PENGGILINGAN METODE
PENGGILINGAN METODE B A L L M I L LB A L L M I L L DENGAN PEMURNIAN KIMIADENGAN PEMURNIAN KIMIA TERHADAP PENURUNAN OKSALAT TEPUNG PORANG
TERHADAP PENURUNAN OKSALAT TEPUNG PORANG G r i n d i n
G r i n d i n g B y Bg B y B a l l a l l M i l l W i t h C h e m i c a l PM i l l W i t h C h e m i c a l Pu r i f i c a t i o n o n R e d uu r i f i c a t i o n o n R e d u c i n g O x a l a t e ic i n g O x a l a t e inn P o r a n g F l o u r
Po r a n g F l o ur
Rizki Tika Mawarni
Rizki Tika Mawarni1*1*, Simon , Simon Bambang WidjanaBambang Widjanarkorko11 1)
1) Jurusan TeknJurusan Teknologi Hasiologi Hasil Pertanian, l Pertanian, FTP UniversiFTP Universitas Brawijaytas Brawijaya Malanga Malang Jl. Veteran, Malang 65145
Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi,
*Penulis Korespondensi, Email: Email: rizkitika11@rocrizkitika11@rocketmail.comketmail.com
ABSTRAK ABSTRAK
Kalsium oksalat dalam tepung porang dapat menimbulkan iritasi dan gatal apabila Kalsium oksalat dalam tepung porang dapat menimbulkan iritasi dan gatal apabila dikonsumsi. Penepungan metode
dikonsumsi. Penepungan metode ball millball mill dengan pemurnian kimia dilakukan untukdengan pemurnian kimia dilakukan untuk
mengurangi kandungan kalsium oksalat dan meningkatkan kecerahan tepung. Tujuan mengurangi kandungan kalsium oksalat dan meningkatkan kecerahan tepung. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh lama penggilingan tepung porang dengan metode penelitian ini mengetahui pengaruh lama penggilingan tepung porang dengan metode ballball mill
mill dengan pemurnian kimia terhadap kadar kalsium oksalat dan derajat putih. Penelitiandengan pemurnian kimia terhadap kadar kalsium oksalat dan derajat putih. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu lama penggilingan yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu lama penggilingan yang terdiri dari 9 level (L0 hingga L8) diulang 2 kali sehingga didapat 18 satuan percobaan. Data terdiri dari 9 level (L0 hingga L8) diulang 2 kali sehingga didapat 18 satuan percobaan. Data dianalisi
dianalisis metode s metode analisis ragam dan dilakukan uji lanjut analisis ragam dan dilakukan uji lanjut DMRT. Pemilihan perlakuan terbaikDMRT. Pemilihan perlakuan terbaik dianalisi
dianalisis s metodemetode Multiple Attribute.Multiple Attribute. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penggilinganHasil penelitian menunjukkan bahwa lama penggilingan
terbaik metode
terbaik metode ball millball mill dengan pemurnian kimia berpengaruh sangat nyata terhadap kadardengan pemurnian kimia berpengaruh sangat nyata terhadap kadar
kalsium oksalat dan derajat pu
kalsium oksalat dan derajat putih pada taraf α=0.01.Perlakuan terbaiktih pada taraf α=0.01.Perlakuan terbaik diperoleh perlakuan diperoleh perlakuan
L8 dengan
L8 dengan kadar kadar kalsium oksalat 0.89%, kalsium oksalat 0.89%, derajat putih 69.65, dan derajat putih 69.65, dan ukuran tepung ukuran tepung berkisarberkisar 180.00-322.7 µm berdasarkan SEM
180.00-322.7 µm berdasarkan SEM Kata kunci:
Kata kunci: Ball Mill,Ball Mill,Oksalat, Tepung PorangOksalat, Tepung Porang
ABSTRACT ABSTRACT
Calcium oxalates in porang flour which causes
Calcium oxalates in porang flour which causes itching and skin irritation if itching and skin irritation if consumed.consumed. Flouring process by ball mill with chemical purification that can reduce the calcium oxalate Flouring process by ball mill with chemical purification that can reduce the calcium oxalate levels and increase whiteness of porang flour. The purpose of the research was find out the levels and increase whiteness of porang flour. The purpose of the research was find out the effect of grinding time porang flour by ball mill with chemical purification on calcium oxalates effect of grinding time porang flour by ball mill with chemical purification on calcium oxalates levels and whiteness. Completely Randomized Design was used which was the duration, levels and whiteness. Completely Randomized Design was used which was the duration, grinding time. The variable consisted of nine level grinding time(L0 until L8) and each grinding time. The variable consisted of nine level grinding time(L0 until L8) and each treatment was replicated twice. Finally there were 18 treatments. The result of this research treatment was replicated twice. Finally there were 18 treatments. The result of this research showed that the
showed that the grinding time using ball mill with grinding time using ball mill with chemical purification give significachemical purification give significant effectsnt effects on calcium oxalates levels and whiteness (α=0.01). Th
on calcium oxalates levels and whiteness (α=0.01). Th e best treatment was produced by L8e best treatment was produced by L8 with 0.89% calcium oxalate levels, whiteness of porang flours 69.65, and partikel size of the with 0.89% calcium oxalate levels, whiteness of porang flours 69.65, and partikel size of the flour between 180.00-322.7 µm with SEM analysis
flour between 180.00-322.7 µm with SEM analysis Keywords: Ball Mill, Oxalates, Porang Flours
Keywords: Ball Mill, Oxalates, Porang Flours
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Porang (Amorphophallus muelleri Blume) adalah tanaman hutan yang mulai Porang (Amorphophallus muelleri Blume) adalah tanaman hutan yang mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 2003. Pengolahan umbi porang menjadi tepung dikembangkan di Indonesia pada tahun 2003. Pengolahan umbi porang menjadi tepung porang merupakan salah satu alternatif untuk memudahkan pengolahan umbi porang porang merupakan salah satu alternatif untuk memudahkan pengolahan umbi porang menjadi aneka produk di bidang industri pangan [1]. Kelemahan pada tepung porang menjadi aneka produk di bidang industri pangan [1]. Kelemahan pada tepung porang tersebut apabila dikonsumsi dapat menimbulkan iritasi dan gatal yang disebabkan oleh tersebut apabila dikonsumsi dapat menimbulkan iritasi dan gatal yang disebabkan oleh
adanya kalsium oksalat [2]. Batas aman konsumsi kalsium oksalat bagi orang dewasa adalah 0.60-1.25 gram per hari selama 6 minggu berturut-turut [3]. Masalah dalam pengembangan tepung porang adalah belum ditemukannya metode yang tepat dalam menghasilkan tepung porang dengan kadar kalsium oksalat 0.40-1.50 gram dan warna tepung yang cerah. Berdasarkan masalah tersebut pengembangan metode penepungan yang dapat digunakan adalah menggunakan ballmill dengan pemurnian kimia, sehingga diperoleh tepung dengan kadar kalsium oksalat yang rendah dan meningkatkan kecerahan warna tepung.
Ball mill menggunakan bola-bola penumbuk yang terangkat pada sisi tabung yang
berputar dan saling tindih sehingga menyebabkan adanya gaya gesek dan tumbukan pada bahan sehingga menghasilkan tepung dengan ukuran partikel relatif kecil [4]. Penggilingan tepung konjac kasar dengan menggunakan oscillatory ball mill dengan dikombinasikan
kontrol suhu dan 1 jenis bola penumbuk berbahan keramik dengan suhu 4°C dan kecepatan putar 1500 rpm menghasilkan granula tepung yang lebih halus. Penggilingan 1.5 jam pertama ukuran tepung 653.7 µm (28 – 30 mesh), kemudian berubah menjadi 23.7 µm (500
mesh) setelah dilakukan penggilingan waktu 4 jam. Ukuran partikel tepung konjak akan mengalami pengecilan ukuran dengan mengurangi bagian kristal yang ada didalamnya maupun mengubah struktur kristal pada tepung, sehingga kristal maupun struktur partikel menjadi lebih halus dengan perlakuan lama waktu penggilingan dalam sistem ball mill [5].
Proses pemurnian kimia dapat dilakukan dengan penambahan pelarut yang bersifat water misicible, yaitu pelarut yang mampu larut dengan air tetapi tidak menyebabkan glukomanan mengembang. Pelarut yang cocok untuk metode pencucian tepung porang adalah etanol [6]. Pencucian tepung porang dilakukan menggunakan etanol yang efektif untuk menghilangkan pengotor pada tepung porang. Kedua kombinasi metode tersebut diharapkan dapat menghasilkan tepung porang dengan kadar kalsium oksalat yang rendah dan meningkatkan kecerahan warna tepung porang.
BAHAN DAN METODE Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung porang kasar varietas lokal dengan umur penanaman selama 3-4 tahun dan berdiameter ± 15 cm yang diperoleh dari Desa Padas, Kecamatan Ngaganan, Madiun. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis adalah aquades, etanol teknis, deionisasi water , asam format-PA,
NaOH-PA, H 2 SO4-PA, asam 3,5-dinitro salisilat (DNS), CaCl2-PA, methyl red , NH4OH-PA,
KM nO4-PA dan HCl-PA pekat yang diperoleh dari CV. Makmur Sejati dan Laboratorium
Biokimia dan Nutrisi pangan.
Alat
Alat yang digunakan pada pembuatan chip porang terdiri dari: pisau, slicer , baskom,
dan pengering kabinet. Penepungan tepungporang digunakan: ayakan (30 mesh; 80 mesh; dan 100 mesh), seperangkat ball mill , detektor suhu, neraca analitik, seperangkat alat cyclone. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain: glassware merk Pyrex&Schoot Duran, bola hisap, botol semprot, tube, spatula, shaker waterbath merk Memert, sentrifuge
merk Thermo, timbangan analitik merk Denver Instrumen, oven listrik, desikator, kompor listrik, spektofotometer merk Labomed Inc, mikroskop merk Olympus, viscometer merk Elcometer 2300 RV,color reader merk Minolta CR-100,infrared temperature, seperangkat
alat titrasi, Muffle furnace merk Thermolyne, dan SEM merk Inspect S50 Edax. Rancangan Penelitian
Penelitian penepungan umbi porang menggunakan metode ball mill dengan
dengan satu faktor yaitu lama penggilingan (L) yang terdiri dari 9 level (L0 hingga L8). Faktor tersebut dilakukan 2 kali ulangan sehingga diperoleh 18 satuan percobaan.
Pelaksanaan Penelitian
Prosedur Pembuatan Tepung Kasar sebagai Input [7]
1. Umbi Porang disortir untuk mendapatkan umbi dengan berat 3 (±0.2) kg, diameter 19-25 cm dengan umur ± 3 tahun
2. Umbi Porang segar dicuci dengan air mengalir hingga bersih dengan sikat (tidak ada tanah yang menempel)
3. Umbi porang dipotong menjadi 4 bagian
4. Umbi porang segar diiris dengan ketebalan 5 mm menggunakan slicer manual
5. Potongan umbi porang dijemur dibawah sinar matahari selama ± 6-8 jam (bagian atas mengering dan muncul seperti kristal dipermukaan)
6. Chip porang basah dikeringkan dalam oven listrik ±6-8 jam suhu 50-55°C
7. Chip porang kering diangkat dari oven listrik dan disimpan pada penyimpanan kedap
udara
8. Chip porang digiling dengan menggunakan ball mill .
9. Tepung porang diayak untuk mendapatkan tepung porang kasar.
10. Tepung porang kasar ditimbang sebanyak 1.5 kg sebagai input tepung penggilingan ball mill
Penggilingan Tepung Porang
1. Tepung yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam ball mill
2. Suhu awa lball mill dan tepung kasar diukur dan dicatat
3. Bola penumbuk dimasukkan dalam ball mill dengan rasio bola jumlah ukuran kecil:
sedang: besar berukuran 4:2:1
4. Tepung digiling dengan ball mill dan digiling dengan waktu penggilingan L0 sampai L8
5. Setelah waktu penggilingan selesai, dilakukan pengukuran suhu akhir ball mill dan
tepung kemudian dicatat
6. Cyclone dihidupkan dan diatur kecepatan aliran udara yang digunakan
7. Tepung hasil penggilingan dimasukkan kedalam cyclone.
8. Fraksinasi terjadi didalam cyclone, dimana fraksi beratakan turun ke bawah mulut cyclone dan fraksi ringan dihembuskan keluar dari cyclone
9. Masing-masing fraksi ditampung pada bak penampung 10. Dilakukan pencatatan
Tahapan Pencucian Tepung Porang Hasil Penggilingan [8]
1. Tepung hasil fraksinasi diayak dengan ukuran tertentu ditimbang sebanyak 25 gram 2. Tepung porang yang telah ditimbang selanjutnya dimasukkan kedalam gelas beker 3. Etanol 40% sebanyak 223.78 ml dimasukkan kedalam gelas baker berisi tepung porang
dan campuran selanjutnya diaduk menggunakan homogenizer kecepatan 200 rpm
selama 4 jam 6 menit
4. Tepung hasil pencucian disaring dan selanjutnya tepung hasil pencucian dimasukkan kedalam gelas baker baru
5. Etanol 60% sebanyak 223.78 ml dimasukkan kedalam gelas baker berisi tepung porang dan campuran selanjutnya diaduk menggunakan homogenizer kecepatan 200 rpm
selama 4 jam 6 menit
6. Tepung hasil pencucian disaring dan selanjutnya tepung hasil pencucian dimasukkan kedalam gelas baker baru
7. Etanol 80% sebanyak 223.78 ml dimasukkan kedalam gelas baker berisi tepung porang dan campuran selanjutnya diaduk menggunakan homogenizer kecepatan 200 rpm
8. Tepung hasil pencucian disaring dan selanjutnya tepung hasil pencucian dimasukkan kedalam cawan petri
9. Tepung hasil penyaringan dikeringkan dalam oven listrik suhu 40˚C selama sehari
semalam
10. Tepung yang telah kering selanjutnya dianalisis
Prosedur Analisis
1) Analisis Kadar Oksalat Metode Volumetri[9]
1) Sampel ditimbang 2 gram, kemudian ditambahkan 190mL aquades dan 10 mL HCl 6M ke dalam beaker glass.
2) Larutan dipanaskan dengan waterbath suhu 100oC selama 1 jam, kemudian didinginkan.
3) Larutan diencerkan dengan aquades hingga volumenya 250mL, kemudian difiltrasi sehingga diperoleh filtrat.
4) Filtrat dibagi 2, masing-masing 125mL, kemudian ditambahkan 4 tetes indikator metil red.
5) Masing-masing filtrat ditambahkan dengan ammonium hidroksida (NH 4OH) hingga terjadi perubahan warna dari pink menjadi kuning. Dilanjutkan dengan pemanasan hingga suhunya mencapai 90oC, kemudian didinginkan dan difiltrasi hingga diperoleh filtrat.
6) Filtrat dipanaskan kembali hingga suhunya 90oC, kemudian ditambahkan 10mL CaCl 5% sambil diaduk dengan magnetik stirrer selama 3 menit. Selanjutnya didiamkan pada suhu 5oC selama semalam.
7) Masing-masing filtrat disentrifuse 5000rpm selama 30 menit hingga supernatan dan endapannya terpisah. Kemudian endapannya dilarutkan dengan 10mL H2SO4 20%, sehingga diperoleh 10mL filtrat.
8) Kedua bagian filtrat, masing-masing 10mL, dicampurkan dan diencerkan dengan aquades hingga volumenya 300mL.
9) Diambil 125mL filtrat yang telah diencerkan, kemudian dipanaskan hingga hampir mendidih.
10) Selanjutnya filtrat langsung dititrasi dalam keadaan panas dengan KMnO4 0,05M yang telah distandarisasi, hingga terbentuk warna pink yang tidak hilang setelah 30 detik.
11) Kadar kalsium oksalat (mg/100g) dihitung dengan rumus : Kadar oksalat (mg/100g) = T x (Vme) (Df) x 105
(ME) x Mf Dimana :
T : Volume KMnO4 yang digunakan untuk titrasi (mL) Vme : Volume massa ekuivalen (1 cm3 KMnO
4 0,05M setara dengan 0.00225 g asam oksalat anhidrat)
Df : faktor pengenceran (2.40 diperoleh dari volume filtrat 300mL dibagi dengan volume filtrat yang digunakan 125mL)
ME : Molar ekuivalen KMnO4 (0.05) Mf : Massa sampel (g)
2) Analisis Derajat Putih
1) Pengukuran warna tepung porang dilakukan dengan menggunakan alat Color Reader .
2) Pada alat ini terukur nilai L, a dan b. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai L, a dan b sehingga derajat putih dapat dihitung dengan rumus berikut:
W = 100 – ((100 – L)2+ (a2 + b2)) 0.5
Keterangan :
L = nilai yang ditunjukkan oleh kecerahan
a = nilai yang menunjukkan warna merah bila bertanda (+) dan warna hijau bilabertanda (-)
b = nilai yang menunjukkan warna kuning bila bertanda (+) dan warna biru bila bertanda (-)
3) Sebelum mulai pengukuran, dilakukan standarisasi dengan diukur warna putih pada barium sulfat.
3. AnalisisMikroskopiCahaya
1) Diambil sampel dan letakkan pada gelas preparat dan ratakan 2) Diteteskan etanol 70% pada sampel
3) Ditutup preparat dengan cover glass
4) Diamati sampel pada perbesaran 100X 5) Diambil gambar yang terlihat
4. Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)
Menggunakan SEM merk Inspect S50 Edax
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah tepung porang kasar. Hasil analisis bahan baku tepung porang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Fisik dan Kimia Bahan Baku
Parameter Tepung Porang Kasar
Hasil Analisis (%) Literatur a(%)
Kadar Air 8.71 9.82 Kadar Abu 4.47 3.49 Kadar Protein 2.34 2.70 Kadar Lemak 2.98 1.69 Kadar Pati 3.09 2.90 Kadar Glukomanan 43.98 64.77
Kadar Kalsium Oksalat 22.72 2.11
Derajat Putih 62.72* 49.49*
Viskositas 3312.00** 4800.00**
Keterangan:*tanpa satuan, dimana nilai 98.23 diasumsikan sebagai warna putih (standar barium sulfat), **dalam cps
Sumber:a[6], metode stamp mill
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar kalsium oksalat hasil analisis bahan baku lebih tinggi dibandingkan dengan literatur, berturut-turut yaitu 22.72% dan 2.11%. Nilai derajat putih pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tepung porang kasar hasil analisis terlihat lebih putih dibandingkan literatur, berturut-turut 62.72 dan 49.49. Kedua hal tersebut disebabkan perbedaan metode penepungan tepung porang. Tepung porang kasar yang dihasilkan oleh literatur menggunakan metode stamp mill , sedangkan tepung porang kasar hasil analisis
menggunakan ball mill . Metode stamp mill melakukan penumbukan dengan lumpang dan
pemberian hembusan blower selama proses penepungan berlangsung sehingga senyawa
non-glukomanan yang memiliki berat molekul lebih ringan dapat terhembus keluar [10]. Penggilingan metode ball mill melakukan penumbukan pada sebuah tabung silinder tertutup
sehingga kalsium oksalat yang terlepas dari granula tepung masih terdapat pada tepung yang digiling. Semakin banyak senyawa pengotor yang hilang pada tepung porang maka akan meningkatkan kecerahan tepung porang. Tepung porang atau konjak yang berkualitas
baik adalah tepung yang rendah kalsium oksalat, glukomanan yang tinggi, dan kecerahan warna tepung.
2. Kadar Kalsium Oksalat
Rerata kadar kalsium oksalat dari proses lama penggilingan metode ball mill dengan
kombinasi pemurnian kimia bekisar antara 0.89-10.53%. Analisis ragam menunjukkan
bahwa lama penggilingan memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap kalsium
oksalat pada tepung porang seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rerata Kadar Kalsium Oksalat pada Tepung Porang Terhadap Lama Penggilingan MetodeBall Mill dengan Pemurnian Fisik Kimia
Lama Penggilingan Rerata Kadar Oksalat
(%) DMRT α= 1% L0 10.53 f 0.56-0.63 L1 3.77 e L2 3.19 e L3 2.33 d L4 1.86 cd L5 1.63 bc L6 1.54 bc L7 1.14 ab L8 0.89 a
Pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar kalsium oksalat hasil perlakuan lama penggilingan L0 semakin menurun hingga perlakuan lama penggilingan L8. Rerata kalsium oksalat terkecil terdapat pada perlakuan lama penggilingan L8 yaitu 0.89%. hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggilingan dengan ball mill menggunakan lama penggilingan
memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap kadar kalsium oksalat sehingga
didapatkan notasi seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin lama penggilingan maka semakin rendah kadar kalsium oksalat, seperti yang terlihat pada perlakuan lama penggilingan L0 hingga L8. Semakin lama penggilingan dengan bola-bola penumbuk maka gesekan dan tumbukan yang dihasilkan akan lebih banyak sehingga dapat memperkecil ukuran tepung porang sekaligus mempermudah pelepasan kalsium oksalat. Waktu atau lama penggilingan ball mill diambil untuk mencapai kondisi yang tepat sesuai dengan ukuran partikel yang diinginkan, semakin lama penggilingan dapat memperkecil ukuran partikel bahan [11].
Proses pemurnian kimia juga dapat mengurangi adanya kalsium oksalat yang menempel pada granula tepung. Etanol yang digunakan dapat menghilangkan dan memisahkan pengotor, seperti kalsium oksalat. Pencucian etanol yang diaduk akan menghilangkan kotoran seperti pati dan gula larut dengan berat molekul rendah [12]. Sifat dari etanol yang mampu melarutkan kalsium oksalat yang umumnya larut air maupun yang tidak larut air karena etanol yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda [13].
3. Derajat Warna Putih
Rerata derajat warna putih dari proses lama penggilingan metode ball mill dengan
kombinasi pemurnian fisik dan kimia bekisar antara 58.76 – 69.65, yang mana nilai 98.23
diasumsikan sebagai warna putih berdasarkan standar bubuk putih barium sulfat. Analisis
ragam menunjukkan bahwa lama penggilingan memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01)
terhadap kalsium oksalat pada tepung porang seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan lama penggilingan memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap peningkatan derajat warna putih pada tepung
porang. Nilai derajat putih tepung porang yang mendekati nilai 98.23 diasumsikan berwarna putih berdasarkan standar bubuk putih barium sulfat. Tepung porang L0 menunjukkan nilai
derajat putih lebih kecil dibandingkan perlakuan lama penggilingan dan tepung dengan perlakuan L8 menunjukkan nilai derajat putih paling tinggi, berturut-turut 58.76 dan 69.65. Semakin lama penggilingan maka akan meningkatkan nilai derajat warna putih.
Tabel 3. Rerata Derajat Warna Putih Tepung Porang Akibat Lama Penggilingan
Lama Penggilingan Derajat Warna Putih* DMRT α= 1%
L0 58.76 a 1.63-1.83 L1 62.78 b L2 64.47 bc L3 65.06 c L4 67.25 d L5 67.70 de L6 67.98 def L7 69.39 ef L8 69.65 f
Keterangan: *tanpa satuan, dimana nilai 98.23 diasumsikan sebagai warna putih berdasarkan standar bubuk putih barium sulfat
Penggilingan dengan metode ball mill dilakukan dengan menggunakan sejumlah
bola penumbuk yang diputar dalam tabung tertutup. Penggilingan akan berjalan dengan apabila memperhatikan rasio berat bahan dengan bola penumbuk karena rasio yang tidak tepat akan menyebabkan ball mill tidak dapat berputar dengan baik [14]. Pada proses
penepungan umbi porang dengan ball mill, selama penggilingan akan melepaskan senyawa
pengotor yang menempel pada granula glukomanan dikarenakan banyaknya gesekan dan tumbukan yang terjadi. Proses hembusan tepung porang dengan cyclone juga dapat
memisahkan partikel berdasarkan perbedaan massa, ukuran, dan densitas. Kalsium oksalat memiliki berat molekul lebih rendah yaitu 126.07 dalton, sedangkan glukomanan mempunyai berat molekul lebih besar yaitu 200-2000 kilodalton [15][16]. Hal tersebut akan menyebabkan kecerahan tepung meningkat karena berkurangnya jumlah senyawa pengotor yang menutupi granula tepung.
Proses pemurnian kimia menyempurnakan kehilangan senyawa pengotor pada tepung porang sehingga menyebabkan peningkatan warna derajat putih tepung dan warna asli tepung porang terlihat cerah dan berwarna kuning kecoklatan. Perbedaan kecerahan tepung konjak juga dipengaruhi oleh tempat porang / konjak dibudidayakan contohnya derajat putih tepung konjak dari Jepang adalah 66.00-68.00, setelah dilakukan pemurnian mencapai 73.00. Tepung konjak dari China menunjukkan derajat putih 69.90 untuk tepung tanpa pemurnian, setelah dilakukan pemurnian mencapai 68.90. Secara alami, umbi konjak dari Jepang dan China berwarna putih, sedangkan umbi porang di Indonesia berwarna kuning [17]
4. Perlakuan Terbaik
Hasil perlakuan terbaik terdapat pada tepung porang dengan perlakuan lama penggilingan L8 dengan kadar kalsium oksalat 0.89% dan derajat warna putih 69.65. Tepung porang perlakuan terbaik selanjutnya akan dianalisis kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar protein, kadar lemak dan dibandingkan dengan tepung glukomanan komersial sehingga diketahui kesesuaian produk pasar dan dibandingkan dengan tepung porang kasar untuk mengetahui tingkat penurunan kalsium oksalat. Perbandingan karakteristik tepung porang kasar, tepung porang perlakuan terbaik, dan tepung glukomanan komersial disajikan dalam Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa kadar kalsium oksalat menunjukkan adanya penurunan yang drastis jika dibandingkan dengan tepung porang kasar dari 10.53% menjadi 0.89%. Penurunan juga diperlihatkan pada komponen non-glukomanan lainnya, seperti kadar abu, kadar pati, kadar protein, dan kadar lemak. Hal tersebut diimbangi
dengan semakin tingginya kadar glukomanan tepung porang perlakuan terbaik jika dibandingkan dengan tepung porang kasar dari 51.14% menjadi 78.23%.
Tabel 4. Perbandingan Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Porang Kasar, Tepung Porang Perlakuan Terbaik, Tepung Porang Stamp Milldan Tepung Konjak
Parameter Jenis Tepung Tepung Porang Kasar* (%) Porang Perlakuan Terbaik* (%) Tepung Porang metode s t a m p m i l l * a(%) Tepung Konjak (%) Kadar Air 9.84 10.02 13.43 11.03 Kadar Abu 4.70 0.18 0.49 0.36 Kadar Pati 2.62 1.46 1.98 0.25 Kadar Protein 3.75 0.61 1.47 0.65 Kadar Lemak 1.52 0.88 0.81 0.76 Kadar Kalsium Oksalat 10.53 0.89 1.01 0.67 Kadar Glukomanan 51.14 78.23 81.72 94.39 Derajat Warna Putih 58.76** 69.65** 49.45** 90.05** Viskositas 4800.00*** 25410.00*** 20845.00*** 33000.00***
Keterangan: * telah mengalami proses pencucian etanol bertingkat, ** tanpa satuan, dimana nilai 98.23 diasumsikan sebagai warna putih berdasarkan standar bubuk putih barium sulfat, *** dalam cps dengan konsentrasi larutan 1% (b/v)
Sumber: a[5]
Kadar kalsium oksalat pada tepung porang perlakuan terbaik (0.89%) jauh lebih rendah dibandingkan dengan tepung porang stamp mill (1.01%). Kadar kalsium oksalat
pada tepung glukomanan komersial jauh lebih kecil (0.67%) dibandingkan dengan tepung porang hasil pencucian terbaik. Penurunan kadar kalsium oksalat dikarenakan proses penggilingan yang berbeda bila dibandingkan tepung porang perlakuan terbaik dengan metode ball mill dan tepung porang stamp mill, sedangkan tepung glukomanan komersil
yang menggunakan metode yang lebih modern. Perbedaaan metode penepungan akan berpengaruh dalam memecah maupun melepaskan jarum kalsium oksalat dari kantung glukomannnan secara maksimal[18].
Hasil penelitian diatas menunjukkan hasil bahwa dalam proses penumbukkan yang disertai dengan pemurnian kimia efektif dalam mengurangi komponen-komponen pengotor pada tepung porang. Pemurnian tepung porang dengan proses pemurnian dengan etanol dapat menurunkan kadar kalsium oksalat dengan konsentrasi dan komposisi yang optimal. Hal tersebut dikarenakan sifat etanol yang mampu melarutkan kalsium oksalat. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian pencucian etanol pada tepung porang dengan metode ekstraksi ultrasonik dapat menurunkan kadar kalsium oksalat dalam tepung porang hingga 0.64% dan 1.61% dengan lama ekstraksi ultrasonik 25 menit dan 5 menit [19].
5. Pengamatan Mikroskopik
Pengamatan mikroskopis pada tepung porang dilakukan untuk melihat keberadaan senyawa pengotor yang menyelimuti permukaan granula glukomanan. Pengamatan dilakukan melalui mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x. Gambar 1 merupakan kenampakan partikel tepung porang perlakuan penggilingan yang terlihat berwarna gelap merupakan senyawa pengotor (non-glukomanan) yang menyelimuti granula glukomanan.
Gambar 1. Foto Mikroskopik Tepung Porang Perlakuan Lama Penggilingan, a) Tepung Penggilingan L0, b) Tepung Penggilingan L1, c) Tepung Penggilingan L2, d) Tepung
Penggilingan L3, e) Tepung Penggilingan L4, f) Tepung Penggilingan L5, g) Tepung Penggilingan L6, h) Tepung Penggilingan L7, h) Tepung Penggilingan L8
Keterangan: Lingkaran Hitam = Senyawa Pengotor
Gambar 1 memperlihatkan perubahan kenampakan senyawa pengotor dengan mikroskop perbesaran 100 kali yang menyelimuti granula glukomanan dari waktu ke L0 hingga waktu ke L8. Lingkaran hitam pada gambar merupakan keberadaan senyawa pengotor yang semakin sedikit disetiap perlakuan penggilingan. Semakin lama waktu penggilingan dengan kombinasi pemurnian kimia terlihat bentuk granula yang semakin jelas permukaan glukomanan yang tidak tertutup senyawa pengotor. Tepung porang dengan setiap perlakuan lama penggilingan terlihat perubahan yang terhadap keberadaan senyawa pengotor yang semakin sedikit, terbukti dari pengurangan zona gelap. Hal tersebut menunjukkan sinkronisasi dari data pengamatan secara visual dengan data yang diperoleh secara kuantitatif melalui analisis kimiawi.
Pengamatan tepung porang dilakukan tidak hanya menggunakan mikroskop cahaya, namun menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy ) dengan perbesaran 4000 kali
serta bidang pengamatan 2 mm. Pengamatan menggunakan SEM ini digunakan untuk melihat bentuk kalsium oksalat yang ada pada tepung porang.
Pengamatan SEM dengan perbesaran 4000 kali dengan luas bidang pengamatan 20 µm pada Gambar 2a tersebut memperlihatkan bahwa pada tepung porang input setelah
pemurnian kimia masih mengandung kalsium oksalat, sedangkan gambar 2b tepung porang penggilingan L8 setelah pemurnian kimia terlihat bersih sehingga lekukan granula tepung terlihat jelas. Bentuk kristal kalsium oksalat terlihat seperti jarum yang menempel pada permukaan granula. Sejumlah senyawa pengotor lainnya telah hilang dikarenakan terlarut pada etanol. a b c d f g h e i
Gambar 2. Kenampakan Kalsium Oksalat dengan SEM Perbesaran 4000 kali, a) Tepung Porang Kasar (input ) Setelah Pemurnian Kimia, b) Tepung Porang Penggilingan L8 Setelah
Pemurnian Kimia
Keterangan : Lingkaran Hitam = Jarum Kalsium Oksalat
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu penggilingan metode
ball mill dan pemurnian kimia memberikan pengar uh sangat nyata pada taraf (α=0.01)
terhadap kadar kalsium oksalat dan derajat warna putih tepung porang hasil penggilingan. Semakin lama waktu penggilingan maka semakin menurun kadar kalsium oksalat dan semakin meningkat derajat warna putih. Tepung porang perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan lama penggilingan L8 dengan kadar kadar kalsium oksalat 0.89% dan derajat warna putih 69.65. Pengamatan tepung porang menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy ) menunjukkan hasil bahwa ukuran granula glukomanan tepung porang
mengalami pengecilan ukuran setelah dilakukan penggilingan, ukuran tepung porang perlakuan terbaik (180.00-322.70 µm).
DAFTAR PUSTAKA
1) Koswara S.. 2013. Modul: Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian Bagian 2: Pengolahan Umbi Porang. Southeast Asian Food And Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Bogor Agricultural University
2) Harijati N., E. L. Aprilia, R. Hidayat. 2012. Pengaruh Pemberian Kalsium Terhadap Ukuran dan Kerapatan Kristal Kalsium Oksalat Pada Porang ( Amorphophallus muelleri
blume).J-PAL, Vol 1, No.2, 138-151
3) Knudsen, I.B., I. Sorborg, F. Triksen and K. Pilegard. 2005. Risk Assement and Risk Management of Novel Plant Food. http://www.norden.org/pdf. tanggal akses 2 januari 2014
4) Diana, F. N. 2010.Simulasi dengan Metode Monte Carlo untuk Proses Pembuatan Nano
Material Menggunakan Ball Mill .Skripsi Sarjana.Universitas Indonesia. Depok
5) Li, Bi., Jun X, Yang W, Bijun X,. 2005.Structure characterization and its antiobesity of ball-milled konjac flour. College of Food Science and Technology, Huazhong Agricultural University, Wuhan 430070. China
6) Kurniawati, A. D. 2010.Pengaruh Tingkat Pencucian Dan Lama Kontak Dengan Etanol Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tepung Porang ( Amorphophallus oncophyllus). Skripsi.
Universitas Brawijaya.Malang
7) Suwasito, T.S. 2013. Pengaruh Lama Penggilingan Porang ( Amorphophallus muelleri
Blume) Dengan Metode Ball Mill Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tepung Porang. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang
8) Faridah, A and S. B. Widjanarko,. 2013. Optimization Of Multilevel Ethanol Leaching Process of Porang Flour ( Amorphophallus muelleri ) Using Response Surface
Methodology. International Journal on Advanced Science Engineering Information Technology 3:2. 74-80
9) Iwuoha, Chinyere I. and Florence A. K. 1994. Calcium Oxalate and Physico-Chemical properties of Cocoyam (Colocasia esculenta and Xanthosoma sagittifolium) Tuber Flours as Affected by Processing. Food Chemistry 54, 61-66
10) Dhananjaya, N.O.S. 2010. Optimasi Proses Penepungan dengan Metode Stamp Mill dan
Pemurnian Tepung Porang dengan Metode Ekstraksi Etanol Bertingkat Untuk Pengembangan Industri Tepung porang ( Amorphophallus Oncopylus). Skripsi. FTP.
Universitas Brawijaya. Malang
11) Suryanarayana, C. 2003. Mechanical Alloying and Milling. New York: Colorado School of Mines Golden, Colorado.CO 80401-1887, USA
12) Chua M., Kelvin C., Trevor J.H., Peter A. W., Christopher J. P., Timothy C. B. 2012. Methodologies for The Extraction And Analysis of Konjac Glucomannan From Corms of
Amorphophallus konjac K.Koch. Carbohydrate Polymers.87 2202-2210
13) Ashadi, R.W dan H. Thaheer. 2005. Sintesis dan Karakterisasi Biodegradable Hydrogel dari Amporphophallus oncophyllus. Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda. Bogor
14) Erdem, A.S. and Ergun, S.L. 2009. The effect of ball size on breakage rate parameter in a pilot scale. Ball Mill Minerals Engineering 22:7-8, 660-664
15) Canga, A. Gonzales, N. Fernández M., A. M.ª Sahagún, J. J. García Vieitez, M.ª J. Díez L., Á. P. Calle P,, L. J. Castro R, M. Sierra V. 2004. Glucomannan: Properties and Therapeutic Applications, Nutr. Hosp., 19(1) 45-50.
16) NIOSH. 2005. Pocket Guide to Chemical Hazard, Oxalic Acid Identification Number RO2450000. National Institute for Occupational Safety and Health. New York
17) Takigami, S. 2000. Konjac Mannan. Dalam G.O. Phillips; and P.A. Williams, Eds. Handbook of Hydrocolloids, pp. Woodhead. Cambridge
18) Faridah A., S.B. Widjanarko, A. Sutrisno, dan B. Susilo. 2012. Optimasi Produksi Tepung Porang Dari Chip Porang Secara Mekanis Dengan Metode Permukaan Respons. Jurnal
Teknik Industri Vol 13, No.2, 158-166
19) Widjanarko S. B., Anni F. and Aji S. 2011. Effect of Multi Level Ethanol Leaching on Physico-Chemical Properties of Konjac Flour (Amorphophallus oncophyllus). Asean