• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENURUNKAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS VIII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENURUNKAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS VIII"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENURUNKAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF

PESERTA DIDIK KELAS VIII.4 DI SMP NEGERI 3 SELAT KUALA KAPUAS TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

OLEH : DESY PURNAMA

NPM. 11.21.13466

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

(2)

2

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENURUNKAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF

PESERTA DIDIK KELAS VIII.4 DI SMP NEGERI 3 SELAT KUALA KAPUAS TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Ditulis untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

OLEH : DESY PURNAMA

NPM. 11.21.13466

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

(3)

3 ABSTRAK

Desy Purnama. 2015. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Menurunkan

Kecenderungan Perilaku Agresif Peserta Didik Kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Program Studi Bimbingan

dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Pembimbing: (I) Drs. M. Fatchurahman, M.Pd, M.Psi, (II) Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd.

Kata Kunci: Peran, Guru Bimbingan dan Konseling, Perilaku Agresif

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui bentuk perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015, (2) mengetahui penyebab perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015, (3) mengetahui peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015.

Subjek dalam penelitian ini adalah 6 orang peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas yang menunjukkan kecenderungan perilaku agresif dan 1 orang guru Bimbingan dan Konseling. Pengambilan sampel sumber data penelitian kualitatif ini bersifat purposive sampling artinya sumber data tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau tujuan tertentu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) bentuk perilaku agresif negatif yang ditunjukkan peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas berupa agresif verbal dan agresif fisik; (2) penyebab peserta didik berperilaku agresif negatif dapat terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi di antaranya faktor internal (yang dari dalam diri individu sendiri seperti watak, emosi, dan sifat bawaan) dan faktor eksternal (yang dari luar diri individu sendiri seperti pengaruh lingkungan); (3) peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas cukup baik yaitu dengan memberikan layanan konseling individu maupun kelompok serta konferensi kasus.

(4)

4 ABSTRACT

Desy Purnama. 2015. Role of Teachers in Guidance and Counseling Reduce

Aggressive Behavior Trends VIII.4 Class Students in SMP Negeri 3 Selat of Kuala Kapuas Academic Year 2014/2015. Thesis. Guidance and Counseling Program

Study the Faculty of Education, University of Muhammadiyah Palangkaraya. Adviser: (I) Drs. M. Fatchurahman, M.Pd, M.Psi, (II) Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd.

Keywords : Role, Teacher of Guidance and Counseling, Aggressive Behavior This study aims to: (1) determine the form of negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat of Kuala Kapuas School Year 2014/2015, (2) determine the causes of negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas School Year 2014/2015, (3) determine the role of teacher guidance and counseling in reducing the tendency of negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat of Kuala Kapuas Academic Year 2014/2015.

Subjects in this study were 6 grade students of SMP Negeri 3 VIII.4 in Selat Kuala Kapuas, which showed aggressive behavior and 1 teacher guidance and counseling. Sampling of this qualitative research data source is purposive sampling means the data sources are chosen based on certain considerations or specific destination.

The results showed that: (1) the form of negative aggressive behavior shown VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas aggressive form of verbal and physical aggressive; (2) causes learners negative aggressive behavior can occur due to various factors that influence among the internal factors (which from within the individual himself) and external factors (which are outside the individual itself); (3) the role of teacher guidance and counseling in reducing negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas is good enough to provide individual and group counseling services, also conference case.

(5)

5

LEMBAR PERSEMBAHAN

ﻟانﻤﺤﺮﻠاﮫﻠﻠاﻢﺴﺒ

ﻢﯿﺤﺮ

Untuk setiap tawa yang tak ternilai Untuk tiap tangis yang terhapus Untuk tiap jatuh dan bangunnya Untuk tiap peluang ditengah putus asa

Untuk tiap doa dan dukungan Yang utama dari segalanya…

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikan kekuatan, membekali dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi

yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salah selalu terlimpah keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.

Sebuah mini mahakarya ku persembahkan kepada: Ayah. Ibu tercinta Serta Adikku yang tersayang

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ayahda MUHAMAD YUNUS dan Ibunda RAHIMAH, S.Pd.I serta adikku MUHAMMAD JUANDA yang telah memberikan kasih

sayang serta dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat ku balas hanya dengan selembar kertas yang bertulis. Semoga ini menjadi

langkah awal untuk membuat Ayah dan Ibu bahagia karena ku sadar selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Untuk Ibu dan Ayah yang selalu menyirami kasih

sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik. Terima Kasih Ayah… Terima Kasih Ibu…

Dosen-Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Prodi Bimbingan dan Konseling

Terima kasih tak terhingga ku ucapkan kepada dosen-dosen BK FKIP UMP terutama untuk dosen pembimbing Bapak Drs. H.M. Fatchurahman, M.Pd. M.Psi

dan Bapak Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd yang tak pernah lelah dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepadaku.

Teman-Teman BK Kapuas Angkatan 2011

Buat teman-teman seperjuangan, banyak hal yang telah kita lalui bersama dalam suka maupun duka untuk menyelesaikan studi ini. Semoga persahabatan kita akan tetap terjalin sampai nanti, sampai kita semua menjadi orang yang sukses. Aamiin.

Yang Tersayang “RR”

Terima kasih atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan sehingga aku bisa menyelesaikan studi ini tepat waktu. Nasehat yang kau berikan menjadi penerang dalam kesusahanku. Canda dan tawa yang kau berikan menjadi hiburan

dalam setiap keletihanku. You’re the best.

(6)
(7)

7 DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Batasan Masalah ... 6 C. Fokus Masalah... 7 D. Tujuan Penelitian ... 7 E. Manfaat Penelitian ... 8 F. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 12

A. Analisis Teoritis ... 12

1. Perilaku Agresif ... 12

a. Pengertian Perilaku Agresif ... 12

b. Ciri-Ciri Perilaku Agresif ... 13

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif ... 14

d. Pemicu Terjadinya Perilaku Agresif ... 17

e. Dampak dan Pengaruh Perilaku Agresif ... 18

f. Mengatasi Perilaku Agresif ... 20

2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Layanan Bimbingan dan Konseling ... 22

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 22

1) Pengertian Bimbingan ... 22

2) Pengertian Konseling ... 23

b. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling ... 24

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling... 27

d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling ... 30

e. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling ... 33

f. Komponen Program Bimbingan dan Konseling ... 36

1) Layanan Dasar ... 36

2) Layanan Responsif ... 37

3) Perencanaan Individual ... 40

4) Dukungan Sistem ... 41

g. Bidang dan Layanan-Layanan dalam Bimbingan dan Konseling... 42

(8)

8

h. Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ... 45

i. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ... 47

1) Pengertian Peran Guru Bimbingan dan Konseling ... 47

2) Bentuk Peran Guru Bimbingan dan Konseling ... 49

3) Kualitas Pribadi Guru Bimbingan dan Konseling... 51

4) Fungsi dan Tugas Guru Bimbingan dan Konseling (Konselor) di Sekolah ... 54

B. Penelitian Yang Relevan ... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 61

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 61

B. Alur Penelitian... 62

C. Metode dan Prosedur Penelitian ... 63

D. Data dan Sumber Data ... 64

E. Teknik dan Prosedur Pengumpul Data ... 66

1. Observasi ... 66

2. Wawancara (Interview) ... 69

3. Dokumentasi ... 75

F. Prosedur Analisis Data ... 77

G. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 78

1. Uji Kredibilitas ... 79

2. Pengujian Transferability ... 82

3. Pengujian Dependability ... 82

4. Pengujian Konfirmability ... 83

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 84

A. Gambaran Umum ... 84

1. Profil Sekolah ... 84

2. Visi dan Misi Sekolah ... 85

3. Lokasi dan Sarana Prasarana ... 86

B. Temuan Penelitian ... 92

1. Hasil Observasi Terhadap Peserta Dididk ... 94

2. Hasil Wawancara ... 97

a. Bentuk Perilaku Agresif Peserta Didik ... 97

b. Penyebab Perilaku Agresif Peserta Didik ... 107

c. Peran Guru bimbingan dan Konseling dalam Menurunkan Perilaku Agresif Peserta Didik ... 112

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 119

BAB V PENUTUP ... 128 A. Kesimpulan ... 128 B. Saran ... 129 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN viii

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada hakikatnya pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan diri dalam segala aspeknya, dan dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab. Untuk mencapai hal tersebut, tidak hanya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Akan tetapi perlu adanya pendekatan lain seperti pendekatan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan diluar situasi proses pembelajaran. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar untuk membantu peserta didik agar berhasil dalam belajar, untuk itu sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada p eser ta d id ik untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam diri peserta didik. Dalam kondisi seperti ini, layanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat penting untuk dilaksanakan guna membantu peserta didik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

Sehubungan dengan hal tersebut, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritiual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

(10)

2

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercermin dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 2 berbunyi :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di lingkungan sekolah. Dengan demikian bimbingan dan konseling merupakan salah satu tugas yang seyogyanya dilakukan oleh setiap tenaga pendidikan yang bertugas di sekolah tersebut. Bimbingan dapat diartikan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat. Bimbingan tidak hanya diberikan kepada peserta didik yang bermasalah saja, akan tetapi setiap peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan bimbingan dari guru bimbingan dan konseling. Sementara konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli untuk menangani masalah konseli dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli. Jadi, bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah

(11)

3

konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.

Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah ada beberapa jenis layanan yang digunakan. Menurut Sukardi (2008:10-11), ada 12 jenis layanan bimbingan dan konseling sebagai berikut.

1. Layanan orientasi. 2. Layanan informasi.

3. Layanan penempatan dan penyaluran. 4. Layanan pembelajaran.

5. Layanan konseling perorangan. 6. Layanan bimbingan kelompok. 7. Layanan konseling kelompok.

8. Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling. 9. Penyelenggraan himpunan data.

10. Konferensi kasus.

11. Kunjungan rumah (Home Visit). 12. Alih tangan kasus (Referal).

Beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling tersebut, harus dilaksanakan sesuai dengan bidang-bidang layanan bimbingan dan konseling. Adapun bidang dalam bimbingan dalam bimbingan dan konseling meliputi, bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier.

Dalam berbagai pergeseran paradigma pembelajaran maupun pendidikan secara lebih luas, peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) makin penting. Hal tersebut sejalan dengan masalah yang peserta didik hadapi semakin kompleks sehingga semakin banyak peserta didik yang memerlukan pendampingan agar dapat membantu mengenal dirinya dan lingkungannya agar ia dapat menempatkan diri di tengah lingkungan yang dinamis.

(12)

4

Dalam pelaksanaan pekerjaannya di sekolah, guru Bimbingan dan Konseling dipengaruhi oleh persepsi kepala sekolah dan rekan sejawatnya terhadap pekerjaannya. Sebagian sekolah memandang bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling adalah menyelesaikan masalah yang muncul pada peserta didik. Jika peserta didik berkelahi, meninggalkan pelajaran tertentu karena hubungan baik dengan gurunya terkendala, sering tidak masuk sekolah, ada persoalan di rumah sehingga menggangu semangat belajarnya, penyalah gunaan narkoba, pernyimpangan seksual dan banyak lagi masalah yang sering muncul di sekolah. Masalah seperti itu, menjadi menu sehari-hari guru pembimbing. Namun seiring dengan perkembangan fungsi dan tujuan dari bimbingan dan konseling tersebut, maka profesi bimbingan dan konseling dalam seting pendidikan formal, antara lain bimbingan dan konseling untuk semua peserta didik, baik yang memerlukan atau yang dipandang perlu mendapatkan layanan bimbingan dan konseling, membantu peserta didik mencapai kemandirian, perkembangan optimal, pengentasan masalah, dan kebahagiaan-kesejahteraan-keselamatan, membantu peserta didik menjadi manusia berakhlak mulia, cerdas, berpengetahuan luas dan terampil, mandiri, sejahtera – bahagia –selamat.

Sekolah merupakan pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak remaja. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara remaja dengan pendidikan. Interaksi yang mereka lakukan disekolah sering kali menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental anak remaja.

(13)

5

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa yang sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya.

Seiring dengan perubahan yang dialami remaja tingkat Sekolah Menengah Pertama, mereka cenderung menonjolkan perilaku yang tidak stabil. Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar.

Biehler (Fatimah, 2006:108) membagi ciri-ciri remaja dalam dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Adapun ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun adalah sebagai berikut.

1. Cenderung bersikap pemurung. Sebagian kemurungan disebabkan perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian lagi karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa.

2. Ada kalanya berperilaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.

3. Ledakan-ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.

4. Mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif dan mungkin marah apabi la tertipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (mahatahu).

Menurut Fatimah (2006:112) “Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan ketegangan emosi atau frustasi”.

(14)

6

Berdasarkan observasi awal yang sudah dilakukan, peneliti menemukan dan melihat fenomena munculnya perilaku agresif pada peserta didik di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. Perilaku agresif yang dilihat oleh peneliti adalah bentuk tindakan perilaku bersifat verbal seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat, sedangkan untuk perilaku agresif non verbal atau bersifat fisik langsung seperti memukul, mencubit, menendang, mendorong, ataupun menjambak. Kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan guru koordinantor Bimbingan dan Konseling (BK) bahwa pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas belum dilaksanakan secara maksimal karena tenaga pembimbingnya sangat minim dibandingkan dengan jumlah peserta didiknya yang berjumlah kurang lebih 635 orang.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam penelitian dengan judul “Peran Guru Bimbingan dan

Konseling Dalam Menurunkan Kecenderungan Perilaku Agresif Peserta Didik Kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015”.

B. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi perluasan masalah maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut.

1. Peneliti hanya membahas tentang peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik

(15)

7

kelas kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015.

2. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah tentang kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik.

3. Penelitian ini dilaksanakan pada peserta didik di kelas VIII.4 SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas.

C. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas maka yang akan menjadi fokus masalah pada penelitian ini adalah perilaku agresif peserta didik, sedangkan untuk sub fokus penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015 ?

2. Apa saja penyebab perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015 ?

3. Bagaimana peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015 ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bentuk perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015.

(16)

8

2. Untuk mengetahui penyebab perilaku agresif negative peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. 3. Untuk mengetahui peran guru Bimbingan dan Konseling dalam

menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka memperkuat ilmu psikologi pendidikan, lebih khusunya bimbingan dan konseling dalam menangani perilaku agresif negatif peserta didik agar perilaku peserta didik di dalam lingkungan masyarakat, sekolah, dan keluarga dapat tumbuh dan berkembang lebih baik.

b. Diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membantu guru Bimbingan dan Konseling khusunya untuk mengatasi kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik.

b. Bagi Wali Kelas

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk lebih bisa memahami dan mengarahkan peserta didik dalam berperilaku sehingga terciptanya kondisi kelas yang kondusif.

(17)

9 c. Bagi Guru Mata Pelajaran

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk lebih menciptakan kelas yang aman dan nyaman bagi peserta didik dalam proses kegiatan belajar mengajar.

d. Bagi Petugas/Guru Bimbingan dan Konseling

Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk lebih meningkatkan pemberian layanan pada peserta didik khususnya dalam mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan perilaku peserta didik. e. Bagi Peserta Didik

Untuk memberikan pemahaman yang benar tentang perilaku agresif sekaligus sebagai treatment dalam menyelesaikan permasalahan peserta didik agar diperoleh perkembangan yang optimal.

f. Bagi Peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai hasil pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selama studi di perguruan tinggi.

F. Definisi Operasional 1. Perilaku Agresif

Agresif menurut Baron (dalam Kulsum, 2014:241) adalah “Tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan mekukai atau mencelakakan individu lain”. Berkowitz (dalam Kulsum, 2014:241) mengemukakan bahwa “Agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada

(18)

10

diri orang lain”. Menurut Atkinson dkk. (dalam Kulsum, 2014:242), “Agresi adalah tingkah laku yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai orang lain (baik secara fisik atau verbal) untuk merusak harta benda”. Selanjutnya Krahe (dalam Sari, 2013:218) mengemukan “Perilaku agresif adalah bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain baik secara fisik maupun verbal”.

2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling

Peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) terdiri dari kata peran dan guru Bimbingan dan Konseling. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran berarti proses, cara yang diterapkan oleh individu, kelompok, atau institusi dalam membentuk sesuatu, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat, sedangkan guru Bimbingan dan Konselor atau konselor adalah seseorang yang menyediakan bantuan layanan bimbingan dan konseling.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Guru BK/Konselor adalah bagian dari tenaga pendidikan dan memiliki kontribusi yang penting terhadap keberhasilan peserta didik”. Selanjutnya Kusmaryani (2011:1) menyatakan bahwa :

Guru Bimbingan dan Konseling atau disebut guru BK adalah guru yang melaksanakan pemberian layanan berupa layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang bertujuan membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan perkembangan, yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar dan karir serta bertugas untuk membina moral dan pribadi peserta didik.

(19)

11

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru Bimbingan dan Konseling adalah tindakan yang dilakukan oleh tenaga professional dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik di sekolah melalui program layanan bimbingan dan konseling.

(20)

12 BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Teoretis

1. Perilaku Agresif

a. Pengertian Perilaku Agresif

Istilah agresi sering kali disama artikan dengan agresif. Agresif adalah kata sifat dari agresi. Istilah agresif sering kali digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah besar tingkah laku yang dimiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali tidak mempresentasikan agresif atau tidak dapat disebut agresif dalam pengertian yang sesungguhnya.

Agresif menurut Baron (Kulsum, 2014:241) adalah “Tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau mencelakakan individu lain”. Berkowitz (Kulsum, 2014:241) mengemukakan bahwa “Agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain”. Menurut Atkinson dkk. (Kulsum, 2014:242), “Agresi adalah tingkah laku yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai orang lain (baik secara fisik atau verbal) untuk merusak harta benda”. Selanjutnya Krahe (Sari, 2013:218) mengemukan “Perilaku agresif adalah dibentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain baik secara fisik maupun verbal”.

(21)

13

Dari perumusan agresi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku agresi merupakan tingkah laku pelampiasan dari perasaan frustasi untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau menghukum orang lain, yang ditujukan untuk melukai pihak lain secara fisik maupun psikologis pada orang lain yang dapat dilakukan secar fisik maupun verbal.

b. Ciri-Ciri Perilaku Agresif

Menurut para ahli yang menyebutkan beberapa ciri- ciri perilaku agresif yaitu menurut Mappiare (Adnyani, dkk. 2013: 2) menyatakan perilaku agresif ini sebagai berikut:

1) Suka mendebat. 2) Suka mengeluh. 3) Suka mencuri. 4) Suka membunuh. 5) Tega bunuh diri.

6) Suka mencampuri urusan orang lain. 7) Garang dan kejam.

8) Bersikap sadis. 9) Sangat pemarah.

Sunarto, dkk (Adnyani, dkk. 2013:3) menyatakan bahwa, orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat agresif untuk menutup kegagalannya. Reaksinya nampak dalam perilaku seperti seb agai berikut:

1) Selalu membenarkan diri sendiri. 2) Mau berkuasa dalam setiap situasi. 3) Mau memiliki segalanya.

4) Bersikap senang mengganggu orang lain

5) Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.

6) Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka. 7) Menunjukkan sikap menyerang dan merusak.

(22)

14

8) Keras kepala dalam perbuatannya. 9) Bersikap balas dendam.

10) Memperkosa hak milik orang lain. 11) Tindakan yang serampangan. 12) Marah secara sadis.

Bentuk-bentuk perilaku agresif ini yang paling tampak adalah memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, tidak mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak. Anak yang menunjukkan perilaku ini biasanya kita anggap sebagai pengganggu atau pembuat onar. Sebenarnya, anak yang tidak mengalami masalah emosi atau perilaku juga menampilkan perilaku seperti yang disebutkan diatas, tetapi tidak sesering atau seimpulsif anak yang memiliki masalah emosi atau perilaku. Anak dengan perilaku agresif biasanya mendapatkan masalah tambahan seperti tidak terima oleh teman- temannya (dimusuhi, dijauhi, tidak diajak bermain) dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru. Perilaku agresif semacam itu biasanya diperkuat dengan didapatkan penguatan dari lingkungan berupa status, dianggap hebat oleh teman sebaya, atau didapatkannya sesuatu yang diinginkan, termasuk melihat temannya menangis saat dipukul olehnya.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif

Perilaku agresif pada remaja terjadi karena banyak faktor yang menyebabkan, mempengaruhi, atau memperbesar peluang munculnya, seperti faktor biologis, temperamen yang sulit, pengaruh pergaulan yang negatif, penggunaan narkoba, pengaruh tayangan

(23)

15

kekerasan, dan lain sebagainya. Bringham (Tentawa, 2012:163) menyatakan bahwa “Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku agesif yaitu proses belajar, penguatan (reinforcement) dan imitasi peniruan terhadap model”.

Menurut Davidoff (Kulsum, 2014:245), terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan perilaku agresif, yakni:

1) Faktor biologis

Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu faktor gen, faktor sistem otak dan faktor kimia darah. Berikut ini uraian singkat dari faktor-faktor tersebut. a) Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak

yang mengatur penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dai yang sulit sampai yang paling mudah amarahnya. Faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan mudah marah dibandingkan dengan betinanya.

b) Sistem otak yang terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau mengendalikan agresi.

c) Kimia darah. Kimia darah khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan mempengaruhi perilaku agresi.

2) Faktor belajar sosial

Dengan menyaksikan perkelahian dan pembunuhan, meskipun sedikit, pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut. 3) Faktor lingkungan

Perilaku agresi disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut uraian singkat mengenai faktor-faktor tersebut.

a) Kemiskinan

Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami peningkatan.

b) Anonimitas

Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya menyajikan berbagai suara, cahaya, dan bermacam informasi yang sangata luar biasa besarnya. Orang secara otomatis akan cenderung berusaja untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut.

(24)

16

Rangsangan indera kognitif yang berlebihan bisa membuat dunia menjadi sangat impersonal yang artinya antara sayu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung anonym (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim, ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.

c) Suhu udara yang panas dan kesesakan

Suhu suatu lingkungan yang tingi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresitivitas.

4) Faktor amarah

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistemsyaraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata atau salah atau juga tidak.

Bandura (Maryani, 2014:128) menyebutkan bahwa “Teori belajar berasumsi bahwa agresi diperoleh melalui pengamatan (observasi), pengalaman langsung dengan reinformance positif dan negatif, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil batas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model”. Dalam belajar observasional, menurut Bandura terdapat empat proses yang satu sama yang lain berkaitan, yakni:

1) Proses atensional, yaitu proses dimana individu tertarik untuk memperhatikan atau mengamati tingkah laku model. Proses atensional dipengeruhi oleh frekuensi kehadiran model dan karakteristik yang dimilikinya.

2) Proses retensi, yaitu proses dimana individu pengamat menyimpan tingkah laku model yang telah diamatinya didalam ingatannya, baik melalui kode verbal maupun kode imajinal atau pembayaran gerak.

3) Proses reproduksi, yaitu proses dimana individu pengamat mencoba mengungkap tingkah laku yang telah diamatinya. 4) Proses motivasional dan perkuatan, bandura percaya

(25)

17

tingkah laku, dalam hal ini tingkah laku yang diamati. Individu lebih tertarik untuk mengamati dan mencontoh tingkah laku yang menghasilkan perkuatan kecil.

Selanjutnya, Koeswara (Putri, 2013:245) menyatakan “Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif dibagi menjadi empat, yaitu penyebab sosial, penyebab lingkungan, penyebab situasional, dan alkohol dan obat-obatan”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif dapat terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor internal (yang dari dalam diri individu sendiri seperti watak, emosi, dan sifat bawaan) dan faktor eksternal (yang dari luar diri individu sendiri seperti pengaruh lingkungan).

d. Pemicu Terjadinya Perilaku Agresif

Menurut Walgito (Abdillah, 2014:414) ada tiga cara pembentukan perilaku yakni:

1) Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan. Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan dengan cara membiasakan bangun pagi, atau menggosok gigi sebelum tidur, membiasakan diri unutk datang tidak terlambat di sekolah dan sebagainya.

2) Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight). Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight misalnya kuliah jangan sampai terlambat, karena hal tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri dan lain-lain. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian.

3) Pembentukan perilaku dengan menggunkan model. Pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Kalau irang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai

(26)

18

panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan perilaku dengan menggunakan model.

Selanjutnya, Bandura (Feist, 2010:226) menyatakan bahwa: “Perilaku agresif didapatkan melalui observasi dari orang lain, pengalaman langsung dengan penguatan negatif dan positif, latihan atau instruksi dan keyakinan yang abstrak”. Selanjutnya Baron, dkk (Tentama, 2012:163) menyatakan bahwa “Faktor dasar yang menjadi penyebab munculnya perilaku agresif dapat ditinjau dari beberapa pendekatan salah satunya yaitu pendekatan belajar (sosial)”.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif bisa terbentuk pada individu atau peserta didik dengan meniru atau mencontoh perilaku agresif lain yang dilakukan oleh individu atau peserta didik (model) yang di amatinya, meskipun hanya sepintas dan tanpa penguatan.

e. Dampak dan Pengaruh Perilaku Agresif

Fox dan Gilbert (Kulsum, 2014:251) menyebutkan bahwa: Agresi yang dilakukan berturut-turut dalam jangka lama, apalagi jika terjadi pada anak-anak atau sejak masa kanak-kanak, dapat mempunyai dampak pada perkembangan kepribadian, misalnya wanita yang pada masa kanak-kanaknya mengalami perlakuan fisik dan atau seksual, pada masa dewasanya (18-44 tahun) akan menjadi depresif, mempunyai harga diri rendah, sering menjadi depresi, sering menjadi korban kejahatan seksual, terlibat dalam penyalahgunaan obat, atau mempunyai pacar yang terlibat dalam penyalahgunaan obat.

Papalia (Nisfiannoor, 2005:7) bahwa “Bentuk nyata perilaku agresif pada remaja antara lain diwujudkan dengan mencuri,

(27)

19

merampok, menggunakan obat-obatan terlarang, dan berkelahi”. Kartono (Nisfiannoor, 2005:7) menyatakan “Kecenderungan berperilaku agresif ini disebabkan oleh karena masih labilnya jiwa mereka, karena mereka tengah mengalami banyak konflik dalam menjalani tugas perkembangannya”.

Restu (2013:243-244) menyebutkan bahwa “Dampak dari perilaku agresif bisa dilihat dari dampak pelaku dan korban. Dampak dari pelaku, misalnya pelaku akan dijauhi dan tidak disenangi oleh orang lain, sedangkan dampak dari korban, misalnya timbulnya sakit fisik dan psikis serta kerugian akibat perilaku agresif tersebut”. Selanjutnya Currie (Siddiqah, 2010:51) menyatakan bahwa “Perilaku agresif berdampak pada prestasi belajar yang rendah, dan lemahnya kesehatan fisik dan mental hingga masa remaja akhir dan dewasa”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif pada peserta didik menimbulkan dampak dan pengaruh yang snagat merugikan, baik bagi peserta didik itu sendiri maupun bagi orang lain. Dampak dan pengaruh yang paling sering terjadi dari perilaku agresif peserta didik adalah sulitnya untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya karena cenderung dijauhi atau dikucilkan oleh teman-temannya sehingga proses perkembangannya terganggu dan ditakutkan akan semakin bersikap agresif, terganggunya proses belajar mengajar peserta didik sehingga ia kurang optimal dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh guru disekolah.

(28)

20 f. Mengatasi Perilaku Agresif

Menurut Koeswara (Kulsum, 2014:278), cara atau teknik sebagai langkah konkret yang dapat diambil untuk mencegah kemunculan atau berkembangnya tingkah laku agresif adalah sebagai berikut:

1) Penanaman moral

Penanaman moral merupakan langkah yang paling tepat untuk mencegah kemunculan tingkah laku agresi. Penananman moral ini akan berhasil apabila dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten sejak usia dini di berbagai lingkungan dengan melinbatkan segenap pihak yang memikul tanggung jawab dalam proses sosialisasi. 2) Pengembangan tingkah laku nonagresi

Untuk mencegah berkembangnya tingkah laku agresi, yang perlu dilakukan adalah mengembangkan nilai-nilai yang mendukung perkembangan tingkah laku nonagresi, dan menghapus atau setidaknya mengurangi nilai-nilai yang mendorong perkembangan tingkah laku agresi.

3) Pengembangan kemampuan memberikan empati

Pencegahan tingkah laku agresi bisa dan perlu menyertakan pengembangan kemampuan mencintai pada individu-individu. Adapun kemampuan itu sendiri dapat berkembang dengan baik apabila individu-individu dilatih dan melatih diri untuk mampu mennempatkan diridalam dunia batin sesama serta mampu memahami apa yang dirasakan atau dialami dan diinginkan maupun tidak diinginkan sesamanya. Pengembangan kemampuan dengan memberikan empati merupakan langkah yang perlu diambil dalam rangka mencegah berkembanganya tingkah laku agresi.

Setiap individu berbeda cara dalam menentukan dirinya untuk menjauhi perilaku agresif atau mendekati perilaku agresif. Proyeksi dari individu dalam mengatasi situasi yang mengancam tersebut, masing-masing individu memiliki sifat karakteristik bergantung dari proses belajar mereka. Jika orang tersebut percaya bahwa mereka

(29)

21

mampu mengendalikan hidup untuk tidak berperilaku agresif maka dinamakan internal locus of control. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rotter (Hadi, 2012:88) menyatakan bahwa: “Orang-orang dengan internal locus of control percaya bahwa mereka bertanggung jawab atas hasil-hasil dalam hidup mereka dan tidak ada yang bisa menahan mereka selain diri mereka sendiri”. Selain itu, seseorang yang memiliki keyakinan pada diri sendiri bahwa mereka mampu mengendalikan tindakan sendiri. Ada juga seseorang yang yakin bahwa yang mengendalikan tindakan mereka adalah berasal dari luar dirinya. Sebagaimana pendapat Lynch, dkk (Hadi, 2012:88) yang mengemukakan bahwa:

Seseorang percaya bahwa perilaku dikendalikan oleh keluarga atau orang lain (misalnya teman-teman dan orang tua), dan Tuhan, dinamakan seorang memiliki eksternal locus of control yang percaya bahawa lingkungan mereka, kekuatan yang lebih tinggi, atau orang lain mengendalikan keputusan mereka dan kehidupan mereka agar terhindar dari perilaku agresif.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara mengatasi perilaku agresif yang efektif adalah dengan penanaman moral yaitu dengan cara memberikan pengertian dari dini yang di mulai dari lingkungan keluarga inti (ayah, ibu, kakak, adik) tentang dampak negatif yang timbul dari perilaku agresif, menciptakan lingkungan nonagresif dengan cara menjauhkan anak dari tontonan atau contoh yang memancing timbulnya perilaku agresif, serta mengajarkan cara mengendalikan emosi yang baik.

(30)

22

2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling 1) Pengertian Bimbingan

Sukardi (2008:2) menyatakan bahwa:

Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, agar individu tersebut dapat memahamai dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Selanjutnya Prayitno (Sukardi, 2008:2) mengemukakan bahwa:

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikankepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, yang kemandiriannya itu mencakup lima fungsi pokok, yaitu mengenal diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, mengambil keputusan, mengarahkan diri, dan mewujudkan diri.

Sementara itu Winkel (Sutirna, 2013:11) mendefinisikan bimbingan sebagai berikut:

a) Suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri.

b) Suatu cara untuk memberikan bantuan kepada ondividu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan peribadinya.

c) Sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyeseuaikan diri dalam lingkungan diaman mereka hidup.

(31)

23

d) Suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.

Dari beberapa pengertian tentang bimbingan, maka dapat ditarik kesimpulan dari bimbingan yaitu sebagai proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang ataau sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri melalui berbagai bahan, interaksi, nasehat, gagasan, alat, dan asuhan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.

2) Pengertian Konseling

Konseling merupakan terjemahan dari counseling, yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik. Natawidjaja (Sukardi, 2008:4) mendefinisikan:

Konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan yang dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu orang lain (yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.

Selanjutnya, Prayitno (Sukardi, 2008:5) mengemukakan “Konseling adalah pertemuan empat mata antara konseli dan konselor yang berisi usaha yang laras, unik, dan manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku”.

(32)

24

Sementara itu Winkel (Sutirna, 2013:15) mendefinisikan: Konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.

Dari uraian di atas juga dapat disimpulkan bahwa konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat atau tatap muka, anatra konselor dan konseli yang berisi usaha yang laras unik dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku agar konseli memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang.

b. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling

Menurut Sutirna (2013:18) menyatakan bahwa:

Secara umum tujuan layanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli (peserta didik) dapat merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang, mengambangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, mengatsi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka harus mendapatkan kesempatan untuk:

(33)

25

1) Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangan.

2) Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya.

3) Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut.

4) Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.

5) Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.

6) Menyesuaiakan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.

7) Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.

Menurut Sutirna (2013:18-21) menyatakan bahwa:

Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-soisal konseli adalah sebagai berikut:

1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, di sekolah/luar sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.

2) Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati, dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.

3) Memahami pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu

(34)

26

meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

4) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.

5) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

6) Memiliki kemampuan untuk melakukan untuk melakukan pilihan secara sehat.

7) Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

8) Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas dan kewajibannya.

9) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan

persahabatan, persaudaraan, atau silaturahmi dengan sesama manusia.

10) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.

11) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kesadaran akan potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.

2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan. 3) Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat. 4) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif,

seperti keterampilan membaca buku, mengunakan kamus, mencatat peljaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

5) Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.

6) Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

(35)

27

Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah sebagai berikut:

1) Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.

2) Memiliki pengetahuan mengetahui dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.

3) Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja.

4) Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.

5) Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, pospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

6) Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

7) Dapat membentuk pola-pola karir.

8) Mengenal keterampilan, kemmapuan, dan minat.

9) Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Sutirna, 2013:21-24) fungsi-fungsi tersebut adalah:

1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (konseli) dan lingkungan (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

(36)

28

2) Fungsi fasilitas, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.

3) Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

4) Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir dan jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. 5) Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana

pendidikan, kepala sekolah, konselor, dan tutor untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. 6) Fungsi pencegahan (preventif), yaitu fungsi yang berkaitan

dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.

7) Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berpikir yang sehat, rasional, dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan merekan kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif. 8) Fungsi penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan

konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkup aspek sosial-pribadi, belajar, dan karir.

9) Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercapai dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri.

10) Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dan fungsi-fungsi

(37)

29

lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.

Selanjutnya, menurut Sukardi (2007:7-8) fungsi-fungsi bimbingan dan konseling sebagai berikut:

1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Pemahaman itu meliputi : (a) Pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh

peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing (konselor).

(b) Pemahaman tentang lingkungan peserta didik (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, oarng tua, guru pada umunya, dan guru pembimbing (konselor).

(c) Pemahaman tentang lingkungan “yang lebih luas”, (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai) terutama oleh pes erta didik.

2) Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahn yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.

3) Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialaminya oleh peserta didik. 4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi

bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fungsi itu. Setiap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling

(38)

30

yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

d. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan (yang meliputi unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan professional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lainnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu.

Menurut Sutirna (2013:27-28) asas-asas yang dimakusdkan adalah sebagai berikut:

1. Asas kerahasian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut kerahasiaan data dan keterangan tentang peserta didik yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh diketahui orang lain.

2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya.

3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar peserta didik dan atau orang tua/wali yang menjadi sasaran terbuka dan tidak berpura-pura. 4. Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang

menghendaki objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan kondisi sekarang.

(39)

31

5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang merujuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu peserta didik diharapkan menjadi individu yang mandiri.

6. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar peserta didik atau orang tua/wali sasaran layanan berpartisifatif secara aktif dalam kegiatan bimbingan dan konseling.

7. Asas kedinamisan, yaitu asas imbingan dna konseling yang menghendaki agar isi layanan bergerak maju, tidak monoton dan terus berkembang.

8. Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar adanya layanan yang dilakukan guru atau pihak lain saling menunjang, harmonis, dan terpadukan.

9. Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar layanan diselenggarakan berdasarkan norma-norma yang ada yaitu norma agama, hukum, dan peraturan.

10. Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dna konseling yang menghendaki diselenggarakan atas dasar-dasar professional.

11. Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan secara tuntas mengalihtangankan ke pihak yang lebih ahli.

12. Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju. Selanjutnya, menurut Prayitno (2013:115-120) asas-asas dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:

1. Asas kerahasiaan. Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain.

2. Asas kesukarelaan. Dalam proses bimbingan dan konseling, klien diharapkaan secara suka dan rela taanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan

(40)

32

seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya kepada konselor.

3. Asas keterbukaan. Dalam proses bimbingan dan konseling, keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. 4. Asas kekinian. Asas kekinian mengandung pengertian

bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan.

5. Asas kemandirian. Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor.

6. Asas kegiatan. Asas ini merujuk pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor.

7. Asas kedinamisan. Usaha pelayanan bimbingan dna konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kea rah yang lebih baik. 8. Asas keterpaduan. Pelayanan bimbingan dna konseling

berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. 9. Asas kenormatifan. Usaha bimbingan dan konseling tidak

boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlkau, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/Negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. 10. Asas keahlian. Usaha bimbingan dan konseling perlu

dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunkan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. 11. Asas alih tangan. Dalam pemberian layanan bimbingan dan

konseling, asas alih tangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namum individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli.

12. Asas Tutwuri Handayani. Asas ini merujuk pada suasana umum yang hendaknya terciptadalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan di sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing

(41)

33

e. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di sekolah/madrasah maupun luar sekolah. Sutirna (2013:24-27) menyatakan prinsip-prinsip itu sebagai berikut:

Tabel 1

Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling

No. Menurut ABKIN (2008:202-204)

Menurut Buku Bimbingan dan Konseling (Bimo Walgito, 2010:12-14) 1. Bimbingan dan konseling

dioeruntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahawa bimbingan diberikan kepada semua konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita;baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik

kelompok dari pada

perseorangan (individual)

Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk anak-anak, orang dewasa, dan orang-orang yang sudah tua.

2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya) dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersbit. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli,

Bertujuan untuk memajukan penyesuaian individu.

(42)

34

meskipun pelayanan

bimbingannya menggunakan teknik kelompok.

3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataannya masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negative terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandnagan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dna kesuksesan, karena bimbiungan merupakan cara yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.

Harus menyeluruh kesemua orang.

4. Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggugjawab konselor, tetapi juga trugas guru-guru

(tutor) dan kepala

sekolah/madrasah sesuai tugas dan peran masing-maisng. Mereka bekerja sebagai team

work.

Semua guru (tutor) di sekolah seharusnya menjadi pembimbing.

5. Pengambilan keputusan merupkan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi, dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat pentinmg baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konselin untuk mempertimbangkan,

menyesuaikan diri, dan

Sebaiknya semua usaha pendidikan adalah bimbingan sebagai alat dan teknik mengajar juga sebaiknya mengandung suatu dasar pandangan bimbingan.

(43)

35

menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat bukan kemampiuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya untuk mengambil keputusan.

6. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai

setting (adegan) kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah/ madrasah saja, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek peribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Perbedaan setiap orang harus diperhatikan.

7. Diperlukan pengertian yang

mendalam mengenai orang yang dibimbingnya.

8. Memerlukan sekumpulan

catatan (cumulative record) mengenai kemajuan dan keadaan anak.

9 Perlu adanya kerjasama

yang baik antara instansi terkait.

10. Kerjasama dan pengertian

orang tua sangat diperlukan.

11. Supaya berani bertanggungjawab sendiri dalam mengatasi permasalahnya. 12. Bersifat fleksibel.

Gambar

Tabel 3  Subjek Penelitian
Gambar 1. Uji Keabsahan data dalam penelitiian kualitatif Uji
Gambar 2. Uji Kredibilitas data dalam penelitian kualitatif  a.  Perpanjangan pengamatan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar logam kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan zink (Zn) di dalam produk ikan tuna kemasan kaleng berdasarkan waktu penyimpanan dengan

Oleh karena itu, tidak selamanya lemak merupakan sumber penyakit sehinga orang tua tidak perlu takut untuk memberikan asupan lemak kepada anak, selama dikonsumsi dalam

e syllabus h ur teaching.

Pada aspek 2 respon positif siswa memperoleh 84% Hal tersebut sesuai dengan manfaat dari model pembelajaran langsung yang disampaikan oleh Ridho (2011) bahwa Dalam

• Seperti halnya dalam masyarakat Sunda terutama dalam adat Kasepuhan Banten Kidul, di masyarakat Kasepuhan Citorek, dodol adalah sajian yang wajib hadir dalam setiap upacara

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui apakah ada pengaruh pembelajaran Concept Attainment Model dan Discovery Learning pada pokok materi Evolusi

Agar dihadiri oleh Direktur perusahaan atau penerima kuasa Direktur dengan membawa data-data perusahaan yang asli sesuai dengan isian kualifikasi yang Saudara sampaikan pada

Indikator dalam penelitian pada variabel keunggulan bersaing diferensiasi produk ini adalah pada rasa, ukuran, kerenyahan dan kebersihan dari indikator ini dapat diketahui bahwa skor