Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
BLOK
SPECIAL SENSES SYSTEM
–
1
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Keluhan masalah penglihatan merupakan salah satu masalah yang paling banyak
dikeluhkan pasien di tingkat layanan primer, mulai dari keluhan paling ringan seperti
mata merah sampai uveitis yang menyebabkan kecacatan dan kebutaan.
Data kunjungan sepuluh penyakit utama yang dijumpai Puskesmas di Kota Medan
pada tahun 2001, penyakit conjunctivitis merupakan salah satu dari sepuluh penyakit
yang paling banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Keluhan yang paling sering
dijumpai adalah mata merah yang pada tahap lanjut dapat mengganggu produktifitas
penderitanya. Penyakit mata secara umum dapat mengganggu kualitas hidup dan
produktifitas penderitanya. Masalah ini menimbulkan beban ganda bagi dunia
kesehatan dan perekonomian.
Blok
Special Senses System
– 1
berupa modul sistem penglihatan, dengan beban
kredit sebesar 2,5 SKS, dan akan dilaksanakan selama sekitar 2,5 (dua setengah)
minggu.
Tujuan umum blok ini, membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan
keterampilan dalam menegakkan diagnosa penyakit, pengobatan, menilai
kesembuhan, menilai prognosis, dan pencegahan penyakit-penyakit pada sistem
penglihatan yang sering dijumpai di layanan primer.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Blok
Special Senses System
merupakan salah satu blok Tahap II (
Pathological
Sciences
) dalam struktur kurikulum. Mahasiswa pada Tahap II adalah mahasiswa
yang telah melalui Tahap I (
Basic Medical Sciences
), mahasiswa ini telah mencapai
keterampilan generik yaitu keterampilan belajar sepanjang hayat, dan dasar-dasar
ilmu kedokteran.
III. TUJUAN BLOK
Tujuan Pendidikan Dokter FK USU ialah mendidik mahasiswa melalui pengalaman
belajar agar mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap perilaku profesional
sebagai dokter umum yang memberikan pelayanan kesehatan primer dengan
menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga dalam sistem pelayanan
kesehatan nasional dan global, yang mempunyai tanggung jawab berlandaskan
etika, moral dan profesionalisme, mempunyai 5 profil dokter WHO, 7 Kompetensi
Kurikulum Nasional dan Kompetensi pendukung kekhususan FK USU.
TUJUAN UMUM
Melalui Blok S
pecial Senses System
ini mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang dokter layanan primer, yaitu:
1. Komunikasi efektif
2. Keterampilan klinik dasar
3. Landasan ilmiah ilmu kedokteran
4. Pengelolaan masalah kesehatan
5. Pengelolaan informasi
6. Mawas diri dan pengembangan diri
7. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktek
TUJUAN KHUSUS
Setelah menyelesaikan Blok S
pecial Senses System
ini mahasiswa diharapkan
mampu:
1. Berkomunikasi efektif baik verbal maupun nonverbal secara santun dalam
upayanya mengelola pasien dengan masalah sistem
special senses
dengan
mengintegrasikan penalaran klinis dan biomedis sehingga menunjang
terciptanya kerja sama yang baik antara dokter dengan pasien, keluarga,
komunitas, dalam penanganan masalah
special senses
.
2. Melakukan anamnesis (dan pemeriksaan fisik) yang lengkap dengan teknik yang
tepat serta mencatat riwayat penyakit secara lengkap dan kontekstual.
3. Menjelaskan semua prosedur klinik rutin dan menganalisis data sekunder pasien
dengan kelainan
special senses
dengan mengintegrasikan ilmu biomedik dan
ilmu klinik.
4. Memilih berbagai prosedur klinik, laboratorium, dan penunjang lain dan
menafsirkan hasilnya.
5. Melakukan tindak pencegahan dan tindak lanjut dalam tata laksana masalah
special senses
dengan mempertimbangkan keterbatasan ilmu dalam diagnosis
maupun tata laksananya.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
6. Mencari, mengumpulkan, menyusun, dan menafsirkan informasi menyangkut
masalah
special senses
dari berbagai sumber dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis, pemberian
terapi, tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta surveilans dan
pemantauan status kesehatan pasien.
7. Peka terhadap tata nilai pasien dan mampu memadukan pertimbangan moral
dan pengetahuan/keterampilan klinisnya dalam memutuskan masalah etik yang
berkaitan dengan gangguan sistem
special senses
.
8. Mengembangkan ketertarikan dalam melakukan riset yang berkaitan dengan
masalah-masalah sistem
special senses
.
SASARAN PEMBELAJARAN
Sasaran Pembelajaran Terminal
Bila dihadapkan pada data sekunder tentang masalah klinik, laboratorik, dan
epidemiologik penyakit sistem
special senses
, mahasiswa tahap II yang telah
menjalani Blok S
pecial Senses System
mampu menafsirkan data tersebut dan
menerapkannya dalam langkah pemecahan masalah yang baku termasuk tindakan
pencegahan dan rujukan, dengan menggunakan teknologi kedokteran dan teknologi
informasi yang sesuai, dengan selalu memperhatikan konsep dan pertimbangan
etik.
Sasaran Pembelajaran Penunjang
Setelah menyelesaikan Blok S
pecial Senses System
, maka:
1. Apabila diberi
data sekunder
tentang kelainan sistem
special senses
, mahasiswa
mampu:
a. Merumuskan masalah kesehatan pasien.
b. Menjelaskan struktur makroskopik dan mikroskopik serta faal organ dan
jaringan sistem
special senses
.
c. Menjelaskan patofisiologi dan mekanisme suatu kelainan atau keadaan
patologik dalam sistem
special senses
.
d. Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding penyakit sistem
special senses
.
e. Menjelaskan sifat farmakologi obat yang digunakan untuk kelainan sistem
special senses
(farmakodinamik dan farmakokinetik)
h. Menyusun rencana tata laksana kelainan atau gangguan sistem
special
senses
.
i. Menjelaskan prognosis suatu penyakit sistem
special senses
beserta alasan
yang mendasarinya.
j. Mencari informasi tentang lingkup dan materi sistem
special senses
melalui
sistem teknologi informasi (
IT system
).
l. Melakukan analisis etik tentang gangguan sistem
special senses
.
m. Menjelaskan komplikasi pada kelainan sistem
special senses
serta rencana
penanggulangannya.
2. Apabila diberi
kasus
atau
pasien simulasi
dengan kelainan/penyakit sistem
special senses
, mahasiswa mampu:
a. Melakukan anamnesis mengenai kelainan sistem
special senses
dengan
menerapkan kemampuan komunikasi efektif.
b. Melakukan pemeriksaan fisik sistem
special senses
.
c. Menetapkan pemeriksaan penunjang tertentu untuk menegakkan diagnosis
kelainan sistem
special senses
.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
e. Menetapkan diagnosis berdasarkan gejala dan tanda pada pasien serta
menjelaskan mekanisme yang mendasarinya.
f. Menyusun rencana tatalaksana masalah/penyakit sistem
special senses
secara komprehensif (termasuk rencana pencegahan, rehabilitasi dan
rujukan).
3. Bila diberi data masalah kelainan/penyakit sistem
special senses
dalam suatu
komunitas, mahasiswa mampu:
a. Menentukan besarnya masalah kelainan/penyakit sistem
special senses
dalam masyarakat.
b. Menentukan faktor penyebab/risiko kelainan/penyakit sistem
special senses
dan dapat menghubungkan faktor tersebut dengan kelainan/penyakit sistem
special senses
yang didapat.
c. Membuat rencana pencegahan primer dan sekunder dan rencana rehabilitasi
kelainan/penyakit sistem
special senses
.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
IV.
A. LINGKUP BAHASAN
SPECIAL SENSES SYSTEM
– 1 (PENGLIHATAN)
OUTLINE
PERKULIAHAN
Pokok Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep./
Narasumber
Kode
Tahapan Waktu
Pendahuluan Pengenalan Blok
Special Senses System
Mahasiswa akan memperoleh gambaran umum mengenai blok
Special Senses System melalui ceramah dan pemutaran film
ICT dan Ketua Blok SSS1-F 50’
Lingkup Bahasan 1: Struktur makroskopis dan mikroskopis sistem penglihatan
Anatomi sistem Penglihatan
1. Embriologi (organogenesis)
1.1. Menjelaskan pembentukan dan perkembangan komponen-komponen bola mata 1.2. Menjelaskan pembentukan &
perkembangan glandula lacrimalis
1.3. Menjelaskan kelainan perkembangan bola mata & glandula lacrimalis Departemen Anatomi 1. dr. Simbar Sitepu 2. dr. Lita Feriyawati,MKes SSS1-K1 50’ Histologi sistem penglihatan 2. Histologi dari tunika fibrosa(lapisan luar )
Menjelaskan sruktur histologi : Episclera, Tenon capsul, Lamina suprachoroidal, Cornea Departemen Histologi 1. dr. Feby Yanti Harahap 2. dr. Esther RD Sitorus, Sp.PA SSS1-K2 50’ 3. Lapisan tengah Vascular layer
Limbus, Canal Schlemm’s, Korpus siliaris, Prosesus siliaris, Iris, Lensa, Vitreus Body, Retina (sel rod, sel cone, sel lainnya : diffuse bipolar sel, monosinapticbipolar sel, horizontal sel, amacrine sel, supporting sel)
4. Struktur tambahan mata
Konjungtiva, eyelids, apparatus lakrimalis
Lingkup Bahasan 2: Fisiologi penglihatan
Neurotransmitter pada mata 5. Memahami fungsi dan peranan biomolekul yang terdapat pada jaringan mata.
5.1 Memahami jalur metabolik pada jaringan mata. (prior knowledge pada BBC 1, dan Metabolic System)
a. Glycolysis (aerobic dan anaerobic)
b. HMP Shunt
c. Poliol pathway --- (dasar biokimia dari katarak diabetic)
d. TCA Cycle
5.2 Memahami biomolekul yang terdapat pada setiap jaringan mata.
5.3 Biomolekul dan proses biokimia pada Kornea (Uptake glukosa pada kornea, aktivitas HMP Shunt pada Kornea, aktivitas GSH Reduktase)
5.4 Biomolekul dan proses biokimia pada Lensa (protein Crystallin, uptake glukosa pada lensa) 5.5 Biomolekul pada Vitreous
Departemen Biokimia 1. dr. Hidayat 2. dr. M.Syahputra, M.Kes 3. dr. Rusdiana, M.Kes SSS1-K3 50’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Humor (konsentrasi hyaluronicacid mempengaruhi viskositas vitreous humor)
5.6 Biomolekul dan proses biokimia pada Retina (sel-sel pada retina, lipid peroksidasi, rodopsin
5.7 Biomolekul pada Kornea (kandungan epitel kornea, fungsi ferritin sebagai UV light protector)
5.8 Antioksidan pada jaringan mata, peran GSH, tocopherol dan ascorbic acid.
5.9 Korelasi klinik proses biokimia pada jaringan mata.
5.10 Hubungan polyol pathway dengan katarak diabetik. Fisiologi
Penglihatan-1
6. Fungsi umum indra penglihatan
Menjelaskan fungsi bagian-bagian mata : kornea, aqueous humour, iris, lensa, pupil, vitreous humour, fovea, retina, choroid, sclera, optic disc, optic nerve, otot-otot intrinsik mata, kelopak dan bulu mata.
Departemen Fisiologi 1. dr. Yetty Machrina, M.Kes 2. dr. Milahayati Daulay, M.Biomed. SSS1-K4 50’
7. Air mata dan Cairan mata
7.1 Fungsi air mata
7.3. Pembentukan dan pengaliran air mata
7.4. Mekanisme dan fungsi berkedip 7.5. Fungsi cairan mata
7.6. Pembentukan dan pengaliran aqueous dan vitreus humour
8. Iris Menjelaskan mekanisme refeks
pupil 9. Kornea dan
lensa
9.1. Menjelaskan konvergensi, divergensi, & aksis pada mata. 9.2. Menjelaskan proses akomodasi 10. Retina 10.1. Jenis-jenis fotoreseptor
10.2. Memahami aktivitas fotoreseptor pada keadaan gelap dan terang
10.3. Memahami peristiwa adaptasi terang-gelap.
10.4. Proses pembentukan bayangan pada retina Fisiologi
Penglihatan-2
11. Lintasan penglihatan
Menjelaskan perjalanan rangsang cahaya sampai dapat dilihat
Departemen Fisiologi 1. dr. Yetty Machrina, M.Kes 2. dr. Milahayati Daulay, M.Biomed SSS1-K5 50’ 12. Penglihatan warna
Menjelaskan proses penglihatan warna
13. Pergerakan bola mata
Menjelaskan mekanisme gerakan bola mata
Menjelaskan fungsi N.III, N.IV, N.VI. Fisika Penglihatan 14. Fisika mata dan
penglihatan
Retina-Detektor Cahaya pada Mata Instrument Used in Opthalmology Vision Departemen Fisika Kedokteran : 1. dr. Zairul Arifin,SpA, DAFK SSS1-K6 50“ 15. Sumber dan sifat cahaya
Fotometri dan satuan Alat pengukur cahaya
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Pokok Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep./
Narasumber Kode Tahapan Waktu 16. Aspek syaraf penglihatan Pembedaan warna Tanggapan saraf terpisah Tanggapan saraf terkoordinasi
2. dr. Keriahen Bangun, DAFK
17. Nervous system EYE, ERG and VISUAL FIELD (Electroretinogram (ERG), Electro-Oculogram (EOG), Visual Field, Eye Pressure, Ophthalmoscopy)
Lingkup Bahasan 3: Kelainan pada sistem penglihatan
Kelainan pada kelopak mata
18. Chalazion 18.1.Definisi chalazion
18.2. Gambaran klinis chalazion 18.3. Patogenese chalazion 18.4. Penatalaksanaan chalazion Departemen Mata : 1. dr. T.Siti Harilza, SpM 2. dr.Marina Y Albar,SpM 3. dr.Beby Parwis,SpM 4. dr.Ruly Hidayat,SpM SSS1-K7 50’
19. Hordeolum 19.1. Definisi hordeolum 19.2. Klasifikasi hordeolum 19.3. Patogenese
19.3.Gambaran klinis hordeolum 19.4.Penatalaksanaan hordeolum 20. Entropion 20.1.Definisi entropion
20.2.Klasifikasi entropion 20.3.Gambaran klinis entropion 20.4.Penatalaksanaan entropion 21. Ektropion 21.1.Definisi ektropion
21.2.Klasifikasi ektropion 21.3.Gambaran klinis ektropion 21.4Penatalaksanaan ektropion 22. Blepharitis 22.1.Definisi blepharitis
22.2.Etiologi blepharitis 22.3.Klasifikasi blepharitis 22.4.Gambaran klinis blepharitis 22.5.Penatalaksanaan blepharitis
22.6.Komplikasi blepharitis Penyakit infeksi
luar bola mata
23. Conjunctivitis (allergi, viral, bacterial) 23.1. Definisi konjungtivitis 23.2. Klasifikasi berdasarkan penyebab konjungtivitis 23.3.Gambaran klinis konjungtivitis 23.4. Pemeriksaan penunjang konjungtivitis 23.5. Diagnosa konjungtivitis 23.6.Penatalaksanaan konjungtivitis Departemen Mata : 1. dr.T.Siti Harilza,SpM 2. dr.Marina Y Albar,SpM 3. dr.Beby Parwis,SpM SSS1-K8 250’ 24. Benda asing di conjunctiva
24.1. Definisi benda asing di cojunctiva
24.2. Etiologi
24.3.Gambaran klinis 24.4. Penatalaksanaan 25. Pinguecula 25.1.Definisi pinguecula
25.2.Etiologi pinguecula
25.3.Gambaran klinis pinguecula 25.4.Penatalaksanaan pinguecula 26. Pterygium 26.1.Definisi pterygium
26.2.Etiologi pterygium 26.3.Patogenese pterygium 26.4.Gambaran klinis pterygium 26.5.Penatalaksanaan pterygium 27. Keratitis dan
Ulkus Kornea
27.1. Definisi keratitis dan ulkus kornea
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
27.2.Klasifikasi keratitis dan ulkuskornea
27.3.Etiologi keratitis dan ulkus kornea berdasarkan klasifikasi 27.4.Patogenese keratitis dan ulkus kornea berdasarkan klasifikasi 27.5.Tanda-tanda keratitis dan ulkus
kornea berdasarkan klasifikasi 27.6.Gambaran klinis keratitis dan
ulkus kornea berdasarkan klasifikasi
27.7.Pemeriksaan penunjang keratitis dan ulkus kornea 27.8.Menegakkan diagnosa keratitis
dan ulkus kornea
27.9.Penatalaksanaan keratitis dan ulkus kornea
27.10.Komplikasi keratitis dan ulkus kornea
28. Skleritis 28.1.Definisi skleritis 28.2.Etiologi skleritis 28.3.Klasifikasi skleritis 28.4.Gambaran klinis skleritis 28.5.Penatalaksanaan skleritis 29. Episkleritis 29.1.Definisi episkleritis
29.2.Etiologi episkleritis 29.3.Klasifikasi episkleritis 29.4.Gambaran klinis episkleritis 29.5.Penatalaksanaan episkleritis Penyakit Infeksi
dalam bola mata
30. Uveitis dan Hypopion 30.1.Defenisi 30.2.Klasifikasi 30.3.Etiologi 30.4.Tanda-tanda 30.5.Gambaran klinis 30.6.Pemeriksaan 30.7.Penatalaksanaan 30.8.Komplikasi Departemen Mata: 1. dr. T.Siti Harilza,SpM 2. dr.Marina Y Albar,SpM SSS1-K9 50’
31. Endophthalmitis 31.1.Definisi endophthalmitis 31.2.Etiologi endophthalmitis 31.3.Klasifikasi endophthalmitis 31.4.Gambaran klinis endophthalmitis 31.5.Penatalaksanaan endophthalmitis Infeksi parasit pada mata 32. Helminthiasis pada mata (Ocular helminthiasis): Angiostrongylus cantonensis, Loa-loa, Onchocerca volvulus, Thelazia sp 32.1.Menyebutkan jenis-jenis (spesies) cacing pada mata 32.2.Menjelaskan mekanisme
infeksi, patologi & patogenesis masing-masing spesies 32.3.Menjelaskan cara diagnosa 32.4.Menjelaskan penatalaksanaan ocular helminthiasis Departemen Parasitologi : 1. dr. Lambok Siahaan, MKT 2. dr. Irma Sepala Sari Siregar SSS1-K10 50’ 33. Protozoiosis pada mata (Ocular protozoiosis): 33.1.Menyebutkan jenis-jenis (spesies) Protozoa pada mata 33.2.Menjelaskan mekanisme
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Pokok Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep./
Narasumber Kode Tahapan Waktu Achantamoeba sp., Toxoplasma gondii masing-masing spesies 33.3.Menjelaskan cara diagnosa 33.4.Menjelaskan penatalaksanaan
ocular protozoiosis Virus, bakteri dan
jamur penyebab infeksi pada mata
34. Virus penyebab infeksi pada mata
34.1.Morfologi virus
34.2.Penyakit yang disebabkan 34.3.Patogenesis penyakit 34.4.Cara penularan dan pencegahan 34.5.Gambaran klinis 34.6.Diagnosa laboratorium 34.7.Pengobatan Departemen Mikrobiologi : 1. dr. Cherry Siregar 2. dr. Edhie Djohan Utama SSS1-K11 50’ 35. Bakteri penyebab infeksi pada mata 35.1. Morfologi virus
35.2.Penyakit yang disebabkan 35.3.Patogenesis penyakit 35.4.Cara penularan dan pencegahan 35.5.Gambaran klinis 35.6.Diagnosa laboratorium 35.7.Pengobatan 36. Jamur penyebab infeksi pada mata 36.1.Morfologi virus
36.2.Penyakit yang disebabkan 36.3.Patogenesis penyakit 36.4.Cara penularan dan pencegahan 36.5.Gambaran klinis 36.6.Diagnosa laboratorium 36.7.Pengobatan Farmakologi Obat pada Mata 37. Obat yang mempengaruhi visus 37.1.Menjelaskan penggunaan antiinfeksi pada mata 37.2.Menjelaskan penggunaan
antiinflamasi pada mata 37.3.Menjelaskan penggunaan
lubricants dan artificial tears 37.4.Menjelaskan penggunaanobat pada glaukoma Departemen Farmakologi dan Terapeutik : 1. Prof. dr. Jazanul Anwar. SpFK 2. dr. Hasanul Arifin SSS1-K12 50’ Kelainan Refraksi-1
38. Hypermetropia 38.1.Defenisi Hypermetropia 38.2.Klasifikasi Hypermetropia 38.3.Penatalaksanaan Hypermetropia Departemen Mata : 1. dr.Nurchaliza, SpM 2. dr.Rahmawaty, Sp.M 3. dr.Bobby Sitepu,SpM SSS1-K13 50’
39. Myopia 39.1.Definisi Myopia
39.2.Klasifikasi Myopia 39.3.Penatalaksanaan Myopia 40. Astigmatisma 40.1.Definisi Astigmatisma
40.2.Klasifikasi Astigmatisma 40.3.Penatalaksanaan Astigmatisma 41. Presbyopia 41.1.Definisi presbyopia
41.2.Klasifikasi Presbyopia 41.3.Penatalaksanaan Presbyopia 42. Anisometropia 42.1.Defenisi anisometropia
42.2.Klasifikasi anisometropia 42.3.Penatalaksanaan anisometropia
43. Low vision 43.1.Defenisi low vision 43.2.Klasifikasi low vision 43.3.Penatalaksanaan low vision
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
KelainanRefraksi-2
44. Lensa kontak 44.1.Defenisi 44.2.Jenis 44.3.Pembagian 44.4.Indikasi 44.5.Kontraindikasi 44.6.Perawatan Departemen Mata : 1, dr.Nurchaliza, SpM 2..dr.Rahmawaty, Sp.M 3. dr.Bobby Sitepu,SpM SSS1-K14 50’
45. Bedah refraksi 45.1.Lasik
45.2.Clear Lens Extraction 45.3.Phakic IOL
45.4.Radial Keratotomy
45.5.Photo-refractive Keratectomy 45.6.Keratoplasti lamellar
Vision and visual fields 46. Amblyopia 46.1.Definisi 46.2.Klasifikasi 46.3.Gejala Klinis 46.4.Penatalaksanaan Departemen Mata: 1. dr.A.A.Amra,Sp M 2. Dr.Fithria Aldy,SpM 3. Prof.Aslim,SpM 4. dr.Masitha Dewi,SpM SSS1-K15 50’’ 47. Strabismus 47.1. Definisi 47.2. Klasifikasi 47.3. Gejala Klinis 47.4. Penatalaksanaan Kelainan pada lensa 48. Katarak 48.1.Defenisi
48.2.Etiologi berdasarkan klasifikasi 48.3.Gambaran klinis berdasarkan
klasifikasi 48.4.Pemeriksaan penunjang 48.5.Diagnosa 48.6.Penatalaksanaan 48.7.Komplikasi Departemen mata: 1. dr.Beby Parwis,SpM 2. dr.Bobby Sitepu ,SpM 3. dr.Delfi,SpM 4. dr.Rahmawaty, SpM SSS1-K16 50’’
Trauma Okuli 49. Trauma tumpul (subconjunctiva l haemorrhage, Hypaema) 49.1. Definisi 49.2. Etiologi 49.3. Gambaran klinis 49.4. Penatalaksanaan 49.5. Prognosa Departemen mata: 1. dr.Suratmin,Sp M 2. dr.Rahmawaty, SpM 3. dr.Masitha Dewi,SpM 4. dr.Fithria Aldy,SpM SSS1-K17 50’ 50. Trauma tajam (laserasi kelopak mata) 50.1. Definisi 50.2. Etiologi 50.3. Gambaran klinis 50.4. Penatalaksanaan 50.5. Prognosa 51. Trauma asam 51.1. Definisi
51.2. Etiologi 51.3. Gambaran klinis 51.4. Penatalaksanaan 51.5. Prognosa 52. Trauma basa (eyelid retraction) 52.1. Definisi 52.2. Etiologi 52.3. Gambaran klinis 52.4. Penatalaksanaan 52.5. Prognosa
Tumor okuli 53. Tumor
jinak/ganas pada kelopak mata, konjungtiva, intraokuli dan 53.1. Definisi 53.2. Etiologi 53.3. Klasifikasi
53.4. Tanda dan Gambaran klinis 53.5. Diagnosa dan pemeriksaan
penunjang Departemen mata: 1. dr.Ruly,SpM 2. dr.Nurchaliza, SpM 3. dr.Rodiah Rahmawaty SSS1-K18 50’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Pokok Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep./
Narasumber Kode Tahapan Waktu orbita 53.6. Penatalaksanaan 53.7. Komplikasi 53.8. Prognosa Lubis,SpM 4. dr.Fithria Aldy,SpM Kelainan pada
retina dan vitreous
54. Optik neuritis 54.1.Defenisi 54.2.Klasifikasi 54.3.Gambaran klinis 54.4.Penatalaksanaan 54.5.Prognosa Departemen Mata : 1. dr.Delfi,SpM 2. dr.Vanda,SpM 3. dr.Bobby,SpM 4. dr.Masitha Dewi,SpM SSS1-K19 50’ 55. Retinitis pigmentosa 55.1.Defenisi 55.2.Etiologi 55.3.Histopatologi 55.4.Gambaran klinis 55.5.Pemeriksaan 55.6.Penatalaksanaan 56. Oklusi arteri retina sentral 56.1.Defenisi 56.2.Faktor predisposisi 56.3.Gambaran klinis 56.4.Penatalaksanaan 57. Oklusi vena retina sentral 57.1. Definisi 57.2. Etiologi 57.3. Faktor predisposisi 57.4. Gambaran klinis 57.5. Penatalaksanaan 58. Retinopati hipertensi 58.1. Definisi 58.2. Etiologi 58.3. Faktor predisposisi 58.4. Gambaran klinis 58.5. Penatalaksanaan 59. Retinopati diabetik 63.1. Defenisi 63.2. Klasifikasi 63.3. Patogenese 63.4. Gambaran klinis 63.5. Penatalaksanaan 60. Ablasio retina 64.1. Defenisi
64.2. Gambaran klinis 64.3. Klasifikasi 64.4. Penatalaksanaan 61. Perdarahan vitreous 61.1. Defenisi 61.2. Etiologi 61.3. Gambaran klinis 61.4. Penatalaksanaan
Glaucoma 62. Glaucoma 62.1. Defenisi
62.2. Klasifikasi 62.3. Etiologi
62.4. Tanda-tanda dan gejala 62.5. Gambaran klinis
62.6. Diagnosa & Pemeriksaan penunjang
62.7. Penatalaksanaan 62.8. Prognosis & Komplikasi
Departemen Mata : 1. dr.Masitha Dewi,SpM 2. Prof.Aslim,SpM 3. dr. Delfi, Sp.M 4. dr.Vanda, Sp.M SSS1-K20 50’
Kelainan nutrisi-1 63. Xerophthalmia 63.1. Defenisi 63.2. Stadium 63.3. Tanda/gejala klinis 63.4. Faktor-faktor penyebab 63.5. Pencegahan dan penatalaksanaan 63.6. Komplikasi Departemen Mata : 1. Dr.Fithria Aldy,SpM 2. Dr.Vanda,SpM 3. Dr.Bobby Sitepu,SpM 4. Dr.Ruly SSS1-K21 50’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Kelainan Nutrisi-2 64. DefisiensiVitamin A
64.1.Vitamin A and provitamin A 64.2.Absorption, transport, and storage
64.3.Metabolism and bioavailability 64.4.Functions
64.5.DRI (dietary refferences intakes)/AKG (angka kecukupan gizi) 64.6.Sources
64.7.Deficiencies: primary and secondary
64.8.Toxicity
64.9.Therapy and prevention
Departemen Gizi : 1. dr. Dina Keumala Sari M. Gizi, SpGK 2. Prof. dr. Harun al-Rasyid Rafii, Sp.PD, Sp.GK 3. dr. Halomoan Hutagalung SSS1-K22 50’ Patologi Anatomi pada kelainan mata 65. Kelainan Kongenital pada Mata
Menjelaskan jenis – jenis kelainanan kongenital pada mata ( ocular albinism, retinitis pigmentosa, x-linked coloboma, dll) Departemen Patologi Anatomi : 1. dr. H. Soekimin, SpPA 2. dr. T. Kemala Intan, M.Pd SSS1-K23 50’ 66. Hubungan Penyakit sistemik dengan kelainan pada mata 66.1.Menjelaskan patogenesis exophthalmus akibat hipertiroid 66.2.Menjelaskan patogenesis diabetik retinopati 66.3.Menjelaskan patogenesis hipertensi retinopati 67. Penyakit Infeksi pada mata 67.1. Menjelaskan patogenesis Conjunctivitis 67.2. .Menjelaskan patogenesis infeksi pada kornea akibat Herpes simpleks
67.3. Menjelaskan patologi dan morfologi perubahan kornea akibat Herpes simpleks 68. Neoplasma
pada mata
68.1. Menjelaskan patologi malignant Melanoma
68.2. Menjelaskan patologi Retinoblastoma 68.3. Menjelaskan patologi
metastatic intraocular dan orbital
Kebutaan di Indonesia
69. Preventive opthalmology:
69.1. Pencegahan penyakit infeksi mata
69.2. Pencegahan amblyopia 69.3. Pencegahan cedera radiasi 69.4. Pencegahan glaukoma 69.5. Pencegahan hilangnya penglihatan karena obat-obatan
69.6. Pencegahan penyakit metabolic dan genetik
69.7. Pencegahan xerophthalmia Departemen IKK : 1. dr. Rina Amelia, MARS 2. dr. Juliandi Harahap M.A SSS1-K24 50’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
OUTLINE
PRAKTIKUM
No. Uraian Praktikum Kode Tahapan Jam Departemen
Praktikum 1 Anatomi mata SSS1-Pr1 3 x 50’ Anatomi
Praktikum 2 Ophtalmometer/Cacat Mata SSS1-Pr2 3 x 50’ Fisiologi
Praktikum 3 Sistem fotoreseptor SSS1-Pr3 3 x 50’ Histologi
Praktikum 4 Agonis dan supra agonis SSS1-Pr4 3 x 50’ Farmakologi dan
Terapeutik
OUTLINE
SKILLS LAB
Uraian Kegiatan Skills Lab Kode Tahapan Jam Ruangan
Komunikasi Dokter-Pasien Mengenai Penyakit Mata yang berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
SSS1-SL1 3 x 50’ Ruang skills lab
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
BLOK
SPECIAL SENSES SYSTEM –
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
SISTEM PENDENGARAN,
PENGHIDU, DAN TENGGOROK
(THT)
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, kasus-kasus sistem pendengaran, penghidu dan tenggorok (THT)
masih cukup tinggi dijumpai di Indonesia. Survey Kesehatan Indera 1993
– 1996
yanhg dilaksanakan di 8 provinsi Indonesia menunjukkan prevalensi morbiditas THT
sebesar 38,6%. Dalam skala yang lebih luas, survey
Multi Center Study
di Asia
Tenggara menunjukkan Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian
yang cukup tinggi yaitu 4,6%. Tidak boleh dilupakan juga angka kejadian Karsinoma
Nasofaring (KNF) yang tinggi yaitu 4,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Angka ini menduduki peringkat ke-4 dari seluruh kasus keganasan, dan menempati
peringkat pertama untuk keganasan di bidang THT. Terdapat kecenderungan
prevalensi yang meningkat di usia muda.
Kemajuan dalam deteksi dini dan penatalaksanaan kelainan dan penyakit THT
dimulai dari diagnostik, terapi medik, terapi surgikal hingga terapi rehabilitasi yang
semakin baik meningkatkan harapan hidup penderita. Namun hal ini tidak
menyelesaikan masalah karena terkadang beberapa penyakit meninggalkan sekuele
pada penderita sehingga mengurangi produktifitas dan kualitas hidup. Selain itu
dibutuhkan biaya yang tidak kecil, serta sumber daya manusia yang terampil dalam
penatalaksanaannya.
Pencegahan dan penatalaksanaan penyakit-penyakit THT masih perlu ditingkatkan,
namun tidak kalah pentingnya adalah deteksi dini kelainan-kelainan THT yang
merupakan tanda-tanda dini dari penyakit yang lebih berbahaya, misalnya deteksi
dini keganasan pada kasus Karsinoma Nasofaring, atau gangguan pendengaran
pada bayi baru lahir. Hal ini dapat dilakukan dari tingkat pelayanan daerah hingga ke
rumah sakit pusat sebagai rujukan. Sehingga peran dokter praktek umum sebagai
dokter layanan primer memegang peranan penting dalam penapisan
penyakit-penyakit tersebut.
Blok
Special Senses
–
2 berupa modul system pendengaran, penghidu, dan
tenggorok, dengan beban kredit 2,5 sks, akan dilaksanakan selama sekitar 2,5 (dua
setengah) minggu.
Tujuan umum blok ini, membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan
keterampilan dalam menegakkan diagnosa penyakit, pengobatan, menilai
kesembuhan, menilai prognosis, dan pencegahan penyakit-penyakit pada sistem
THT yang sering dijumpai di layanan primer.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
II. PRASYARAT MAHASISWA
Modul sistem THT pada Blok
Special Senses System
– 2 ini merupakan salah satu
blok Tahap II (
Pathological Sciences
) dalam struktur kurikulum. Mahasiswa pada
Tahap II adalah mahasiswa yang telah melalui Tahap I (
Basic Medical Sciences
),
mahasiswa ini telah mencapai keterampilan generik yaitu keterampilan belajar
sepanjang hayat, dan dasar-dasar ilmu kedokteran.
III. TUJUAN
TUJUAN MODUL
Tujuan Umum
Melalui modul sistem THT ini mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang dokter layanan primer, yaitu:
1. Komunikasi efektif
2. Keterampilan klinik dasar
3. Landasan ilmiah ilmu kedokteran
4. Pengelolaan masalah kesehatan
5. Pengelolaan informasi
6. Mawas diri dan pengembangan diri
7. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktek
Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan modul sistem THT ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. berkomunikasi efektif baik verbal maupun nonverbal secara santun dalam
upayanya
mengelola
pasien
dengan
masalah
sistem
THT
dengan
mengintegrasikan penalaran klinis dan biomedis sehingga menunjang
terciptanya kerja sama yang baik antara dokter dengan pasien, keluarga,
komunitas, dalam penanganan masalah THT.
2. melakukan anamnesis (dan pemeriksaan fisik) yang lengkap dengan teknik yang
tepat serta mencatat riwayat penyakit secara lengkap dan kontekstual.
3. menjelaskan semua prosedur klinik rutin dan menganalisis data sekunder pasien
dengan kelainan THT dengan mengintegrasikan ilmu biomedik dan ilmu klinik.
4. memilih berbagai prosedur klinik, laboratorium, dan penunjang lain dan
menafsirkan hasilnya.
5. melakukan tindak pencegahan dan tindak lanjut dalam tata laksana masalah
THT dengan mempertimbangkan keterbatasan ilmu dalam diagnosis maupun
tata laksananya.
6. mencari, mengumpulkan, menyusun, dan menafsirkan informasi menyangkut
masalah THT dari berbagai sumber dengan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis, pemberian terapi,
tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta surveilans dan pemantauan
status kesehatan pasien.
7. peka terhadap tata nilai pasien dan mampu memadukan pertimbangan moral
dan pengetahuan/keterampilan klinisnya dalam memutuskan masalah etik yang
berkaitan dengan gangguan sistem THT.
8. mengembangkan ketertarikan dalam melakukan riset yang berkaitan dengan
masalah-masalah sistem THT.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Sasaran pembelajaran terminal
Bila dihadapkan pada data sekunder tentang masalah klinik, laboratorik, dan
epidemiologik penyakit sistem THT, mahasiswa tahap II yang telah menjalani modul
sistem THT mampu menafsirkan data tersebut dan menerapkannya dalam langkah
pemecahan masalah yang baku termasuk tindakan pencegahan dan rujukan,
dengan menggunakan teknologi kedokteran dan teknologi informasi yang sesuai,
dengan selalu memperhatikan konsep dan pertimbangan etik.
Sasaran pembelajaran penunjang
Setelah menyelesaikan modul sistem THT, maka:
1. Apabila diberi
data sekunder
tentang kelainan sistem THT, mahasiswa mampu:
a. Merumuskan masalah kesehatan pasien.
b. Menjelaskan struktur makroskopik dan mikroskopik serta faal organ dan
jaringan sistem THT.
c. Menjelaskan patofisiologi dan mekanisme suatu kelainan atau keadaan
patologik dalam sistem THT.
d. Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding penyakit sistem THT.
e. Menjelaskan sifat farmakologi obat yang digunakan untuk kelainan sistem
THT (farmakodinamik dan farmakokinetik)
h. Menyusun rencana tata laksana kelainan atau gangguan sistem THT .
i. Menjelaskan prognosis suatu penyakit sistem THT beserta alasan yang
mendasarinya.
j. Mencari informasi tentang lingkup dan materi sistem THT melalui sistem
teknologi informasi (
IT system
).
l. Melakukan analisis etik tentang gangguan sistem THT.
m. Menjelaskan komplikasi pada kelainan sistem THT serta rencana
penanggulangannya.
2. Apabila diberi
kasus
atau
pasien simulasi
dengan kelainan/penyakit sistem THT,
mahasiswa mampu:
a. Melakukan anamnesis mengenai kelainan sistem THT dengan menerapkan
kemampuan komunikasi efektif.
b. Melakukan pemeriksaan fisik sistem THT.
c. Menetapkan pemeriksaan penunjang tertentu untuk menegakkan diagnosis
kelainan sistem THT.
d. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang kelainan sistem THT.
e. Menetapkan diagnosis berdasarkan gejala dan tanda pada pasien serta
menjelaskan mekanisme yang mendasarinya.
f. Menyusun rencana tatalaksana masalah/penyakit sistem THT secara
komprehensif (termasuk rencana pencegahan, rehabilitasi dan rujukan).
3. Bila diberi data masalah kelainan/penyakit sistem THT dalam suatu komunitas,
mahasiswa mampu:
a. Menentukan besarnya masalah kelainan/penyakit sistem THT dalam
masyarakat.
b. Menentukan faktor penyebab/risiko kelainan/penyakit sistem THT dan dapat
menghubungkan faktor tersebut dengan kelainan/penyakit sistem THT yang
didapat.
c. Membuat rencana pencegahan primer dan sekunder dan rencana rehabilitasi
kelainan/penyakit sistem THT.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
IV.
LINGKUP BAHASAN
SPECIAL SENSE SYSTEM
(THT)
OUTLINE
PERKULIAHAN
Pokok
Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep. / Narasumber
Kode
Tapan Waktu Lingkup Bahasan-1: Struktur organ pada sistem THT
Anatomi THT 1. Pembentukan & perkembangan auris externa, media & interna
Kelainan perkembangan alat
pendengaran
1.1. Menjelaskan pembentukan & perkembangan auris externa, media & interna
1.2. Menjelaskan kelainan perkembangan alat pendengaran Departemen Anatomi : 1. dr. Simbar Sitepu 2. dr. Lita Feriyawati,MK es SSS2-K1 50’ 2. Jenis pengecapan Lokasi pengecapan
2.1. Menjelaskan jenis pengecapan yang umum dan lain-lain
2.2. Menjelaskan lokasi pengecapan 2.3. Menjelaskan penyebaran
pengecapan
2.4. Menjelaskan saraf pengecapan 2.5. Menjelaskan jenis pucuk pengecapan
& spesifikasinya Departemen Anatomi : 1. dr. Simbar Sitepu 2. dr. Lita Feriyawati, MKes SSS2-K2 50’ 3. Struktur anatomi daerah tempat pembauan
3.1. Menjelaskan besar daerah hidung tempat pembauan
3.2. Menjelaskan saraf pembauan 3.3. Menjelaskan lokasi & penyebarannya 3.4. Menjelaskan bentuk pucuk pembau 3.5. Menjelaskan pucuk pembau &
penyebarannya Histologi
audireseptor
4. Telinga 4.1. Telinga luar (daun telinga,
Meatusakustikus eksternus, Kelenjar seruminosa, Membrana timpani, Membrana shrapnel)
4.2. Telinga tengah (Tuba auditiva ( Eustachii): foramen ovale, foramen rotundum, osikel pendengar, Maleus, inkus , stapes)
4.3. Telinga dalam (labirinth, Utrikulus, Sakulus, Duktus semisirkularis, Duktus dan sakus, Endolimfatikus, Duktus Koklearis) Departemen Histologi : 1. dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes 2. dr. Esther RD Sitorus, Sp.PA SSS2-K3 50’
Lingkup Bahasan 2: Fisiologi THT
Fisiologi pendengaran dan koordinasi 5. Fungsi telinga bagian luar, tengah dan dalam.
5.1. Menjelaskan fungsi daun telinga, liang telinga, membran tymphani, tulang pendengaran, koklea, aparatus vestibularis. Departemen Fisiologi : 1. dr. Yetty Machrina, M.Kes 2. dr. Milahayati Daulay, M.Biomed SSS2-K4 50’ 6. Gelombang suara
6.1. Menjelaskan panjang gelombang suara
6.2. Menjelaskan sifat gelombang suara 6.3. Menjelaskan warna suara / warna
nada 7. Lintasan persarafan sensoris telinga (mekanisme pendengaran).
7.1. Menjelaskan mekanisme perjalanan impuls dari telinga luar hingga ke otak.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
8. Patofisiologiketulian
8.1. Menjelaskan terjadinya ketulian serta klasifikasinya.
9. Sistem
keseimbangan & koordinasi.
9.1. Menjelaskan tentang sistem keseimbangan & koordinasi 9.2. Memahami mekanisme kerja organ
keseimbangan.
9.3. Memahami patofisiologi terjadinya motion sickness, nystagmus, vertigo, meniere syndrome. Departemen Fisiologi : 1. dr. Yetty Machrina, M.Kes 2. dr. Milahayati Daulay SSS2-K5 50’ Fisika Pendengaran 10. Telinga dan Pendengaran
10.1. The outer, middle, inner Ear 10.2. Sel rambut dalam deteksi suara 10.3. Sensitivity of the Ears
Departemen Fisika Kedokteran : 1. dr. Zairul Arifin,SpA, DAFK 2. dr. Keriahen Bangun, DAFK SSS2-K6 50’ 11. Sound and Hearing
11.1. The Hearing Mechanism 11.2. Sound Perception 12. Ears and Audiometry 12.1. The Ears 12.2. Audiometry 12.3. Otoscopy 13. Sound in Medicine (Suara dan Telinga)
13.1. Pendengaran ,Uji Pendengaran 13.2. Akustik
14. Mekanisme syaraf pendengaran
14.1. Jenis Teori, Teori Spatial Temporal 14.2. Jalur-Jalur Sistem Pendengaran 14.3. Penyandian Akustik Fisiologi pengecapan dan penghidu 15. Struktur dan fungsi organ pengecap.
15.1. Menjelaskan reseptor pengecapan dan pembagian sensasi rasa
Departemen Fisiologi : 1. dr. Yetty Machrina, M.Kes 2. dr. Milahayati Daulay, M.Biomed SSS2-K7 50’ 16. Mekanisme sensasi rasa
16.1. Menjelaskan 3 saraf kranial yang berperan terhadap sensasi rasa : N.VII, N.IX, N.X
16.2. Menjelaskan sifat gelombang suara 16.3. Menjelaskan mekanisme stimulasi
reseptor oleh zat berasa manis, asam, asin, pahit dan umami. 17. Struktur & lokasi
reseptor penghidu.
17.1. Menjelaskan struktur & lokasi reseptor penghidu : bulbus olfaktorius
18. Lintasan persarafan sensorik hidung
18.1. Menjelaskan mekanisme penghidu
19. Hubungan dengan nafsu makan
19.1. Menjelaskan hubungan penghidu dengan selera makan melalui hipotalamus.
Lingkup Bahasan 3: Kelainan pada sistem pendengaran, pengecapan dan penghidu
Kelainan pada Telinga 20. Penyakit telinga luar: Kelainan kongenital,mikrot ia,makrotia, fistula preaurikular, atresia liang telinga,Perikondr itis, Ot hematoma
20.1. menjelaskan tentang Definisi 20.2. menjelaskan tentang Etiologi 20.3. menjelaskan Patologi
20.4. menjelaskan Gejala dan tanda klinis 20.5. menjelaskan Penatalaksanaan 20.6. menjelaskan Komplikasi Departemen THT : 1. dr.Pahala SpTHT-KL 2. dr. Devira Zahara, SpTHT-KL SSS2-K8 50’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Pokok
Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep. / Narasumber
Kode Tapan Waktu Benda asing telinga Serumen prop Trauma telinga 21. Infeksi liang telinga: Otitis eksterna, Herpes zoster otikus, Otomikosis
21.1. menjelaskan tentang Definisi 21.2. menjelaskan tentang Klasifikasi 21.3. menjelaskan tentang Etiologi / faktor
predisposisi
21.4. menjelaskan gejala dan tanda klinis 21.5. menjelaskan pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis 21.6. menjelaskan penatalaksanaan Departemen THT : 1. Prof.dr. Askaroellah Aboet, SpTHT-KL (K) 2. dr.Harry A.Asroel, SpTHT-KL SSS2-K9 50’
22. Fraktur temporal 22.1. menjelaskan tentang Definisi 22.2. menjelaskan tentang Etiologi 22.3. menjelaskan tentang klasifikasi 22.4. menjelaskan Gejala dan tanda klinis 22.5. menjelaskan pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis 22.6. menjelaskan Penatalaksanaan 23. Infeksi telinga
tengah:
Otitis Media Akut OMA), Otitis Media Supuratifa Kronis (OMSK), Miringitis bulosa, perforasi membran timpani, otitis media serosa, mastoiditis
23.1. menjelaskan tentang definisi 23.2. menjelaskan etiologi
23.3. menjelaskan stadium dan klasifikasi 23.4. menjelaskan gejala
23.5. menjelaskan perjalanan Penyakit 23.6. menjelaskan tentang diagnosis
banding
23.7. menjelaskan tentang pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis 23.8. menjelaskan tentang terapi
Departemen THT : 1. Prof.dr. Askaroellah Aboet, SpTHT-KL (K) 2. dr. Harry A. Asroel, SpTHT-KL SSS2-K10 50' Kelainan pada telinga 24. Penyakit telinga dalam: Labirinitis,timpan osklerosis, Otosklerosis Presbikusis Tuli mendadak Ototoksik Tuli kongenital
24.1. menjelaskan tentang Definisi 24.2. menjelaskan tentang Etiologi / faktor
predisposisi
24.3. menjelaskan patogenesa/ Patologi 24.4. menjelaskan Gejala dan tanda klinis 24.5. menjelaskan cara mendiagnosis 24.6. menjelaskan Penatalaksanaan Departemen THT : 1. Prof.dr. Askaroellah Aboet, SpTHT-KL (K) 2. dr.Devira Zahara, SpTHT-KL SSS2-K11 50’
Tumor telinga 25. Tumor telinga luar (Eksostose, osteoma, adenoma, karsinoma sel skuamosa) & tumor telinga tengah (polip, granuloma, Glomus jugulare 25.1. Menjelaskan definisi 25.2. menjelaskan etiologi
25.3. menjelaskan gejala dan tanda 25.4. menjelaskan pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis 25.5. menjelaskan penatalaksanaan Departemen THT : 1. dr. Farhat, SpTHT-KL 2. dr.Ashri Yudhistira, SpTHT-KL SSS2-K12 50’
26. Cleft lip & palate 26.1. menjelaskan definisi 26.2. menjelaskan etiologi 26.3. menjelaskan patogenesis 26.4. menjelaskan penatalaksanaan Virus, bakteri dan jamur 27. Virus penyebab infeksi pada THT
27.1. Menyebutkan Morfologi virus 27.2. Menjelaskan penyakit yang
Departemen Miikrobiologi :
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
penyebab infeksi pada THT : rhinovirus, Paramyxovirus,R SV (laryngotracheob ronchitis), Orthomyxovirus, Echovirus + coxsackievirus, Coronavirusdisebabkan oleh virus
27.3. Menjelaskan patogenesis penyakit 27.4. Menjelaskan cara penularan dan
pencegahan
27.5. Menjelaskan gambaran klinis 27.6. Menjelaskan diagnosa laboratorium 27.7. Menyebutkan pengobatan 1. dr. Gerben F. Hutabarat, DTM&H,MSc, SpMK 2. dr. Rahmatsjah Sp.MK 28. Bakteri penyebab infeksi pada THT: Pseudomonas, Staph. aureus, Strep. pyogenes, Strep.pneumonia e, H.influenzae, Infeksi anaerob : Fusobacterium, Kleb. ozaenae, Mor. Catarrhalis
28.1. Menjelaskan penyakit yang disebabkan & gambaran klinis 28.2. Menjelaskan patogenesis & faktor
virulensi
28.3. Menjelaskan cara penularan dan pencegahan
28.4. Menjelaskan diagnosa laboratorium 28.5. Menyebutkan terapi & pencegahan
29. Jamur penyebab infeksi pada THT: Candida,
Rhinosporidiosis
29.1. Menjelaskan pathogenesis & gambaran klinis 29.2. Menyebutkan terapi Farmakologi Obat pada Telinga 30. Obat-obat yg dapat mempengaruhi pendengaran
30.1. Menyebutkan obat-obat yg dapat mempengaruhi pendengaran 30.2. Menerangkan mekanisme kerja obat
yg dapat mempengaruhi pendengaran
30.3. Menjelaskan keterkaitan dosis dan pemaparan obat dengan terjadinya gangguan pendengaran Departemen Farmakologi dan Terapeutik : 1. dr. Datten Bangun, MSc, SpFK 2. dr. Yunita Sari Pane, Msi SSS2- K14 50’ Pendengaran dan Keseimbangan 31. Pemeriksaan pendengaran dan keseimbangan
31.1. Menjelaskan cara pemeriksaaan Audiometri
31.2. Pemeriksaan timpanometri,OAE, BERA
31.3. Menjelaskan tes-tes keseimbangan
Departemen THT : 1. dr.Adlin Adnan, SpTHT-KL 2. dr.Yusa Herwanto,Sp THT-KL SSS2- K15 50’ 32. Gangguan Pendengaran dan Keseimbangan
32.1. Tuli konduktif, sensorineural 32.2. Acute Acoustic trauma & Noise
induced hearing loss 32.3. Postural benign vertigo 32.4. Motion sickness 32.5. Menier’s disease 32.6. Neuritis vestibuler 32.7. Facial palsy or paralisis 32.8. Neuroma akustik Departemen THT : 1. dr.Adlin Adnan, SpTHT-KL 2. dr.T.Siti Hajar Haryuna, SpTHT-KL SSS2-K16 50’ Kelainan pada Hidung 33. Kelainan pada Hidung-1
33.1. Kelainan pada hidung luar: Vestibulitis
33.2. Kelainan pada rongga hidung : Rinitis Akut & Rinitis kronik
33.3. Benda asing di hidung 33.4. Avian Influenza 33.5. Atresia koana Departemen THT : 1. dr. Mangain Hasibuan, SpTHT-KL 2. dr.Siti Nursiah,SpT HT-KL SSS2-K17 50’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Pokok
Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep. / Narasumber
Kode
Tapan Waktu
34. Kelainan pada Hidung-2
34.1 Kelainan pada rongga hidung : Rhinitis Kronis, Polip hidung, Kelainan septum/deviasi septum, Epistaksis, Sinusitis Akut, Ethmoiditis akut, Sinusitis kronis, Furunkulosis
Departemen THT : 1. dr.Andrina YM Rambe, SpTHT-KL 2. dr. Ferryan Sofyan, Sp.THT-KL SSS2-K18 50’ 35. Trauma Hidung dan wajah 35.1. Definisi
35.2. Etiologi dan faktor predisposisi 35.3. Gejala dan tanda klinis 35.4. Cara menegakkan diagnosa 35.5. Penatalaksanaan 35.6. Komplikasi Departemen THT : 1. dr. Ashri Yudhistira, SpTHT-KL 2. dr.Rizalina,Sp THT-KL SSS2-K19 50’ 36. Tumor hidung dan sinus paranasal
36.1. menjelaskan tentang epidemiologi tumor ganas hidung dan sinus paranasal
36.2. menjelaskan Etiologi dari tumor ganas hidung dan sinus paranasal 36.3. menjelaskan Gejala dan tanda klinis
tumor ganas hidung dan sinus paranasal
36.4. menjelaskan tentang Lokasi tumor ganas hidung dan sinus paranasal 36.5. menjelaskan tentang Patologi tumor
ganas hidung dan sinus paranasal 36.6. menjelaskan tentang Stadium tumor
ganas hidung dan sinus paranasal 36.7. menjelaskan bagaimana
mendiagnosis tumor ganas hidung dan sinus paranasal
36.8. menjelaskan Penatalaksanaan tumor ganas hidung dan sinus paranasal 36.9. menjelaskan Prognosis tumor ganas
hidung dan sinus paranasal 37. Adenoma
pleomorfik & warthin tumor
37.1. menjelaskan definisi
37.2. menjelaskan gejala dan tanda 37.3. menjelaskan pemeriksaan untuk
diagnosis 37.4. menjelaskan penatalaksanaan Radiologi pada sistem penginderaan khusus 38. Radiologi pada sistem penginderaan khusus
38.1. Radiologi pada sistem penginderaan khusus Departemen Radiologi : 1. dr.Syaifuddin, SpRad 2. dr.Netti Lubis, SpRAd SSS2-K20 50’
Alergi 39. Rinitis Alergi 39.1. Menjelaskan definisi rinitis alergi 39.2. Menjelaskan klasifikasi rinitis alergi 39.3. Menjelaskan sumber alergen
39.4. Menjelaskan patogenesis rinitis alergi 39.5. Menjelaskan cara mendiagnosa rinitis
alergi
39.6. Menjelaskan tes alergi
39.7. Menjelaskan penatalaksanaan rinitis alergi Departemen THT: 1. dr.Yuritna Haryono,SpTH T-KL(K) 2. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL (K) SSS2-K21 50’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Kelainan padafaring & laring
40. Infeksi pada faring, adenoid & tonsil 40.1. Faringitis Akut 40.2. Faringitis Kronis 40.3. Faringitis Spesifik 40.4. Tonsilitis akut 40.5. Tonsilitis kronis 40.6. Tonsilitis membranosa 40.7. Indikasi & teknik tonsilektomi 40.8. Hipertropi adenoid
40.9. Indikasi & teknik adenoidektomi
Departemen THT : 1. dr.Aliandri, SpTHT-KL 2. dr. Linda I.Adenin,SpTHT-KL SSS2-K22 50’
41. Aspirasi 41.1. Menjelaskan definisi 41.2. Menjelaskan etiologi
41.3. Menjelaskan gejala dan tanda 41.4. Menjelaskan pemeriksaan 41.5. Menjelaskan penatalaksanaan 42. Abses leher
dalam dan dasar mulut (Abses peritonsil (Quinsy), Abses retrofaring, Abses parafaring, Ludwig's Angina) 42.1. Definisi
42.2. Etiologi dan faktor predisposisi 42.3. Patogenesis / Patologi
42.4. Gejala dan tanda klinis 42.5. Diagnosa / Diagnosa banding 42.6. Penatalaksanaan Departemen THT : 1. Prof.dr.Abd.Rac hman Saragih, SpTHT-KL(K) 2. dr.T.Sofia Hanum,SpTHT-KL SSS2-K23 50’
43. Trauma laring & trakhea 43.1. Etiologi 43.2. Gejala klinik 43.3. Pemeriksaan 43.4. Penatalaksanaan Kelainan pada
faring & laring
44. Kongenital (Laringomalasia, Stenosis subglotik kongenital, Selaput di laring (Laryngeal Web), Kista kongenital, Hemangioma, Fistel laringotrakeal esofagal) 44.1. Definisi
44.2. Etiologi dan faktor predisposisi 44.3. Patogenesis / Patologi
44.4. Gejala dan tanda klinis 44.5. Diagnosa / Diagnosa banding 44.6. Penatalaksanaan Departemen THT : 1. dr. Aliandri, Sp.THT-KL 2. dr.Ida Sjailendrawati,S pTHT-KL(K) SSS2- K24 50’’ 45. Peradangan (Laringitis akut, Laringitis kronis, Pseudo-croup acute epiglotitis, Laringitis kronis spesifik (Laringitis Tuberkulosis, L. Luetika), trakheitis
45.1. Etiologi dan faktor predisposisi 45.2. Patofisiologi / Patogenesis 45.3. Gejala dan tanda klinis 45.4. Cara menegakkan diagnosa 45.5. Penatalaksanaan
46. Medial & lateral branchial cyst & fistula, higroma kistik, tortikolis, kista, goiter
46.1. Definisi
46.2. Etiologi dan faktor predisposisi 46.3. Patogenesis / Patologi
46.4. Gejala dan tanda klinis 46.5. Diagnosa / Diagnosa banding 46.6. Penatalaksanaan
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Pokok
Bahasan Materi Specific Learning Objectives Dep. / Narasumber
Kode Tapan Waktu 47. Penyakit esofagus: benda asing, corrosive lession, reflux esofagitis, akalasia, ruptur esofagus 47.1. Definisi
47.2. Etiologi dan faktor predisposisi 47.3. Patogenesis / Patologi
47.4. Gejala dan tanda klinis
47.5. Diagnosa dan Penatalaksanaan
Departemen THT: 1. Prof.Abdul Rachman Saragih,SpTH T-KL 2. dr. Linda I. Adenin, SpTHT-KL SSS2-K25 50’ 48. Sumbatan pada laring 48.1. Etiologi
48.2. Gejala dan tanda klinis
48.3. Pembagian stadium ( Jackson ) 48.4. Penatalaksanaan
49. Benda asing di tonsil, dasar lidah, saluran nafas
49.1. Jenis benda asing
49.2. Etiologi / faktor predisposisi 49.3. Insidens
49.4. Diagnosa
49.5. Gejala dan tanda klinis 50. Tumor laring
tonsil & esofagus
50.1. Klasifikasi 50.2. Etiologi 50.3. Gejala & tanda 50.4. Penatalaksanaan Farmako-logi obat pada hidung dan lidah 51. Nasal decongestant
51.1. Menjelaskan aspek farmakologi nasal decongestant Departemen Farmakologi dan Terapeutik : 1. Prof. dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK 2. dr. Tri Widyawati, MSi SSS2-K26 50’ 52. Obat yg mempengaruhi penciuman
52.1. Menyebutkan obat-obat yg dapat mempengaruhi penciuman
52.2. Menerangkan mekanisme kerja obat yg dapat mempengaruhi penciuman 53. Obat yg
mempengaruhi pengecapan
53.1. Menyebutkan obat-obat yg dapat mempengaruhi pengecapan 53.2. Menerangkan mekanisme kerja obat
yg dapat mempengaruhi pengecapan 53.3. Menjelaskan keterkaitan dosis dan
pemaparan obat dengan terjadinya gangguan pengecapan
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
No. Uraian Praktikum Kode
Tahapan Jam Departemen
Praktikum 1 Anatomi telinga SSS2-Pr1 3 x 50’ Anatomi
Praktikum 2 Audiometer/Percobaan Melde SSS2-Pr2 3 x 50’ Fisiologi
Praktikum 3 Sistem audioreseptor SSS2-Pr3 3 x 50’ Histologi
Praktikum 4 Faal indra khusus SSS2-Pr4 3 x 50’ Fisiologi
Praktikum 5 Kajian polifarmasi : interakasi obat pada sistem spesial sense
SSS2-Pr5 3 x 50’ Farmakologi dan Terapeutik
OUTLINE SKILLS LAB
Uraian Kegiatan Skills Lab Kode Tahapan Jam Ruangan
Komunikasi Dokter-Pasien mengenai penyakit-penyakit telinga, hidung dan tenggorok
SSS2-SL1 3 x 50’ Ruang skills lab
Pemeriksaan saraf kranialias SSS2-SL2 3 x 50’ Ruang skills lab
Pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut, faring, laring
SSS2-SL3 3 x 50’ Ruang skills lab
Pemeriksaan fisik leher SSS2-SL4 3 x 50’ Ruang skills lab
B. LINGKUP BAHASAN BLOK PENDAMPING
COMMUNITY RESEARCH PROGRAMME 5
Pokok
Bahasan Materi Specific Learning Objectives
Dept / Narasumber
Kode
Tahapan Waktu
Harm Critical Appraisal Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai relevansi dan validitasnya
Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan informasi ilmiah
Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk menghimpun data relevan menjadi arsip pribadi
Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk
melakukan validasi informasi ilmiah secara sistematik
Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam
merangkum dan menyimpan arsip
TIM SSS1-
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Critical Appraisal Menggunakan data dan buktipengkajian ilmiah untuk menilai relevansi dan validitasnya
Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan informasi ilmiah
Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk menghimpun data relevan menjadi arsip pribadi
Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk
melakukan validasi informasi ilmiah secara sistematik
Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam
merangkum dan menyimpan arsip
TIM SSS1-
CRP5-DK6 3*50’
Metaanalysis 1. Sistematik Review
1.1. Menjelaskan pengertian Sistematic Review EBM 1.2. Menjelaskan komponen validity 1.3. Menjelaskan komponen important
(CER, EER, ARR, NNT)
Kuliah : 1. dr. Dina Keumala Sari M. Gizi, SpGK 2. dr. Juliandi Harahap, MA SSS2-CRP5-K7 1*50’’
2. Metaanalysis 2.1. Menjelaskan pengertian Metaanalysis EBM
2.2. Menjelaskan komponen Validity 2.3. Menjelaskan komponen important
(CER, EER, ARR, NNT)
Kuliah : 1. dr. Juliandi Harahap, MA 2. dr. ArlindaS. W, MKes SSS2-CRP5-K8 1*50’’ 3. Review DiagnostiC Therapy Prognosis Harm
5.1. Mendapatkan feed back dari mahasiswa
5.2. Mendiskusikan permasalahan seputar Diagnostik, Therapy, Prognosis, Harm dan Metaanalysis Pleno Pakar : TIM SSS2-PP-CRP5 2*50’’
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Ragam Wacana Narasi BHP-IND-K11
Lanjutan dalam bentuk tugas BHP-IND-K12
Sistematika Karangan Ilmiah BHP-IND-K13
Lanjutan dalam bentuk tugas BHP-IND-K14
Lanjutan dalam bentuk tugas BHP-IND-K15
BAHASA INGGRIS
Pokok bahasan Kode Tahapan
Writing a Paragraph in Expository Form BHP-ENG-K11
General Review BHP-ENG-K12
Writing an Abstract BHP-ENG-K13
Writing an Essay of Three or Five Paragraph BHP-ENG-K14
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
V.
REFERENSI
SPECIAL SENSE SYSTEM
Buku Teks
Departemen Judul Buku Penulis Penerbit Edisi Hal
ANATOMI Embriologi Kedokteran Jan Langman EGC 1975/Edisi 3
Hand atlas of Human Anatomy. Spatelhotz J.B. Lippincott Co 7th Ed HISTOLOGI Bloom & Fawcett a Textbook of
Histology
Don Wayne Fawcett, Ronald P Jensh
Chapman & Hall, New York
1997/12th ed.
Color Textbook of Histologi Gartner LP, Hiatt JL WB Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania.
2001/2nd ed.
Wheater’s Functional Histology a Text & Colour Atlas
B. Young, JW Heath
Churchill Livingstone 2000
Basic Histology Text & Atlas LC Junquira, J Carneiro
Lange Medical Books, Mc Graw-Hill
2003/10th ed.
FISIOLOGI Review of Medical Physiology Ganong WF Mc Graw Hill 2001/ 20th
ed.
Textbook of Medical Physiology Guyton AC EGC 2006/11th ed.
Human Physiology; From Cells to Systems
Sherwood L International Student
Edition, Thomson-Brooks/Cole
2002/3th ed.
FISIKA KEDOKTERAN
Medical Physics Cameron John R,
Skofronick James G
John Wiley & Sons
Osmotic Pressure in the Physics Course for Students of the Life Sciences
Hobbie R. K
Intermediate Physics for Medicine & Biology
Hobbie R. K
MIKROBIOLOGI Medical Microbilogy & Immunology
Levinson, Warren and Jawetz, Ernest
McGraw-Hill 2000/6th ed
Manual of Clinical Microbiology Lennette, E.H. Balow, A. Hausler, W and Truant
American Society for Microbiology
1980/3rd, ed.
Detection, Prevention and Management of UTI
Kunin, CM LAE & Febriger, Philadelphia
1979/3rd ed PARASITOLOGI Fondation of Parasitology Schmidth G. D.,
Roberts L. S. Mc Graw Hill Essentials of Human Parasitology Heelan J. S., Ingersoll F. W. Delmar, Thompson Learning
General Parasitology Cheng T. C. Academic Press An
Imprint of Elsevier PATOLOGI
ANATOMI
Basic Pathology Robbin, Kumar WB Sanders 2004
Pathology Rubin & Farber Lippincott Williams &
Wilkins
3rd ed. 1999
FARMAKOLOGI & TERAPEUTIK
Basic and Clinical Pharmacology
Katzung B. G. Lange Mc Graw Hill 2004
GIZI Vitamins dalam Krause’s:
Food, Nutrition, & Diet Therapy
Gallagher M.L. . Philadelphia Ed.11 2004 75-83
Vitamin A: retinoids and the provitamin A carotenoids, dalam Vitamins in Foods: Analysis, Bioavailability, and Stability
Ball G.F.M. . CRC Press, United States of America
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Fransisco, CaliforniaClinical Ophthalmology, A Systematic Approach
Jack J.Kanski
Butterworth-Heinneman, London
Ed. 6, 2007
Clinical Ophthalmology Duane Lippincott
Williams&Wilkins
2004
General Ophthalmology Daniel Voughn Widya Medika
Jakarta
Edisi 14, 2000
Ophthalmology Khurana A.K. India, Reprint Edisi 4, 2003
THT Boies 1997
Ballenger 1994
Dhingra 2008
RADIOLOGI Radiologi Diagnostik Iwan Ekayuda FK-UI RSCM 2005, Edisi 2
BLOK PENDUKUNG
COMMUNITY RESEARCH PROGRAM 5
JUDUL BUKU PENULIS PENERBIT EDISI
Medical Epidemiology
LANGE 2004
How to teach and practice EBM
Sharon E. Straus, et.al Elsevier Churcill Livingstone
Clinical Epidemiology
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
VI.
METODE PEMBELAJARAN
PEMUTARAN FILM
Pemutaran film bertujuan memberikan wawasan dan gambaran mengenai luasnya lingkup Blok
S
pecial Senses System
dan membangkitkan minat mahasiswa untuk memahami
blok ini.
KULIAH
Kuliah hanya bertujuan untuk memberikan
konsep dasar
dalam memahami materi-materi yang
berhubungan dengan
special senses
, sehingga akan memudahkan mahasiswa dalam
membaca buku teks, dan referensi lainnya. Kuliah
tidak bertujuan
untuk memberikan isi
keseluruhan dari materi, dengan demikian kepada mahasiswa diwajibkan untuk membaca
referensi yang dianjurkan.
PROBLEM-BASED LEARNING
(PBL)
Kegiatan belajar
Problem Base Learning
(PBL) menggunakan metode 2 (dua) kali diskusi untuk
setiap pemicu (
trigger
) dan 1 (satu) kali pertemuan pleno, yang dihadiri para pakar dari setiap
departemen terkait dengan Blok S
pecial Senses System.
Diskusi dilaksanakan dalam kelompok kecil yang masing-masing terdiri dari 12-15 mahasiswa
dan didampingi oleh seorang tutor yang berperan sebagai
fasilitator
bukan narasumber, dan
berlangsung selama 3x50 menit untuk setiap pertemuan tutorial.
Metode pembelajaran ini bertujuan untuk melatih keterampilan mahasiswa dalam belajar
mandiri, menentukan materi pembelajaran, mencari informasi sesuai dengan kebutuhannya,
mengasah keterampilan berfikir kritis (
critical thinking
) melalui masalah yang relevan dengan
keadaan sebenarnya yang diberikan dalam pemicu, serta mengkomunikasikannya secara
efektif dalam diskusi maupun presentasi.
Kegiatan PBL pada blok ini terdiri dari lima kasus, setiap kasus didiskusikan dalam dua kali
pertemuan diskusi dan diakhiri dengan satu kali pertemuan pleno.
BELAJAR MANDIRI
Agar lingkup materi dapat dikuasai dengan baik, pada saat melaksanakan kegiatan belajar
mandiri, mahasiswa diharapkan melaksanakan proses belajar dengan tahapan sebagai berikut :
1. Mengkaji lingkup bahasan dengan membaca referensi yang dianjurkan, karena kuliah pada
hakikatnya hanya memberikan konsep dasar dari materi, dan pertemuan tutorial akan
memicu mahasiswa untuk mengintegrasikan pemahaman konsep dalam menyelesaikan
masalah.
2. Mencari dan mempelajari materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran di perpustakaan,
dapat berupa
handout
, buku teks, jurnal ilmiah, CD-ROM, atau informasi dari sumber
terpercaya di internet.
3. Diskusi dengan narasumber apabila diperlukan.
PRAKTIKUM
Praktikum dilaksanakan di laboratorium Anatomi, Histologi, Fisika, Biokimia, Farmakologi,
Patologi Anatomi, dan Patologi Klinik sesuai jadwal kegiatan
Mahasiswa dibagi dalam 10 (sepuluh) kelompok yang terdiri dari 45 mahasiswa per kelompok,
yang akan dibimbing oleh seorang staf pengajar.
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
Tujuan umum praktikum adalah agar mahasiwa:
1. Meningkatkan pemahaman akan teori yang telah dipelajari dalam perkuliahan dan belajar
mandiri.
2. Menjelaskan perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan.
3. Menginterpretasi hasil praktikum yang diselenggarakan dalam bentuk percobaan.
4. Menyimpulkan hasil praktikum.
5. Membandingkan hasil kelompoknya dengan hasil kelompok lain.
6. Membuat laporan hasil praktikum yang antara lain menjelaskan kaitan hasil praktikum
dengan konsep-konsep yang mendasarinya.
7. Menerapkan kejujuran ilmiah dengan melaporkan hasil yang didapatkan pada praktikum
sebagaimana adanya.
VII.
SARANA & PRASARANA
RUANG KULIAH
Kuliah dilaksanakan di Ruang Kuliah Semester V/VI
RUANG DISKUSI/TUTORIAL
Diskusi dilaksanakan di ruang-ruang berikut ini:
No. Kelompok Diskusi Ruang Diskusi
KELAS A
1. A1 Ruang Pertemuan tutor Gedung A. Hakim 2. A2 Ruang Diskusi 1 Gedung Baru lantai 1 3. A3 Ruang Diskusi 2 Gedung Baru lantai 1
4. A4 Ruang Diskusi Kimia 1
5. A5 Ruang Diskusi Kimia 2
6. A6 Ruang Diskusi Kimia 3
7. A7 Ruang Diskusi Kimia 4
8. A8 Ruang Diskusi Fisika 1
9. A9 Ruang Diskusi Fisika 2
10. A10 Ruang Diskusi Fisika 3 11. A11 Ruang Diskusi Fisika 4 12. A12 Ruang Diskusi Fisika 5 13. A13 Ruang Diskusi Fisika 6 14. A14 Ruang Diskusi Fisika 7 15. A15 Ruang Diskusi Fisika 8
KELAS B (GEDUNG A. HAKIM)
16. B1 Ruang Diskusi 1
17. B2 Ruang Diskusi 2
Buku Panduan Mahasiswa
Special Sense System
19. B4 Ruang Diskusi 4 20. B5 Ruang Diskusi 5 21. B6 Ruang Diskusi 6 22. B7 Ruang Diskusi 7 23. B8 Ruang Diskusi 8 24. B9 Ruang Diskusi 9 25. B10 Ruang Diskusi 10 26. B11 Ruang Diskusi 11 27. B12 Ruang Diskusi 12 28. B13 Ruang Diskusi 13 29. B14 Ruang Diskusi 14 30. B15 Ruang Diskusi 15