• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN

REGIONAL

Provinsi DKI Jakarta

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Agustus 2017

(2)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

Misi Bank Indonesia

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang

menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia

Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu Trust and Integrity, Professionalism, Excellence,

Public Interest, Coordination and Teamwork.

Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Menjadi kantor perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.

(3)
(4)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kami memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi DKI Jakarta edisi Agustus 2017 ini dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan terbitan rutin triwulanan, yang pada edisi ini menganalisis dan mengevaluasi kondisi perekonomian DKI Jakarta khususnya pada triwulan II 2017 serta asesmen prospek ekonomi untuk triwulan berjalan serta keseluruhan tahun 2017, berdasarkan realisasi data hingga bulan Agustus 2017.

Secara ringkas, perkembangan ekonomi DKI Jakarta hingga triwulan II 2017 mengindikasikan berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan, yang terlihat pada terus meningkatnya pertumbuhan investasi dan tetap tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Namun, adanya pergeseran belanja pemerintah dan berkurangnya aktivitas ekspor impor barang terkait libur panjang menyebabkan ekonomi pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih tetap terkendali, yang didukung oleh terjaganya pasokan pangan, khususnya pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada berbagai pihak, seperti BPS DKI Jakarta, SKPD Provinsi DKI Jakarta, narasumber yang kami undang dalam Focus Group Discussion serta pihak-pihak lainnya, atas perolehan data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan buku ini. Harapan kami, kajian ini dapat menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi Jakarta serta dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Masukan dan saran dari berbagai pihak juga kami harapkan untuk dapat meningkatkan kualitas kajian buku KEKR ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi kita dalam berkarya.

Jakarta, Agustus 2017

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

ttd. Doni P. Joewono Kepala Perwakilan

(5)
(6)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta v KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI RINGKASAN UMUM TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

halaman halaman halaman halaman iii v vii xi

BAB I. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL halaman 1

A. Perekonomian Global halaman 1

B. Perekonomian Nasional halaman 3

C. Bauran Kebijakan halaman 11

BAB II. EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 13

A. Komponen Permintaan halaman 14

B. Komponen Penawaran (Lapangan Usaha) halaman 26

Boks 1 Melambatnya Konsumsi dan Perdagangan

Ritel di Jakarta halaman 35

BAB III. KEUANGAN PEMERINTAH halaman 41

A. Pendapatan Daerah halaman 41

B. Belanja Daerah halaman 45

C. Pembiayaan halaman 47

BAB IV. INFLASI halaman 51

A. Perkembangan dan Program Pengendalian Inflasi

Triwulan I 2017 halaman 51

B. Perkembangan Disagregasi Inflasi Triwulan I 2017 halaman 55

C. Tracking Inflasi Triwulan II 2017 halaman 60

D. Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2017 halaman 63

Boks 2 Pemanfaatan Teknologi Controlled Atmosphere

Storage (CAS) dalam Pengendalian Inflasi DKI Jakarta halaman 67

BAB V. STABILITAS KEUANGAN DAERAH SERTA

PENGEMBANGAN KEUANGAN DAN UMKM halaman 71

A. Perkembangan Kinerja Perbankan halaman 72

B. Stabilitas Keuangan Daerah halaman 79

C. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM halaman 96

BAB VI. SISTEM PEMBAYARAN halaman 103

A. Pengelolaan Uang halaman 103

B. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran halaman 106

BAB VII. KESEJAHTERAAN halaman 109

A. Tingkat Kemiskinan halaman 109

B. Perkembangan Indeks Rasio Gini halaman 115

BAB VIII. PROSPEK PEREKONOMIAN

A. Prospek Perekonomian Global dan Nasional B. Prospek Perekonomian DKI Jakarta

halaman halaman halaman 121 121 124

(7)
(8)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Memasuki pertengahan tahun 2017, perkembangan ekonomi DKI Jakarta mengindikasikan berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan. Indikasi berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi terlihat pada terus meningkatnya pertumbuhan investasi dan tetap tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang didukung dengan tetap terjaganya tingkat keyakinan masyarakat. Perkembangan ekonomi yang juga diiringi dengan terkendalinya inflasi di ibukota diharapkan dapat terus mendukung momentum pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Untuk turut mendukung momentum pemulihan ekonomi tersebut secara nasional, dan dengan tetap mengutamakan kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan, Bank Indonesia pada Agustus 2017 menurunkan tingkat suku bunga BI 7-day Reverse Repo Rate. Kebijakan tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan 2018 di dalam kisaran sasaran, sehingga dapat terus mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Berbagai hal ini diharapkan dapat semakin mendorong optimisme masyarakat sehingga perekonomian nasional, khususnya DKI Jakarta, dapat terus menguat dan semakin berkualitas.

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 tetap tumbuh positif, sebesar 5,96% (yoy). Realisasi pertumbuhan tersebut relatif melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 6,45% (yoy), yang lebih disebabkan oleh adanya pergeseran belanja pemerintah dan berkurangnya aktivitas ekspor impor barang terkait libur panjang, di samping masih terbatasnya dampak peningkatan perdagangan dunia pada ekspor Indonesia. Pergeseran belanja pemerintah, terutama Kementerian/Lembaga yang berkantor di ibukota, pada pembayaran gaji dan tunjangan ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sebelumnya pada bulan Juni menjadi bulan Juli 2017 merupakan faktor utama turunnya kinerja belanja pemerintah pada triwulan II 2017. Sementara pada sisi perdagangan luar negeri, pelarangan kendaraan angkutan barang untuk melintas selama masa libur Lebaran 2017 berkontribusi pada rendahnya aktivitas ekspor dan impor Jakarta. Namun demikian, investasi tetap tumbuh solid, yang didorong oleh berbagai pembangunan konstruksi di DKI Jakarta. Pada perkembangan harga, tekanan inflasi di ibukota pada triwulan II 2017 tetap terkendali, di tengah siklus musiman bulan Ramadhan dan hari Idul Fitri. Hal tersebut ditunjukkan dengan capaian inflasi sebesar 3,94% (yoy), yang lebih rendah dibandingkan inflasi rata-rata tiga tahun sebelumnya di kisaran 6,11% (yoy). Terjaganya inflasi di DKI Jakarta dipengaruhi oleh harga pangan yang secara umum terkendali, di tengah meningkatnya permintaan pada masa Ramadhan dan hari Idul Fitri. Semakin efektifnya program pengendalian harga oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DKI Jakarta, berbagai kebijakan pemerintah yang tidak mendorong inflasi, serta komunikasi yang baik dan masif kepada masyarakat untuk menjaga ekspektasi inflasi menjadi faktor utama yang mendukung terkendalinya tingkat harga di DKI Jakarta pada triwulan II 2017.

Dari sisi kesejahteraan, pertumbuhan positif ekonomi DKI Jakarta belum berdampak pada tingkat kemiskinan, yang tercatat kembali meningkat pada Maret 2017. Hal tersebut karena pertumbuhan ekonomi Jakarta lebih didorong oleh golongan menengah atas, sehingga kemiskinan tetap meningkat di tengah tren perbaikan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini tercermin pula pada semakin melebarnya ketimpangan pendapatan, melalui rasio gini yang meningkat, setelah beberapa periode

(9)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 menunjukkan tren yang menurun. Lebih lanjut, meningkatnya kemiskinan juga disebabkan oleh terbatasnya kemampuan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja, yang tercermin pada penyerapan tenaga kerja sektor informal yang lebih tinggi dibandingkan penyerapan pada sektor formal. Namun, kompensasi yang diberikan oleh sektor informal tidak sebanding dengan meningkatnya harga-harga komoditas pokok yang dikonsumsi masyarakat kelas bawah, sehingga berdampak pada bertambahnya tingkat kemiskinan.

Mengiringi perkembangan perekonomian Jakarta tersebut, kondisi stabilitas sistem keuangan DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih terjaga, yang didukung oleh kinerja positif pada sektor perbankan. Kinerja sektor korporasi dan sektor rumah tangga juga relatif cukup baik. Kinerja korporasi menunjukkan peningkatan yang didukung oleh pertumbuhan sektor-sektor utama Jakarta, dan terindikasi dari membaiknya indikator rasio keuangan utama. Di sisi lain, resiliensi sektor rumah tangga juga masih relatif cukup baik yang tercermin melalui membaiknya tingkat ekspektasi dan keyakinan rumah tangga terhadap kondisi perekonomian.

Pada sisi sistem pembayaran, efek musiman bulan puasa dan Idul Fitri pada triwulan II 2017 berdampak pada aktivitas transaksi keuangan masyarakat, terutama transaksi secara tunai. Respons yang searah dari transaksi tunai terhadap kondisi tersebut tercermin pada net outflow aliran uang tunai pada triwulan laporan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, melambatnya konsumsi rumah tangga secara keseluruhan terindikasi pada perkembangan transaksi nontunai, melalui perlambatan pada transaksi yang menggunakan sistem kliring nasional (SKN-BI). Untuk prospek ekonomi, pantauan terhadap berbagai faktor baik kondisi ekonomi global maupun nasional mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2017 akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2016, meskipun sedikit lebih rendah dari proyeksi pada triwulan sebelumnya. Faktor pendorong pertumbuhan masih akan bersumber dari konsumsi masyarakat, seiring dengan membaiknya investasi, khususnya melalui pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Harga komoditas global yang diperkirakan tetap stabil akan turut memberikan kontribusi positif melalui peningkatan perdagangan antardaerah neto dari Jakarta kepada daerah-daerah penghasil komoditas.

Di sisi harga, tekanan inflasi pada tahun 2017 diperkirakan tetap terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional tahun 2017. Dampak kebijakan penyesuaian subsidi listrik untuk golongan 900 VA tidak setinggi perkiraan semula, karena jumlah kelompok pelanggan tersebut tidak terlalu banyak di Jakarta. Kendati demikian, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI dalam menentukan langkah-langkah strategis pengendalian inflasi, antara lain melalui pengendalian harga pangan di Ibukota akan terus ditingkatkan, sehingga sasaran inflasi nasional tahun 2017 sebesar 4% ± 1% akan dapat dicapai.

(10)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

(11)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

(12)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Total Total I II III IV Total I II

Ekonomi Makro Regional

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* 5.9 5.9 5.7 6.0 6.1 5.5 5.8 6.4 6.0

Berdasarkan Lapangan Usaha:

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.5 1.1 1.8 1.6 0.4 -0.1 0.9 0.2 0.1

2 Pertambangan dan Penggalian -0.9 -0.7 0.3 -1.9 -2.2 -2.2 -1.5 -3.4 0.4

3 Industri Pengolahan 5.5 5.0 3.8 3.8 3.6 3.3 3.6 6.3 5.9

4 Pengadaan Listrik dan Gas 2.4 4.5 2.7 5.1 -1.5 -7.9 -0.5 -2.9 -10.4

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3.9 3.2 4.3 3.4 1.5 -0.2 2.2 2.5 1.2

6 Konstruksi 5.0 4.0 0.5 0.8 2.1 2.0 1.4 3.6 4.1

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5.0 2.7 5.2 5.0 3.4 5.0 4.7 5.1 3.7

8 Transportasi dan Pergudangan 13.8 9.0 10.1 10.0 12.2 12.5 11.2 10.4 9.1

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.5 5.4 5.7 4.5 5.8 7.3 5.8 7.1 7.0

10 Informasi dan Komunikasi 11.1 10.1 10.2 10.4 11.2 11.3 10.8 10.5 11.8

11 Jasa keuangan dan Asuransi 4.0 10.7 11.2 13.3 9.9 0.5 8.5 9.1 7.1

12 Real Estate 5.0 4.7 4.5 4.6 4.8 4.8 4.7 4.4 4.0

13 Jasa Perusahaan 9.0 7.8 7.5 7.8 8.3 10.0 8.4 8.7 8.9

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib 1.2 1.2 1.7 2.3 6.8 2.4 3.3 -1.8 -0.5

15 Jasa Pendidikan 3.7 6.6 5.3 6.4 6.5 9.5 7.0 6.3 3.0

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.9 7.6 7.1 7.1 7.1 9.9 7.8 8.2 7.1

17 Jasa Lainnya 8.3 8.0 7.8 7.9 8.5 9.6 8.5 9.0 9.1

Berdasarkan Permintaan:

1 Konsumsi 5.2 4.8 6.8 7.1 4.7 2.4 5.1 5.2 4.2

a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga 5.5 5.3 5.4 5.6 5.0 5.9 5.5 6.0 5.9

b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 16.8 -4.7 5.8 6.0 14.7 19.6 11.7 21.3 18.1

c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.0 3.8 17.4 15.1 1.9 -11.8 2.4 -3.8 -5.1

3 PMTB 3.1 2.6 0.8 0.4 1.4 3.6 1.6 4.0 4.1

4 Perubahan Inventori 76.4 -2.6 51.0 66.4 42.5 106.9 65.1 62.4 50.9

5 Ekspor Barang dan Jasa 0.7 -1.0 -3.2 0.0 0.0 1.5 -0.4 -5.8 -13.7

6 Impor Barang dan Jasa -0.4 -11.3 -6.6 -2.7 -3.8 10.2 -0.7 2.9 -2.6

7 Net Ekspor Antar Daerah 0.2 -24.8 -10.6 -5.4 0.7 59.4 5.8 16.1 10.9

Ekspor

- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 11,529 11,454 2,550 3,050 2,786 4,138 12,524 2,207 2,142

- Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 2,950 3,133 752 784 688 786 3,010 666 623

Impor

- Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 56,039 46,350 11,245 11,948 11,212 12,597 47,002 12,724 12,692

- Volume Impor Non Migas (ribu ton) 22,514 26,289 7,574 7,563 6,540 7,666 29,343 7,123 7,378

Indeks Harga Konsumen 118.77 123.35 123.80 124.29 125.32 126.27 126.27 128.05 129.19

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) 8.95 3.30 3.62 3.08 2.40 2.37 2.37 3.43 3.94

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 2,067 2,179 2,258 2,282 2,302 2,473 2,473 2,504 2,538

Kredit (Rp Triliun) 1,206 1,338 1,295 1,358 1,356 1,439 1,439 1,429 1,472

- Modal Kerja 691 747 707 764 758 800 800 797 839

- Investasi 337 400 397 404 409 444 444 434 431

- Konsumsi 178 190 191 190 189 194 194 198 203

Kredit UMKM (Rp Triliun) 119 126 121 123 122 125 125 126 128

Loan to Deposit Ratio (%) 57.39 60.26 57.35 59.49 58.88 58.19 58.19 57.08 57.99

NPL Gross (%) 1.60 2.11 2.57 2.68 2.76 2.90 2.90 2.87 2.61

Sistem Pembayaran

Transaksi Kliring (Rp Triliun)

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 2.6 2.4 2.2 2.3 2.0 2.1 2.2 2.0 1.9

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 54.3 45.7 44.0 44.0 37.7 39.4 41.3 38.1 39.3

Sumber: BPS, BI

2017

Perbankan

(13)
(14)

PEREKONOMIAN

GLOBAL & NASIONAL

Perekonomian global pada awal tahun 2017 terus bergerak menuju arah

perbaikan, disertai dengan terjadinya pergeseran sumber-sumber

pertumbuhan. Perbaikan ekonomi dunia antara lain ditopang oleh membaiknya ekonomi Tiongkok dan Eropa. Sementara itu, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak. Di sisi lain, harga komoditas global masih tetap tinggi, berpotensi bias ke bawah.

Pada perkembangan nasional, perekonomian Indonesia tumbuh stabil pada triwulan II 2017, yang didukung oleh meningkatnya kinerja investasi. Di sisi harga, inflasi pada triwulan II 2017 terkendali di tengah meningkatnya permintaan seiring masuknya periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), dengan kisaran angka yang tetap mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Kondisi ini mencerminkan kondisi stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga, yang juga didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun, dan nilai tukar rupiah yang bergerak menguat. Di sisi lain, stabilitas sistem keuangan tetap solid, yang ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan terjaganya kinerja pasar keuangan.

A. Perekonomian Global

Ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut disertai dengan terjadinya pergeseran sumber-sumber pertumbuhan. Di satu sisi, perekonomian Tiongkok tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi yang solid dan ekspor yang meningkat. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan lebih baik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor yang meningkat. Di sisi lain, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak. Perkembangan ekonomi global tersebut berpotensi mendorong peningkatan volume perdagangan dunia dan masih tetap tingginya harga komoditas global. Sementara itu, kenaikan FFR diperkirakan akan terjadi satu kali pada akhir tahun 2017 dan normalisasi

Bab 1

(15)

neraca bank sentral AS diperkirakan akan diumumkan pada September 2017.

Perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi yang solid dan ekspor yang meningkat. Sumber penopang konsumsi di antaranya adalah pertumbuhan kredit rumah tangga yang masih meningkat, peningkatan upah riil yang positif, dan tren penguatan pada indikator dini (employment PMI dan tingkat keyakinan konsumen). Selain itu, ekspor pada triwulan II tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yang didorong oleh permintaan global khususnya AS, Eropa, dan Jepang. Ekspor yang tumbuh lebih tinggi sementara impor melambat menyebabkan surplus neraca perdagangan masih tinggi, meskipun pada triwulan II 2017 sedikit mengalami penurunan.

Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih baik seiring dnegan peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor. Peningkatan aktivitas konsumsi tercermin dari penjualan ritel dan kredit rumah tangga (RT) yang membaik meski terbatas. Peningkatan aktivitas konsumsi diperkirakan berlanjut paling tidak hingga awal triwulan III 2017. Hal ini terindikasi dari market retail PMI yang kembali bertahan pada level ekspansi dalam 3 bulan terakhir. Lebih baiknya pertumbuhan ekonomi Eropa juga didukung oleh meningkatnya kinerja ekspor seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global.

Di sisi lain, perekonomian AS diperkiakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak. Melemahnya konsumsi tercermin dari pertumbuhan pengeluaran konsumsi personal yang menurun menjadi 2,6% (yoy) pada triwulan II 2017, dari 2,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya. sementara itu, investasi AS pada triwulan II 2017 tertahan, yang dicerminkan oleh pertumbuhan sebesar 3,4% (yoy) atau hanya sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy). Tertahannya pertumbuhan investasi tersebut terutama disebabkan moderasi investasi nonresidensial seiring dengan harga minyak yang diperkirakan menurun. Ke depan, pertumbuhan investasi (terutama nonresidensial) diperkirakan terbatas sejalan dengan prospek harga minyak.

(16)

Sementara itu, harga komoditas global diperkirakan juga masih tetap tinggi, meskipun berpotensi bias ke bawah. Perkiraan harga komoditas global yang masih tetap tinggi ditopang oleh tingginya harga batubara hingga triwulan III 2017. Tingginya harga batubara tersebut didorong oleh permintaan Tiongkok yang bersifat siklikal seiring dengan musim panas dan kebutuhan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akibat gangguan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Ke depan, permintaan batubara diperkirakan menurun seiring hilangnya faktor siklikal dan pergeseran ke sumber energi lain. Selain itu, harga minyak sawit diperkirakan menurun seiring meningkatnya produksi di tengah melambatnya permintaan.

B. Perekonomian Nasional

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2017 tercatat 5,01% (yoy), sama dengan triwulan I 2017, namun lebih rendah dari periode yang sama pada 2016 sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh meningkatnya kinerja investasi, khususnya investasi bangunan sejalan dengan akselerasi belanja infrastruktur pemerintah (Tabel 1.1). Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap solid meskipun sedikit termoderasi, sementara konsumsi Pemerintah mengalami kontraksi seiring dengan adanya pergeseran pengeluaran. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor melambat terutama dipengaruhi penurunan pertumbuhan volume ekspor produk manufaktur sejalan dengan belum kuatnya pemulihan ekonomi dunia.

Tabel 1.1 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (% yoy)

Konsumsi Rumah Tangga 5.01 4.97 4.95 4.93 4.96 4.97 5.07 5.01 4.99 5.01 4.94 4.95 Konsumsi LNPRT -8.06 -7.98 6.57 8.33 -0.62 6.40 6.71 6.64 6.72 6.62 8.05 8.49 Konsumsi Pemerintah 2.91 2.61 7.09 7.12 5.32 3.43 6.23 -2.95 -4.05 -0.15 2.68 -1.93 Investasi 4.60 4.01 4.93 6.43 5.01 4.67 4.18 4.24 4.80 4.48 4.78 5.35 Investasi Bangunan 5.71 4.72 6.11 7.78 6.11 6.78 5.07 4.96 4.07 5.18 5.87 6.07 Investasi Nonbangunan 1.62 2.05 1.65 2.47 1.95 -1.20 1.70 2.16 7.07 2.45 1.49 3.27 Ekspor -0.68 -0.26 -0.95 -6.38 -2.12 -3.29 -2.18 -5.65 4.24 -1.74 8.21 3.36 Impor -2.63 -7.37 -6.65 -8.75 -6.41 -5.14 -3.20 -3.67 2.82 -2.27 5.12 0.55

Pertumbuhan Domestik Bruto 4.82 4.74 4.77 5.17 4.88 4.92 5.18 5.01 4.94 5.02 5.01 5.01

Sumber: Badan Pusat Statistik

2016 Komponen

II 2017 2015

I II III IV Total I II III IV Total I

Kinerja investasi bangunan yang cukup kuat menopang peningkatan investasi pada triwulan II 2017. Pertumbuhan investasi pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 5,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,78% (yoy). Perbaikan kinerja investasi utamanya

(17)

bersumber dari investasi bangunan yang tumbuh 6,07% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,87% (yoy), sejalan dengan berlanjutnya proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh Pemerintah dan pihak swasta, termasuk BUMN. Di sisi lain, investasi nonbangunan menunjukkan kinerja yang membaik didorong oleh pertumbuhan dari

Cultivated Biological Resources (CBR) dan Hak atas Kekayaan Intelektual

(HAKI). Namun, pertumbuhan investasi nonbangunan tanpa CBR dan HAKI cenderung melemah sejalan dengan kontraksi pertumbuhan mesin dan perlengkapan yang tercermin pada turunnya impor mesin dan peralatan serta impor barang modal bukan kendaraan. Sementara itu, kinerja investasi nonbangunan berupa kendaraan masih tumbuh tinggi meskipun sedikit termoderasi. Selain itu, impor alat angkut dan perlengkapan meningkat. Konsumsi rumah tangga (RT) tumbuh lebih stabil dengan dukungan faktor lebaran dan inflasi yang terjaga, namun sedikit lebih rendah dari proyeksi semula. Konsumsi RT pada triwulan II 2017 tumbuh 4,95% (yoy) relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya ditopang pengeluaran terkait makanan & minuman, transportasi & komunikasi, serta restoran dan hotel. Sementara itu, realisasi inflasi yang terendah dalam periode Lebaran 3 tahun terakhir turut mendukung terjaganya konsumsi. Selain itu, kinerja konsumsi rumah tangga yang terjaga sejalan dengan keyakinan konsumen yang tetap positif. Meskipun konsumsi tetap kuat, RT terindikasi menahan pembelian barang-barang durable yang lebih merupakan kebutuhan tersier. Sementara itu, konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2017 terkontraksi terkait dengan adanya pergeseran pengeluaran. Konsumsi pemerintah tercatat turun (-1,93% yoy) pada triwulan II 2017, setelah tumbuh cukup kuat pada triwulan sebelumnya (2,68% yoy). Terbatasnya konsumsi pemerintah tersebut terutama bersumber dari realisasi pengeluaran pemerintah pusat yang tumbuh 1,3% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun 2016. Realisasi belanja pegawai dan barang mengalami kontraksi pertumbuhan terkait pergeseran pengeluaran ke triwulan III 2017. Demikian pula, transfer ke daerah tercatat rendah disebabkan oleh realisasi DAK Fisik yang turun. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor melambat sejalan dengan ekspor manufaktur yang mengalami tekanan dipengaruhi oleh belum kuatnya

(18)

pemulihan ekonomi negara maju. Pertumbuhan ekspor pada triwulan II 2017 sebesar 3,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 8,21% (yoy). Kinerja ekspor terutama ditopang oleh tetap positifnya pertumbuhan ekspor nonmigas, di tengah kontraksi ekspor migas. Namun, ekspor nonmigas mengalami penurunan disebabkan oleh pelemahan ekspor manufaktur di tengah masih positifnya kinerja ekspor pertanian. Ekspor manufaktur kembali terkontraksi sejalan dengan belum kuatnya pemulihan ekonomi negara maju khususnya AS. Sementara itu, harga komoditas primer tercatat tetap tinggi, antara lain harga komoditas batubara yang didorong oleh peningkatan permintaan dari Tiongkok. Selain itu, kinerja komoditas primer juga didukung oleh minyak nabati (CPO) meskipun sempat mengalami koreksi harga yang bersifat temporer terkait pasokan yang berlimpah dari Malaysia.

Sebagai respons dari pelemahan ekspor dan permintaan domestik, impor juga tumbuh melambat. Pertumbuhan impor pada triwulan II 2017 hanya sebesar 0,55% (yoy) setelah tumbuh 5,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pelemahan tersebut terutama didorong oleh penurunan impor migas. Sementara itu, perlambatan impor nonmigas terutama didorong oleh koreksi pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal.

Dari sisi sektoral, kinerja Lapangan Usaha (LU) transportasi dan komunikasi dan konstruksi yang membaik menopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017. LU transportasi dan komunikasi tumbuh meningkat didorong oleh tingginya permintaan terkait faktor musiman Lebaran dan hari libur (Tabel 1.2). Aktifitas Lebaran dan hari libur juga mendorong kinerja LU Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin, khususnya untuk Hotel dan Restoran. Namun, moderasi konsumsi rumah tangga berpengaruh terhadap terbatasnya pertumbuhan sublapangan usaha perdagangan. Sementara itu, LU konstruksi terus melanjutkan tren peningkatan pertumbuhan sejalan dengan kuatnya investasi bangunan oleh Pemerintah dan swasta. Kinerja LU manufaktur terbatas sejalan dengan pelemahan ekspor barang manufaktur. Sebaliknya, harga komoditas yang tetap tinggi menopang kinerja LU pertambangan yang kembali tumbuh positif setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi.

(19)

Tabel 1.2 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (% yoy)

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3.76 6.54 2.88 1.64 3.77 1.47 3.44 3.03 5.31 3.25 7.12 3.34 Pertambangan dan Penggalian 0.58 -3.59 -4.41 -6.03 -3.42 1.20 1.15 0.29 1.60 1.06 -0.49 2.24

Industri Pengolahan 4.07 4.20 4.60 4.43 4.33 4.68 4.63 4.52 3.36 4.29 4.21 3.54

Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air* 1.97 1.22 1.12 1.02 1.32 7.35 6.09 4.69 3.11 5.26 1.80 -2.09

Konstruksi 6.03 5.35 6.82 7.13 6.36 6.76 5.12 4.95 4.21 5.22 6.26 6.96

Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** 3.70 1.95 1.97 4.03 2.90 4.43 4.25 3.79 4.01 4.11 4.76 4.01 Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** 7.88 7.72 9.08 8.51 8.31 7.73 8.24 8.64 8.79 8.36 8.45 9.76 Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan**** 6.88 4.19 7.57 8.56 6.81 7.52 9.25 6.87 4.51 6.99 5.23 5.66

Jasa-jasa Lainnya***** 5.79 8.60 5.03 6.14 6.37 5.67 5.35 3.94 2.92 4.42 3.87 2.60

Pertumbuhan Domestik Bruto 4.82 4.74 4.77 5.17 4.88 4.92 5.18 5.01 4.94 5.02 5.01 5.01

*) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air

**) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor serta (ii) Penyediaan Akomodasi dan Mamin ***) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi

****) Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate dan (iii) Jasa Perusahaan

*****) Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan (iv) Jasa Lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik

I 2017 I II III IV Total II Komponen 2015 2016 I II III IV Total

Secara spasial, berbagai daerah di Indonesia mencatatkan arah pertumbuhan yang beragam pada triwulan II 2017. Perekonomian Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berhasil tumbuh stabil dan lebih baik dibandingkan triwulan I 2017. Sementara perekonomian Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan justru tumbuh melambat (Gambar 1.1). Ekonomi Jawa tumbuh melambat 5,41% lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,68% disebabkan penurunan kinerja ekspor dan konsumsi pemerintah ditengah konsumsi RT yang tetap solid. Perekonomian Kalimantan dan Sulawesi masing-masing tumbuh melambat 4,44% (yoy) dan 6,49% (yoy) pada triwulan II 2017 dari triwulan sebelumnya 4,94% (yoy) dan 6,84% (yoy). Selain konsumsi pemerintah yang terbatas di kedua wilayah tersebut, kinerja ekspor juga tumbuh melambat seiring melemahnya harga komoditas seperti batubara (Kalimantan) dan CNO (Sulawesi). Sementara itu, ekonomi Sumatera tumbuh stabil 4,09% (yoy) ditopang oleh konsumsi RT yang tetap kuat. Di sisi lain, kinerja ekspor mineral dan jasa di wilayah Balinusra dan ekspor Nikel di wilayah Maluku Papua (Mapua) yang meningkat menopang pertumbuhan ekonomi.

PDRB ≥ 7,0% 6,0% ≤ PDRB < 7,0% 5,0% ≤ PDRB < 6,0% 4,0% ≤ PDRB < 5,0% 0% ≤ PDRB < 4,0% PDRB < 0% KALTARA 6,17 Sumber BPS (diolah) ACEH 4,01 SUMUT 5,09 RIAU 2,41 SUMBAR 5,32 JAMBI 4,29 BENGKULU 5,04 SUMSEL 5,24 LAMPUNG 5,03 KEP. RIAU 1,04 KEP. BABEL 5,36 KALBAR 4,92 KALTENG 6,12 KALSEL 5,15 BANTEN 5,52 JABAR 5,29 DKI 5,96 JATENG 5,18 JATIM 5,03 BALI 5,87 NTB -1,96 NTT 5,01 SULUT 5,80 GORONTALO 6,64 SULTENG 6,61 SULBAR 4,78 SULSEL 6,63 SULTRA 7,03 MALUKU 5,68 MALUT 6,96 PAPBAR2,01 PAPUA 4,91 KALTIM 3,58 DIY 5,17 KALTARA 6,44 4,60 3,53 4,29 4,09 4,09 2014 2015 2016 I'17 II'17 Sumatera (22%) 5,57 5,47 5,59 5,68 5,41 5,00 5,50 6,00 2014 2015 2016 I'17 II'17 Jawa (58,5%) 3,37 1,37 2,01 4,94 4,44 2014 2015 2016 I'17 II'17 Kalimantan (7,9%) 6,87 8,19 7,42 6,84 6,49 2014 2015 2016 I'17 II'17 Sulawesi (6%) 5,90 10,45 5,89 2,49 3,14 2014 2015 2016I'17 II'17 Bali Nusra (3,1%) 4,54 6,35 7,45 4,04 4,52 2014 2015 2016 I'17 II'17 Mapua (2,5%) 5,01 4,88 5,02 5,01 5,01 2014 2015 2016 I'17 II'17 NASIONAL

(20)

Dari sisi harga, inflasi pada triwulan II 2017 terkendali di tengah meningkatnya permintaan seiring masuknya periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Sepanjang periode triwulan II 2017, kenaikan tekanan inflasi terutama terjadi pada bulan Juni 2017 yakni sebesar 0,69% (mtm). Meski demikian, tekanan inflasi di bulan Juni tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode puasa dan lebaran dalam tiga tahun terakhir yakni sebesar 0,85% (mtm). Perkembangan inflasi yang terkendali ini tidak terlepas dari kontribusi positif berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah dan koordinasi yang kuat dengan Bank Indonesia dalam menghadapi lebaran. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK hingga Juni 2017 secara kumulatif tercatat 2,38% (ytd) atau secara tahunan mencapai 4,37% (yoy).

Memasuki awal triwulan III 2017, inflasi IHK tetap terkendali dan berada pada level yang lebih rendah dari perkiraan semula. Pada Juli 2017, inflasi IHK tercatat 0,22% (mtm) dibawah rata-rata realisasi inflasi pascalebaran dalam tiga tahun terakhir yang sebesar 0,28% (mtm). Realisasi inflasi IHK pada Juli 2017 dipengaruhi oleh terkendalinya inflasi pada kelompok administered prices (AP) dan inflasi kelompok volatile foods dan inflasi inti yang tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi pada periode pascalebaran tiga tahun terakhir. Dengan perkembangan ini, inflasi IHK sampai dengan bulan Juli secara kumulatif tercatat 2,60% (ytd) atau secara tahunan tercatat 3,88% (yoy)

Inflasi inti pada bulan Juni 2017 masih tercatat cukup rendah meskipun mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya. inflasi inti pada bulan Juni 2017 tercatat sebesar 0,26% (mtm), sedikit meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 0,16% (mtm), namun lebih rendah dari historis inflasi inti periode lebaran tiga tahun terakhir yang sebesar 0,40% (mtm), sehingga secara tahunan inflasi inti pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,13% (yoy). Realisasi inflasi inti Juni 2017 yang mengalami peningkatan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan terkait pola musiman Ramadhan, sebagaimana tercermin dari komponen inti

traded yang meningkat. Demikian halnya dengan komponen inti nontraded

yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya terutama pada beberapa komoditas makanan seperti nasi dengan lauk, mie, dan kopi manis. Sementara itu, Inflasi inti pada Juli 2017 tercatat 0,26%

(21)

(mtm) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi inti pada periode pascalebaran tiga tahun terakhir, yaitu 0,45% (mtm). Inflasi kelompok inti pada bulan Juli 2017 lebih dipengaruhi oleh tekanan pada komponen inti

nontraded terutama pada biaya sekolah SMA dan SD seiring masuknya

tahun ajaran baru. Di sisi lain, komponen inti traded mengalami

perlambatan karena deflasi pada komoditas emas perhiasan. Secara

tahunan, inflasi inti pada Juli 2017 tercatat 3,05% (yoy), lebih rendah dibanding realisasi inflasi inti di bulan sebelumnya yang sebesar 3,13% (yoy).

Inflasi kelompok volatile food (VF) pada bulan Juni 2017 tercatat lebih rendah dari bulan sebelumnya. inflasi kelompok VF pada Juni 2017 tercatat sebesar 0,65% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 0,91% (mtm) dan lebih rendah secara historis pada periode lebaran dalam tiga tahun terakhir dengan rata-rata 1,78% (mtm). Dengan demikian, secara tahunan inflasi VF pada triwulan II 2017 tercatat 2,17% (yoy). Relatif rendahnya inflasi VF Juni 2017 ditopang oleh kebijakan pengendalian inflasi komoditas VF selama bulan puasa yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memastikan ketersediaan pasokan pangan bagi masyarakat, antara lain melalui operasi pasar, pasar murah, serta kebijakan pemenuhan pasokan pangan dari berbagai sumber. Lebih lanjut, Inflasi kelompok volatile food pada Juli 2017 juga tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, yakni menjadi 0,17% (mtm). Rendahnya inflasi volatile food terutama bersumber dari koreksi harga beberapa komoditas pangan paska Idul Fitri seperti bawang putih, daging ayam ras, beras, dan cabai merah. Penurunan inflasi VF lebih lanjut tertahan oleh kenaikan telur ayam ras, tomat sayur dan bawang merah. Secara tahunan, inflasi volatile food tercatat rendah yaitu sebesar 1,13% (yoy).

Sementara itu, inflasi Administered Prices (AP) pada Juni 2017 tercatat masih berada pada level yang cukup tinggi. Inflasi kelompok AP pada Juni 2017 tercatat sebesar 2,10% (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 0,69% (mtm). Dengan demikian, secara tahunan inflasi AP pada triwulan II 2017 masih tetap berada pada level yang cukup tinggi yakni mencapai 10,64% (yoy). Inflasi AP pada bulan Juni 2017 terutama disebabkan adanya penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi. Beberapa kenaikan tarif angkutan

(22)

sepanjang periode Ramadhan seperti tarif angkutan udara, tarif angkutan antarkota, dan tarif kereta api juga turut mendorong kenaikan inflasi AP. Inflasi kelompok administered prices pada Juli 2017 tercatat 0,07% (mtm), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Realisasi inflasi AP yang lebih rendah tersebut dipengaruhi oleh deflasi pada komponen tarif angkutan antar kota dan kereta api. Penurunan inflasi administered prices yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring meningkatnya permintaan selama periode liburan sekolah dan adanya kenaikan cukai rokok. Secara tahunan, inflasi administered prices pada Juli 2017 tercatat menurun dibanding bulan sebelumnya yakni menjadi 9,27% (yoy) dari sebelumnya 10,64% (yoy).

Secara spasial, sebagian besar wilayah mencatat inflasi yang rendah pada bulan Juli 2017 (Gambar 1.2). Secara berurutan, inflasi terendah tercatat di Jawa dan Sumatera yang masing masing tercatat 0,19% (mtm), diikuti Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 0,35% (mtm). Rendahnya inflasi di Jawa dan Sumatera disumbang inflasi seluruh provinsi di kedua wilayah tersebut, bahkan beberapa daerah tercatat mengalami deflasi seperti di Kepulauan Bangka Belitung (-0,25%; mtm), Lampung (-0,09%; mtm), dan Kepulauan Riau (-0,04%; mtm). Inflasi KTI tercatat lebih tinggi dibanding wilayah lainnya akibat relatif tingginya inflasi berbagai provinsi di wilayah Sulampua, seperti di Gorontalo (1,03%; mtm), Sulawesi Tenggara (0,99%; mtm), dan Maluku (0,99%; mtm). Meski demikian, kenaikan lebih lanjut tertahan oleh deflasi di sejumlah provinsi antara lain Papua (-1,23%; mtm), Kalimantan Utara (-0,27%; mtm), Kalimantan Barat (-0,18%; mtm), Kalimantan Tengah (-0,05%; mtm), dan Nusa Tenggara Timur (-0,16%; mtm).

Gambar 1.2 Peta Inflasi Daerah Bulan Juli 2017 (% mtm)

(23)

Nilai tukar rupiah bergerak cukup stabil ditopang oleh tetap tingginya kepercayaan terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. Pada triwulan II 2017, secara rata-rata rupiah menguat sebesar 0,30% dari Rp13.348 menjadi Rp13.309 per dolar AS. Penguatan rupiah pada triwulan II 2017 didukung oleh kondisi domestik yang cukup solid di tengah perkembangan eksternal yang cenderung dinamis. Stabilnya nilai tukar rupiah berlanjut pada Juli 2017. Hingga akhir Juli 2017, secara point-to-point nilai tukar rupiah sedikit menguat sebesar 0,02% (ptp) dari Rp13.328 menjadi Rp13.325 per dolar AS, meski secara rata-rata nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,37% dari Rp13.298 menjadi Rp13.346. Stabilnya nilai tukar rupiah ditopang oleh aliran dana masuk yang tetap kuat seiring dengan prospek imbal hasil yang positif dan diikuti oleh tetap tingginya pasokan valas korporasi di pasar valas domestik. Nilai tukar rupiah ke depan diperkirakan tetap stabil didukung oleh keseimbangan neraca pembayaran yang terjaga dan pasar valas domestik yang semakin dalam.

Stabilitas sistem keuangan tetap kuat, didukung oleh ketahanan industri perbankan yang tetap kuat yang bersumber dari tingginya rasio kecukupan modal. Permodalan industri perbankan masih berada pada level yang cukup kuat dan jauh di atas threshold-nya seiring dengan terjaganya profitabilitas perbankan. Tingkat kecukupan modal perbankan atau Capital Adequacy

Ratio (CAR) mencapai 22,5% pada akhir triwulan II 2017. Tingkat

kecukupan modal perbankan ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan diperkirakan mampu untuk memitigasi risiko kredit dan mengantisipasi kebutuhan pemenuhan Capital Surcharge serta

Countercyclical Capital Buffer. Sementara itu, risiko kredit yang tercermin

dari rasio Non Performing Loan (NPL) masih terjaga dan bahkan mengalami sedikit penurunan. NPL tercatat sebesar 3,02% pada akhir triwulan II 2017, turun 5 bps dari 3,07% pada akhir triwulan I 2017.

Pertumbuhan kredit pada triwulan II 2017 melambat. Kredit tumbuh 7,8% (yoy) pada akhir triwulan II 2017, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy). Namun, pertumbuhan kredit sejak awal tahun masih positif dan tumbuh 2,6% (ytd) pada Juni 2017. Perlambatan pertumbuhan kredit utamanya bersumber dari melambatnya pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). KMK tumbuh melambat menjadi 7,2% (yoy) dari 8,6% (yoy) pada triwulan

(24)

sebelumnya, sementara pertumbuhan KI melambat menjadi 6,5% (yoy) dari 10,3% pada triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit konsumsi mampu tumbuh lebih baik menjadi 9,9% (yoy) dari 9,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan DPK meningkat terutama bersumber dari giro dan deposito. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 10,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,0% (yoy). Berdasarkan jenisnya, peningkatan pertumbuhan DPK triwulan II 2017 terutama bersumber dari giro dan deposito, sementara pertumbuhan tabungan menurun.

C. Bauran Kebijakan

Dengan mempertimbangkan kondisi terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2017 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 4,75% menjadi 4,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi 3,75% dan Lending Facility turun 25 bps menjadi 5,25%, berlaku efektif sejak 23 Agustus 2017. Keputusan tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan 2018 di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, serta terkendalinya defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman. Risiko eksternal terkait dengan rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral AS mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri Indonesia tetap menarik. Penurunan suku bunga kebijakan diharapkan dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas lainnya untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

(25)
(26)

EKONOMI MAKRO

REGIONAL

Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, dan lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia. Perlambatan yang terutama disebabkan oleh pelemahan kinerja ekspor dan impor, serta belanja pemerintah ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan ini turun menjadi 5,96% (yoy) dari 6,45% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Pelemahan kinerja ekspor DKI Jakarta tidak terlepas dari perkembangan pasar luar negeri untuk produk ekspor utama Jakarta seperti kendaraan bermotor dan perhiasan yang belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global secara umum. Selain itu, pelarangan kendaraan angkutan barang untuk melintas selama masa libur Lebaran 2017 juga turut berkontribusi pada rendahnya aktivitas ekspor dan impor Jakarta.

Pelemahan ekonomi juga dikontribusi oleh melemahnya kinerja belanja pemerintah, terutama pada belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) yang berkantor di Ibukota. Bergesernya pembayaran gaji dan tunjangan ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sebelumnya pada bulan Juni menjadi bulan Juli 2017 merupakan faktor utama turunnya kinerja belanja pemerintah pada triwulan II 2017

Sementara itu, komponen pengeluaran yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II 2017 adalah konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan ekspor neto antardaerah yang masih tumbuh cukup tinggi, meskipun mengalami perlambatan. Laju perlambatan pada konsumsi rumah tangga dapat tertahan dengan adanya faktor puasa dan Idul Fitri, sedangkan pada konsumsi LNPRT terbantu dengan adanya Pilkada DKI Jakarta putaran kedua dan kegiatan lembaga keagamaan sepanjang bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Sebaliknya, investasi (PMTB) tumbuh meningkat sejalan dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur di DKI Jakarta.

(27)

Sejalan dengan pelemahan kinerja ekspor dan impor, dua lapangan usaha (LU) utama dalam PDRB DKI Jakarta, yaitu LU perdagangan dan industri pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan. Perlambatan pada LU perdagangan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan intermediate

demand dari kegiatan industri pengolahan yang pada periode laporan

menunjukkan perlambatan. Sementara itu, LU utama lainnya yaitu konstruksi mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan PMTB yang juga meningkat, demikian juga LU informasi dan komunikasi yang memberi kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta.

A. Komponen Permintaan

Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Kinerja pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,96% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar

6,45% (yoy)1, dan juga lebih rendah dari capaian pertumbuhan pada

triwulan II tahun sebelumnya yang sebesar 6,04% (yoy) (Grafik 2.1). Melambatnya pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa pada triwulan II 2017 yang tercatat 5,41% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya (5,66%; yoy) (Grafik 2.2).

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta

Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Kawasan Jawa, dan Jakarta

Meskipun masih tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, konsumsi rumah tangga (RT) sebagai komponen yang memiliki kontribusi terbesar dan menopang pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 5,86% (yoy),

1Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka

(28)

sedangkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 5,97% (yoy). Relatif rendahnya kegiatan belanja masyarakat merupakan faktor terbesar yang menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal tersebut antara lain disebabkan karena masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah pada triwulan laporan cenderung menahan belanja, untuk mengantisipasi pengeluaran yang lebih besar pada triwulan III 2017, antara lain tahun ajaran baru. Namun demikian, laju perlambatan pada konsumsi rumah tangga dapat tertahan dengan adanya faktor bulan puasa dan Idul Fitri, yang secara umum mendorong belanja masyarakat. Di sisi lain, kondisi keyakinan konsumen yang secara umum masih berada pada level positif juga turut menopang pertumbuhan positif konsumsi rumah tangga.

Masih terjaganya kondisi keyakinan konsumen pada level positif tercermin pada hasil survei konsumen Bank Indonesia. Dari hasil survei, terlihat keseluruhan komponen, antara lain Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) mengalami pertumbuhan serta berada pada level positif pada pertengahan tahun 2017 (Grafik 2.3). Hal tersebut menggambarkan persepsi masyarakat terhadap perekonomian domestik pada tahun 2017 yang stabil dan terjaga. Selain itu, hasil survei menunjukkan bahwa penghasilan masyarakat meningkat pada triwulan II 2017, yang sejalan dengan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dalam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri. Meningkatnya penghasilan masyarakat tersebut tercermin dari Indeks Penghasilan Konsumen yang meningkat cukup tinggi pada triwulan II 2017 (Grafik 2.4).

Sumber: Survei Konsumen BI, diolah Sumber: Survei Konsumen BI, diolah

Grafik 2.3 Indeks Survei Konsumen Grafik 2.4 Indeks Penghasilan

Konsumen dan Ketersediaan Kerja

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja masih berada pada level pesimis, meskipun tumbuh membaik. Hal ini tidak terlepas dari persepsi masyarakat terhadap lapangan kerja formal yang relatif masih sulit diperoleh, yang

(29)

tercermin dari pertumbuhan lapangan kerja formal yang lebih rendah dari pertumbuhan lapangan kerja informal (Grafik 2.5). Beberapa hal yang menyebabkan pertumbuhan lapangan kerja informal lebih tinggi dari lapangan kerja formal antara lain semakin maraknya masyarakat yang memilih berprofesi sebagai pengemudi transportasi umum berbasis on-line, serta pemberdayaan peran serta masyarakat dalam membangun dan merawat kota Jakarta sebagai Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) yang memiliki penghasilan setara Upah Minimum Provinsi.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.5 Pertumbuhan Lapangan Kerja Formal dan Informal

Melambatnya konsumsi juga terkonfirmasi melalui penjualan kendaraan bermotor yang mengalami kontraksi. Pada triwulan II 2017, penjualan kendaraan bermotor khususnya mobil di DKI Jakarta berkurang 5,69% (yoy) dari jumlah penjualan pada triwulan yang sama tahun 2016, sedangkan penjualan pada triwulan sebelumnya masih mengalami pertumbuhan positif 6,18% (yoy) (Grafik 2.6). Jika ditelusuri lebih dalam, penjualan mobil low

cost green car (LCGC) yang terjangkau oleh kelas menengah di Jakarta serta

selalu mencatat pertumbuhan yang tinggi, pada triwulan II 2017 mencatat perlambatan yang cukup dalam, yaitu dengan realisasi pertumbuhan 15,93% (yoy), dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 55,5% (yoy) (Grafik 2.7).

Sumber: Gaikindo Sumber: Gaikindo

Grafik 2.6 Penjualan Mobil di Jakarta Grafik 2.7 Penjualan Mobil LCGC di

(30)

Namun, laju perlambatan pada konsumsi rumah tangga dapat tertahan dengan adanya faktor bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, sejalan dengan tren peningkatan belanja masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pada kedua momen tersebut, seperti kebutuhan makanan dan pakaian muslim. Hal tersebut tercermin pada impor barang konsumsi yang membaik pada triwulan II 2017, meskipun masih tumbuh negatif (Grafik 2.8). Dari sisi pembiayaan, datangnya momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri dalam mendorong belanja tercermin dari kredit konsumsi pada triwulan II 2017 yang meningkat (Grafik 2.9). Pada triwulan laporan, penyaluran kredit konsumsi di DKI Jakarta tumbuh 6,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya dengan realisasi sebesar 5,20% (yoy), dimana pada periode tersebut tidak terdapat momen bulan puasa dan Idul Fitri. Jika dilihat secara nominal, penyaluran kredit konsumsi pada triwulan II 2017 sebesar Rp202,6 triliun, sedangkan penyaluran pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp198,7 triliun.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.8 Impor Barang Konsumsi Grafik 2.9 Penyaluran Kredit Konsumsi di

Jakarta

Peningkatan belanja masyarakat pada momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri juga terkonfirmasi melalui hasil liaison2 terhadap beberapa perusahaan di DKI Jakarta pada periode triwulan II 2017. Hasil liaison menunjukkan bahwa dorongan momen bulan puasa dan Idul Fitri terhadap tingkat belanja tercermin pada meningkatnya penjualan domestik perusahaan, seperti terlihat pada skala likert penjualan domestik beberapa perusahaan yang lebih tinggi pada triwulan II 2017 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.10). Namun, melambatnya konsumsi tercermin pada tingkat persediaan beberapa perusahaan tersebut yang sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.11).

2Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui

wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.

(31)

Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat persediaan atau inventory barang perusahaan yang terjual kepada masyarakat pada triwulan laporan yang tidak lebih banyak dari triwulan sebelumnya.

Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.10 Skala Likert Penjualan Domestik

Grafik 2.11 Skala Likert Persediaan

Sementara itu, pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang dilaksanakan pada tanggal 19 April 2017 dan kegiatan lembaga sosial masyarakat terkait bulan Ramadhan dan persiapan Lebaran memberikan dorongan yang cukup kuat terhadap pertumbuhan konsumsi di DKI Jakarta, khususnya konsumsi lembaga non-publik yang melayani rumah tangga (LNPRT). Pada triwulan II 2017, konsumsi LNPRT tumbuh sebesar 18,09% (yoy), cukup tinggi meskipun sudah mulai melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 21,29% (yoy). Dengan memasuki Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, partai-partai politik lebih mengintensifkan kegiatan rapat konsolidasi untuk meraih hasil maksimal pada Pilkada. Begitu juga dengan pelaksanaan Pilkada di daerah dan provinsi lain yang berkontribusi terhadap pertumbuhan konsumsi LNPRT DKI Jakarta, yang disebabkan oleh sebagian besar partai politik memiliki kantor pusat di Jakarta dan memusatkan kegiatan konsolidasi di Ibukota. Namun, jumlah daerah yang melaksanakan Pilkada putaran kedua hanya satu dibandingkan dengan Pilkada putaran pertama, maka berdampak pada melambatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan. Lebih lanjut, konsumsi LNPRT juga ditopang oleh kegiatan yayasan dan lembaga keagamaan sepanjang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Memasuki triwulan III 2017, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan II 2017, sejalan dengan ekspektasi positif masyarakat yang terindikasi dari indeks Survei Konsumen Bank Indonesia yang terus tumbuh positif dan berada pada level optimis (Grafik 2.12). Di sisi lain, konfirmasi yang diperoleh dari kalangan usaha melalui kegiatan liaison

(32)

menyebutkan, kondisi penjualan pada satu triwulan ke depan diperkirakan akan tetap membaik, yang didorong oleh beberapa penyelenggaraan festival belanja pada triwulan berjalan (Grafik 2.13). Festival belanja tersebut antara lain Hari Belanja Diskon Indonesia yang digelar oleh Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dalam rangka menyambut dan memeriahkan perayaan HUT Republik Indonesia ke-72. Pesta belanja diskon tersebut akan diikuti oleh mal-mal modern dan berbagai pusat perbelanjaan pada tanggal 17-20 Agustus 2017 dengan menawarkan berbagai barang dengan harga yang lebih terjangkau, seperti produk busana, elektronik, makanan dan minuman, hingga hiburan. Kemudian festival belanja berikutnya adalah Happy Birthday Indonesia yang akan diselenggarakan di Jakarta International Expo Kemayoran pada tanggal 15-27 Agustus 2017 yang akan diikuti oleh lebih dari 200 perusahaan yang mengelola 500 merk lokal dan internasional. Festival-festival belanja tersebut diharapkan dapat menstimulasi belanja masyarakat dan menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan.

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.12 Perkembangan Terkini Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 2.13 Perkiraan Penjualan

Konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 kembali terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, konsumsi pemerintah tumbuh -5,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami kontraksi dengan pertumbuhan sebesar -3,83% (yoy). Melemahnya kinerja belanja pemerintah tersebut terutama disumbang oleh pelemahan belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) yang berkantor di ibukota. Turunnya kinerja belanja K/L tersebut disebabkan oleh bergesernya pembayaran gaji dan tunjangan ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari triwulan II ke triwulan III 2017. Pada tahun lalu, gaji dan tunjangan ke-13 serta gaji ke-14 (Tunjangan Hari Raya) dibayarkan pada bulan Juni, atau masih berada pada triwulan II,

(33)

sedangkan pada tahun 2017 gaji dan tunjangan tersebut baru dibayarkan pada bulan Juli 2017 (triwulan III). Porsi belanja K/L tersebut cukup dominan terhadap pembentukan komponen konsumsi pemerintah di DKI Jakarta, karena mayoritas K/L berkantor di Ibukota, sehingga penundaan belanja berdampak pada kontraksi konsumsi pemerintah DKI Jakarta.

Belum optimalnya belanja Kementerian/Lembaga tersebut tercermin dari serapan anggaran sampai dengan pertengahan tahun 2017 yang belum mencapai separuh dari pagu anggaran, meskipun serapan tersebut lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya (Grafik 2.14). Pada bulan Juni 2017, serapan belanja kumulatif APBN untuk Kementerian/Lembaga baru mencapai 32% dari pagu anggaran. Lebih lanjut, penyerapan belanja kumulatif pada APBD DKI Jakarta juga turut berkontribusi pada kontraksi konsumsi pemerintah. Sampai dengan pertengahan tahun 2017, serapan belanja kumulatif APBD DKI Jakarta tercatat sebesar 25,3%, lebih rendah dibandingkan dengan serapan belanja kumulatif pada pertengahan tahun 2016, yang mencapai 27,4% (Grafik 2.15). Realisasi belanja APBD sampai dengan pertengahan tahun 2017 yang lebih rendah dibandingkan penyerapan tahun sebelumnya, disebabkan oleh persentase realisasi belanja pegawai yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu, yang disebabkan oleh pergeseran waktu pencairan gaji serta tunjangan kepada PNS.

Konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 diperkirakan kembali tumbuh positif. Pertumbuhan tersebut salah satunya akan didorong oleh belanja pegawai melalui pencairan tunjangan dan gaji ke-13 untuk Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juli. Di samping itu, memasuki semester II tahun 2017, penyerapan belanja akan lebih dioptimalkan untuk memenuhi target realisasi anggaran pada akhir tahun.

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Jkt Sumber: BPKD DKI Jakarta

Grafik 2.14 Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga di Jakarta

Grafik 2.15 Perkembangan Realisasi Belanja APBD DKI Jakarta

(34)

Di tengah kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah, kinerja investasi DKI Jakarta tetap tumbuh positif, meskipun relatif terbatas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, komponen investasi DKI Jakarta tercatat mengalami pertumbuhan 4,12% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh

4,00% (yoy)3. Pertumbuhan pada triwulan laporan tersebut masih ditopang

oleh investasi yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya investasi bangunan dalam bentuk pembangunan infrastruktur di ibukota. Investasi bangunan tersebut masih mendominasi pangsa komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi secara keseluruhan di Jakarta pada triwulan laporan, dengan realisasi pertumbuhan pada triwulan II 2017 sebesar 5,75% (yoy) (Grafik 2.16 dan 2.17).

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

Grafik 2.16 Nominal Komponen PMTB Grafik 2.17 Pertumbuhan Investasi

Bangunan

Akselerasi investasi bangunan di DKI Jakarta didorong oleh pembangunan infrastruktur yang menyebar di berbagai wilayah di Jakarta. Proyek-proyek tersebut antara lain kelanjutan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dengan keseluruhan progres pekerjaan sampai dengan akhir triwulan II 2017 telah mencapai 75%, dengan rincian 87,5% untuk konstruksi bawah

tanah dan 56,86% untuk konstruksi layang4; pembangunan LRT Jabodebek

dengan progres pekerjaan sampai dengan triwulan I 2017 sebesar 15,5%5,

dengan rincian ruas Cawang-Cibubur telah terbangun 31,4%, ruas Kuningan-Dukuh Atas baru terbangun 2,7%, serta ruas Cawang-Bekasi Timur yang telah terbangun 15,1%; pembangunan LRT dalam kota Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading-Velodrome dengan progres pekerjaan sampai bulan Juni 2017 mencapai 26,35%, atau lebih

3Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka

pertumbuhan investasi DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 6,30% (yoy) menjadi 4,00% (yoy).

4Sumber: laman PT MRT Jakarta (jakartamrt.co.id)

(35)

cepat dari target progres tengah tahun sebesar 25%6. Lebih lanjut, pada awal tahun 2017, DKI Jakarta memulai pembangunan tiga underpass dan tiga flyover secara bersamaan dengan total anggaran mencapai Rp 700 miliar yang bersumber dari belanja modal APBD DKI Jakarta. Pembangunan tersebut antara lain flyover Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta

underpass Kartini, mampang-Kuningan, dan Matraman, dimana sampai

dengan posisi akhir bulan Juni 2017, progres total pekerjaan untuk keenam konstruksi tersebut telah mencapai 40%.

Sementara itu, peran swasta dalam kegiatan investasi masih terbatas. Masih rendahnya kegiatan investasi swasta terindikasi dari penyaluran kredit investasi yang melanjutkan tren perlambatan. Pada triwulan II 2017 penyaluran kredit investasi tumbuh 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,33% (yoy). (Grafik 2.18). Masih rendahnya investasi swasta tersebut tidak terlepas dari perilaku investor swasta yang masih melanjutkan perilaku wait-and-see terhadap kondisi ekonomi saat ini yang telah dimulai sejak awal tahun 2016, yang juga tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang melambat pada triwulan laporan (Grafik 2.19).

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.19 Penyaluran Kredit Investasi Grafik 2.20 Penyaluran Kredit Rumah

Tangga untuk Perumahan

Investasi bangunan yang dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan konstruksi dan infrastruktur masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan investasi pada triwulan berjalan, antara lain pembangunan MRT, pembangunan LRT di dalam kota Jakarta dan lintas Jabodebek, serta pembangunan flyover dan underpass. Pada pembangunan MRT sampai dengan perkembangan terkini7, konstruksi layang telah mencapai 64,10% dan konstruksi bawah tanah telah mencapai 88,26%. Pembangunan LRT

6Sumber: PT Jakarta Propertindo

(36)

Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading Velodrome telah mencapai 29,8% progres fisik, dan diakui oleh PT Jakarta Propertindo selaku pihak pelaksana pembangunan proyek lebih tinggi dari target yang

dicanangkan8. Sementara itu, pembangunan LRT Jabotabek yang meliputi

tiga rute, yaitu rute Cibubur Cawang sepanjang 14,5 km telah mencapai 37%, rute Bekasi Timur Cawang sepanjang 17,1 km telah mencapai 17%, dan rute Cawang Dukuh Atas sepanjang 10,5 km baru mencapai 3%. Lebih lanjut, pembangunan flyover dan underpass, antara lain flyover Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta underpass Kartini, mampang-Kuningan, dan Matraman, ditargetkan untuk selesai pada akhir tahun 2017, sehingga pada semester II ini, pekerjaan konstruksi akan semakin dipercepat untuk memenuhi target. Di sisi lain, investasi swasta diperkirakan masih belum meningkat signifikan, yang terindikasi dari penyaluran kredit investasi dan kredit korporasi terkini yang masih tumbuh melambat (Grafik 2.20 dan 2.21). Namun, berlalunya Pilkada diperkirakan dapat mengurangi efek psikologis negatif dan perilaku wait-and-see investor swasta, sehingga dalam waktu ke depan kontribusi investasi dari sektor swasta diharapkan membaik.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.20 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Investasi

Grafik 2.21 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Korporasi

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor luar negeri kembali mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor DKI Jakarta pada triwulan II 2017 tumbuh -13,69% (yoy), terkontraksi cukup dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami kontraksi dengan realisasi pertumbuhan -5,84% (yoy). Kontraksi terutama disebabkan oleh ekspor barang yang mengalami kontraksi cukup dalam, serta ekspor jasa yang juga tumbuh negatif. Ekspor barang pada triwulan

8Sumber:

(37)

laporan mengalami kontraksi 25,27% (yoy), sedangkan ekspor jasa mengalami kontraksi 1,99% (yoy) (Grafik 2.22 dan 2.23).

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

Grafik 2.22 Pertumbuhan Ekspor DKI Jakarta per Komponen

Grafik 2.23 Pertumbuhan Ekspor Barang DKI Jakarta

Kontraksi yang cukup dalam pada ekspor barang salah satunya disebabkan oleh kebijakan pemerintah melalui Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No.SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu Lintas dan Pengaturan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Lebaran Tahun 2017, yang turut berkontribusi dalam rendahnya aktivitas ekspor Jakarta. Berdasarkan peraturan tersebut, angkutan barang ekspor dan impor pada masa libur lebaran tahun 2017, pada tanggal 21 Juni 29 Juni 2017 tidak boleh beroperasi melalui jalan nasional dan jalan tol. Kebijakan tersebut menyebabkan menurunnya aktivitas arus barang dari dan menuju pelabuhan, termasuk yang terkait dengan kegiatan tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, nilai ekspor DKI Jakarta pada triwulan II 2017 berkurang 29,77% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada triwulan II tahun lalu (Grafik 2.24). Lebih lanjut, perkembangan pasar luar negeri untuk produk ekspor utama Jakarta seperti kendaraan bermotor, perhiasan, dan peralatan mekanik9 belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global secara umum, sehingga berdampak pada angka pertumbuhan yang terus bergerak negatif, dan turut berkontribusi terhadap kontraksi pertumbuhan ekspor DKI Jakarta (Grafik 2.25).

9Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi DKI Jakarta No. 38/08/31/Th. XIX tanggal 1 Agustus 2017 perihal Ekspor

dan Impor DKI Jakarta. Tiga besar nilai ekspor produk DKI Jakarta menurut golongan barang HS 2 digit adalah kendaraan dan bagiannya, perhiasan/permata, dan mesin-mesin/pesawat mekanik.

Referensi

Dokumen terkait

Grafik pengaruh faktor C terhadap beban maksimum Berdasarkan Gambar diatas, dapat dilihat pada grafik bahwa rasio tulangan 0,8 % berada dibawah dari rasio tulangan 1,6 %

Diakses pada 30 April 2020 dari Babble:

(2) Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum, yaitu: a) Kurang Alat Bukti. b) Tidak adanya

Namun yang berbeda adalah bahwa penelitian ini berusaha melihat dampak dinamika persenjataan yang dilakukan Korea Utara dengan mengembangkan senjata nuklir terhadap

Mohd Yusoff Sahab Penolong Pengarah, BTPN P.Pinang

Penggunaan konjungsi jika pada kalimat (1) sudah tepat karena digunakan pada klausa kedua (klausa anak) sebagai syarat terjadinya peristiwa atau tindakan dari klausa induk

20) Penggunaan konjungsi adalah yaitu untuk menghubungkan dua bagian kalimat di mana bagian kalimat pertama merupakan maujud yang sama dengan kalimat

Hal tersebut sudah ada dalam tata ejaan penggunaan tanda koma yaitu tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului