga pembaharu.

(7)

Fungsi utama agen pembaharu adalah menjadi mata rantai penghubung antara dua sistem sosial atau lebih. Agen pembaharu adalah Petugas Kesehatan dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) sebagai mata rantai yang menghubungkan masyarakat dengan puskesmas sebagai lembaga pembaharuan.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) kepemimpinan pendapat atau agen perubahan merupakan kekuatan konsumen yang sangat dinamis dan berpengaruh. Sebagai sumber informasi informal, para pemimpin pendapat dinilai sangat efektif mempengaruhi para konsumen dalam keputusan mereka yang berhubungan dengan produk. Para pemimpin pendapat merupakan sumber informasi yang sangat dipercaya karena biasanya dianggap obyektif memberikan informasi atau nasihat yang menyangkut produk atau jasa yang mereka berikan.

Gambar 2. Tingkat kepentingan relatif berbagai tipe sumber informasi dalam proses pemakaian (Schiffman & Kanuk, 2004)

Sumber Personal dan Interpersonal Sumber Mass Media Impersonal Tinggi Tingkat Kepentingan Rendah

(8)

Tugas-Tugas Agen Pembaharu (Sumber Informasi KB)

Menurut Rogers ada tujuh tugas utama yang harus ditempuh oleh seorang agen pembaharu (Sumber Informasi KB) dalam menyebarkan inovasi kepada masyarakat yaitu:

1) menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan 2) membina suatu hubungan dalam rangka perubahan.

3) mendiagnosa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat 4) menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien.

5) menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang nyata

6) menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop out 7) mencapai suatu terminal hubungan.

Tahap awal yang harus dilakukan oleh agen perubahan (petugas kesehatan dan PLKB) dalam upaya untuk mendorong khalayak mengadopsi program KB, petugas KB harus berusaha membangkitkan keinginan di anggota sistem sosial untuk melakukan perubahan dalam kehidupan mereka. Perubahan yang dimaksud terutama berkaitan dengan sikap dan keputusan target khalayak untuk mengadopsi program KB. Untuk itu, Petugas KB perlu membina hubungan baik, melakukan kontak, menumbuhkan sikap saling percaya mempercayai dan mampu berempati. Empati adalah kemampuan petugas KB untuk menempatkan diri pada situasi kliennya, kemampuan untuk memahami dan menghayati sikap, kepercayaan, perasaan dan tindakan kliennya (Soekidjo 1992).

Dalam proses adopsi, Petugas KB harus diterima oleh anggota sistem sosial. Tanpa penerimaan yang baik, inovasi sulit diadopsi oleh anggota sistem sosial. Langkah selanjutnya adalah petugas KB melakukan diagnosa atas permasalahan yang dihadapai dan mampu menterjemahkan keinginan atau kepentingan target sasaran. Petugas kesehatan harus selalu berupaya membentuk pendapat yang positif pada diri sasarannya (pasangan usia subur, ibu-ibu balita), yaitu dengan memberikan rangsangan atau stimulus. Mendorong pasangan usia subur, ibu-ibu pemilik balita untuk ikut serta dalam program KB. Keikutsertaan masyarakat akan merangsang terjadinya

(9)

perubahan sikap. Bila perubahan sikap telah terjadi, maka pembinaan perlu dilakukan agar masyarakat memutuskan untuk mengadopsi program KB.

Kebanyakan agen perubahan berkonsentrasi pada penciptaan kesadaran akan pengetahuan, yang sebenarnya lebih efisien jika dilakukan oleh media massa. Peran agen perubahan lebih dituntut untuk menjelaskan how-to

knowledge sedangkan principles-knowledge diserahkan pada pendidikan formal.

Jika hal terakhir itu diserahkan pada agen perubahan, maka tugasnya makin sulit. Karena itu, dibutuhkan agen perubahan yang dipandang ahli dan dapat dipercaya oleh khalayaknya.

Agen perubahan sebagai sumber informasi berperan penting dalam proses pembentukan sikap dan keputusan target sasaran untuk mengadopsi inovasi (ide, gagasan) . Rakhmat (2001) menjelaskan bahwa ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang dikatakan, tetapi juga keadaan sendiri. He doesn't communicate what he says, he communicates what

he is. la tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia

katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Kadang-kadang siapa lebih penting dari apa. Fatwa keagamaan dari seorang Kiai, petunjuk kesehatan dari seorang dokter, penjelasan perkembangan mode dari seorang perancang, atau uraian teknik belajar dari seorang psikolog akan lebih kita dengar daripada yang dikemukakan oleh orang lain. Sebaliknya, kita sukar mempercayai petunjuk bertani dari diplomat, bimbingan penggunaan alat-alat kosmetik dari ahli matematika, atau cara-cara berumah tangga dari seorang bujangan.

Rakhmat (2001) mengutip Aristoteles:

Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya, kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain: Ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi.

Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri diri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good

moral character, good will). Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300

tahun kemudian oleh Hovland dan Weiss (1951). Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur: Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Kedua komponen ini telah disebut dengan

(10)

istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness, Mc Croskey (1968) menyebutnya authoritativeness; Markham (1968) menamainya faktor reliable-logical; Berlo et al., (1969) menggunakan qualification. Untuk

trusworthinees, peneliti lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative factor. Dalam penelitian ini tidak akan dipersoalkan mana istilah yang

benar, tapi yang akan digunakan di sini adalah istilah kredibilitas, sebagai faktor yang mempengaruhi efektivitas sumber.

Unsur lainnya yang juga mempengaruhi efektivitas sumber adalah: atraksi komunikator (source attractiveness) dan kekuasaan (source power). Seluruhnya kredibilitas, atraksi dan kekuasaan oleh Jalaludin Rakhmat disebut sebagai ethos (sebagai penghormatan pada Aristoteles, psikolog komunikasi yang pertama). Ethos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dan aspek kognisi, afeksi, dan konasi. Seorang komunikator yang memiliki ethos tinggi, dicirikan oleh kesiapan, kesungguhan, ketulusan, kepercayaan, ketenangan, keramahan, dan kesederhanaan. Jika komunikasi persuasif ingin berhasil seorang komunikator harus memiliki sikap reseptif, selektif, digestif, asimilatif, dan transitif.

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Kredibilitas itu masalah persepsi, kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi. (Rakhmat 2001). Kredibilitas tidak ada pada diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi komunikate. Dapat terjadi atau dijadikan. Sebagai contoh: Kita dapat menghadirkan "the man-on-the-street" di ruangan kuliah dan mengumumkan pada mahasiswa bahwa orang itu adalah doktor dalam sosiologi. Pembentukan persepsi orang lain dengan deskripsi verbal. Tentu saja dapat menurunkan kredibilitas komunikator dengan memberinya pakaian-pakaian yang lusuh atau menyuruhnya berperilaku yang menyebalkan. Pemanipulasian persepsi orang lain dengan petunjuk nonverbal. (Rakhmat 2005).

Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi disebut prior ethos (Andersen 1972). Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences); misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena

(11)

sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa. Boleh jadi membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan orang itu; kita meletakkannya dalam kategori pada skema kognitif, misalnya melalui gelar-gelar (seperti, haji, ustad, doktor, dokter, artis) yang melahirkan persepsi tentang kelompok yang mendalami bidang tertentu. Mungkin juga prior ethos terbentuk karena sponsor atau pihak-pihak yang mendukung komunikator. Bila organisasi yang berstatus tinggi memperkenalkan kepada orang banyak, bila ahli yang terkenal membawa Anda pada suatu pertemuan, memiliki prior ethos karena sponsor (by sponsorship and endorsement). Boleh jadi prior ethos juga timbul seperti dikatakan di atas oleh petunjuk-petunjuk nonverbal yang ada pada diri komunikator. Kebanyakan penelitian kredibilitas berkenaan dengan prior ethos.

Menurut Rubin, et al., (1994) source credibility (SC/ kredibilitas sumber) mengacu pada kedapatdipercayaan (believability) sumber informasi. Selanjutnya, Berlo, et al., (1974) berpendapat bahwa kredibilitas sumber ethos, prestige, or

image mulanya dipandang sebagai sikap dimensi penerima mengenai sumber.

Namun, pandangan ini berubah pada pertengahan 1960-an ketika dua bidang riset mulai memperkenalkannya sebagai sikap yang multidimensional. Pertama, Berlo et al., (1974) yang menawarkan dua dimensi kredibilitas: persepsi mengenai keahlian (Perceived Expertness) dan persepsi mengenai kepercayaan (Perceived Trustworthiness).

Trustworthiness atau dapat dipercaya adalah kesan penerima

(persuade) tentang sumber komunikasi persuasif (persuader) yang berkaitan dengan wataknya, seperti kejujuran, ketulusan, kebermoralan, bersifat adil, bersikap sopan, berperilaku etis atau sebaliknya. Berkaitan dengan aspek kepercayaan ini, sebuah pertanyaan yang perlu dipertimbangkan adalah apakah penerima percaya bahwa posisi persuader itu benar-benar murni sebagai pembicara, tidak bertujuan lain, seperti untuk mendapatkan popularitas, untuk memperoleh suara terbanyak atau untuk sejumlah uang. Dalam hal ini, Mar'at (1982) menjelaskan bahwa agar mendapatkan kepercayaan maka persuader dalam menyampaikan pesannya harus mampu mengolah pesannya agar tampak bahwa pesan itu tidak menguntungkan bagi dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian Walster dan Davis (1966) membuktikan hal tersebut. Yang diteliti mereka adalah efek

(12)

komunikasi seorang pelaku kriminal yang mengusulkan untuk memberi lebih banyak kebebasan terhadap individu dan menentang polisi, apa yang dia sampaikan ternyata tidak memberikan perubahan (sikap pendapat dan perilaku) objek penelitian. Sebaliknya manakala pelaku kriminal itu mengusulkan agar kekuasan polisi ditambah, justru hal itu menyebabkan perubahan yang cukup besar.

Persuader yang berprestasi rendah serta diragukan integritasnya dapat memberikan pengaruh yang cukup besar jika ia berbicara tentang aspek-aspek yang kelihatannya tidak menguntungkan dirinya, apalagi jika hal itu merugikan dirinya. Kondisi yang sama dapat terjadi apabila penerima (persuade) mengira bahwa komunikasi yang terjadi tersebut tidak seharusnya dilakukan dan bukan ditujukan pada dirinya (Mar’at 1982). Orang cenderung akan lebih mudah terpengaruh apabila mereka “secara tidak sengaja” mendengar komunikasi persuasif, daripada apabila komunikasi itu secara langsung ditujukan pada dirinya (Walster dan Festinger, 1962; Brock dan Becher, 1965 dalam Mar'at 1982).

Persepsi terhadap “tujuan untuk mempengaruhi” merupakan aspek yang menentukan untuk diterima dan atau ditolaknya komunikasi persuasif. Jika penerima (persuade) menganggap sumber (persuader) sedang berusaha untuk mengubah dirinya (sikap, pendapat dan perilaku) maka mungkin ia akan curiga, dan hal itu dapat mengurangi perubahan tersebut. Namun demikian, hal ini bukan berarti setiap persuader selalu akan dicurigai. Manakala persuader merupakan orang yang berkredibilitas tinggi, dan atau disenangi penerima maka pesan-pesan yang disampaikan

persuader akan diterima persuade dengan senang hati, dan ia rela

mengubah dirinya, sesuai dengan yang dikehendaki persuader. Oleh karena itu, dalam kondisi demikian aspek kejelasan pesan sangat diperlukan.

Skala orisinil McCroskey (1966) telah digunakan untuk mengkonfirmasi bahwa kredibilitas pembicara secara aktual dipersepsi sebagai kredibilitas tinggi dan kredibilitas rendah. (Carbone, 1975 Mehrley & McCroskey 1970); untuk menilai kredibilitas para saksi persidangan/trial witnesses (Kaminski & Miller, 1984 Pryor & Buchanan 1984) dan superiors langsung dalam organisasi (Falcione 1974).

(13)

Kredibilitas pembicara (McCroskey, 1968 Riggio, 1972) memiliki 3 aspek utama kompetensi mengacu kepada pengetahuan dan kepakaran yang menurut khalayak dimiliki pembicara. Karakter mengacu pada itikad dan perhatian pembicara kepada khalayak. Karisma mengacu pada kepribadian dan kedinamisan. Skala penilaian untuk mengevaluasi kredibilitas pembicara yakni kompetensi : knowledgeable, experienced, confident, informed. Karakter meliputi:

fair, concerned, consistent, similar. Karisma meliputi : positive, assertive, enthusiastic, active.

Kredibilitas adalah persepsi persuadee tentang diri persuader yang berkaitan dengan tingkat keahlian, dapat dipercaya, kompetensi, dinamisme, sosiabilitas, dan karismatik. Secara garis besar, komponen kredibilitas terdiri atas keahlian dan dapat dipercaya. Namun demikian ada beberapa komponen lain yang masih terkait, yakni rasa aman, kualifikasi, dinamisme, dan sosiabilitas.

Keahlian merupakan kesan yang dibentuk persuadee tentang sumber komunikasi persuasif berkaitan dengan topik yang dibicarakan. Dapat dipercaya adalah kesan yang dibentuk persuadee tentang sumber komunikasi persuasif berkaitan dengan wataknya, seperti kejujuran, ketulusan, kebermoralan, bersifat adil, bersikap sopan, berperilaku etis, atau sebaliknya.

Untuk memprediksi penilaian persuadee terhadap tingkat dapat dipercaya si persuader, dapat dilakukan dengan analisis atribusional, yakni penilaian yang didasarkan pada pertalian dengan alasan pernyataan persuader. Dalam analisis atribusional terdapat tiga pertalian, yakni, apa yang dikemukakan merefleksikan kebenaran, bias pengetahuan, dan bias pernyataan.

Kredibilitas sumber komunikasi persuasif dapat diukur dengan mengembangkan konstruk semantic differential (perbedaan semantik). Sifat bipolar dalam semantic differential mencakup tiga sifat, yakni evaluasi, potensi, dan kegiatan.

Pengaruh kredibilitas sumber pada penerima, dalam jangka waktu yang lama akan memudar. Keadaan demikian disebut dengan sleeper effect. Saluran komunikasi yang dirancang dengan baik dan disajikan dengan tepat, ternyata dapat meningkatkan kredibilitas sumber.

Faktor-faktor vokalik, seperti nilai pembicaraan, variasi titinada, kualitas vokal, dan artikulasi dapat berpengaruh terhadap kredibilitas sumber. Hal ini akan dilihat dari nonfluencies yang terdiri atas vocalized pause, repetition,

(14)

sentence corrections, stuttering, dan slip-tongue correction. Self reference dan prestige reference merupakan dua aspek yang berkaitan dengan artistic proof.

Kedua aspek tersebut sangat penting untuk meningkatkan kredibilitas.

Penerima/Receiver

DeFleur (1989) memodifikasi teori respons dengan teorinya yang dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi (individual differences). Diasumsikan, bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audiens. Teori DeFleur secara eksplisit mengakui adanya intervensi peubah-peubah psikologis yang berinteraksi dengan terpaan media massa dalam menghasilkan efek. Berangkat dari teori perbedaan individu, DeFleur (1989) mengembangkan model psikodinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci dari persuasi yang efektif terletak pada modifikasi struktur psikologis internal dan individu. Melalui modifikasi inilah respons tertentu yang diharapkan muncul dalam perilaku individu akan tercapai. Pandangan Defleur fokus pada peubah-peubah yang berhubungan dengan individu sebagai penerima pesan, suatu kelanjutan dari asumsi sebab akibat dan berdasarkan pada perubahan sikap sebagai ukuran perubahan perilaku.

Menurut Nelly (1988) karakteristik personal adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang (individu) atau masyarakat, yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Ia sering kali digunakan untuk membedakan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dengan yang lainnya.

McQuail dan Windahl (1981) menyatakan bahwa orang berbeda akan memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu memiliki tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respon. Umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, suku dan agama diasumsikan turut menentukan seleksivitas seseorang individu terhadap komunikasi. Setiawan (2006) menyatakan bahwa karakteristik personal yang meliputi umur, pendidikan, gender, kesehatan, suku, agama dan faktor komunitas, serta karakteristik sumber informasi sangat mempengaruhi kemampuan seseorang atau masyarakat dalam menerima dan menerapkan suatu informasi atau inovasi.

(15)

Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan bahwa karakteristik personal yang perlu diperhatikan adalah umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Termasuk karakteristik psikologis adalah rasionalitas, fleksibilitas mental, dogmatism, orientasi usaha dan kemudahan menerima inovasi. Lebih jelas Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan bahwa pendidikan, tempat tinggal, kedudukan atau status sosial, kemampuan manajemen, kesehatan, umur dan sikap mempengaruhi penerimaan individu atas suatu perubahan. Sedangkan menurut Sumardjo (1999) karakteristik personal yang patut diperhatikan adalah umur, pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan, keterampilan, persepsi, gender, motivasi, kesehatan dan fasilitas informasi. Banyak penelitian lain membuktikan bahwa beberapa karakteristik personal (tingkat pendidikan) sangat mempengaruhi tingkat pemahaman, perubahan sikap dan perubahan perilaku sumber informasi terhadap informasi-informasi yang diperoleh, baik secara langsung maupun melalui media massa.

McLeod dan O’Keefe (1972) menyatakan bahwa peubah demografi seperti jenis kelamin, umur dan status sosial merupakan indikator yang digunakan untuk menerangkan perilaku seseorang.

Menurut Kotler (1980) dan Anwar (1982) karakteristik personal meliputi juga pendidikan formal, sikap terhadap inovasi, agama, ras, status sosial dan kebangsaan. Susanto (1997) menegaskan bahwa perilaku komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimilikinya. (Schramm,1973). Lerner (1978) mengungkapkan bahwa kedudukan seseorang dalam lapisan atau struktur sosial juga mempengaruhi perilaku komunikasinya. Karakteristik personal juga mempengaruhi penggunaan saluran komunikasi yang dipilih sebagai sumber informasi.

Selanjutnya Rogers (2003) mengungkapkan bahwa karakteristik personal turut mempengaruhi persepsi orang tersebut dan persepsi akan mempengaruhi perilakunya. Rakhmat (2005) menegaskan bahwa seseorang akan mendengar, membaca apa yang diinginkannya dan menolak apa yang tidak dikehendakinya sesuai dengan persepsinya.

Menurut Slamet (1981) tumbuh dan berkembangnya partisipasi seseorang dalam suatu aktivitas sangat dipengaruhi oleh tiga unsur pokok, yaitu: (1) adanya kesempatan yang diberikan, (2) adanya kemauan untuk

(16)

berpartisipasi, (3) adanya kemampuan untuk berpatisipasi. Partisipasi hakekatnya merupakan bentuk keterlibatan aktif dan sukarela, baik karena motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi dan pengawasan) serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai.

Secara umum, karakteristik personal seseorang mempengaruhi keberhasilan dari kegiatan komunikasi. Keberagaman karakteristik-karakteristik personal sebagai fakta yang mempengaruhi tingkat efektivitas individu sebagai pribadi maupun sebagai mahluk sosial, jelas tidak dapat dipisahkan dari faktor eksternalnya.

Gambar

Gambar 1. Model Lima Tahap Proses Pengambilan Keputusan (Rogers, 2003)
Gambar 2.  Tingkat kepentingan relatif berbagai tipe sumber informasi dalam                           proses pemakaian (Schiffman & Kanuk, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Menurunnya produksi padi di Kalimantan Barat disebabkan adanya penurunan luas panen dan produktivitas pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014, sementara

Sikap seks pranikah sebelum diberi penyuluhan pada remajakelas X di SMA Negeri 1 Tangen sebagian besar termasuk dalam kategori cukup sejumlah 30 siswa

dapat berproduksi dengan baik dan memiliki kinerja reproduksi dan produksi yang lebih baik 24.. jika dibandingkan dengan jenis

Bentuk tindakan preventif yang dilakukan orang tua dalam melindungi anak dilakukan dengan cara mengarahkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan anak usia dini dan

Melihat komunikasi yang terjadi pada kedua unsur penyelenggara pemerintahan di daerah yaitu pihak eksekutif (pemerintah daerah) dan pihak legislative (DPRD) dalam

Tujuan yang harus dicapai BPS Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2016 ada 3 (tiga), yaitu (1) Peningkatan Kualitas Data Statistik, (2) Peningkatan pelayanan prima hasil kegiatan

Pada muffin dengan perlakuan kontrol (100:0:0) terdapat kandungan betakaroten dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan muffin dengan perlakuan kombinasi

a) Bank tidak menerapkan penggunaan formulir bernomor urut tercetak. Namun, setiap terjadi perjanjian kredit, bagian administrasi menuliskan nomor perjanjian kredit. b) Bank