• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

MONITORING POTENSIAL HAZARD AREA PRODUKSI SEBAGAI UPAYA PREVENTIF PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI PT.

COCA-COLA AMATIL INDONESIA CENTRAL JAVA

Hemas Winahyoe Astarini R0009049

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

commit to user

ABSTRAK

MONITORING POTENSIAL HAZARD AREA PRODUKSI SEBAGAI UPAYA PREVENTIF PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI PT.

COCA-COLA AMATIL INDONESIA CENTRAL JAVA

Hemas Winahyoe Astarini*), Harninto*), Hardjanto**)

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk memonitoring potensial hazard yang ada di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java yang kemudian ditindak lanjuti dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya.

Metode : Penelitiaan dilaksanakan dengan menggunakan metode deskripsi yaitu metode yang memberikan gambaran yang jelas tentang memonitoring potensial hazard area produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java. Pengambilan data dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara tenaga kerja, studi keperpustakaan, dan dokumentasi.

Hasil : Monitoring potensial hazard area produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java ditemui berbagai potensi dan faktor bahaya yang dapat mengakibatkan suatu resiko yang menyebabkan kerugian atau kecelakaan kerja,

penyakit akibat kerja ataupun kerusakan aset perusahaan

(peralatan/mesin/kendaraan) yang perlu mendapatkan monitoring potensial bahaya sehingga dapat menurunkan tingkat kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang dapat menimbulkan kerugian baik tenaga kerja maupun perusahaan.

Simpulan : Perusahaan telah memonitoring potensi bahaya sehingga dapat mencegah kecelakaan kerja sesuai dengan Undang-Undang, Permenaker, Kepmenaker. Saran yang diberikan supaya perusahaan perlu adanya ketegasan pelaksanaan penggunaan alat pelindung diri dan lebih ditingkatkan awarenees penggunaan APD bagi tenaga kerja yang berada di area produksi juga penetapan standar yang mengacu pada Kepmenakaer No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja sekarang sudah tidak berlaku sehingga sebaiknya PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java beralih pada Kepmenaker No. 13/MEN/2011

Kata kunci : Monitoring Potensial Hazard

*) Prodi Diploma III Hiperkes dan KK FK UNS. **) Prodi Diploma IV Keselamatan Kerja FK UNS.

(5)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta inayahnya sehingga pelaksanaan magang dan penyusunan laporan magang dengan judul “Monitoring Potensial Hazard Area Proses Produksi Sebagai Upaya Preventif Pencegahan Kecelakaan Kerja PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java” dapat selesai tepat waktu.

Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Disamping itu magang ini dilaksanakan untuk membina dan menambah wawasan guna mengenal, mengetahui dan memahami mekanisme serta mencoba mengaplikasikan pengetahuan penulis dan mengamati permasalahan dan hambatan yang ada tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta potensi-potensi bahaya di perusahaaan.

Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

2. Bapak Sumardiyono SKM., M. Kes, selaku ketua Program D. III Hiperkes dan keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3. Harninto, dr., Ms., Sp.Ok selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

4. Hardjanto, dr., MS. Sp.Ok selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

5. Bapak Sri Hartanto selaku OHS Manager PT. Coca Cola Amatil Indonesia Central Java yang telah membimbing penulis selama melakukan magang. 6. Bapak Muh. Wardoyo selaku OHS Supervisor PT. Coca Cola Amatil

Indonesia Central Java yang telah membimbing penulis selama melakukan magang.

7. Seluruh pendamping lapangan, staf dan tenaga kerja PT. Coca Cola Amatil Indonesia Central Java

8. Orang tua dan kakak tercinta yang selalu mendukung dan memotivasi penulis, terimakasih atas doa dan kasih sayangnya yang secara langsung dan tidak langsung memberikan dorongan yang sangat luar biasa dalam penyelesaian laporan ini.

9. Teman-teman sesama mahasiswa magang dan pihak-pihak lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut membantu selama penyusunan laporan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan tugas akhir. Kiranya penyusunan tugas akhir ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya.

Surakarta, April 2012 Penulis,

(6)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii

ABSTRAK . ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Pemikiran... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Metode Penelitian... 40

B. Lokasi Penelitian... 40

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian ... 40

D. Sumber Data ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data... 41

F. Pelaksanaan ... 42

G. Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

(7)

commit to user

B. Pembahasan... 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Hasil Penelitian ... 82

B. Pembahasan... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN

(8)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

(9)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tingkat Kekerapan ... 30

Tabel 2. Tingkat Keparahan ... 31

Tabel 3. Penentu jumlah orang terkena paparan ... 33

Tabel 4. Penentu Kemungkinan ... 33

Tabel 5. Tingkat Risk Rating... 33

Tabel 6. Hasil Pengukuran Kebisingan ... 44

Tabel 7. Hasil Pengukuran Pencahayaan ... 45

Tabel 8. Hasil Pengukuran Getaran ... 46

Tabel 9. Hasil Pengukuran Iklim Kerja ... 47

Tabel 10. Hasil Pengukuran Kualitas Udara ... 48

Tabel 11. Faktor Bahaya Tempat Kerja ... 49

Tabel 12. Identifikasi bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko Area Produksi LiIne 8 ... 51

(10)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Magang Lampiran 2. Jadwal Magang

Lampiran 3. Kode Hazard

Lampiran 4. Daftar Resiko Penilaian K3 Area Manufacturing 2012 Lampiran 5. Formulir Pelaporan Investigasi Kejadian PT. CCAI 2012

(11)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi globalisasi. Hal tersebut disamping memberikan kemudahan bagi suatu proses produksi, tentunya efek samping yang tidak dapat dielaknya adalah bertambahnya jumlah dan ragam sumber bahaya. Faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja. Proses kerja tidak aman, dan sistem kerja yang semakin kompleks dan modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan dan kesehatan kerja. (Tarwaka, 2008).

Sebagai tambahan beban kerja yang merupakan beban langsung akibat pekerjaan atau beban pekerjaan yang sebenarnya, pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi yang menyebabkan adanya beban tambahan kepada tenaga kerja baik jasmaniah maupun rohaniah (Suma'mur P.K, 2009).

Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam

(12)

pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar proses kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan kerja tertentu dalam waktu yang tertentu pula akan mengalami gangguan-gangguan kesehatan, baik fisik maupun psikis, sesuai dengan jenis dan besarnya potensi bahaya yang ada, atau dengan kata lain akan timbul penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008).

Menurut Martina Indah Lestari (2005) menyatakan untuk mengukur kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dan membuktikan bahwa perusahaan atau tempat kerja telah melaksanakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 05/MEN/1996 dilakukan audit sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

Dengan demikian agar masalah K3 dapat dilaksanakan dengan baik

diperlukan pembinaan dan pengawasan secara menyeluruh dan

berkesinambungan. Oleh karena itu, K3 yang merupakan salah satu bagian dari upaya perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan pada setiap tingkatan proses untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja, kerugian berupa cacat atau cidera yang bersifat sementara maupun permanen atau bahkan terjadi kematian serta kerusakan properti dan lingkungan (Tarwaka, 2008).

Lingkungan kerja sering sangat tidak membantu untuk upaya mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Suhu, kelembaban, dan ventilasi udara ditempat kerja menyebabkan suhu efektif berada diluar zona yang biasa untuk memfasilitasi kemudahan dan kenyamanan kerja bahkan

(13)

merupakan tekanan panas sebagai beban tambahan yang berat bagi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Pencahayaan dan penerangan yang demikian penting untuk kemudian melakukan pekerjaan sering diabaikan, dengan akibat kelelahan luar biasa pada mata dan konsekuensinya sangat menurunkan efisiensi kerja serta terjadinya banyak kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Intensitas kebisingan jauh melebihi 85 dBA sehingga bukan saja mengganggu produktifitas tapi juga berada pada taraf membahayakan bagi alat pendengaran pekerja. Lingkungan kerja sering penuh oleh debu, uap, gas dan lain lain yang disatu pihak sangat mengganggu produktifitas kerja dan mengurangi mutu hasil kerja, serta juga dipihak lain luar biasa berpengaruh sangat negatif bagi kesehatan dan menyebabkan sakitnya tenaga kerja (Suma'mur P.K 2009).

PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java merupakan perusahaan yang memproduksi minuman ringan yang memiliki faktor dan potensi bahaya disetiap proses produksinya. Melalui penerapan K3 di perusahaan tersebut maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, effisiensi di segala bidang, serta keselamatan dan kesehatan kerja sehingga mampu mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja maupun perusahaan.

Melalui kegiatan observasi dan survei di area produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java, penulis bertujuan untuk mengetahui sumber potensi bahaya dengan memonitoring potensi bahaya yang ada di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java melalui tugas akhir dengan judul

(14)

“Monitoring Potensial Hazard Area Produksi Sebagai Upaya Preventif Pencegahan Kecelakaan Kerja di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java”.

Dengan adanya magang tersebut berharap dapat menambah pengalaman kerja bagi mahasiswa dan dapat melakukan pendataan dan evaluasi potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja yang ditimbulkan oleh proses produksi. Selain ini dapat merencanakan koreksi dan perencanaan pengendalian bahaya yang di timbulkan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pelaksanaan monitoring potensial hazard yang ada di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

C. Tujuan Magang

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran memonitoring faktor–faktor potensi bahaya di tempat kerja yang ada di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java. 2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat mengetahui proses produksi, serta potensi bahayanya.

b. Mahasiswa dapat mengevaluasi faktor bahaya dan potensi bahaya yang ada di tempat kerja.

c. Mahasiswa mampu mengetahui langkah-langkah pengendalian terhadap faktor bahaya dan potensi bahaya yang ada di tempat kerja.

(15)

d. Mahasiswa dapat mengetahui penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan yang di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

e. Mahasiswa mengetahui fasilitas Keselamatan dan Kesehatan yang ada di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

f. Mahasiswa mendapatkan data-data yang diperoleh untuk menyusun tugas akhir.

D. Manfaat Magang

1. Bagi Perusahaan

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi perusahaan sehingga dapat dijadikan dasar bagi tindakan koreksi /perbaikan dalam mengimplementasikan K3 dan peningkatan kualitas K3 di Perusahaan.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan saran maupun masukan yang bermanfaat di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java sehingga resiko kecelakaan kerja dapat diminimalisir serta diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan yang bermanfaat di perpustakaan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

2. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

a. Diharapkan dapat menambah wawasan serta mengembangkan penerapan keilmuan mengenai pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

(16)

b. Diharapkan dapat menambah perbendaharaan kepustakaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Diharapkan sebagai masukan (feed back) terhadap kesesuaian kurikulum dengan kualitas mahasiswa dibidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

3. Bagi Mahasiswa

a. Hasil penelitian diharapkan mendapatkan pengalaman nyata di lapangan khususnya dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). b. Diharapkan dapat mengidentifikasi bahaya yang ada di tempat kerja. c. Diharapkan dapat menerapkan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja

(17)

commit to user BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Bahaya a. Pengertian bahaya

Bahaya adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan berupa cedera, penyakit, kematian, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008).

Hazard adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.

Bahaya kerja adalah setiap keadaan lingkungan kerja yang berpotensi untuk terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Bahaya kerja terdiri dari bahaya faktor peralatan mesin, fisiologik dan beban kerja, fisik, kimiawi, biologis, dan psikologis (Harrianto, 2010).

Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 1996).

(18)

b. Jenis bahaya

Jenis bahaya ada lima (Soehatman Ramli, 2010) yaitu : 1) Bahaya mekanis

Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual dengan penggerak. Misalnya : gerinda, bubut, potong, press, tempa pengaduk. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, dan terkupas.

2) Bahaya listrik

Bahaya listrik bersumber dari energi listrik yang dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan arus pendek. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan listrik.

3) Bahaya kimiawi

Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain :

a) Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic). b) Iritasi oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam

(19)

c) Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar dan meledak misalnya golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, LPG. d) Polusi dan pencemaran lingkungan.

4) Bahaya fisis

Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain :

a) Bising yang dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera pendengaran.

b) Tekanan. c) Getaran.

d) Suhu panas atau dingin. e) Cahaya atau penerangan.

f) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultraviolet, dan sinar infra merah.

5) Bahaya biologis

Diberbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi, pertanian dan kimia, pertambangan, minyak dan gas bumi.

c. Tempat kerja

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1, menyatakan bahwa tempat kerja adalah tiap ruangan

(20)

atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya, termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman, dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

Menurut Permenaker No. PER. 05/MEN/1996 pasal 1 tentang SMK 3 yang dimaksud tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya baik darat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air maupun diudara yang berada didalam wilayah kerusakan hukum Republik Indonesia.

2. Sumber Bahaya

Kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi karena adanya sumber–sumber bahaya di lingkungan kerja (Syukri Sahab, 1997). Sumber bahaya berasal dari :

a. Bangunan, peralatan, dan instansi.

Perlu mendapat perhatian dari mulai konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Disain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik. Tersedia penerangan darurat yang diperlukan. Jalan dan gang harus diberi marka yang jelas. Pada tempat yang memerlukan

(21)

dipasang rambu yang sesuai keperluan. Tersedianya jalan penyelamatan diri yang diperlukan lebih dari satu sisi yang berlawanan. Pintu harus membuka keluar untuk memudahkan keluar untuk memudahkan penyelamatan diri.

Instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja baik dalam desain maupun konstruksi. Sebelum penggunaan harus diuji terlebih dahulu serta diperiksa oleh suatu tim ahli. Jika diperlukan modifikasi harus sesuai dengan persyaratan bahan dan konstruksi yang ditentukan. Sebelum operasi harus dilakukan percobaan operasi untuk menjamin keselamatannya serta dioperasikan oleh operator yang memenuhi syarat.

Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya. Peralatan kerja yaitu yang digunakan atau dipakai tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya, seperti : mesin-mesin untuk proses produksi, meja kerja, generator, instalasi listrik, tangga, ketel lokal exhauster (ventilasi keluar setempat), pengatur suhu ruangan, ketel uap, crane, lift, dll. Potensi bahaya faktor mesin peralatan yaitu cedera dan kecelakaan kerja (Jati Kusuma, 2010). Apabila tidak diperlukan dengan semestinya serta tidak dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman, peralatan itu bisa menimbulkan macam-macam bahaya seperti : kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka atau cedera. Agar peralatan ini aman dipakai maka perlu pengaman yang telah diatur oleh peraturan-peraturan dibidang

(22)

keselamatan kerja. Untuk peralatan yang rumit pengoperasiannya perlu

disediakan semacam petunjuk sebagai daftar periksa

pengoperasiannya. b. Faktor kimia

Bahan kimia menjadi berbahaya bagi manusia terutama karena potensi toksisitasnya. Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan kimia untuk merusak suatu jaringan, organ, atau sistem tubuh (Harrianto, 2010).

Bahaya dari bahan kimia meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan antara lain (Budiono, 2003) :

1) Mudah terbakar

Bahan kimia yang bila mengalami suatu reaksi oksidasi pada kondisi tertentu akan menghasilkan nyala api.

2) Mudah meledak

Bahan kimia yang mudah meledak merupakan bahan kimia yang berupa padatan atau cairan atau campurannya sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas atau perubahan) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang relatif singkat disertai dengan pelepasan tekanan yang besar serta suara yang keras.

3) Menimbulkan alergi atau iritasi. 4) Korosif

(23)

Bahan kimia meliputi asam-asam alkali dan bahan-bahan kuat lainnya yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejana atau penyimpanan. Senyawa asam alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan sistem pernafasan.

5) Bersifat racun

Bahan kimia dalam jumlah relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, apabila terabsorbsi tubuh manusia melalui injeksi. Sifat racun dari bahan kimia ini dapat akut dan sering tergantung pada jumlah bahan tersebut yang masuk ke dalam tubuh.

6) Radioaktif

Bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-sinar radioaktif seperti sinar alfa, sinar gamma, sinar netron, dan lain-lain yang dapat membahayakan tubuh manusia.

7) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh. 8) Mengakibatkan kelainan pada janin.

9) Menyebabkan kanker.

Pemajanan bahan kimia mengakibatkan terjadinya perubahan biologi atau fungsi tubuh yang menisfestasinya berupa keluhan, gejala dan tanda gangguan kesehatan. Kerusakan jaringan atau sel tubuh terutama terjadi pada organ target, bahan kimia bisa bersifat

(24)

neurotoksik (meracuni saraf), hepatotoksik (meracuni hati/liver), nefrotoksik (meracuni ginjal), hematotoksik (meracuni darah), sistemik (meracuni seluruh fungsi tubuh) dan sebagainya (Harrianto, 2010).

Setiap bahan kimia berbahaya harus dilengkepi dengan Material Safety Data Sheet (MSDS). MSDS ini dapat dimintai kepada pemasok dengan memasukkannya dalam kontrak pembelian bahan. c. Fisiologik dan beban kerja

Beban kerja meliputi beban mental, fisik dan sosial. Upaya penempatan pekerja harus sesuai dengan kemampuannya jika tidak maka akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal, low back pain, serta kelelahan. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajad kesehatan, pembebanan tidak melebihi 30-40 % dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, bebas untuk tenaga kerja Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan (Jati Kusuma, 2010).

Penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 per menit diatas denyut nadi sebelum bekerja yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah yang

(25)

berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan stress (Jati Kusuma, 2010).

d. Proses

Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang digunakan. Proses yang digunakan industri ada sederhana tetapi ada proses yang rumit. Proses yang berbahaya ada juga proses yang kurang berbahaya. Dari proses tersebut terkadang timbul asap, debu, panas, bising dan bahaya mekanis seperti : terjepit, terpotong, tertimpa bahan. Hal tersebut mengakibatkan kecelakaan juga penyakit akibat kerja. Proses banyak bahan kimia yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong. Ada bahan kimia yang merupakan hasil sampingan. Sebagaian bahan tersebut termasuk bahan kimia berbahaya seperti bahan mudah terbakar, meledak, iritan dan beracun.

e. Cara kerja

Bahan dari cara kerja dapat membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain :

1) Cara mengangkat dan mengangkut, bila dilakukan dengan cara yang salah mengakibatkan cedera dan paling sering adalah cedera patah tulang punggung. Juga sering terjadi kecelakaan sebagai akibat cara mengangkat dan mengangkut.

(26)

2) Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam percikan api serta tumpahan bahan berbahaya.

3) Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara pemakaian yang salah.

f. Faktor fisik

Physical hazard yaitu suatau kondisi yang bersumber pada karakteristik secara fisik dari obyek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian (Budiono, 2003). Lingkungan fisik mencangkup kebisingan, pencahayaan, getaran atau vibrasi, radiasi pengion, radiasi non pengion dan iklim kerja.

1) Kebisingan

Merupakan gangguan yang berpotensi mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan terutama berasal dari kegiatan operasional peralatan pabrik, sedangkan operator (karyawan yang mengoperasikan peralatan pabrik) merupakan komponen lingkungan yang terkena pengaruh yang diakibatkan adanya peningkatan kebisingan. Oleh sebab itu diperlukan upaya pengendalian bising di lingkungan pabrik yang mencangkup pengendalian untuk karyawan dan juga untuk lingkungan sekitar pabrik. Kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dB untuk 8 jam kerja sehari atau 40 jam seminggu. Dasar hukum yang digunakan adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor :

(27)

KEP-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat kerja (Sungkar, 2003).

Efek yang ditimbulkan kebisingan adalah (Budiono, 2003) : a) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja

Tidak semua tenaga kerja mengalami gangguan akan kebisingan. Ini disebabkan tenaga kerja sangat terbiasa oleh kondisi yang ada dalam jangka waktu yang cukup lama.

b) Menggangu komunikasi atau percakapan antar pekerja

Kesalahan informasi yang disampaikan terutama bagi pekerja baru dapat berakibat fatal.

c) Mengganggu konsentrasi.

d) Menurunkan daya dengar, baik bersifat sementara maupun permanen.

e) Tuli akibat kebisingan (Noise Induce Hearing Loss). 2) Pencahayaan

Penerangan tenaga kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Penerangan yang berasal dari cahaya alami dan cahaya buatan (Budiono, 2003). Sama seperti faktor lingkungan yang lain apabila intensitas penerangan tidak memadai (suram atau menyilaukan) maka dapat menyebabkan produktivitas tenaga kerja menjadi rendah. Hal ini dikarenakan sebagai berikut :

(28)

a) Kondisi lingkungan yang suram umumnya tenaga kerja akan berupaya untuk dapat melihat pekerjaannya dengan sebaik-baiknya dengan cara berakomodasi secara terus menerus. Upaya demikian akan menyebabkan terjadinya ketegangan mata (eye strain) menciptakan ketegangan mata otot dan syaraf yang dapat mempercepat kelelahan bukan hanya kelelahan mata saja, namun juga kelelahan otot bahkan syaraf atau kelelahan mental. Kondisi demikian cenderung akan menurunkan ketelitian dan lebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan, memperpanjang waktu kerja, menurunkan produksi disamping itu juga dapat menurunkan kewaspadaan dan cenderung kecelakaan kerja.

b) Intensitas penerangan yang berlebihan (kelebihan cahaya) akan menyebabkan terjadinya kesilauan di tempat kerja, cenderung menciptakan ketegangan mata, otot, syaraf yang dapat mempercepat terjadinya kelelahan (Moeljosoedarmo, 2008).

Alat untuk mengetahui intensitas penerangan adalah Luxmeter. Intensitas penerangan yang dinyatakan dalam satuan Lux. Intensitas penerangan diukur dengan dua cara yaitu (Budiono, 2003) :

a) Penerangan umum, diukur setiap meter persegi luas lantai dengan tinggi permukaan kurang dari 85 cm dari lantai.

(29)

b) Penerangan lokal, diukur di tempat kerja atau meja kerja pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja.

Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja, memperpanjang jangka waktu, keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala, kerusakan indera mata, kelelahan mental, menimbulkan kecelakaan kerja (Budiono, 2003).

Penerangan yang dibutuhkan tenaga kerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan cara sebaik-baiknya adalah penerangan yang cukup, tidak suram, dan mencegah terjadinya kesilauan sehingga membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan. Penerangan yang cukup akan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dan menghemat waktu kerja. Dapat melihat dengan mudah, nyaman merupakan penghematan energi dan mencegah terjadinya kecelakaan (Moeljosoedarmo, 2008). Untuk pengaturan intensitas pencahayaan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964.

3) Getaran atau vibrasi.

Getaran terjadi bila energi mekanis yang berasal dari getaran suatu benda ditransmisikan pada suatu objek yang tetap. Dalam kesehatan kerja, seorang pekerja dapat terpajan pada dua jenis vibrasi :

(30)

a) Vibrasi seluruh badan (whole body vibration) bila vibrasi ditransmisikan keseluruh tubuh.

b) Vibrasi segmental bila vibrasi ditansmisikan teralokasi 1 segmen tubuh biasanya lengan dan tangan pada saat menggunakan peralatan yang bergetar (Harrianto, 2010).

Pengaruh getaran pada tenaga kerja dapat dibedakan menjadi gangguan kenikmatan bekerja, mempercepat terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan. Getaran seluruh badan dapat memicu terjadinya pengelihatan kabur, sakit kepala, gemetaran (shakeness), dan kerusakan organ pada bagian dalam. Sedangkan getaran pada lengan dan tangan dapat mengakibatkan sakit kepala, sakit indera perasa pada jari-jari menurun fungsinya dan terbentuk noda putih pada punggung jari/telapak tangan (white finger syndrom) (Budiono, 2003).

Pengukuran getaran yang ada dibandingkan dengan NAB yang tercantum pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP.51/MEN/1999 mengenai Nilai Ambang Batas (NAB) getaran untuk pemajanan lengan dan tangan (Budiono, 2003).

4) Iklim kerja

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 5 berbunyi “Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas

(31)

radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya”.

Pengukuran suhu basah dan suhu kering menggunakan peralatan yang sama yaitu termometer suhu udara, perbedaan terletak pada pemasangan kain katun pada bola (bulb) termometer tersebut. Suhu basah menunjukkan keadaan uap air dan dingin di udara. Suhu bola atau suhu radiasi merupakan pengukuran suhu akibat adanya radiasi panas di lingkungan. Radiasi panas bisa berasal dari sinar matahari, proses produksi atau proses metabolisme tubuh. Kelembaban udara mengukur banyaknya uap air yang berada di udara sedangkan kecepatan gerakan udara atau angin merupakan pengukuran terhadap gerakan udara. Di Indonesia, parameter yang tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini telah ditentukan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja (Ardyanto, 2005). a) Iklim kerja panas

Suhu lingkungan di tempat kerja yang telalu panas atau terlalu dingin berbahaya terhadap kesehatan individu pekerja. Pajanan suhu lingkungan yang terlalu panas disebut heat stress. Keseimbangan antara panas tubuh dan lingkungan diperlukan supaya metabolisme tubuh dapat berjalan lancar. Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan terjadi melalui

(32)

mekanisme konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Proses metabolisme tubuh yang berinteraksi dengan panas di lingkungannya akan mengakibatkan pekerja mengalami tekanan panas. Tekanan panas ini dapat disebabkan karena adanya sumber panas maupun karena ventilasi tidak baik (Harrianto, 2010).

Pengaruh pemaparan panas terhadap kesehatan (Budiono 2003) yaitu :

(1) Dehidrasi merupakan keadaan dimana tubuh letih, lesu, lemah, dan katuk.

(2) Heat cramps merupakan bertambahnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam Natrium dalam tubuh. Gejala antara lain kejang otot tubuh dan perut sakit sekali. (3) Heat exhaustion biasanya oleh karena cuaca yang sangat

panas terutama bagi mereka yang belum beraklimatisasi terhadap udara panas. Penderita biasanya berkeringat sangat banyak, tekanan darah menurun dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.

(4) Heat stroke merupakan keadaan dimana temperatur tubuh 40-41 oC yang mengakibatkan kerusakan jaringan-jaringan seperti liver, ginjal, dan otak. Pekerja merasakan sakit kepala, fatigue, pening, denyut nadi cepat, dan cepat tidak sadarkan diri.

(33)

b) Iklim kerja dingin

Sektor industri pekerja yang bekerja di lingkungan kerja yang bersuhu dingin misalnya di pabrik es, kamar pendingin, ruang komputer, ruang kantor, dan sebagainya (Budiono, 2003).

Akibat suhu dingin terhadap kesehatan pekerja (Budiono, 2003):

(1) Chilblain

Diderita tenaga kerja sebagai akibat di tempat kerja yang cukup dingin dengan waktu yang cukup lama.

(2) Trencfoot

Terjadi kerusakan anggota badan terutama kaki akibat kelembaban atau suhu dingin walaupun suhu masih diatas titik beku. Gejalanya antara lain pucat, kadang nadi tidak teraba, rasa kesemutan, kaku, berat bila lanjut terjadi gangrene.

(3) Froshbite

Suhu yang sangat rendah dibawah titik beku. Kondisi penderita sama seperti yang mengalami penyakit trencfoot namun stadium teakhir penyakit ini adalah gangrene.

(34)

Faktor biologi merupakan salah satu faktor bahaya yang mungkin ditemukan di tempat kerja. Bahaya biologi sering kali luput dari pengamatan atau perhatian sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi, dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sangat sulit diperbaiki. Bahaya dari faktor biologi sangat bervariasi seperti juga berbagai pekerjaan yang mungkin dapat terekspose oleh faktor ini, untuk itu dengan mengenal bahaya dari biologi diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari (Pusparini, 2008).

Bahaya kerja biologi yaitu gangguan kesehatan atau penyakit yang didapat dari tempat kerja akibat pajanan oleh mikroorganisme seperti virus, bakterial, jamur, parasit, dan lain-lain.

1) Bahaya kerja biologi akibat kontak dengan individu yang terinfeksi atau kontak dengan sekresi, ereksi atau jaringan tubuh manusia yang terinfeksi. Misalnya hepatitis, AIDS, tuberkulosis, dan lain-lain. Keterpajanan biasanya terjadi pada para tenaga kerja kesehatan dan petugas laboratorium.

2) Bahaya kerja biologi yang terjadi akibat penularan dari binatang yang menginfeksi manusia secara langsung atau melalui kontak dengan sekresi, ereksi atau jaringan tubuh binatang yang terinfeksi. Misalnya leptospirosis, antraks, toksoplasmosis dan lain-lain. Keterpajanan biasanya terjadi pada petani, perawat binatang peliharaan dan pekerja konstruksi.

(35)

3) Bahaya kerja biologi yang terjadi akibat polusi udara yang mengandung mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit. Keterpajanan biasanya terjadi pada pekerja kantor yang menggunakan AC sentral, tenaga pekerja pembersih cerobong asap pabrik, dan pabrik-pabrik yang menghasilkan debu kerja (Harrianto, 2010).

h. Faktor psikologis

Ilmu psikologis stress diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi bila kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Stress sebagai pengalaman emosional negatif disertai reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stress.

Faktor psikologis memainkan peran besar karena penyakit itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan yang akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja sehingga perlu adanya upaya pengendalian yang dilakukan dengan melakukan kegiatan komunikasi, refreshing, kegiatan lomba pada saat hari raya, kegiatan meeting yang dilakukan dari pihak perusahaan.

i. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pekerja melakukan pekerjaannya sehari-hari. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pekerja untuk dapat

(36)

bekerja secara optimal. Jika tenaga kerja menyenangi lingkungan kerja dimana tenaga kerja bekerja, maka pekerja tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja tenaga kerja juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencangkup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama pekerja dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat tenaga kerja bekerja (Budiono, 2003).

Lingkungan kerja terjadi dari : faktor lingkungan fisik, kimia, biologik, ergonomik, psikologik yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktivitas dan efisiensi kerja.

Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap kesehatan dan sikap tenaga kerja memandang pekerjaan mereka. Selain itu, udara di tempat kerja dan bagaimana atmosfer tersebut bersih dari uap-uap berbahaya memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap komunitas masyarakat sekitarnya.

3. Monitoring Potensial Hazard

Monitoring potensial hazard adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempatnya guna mengurangi risiko akibat bahaya tersebut. Monitoring potensial hazard dilakukan

(37)

maksimal 1 (satu) bulan sekali. Tahapan monitoring potensi bahaya antara lain : (Harrianto, 2010).

a. Identifikasi bahaya kerja

Identifikasi bahaya kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk mendeteksi adanya ancaman bahaya ditempat kerja. Langkah ini merupakan hal yang pertama dilakukan dalam monitoring bahaya kerja sebelum evaluasi yang mendetail dilaksanakan. Identifikasi bahaya kerja meliputi pengukuran kasar bahaya di lingkungan kerja.

Langkah pertama untuk menghilangkan atau mengendalikan hazard adalah dengan mengidentifikasi atau mengenali kehadiran hazard di tempat kerja. Pada saat mengidentifikasi bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan yang berhubungan dengan proses kegiatan akan mempertimbangkan Hazard/bahaya yang meliputi:

1) Fall Hazard, misalnya : terjatuh dari ketinggian, tertimpa benda/material (Hazard Code : FH).

2) Machinery Entrapment, misalnya terjepit v-belt, terpotong, luka akibat mesin (Hazard Code : ME).

3) Noise Hazard, bahaya kebisingan (Hazard Code : NH).

4) LEV Hazard, bahaya debu, uap beracun yang memerlukan Local Exhaust ventilation (Hazard Code : LH).

(38)

commit to user

5) Manual Handling Hazard, bahaya akibat melakukan aktivitas handling manual seperti terkilir, penyakit yang timbul akibat aspek ergonomi, dsb (Hazard Code : MHH).

6) Fire Hazard, bahaya kebakaran (Hazard Code : FRH).

7) Material handling Equipment/Pedestrian Collision, bahaya yang timbul dari peralatan untuk handling dan bahaya tertabrak (Hazard Code : PC).

8) Confined Space Hazard, bahaya berada dalam ruang terbatas (Hazard Code : CSH).

9) Chemical Exposure, bahaya terpapar bahan kimia (Hazard Code : CE).

10)Electrical Hazard, bahaya listrik misalnya kesetrum, dsb (Hazard Code : EH).

11)Energy Hazard, bahaya dari energi, misalnya steam, panas, dsb (Hazard Code : HEH).

Identifikasi bahaya merupakan suatu proses aktivitas yang dilakukan mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja. Menurut Tarwaka (2008) proses identifikasi bahaya adalah :

(39)

2) Memeriksa semua objek yang ada di tempat kerja dan sekitarnya. 3) Melakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja di tempat

yang berhubungan dengan objek-objek tersebut.

4) Mereview kecelakaan, catatan P3K, dan informasi lainnya. 5) Mencatat seluruh hazard yang telah teridentifikasi.

b. Penilaian hasil evaluasi risiko bahaya kerja

Risiko merupakan suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu/siklus tertentu. Sedangkat tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan keparahan (consequence/severity) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cidera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja merupakan hasil rangkuman peninjauan semua faktor yang mengakibatkan bahaya kerja pada manusia. Penilaian ini akan memberikan fakta dan kemungkinan yang relevan, sehingga memudahkan penetapan langkah berikutnya dalam pengendalian risiko bahaya kerja. Dengan mempertimbangkan hal-hal atau risiko terburuk yang akan terjadi antara lain meliputi : 1) Cedera (Injury)

Jari terputus, seseorang meninggal dunia akibat kecelakaan atau keracunan, akibat kronis atau akut, tidak mampu bekerja untuk beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan, dll.

(40)

2) Sakit (Illness)

Gangguan fungsi paru secara permanen, sakit kepala, muntah-muntah karena keracunan, ketulian menetap, stress, dll.

3) Kerusakan (Damage)

Apakah terjadi peledakan, kebakaran, pelepasan racun bahan-bahan kimia, mesin-mesin tidak bisa beroperasi lagi, dll.

4) Biaya (Cost)

Pabrik tidak bisa berproduksi, banyak kehilangan pekerja terampil, biaya perawatan kesehatan, image public, dll.

5) Keselamatan umum (Public Safety)

Apakah pelanggan menderita kerugian, apakah ada orang lain yang terkena dampaknya, dll.

Didalam penilaian risiko harus dilakukan secara sistematis dan terencana dengan mengikuti tahapan-tahapan proses penilaian risiko yang dilakukan untuk menilai tingkat risiko kecelakaan atau cidera dan sakit dan merupakan proses kelanjutan dari proses identifikasi hazard yaitu :

1) Estimasi tingkat kekerapan

Mempertimbangkan tentang berapa lama seorang tenaga kerja terpapar potensi bahaya. Tingkat kekerapan (probability) kecelakaan atau sakit dikategorikan menjadi 5 (lima) kategori sebagai berikut :

(41)

commit to user

Tabel 1. Tingkat kekerapan

Tingkatan Kategori Penjelasan

1 Rarely Suatu kejadian yang memerlukan

suatu kondisi yang sangat khusus & waktu bertahun-tahun untuk mungkin terjadi lagi.

2 Unlikely Suatu kejadian yang mungkin terjadi

setiap tahun pada suatu kondisi tertentu.

3 Occasional Suatu kejadian yang mungkin terjadi

setiap minggu sampai setiap bulan pada beberapa kondisi tertentu.

4 Frequent Suatu kejadian yang mungkin terjadi

setiap hari pada hampir semua kondisi yang ada.

5 Constant Suatu kejadian yang pasti terjadi &

terus-menerus selama kegiatan

dilakukan.

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central

Java.

2) Estimasi tingkat keparahan

Mempertimbangkan tentang berapa banyak orang yang ikut terkena dampak akibat kecelakaan dan bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat terpapar potensi bahaya.

Tingkat keparahan (consequence/severity) kecelakaan atau sakit dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) kategori sebagai berikut :

Tabel 2. Tingkat keparahan

Tingkatan Kriteria Penjelasan

1 Trivial Cedera ringan {perawatan P3K

(tindakan medis sederhana, pemberian

obat-obatan dengan berpedoman

kepada daftar obat esensial atau generik)}, kerugian materi sangat kecil (0-1 juta rupiah), tidak kehilangan waktu kerja.

2 Low Cedera ringan, memerlukan perawatan

P3K,{tindakan medis sederhana,

(42)

commit to user

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central

pemberian obat–obatan dengan

berpedoman kepada daftar obat esensial atau generik, pemeriksaan laboratorium

sederhana, pemeriksaan dan

pengobatan dokter umum} langsung dapat ditangani, kerugian materi sedang ( 1 juta-5 juta rupiah) kehilangan waktu kerja 1 x 24 Jam (berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga

Kerja RI No. Kep.84/BW/1998

tenhtang cara pengisian formulir laporan dan analisis statistik kecelakaan lampiran I B II no. 3

3 Minor Cedera ringan, memerlukan perawatan

medis (tindakan medis sederhana, bimbingan dan konsultasi kesehatan,

pemberian obat-obatan dengan

berpedoman kepada daftar obat esensial atau generik, pemeriksaan laboratorium

sederhana, pemeriksaan dan

pengobatan dokter umum, pemeriksaan diagnosis lanjutan, rujukan rawat inap

di rumah sakit yang ditunjuk

perusahaan), kerugian materi cukup

besar, kehilangan waktu kerja

maksimal 2 x 24 jam

4 Major Cidera yang mengakibatkan

cacat/hilang fungsi tubuh secara total, sakit permanen, memerlukan perawatan medis, (pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis, rawat inap di rumah sakit yang ditunjuk perusahaan, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi) dan perawtan jangka panjang {treatment berkelanjutan (rehabilitasi)} kerugian materi besar (25 juta rupiah – 50 juta rupiah), kehilangan waktu kerja lebih dari 2 x 24 jam

5 Fatality Menyebabkan kematian, off-site release bahan toksik dan efeknya merusak, kerugian materi sangat besar (50 juta rupiah – 100 juta rupiah)

(43)

commit to user

3) Penentuan jumlah orang terkena paparan Tabel 3. Jumlah orang terkena paparan

Tingkatan Kriteria

1 1 – 2 orang

2 3 – 7 orang

3 8 – 15 orang

4 16 – 50 orang

5 Lebih dari 50 orang

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central

Java.

4) Penentuan Kemungkinan (likelihood) Tabel 4. Tingkat kemungkinan

Tingkatan Kriteria Penjelasan

1 Unlikely

/ Hampir tidak

mungkin

Suatu insiden mungkin dapat terjadi pada suatu kondisi yang

khusus/luar biasa/setelah

bertahun-tahun.

2 Possible

/Kemungkinan kecil

Suatu kejadian mungkin terjadi pada beberapa kondisi tertentu,

namun kecil kemungkinan

terjadinya

3 Probable

/Sedang

Suatu kejadian akan terjadi pada beberapa kondisi tertentu.

4 Likely

/Mungkin terjadi

Suatu kejadian mungkin akan terjadi pada hampir semua kondisi

5 Certain

/Hampir pasti

Suatu kejadian akan terjadi pada semua kondisi/setiap kegiatan yang dilakukan.

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central

Java.

5) Penentuan risk rating Tabel 5. Risk rating

Nilai Kriteria Penjelasan

50 > PRIORITAS 1 ( Critical Priority ) Harus segera dilakukan tindakan untuk mengurangi risiko. Aktifitas/kegiatan bisa dihentikan sampai risiko tersebut dihilangkan

(44)

atau dikontrol secara ketat dan tepat

10-50 PRIORITAS 2

(Monitor & Control)

Diperlukan monitor dan kontrol berkelanjutan untuk memperkecil risiko dengan melakukan perbaikan desain mesin–peralatan, memperbaiki kualitas APD serta awareness & training.

< 10 PRIORITAS 3

(Tolerate)

Tidak ada risiko atau risiko sudah dapat dikendalikan

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central

Java.

c. Pengendalian dan pemantauan bahaya risiko

Tarwaka (2008) Pengendalian dan pemantauan bahaya risiko terdiri dari lima macam prioritas pengendalian yaitu eliminasi,

engineering/rekayasa, penggantian/substitusi, pengendalian secara

administratrasi, alat pelindung diri (APD). 1) Eliminasi

Merupakan suatu pengendalian secara fisik untuk meniadakan atau menghilangkan sama sekali faktor penyebab sehingga dianggap cara yang paling ideal meskipun dalam pelaksaannya perlu pertimbangan berbagai aspek yang berkaitan dengan produksi. Pengendalian dengan cara eliminasi bisa juga dikatakan cara menghilangkan potensi bahaya langsung dari sumbernya.

(45)

Mengganti kegiatan atau potensi bahaya yang ada dengan yang lebih aman namun menghasilkan produk atau manfaat yang tidak berbeda misalnya mengganti asbestoses dengan fiber glass. Cara substitusi dalam pelaksanaannya senantiasa dievaluasi kembali mengingat proses atau bahan pengganti dapat juga menimbulkan pengaruh lain.

3) Rekayasa/enginering

Kegiatan merekayasa atau memodifikasi peralatan atau alat yang ada sehingga sumber bahaya atau potensi bahaya yang ada dapat berkurang.

4) Pengendalian administrasi

Pengendalian secara administratif untuk mendukung cara pengendalian lainnya misalnya melalui tanda peringatan, pertimbangan aspek keselamatan dan kesehatan dalam proses pembelian bahan atau peralatan, petunjuk cara kerja yang sehat dan aman bahkan penerapan sistem rotasi untuk mengurangi pemaparan. Mengurangi tingkat risiko atas potensi bahaya yang mungkin timbul dengan cara melakukan/menetapkan aturan, prosedur dan cara bekerja yang aman.

5) Alat pelindung diri

Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan tipe potensi bahaya yang ada sehingga pekerja terlindung dari potensi bahaya yang mungkin timbul dalam aktivitas pekerjaannya.

(46)

4. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Menurut Tarwaka (2008) pencegahan kecelakaan kerja pada umumnya adalah untuk mencari kecelakaan bukan mencari siapa yang salah. Dengan mengetahui dan mengenal penyebab kecelakaan maka dapat disusun suatu rencana pencegahan. Hal ini merupakan program K3 yang pada hakekatnya adalah merupakan rumusan dari suatu strategi bagaimana menghilangkan atau mengendalikan potensi bahaya yang sudah diketahui.

Untuk membuat program K3 dalam rangka pencegahan kecelakaan kerja, beberapa tahap yang harus dipahami dan dilalui yaitu :

a. Identifikasi masalah dan kondisi tidak aman. b. Model kecelakan.

c. Penyelidikan kecelakaan.

d. Azas–azas pencegahan kecelakaan. e. Perencanaan dan pelaksanaan.

Suma`mur (1996) menyatakan bahwa, kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :

a. Peraturan perundangan

Ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan P3K, dan pemeriksaan kesehatan.

(47)

Penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan, jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek keselamatan, APD atau higiene umum.

c. Pengawasan

Pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

d. Penelitian bersifat teknik

Penelitian teknik misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar pengaman, penguji APD, pencegahan ledakan dan peralatan lainnya. e. Riset medis

Riset medis terutama meliputi penelitian tentang efek-efek fisiologis, faktor-faktor lingkungan dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

f. Penelitian psikologis

Penelitian psikologis yaitu penyelidikan tentang pola–pola kewajiban yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

g. Penelitian secara statistik

Penelitian statistik untuk menetapkan jenis–jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa dan apa– apa sebabnya.

(48)

Pendidikan yang menyangkut keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah–sekolah perniagaan atau kursus–kursus pertukangan.

i. Latihan-latihan

Latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja baru menyangkut peningkatan kesadaran, kualitas pengetahuan dan keterampilan K3 bagi tenaga kerja.

j. Penggairahan

Penggunaan aneka cara untuk penyuluhan dan pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

k. Asuransi

Asuransi yaitu finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan, misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

l. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan

Salah satu cara dengan inspeksi atau pemeriksaan yaitu suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tempat kerja masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.

(49)

B. Kerangka Pemikiran Area produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java ↓ Bahaya lingkungan kerja ↓ Faktor bahaya Potensial bahaya ↓ Monitoring Faktor bahaya Potensial bahaya ↓

Identifikasi bahaya Tidak ada identifikasi bahaya

↓ ↓

Penilaian risiko Tidak ada penilaian risiko

↓ ↓

Pengendalian risiko Tidak ada pengendalian risiko

↓ ↓

Aman Kecelakaan kerja

(50)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan metode deskriptif dengan metode tersebut penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian secara deskriptif bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi (Dodiet Aditya S, 2009).

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pengambilan data dilakukan di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java di area produksi beralamat JL. Raya Soekarno–Hatta Km 30 Ungaran 50501 dengan jenis usaha produsen air minum ringan (soft drink) berupa Sprite, Fanta, Coca cola dalam botol mililiter.

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian

Identifikasi bahaya adalah suatu upaya mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di area produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

Penilaian risiko sebagai upaya menilai tingkatan potensi bahaya yang mengakibatkan kecelakaan yang timbul di area produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

(51)

Pengendalian bahaya sebagai upaya meminimalisir kecelakaan kerja dengan cara menurunkan tingkat risiko melalui hirarki pengendalian risiko sehingga kecelakaan area produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java dapat ditekan sehingga kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan kerugian terhadap tenaga kerja dan perusahaan.

D. Sumber Data

1. Data primer

Data yang diperoleh dari observasi lapangan dan tanya jawab dengan karyawan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

2. Data sekunder

Data yang diperoleh dari dokumen dan catatan perusahaan yang berhubungan dengan K3.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi lapangan

Teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung, sekaligus survei kelapangan untuk mengetahui sistem operasional dan proses produksi serta mencari potensi dan faktor bahaya yang ada di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

2. Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan tanya jawab serta langsung dengan karyawan yang berwenang dan berkaitan langsung dengan masalah K3. 3. Kepustakaan

(52)

Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah K3 yang ada di perusahaan serta laporan penelitian yang sudah ada dan sumber lainnya yang ada kaitannya dengan topik magang.

4. Dokumentasi

Dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari dokumen-dokumen terkendali maupun tak terkendali serta catatan perusahaan yang berhubungan dengan objek penelitian.

F. Pelaksanaan

Pelaksanaan praktek kerja lapangan dimulai pada tanggal 01 Februari-29 Februari 2012 dengan waktu pukul antara 08.00-17.00 WIB. Namun praktek kerja lapangan diperpanjang sampai dengan tanggal 31 Maret 2012.

G. Analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian, peneliti berusaha untuk memonitoring potensial hazard yang ada dengan membandingkan data yang diperoleh dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti undang-undang, Permenaker, Kepmenaker.

(53)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan hasil survey lapangan mengenai proses produksi dan lingkungan kerja ditemui berbagai potensi dan faktor bahaya yang dapat mengakibatkan suatu risiko yang menyebabkan kerugian atau kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja ataupun kerusakan aset perusahaan (peralatan/mesin/kendaraan). Sumber risiko yang dapat di line 8 besar kemungkinan sama dengan line-line lainnya. Sumber risiko yang terjadi antara lain seperti terpeleset/terjatuh, luka/tergores, tertabrak forklift, faktor bahan kimia (lime atau kapur (Ca(OH)2), chlorine, resin, NaCl, caustic soda (NaOH) dan lain-lain) dan faktor fisik seperti kebisingan, getaran, pencahayaan, tekanan panas dan faktor fisiologis seperti sikap kerja, keserasian tenaga kerja dengan peralatan atau mesin. Faktor bahaya psikologi sosial yang dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain hubungan karyawan dengan perusahaan, atasan, dan sesama karyawan dan hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitar yang monoton.

Faktor bahaya di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java diklasifikasikan menjadi

1. Faktor bahaya fisik a. Kebisingan

(54)

commit to user

Kebisingan merupakan faktor bahaya fisik yang dapat menyebabkan ketulian, gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi dan kelelahan. Jenis bising yang ada di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java adalah kebisingan mesin filler, mesin washer, compressor, blower dan forklift serta kebisingan impulsive berulang yang dihasilkan oleh dentingan botol yang sedang berjalan diatas conveyor.

Tabel 6. Hasil Pengukuran Kebisingan di Unit Produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java dengan waktu pajanan 8 jam/hari.

No Lokasi pemeriksaan Intensitas kebisingan (dB-A)

1. Ruang blower line 8 81,40

2. Ruang bottling line 8 80,30

3. Ruang filling line 8 86,50

4. Ruang blower line 8 75,10

5. Ruang bottling frestea 78,90

6. Ruang filling frestea 86,00

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java. Upaya pencegahan kebisingan yang dilakukan ahli K3 PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java terhadap tenaga kerja yang berada di area produksi dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) berupa ear plug dan untuk usaha pengendalian dilakukan pemeriksaan rutin hasil kebisingan setiap 6 bulan sekali dan pemeriksaan pendengaran tenaga kerja dilaksanakan setiap 1 (satu) tahun sekali oleh BBTPPI (Badan Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri). Kondisi tenaga kerja tentang penggunaan APD berbeda-beda, ada tenaga kerja yang konsisten menggunakan ear plug namun ada juga yang tidak konsisten menggunakannya. Selain memakai APD

(55)

b. Pencahayaan

Pencahayaan di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java bersumber dari pencahayaan buatan yang berasal dari lampu serta pencahayaan alami yang berasal dari sinar matahari, intensitas penerangan tiap ruang produksi umumnya sudah memenuhi standar. Tabel 7. Hasil Pengukuran Pencahayaan di Unit Produksi PT.

Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java dengan waktu pajanan 8 jam/hari.

No Lokasi pemeriksaan Intensitas Cahaya (Lux) minimal Hasil Intensitas Cahaya Jenis Pekerjaan

1. Ruang boiler 100 186 Tidak rutin

2. Ruang syrup 200 165 Tidak rutin

3. Ruang Air Compressor 100 464 Tidak rutin

4. Ruang Lab Plant 300 234 Rutin

5. Ruang Lab.Water

Treatment

300 282 Rutin

6. Ruang Lab. WWT 300 2437 Rutin

7. Lampu inspektor bottling line 8 300 567 Rutin 8. Lampu inspektor bottling frestea 300 663 Rutin

9. Ruang bottling line 8 200 358 Tidak rutin

10. Ruang bottling frestea 200 333 Tidak rutin

11. Ruang filling line 8 200 721 Tidak rutin

12. Ruang filling frestea 200 173 Tidak rutin

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java. Upaya pencegahan dilakukan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia

Central Java dengan mengatur penempatan titik lampu diutamakan

pada objek kerja, memanfaatkan sumber penerangan alami semaksimal mungkin, membersihkan/merawat sumber penerangan secara rutin dan berkesinambungan serta menggantinya apabila sudah redup dan untuk usaha pengendalian dilakukan pemeriksaan rutin setiap 1 (satu) tahun

(56)

sekali oleh BBTPPI (Badan Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri).

c. Getaran

Getaran bersumber dari mesin-mesin yang beroperasi di ruang bottling dan filling line 8 dan frestea.

Tabel. 8 Pengukuran Getaran dilakukan diruang filling dan bottling line 8 serta ruang bottling dan filling frestea.

No Lokasi Pemeriksaan Ruang bottling line 8 (µm) Ruang bottling line frestea (µm) Ruang filling line 8 (µm) Ruang filling line frestea (µm) Frekuensi NAB Getaran (µm) 1. 15,9 47,5 63,4 31,7 4 <100 2. 20,3 30,4 40,6 30,4 5 <80 3. 12,8 12,8 12,8 25,6 6,3 <70 4. 4,0 8,0 8,0 15,9 8,0 <50 5. 7,6 1,02 7,7 7,7 10 <37 6. 3,2 6,5 6,5 6,5 12,5 <32 7. 3,0 3,0 3,0 3,0 16 <25 8. 1,9 1,3 1,3 1,2 20 <20 9. 0,8 1,6 0,8 1,6 25 <17 10. 0,3 1,3 0,8 1,0 31,5 <12 11. 0,3 0,6 0,6 0,5 40 <9 12. 0,3 0,3 0,4 0,2 50 <8 14. 0,1 0,3 0,1 0,2 63 <6

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

Upaya pencegahan getaran yang dilakukan ahli K3 PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java dengan pemeriksaan rutin setiap 1 (satu) tahun sekali oleh BBTPPI (Badan Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri) serta melengkapi ruang kerja dengan peredam getaran, memperbaiki dan memelihara sistem penahan getaran, mengurangi getaran pada sumber misalnya memberi bantalan pada sumber serta penggunaan APD berupa sarung tangan ketika bekerja.

(57)

Selain memakai APD tenaga kerja mengalami rotasi kerja dan pergantian shift kerja.

d. Iklim kerja

Suhu yang panas berasal dari mesin-mesin yang menghasilkan panas seperti boiler, serta mesin-mesin di ruang bottling yang bekerja ketika mencuci botol secara modern. Tempat-tempat yang menghasilkan panas adalah ruang filling dan bottling, ruang syrup, ruang boiler dan ruang compressor. Hasil pengukuran iklim kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel. 9 Hasil Pengukuran Iklim Kerja Suhu Bola Basah (ISBB) No Lokasi pemeriksaan Hasil pemeriksaan ISBB (oC) Pengaturan waktu kerja setiap jam

Beban kerja

NAB ISBB (oC)

1. Ruang boiler 26,2 75% - 100% Ringan 31,0

2. Ruang syrup 27,3 75% - 100% Ringan 31,0

3. Ruang Air Compressor 27,6 75% - 100% Ringan 31,0 4. Ruang filling frestea 27,9 75% - 100% Ringan 31,0 5. Ruang filling line 8 27,6 75% - 100% Ringan 31,0 6. Ruang bottling frestea 27,4 75% - 100% Ringan 31,0 7. Ruang bottling line 8 27,7 75% - 100% Ringan 31,0

Data dokumen OHS PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java. Upaya pencegahan dan pengendalian iklim kerja dilakukan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java dengan pemeriksaan rutin setiap 1 (satu) tahun sekali oleh BBTPPI (Badan Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri) serta pemasangan air conditioner

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ..................................................................
Tabel 2. Tingkat keparahan
Tabel 3. Jumlah orang terkena paparan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Sarjana Sastra (S.S.) in English

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kesadaran akan nilai globalisasi menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IV SD

My lovely little sister (Alya)6. All of my beloved

memprihatinkan batik juga telah dipatenkan oleh negara tetangga. Magetan merupakan kota wisata yang terletak di ujung barat Jawa Timur. Banyak sekali objek wisata yang

Dalam penelitian ini penulis menggunakan media pembelajaran dengan memanfaatkan program Cabri 3D dengan tujuan untuk membantu mengatasi kesulitan belajar siswa pada

maka maka hipotesis nol (H02) diterima dan menolak hipotesis alternatif (Ha2C). Berarti tidak terdapat pengaruh Liquidity secara parsial terhadap nilai

Socfin Indonesia yang berkantor pusat di Medan, dengan menganalisis pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa

Pada bab ini akan dibahas tentang analisa grafik hasil pengujian sifat mekanik yaitu uji tarik pada spesimen dengan bahan baku campuran serat kelapa sawit, polypropylene