• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. KAJIAN PUSTAKA. Association for Educational Communications and Technology (AECT) dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. KAJIAN PUSTAKA. Association for Educational Communications and Technology (AECT) dengan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Teknologi Pembelajaran

Association for Educational Communications and Technology (AECT) dengan paradigma 1994 mendefinisikan bahwa “Instructional Technology is the theory and practice of design, development, utilization, management and evaluation of process and resources for learning”. (Seels and Richey, 1994 : 1) Definisi tersebut didasarkan atas lima kawasan yang menjadi pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan evaluasi. Lima kawasan teknologi pembelajaran secara lengkap terdapat pada gambar 1. Kelima kajian tersebut merupakan kawasan bidang studi teknologi pembelajaran. Hubungan kelima kawasan tersebut adalah sinergis, terlihat pada gambar 2.

Gambar 2.1. Kawasan Teknologi Pembelajaran (Seels dan Richey, 1994 : 26)

PENGEMBANGAN Teknologi Cetak Teknologi Audiovisual Teknologi Berbasis Komputer Teknologi Terpadu

PEMANFAATAN Pemanfaatan Media Difusi Innovasi

Implementasi dan Institusionalisasi Kebijakan dan Regulasi

DESAIN Desain Sistem Pembelajaran Desain Pesan

Strategi Pembelajaran Karakteristik Pembelajar

PENILAIAN Analisis Masalah

Pengukuran Acuan Patokan Evaluasi Sumatif

PENGELOLAAN Manajemen Proyek Manajemen Sumber

Manajemen Sistem Penyampaian Manajemen Informasi

TEORI PRAKTIK

(2)

Gambar 2.2. Hubungan Antar Kawasan Bidang Studi Teknologi Pembelajaran (Seels dan Richey, 1994 : 27)

2.1.2 Kawasan Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya

DEVELOPMENT UTILIZATION DESIGN MANAGEMENT EVALUATION THEORY PRACTICE

(3)

dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model hannafin and peck. Satu lagi adalah model berorientasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah. Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick and Carey. Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah-langkah desain pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:

a. Mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran. b. Melaksanakan analisis pembelajaran.

c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa. d. Merumuskan tujuan performasi.

e. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan. f. Mengembangkan strategi pembelajaran.

g. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran. h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif. i. Merevisi bahan pembelajaran.

j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukkan hubungan yang sangat jelas, sistem yang terdapat pada Dick

(4)

and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.

Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar melahirkan suatu rancangan pembangunan.

Penggunaan Model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal-hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.

Komponen utama dari desain pembelajaran adalah :

1. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi, karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.

2. Tujuan pembelajaran (umum dan khusus) adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajaran.

3. Analisis pembelajar, merupakan proses menganalisis topik serta materi yang akan dipelajari.

4. Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.

(5)

5. Bahan ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar. 6. Penilaian belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang

sudah dikuasai atau belum.

Guru sebagai pengembang media pembelajaran harus mengetahui perbedaan pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk memotivasi para pembelajar, memfasilitasi proses belajar, membentuk manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu, mengangkat belajar bermakna, mendorong terjadinya interaksi, dan memfasilitasi belajar kontekstual, terdapat beberapa teori belajar yang melandasi dalam pembelajaran yaitu teori kognitivisme dan behaviorisme pada perubahan aktivitas siswa.

2.1.3 Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar

Pengertian belajar dalam arti sehari-hari adalah sebagai penambahan pengetahuan, namun ada yang mengartikan bahwa belajar sama dengan penghafal karena orang belajar akan menghafal. Pengertian belajar ini masih sangat sempit, karena belajar bukan hanya membaca dan menghafal tapi juga penalaran.

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang disengaja. Perubahan tersebut berupa dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu, dari memberikan respon yang salah atas stimulus-stimulus kearah memberikan respons yang benar. Belajar adalah suatu aktivitas yang dirancang, atau sebagai akibat interaksi antara

(6)

individu dengan lingkungannya. Secara umum yaitu mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari yang seseorang lebih tahu atau guru. Pandangan para penulis buku psikologi belajar menyatakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Dari berbagai pandangan para ahli mencoba memberikan definisi belajar sehingga diambil kesimpulan bahwa belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu 1) adanya perubahan tingkah laku; 2) sifat perubahannya relatif permanen; dan 3) perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan- perubahan kondisi fisik temporer sifatnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Skiner dalam Sutikno (2009: 3) bahwa belajar adalah sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Menurut Juhri (2006: 81) belajar adalah suatu proses yang memerlukan aktivitas, artinya orang yang belajar harus ikut serta dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara aktif. Lebih lanjut Morgan dalam Sutikno (2009: 4) mengartikan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. Sedangkan menurut Sanjaya (2006: 91) belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Adapun Sutikno (2009: 4) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

(7)

Beberapa pendapat di atas menekankan pada adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa belajar adalah merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kehidupannya.

Menurut Gagne (1979:21) belajar didefinisikan “sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman”. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku, perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan, serta perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman. Dari penjelasan di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktivitas

(8)

guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Pada bagian lain bahwa dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol. Tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru di sini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar tersebut

Oleh karena itu pada prinsipnya belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber - sumber atau objek belajar, baik yang secara sengaja dirancang ( by design ) maupun yang tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan ( by utilization ).

2. Pembelajaran

Istilah pembelajaran berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah membantu orang belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar. Gagne dan Briggs (1979) mendefinisikan “pembelajaran sebagai suatu rangkaian events ( kejadian, peristiwa, kondisi, dan sebagainya) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah”. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin mempunyai

(9)

pengaruh langsung pada proses belajar manusia. Gagne ( 1985 : 2 ) dalam bukunya The Conditions Of Learning and Theory of Instruction berpendapat:

Learning is a change in human disposition or capability that persist over a period of time and is not simply ascribable to processes of growth. The kind of change called learning exhibits itself as a change in behavior, and the inference of learning is made by comparing what behavior was possible before the individual was placed in a learning situation and what behavior can be exhibit after such treatment. The change may be, and often is, an increased capability for of some type of performance.

Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Istilah pembelajaran banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif - holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media. Hal tersebut bahwa “media seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya, semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran” (Sanjaya, 2005 : 78). Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum.

Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar

(10)

terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004: 2).

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Sedangkan menurut Winkel dalam Sutikno (2009: 6) mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri siswa.

Lebih lanjut Sanjaya (2006: 79) menyatakan terdapat beberapa karakteristik penting dari istilah pembelajaran yaitu:

1) pembelajaran berarti membelajarkan siswa,

2) proses pembelajaran berlangsung di mana saja, dan 3) pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.

Beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan pendidik dalam proses interaksi terhadap peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.4 Teori Belajar dan Pembelajaran 1. Teori Belajar Behavioristik

Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap

(11)

pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh beberapa ahli seperti Jhon B Watson, Ivan Pavlov, BF Skinner, El Thorndike, Bandura dan Tolman.

Behaviorisme menganggap bahwa belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000: 143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin lemah (Darmansyah, 2010: 131).

Maka dapat diketahui bahwa teori behavioristik memandang individu hanya dari sisi jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan

(12)

individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih siswa sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak hal yang berkaitan dengan pembelajaran tidak dapat dilihat oleh hanya hubungan stimulus dan respons. Teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Menurut Jhon Locke pengalaman adalah salah satunya jalan memiliki pengetahuan. Ide dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa lalu.

Menurut Edward L Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. teori belajar ini disebut teori connectionism. Eksperimen yang dilakukannya menghasilkan teori trial dan error. Ciri-ciri belajarnya adalah adanya aktivitas, dan respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasi terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Kemudian Thorndike mengeluarkan hukum-hukum yaitu (Sneelbeeker, 1974: 215-216)

1) Hukum kesiapan “Law of Readiness”

Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang

(13)

hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan psikis, Disamping sesorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang mendasarinya. 2) Hukum Latihan”Law of Exercise”

Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-ulang.

3) Hukum Akibat “Law of Effect”

Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri dalam menghadapi stimulus dan situasi yang baru, apabila suatu organisme telah menetukan respon atau tindakan yang melahirkan kepuasan dan kecocokan dengan situasi maka hal ini pasti akan di pegang dan dilakukan sewaktu-waktu ia di hadapakan dengan situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku yang tidak melahirkan kepuasaan dalam menghadapi situasi dan stimulus maka respon yang seperti ini akan ditinggalkan selama-lamanya oleh pelaku.

Ivan Petrovich Pavlov dengan teori pelaziman klasik menyatakan bahwa individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Belajar itu adalah adanya latihan dan pengulangan yang terjadi secara otomatis.

(14)

Selanjutnya Skinner mengeluarkan sebuah teori yang dinamakan dengan operant conditioning yang merupakan suatu proses penguatan perilaku operan yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (Hergenhahn & Olson, 2008: 84). Operant conditioning menjamin respon terhadap stimulli, bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

Selanjutnya Albert Bandura yang mengeluarkan teori belajar sosial. Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek perilaku dan proses mental (Ratna Willis, 2011: 22). Jadi teori ini menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif perilaku dan lingkungan.

2. Teori Elaborasi Reigeluth

Reigeluth pada tahun 1970-an memperkenalkan teori elaborasi. Menurut Reigeluth (1998: 310) bahwa Teori Elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Selanjutnya Reigeluth (1998: 342) menjelaskan bahwa “The Elaboration Theory of instruction was developed to provide holistic alternatives to the parts-to-whole sequencing and superficial

(15)

coverage of content that have been so typical of both education and training over the past five to ten decades”.

Teori Elaborasi instruksi dikembangkan untuk menyediakan alternatif holistik untuk urutan bagian keseluruhan dan cakupan dangkal konten yang telah begitu khas dari pendidikan dan pelatihan selama lima sampai sepuluh dekade terakhir. Teori Elaborasi mempreskripsikan cara pengorganisasian pengajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci, seperti teori-teori sebelumnya. Urutan umum ke rinci dimulai dengan menampilkan struktur isi bidang studi yang dipelajari (Epitome), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.

Pembelajaran dimulai dari konsep sederhana dan pekerjaan yang mudah. Bagaimana mengajarkan secara menyeluruh dan mendalam, serta menerapkan prinsip agar menjadi lebih rinci. Prinsipnya harus menggunakan topik dengan pendekatan spiral. Sejumlah konsep dan tahapan belajar harus dibagi dalam “episode belajar”. Selanjutnya siswa memilih konsep, prinsip, atau versi pekerjaan yang dielaborasi atau dipelajari.

Reigeluth (1983: 40-41) mengemukakan terdapat dua teori utama yang melandasi kegiatan pembelajaran pada umumnya yakni; teori pembelajaran deskriptif dan teori pembelajaran preskriptif. Teori pembelajaran deskriptif lebih berhubungan dengan warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini menjelaskan tentang bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung. Sedangkan teori pembelajaran preskriptif menjelaskan bagaimana kiat-kiat guru dalam membimbing siswa selama proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Reigeluth (1983:19) pembelajaran sebaiknya didasarkan

(16)

pada teori pembelajaran yang bersifat preskriptif, yaitu teori yang memberikan “resep” untuk mengatasi masalah belajar, dengan memperhatikan 3 variabel kondisi, metode dan hasil.

Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.

Teori ini memulai pengajaran dengan memberikan penjelasan yang bersifat umum, sederhana, mendasar tetapi tidak abstrak. Teori ini juga menggambarkan penggunaan rangkaian prerequisit dari bagian yang sederhana menuju rangkaian yang lebih kompleks, dan memberikan tinjauan serta kesimpulan dengan cara sistimatis. Teori Elaborasi hanya berkaitan dengan strategi organisasional pada macro level. Teori ini memulai pengajaran dengan memberikan penjelasan yang bersifat umum, sederhana, mendasar tetapi tidak abstrak. Pembelajaran elaborasi adalah pembelajaran yang menambahkan ide tambahan berdasarkan apa yang seseorang sudah ketahui sebelumnya.

Menurut Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di bawah ini :

(17)

1. Terdapat urutan pembelajaran yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.

2. Memberi kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan proses belajar sesuai dengan keinginannya.

3. Memfasilitasi pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat.

4. Mengintegrasikan berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.

Proses pembelajaran melibatkan dan mengarahkan aktivitas warga belajar untuk mencapai berbagai tujuan yang telah direncanakan secara sistematis. Variabel pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kondisi pembelajaran yaitu faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran; (2) metode pembelajaran, yaitu cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil yang berbeda pada kondisi yang berbeda; (3) hasil pembelajaran, yaitu semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran pada kondisi yang berbeda (Reigeluth, 1983 : 42-46).

Reigeluth (1983: 36-52) mengemukakan bahwa hasil pembelajaran secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga indikator, yaitu (1) efektivitas pembelajaran yang biasanya diukur dari tingkat keberhasilan siswa dari berbagai sudut, (2) efisiensi pembelajaran, yang biasanya diukur dari waktu belajar dan/atau biaya pembelajaran, dan (3) daya tarik pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara terus menerus. Menurut Bloom (1956: 17-18), hasil belajar adalah perolehan warga belajar setelah mengikuti proses belajar dan perolehan belajar meliputi tiga bidang kemampuan yaktu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan kognitif meliputi perolehan hasil belajar dengan tingkat pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

(18)

Kemampuan afektif meliputi jenjang penerimaan, pemberian respon, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik. Sedangkan kemampuan psikomotorik meliputi tingkat persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan biasa, dan gerakan komplek, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Reigeluth (1983: 4-8) mengatakan bahwa hasil belajar dirumuskan sebagai perilaku yang dapat diamati yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang.

3. Teori Belajar Konstruktivis

Menurut teori konstruktivis yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Teori ini adalah merupakan peningkatan dari teori yang dikemukakan oleh Piaget, Vigotsky, dan Brunner. Konsep pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang lebih bermakna. Jadi, dalam pandangan sangat penting peran siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berfikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar (Sukardjo&Komarudin, 2009:5).

Penelitian ini dilandasi oleh pendekatan konstruktivis, menurut pandangan konstruktivistik belajar adalah menekankan pada peran aktif si belajar (learner) dalam membangun pemahaman dan memaknai suatu informasi. Teori belajar konstruktivis berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin

(19)

dalam Nur, 2002:8). Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa merupakan hasil konstruksi (bentukan) siswa sendiri (Panenen,2001:3)

4. Hasil Belajar

Hasi belajar dan prestasi belajar merupakan akibat dari proses belajar mengajar. Namun kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan kemampuan menyatakan kembali suatu konsep atau prinsip yang telah dipelajari yang diukur dalam prestasi belajar, sikap siswa, dan keterampilan siswa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(1989: 895)“Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yangg dikembangkan melalui mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yg diberikan oleh guru”. Saifuddin Azwar (2007: 8-9) menyatakan bahwa “Prestasi belajar merupakan suatu pengukuran yang mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar”. Prestasi belajar membawa keharusan dalam konstruksinya untuk selalu mengacu pada perencanaan program belajar yang dituangkan dalam silabus masing-masing materi pelajaran. Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes.Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep.

Gronlund (1977) dalam Saifuddin Azwar (2007 : 18-20) menyebutkan bahwa “Tes prestasi harus berisi item – item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan”. Hasil belajar yang hendak diukur akan

(20)

menentukan tipe perilaku yang harus diterima sebagai bukti tercapainya tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Apabila tujuan pengukuran adalah pengungkapan proses mental atau kompetensi tingkat tinggi guna pemecahan masalah maka dapat dipilih tipe aitem essai, atau tipe pilihan-ganda. Apabila tujuan ukurnya adalah pengungkapan proses pengingatan fakta dan prinsip sederhana terutama untuk level pendidikan rendah, maka dapat dipilih tipe benar-salah atau tipe jawaban pendek.

Hasil belajar yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah aspek kognitif siswa. Menurut Sudjana (2009: 22) ”Aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual”. Menurut Saifuddin Azwar (2007 : 60) “Salah satu pedoman dalam menentukan tingkat kompetensi item tes adalah taksonomi tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh Benjamin S. Bloom”.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar (Anni, 2004: 4). Dalam pembelajaran perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pebelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilakukan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.

(21)

5. Evaluasi Hasil Beajar

Istilah evaluasi memiliki makna yang luas dan digunakan diberbagai ilmu pengetahuan, namun pada awalnya pengertian evaluasi dikaitkan dengan prestasi belajar. Arikunto (2005:3) menegaskan definisi evaluasi berdasarkan pendapat Ralph Tyler yang mendefinisikan bahwa evaluasi adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan.

Arikunto (2005:3) menjelaskan bahwa melakukan evaluasi berarti melakukan pengukuran dan penilaian. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif. Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan pencapaian kompetensi yang telah dicapai siswa. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif. Dalam standar proses dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar dapat menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.

Teknik penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, penugasan perseorangan atau kelompok. Gagne dalam Dakir (2004:23) mengemukakan bahwa hasil dari proses pembelajaran dalam kurikulum antara lain keterampilan

(22)

intelek, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, dan dimensi produktif. Dengan kata lain evaluasi hasil belajar adalah sebuah proses untuk menilai hasil belajar siswa.

Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi hasil belajar adalah kegiatan identifikasi melalui penilaian maupun pengukuran untuk melihat apakah pembelajaran yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, baik, atau tidak, dan untuk melihat tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.5 Pembelajaran IPS di Sekolah

IPS sekolah dimaksudkan sebagai bagian IPS yang diberikan untuk dipelajari siswa sekolah (formal), yaitu siswa SD, SLTP, SLTA. Pada IPS sekolah, siswa mempelajari IPS yang sifat materinya masih elementer tetapi merupakan konsep esensial sebagai dasar untuk prasyarat konsep yang lebih tinggi, banyak aplikasinya dalam kehidupan di masyarakat, dan pada umumnya dalam mempelajari konsep-konsep tersebut bisa dipahami melalui pendekatan induktif. (Suherman, 1993:134)

Ralp C. Preston dalam bukunya “Teaching Social Studies in The elementary School” mengemukakan sebagai berikut : “the social sciences are the fields of knowledge which deal with man’s social behavior, his social life, and his social institution”. Implikasi dari pengertian tersebut menunjukan luasnya ruang lingkup ilmu sosial, karena menyangkut pada tingkah laku sosial manusia, kehidupan bermasyarakat serta kelembagaan dalam masyarakat (Sapriya, 2006: 4)

(23)

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan program pendidikan yang memiliki misi khusus yaitu 1) membantu peserta didik mengembangkan kompetensi-kompetensi dirinya dalam menggali dan mengembangkan sumber-sumber fisik dan sosial yang ada dilingkungan sekitarnya, sehingga mereka dapat hidup selaras dengannya; dan 2) mempersiapkan peserta didik menyongsong kehidupannya di masa depan dengan penuh harapan dan kemampuan diri dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Pada hakekatnya tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari tingkat SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Ilmu Pengetahuan Sosial dalam konteks kurikulum persekolahan mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis, sesuai dengan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP seperti tercantum dalam kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan

(24)

Pendidikan (KTSP). Mata Pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Hal senada dengan tujuan pembelajaran IPS dikemukakan oleh Sumaatmaja, (1980 : 10) bahwa : Mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat

Mengembangkan potensi peserta didik bisa digambarkan bahwa potensi yang dimuliki peserta didik harus dimanfaatkan untuk salah satu tujuan interaksi di tengah-tengah masyarakat sebagai mahluk sosial. Memilik sikap mental positif penting untuk perbaikan dari semua ketimpangan yang terjadi.

Terampil mengatasi masalah yang menimpa dirinya dan kehidupan masyarakat akan berdampak kepada peserta didik itu sendiri sebagai wujud pengabdiannya yang terbaik sebagai bagian dari anggota masyarakat.

(25)

Memandang pentingnya tujuan pembelajaran IPS tersebut, maka Ilmu Pengetahuan Sosial bertugas membantu siswa untuk dapat mengembangkan potensipotensi serta kompetensi yang dimilikinya baik yang menyangkut potensi kognitif, afektif maupun psikomotor.

Kecakapan atau kemahiran IPS yang diharapkan tercapai dalam belajar IPS mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA mencakup pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi serta pemecahan masalah. Adapun kriteria dari ketiga aspek tersebut adalah:

a. Pemahaman Konsep

1) Menyatakan ulang suatu konsep.

2) Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. 3) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi IPS. 5) Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

6) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

b. Penalaran dan Komunikasi

1) Menyajikan pernyataan IPS secara lisan, tertulis, gambar dan diagram. 2) Mengajukan dugaan.

3) Melakukan manipulasi IPS.

4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi.

5) Menarik kesimpulan dari pernyataan. 6) Memeriksa kesahihan suatu argumen.

(26)

7) Menentukan pola atau sifat dari gejala IPS untuk membuat generalisasi. c. Pemecahan Masalah

1) Menunjukkan pemahaman masalah.

2) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

3) Menyajikan masalah secara IPS dalam berbagai bentuk.

4) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. 5) Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6) Membuat dan menafsirkan model IPS dari suatu masalah. 7) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. (Rahmah, 2006:19)

Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) pada Sekolah Menengah Pertama terdiri atas kelompok-kelompok mata pelajaran ; 1) Agama dan Akhlak Mulia; 2) Kewarganegaraan dan Kepribadian; 3) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4) Estetika; dan 5) Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada pembagian kelompok mata pelajaran tersebut masuk kedalam kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan memiliki Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) yang dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan/ atau kegiatan setiap kelompok mata pelajaran, yakni: mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.

Penyusunan SKL-SK-KD mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan me-review Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan dasar dan

(27)

menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah terutama pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada Sekolah Menengah Pertama antara lain mencakup sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan keanekaragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan

2. Memahami proses interaksi dan sosialisasi dalam pembentukan kepribadian manusia

3. Membuat sketsa dan peta wilayah serta menggunakan peta, atlas, dan globe untuk mendapatkan informasi keruangan

4. Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi di geosfer dan dampaknya terhadap kehidupan

5. Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan sejak Pra-Aksara, Hindu Budha, sampai masa Kolonial Eropa

6. Mengidentifikasikan upaya penanggulangan permasalahan kependudukan dan lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan

7. Memahami proses kebangkitan nasional, usaha persiapan kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

8. Mendeskripsikan perubahan sosial-budaya dan tipe-tipe perilaku masyarakat dalam menyikapi perubahan, serta mengidentifikasi berbagai penyakit sosial sebagai akibat penyimpangan sosial dalam masyarakat, dan upaya pencegahannya

(28)

9. Mengidentifikasi region-region di permukaan bumi berkenaan dengan pembagian permukaan bumi atas benua dan samudera, keterkaitan unsur-unsur geografi dan penduduk, serta ciri-ciri negara maju dan berkembang

10. Mendeskripsikan perkembangan lembaga internasional, kerja sama internasional dan peran Indonesia dalam kerja sama dan perdagangan internasional, serta dampaknya terhadap perekonomian Indonesia

11. Mendeskripsikan manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi serta mengidentifikasi tindakan ekonomi berdasarkan motif dan prinsip ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya

12. Mengungkapkan gagasan kreatif dalam tindakan ekonomi berupa kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi barang/jasa untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan.

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama ini pada hakekatnya diharapkan bisa dijadikan arah dalam proses pembelajaran yang tidak hanya sebatas menekankan materi pelajaran, namun pembelajaran tersebut lebih diharapkan pada penekanan pencapaian tujuan dengan melihat kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam penerannya kelak dapat hidup di masyarakat dengan baik dan dapat memecahkan masalah-masalah pribadi maupun masalah-masalah sosial. Dengan demikian diharapkan peserta didik memiliki kemampuan antara lain mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial

(29)

dan kemanusiaan, serta memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep yang sulit jika mereka berdiskusi dengan temannya. Siswa bekerja dalam sebuah kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah untuk mencapai ketuntasan belajar. Karena itu, “Pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori kontruktivis” (Trianto, 2007: 41). Menurut Isjoni (2010: 30) “Kontruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada”.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuannya adalah tidak lainuntuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Sehingga sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran dengan berdiskusi untuk memecahkan masalah. (Herdian: 2009)

Slavin (Isjoni, 2010:15) mengemukakan ’In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially

(30)

presented by the teacher’, pernyataan tersebut mengandung arti dalam metode pembelajaran kooperatif, siswa bekerjasama dalam empat anggota tim untuk menguasai materi awal yang disajikan oleh guru. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam metode pembelajaran cooperative siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari empat orang untuk menguasai materi yang diberikan oleh guru. Johnson (Isjoni, 2010:15) mengemukakan bahwa

‘Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning’

Pernyataan tersebut mengandung arti cooperanon berarti bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kerjasama individu mencari hasil yang bermanfaat bagi semua anggota kelompok lain. Pembelajaran kooperatif adalah penggunaan pembelajaran kelompok kecil yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk memaksimalkan mereka sendiri dan satu sama lain sebagai pembelajar.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama-sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar antar anggota dalam kelompok itu.

Menurut Saraswati (2003 : 1), “cooperetive learning adalah belajar dengan cara berpartner (grouping) atau kerja tim yang produktif dalam menyelesaikan tugas dan atau memecahkan masalah baik didalam kelas maupun tugas di rumah”.

(31)

Lie (2007 : 28) mengungkapkan bahwa, “pembelajaran Kooperatif yaitu pembelajaran gotong royong/kerjasma. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup, tanpa kerjasama tidak akan ada individu keluarga, organisasi dan sekolah”.

Berdasarkan konsep di atas, dapat disimpulakan bahwa model pembelajaran Kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkelompok dan bekerja sama dalam mengerjakan kegiatan belajar dan pembelajaran.

Menurut Mohamad Nur (2005:1-2) pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan siswa yang berbeda kemampuannya, jenis kelamin bahkan latar belakangnya untuk membantu belajar satu sama lainnya sebagai sebuah tim. Semua anggota kelompok saling membantu anggota yang lain dalam kelompok yang sama dan bergantung satu sama lain untuk mencapai keberhasilan kelompok dalam belajar.

Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000:7-10) terdapat tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial.

(32)

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki hasil siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.

Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Ibrahim, 2000:7).

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.

Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain (Ibrahim, 2000:9)

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran koperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial (Ibrahim, 2007:9).

(33)

c. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Agar pembelajaran secara kooperatif atau kerja kelompok dapat mencapai hasil yang baik maka diperlukan unsur-unsur sebagai berikut.

1) Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka “sehidup sepenanggungan”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama.

4) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama pada semua anggota kelompok.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

7) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama. (Ibrahim, 2000:6)

d. Landasan Teori dan Empirik Pembelajaran Kooperatif

Perkembangan model pembelajaran kooperatif pada masa kini dapat dilacak dari karya para ahli psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20, diantaranya :

(34)

1) John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokratis

John Dewey menetapkan sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah.

Seperti halnya Dewey, Thelan berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. (Ibrahim, 2000:12)

2) Gordon Allport dan Relasi Antar Kelompok

Ahli sosiologi Gordon Allport mengingatkan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan serta pemahaman yang lebih baik.

Gordon merumuskan 3 kondisi dasar untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnik, yaitu: a) kontak langsung antar etnik, b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai kelompok dalam suatu setting tertentu, c) setting secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar etnik.

3) Belajar Berdasarkan Pengalaman

Johnson&Johnson seorang pencetus teori-teori unggul tentang pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa belajar berdasarkan pengalaman didasarkan atas tiga asumsi:

a) Bahwa belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu.

(35)

b) Bahwa pengetahuan harus ditemukan sendiri apabila pengetahuan itu hendak dijadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan tingkah laku.

c) Bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda bebas menetapkan tujuan pembelajaran sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu. (Ibrahim, 2000:15)

4) Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik

Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam bidang akademis mereka. Setelah menelaah sejumlah penelitian, Slavin (Muslimin, 2000:16) mengatakan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.

Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar rendah antara lain: a) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, b) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, c) memperbaiki sikap terhadap IPS dan sekolah, d) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi besar, e) pemahaman yang lebih mendalam, f) motivasi lebih besar, g) hasil belajar lebih tinggi, h) retensi lebih lama, i) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. (Ibrahim, 2000:16)

(36)

e. Prinsip dasar dan unsur-unsur pembelajaran Kooperatif

Ada empat prinsip dasar yang melatarbelakangi keberhasilan pembelajaran Kooperatif, Kagan (Saraswati, 2003:2):

1) Saling ketergantungan yang positif (positive interdevedence)

2) Pengakuan terhadap kemampuan individu (Individual accountability) 3) Partisipasi yang sama (equal participation)

4) Interaksi belajar dan pembelajaran yang simultan (simultaneous Interaksi) Agar Cooperative Learning dapat berjalan secara efektif, unsur-unsur dasar pembelajaran Cooperative yang perlu ditanamkan kepada siswa menurut Saraswati (2003 : 4) sebagai berikut:

1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.

2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.

3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya harus memiliki tujuan yang sama besarnya diantara para anggota kelompok.

4) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok

5) Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok

6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

(37)

7) Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok Cooperative.

Sedangkan Roger dan david (Lie, 2007:31) menyatakan terdapat lima unsur model pembelajaran Cooperative Learning untuk mencapai hasil yang optimal yaitu :

1) Saling ketergantungan positif, keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.

2) Tanggung jawab perseorangan, unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Leraning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

3) Tatap muka, setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.

4) Komunikasi antar anggota kelompok, unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi.

5) Evaluasi proses kelompok, pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Jadi secara garis besar unsur-unsur pembelajaran Kooperatif meliputi :

tujuan yang sama, kebersamaan dalam bekerja, kepemimpinan bersama, tanggung jawab secara individu pada kerja kelompok, tanggung jawab yang merata, dan evaluasi atau penghargaan terhadap kelompok mempengaruhi evaluasi individu.

(38)

f. Kebaikan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan dari pembelajaran Kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Beberapa kali penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran Kooperatif lebih banyak meningkatkan basil belajar daripada pengalaman pembelajaran individual. Menurut Saraswati (2003 : 7), “perbedaan antara kelompok pembelajaran Kooperatif dan kelompok non Kooperatif adalah sebagai berikut” :

Tabel 2. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dan Model Pembelajaran non kooperatif Kelompok Pembelajaran Kooperatif Kelompok Pembelajaran non Kooperatif  Kepemimpinan bersama

 Saling keterantungan positif

 Keanggotaan yang heterogen

 Mempelajari keterampilan Cooperative

 Tangguang jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota

kelompok

 Menekan pada tugas dan hubungan Cooperative

 Ditunjang oleh guru

 Satu hasil kelompok

 Evaluasi kelompok

 Satu pemimpin

 Tidak saling ketergantungan

 Keanggotaan yang homogen

 Asumsi adanya keterampilan-keterampilan sosial yang efektf

 Tanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri

 Hanya menekankan pada tugas

 Diarahkan oleh guru

 Beberapa hasil individu

 Evaluasi individual

Selain mempunyai kelebihan, pembelajaran Kooperatif juga mempunyai kekurangan penting yang harus dihindari yaitu adanya anggota kelompok yang tidak aktif. Hal ini akan terjadi bila dalam satu kelompok hanya mempunyai satu permasalahan. Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara sebagai berikut : 1) Tiap-tiap anggota kelompok bertanggung jawab pada bagian bagian kecil dari

(39)

2) Tiap-tiap anggota kelompok mempelajari materi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena hasil kelompok ditentukan pada hasil kuis dari anggota kelompok yang ada, maka tiap-tiap anggota kelompok harus benar-benar mempelajari isi permasalahan secara keseluruhan.

g. Tipe-tipe model pembelajaran Kooperatif

Adapun tipe-tipe model pembelajaran Kooperatif menurut Saraswati (2003 : 7), yaitu : Numbered Head Together (NHT), Jigsaw, Learning Together, student Team Achievment Devision (STAD), Teams Games Tournament(TGT), Group Investigation (GI), Reunrobin, Rountable, Think Pair Share, One stay Two Stray Adapun menurut Lie (2007:55), mengungkapkan bahwa model pembelajara memiliki beberapa tipe diantaranya :

Tipe-tipe Model Pembelajaran Cooperative Learning yaitu : Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berfikir Berpasangan Berempat (Think Pair Share), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor (Numbered Head together), Kepala Bernomer Terstruktur, Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), Keliling Kelompok, Kencing Gemerincing, Keliling Kelas , Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari Bambu, Jigsaw, Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling).

Banyaknya tipe-tipe dari model Pembelajaran Kooperatif merupakan ragam yang dapat digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

(40)

2.1.7 Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Togerher (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993). Menurut Saraswati (2003 : 8), “teknik ini menampilkan kegiatan belajar dan pembelajaran yang menyenangkan dalam kegiatan ataupun sesudah pembelajaran. Misalnya pada saat membahas suatu topik dengan teknik bertanya”.

Pada umumnya tipe NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, selain itu model ini dapat meningkatkan keahlian seperti bertukar informasi, mendengarkan, menjawab pertanyaan dan menyimpulkan.

NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas.

Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

(41)

NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78), dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki hasil siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.

NHT merupakan salah satu teknik pembelajaran Cooperative Learning yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling komunikasi secara aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Pembelajaran tipe ini mempunyai ciri khas yaitu menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa.

(42)

Menurut Rismayanti (2008 : 25), tahap-tahap pembelajaran NHT adalah sebagai berikut :

1) Studens Numbered off

Setiap siwa dalam kelompok mendapat nomor. Untuk kelompok yang hanya mempunyai 3 anggota, maka nomor 3 lah yang menjawab sekiranya nomor 3 atau nomor 4 dipanggil dan seterusnya. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda.

2) Teacher Ask a Question

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum. Permasalahan yang diajukan seharusnya bersifat arahan.

3) Heads Together

Setiap kelompok melakukan diskusi dan mengambil jawaban yang paling tepat. Pastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban permasalahan yang telah dikemukakan guru. Berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawabannya.

4) Teacher calls a number

Kemudian guru memanggil salah satu nomor secara acak. Siswa dengan nomor dipanggil mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban

(43)

untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran NHT menurut Kagan (Saraswati 2003:8) itu sebagai berikut :

1) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

2) Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok

3) Tiap kelompok siswa masing-masing saling mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

4) Guru mengecek pemahaman siswa dengan cara menunjuk nomor dari salah satu siswa untuk menjawab.

5) Kelompok dengan nilai tertinggi diberi penghargaan. Lie (2007:60) mengungkapkan bahwa:

Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia didik.

Sementara Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

a. Hasil belajar akademik stuktural

(44)

b. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, di antaranya:

a. Kelebihan

1) Pembelajaran dalam kelas dinamis karena semua siswa terlibat.

2) Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.

3) Mempengaruhi pola interaksi siswa untuk meningkatkan semangat bekerja sama baik dalam kelompok maupun kelas.

4) Dapat meningkatkan penguasaan akademik siswa. b. Kekurangan

1) Dibutuhkan alokasi waktu yang panjang.

2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil guru untuk mendapat giliran menjawab pertanyaan apabila waktu habis.

3) Siswa yang tidak mengerti pelaksanaan NHT akan merasa bosan dalam pembelajaran.

Gambar

Gambar 2.1. Kawasan Teknologi Pembelajaran (Seels dan Richey, 1994 : 26)
Gambar  2.2.  Hubungan  Antar  Kawasan  Bidang  Studi  Teknologi  Pembelajaran  (Seels dan Richey, 1994 : 27)
Tabel 2. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dan Model Pembelajaran non  kooperatif  Kelompok Pembelajaran  Kooperatif  Kelompok Pembelajaran non Kooperatif    Kepemimpinan bersama

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, variabel yang digunakan sebagai input yaitu beban personalia dan beban bagi hasil serta output yang digunakan yaitu total pembiayaan dan

Berdasarkan hasil uji korelasi, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan dan kuat antara bilangan iod dan energi aktivasi, sedangkan untuk kadar air dan

a) Permasalahan utama adalah adanya ketidaksinkronan data dalam pengukuran kemiskinan. Namun demikian, berdasarkan hasil FGD yang dilakukan, Pemerintah Kab. Semarang memiliki

akan menggunakan menggunakan produk tersebut produk tersebut dengan cara dengan cara yang serupa) yang serupa) namun namun tidak identik.. tidak

(2) Bagi mahasiswa calon guru, hasil penelitian keterampilan proses sains siswa yang memiliki rata-rata paling terendah pada penelitian model inquiry training

Hasil penelitian menunjukkan nilai Hasil tangkapan per upaya penangkapan atau CPUE ( Catch Per Unit Effort ) sumberdaya Kakap merah yang didaratkan di PPN Brondong tahun

Hepatitis akut yang disebabkan oleh virus secara mikroskopis ditandai dengan adanya infiltrasi sel limfosit di daerah porta, nekrosis hepatosit, dan degenerasi

32 Studi Kasus Interferensi Bahasa Bugis Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah Dasar Tanjung Jabung Timur vokal [e] dalam bahasa Indonesia menajdi vokal [a] dalam