• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Polisi Hutan Dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Illegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat : study di KPH Perum Perhutani Kabupa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Polisi Hutan Dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Illegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat : study di KPH Perum Perhutani Kabupa"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)LEMBAR PERSETUJUAN Peran Polisi Hutan Dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Illegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (Study di KPH Perum Perhutani Kabupaten Ngawi - Jawa Timur Oleh : ENDAH MEGAWATI NIM. 0610113079. Disetujui pada tanggal:………..2010 Pembimbing Utama. Pembimbing Pendamping. Bambang Soedjito,S.H,M.Hum NIP. 19520605 19800 1 006. Paham Triyoso,S.H.M.Hum NIP. 19540517 198203 1 003 Mengetahui, Ketua Bagian Hukum Pidana. Setiawan Nurdayasakti, S.H.M.H NIP. 19640620 19803 1 002. ii.

(2) LEMBAR PENGESAHAN Peran Polisi Hutan Dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Illegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (Study di KPH Perum Perhutani Kabupaten Ngawi - Jawa Timur ) Oleh : ENDAH MEGAWATI NIM. 0610113079 Skripsi ini telah disahkan pada tanggal: Pembimbing Utama,. Agustus 2010 Pembimbing Pendamping,. Bambang Soedjito,S.H,M.Hum NIP.19520605 19800 1 006. Paham Triyoso,S.H.M.H NIP. 19540517 198203 1 003. Ketua Majelis Penguji,. Ketua Bagian Hukum Bisnis,. Paham Triyoso,S.H.M.H NIP.19540517 198203 1 003. Setiawan Nurdayasakti, S.H.M.H NIP. 19640620 19803 1 002. Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,. Herman Suryokumoro, SH., MS. NIP. 19560528 1985 03 1 002 iii.

(3) SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. Yang bertanda tangan dibawah ini, saya Nama : Endah Megawati NIM. : 0610113079. Menyatakan. bahwa. dalam. penulisan. karya. ilmiah. hukum/skripsi/legal. opinion/legal memorandum ini adalah asli karya penulis, tidak ada karya/data orang lain gelar kesarjanaan di perguruan tinggi, selain yang diacu dalam kutipan dan atau dalam daftar pustaka. Demikian surat pernyataan ini saya buat, jika dikemudian hari terbukti karya ini merupakan karya orang lain baik yang dipublikasikan maupun dalam rangka memperoleh gelar kesarjanaan diperguruan tinggi, saya sanggup dicabut gelar kesarjanaan saya.. Malang, Yang Menyatakan,. Endah Megawati NIM.0610113079.

(4) KATA PENGANTAR. Pertama-tama, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta Inayah-Nya kepada seluruh alam, termasuk juga kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Kedua kalinya, tidak lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Semoga Shalawat dan Salam selalu tercurahkan kepadanya karena atas pertolongannya yang telah membawa manusia dari masa lalu yang suram kepada kehidupan yang terang dengan ajaran-ajaran kemuliaan Islam di muka bumi ini, serta keluarga dan sahabat-sahabat beliau. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan hormat penulis yang setulus-tulusnya dan sebesarbesarnya kepada : 1. Ibunda Rusmiyati dan Achmad Soetisna Tercinta, yang selalu mendoakan, mendidik, mengasihi dan menyayangi serta berkorban lahir dan batin dengan tiada henti kepada penulis. 2. Bapak Herman Suryokumoro, SH.,MS. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. 3. Bapak DR. Sihabudin, SH., MH., selaku Pembantu Dekan I. 4. Bapak Nurdin SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II. 5. Bapak Abdul Majid, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III.. iv.

(5) 6. Bapak Setiawan Nurdayasakti, SH., MH. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan Pembimbing yang telah mendorong dan memacu semangat untuk terus berjuang dan maju serta memberikan bimbingan membantu dan memberikan masukan serta arahan kepada penulis. 7. Bapak Bambang Soedjito, SH.,M.Hum. Selaku Pembimbing Utama yang selalu telah mendorong dan memacu semangat untuk terus berjuang dan maju serta memberikan bimbingan dan masukan-masukannya tanpa henti guna mendapatkan hasil yang maksimal. 8. Bapak Paham Triyoso, S.H, M.Hum. Selaku Pembimbing kedua yang memberikan motivasi sekaligus arahan dalam penyusunan penulisan ini sampai akhir. 9. Bapak Ibu Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. 10. Bapak ADM KPH Perum Perhutani Kabupaten Ngawi beserta staf, yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di KPH Perum Perhutani hingga skripsi ini selesai. 11. Bapak Danru selaku pimpinan Polisi Hutan Mobil KPH Perum Perhutani Ngawi beserta Anggotanya yang telah banyak membantu dan mengijinkan penulis melakukan penelitian di wilayah hutan Ngawi. 12. Bapak Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Ngawi yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian guna melengkapi penulisan skripsi ini.. v.

(6) 13. Bapak Pimpinan Pengadilan Negeri Ngawi yang telah mengijinkan untuk melakukan penelitian di tempat tersebut guna melengkapi penelitian dan penulisan ini. 14. Bapak Kepala Polres Kabupaten Ngawi yang telah mengijinkan untuk melakukan penelitian di tempat tersebut guna melengkapi penelitian dan penulisan ini. 15. Teman-teman semua angkatan, terutama angkatan 2006 terutama sahabatsahabatku yang telah memberikan motivasi dan dorongan dalam penyusunan penulisan ini. 16. Serta semua pihak yang turut membantu selesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis yakin bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun akan selalu penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam proses pembuatan skripsi ini penulis melakukan kekhilafan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Semoga Allah SWT. senantiasa. mengampuni kesalahan kita dan. menunjukkan jalan yang benar dan diridhoi-Nya. Amien Yarobbal Alamin.... Malang, 22 Juli 2010. Penulis. vi.

(7) ABSTRAK ENDAH MEGAWATI, Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Juli 2010, Peran Polisi Hutan dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Ilegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (Studi di Kesatuan Pemangkuan Hutan Perum Perhutani Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur), Bambang Soejidto,S.H.,M.Hum; Paham Triyoso, S.H, M.H Pada saat ini, ada banyak hal kendala maupun tantangan yang terjadi terhadap upaya penanggulangan tindak pidana Illegal Logging di Indonesia dan pengelolaan hutan, terutama dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Dalam hal ini, ada banyak kendala dan tantangan yang mesti dihadapi terhadap upaya penangulangan tindak pidana Illegal Logging dan pengelolaan hutan, jika dapat melihat secara kasat mata perlidungan terhadap hutan belum mencapai titik maksimal. Banyak hal yang menjadi kendala dan tantangan terhadap upaya penanggulangan tindak pidana Illegal Logging dan pengelolaan hutan, selain sumberdaya manusia, segala fasilitas yang masih kurang memadai, jika di bandingkan luas kawasan hutan yang begitu luas, sehingga tindak pidana dibidang Kehutanan sering terjadi serti halnya tindak pidana Illegal Logging, perambahan hutan dan kebakaran hutan. Oleh karena itu, dalam kerangka Peran Polisi Hutan dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Illegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), maka diperlukan adanya peran serta dari semua pihak baik dari peran serta semua kalangan instansi terkait dan peran serta masyarakat. Untuk selanjutnya, berbagai ketentuan hukum terkait dengan pengelolaan hutan dan / atau pengelolaan hutan bersama masyarakat, antara lain Undang Undang No 41 Th 1999 tentang Kehutanan, Undang Undang No 5 Th 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang No 32 Th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No 45 Th 2004 tentang Perlindungan Hutan, Peraturan Pemerintah No 30 Th 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani), Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat, Kesepahaman antara Direktur Utama Perum Perhutani dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pengamanan Hutan Di wilayah Kerja Perum Perhutani (Perum Perhutani Unit II Jatim 2009),Peraturan Bupati Nomor 49 2008 Tahun tentang Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Dengan melalui kajian hukum empiris ini, diharapkan dapat memberi berbagai masukan terkait dengan pengelolaan hutan dalam kerangka Peran Polisi Hutan dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Illegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), terutama peran serta semua pihak dari berbagai instansi dan polisi hutan dan peran serta masyarakat. (Kata kunci : Hukum empiris, Peran Polisi Hutan dan Masyarakat Desa Hutan, Penanggulangan Tindak Pidana Ilegal Logging dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat). xii.

(8) DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi ABSTRAK .......................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................ 1. B. Rumusan Masalah ........................................................................... 8. C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9. D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9. E. Sistematika Penulisan..................................................................... 11 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat .................. 13 1. Hutan ........................................................................................ 13 a. Pengertian Hutan ................................................................ 13 b. Fungsi Hutan ...................................................................... 15 c. Pemanfaatan Hutan ............................................................ 18 2. Sumberdaya Hutan ................................................................... 25 a. Jenis-Jenis Hutan................................................................ 27 b. Hasil Hutan......................................................................... 28 3. Masyarakat Desa Hutan ........................................................... 29 4. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ............ 31 B. Tindak Pidana Ilegal Logging dan Penanggulangannya ................ 34 1. Tindak Pidana Illegal Logging ................................................. 34 a. Pengertian Tindak Pidana .................................................. 34 vii.

(9) b. Pengertian Ilegal Logging .................................................. 35 c. Tindak Pidana Ilegal Logging ............................................ 38 2. Pelaku Tindak Pidana Ilegal Logging ...................................... 41 3. Sebab-Sebab Tindak Pidana Ilegal Logging ............................ 42 4. Modus Operandi Ilegal Logging .............................................. 43 5. Ketentuan Pidana Ilegal Logging ............................................. 44 a. Ketentuan Pidana Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 ................................................................................... 45 b. Ketentuan Pidana dalam UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ..................................................................... 46 c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ............ 47 d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan ............................................................ 48 6. Penanggulangan Tindak Pidana Ilegal Logging ..................... 50 a. Kendala Penanggulangan Tindak Pidana Ilegal Logging .. 50 b. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Ilegal Logging ..... 63 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pendekatan Penelitian ....................................................... 68 B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 69 C. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 70 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 71 E. Populasi dan Sampel ...................................................................... 72 F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 73 G. Definisi Operasional....................................................................... 73 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ........................................................................... 75 1. Geografi.................................................................................... 75 2. Wilayah Hutan Ngawi .............................................................. 76 viii.

(10) B. Kendala Polisi Hutan Dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Ilegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat ................ 99 C. Upaya Yang Dilakukan Polisi Hutan Dan Masyarakat Desa Hutan Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Ilegal Logging Terkait Dengan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat ...................................................................... 118 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................... 135 B. Saran............................................................................................... 137 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................139 LAMPIRAN ........................................................................................................142. ix.

(11) DAFTAR TABEL. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.. Tabel 4.I LMDH Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat KPH Wilayah Kabupaten Ngawi ........................................88 Tabel 4.2 MPSDH Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Kabupaten Ngawi ................................................................90 Tabel 4.3 Upaya preventif ......................................................................120 Tabel 4.4 Evaluasi Gangguan Keamanan Hutan Perum Perhutani KPH Ngawi Periode 2009 sampai 2010...........................................................122 Tabel 4.5 Hasil Pengamanan Hasil Hutan 2009 – 2010 Perum Perhutani KPH Ngawi .............................................................................................123 Tabel 4.6 Daftar Tersangka 2009 – 2010 Perum Perhutani KPH Ngawi124 Tabel 4.7 Daftar Penyelesaian Perkara 2009-2010 KPH Perum Perhutani .................................................................................................................125 Tabel 4.8 Data Jumlah kasus Tindak Pidana Illegal logging Polres Ngawi (2004-2009) .............................................................................................127. x.

(12) DAFTAR GAMBAR. 1. Gambar 4.1 Peta Kawasan Hutan KPH Perum Perhutani Ngawi .................77 2. Gambar 4.2 Kawasan Hutan Rakyat .............................................................79 3. Gambar 4.3 Bagan Struktur Organisasi KPH Perum Perhtani ......................83 4. Gambar 4.4 Bagan Struktur Organisasi Dinas Kehutanan ............................85 5. Gambar 4.5 Bagan Struktur Organisasi Polisi Kehutanan KPH Ngawi .......94 6. Gambar 4.6 Bagan Struktur Organisasi Satreskrim Polres Ngawi ...............98 7. Gambar 4.7 Wilayah Hutan Timur Kedawak Selatan ...................................129 8. Gambar 4.8 Tunggak kayu bekas pencurian mulai tahun 2005-2010 ...........130 9. Gambar 4.9 Peta petak 44 wilayah di Kedawak Selatan (illegal logging)....131 10. Gambar 4.10 Tunggak bekas pencurian di petak 44 .....................................132. xi.

(13) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan jaman selalu membawa dampak pada perubahan lingkungan. Segala macam cara telah ditempuh untuk mewujudkan sistem pembangunan. Perubahan pada pembangunan nasional ini sangat tergantung pada lingkungan dan masyarakat. Oleh karena itu semakin meningkatnya upaya pembangunan maka akan semakin meningkat pula dampak terhadap lingkungan hidup. Kondisi inilah yang mendorong dalam upaya pengendalian dampak lingkungan, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi resiko yang ditimbulkan oleh dampak perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan sering terjadi pada setiap negara bahkan dampaknya dapat dirasakan oleh dunia. Perubahan lingkungan yang terjadi belakangan ini, terutama pada lingkungan hutan telah mendapatkan sorotan utama oleh negara. Dampak perubahannya sangat luar biasa di kehidupan makhluk di bumi ini. Hutan yang merupakan sumber oksigen bagi kehidupan telah mengalami perubahan yang drastis. Fungsi hutan yang sebagai ekologi, sosial, dan ekonomi bagi setiap negara di dunia kini fungsinya telah beralih. Hal ini tidak lain adalah ulah daripada manusia itu sendiri yang tidak memperhatikan kondisi alam sekitar. Hutan yang seharusnya di lestarikan dan dikelola, malah sekarang berubah menjadi wilayah hutan yang gersang. Salah satu masalah yang sangat krusial dalam bidang lingkungan hidup pada sektor kehutanan ini adalah masalah penebangan liar atau yang dikenal. 1.

(14) 2. dengan istilah. “Illegal Logging” dari Uni Eropa menyatakan bahwa Penebangan. liar (illegal logging) adalah penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia dan menjadi masalah serius di dunia.1 Dampak terhadap kerusakan hutan di Indonesia menurut data dari Departemen Kehutanan tahun 2003 menyebutkan bahwa luas hutan Indonesia yang rusak mencapai 43 juta hektar dari total 120,35 hektar dengan laju degradasi dalam tiga tahun terakhir mencapai 2,1 juta hektar pertahun.2 Praktek penebangan liar (illegal logging) terjadi sampai ke pelosok Indonesia. Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat ternilai harganya. Hutan merupakan kekayaan alam yang sangat melimpah dengan berbagai ragam jenis mulai dari varietas tanaman dan penampung erosi tanah. Pengertian hutan menurut pasal 1 butir 2 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan adalah: “Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.” 3 Wilayah Kabupaten Ngawi terkenal dengan julukan kabupaten agraris yang wilayah tanahnya meliputi daerah pertanian, peternakan dan wilayah hutan. Berdasarkan tabel pada tahun 2005 Perum Perhutani Unit II Jatim luas hutan yang dimiliki wilayah Ngawi sekitar 34.957,9 ha. Yang wilayahnya terdiri dari hutan jati, rimba, hutan lindung dan hutan suaka alam. Wilayah ini dikelola oleh KPH Perum Perhutani Ngawi yang sebagai pemangkuan hutan di kabupaten tersebut. 1. Sukardi, Illegal Logging dalam Perspektif Politik Hukum Pidana (Kasus Papua), Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, hal 3. 2 IGM Nurdjana, Teguh Prasetyo, Sukardi, Korupsi & Illegal logging dalam Sistem Desentralisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 5. 3 Sukardi, Opcit, hal 12..

(15) 3. Kemudian ada bagian yang mengelola sekaligus menjaga hutan wilayah yaitu Polisi Hutan. Mereka berperan sebagai pengawas diantaranya melaksanakan patroli/perondaan dalam kawasan hutan atau di luar kawasan hutan, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan pengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah. 4 Tindak kejahatan terutama pada tindak pidana illegal logging ini sangat merugikan negara. Hal inilah yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya mengelola hutan terutama hutan produksi maupun kawasan bukan hutan produksi. Apalagi tindak kejahatan sekarang ini bukan kali pertama bahkan kesekian kalinya terjadi. Jika penjeratan masalah pidana dirasa oleh pemerintah cukup berat, namun kenapa kejahatan penebangan liar ini masih terjadi. Pelestarian lingkungan terutama pada hutan memang bukan hanya tugas dari pemerintah semata melainkan tugas bersama yang melibatkan berbagai pihak. Baik dari pihak pemerintah sebagai pengelola, aparat sebagai penjaga dan masyarakat yang senantiasa membantu melestarikan serta menjaga hutan untuk digunakan sebagaimana mestinya. Ini dilakukan agar bumi tetap terjaga dari berbagai kerusakan yang diakibatkan ulah tangan manusia dan pemanasan global seperti yang terjadi sekarang ini. Oleh karena itu, hal yang sangat diperlukan adalah sosialisasi yang lebih baik dan penerapan serta mekanisme peraturan yang perlu ditingkatkan kepada masyarakat, sehingga kejahatan tindak pidana illegal logging dapat berkurang dan dapat dikendalikan serta hutan kembali lestari dan terjaga sebagai aset bangsa dan kepentingan negara. 4. Tabel Luas Hutan Tiap Kabupaten Berdasarkan Wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Propinsi Jawa Timur, diakses tanggal 31 Desember 2009..

(16) 4. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 77 ayat (2) disebutkan bahwa pejabat penyidik pegawai negeri sipil juga diberi kewenangan dalam hal penyidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan pada pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa: ” Polisi kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya, menyelenggarakan dan atau melaksanakan usaha perlindungan hutan yang oleh kuasa undang-undang diberikan wewenang kepolisian khusus di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya”. Untuk itu peran polisi hutan dalam pengamanan hutan di suatu wilayah sangat diperlukan hal ini untuk mencegah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat. Adapun tugas dan wewenang dari pada polisi hutan berdasarkan pada pasal 36 ayat (2) PP No.45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan yaitu: a. Mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; b. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pangangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; c. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; d.. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;. e. Dalam hal penangkapan tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan.

(17) 5. f. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Sementara ini terdapat beberapa kasus di wilayah Ngawi tentang penebangan kayu secara illegal. Menurut keterangan dari Polisi Hutan dan berbagai kabar media pelaku illegal logging sangat banyak. Telah mencapai seratus bahkan lebih kasus yang ditangani, hal ini terjadi berawal sekitar tahun 2003 yang lalu jenis kejahatan illegal logging ini tergolong pada perbuatan individu dan golongan. Kemudian pada tahun 2006 sampai sekarang jenis kejahatannya menjadi golongan individu. Akan tetapi pelaku tetap saja tidak jera, berbagai alasan yang selalu dilontarkan pada pengakuannya lewat sidang pengadilan adalah faktor ekonomi. Penyebab utama para pelaku melakukan penebangan liar inilah yang menjadikan hutan semakin tidak terkendali. Jelas ini sangat merugikan negara dan berakibat pada masyarakat luas. Puluhan kubik kayu ditebang kemudian dikirim ke berbagai tempat untuk dijadikan lahan usaha mereka. Padahal ancaman pidana menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 sudah cukup berat, namun pelaku illegal logging tetap tidak jera. Oleh karena itu bagi masyarakat desa hutan sangat sulit untuk menghilangkan tindak pidana illegal logging.5 Pada tahun 2008 yang lalu polisi hutan telah berhasil meringkus pelaku tindak pidana illegal logging di wilayah hutan Ngawi. Adapun kasus illegal logging yang terjadi ternyata pelakunya bukan hanya warga masyarakat biasa namun seorang pegawai negeri sipil juga terlibat. Tersangka terbukti membawa. 5. Hasil interview kepada Polisi Hutan KPH Ngawi, yang diolah kembali..

(18) 6. kayu jati gelondongan sebanyak 20 batang yang tersimpan di beberapa tempat sekitar lingkungan rumah tersangka. Kemudian waktu pemeriksaan tersangka membawa dan yang berhasil diamankan sebanyak 4,5 m3 kayu jati gelondongan kelas A3. Kemudian kasus lain ada beberapa warga masyarakat sebanyak 5 orang yang berhasil dibekuk oleh petugas. Kelima tersangka tersebut berhasil diamankan dengan barang bukti membawa dan menyimpan kayu hasil penebangan liar. Kelima tersangka tersebut berhasil ditangkap ketika pihak polisi hutan mengadakan operasi rutin di wilayah Kecamatan Kedunggalar Ngawi. Kemudian lima tersangka tersebut di bawa ke Polres untuk diproses lebih lanjut. Dan kasus lain ada kelompok pembalak liar yang berhasil diringkus oleh pihak Kepolisian Resor Ngawi, Jawa Timur, melalui Operasi Wana Surya, menangkap lima pelaku pembalakan liar yang beroperasi di kawasan hutan Perum Perhutani. Ternyata dari salah satu pelaku illegal logging tersebut adalah seorang pegawai negeri sipil yang diduga sebagai penadah kayu hasil curian. Kemudian para pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka, dijerat dengan pasal 78 UndangUndang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara, dan denda Rp 5 miliar.6 Kasus lain tentang illegal logging di Ngawi terus saja terjadi. Petugas PolhutMob Perhutani KPH Ngawi kemarin (13/9) meringkus dua orang yang diduga melakukan pencurian kayu. Asal warga Bangunrejo Lor Kecamatan Pitu dan warga Desa Suwawal Mlonggo Kabupaten Jepara. Keduanya ditangkap petugas saat mengangkut ratusan batang kayu jati tanpa dokumen dengan 6. http//www//.Perum Perhutani Sukseskan Perhutani Hijau 2010.com (Jumat, 05 September 2008), diakses tanggal 31 Oktober 2009..

(19) 7. menggunakan truk. Saat ditangkap, salah satu yang bertindak sebagai sopir truk dan pelaku yang satunya diduga sebagai pemilik duduk di samping pengemudi. Petugas berhasil mengamankan barang bukti 130 batang kayu jati berbagai ukuran serta truk bernomor polisi K1309 NC. Penangkapan dilakukan di pos pemeriksaan hasil hutan BKPH Kedunggalar RPH Sidowayah Desa Banjarejo. Penangkapan bermula saat petugas berpatroli di pos pemeriksaan hasil hutan. Saat itu melintas truk yang dikemudikan tersangka. Truk yang baknya tertutup terpal itu mengundang curiga petugas sehingga diberhentikan dan diperiksa. ''Ketika di tanya dokumen kayu oleh petugas, tersangka tidak bisa menunjukkan surat sah,'' pertanyaan tersebut dilontarkan oleh seorang petugas PolhutMob Perhutani KPH Ngawi, kepada wartawan koran ini saat mengecek barang bukti di kantornya, kemarin. Selain ditutup terpal, untuk mengecoh petugas, tersangka juga membawa ratusan batang kayu bakar atau rencek yang dicampur dengan kayu gelondongan yang dibawanya. Setelah dicek petugas, di bawah kayu rencek itu tersimpan 130 batang kayu jati. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui pemilik kayu tersebut adalah milik tersangka. ''Keduanya kami titipkan ke kantor Polsek Pitu dan barang buktinya diamankan di kantor PolhutMob,'' ujar Korkam KPH Ngawi yang didampingi Pabin Polhut. Akibat perbuatannnya kedua tersangka tersebut maka bakal terjerat pasal 50 UU RI Nomor 49 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman maksimal sepuluh tahun penjara.7. 7. Radar Madiun Senin, 15 September 2008, diakses tanggal 31 Oktober 2009.

(20) 8. Dalam penjagaan wilayah hutan dan melestarikan hutan peran aktif dari seluruh kalangan sangat dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna mencegah hutan menjadi tandus, erosi maupun bencana alam. Peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan, hal ini disebutkan berdasarkan pada pasal 68 sampai dengan pasal 70 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Masyarakat sangat berperan penting dalam pengelolaan hutan karena masyarakat juga yang nantinya akan menikmati hasil dan memanfaatkan hasil hutan. Maka dari itu keberadaan peran polisi hutan dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat untuk saat ini sangat dibutuhkan. Selain untuk mencegah dan mengurangi tindak pidana illegal logging di wilayah hutan. Pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat ini dirasa cukup efektif untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar hutan untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka dengan sistem berbagi. Pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat telah dicanangkan oleh pemerintah dalam Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor: 136/KPTS/DIR/2001. Aturan ini dibuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana illegal logging yang sering kali terjadi di wilayah hutan khususnya di Provinsi Jawa Timur yang wilayah hutannya cukup luas. Pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat juga dapat mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.. B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :.

(21) 9. 1. Apa yang menjadi kendala Polisi Hutan dan masyarakat desa hutan terhadap penanggulangan tindak pidana illegal logging terkait dengan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat ? 2. Bagaimana upaya yang dilakukan Polisi Hutan dan masyarakat desa hutan terhadap penanggulangan tindak pidana illegal logging terkait dengan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat ?. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang dapat diambil berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa kendala yang dihadapi oleh Polisi Hutan dan masyarakat desa hutan terhadap penanggulangan tindak pidana illegal logging terkait dengan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat 2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang akan dilakukan oleh Polisi Hutan dan masyarakat desa hutan terhadap penanggulangan tindak pidana illegal logging terkait dengan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat.. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:.

(22) 10. 1. Manfaat Teoritis : Memberikan sumbangsih bagi para pakar pendidikan dan ilmu hukum khususnya pengetahuan terhadap pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana illegal logging dan upaya penanggulangan tindak pidana illegal logging terutama di wilayah hutan Ngawi guna memberikan perlindungan kepada hutan khususnya produksi agar tetap terjaga dan lestari. 2.. Manfaat Aplikatif : a. Bagi Akademisi, dapat menambah wacana tentang perkembangan tindak kejahatan yang terjadi terutama tindak pidana illegal logging. b. Bagi pemerintah dan penegak hukum, dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam menentukan kebijakan dan penerapan hukum yang berkaitan tentang masalah upaya penanggulangan tindak pidana illegal logging. c. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi dan pengetahuan serta kesadaran hukum bagi masyarakat terhadap pentingnya untuk melestarikan hutan agar tercipta hutan yang lestari dan memanfaatkan hutan sebagaimana mestinya tanpa harus melakukan perusakan yang menjadi aset bangsa dan negara. d. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang tindak kejahatan yang terjadi pada saat ini terutama tentang tindak pidana illegal logging..

(23) 11. E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I.. PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan,. tujuan. penelitian,. manfaat. penelitian. serta. sistematika penulisan. BAB II.. KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka merupakan bagian penulisan yang berisikan berbagai landasan teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada. Kajian yang digunakan antara lain kajian tentang landasan hukum mengenai penanggulangan tindak pidana illegal logging, peran polisi hutan dan masyarakat desa hutan yang terkait. dengan. pengelolaan. sumber. daya. hutan. bersama. masyarakat. BAB III.. METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dimuat tentang metode penelitian yang meliputi metode pendekatan, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, serta teknik pengumpulan data.. BAB IV.. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian serta hasil penelitian di lapangan yang memuat jawaban.

(24) 12. atas permasalahan tentang peran Polisi Hutan dan masyarakat desa hutan terhadap penanggulangan tindak pidana illegal logging terkait dengan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat dan memberikan kebijakan bagi Polisi Hutan dan masyarakat hutan bagi para pelaku tindak pidana illegal logging. BAB V.. PENUTUP Dalam bab ini akan dimuat tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya serta saran-saran yang diharapkan mampu menjadi masukan yang berguna bagi semua pihak.. DAFTAR PUSTAKA Berisi keseluruhan literatur dan referensi serta pengarang yang telah dijadikan acuan dalam menyusun skripsi.

(25) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 1. Hutan a. Pengertian Hutan Menurut Raharjoekoesoemah dalam bukunya Sukardi, kata “hutan” merupakan terjemahan dari kata bos dalam bahasa Belanda. Menurut Black’s Law Dictionary dalam bukunya Nurdjana, Prasetyo, dan Sukardi, Forest adalah ”a tract of land, not necessarily wooded, reserved to the king or grantee, for hunting deer and other game” artinya bidang daratan, berpohon-pohon yang dipesan oleh raja atau suatu penerima beasiswa, untuk berburu rusa dan permainan lain. Dalam hukum Inggris kuno, forest (hutan) adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan dan dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai sebutan terhadap hutan, misalnya belukar, hutan perawan, dan lain-lain. Tetapi pada umumnya menurut Marpaung dalam bukunya Nurdjana, Prasetyo, dan Sukardi dipersepsikan secara umum tentang hutan adalah penuh pohon-pohonan yang tumbuh tak beraturan atau suatu areal tertentu yang ditumbuhi pepohonan dan didiami berbagai jenis binatang. Pengertian umum tentang hutan ini berbeda dengan pengertian hutan secara yuridis. Hutan menurut Dangler dalam bukunya Nurdjana, Prasetyo, dan Sukardi adalah:. 13.

(26) 14. ”Sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembaban, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuhtumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertikal)”. Unsur yang menjadi ciri hutan dalam bukunya Sukardi berpendapat bahwa: (1) adanya pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas (tidak termasuk savana dan kebun), dan (2) pepohonan tumbuh secara berkelompok.1 Pengertian hutan menurut pasal 1 angka 2 UU No.41 /1999 hutan adalah ”Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.” Sedangkan pengertian kehutanan menurut pasal 1 angka 1 UU No.41/1999 adalah: ”Sistem pengurusan yang bersangkutan paut dengan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.” Maka hal ini dapat dipahami bahwa ada dua kepentingan yang terkandung dalam hakekat hutan yaitu: (1) hutan yang berisi sumber daya alam hayati merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai harganya, yang dapat dimanfaatkan sebagai modal pembangunan nasional (penjelasan umum UU No. 41/1999), (2) hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem dalam persekutuan alam dan lingkungannya yang tidak bisa dipindahkan satu. 1. IGM Nudjana, Teguh Prasetyo, Sukardi, Opcit, hal 35-36..

(27) 15. dengan lainnya, disamping mempunyai manfaat hutan juga mempunyai fungsi-fungsi pokok yaitu fungsi ekologis, ekonomis dan sosial.2 b. Fungsi Hutan Fungsi dan manfaat hutan diantaranya adalah : a. Fungsi ekologis hutan yaitu sebagai suatu sistem penyangga kehidupan antara lain sebagai pengatur tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan iklim mikro, penghasil udara bersih, menjaga siklus makanan, serta sebagai tempat pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. b. Fungsi ekonomis yaitu sebagai sumber yang menghasilkan barang dan jasa baik yang terukur seperti hasil hutan yang berupa kayu dan nonkayu, maupun yang tidak terukur seperti jasa ekoturisme. c. Fungsi sosial adalah sebagai sumber penghidupan dan lapangan kerja serta kesempatan berusaha bagi sebagian masyarakat terutama yang hidup di dalam dan sekitar hutan, untuk kepentingan pendidikan dan teknologi. Fungsi dan manfaat hutan tersebut dapat menempatkan peranannya yang cukup besar dalam kelestarian mutu dan tatanan lingkungan serta pengembangan ekonomi kerakyatan dan pendapatan negara. Oleh karena itu pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hutan perlu dilakukan melalui sistem pengelolaan yang dapat menjaga serta meningkatkan fungsi. 2. Ibid hal 36-37.

(28) 16. dan peranannya bagi kepentingan generasi kini maupun generasi di masa yang akan datang.3 Berdasarkan fungsinya hutan terbagi menjadi 3 (tiga) macam (pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999), yaitu: a. Hutan Konservasi Hutan konservasi ialah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Fungsi pokok maksudnya adalah fungsi utama yang diemban oleh suatu hutan. Hutan konservasi terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : 1) Kawasan Hutan Suaka Alam Kawasan hutan suaka alam ialah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 2) Kawasan Hutan Pelestarian Alam Kawasan hutan pelestarian alam ialah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga. kehidupan,. pengawetan. keanekaragaman. jenis. tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.. 3. Sukardi, Opcit, hal 13..

(29) 17. Kawasan pelestarian alam menurut pasal 29 ayat (1) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1990 terdiri atas: a) Taman nasional ialah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. b) Taman hutan raya ialah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan. penelitian,. ilmu. pengetahuan,. pendidikan,. menunjang budidaya, budaya, dan rekreasi. c) Taman wisata alam ialah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. 3) Taman Buru Taman buru ialah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. b. Hutan Lindung Hutan lindung ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, yaitu untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. c. Hutan Produksi Hutan produksi ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Walaupun setiap wilayah hutan mempunyai.

(30) 18. kondisi yang berbeda-beda, pada umumnya semua hutan mempunyai fungsi konservasi, lindung, dan produksi. Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan fauna, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. d. Hutan dengan tujuan khusus Hutan dengan tujuan khusus ialah hutan yang dipergunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta kepentingan-kepentingan religi dan budaya setempat. Pemanfaatan hutan untuk tujuan khusus ini tidak boleh mengubah fungsi pokok kawasan hutan, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. e. Hutan Kota Hutan kota ialah kawasan tertentu disetiap kota yang berfungsi untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air. Hutan kota ini dapat berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah perkotaan dengan luasan yang cukup dalam suatu hamparan lahan.4 c. Pemanfaatan Hutan Pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya hutan perlu dilakukan melalui suatu sistem pengelolaan yang dapat hutan menjaga serta meningkatkan fungsi dan peranannya bagi kepentingan generasi masa kini 4. Abdul Khalim, Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia dalam Era Otonomi Daerah, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal 39-41..

(31) 19. maupun generasi di masa yang akan datang. Proses pengelolaan terutama dalam rangka pemanfaatan hutan, harus dapat menjaga keseimbangan dan kesinambungan ketiga fungsi pokok hutan tersebut. 1). Prinsip Pemanfaatan Hutan Beberapa prinsip pemanfaatan hutan adalah: 1. Bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 2. Dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada tahun cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional (Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 3. Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, wajib bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat (Pasal 30 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 4. Untuk menjamin asas keadilan, pemerataan, dan lestari, izin pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha (Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 5. Setiap pemegang izin pemanfaatan hutan pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi wajib :.

(32) 20. a. Menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya (Pasal 32 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). b. Menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan (Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 6. Setiap pemegang izin pemungutan hutan pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi dikarenakan iuran izin usaha provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja (Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 7. Setiap pemegang izin pemungutan hutan pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi hanya dikenakan provisi (Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 8. Penggunaan kawasan htan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung (Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 9. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan di lakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan (Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 10. Pemberian izin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan.

(33) 21. Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 38 ayat (5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). 11. Kegiatan pemanfaatan hutan wajib memenuhi kriteria dan indikator pengelolaan hutan secara lestari (Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002). 12. Kriteria dan indikator pengelolaan hutan secara lestari mencakup aspek ekonomi, sosial, dan ekologi (Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002). 13. Kriteria dan indikator pengelolaan hutan secara lestari diatur dengan Keputusan Menteri (Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002). 2). Pemanfaatan Hutan Pada Hutan Konservasi Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, maka pemanfaatan hutan pada hutan konservasi diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pemanfaatan hutan dilakukan melalui: 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, dimaksudkan untuk terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia..

(34) 22. 2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dengan cara menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli. 3. Pemanfaatan secara. lestari. sumber daya. alam. hayati. dan. ekosistemnya, dilakukan melalui kegiatan: a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam, dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan. b. Pemanfaatan memperhatikan. jenis. tumbuhan. kelangsungan. dan. satwa. potensi,. daya. liar,. dengan. dukung,. dan. keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar. 3). Pemanfaatan Hutan Pada Hutan Lindung Pemanfaatan hutan pada hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat di sekitar hutan sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi hutan lindung sebagai amanah untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Selanjutnya, mengenai pemanfaatan hutan pada hutan lindung diatur dalam pasal 22 sampai dengan pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 sebagai berikut: 1. Izin pemanfaatan hutan lindung tidak dapat: a. Diberikan pada areal yang telah di bebani izin pemanfaatan hutan; b. Dipindahkan tangankan tanpa persetujuan pemberi izin;.

(35) 23. c. Dijadikan jaminan atau dijaminkan kepada pihak lain. 2. Menteri menetapkan teknik perlakuan atas usaha pada hutan lindung. 3. Penetapan teknik perlakuan atas usaha pemanfaatan kawasan diatur sebagai berikut: a.. Tidak menebang pohon;. b. Teknik pengolahan tanah yang tidak menimbulkan erosi; c.. Tidak menggunakan pestisida dan insektisida;. d. Tidak menggunakan peralatan mekanis; dan e. Kegiatan tidak dilakukan pada kelerengan diatas 25 % (dua puluh lima persen). 4. Penetapan teknik perlakuan atas usaha jasa lingkungan tidak mengubah bentang alam dan lingkungan serta mengupayakan kelestarian unsur-unsur pendukung kelestarian lingkungan. 5. Penetapan teknik perlakuan atas usaha pemungutan hasil hutan bukan kayu diatur sebagai berikut: a. Tidak menebang pohon; b.Tidak mengganggu kelestarian potensi yang dipungut; dan c. Tidak menggunakan peralatan mekanis. 4). Pemanfaatan Hutan Pada Hutan Produksi Pemanfaatan hutan pada hutan produksi dilaksanakan dengan tetap menjaga kelestarian hutan dan meningkatkan fungsi pokoknya. Sumber pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002.

(36) 24. (dimodifikasi). Khusus pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Dahulu dikenal dengan istilah Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pada Hutan Produksi ditetapkan kriteria potensi tegakan hutan alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:8171/KptsII/2002, walaupun keputusan ini dianggap masih kontroversial oleh sebagaian pengusaha kehutanan karena tidak adanya penjelasan dasar angka-angka penetapan kriteria potensi tegakan hutan secara rinci. Selanjutnya, mengenai jangka waktu dan subjek pemegang izin diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 29 Undang-Undang 41 Tahun 1999 dan Pasal 35 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 (dimodofikasi). Sedangkan kewenangan pemberian izin diatur pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 (dimodifikasi). Kewenangan pemberian izin ini kadang masih terjadi pelanggaran, dimana ada bupati/walikota memberikan izin kepada masyarakat, dan ini sangat sulit dikendalikan. Karena bupati/walikota secara struktur tidak bertanggung jawab ke pusat. Mengenai hak dan kewajiban pemegang izin pemanfaatan hutan diatur dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 (dimodifikasi). Kemudian perihal tentang hapusnya izin pemanfaatan hutan diatur dalam Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 (dimodifikasi). Berikut adalah isi dari pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, yaitu:.

(37) 25. a. Hapusnya izin tidak membebaskan kewajiban pemegang izin. b. Barang bergerak atau tanaman menjadi milik negara. c. Pemerintah atau Pemerintah Daerah tidak bertanggung jawab atas kewajiban pemegang izin terhadap pihak ketiga. Menurut Pasal 50 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 bahwa tata cara dan persyaratan perpanjangan izin diatur lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Kehutanan. 5. 2.. Sumberdaya Hutan Sumber daya hutan merupakan sumber daya alam yang pengertiannya. terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 1 ayat (9), menyebutkan bahwa: “Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem. 6 Pengertian tentang hutan sendiri dalam Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pada pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam. hayati. yang. didominasi. pepohonan. dalam. persekutuan. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.7. 5. Ibid.hal 47-60. Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 1 ayat (9). 7 Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pasal 1 ayat (2). 6. alam.

(38) 26. Sedangkan pengertian dari sumber daya alam hayati sendiri telah dicantumkan pada Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada pasal 1 ayat (1), menyebutkan bahwa: “Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.8 Berdasarkan berbagai pengertian tentang sumber daya alam dan hutan dalam Undang-Undang diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber daya hutan merupakan unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem dan kesatuan ekosistemnya berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati, yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sumber daya alam (SDA) dikategorikan dalam bentuk modal alam (natural resourses stock) yang seperti aliran danau, kawasan lindung pesisir dan dalam bentuk faktor produksi (komoditas kayu) seperti kayu, rotan, air mineral, ikan dan lain-lain. Selain itu SDA juga dapat di kategorikan menjadi SDA yang terbarukan (renewable) dan tidak terbarukan (nonrenewable), sehingga pemanfaatan dan pengelolaan SDA perlu dibedakan perlakuannya sesuai dengan karakteristik potensi dan kapasitas daya dukungnya. Upaya untuk melestarikan kedua kategori SDA tersebut sangat ditentukan oleh 8. Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, pasal 1 ayat (1)..

(39) 27. kemampuan daya dukungnya, karena keterbatasan yang dimilikinya untuk menghasilkan komoditas secara berkelanjutan.9 Dalam hal ini sumber daya hutan juga menghasilkan berbagai jenis hutan dan hasil hutan yang terdapat di bawah ini yang menurut fungsinya masingmasing. a. Jenis-Jenis Hutan Jenis-jenis hutan menurut UU No.41 tahun 1999 di tentukan empat jenis hutan, yaitu berdasarkan (1) statusnya, (2) fungsinya, (3) tujuan khusus dan (4) pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air. Berdasarkan statusnya (Pasal 5 UU No.41/1999). Pembagian hutan menurut statusnya adalah pembagian hutan yang di dasarkan pada statusnya adalah suatu pembagian hutan yang didasarkan pada status (kedudukan) antara orang, badan hukum, atau institusi yang melakukan pengelolaan, pemanfaatan, dan perlindungan terhadap hutan tersebut. Kualifikasi hutan negara dalam pasal 5 ayat 1 adalah: a. Hutan adat yaitu hutan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat hukum adat yang sebelumnya disebut hutan ulayat. b. Hutan desa yaitu hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. c. Hutan kemasyarakatan yaitu hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.. 9. I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Antropologi Hukum, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2008, hal 94..

(40) 28. d. Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik disebut hutan rakyat.10 b. Hasil Hutan Hasil hutan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah terdapat pada pasal 6 dan pasal 7. Berdasarkan fungsinya. adalah. penggolongan. hutan. yang. didasarkan. pada. kegunaannya, yaitu: (1) hutan konservasi, (2) hutan lindung, dan (3) hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu. Hasil konservasi terdiri kawasan hutan suaka alam, yaitu hutan dengan khas tertentu mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan pelestarian alam, yaitu hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Hasil hutan dari kawasan hutan pelestarian terdiri dari: taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Hutan lindung, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan. 10. Sukardi, Opcit, hal 14..

(41) 29. memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi hasil hutannya digunakan untuk memproduksi hasil hutan.11. 3.. Masyarakat Desa Hutan Berdasarkan pada pengertian dalam Keputusan Ketua Dewan Pengawas. Perum. Perhutani. Nomor:136/KPTS/Dir/2001. tentang. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat disebut dalam Pasal 1 ayat (4) bahwa: “Masyarakat Desa Hutan adalah kelompok otang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya.” Peran serta masyarakat terhadap pengelolaan alam sebenarnya secara umum sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti tercantum pada: 1. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 2. Pasal 5 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Sedangkan secara khusus pada Pasal 68 sampai dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 diatur sebagai berikut:. 11. IGM Nurdjana, Teguh Prasetyo, Sukardi, Opcit, hal 41..

(42) 30. 1. Hak Masyarakat a. Menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan. Pengertian menikmati kualitas lingkungan, termasuk untuk memperoleh manfaat sosial dan budaya bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. b. Dapat: 1) Memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan. 3) Memberi. informasi,. saran,. serta. pertimbangan. dalam. pembangunan kehutanan. 4) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan. c. Masyarakat di dalam dan sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Perubahan status dan fungsi hutan dapat berpengaruh pada putusnya hubungan masyarakat dengan hutan atau bahkan kemungkinan menyebabkan hilangnya mata pencaharian mereka. Oleh. sebab. itu,. untuk. tidak. menimbulkan. kesengsaraan,.

(43) 31. pemerintah dan pihak penerima izin usaha pemanfaatan hutan berkewajiban untuk mengupayakan kompensasi yang memadai, antara lain dalam bentuk mata pencaharian baru dan keterlibatan dalam usaha pemanfaatan hutan sekitarnya. d. Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Kewajiban Masyarakat Dalam bidang kehutanan masyarakat berkelanjutan ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan, artinya mencegah dan mengulangi terjadinya pencurian, kebakaran hutan, gangguan ternak, perambahan, pendudukan, dan sebagainya. 3. Peran Serta Masyarakat a. Turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan. b. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.12. 4.. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan pada pengertian dalam Keputusan Ketua Dewan Pengawas. Perum. Perhutani. Nomor:136/KPTS/Dir/2001. tentang. Pengelolaan Sumberdaya Hutan pasal 1 ayat (1) bahwa: ”Kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan 12. Abdul Khalim, Opcit, hal 106-108..

(44) 32. sumberdaya hutan dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam.” Sedangkan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat dalam pasal 1 ayat (2) bahwa: ”Suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proposional. Pembentukan adanya pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat mempunyai prinsip dasar yang terdapat dalam pasal 3 Keputusan. Ketua. Dewan. Pengawas. Perum. Perhutani. Nomor:. 136/KPTS/Dir/2001 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan, yaitu: 1. Prinsip keadilan dan demokratis 2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan 3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami 4. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban 5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan 6. Prinsip kerjasama kelembagaan 7. Prinsip perencanaan partisipatif 8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur 9. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator 10. Prinsip perusahaan pengelolaan dengan karakteristik wilayah.

(45) 33. Kemudian adapun maksud dan tujuan adanya pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat terdapat pada pasal 4, yaitu : (1). Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial; secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan. (2). Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat bertujuan untuk: a. Meningkatkan tanggungjawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan sumberdaya hutan. b. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. c. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan. d. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah. e. Meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa hutan serta pihak yang berkepentingan secara simultan.13. 13. Perum Perhutani, Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor: 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Jakarta, April 2001..

(46) 34. B. Tindak Pidana Illegal logging Dan Penanggulangannya 1. Tindak Pidana Illegal logging a. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana, dalam bahasa Belandanya strafbaarfeit. Istilah lain yang pernah digunakan untuk menggambarkan perbuatan yang dapat dipidana adalah: 1). Peristiwa pidana 2). Perbuatan pidana 3). Pelanggaran pidana 4). Perbuatan yang dapat dihukum Peristiwa pidana dapat dijumpai dalam pasal 14 (1) Undangundang Dasar Sementara 1950, berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang dituntut karena disangka suatu peristiwa pidana, berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya dalam suatu sidang pengadilan, menurut aturan hukum yang berlaku.”14 Unsur – Unsur Pidana Pidana Simon mengemukakan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: 1). Perbuatan manusia (positif atau negatif) 2). Diancam dengan pidana 3). Melawan hukum 4). Dilakukan dengan kesalahan. 14. Masruchin Ruba’i, Asas-Asas Hukum Pidana, Universitas Negeri Malang (UM Press) dan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2001, hal 21-23..

(47) 35. 5). Oleh orang yang mampu bertanggung jawab Unsur-unsur tersebut oleh Simon dibedakan antara unsur objektif dan unsur subjektif. Yang termasuk unsur objektif adalah: perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu, dan kemungkinan adanya keadaan tertentu yang menyertai, misal unsur ”dimuka umum” dalam pasal 218 KUHP. Yang termasuk unsur subjektif adalah: orang yang mampu bertanggung jawab dan kesalahan. Menurut. Moelyatno,. dalam. bukunya. Masruchin. Ruba’i. mengemukakan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: 1). Perbuatan (manusia) 2). Memenuhi rumusan undang-undang 3). Bersifat malawan hukum Memenuhi rumusan undang-undang merupakan syarat formil. Keharusan demikian merupakan konsekuensi dari asas legalitas. Bersifat melawan hukum merupakan syarat materiil. Menurut Moelyatno, dalam bukunya Masruchin Ruba’i bersifat melawan hukum itu merupakan syarat mutlak untuk tindak pidana.. b. Pengertian Illegal logging Berdasarkan pengertian secara harfiah tersebut dapat dikatakan bahwa illegal logging menurut bahasa berarti menebang kayu kemudian membawa ke tempat gergajian yang bertentangan dengan hukum atau tidak sah menurut hukum. Dalam Inpres RI No. 5 tahun 2001 tentang.

(48) 36. Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal (illegal logging) dan Peredaran Hasil Hutan di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Putting, istilah illegal logging diidentifikasikan dengan istilah penebangan kayu ilegal (tidak sah), istilah illegal logging disinonimkan dengan penebangan kayu illegal.15 Penebangan liar (illegal logging) dalam peraturan perundangundangan yang tidak secara harfiah eksplisit didefinisikan dengan tegas. Namun terminologi illegal logging dapat dilihat dari pengertian secara harfiah yaitu dari bahasa Inggris. Terkait dengan perusakan lingkungan lingkungan hidup secara tegas disebutkan alam pasal 1 butir 14 UU No.23/1997, yaitu bahwa: ”Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat dan /atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang berkelanjutan.” Perusakan hutan menurut UU No. 41/1999 dalam penjelasan pasal 50 ayat (2), yaitu bahwa: ”Yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadi perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau dapat berperan sesuai dengan fungsinya.” 16 Hutan yang. merupakan. bagian. penting. dari. lingkungan. hidup. dalam. pengelolaannya juga mempunyai asas yang sudah merupakan asas yang berlaku secara internasional yaitu asas hutan berkelanjutan/lestari (sustainable forest) dan asas ecolabelling. 15 16. Sukardi, Opcit, hal 71. Ibid hal 72-73.

(49) 37. Asas hutan berkelanjutan (sustainable forest) adalah asas tentang pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan kerja sama internasional dalam pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. Asas ecolabelling adalah asas tentang semua kayu tropis yang dijual harus berasal dari hutan lestari melalui mekanisme pelabelan. Merusak hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan adalah merupakan suatu kejahatan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 48 UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), bahwa tindak pidana perusakan hutan adalah merupakan kejahatan. Salah satu bentuk perusakan hutan itu adalah illegal logging. 17 Beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penebangan liar (illegal. logging) adalah kegiatan di bidang. kehutanan atau yang merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan jual beli (eksporimpor) kayu yang tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, atau perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan. Unsurunsur yang terdapat dalam kejahatan penebangan liar (illegal logging) tersebut. antara. lain: adanya. suatu. kegiatan,. penebangan. kayu,. pengangkutan kayu, pengelohan kayu, penjualan kayu, dan atau pembelian kayu, dapat merusak hutan, ada aturan hukum yang melarang dan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Menurut hemat penulis bahwa penebangan liar (illegal logging) adalah rangkaian kegiatan dalam. 17. Ibid hal 74..

(50) 38. bidang kehutanan dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan kayu yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan atau berpotensi merusak hutan.. c. Tindak Pidana Illegal logging Tindak pidana Illegal logging telah diatur di dalam UndangUndang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang berada dalam pasal 50 yaitu : a. Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. b. Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin uasaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu, dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. c. Setiap orang dilarang: 1. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan secara tidak sah. 2. Merambah kawasan hutan. 3. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan: -. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau..

(51) 39. -. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa.. -. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai.. -. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai.. -. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang.. -. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.. 4. Membakar hutan. 5. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak izin dari pejabat yang berwenang. 6. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau di pungut secara tidak sah. 7. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin materi. 8. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. 9. Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk dimaksud tersebut oleh pejabat berwenang..

(52) 40. 10. Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang. 11. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. 12. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan kedalam kawasan hutan. 13. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. d. Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai ketentuan pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana Illegal logging dicantumkan pada pasal 78 Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Adapun tindak pidana yang terdapat pada pasal 50 ayat 1 sampai dengan ayat 3 apabila dilakukan oleh dan/atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendirisendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan.

(53) 41. ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.18. 2. Pelaku Tindak Pidana Illegal logging Menurut (Herdiman,2003:22-23) dalam bukunya Nurdjana, Prasetyo, Sukardi, permasalahan yang mendasar dari sulitnya memberantas illegal logging dari perspektif penegak hukum (Polri) yang di kemukakan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Erwin Mappaseng dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama, Illegal logging termasuk kategori “Kejahatan terorganisir”, Kedua karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan permintaan industri kayu negeri, Ketiga penyalahgunaan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hutan (SKSHH). Pelaku dalam kejahatan illegal logging menurut (Mabes Polri,2003: 21), dalam bukunya Nurdjana, Prasetyo, Sukardi dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Masyarkat setempat dan masyarakat pendatang. Pelaku ini melakukan kegiatan penebangan secara langsung baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk dijual kepada pengusaha yang dilakukan oleh relatif kecil karena modal dan peralatan yang dimiliki masih terbatas. b. Pemilik modal (cukong), pengusaha. Pelaku ini berperan sebagai fasilitator atau penadah hasil curian, bahkan menjadi otak dari pencurian kayu.. 18. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan..

(54) 42. c. Pemillik industri kayu atau pemilik HPH. Pelaku ini bisa bertindak sebagai pencuri kayu dan bisa bertindak sebagai penadah kayu. d. Nakoda kapal. Pelaku ini bisa berperan sebagai turut serta melakukan, atau membantu melakukan penyelundupan kayu atau kejahatan illegal logging. e. Oknum pejabat pemerintah atau oknum aparat pemerintah. f. Pengusaha Asing. Pelaku ini kebanyakan berparan sebgai pembeli dan penadah hasil kayu curian.19. 3. Sebab-Sebab Tindak Pidana Illegal Logging Pandangan tentang sebab-sebab terjadinya illegal logging ini pun bervariasi tergantung pendekatan yang digunakan masing-masing pihak. Penebangan liar (illegal logging) berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, tumpang tindihnya regulasi dan pemutihan kayu yang terjadi di luar daerah tebangan.20 Ada tiga yang menyebabkan suburnya illegal pada tingkat lokal dan yang memungkinkan illegal meluas dengan cepat, yaitu : 1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan nilai-nilai masyarakat dan situasi penduduk di desa-desa dekat hutan dipengaruhi oleh unsur-unsur: (a) Kebutuhan lapangan kerja dan pendapatan, (b) Pengaruh tenaga kerja 19 20. IGM Nurdjana, Teguh Prasetyo, Sukardi, Opcit, hal 101-102. Sukardi, Opcit, hal 88..

(55) 43. lain yang sudah bekerja secara illegal, (c) Ketidakpuasan lokal atas kebijakan kehutanan pusat, (d) Dukungan terhadap pengelolaan hutan lestari.21 Pada. tingkat. masyarakat, yang paling penting adalah. tersedianya lapangan pekerjaan dan pendapatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. 2. Faktor-faktor ekonomi suplay dan permintaan normal berkaitan dengan industri penebangan kayu dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti: (a) Kebutuhan kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri dan permintaan kayu dari luar negeri; (b) Kemampuan pasokan kayu dan kebijakan jatah kayu tebangan; (c) Tinggi rendahnya laba dari perusahaan industri kayu. 3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pengusaha dan pengaruhnya pada, serta kolusi dengan, para politisi dan pemimpin setempat di pengaruhi oleh unsur-unsur seperti: (a) Keuntungan yang di pengaruhi oleh pengusaha kayu; (b) Besarnya pengaruh pengusaha kayu dan bosbos penebangan terhadap pejabat lokal; (c) Besarnya partisipasi pejabat lokal dalam kegiatan illegal logging; (d) Banyaknya kerjasama ilegal yang dilakukan oleh pengusaha dengan atau pejabat lokal.22. 4.. Modus Operandi Illegal Logging Modus Operandi dalam kegiatan illegal logging adalah sebagai berikut : 21. Ibid hal 89.. 22. Ibid hal 90-91..

(56) 44. Modus operandi di daerah hulu a. Melakukan penebangan tanpa izin, biasanya dilakukan oleh masyarakat dan hasil tebangannya dijual kepada cukong kayu atau pengusaha atau kepada industri pengolahan kayu. b. Melakukan penebangan di luar izin yang telah diterpakan konsensinya oleh pemerintah, biasanya dilakukan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan pemegang Ijin Penebangan kayu (IPK) yang sah. Modus operandi di daerah Hilir a. Pengangkutan kayu tanpa dilengkapi dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). b. Pengangkutan kayu dilengkapi dengan dokumen palsu. c. Jumlah kayu yang diangkut tidak sesuai dengan data yang ada dalam dokumen SKSHH. d. Penggunaan satu dokumen SKSHH yang berulang-ulang. e. Menggunakan dokumen pengganti SKSHH. 23. 5. Ketentuan Pidana Illegal Looging Dalam ketentuan memang belum ada rumusan secara implisit dan spesifik tentang pengertian illegal logging, dan ini merupakan masalah tersendiri dalam upaya penegakan hukum.. 23. IGM Nurdjana, Teguh Prasetyo, Sukardi, Opcit, hal 103-104..

(57) 45. 1. Ketentuan Pidana Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan a. Pasal 50 ayat (2) : ”Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan”. b. Pasal 50 ayat 3 : a. Huruf (a): - Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. b. Huruf (b): - Merambah kawasan hutan. c. Huruf (c): - Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 1) 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; 2) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 3) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 4) 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 5) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi anak sungai; 6) 130 (seratus tiga puluh) selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai; d. Huruf (d): - Membakar hutan;.

(58) 46. e. Huruf (e): - Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat berwenang; f. Huruf (f): - Menerima, membeli, atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang dipungut secara tidak sah; g. Huruf (h): - Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Ketentuan pidana menggunakan pasal 78, dengan kisaran ancaman pidana penjara paling lama antara 5 (lima) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun, dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).24 Hal ini dapat dikategorikan pada pasal yang mana para pelaku illegal logging melakukan tindak pidana. 2. Ketentuan Pidana dalam UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terdapat pada pasal berikut ini: a. Pasal 21 ayat (1): 24. Abdul Khalim, Opcit, hal 179..

Gambar

Gambar 4.2  Kawasan Hutan Rakyat
Tabel 4.3   Upaya preventif
Gambar  peta  yang  terdapat  di  bawah  ini  merupakan  wilayah  hutan  pada  petak  44  wilayah  di  Kedawak  Selatan  yang  telah  terjadinya  pencurian  dan  perlawanan  oleh  pelaku
Gambar  di  atas  merupakan  tempat  dimana  terjadinya  tindak  pidana  illegal logging oleh pelaku yang dilakukan di wilayah hutan timur tepatnya di  wilayah  Kedawak  Selatan,  Desa  Gandong,  Kecamatan  Bringin,  Kabupaten  Ngawi

Referensi

Dokumen terkait

Syukur Alhamdullilah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum ( Skripsi

Dalam penelitian yang berjudul ”Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I,

Masyarakat terhadap Pembinaan Sistem Keamanan Lingkungan dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Kejahatan di Wilayah Hukum Polisi Sektor Rumbai Pesisir

Kesimpulan Kedua Pertimbangan hukum hakim dalam perkara tindak pidana Illegal Logging Studi Kasus Putusan Nomor : 65/ Pid.B/ 2012/ PN.SUNGG bahwa para terdakwa

Penelitian dengan judul “Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani sebagai implementasi tanggung jawab sosial perusahaan”

Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mendapat izin untuk usaha pemanfaatan hutan, maka Perum perhutani wajib bekerjasama dengan koperasi masyarakat setempat

Rumusan masalah penelitian ini adalah Apa dampak kerusakan hutan terhadap keseimbangan Lingkungan Hidup?, Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana Illegal Logging sebagai