BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masing- masingn, manusia tidak akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak utama bagi manusia, tulang membentuk rangka penujang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh,namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur.
Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan kaki. Pada beberapa rumah sakit kejadian fraktur cruris biasanya banyak terjadi oleh karena itu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan trauma musculoskeletal pada fraktur cruris akan semakin besarsehingga di perlukan pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi,
dan patofisiologi tulang normal dan kelainan yang terjadi pada pasien dengan fraktur cruris (Depkes RI, 2005). .
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang. Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011).
Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor patologis,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis
. B.Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas penulis merumruskan masalah, sebagai beikut:
1. Bagaimanakah tehnik pemeriksaran cruris pada kasus fraktur diinstalasi radiologi RSCM Lhokseumawe.?
2. Apakah tujuan dilakukannya penelitian diinstalasi radiologi RSCM Lhokseumawe.?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk lebih mengetehui teknik pemeriksaan radiografi pada pemeriksaan os cruris proyeksi AP dan Latera pada kasus fraktur diinstalasi radiologi RSCM Lhokseumawe.
2. Untuk melaksanakan tugas akhir praktek kerja lapangan (PKL) di RSCM Lhokseumawe
BAB II ISI
A. KAJIAN LITERATUR Aatomi fisiologi
Os Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-kondilus ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut.
Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum .
Merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan.
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Cruris berasal dari bahasa latin crusatau crucayang berarti tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan fibula (Ahmad Ramali, 1987). 1/3 distal dextra adalah tulang dibagi menjadi tiga bagian kemudian bagian paling bawah yang diambil.
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).
B. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
o Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih. 2. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :
1) Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat, biasa terjadi di tulang pipih.
2) Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna, clavikula dan costae.
3) Buckle Fracture, fraktur dimana korteksnya melipat ke dalam.
C. Patofisiologi Fraktur
Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik. (Mansjoer Arief, 2002)
Sedangkan kerusakan pada system persarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
D. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b. Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik.
E. Faktor yang Mempercepat Penyembuhan Fraktur: a. Imobilisasi fragment tulang
b. Kontak fragment tulang maksimal c. Asupan darah yang memadai d. Nutrisi yang baik
e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
F. Faktor yang Menghambat Penyembuhan Tulang: a. Trauma lokal ekstensif
b. Kehilangan tulang c. Imobilisasi tak memadai
d. Rongga atau jaringan di antara fragmen tulang e. Infeksi
f. Keganasan lokal
g. Penyakit tulang metabolik (mis. penyakit Paget) h. Radiasi tulang (nekrosis radiasi)Nekrosis avaskuler
G.Persiapan alat dan bahan a) Pesawat x-ray b) Film 30x40 c) Kaset d) Marker R/L e) Apron f) Grid g) Automatic processing H.Proyeksi yang di gunakan
1)Proyeksi AP
PP (Posisi Pasien) :
Pasien supine atau tiduran di atas meja pemeriksaan, kedua tungkai lurus.
PO (Posisi Objek):
Tungkai bawah yang difoto lurus/true AP yaitu : mengatur maleolus lateral dan medial pada ankle berjarak sama pada kaset, condilus lateral dan medial berjarak sama pada kaset.
30x40 cm Vertikal
Sinar:
CR = Tegal lurus Vertikal
CP = Pada mid (Pertengahan) Oss Cruris
FFD = 90 cm
Luas lapangan kolimasi :
Dari Knee joint sampai Ankle joint
Marker :
R/L Orientasi AP
Kriteria gambaran :
Oss Tibia dan Fibula, Ankle joint dan Knee joint.
Kriteria Evaluasi :
1) Tampak oss cruris dalam posisi AP
2) Persendian dari proksimal tibia dan fibula sedikit overlap
3) Ankle dan Knee joint dalam posisi true AP
2)Proyeksi lateral
Pasien tidur miring di atas meja pemeriksaan, dengan tepi yang akan difoto dekat dengan meja pemeriksaan. Tungkai yang akan difoto lurus, tungkai yang lain genu fleksi
diletakkan di depan tungkai yang akan difoto.
PO (Posisi objek) =
Tungkai bawah true lateral dengan cara knee joint dan ankle joint masing-masing dalam kedudukan true lateral. dan Tungkai bawah memanjang di atas kaset,
Ukuran kaset :
30x40 cm Vertikal
Sinar:
CR = Tegak lurus Vertikal
CP = Pada mid (Pertengahan) Ossa Cruris
FFD = 90 cm
Luas lapangan kolimasi :
Dari Knee joint sampai Ankle joint.
Marker :
R/L Orientasi AP
Kriteria Evaluasi :
Oss Tibia dan Fibula banyak yang mengalami superposisi
Oss OTibia dan Fibula, Knee Joint dan Ankle joint s BAB 111 HASIL PENELITIAN A.Methodelogi Pemeriksaan a).Pengumpulan data
Pada penulisan laporan ini, penulis mengambil data dari sumber :
- Penulis melakukan teknik pemeriksaan langsung pada pasien
- Informasi dan bimbingan langsung dari petugas instalasi radiologi RSCM Lhokseumawe
b).Identitas pasien
Pemeriksaan radiologi pada os cruris dengan kasus fraktur di RSMC Lhokseumawe adalah kasus yang paling sering terjadi hampirr setiap minggunya terjadi, maka dengan ini penulis menggangkat tema laporan pemeriksaan pada os curis dengan indikasi fraktur pada os fibula, kasus ini di lakukan pada seorang pasien yang beridentitas di bawah ini:
Nama : Zainuddin Umur : 65 tahun NO.Registrasi : 44 0-8-99 Pekerjaan : PNS daerah Alamat : Lhokseumawe Tanggal masuk : 11-08-2016
Ruangan : Poli bedah
c)Persiapan alat dan bahan -Pesawat rontegen
Pesawat yang digunakan di instalasi radiologo RSCM Lhokseumawe adalah pesawat Mobile X-Ray unit:
Merk : HITACHI series suar mobile Kapasitas : 90 MA Type : M-5CE-30 Serial : Sx 12893509 Output : 130 KV Focus : 0,6 mmAl -Kaset
Kaset yang digunakan adalah merk Agfa yang dilengkapi dengan tabir penguat intensypayingscreen (IS) dengan ukuran 30x40cm dan biasanya digunakan dengan dua posisi yang berbeda AP/LAT
Kaset yang digunakan berukuran : - 18 x 24 - 24 x 30
-Film
Film yang digunakan merk agfa
-Automatic processing (printer)
Di RSCM Lhokseumawe pencucian dilakukan secara otomatis
-Marker
Marker yang digunakan disesuaikan dengan bagian sebelah mana yang akan deperiksa dalam pemeriksaan ini penulis menggunakan marker R (Right) untuk menunjukkan bagian cruris kanan yang di periksa
d.)Teknik Pemeriksaan Posisi AP
-Posisi pasien:
- Pasien duduk diatas meja pemeriksaan .
- Atur kaki sehingga maleolus medialis dan latealis tegak lurus dengan bidang kaset
-Posisi objek
- Pasien duduk diatas meja pemeriksaan - Tempatkan cruris yang sakit diatas kaset - Pastikan posisi objek AP
- Istruksikan kepada pasien untuk tidak begerak -Sinar
- FFD :90 cm
- CR :Tegak lurus bidang kaset
- CP :Pertengahan os cruris dengan batas atas knee joint dan batas bawah ankle joint
-Faktor eksposi: - kV :44 - mAs :5,0
-Ukuran Kaset:
- 30x40cm dibagi menjadi dua (proyeksi AP/Lat)
- ganbaran memperlihathan persendian angkle jaont bagian knee joint tidak tampak pada gambaran
- ankle joint tidank mengalami rotasi - detail soft tissue baik
- tampak marker R pada sisi bawah film sebagai penanda objek kanan tampak lebel sebagai identitas pasien
Proyeksi Lateral
-Posisi pasien:
- Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan lalau perlahan posisikan tubuh pasien pada posisi lateral atau sedikit oblique dengan kaki yang tidak di periksa melangkahi kaki yang diperiksa atau menjauhi kaki yang diperiksa ,dengan tujuan mendapatkan os cruris yang true lateral dan kenyamanan pasien.
-Posisi objek
- Tungkai bawah true lateral dengan cara knee joint dan ankle joint masing-masing dalam kedudukan true lateral. dan Tungkai bawah memanjang di atas kaset,
-Sinar:
- FFD :90 cm
- CR :Tegak lurus bidang kaset - CP :Pertengahan os cruris
-Faktor eksposi:
- Kv: 44
- mAs: 5,0
-Ukuraran kaset:
- 30x40 cm scara memanjang dibagi dua posisi AP/Lat
-Kriteria gambaran:
- Gambaran memperlihatkan os fibula superposisi dengan os tibia - Detail soft tissue baik
BAB 1V PENUTUP
A. KESIMPULAN.
1. Penulis sengaja menggunakan metode AP dan Lat:
Posisi AP untuk memperlihatkan stuktur tulang cruris tibia dan fibulla secara menyeluruh
Posisi Lat digunakan untuk memperlihathan daerah terjadinya fraktur secara mendetail dibandigkan posisi AP.
2. Pada posisi lateral fraktur pada fibulla tidak tampak,karena overlaft dengan tulang tibia dan hanya yang tampak adalah condileous medialis
3. Pada pemeriksaan cruris , tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya saja melepas benda-benda yang dapat mengganggu gambaran radiograf dan menghalang datangnya sinar-X.
B. SARAN
Diharapkan kepada seluruh alhi radiographer sebelum melakukan ekspose sebaiknya kondisi KV dan MAs nya dicek kembali guna mendapatkan hasil gambaran yang memuaskan.
Diharapkan kepada seluruh ahli radiographer untuk bekerja secara professional guna untuk mengurangi pengulangan foto dan dosis radiasi yang diterima pasien juga lebih sedkit. Sebaiknya tempat untuk melakukan ekpose dibuat seperti kamar yang berlapis pb guna
menghalangi kemungkinan radiographer terkena radiasi hambur.
bagi keluarga pasien yang tidak berkepentingan diharapkan menunggu diluar saja, sehingga tidak mengganggu radiografer dalam beker
DAFTAR PUSTAKA
Bajpai, M.S, Dr, 1989, Osteologi Tubuh Manusia, First Edition, Jaypee Brothers,
Jakarta : 170 – 173.
Ballinger, Philip W, 1995 Merril’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic
Procedures: Volume Two, Eigh Edition, Mosby, St Louis, Blatimore, Boston, Tokyo, Toronto, Wiesbaden : 225 – 245 hlm.
Philadelphia Pennysilvia : 556 hlm.
Eisnberg, M.D, Ronald L, 1989, Radiographic Positioning, Little, Brown and
Company, Boston, Toronto,London : 282 – 283.
Simon, G,1982, Diagnostik Rontgen, Edisi Kedua, Erlangga, Jakrta : 72 – 75 hlm.