• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6 A. Tinjauan Pustaka

1. Kursi Kerja

a. Pengertian Kursi Kerja

Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih besar dalam setiap tempat kerja, terutama bila pekerjanya sebagian besar wanita (Sutalaksana, 1995). Menurut Nurmianto (2003), kursi kerja adalah kursi yang dirancang dengan metode “floor-up” yaitu berawal pada permukaan lantai untuk menghindari adanya tekanan dibawah paha.

Beberapa kursi kerja mempunyai kemungkinan untuk diatur tinggi rendahnya terhadap meja kerja atau mesin sehingga posisi yang biasanya hanya dapat dilakukan dengan berdiri dapat pula dirancang agar tidak memberikan rintangan pada bagian badan untuk melakukan pekerjaan dengan efisien, baik bila pekerjaannya dilakukan dengan berdiri maupun dengan cara duduk (Sutalaksana, 1995).

Menurut Nurmianto (2004), kriteria kursi kerja yang ideal adalah sebagai berikut :

(2)

1) Stabilitas produk.

Diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau lima kaki untuk menghindari ketidakstabilan produk.

2) Kekuatan produk.

Kursi kerja tidak boleh dirancang pada populasi dengan persentil kecil dan seharusnya cukup kuat untuk menahan beban pria yang berpersentil 99th.

3) Mudah dinaik-turunkan (adjustable).

Ketinggian kursi kerja hendaklah mudah diatur pada saat kita duduk, tanpa harus turun dari kursi.

4) Sandaran punggung.

Sandaran punggung adalah penting untuk menahan beban punggung kearah belakang (lumbar spine). Hal itu haruslah dirancang agar dapat diatur fleksibilitasnya sehingga sesuai dengan bentuk punggung.

5) Fungsional.

Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam alternatif perubahan postur (posisi).

6) Bahan material.

Tempat duduk dan sandaran punggung harus dilapisi dengan material yang cukup lunak.

(3)

7) Kedalaman kursi.

Kedalaman kursi (depan-belakang) haruslah sesuai dengan dimensi panjang antara lipat lutut (popliteal) dan pantat (buttock). Wanita dengan antropometri 5 persentil haruslah dapat menggunakan dan merasakan manfaat adanya sandaran punggung (back-rest).

8) Lebar kursi.

Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 persentil populasi.

9) Lebar sandaran punggung.

Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung wanita 5 persentil populasi. Jika terlalu lebar akan mempengaruhi kebebasan gerak siku.

10) Bangku tinggi.

Kursi untuk bangku tinggi harus diberi sandaran kaki yang dapat digerakkan naik-turun.

b. Kategori Kursi Kerja

Menurut Nurmianto (2003) terdapat 2 kategori kursi untuk bekerja, yaitu :

1) Kursi Rendah

Kursi rendah digunakan pada bangku dan meja (desks and

tables). Tujuan perancangan kursi ini adalah membiarkan kaki untuk

(4)

bagian bawah paha. Terlalu rendahnya tempat duduk akan dapat menimbulkan masalah-masalah baru pada tulang belakang, oleh karena itu ukuran anthropometri akan membentuk dasar untuk tinggi tempat duduk yang jaraknya dari tumit kaki sampai permukaan yang lebih rendah dari paha disamping lutut dengan tekukan lutut pada sudut 90°.

2) Kursi Tinggi

Kursi yang lebih tinggi digunakan pada bangku dan mesin (benches and machines) dimana pekerjaanya memungkinkan untuk berdiri. Tinggi bangku untuk pekerjaan sambil berdiri didasarkan pada tinggi siku saat berdiri. Kursi tinggi dengan tinggi tempat duduk yang dapat disetel dan dapat menyangga badan bagian atas sehingga siku berada beberapa sentimeter diatas pekerjaan.

c. Perancangan Kursi Kerja

Akibat dari perancangan antropometrik yang tidak tepat, terbentuk suatu kursi yang tidak memungkinkan pemakainya untuk menyandarkan punggung atau kakinya pada permukaannya, maka ketidakstabilan tubuh akan meningkat dan tenaga otot tambahan akan diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Makin besar tingkat tenaga atau kontrol otot yang diperlukan, makin besar pula kelelahan fisik dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan (Panero, 2004).

(5)

1) Kursi Kerja Ergonomis

Menurut Nurmianto (2003), kursi kerja adalah kursi yang dirancang dengan metode “floor-up” yaitu berawal pada permukaan lantai untuk menghindari adanya tekanan dibawah paha, sedangkan ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik (Tarwaka, 2013).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kursi kerja ergonomis adalah kursi kerja yang didesain dan dibuat yang berawal pada permukaan lantai berdasarkan ukuran anthropometri pekerjaan untuk menyeimbangkan anatara segala fasilitas yang digunakan. Menurut Suma’mur (2009), kursi yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan injakan kaki sehingga sesuai dengan tinggi lutut, sedangkan paha berada dalam keadaan datar.

b) Tinggi papan sandaran punggung dapat diatur dan menekan dengan baik kepada punggung.

c) Lebar alas duduk tidak kurang dari lebar terbesar ukuran anthropometri pinggul.

(6)

Menurut Panero, dkk. (2003), kriteria dalam mendesain kursi ergonomis, antara lain :

a) Kedalaman landasan tempat duduk tidak boleh terlalu besar, karena bagian depan terlalu kedepan akan memajukan posisi duduknya dan menyebabkan bagian punggung tidak bersandar. b) Kursi harus dilengkapi dengan sandaran pinggang. Ruang antara alas duduk dan tepi bawah meja tidak boleh terlalu sempit sehingga menyebabkan paha pemakai tidak tertekan.

c) Sandaran pinggang tidak boleh terlalu tinggi, karena dapat menyebabkan gerakan bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman.

Selain kriteria diatas, menurut Kholik (2002) terdapat beberapa kriteria yang diperlukan dalam perancangan kursi kerja diantaranya :

a) Tinggi kursi sebaiknya dirancang sesuai dengan ketinggian alas duduk dari pekerja yang akan menggunakannya. Hal ini penting karena ukuran kursi yang tidak tepat akan berakibat kurang baik terhadap pemakainya baik dari segi desain maupun kesehatan, yang akan dapat mengakibatkan sirkulasi darah terganggu dan kaki cepat lelah.

b) Sebaiknya kursi kerja dirancang agar kuat dan serasi dengan menekankan kekuatan pada bagian-bagian yang mudah retak

(7)

dan sebaiknya dilengkapi dengan sistem mur baut ataupun keling pasak.

c) Sandaran punggung (belakang) akan membantu dalam menjaga keseimbangan posisi duduk. Dalam pendesainan diharapkan sedapat mungkin sandaran punggung ini disesuaikan/mendekati kontur tulang belakang. Sandaran punggung ini didasarkan pada ukuran lebar punggung dengan faktor kelonggaran.

d) Ketinggian sandaran punggung disesuaikan dengan ukuran tinggi siku duduk dengan persentile 95%.

e) Lebar kursi ditentukan dengan tujuan untuk memberikan penyangga pada pinggul sehingga perlu dibuat agak lebar untuk memberikan perasaan nyaman pada pemakainya. Lebar kursi diukur dari tepi pinggul ke tepi lainnya dengan menambah kelonggaran dari ketebalan pakaian.

f) Panjang alas duduk tidak mengganggu/menghambat aktivitas yang dilakukan oleh pengguna kursi.

g) Bahan yang digunakan dalam desain kursi adalah bahan yang mudah dibentuk sesuai dengan desain yang telah dirancang disamping itu bahan juga harus yang mudah didapatkan, tetapi juga harus tetap diperhatikan faktor kekuatannya. Untuk tempat duduk dan sandaran punggung sedapat mungkin diberi material yang cukup lunak dengan harapan dapat mengurangi kelelahan atau munculnya rasa lelah.

(8)

2) Kursi Kerja Tidak Ergonomis

Menurut Nurmianto (2003), kursi kerja adalah kursi yang dirancang dengan metode “floor-up” yaitu berawal pada permukaan lantai untuk menghindari adanya tekanan dibawah paha, sedangkan ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik (Tarwaka, 2013).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kursi kerja tidak ergonomis adalah kursi kerja yang tidak didesain dan dibuat yang berawal pada permukaan lantai berdasarkan ukuran anthropometri pekerjaan untuk menyeimbangkan anatara segala fasilitas yang digunakan.Kursi kerja tidak ergonomis yang dimaksud adalah kursi kerja yang desainnya tidak dirancang dan dibuat sesuai dengan ukuran anthropometri pekerja. Desain kursi kerja yang tidak ergonomis atau tidak sesuai dengan anthropometri tubuh pemakainya dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Menurut Kholik (2002), akibat dari penggunaan desain kursi yang tidak ergonomis antara lain :

(9)

a) Alas kursi yang terlalu pendek akan menimbulkan tekanan pada paha.

b) Alas kursi yang terlalu panjang tidak ergonomis karena berakibat adanya tekanan pada betis dan paha atau lipatan lutut sehingga akan menyebabkan ketidaknyamanan.

c) Alas kursi yang terlalu rendah akan menimbulkan kelelahan pada tungkai sehingga cenderung mendorong badan ke belakang yang berakibat timbulnya tekanan pada pinggang.

d) Alas kursi yang terlalu tinggi juga tidak baik karena dapat mengakibatkan tekanan pada telapak kaki.

Gambar 1. Kursi Kerja tidak Ergonomis dan Kursi Kerja Ergonomis pada

Pembatik

Sumber : Siswiyanti, 2013

2. Produktivitas Kerja

a. Pengertian Produktivitas Kerja

Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan masukan yang

(10)

sebenarnya (Sinungan, 2005), sedangkan menurut Anoraga (2009), produktivitas tenaga kerja adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumber daya yang dipergunakan.

Menurut Mulyono (2004), produktivitas didefinisikan sebagai efisiensi dalam memproduksi luaran atau rasio luaran dibanding masukan, dan menurut Sutrisno (2009), produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang dan jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara output (sumber daya) yang dihasilkan dengan input (hasil nyata) yang diperoleh.

b. Jenis-Jenis Produktivitas 1) Produktivitas total.

Produktivitas total adalah output ang dihadapkan dengan seluruh input yang dipakai (Sinungan, 2005).

2) Produktivitas faktor total.

Produktivitas faktor total adalah rasio antara produk riil yang diperoleh dalam perekonomian, industri atau perusahaan dengan jumlah tenaga kerja dan modal sebagai inputnya (Sutrisno, 2010).

(11)

Produktivitas parsial adalah rasio antara output kotor ataupun neto dengan salah satu faktor atau golongan sebagai inputnya (Sutrisno, 2010).

c. Peningkatan Produktivitas

Syarat produktivitas meningkat menurut Boediono (2003), apabila :

1) Keluaran meningkat tapi masukan tetap atau menurun. 2) Keluaran tetap tetapi masukan menurun.

3) Keluaran meningkat dan masukan meningkat tetapi perbedaan keluaran lebih besar dari kenaikan masukan.

Menurut Sutrisno (2010), meningkatan produktivitas dapat berpengaruh terhadap berbagai bidang, misalnya :

1) Meningkatkan laba perusahaan. 2) Peningkatan pendapatan karyawan. 3) Meningkatkan pendapatan negara. 4) Harga pokok menjadi lebih rendah. 5) Harga jual dapat diturunkan.

6) Hasil produksi menjadi lebih tersebar.

7) Lebih banyak konsumen yang dapat menikmati. 8) Perusahaan penghasil menjadi lebih kompetitif. 9) Menimbulkan lebih banyak waktu senggang. 10) Meningkatkan kemakmuran dan ketahanan negara. d. Pengukuran Produktivitas

(12)

Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda. Menurut Sinungan (2005), perbandingan-perbandingan tersebut adalah :

1) Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis.

2) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit dengan lainnya. 3) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya.

Pengukuran produktivas kerja menurut Boediono (2003) dinyatakan sebagai rasio output dan input. Pengukuran produktivitas dapat diformulasikan sebagai :

P = 𝑂

𝐼

dimana : P = Produktivitas O = Keluaran (output) I = Masukan (input)

Pengukuran produktivitas paling sedikit ada 2 jenis tingkat perbandingan yang berbeda menurut Sinungan (2005), yakni produktivitas total dan produktivitas parsial.

Total produktivitas = ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Produktivitas perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut : Pt = 𝑂𝑡

𝐿+𝐶+𝑅+𝑄

Pt = Produktivitas total (total productivity)

L = Faktor masukan tenaga kerja (labour input factor) C = Faktor masukan modal (capital input factor)

(13)

R = Masukan bahan mentah dan baang-barang yang dibeli (raw

material and purchased parts input)

O = Faktor masukan barang-barang dan jasa-jasa yang beraneka macam (other miscellaneous goods and service input factor)

Ot = Hasil total (total output)

Menurut Boediono (2003), setiap sumber daya mempunyai produktivitas sendiri (produktivitas parsial).

Produktivitas parsial = ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑎𝑟𝑠𝑖𝑎𝑙

𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Produktivitas parsial dari masing-masing sumber daya dihitung sebagai berikut :

1) Produktivitas tenaga kerja = 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛

𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 2) Produktivitas modal = 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 3) Produktivitas bahan = 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 4) Produktivitas teknologi = 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖

e. Manfaat Pengukuran Produktivitas Kerja

Menurut Sinungan (2005), pengukuran produktivitas memiliki beberapa manfaat sebagai berikut :

1) Mengevaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan pendapatan, upah, dan harga melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan.

2) Membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan.

(14)

3) Menentukan tingkat pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi. 4) Mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap

perkembangan ekonomi.

5) Menentukan perbandingan antara negara dan antara temporal seperti tingkat pertumbuhan dan tingkat produktivitas.

6) Menganalisis dan mendorong efisiensi produksi. f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Menurut Mulyono (2004), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas, baik produktivitas itu disorot dari dimensi nasional (makro) ataupun dari dimensi organisasi (mikro). Secara makro, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas tersebut bisa berupa status sosial ekonomi, kualitas fisik, kualitas nir fisik, teknostruktur, peraturan birokrasi dan gaya kepemimpinan. sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dari aspek mikro intensitas modal, perubahan performansi ekonomi, perubahan komposisi angkatan kerja, riset dan pengembangan, organisasi dan manajemen serta perubahan mutu kerja.

Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu sebagai berikut :

1) Pekerjaan yang menarik (Anoraga, 2009). Pekerjaan yang menarik dapat membuat pekerja senang dengan pekerjaannya. Perasaan senang terhadap pekerjaan inilah yang dapat meningkatkan mutu dari hasil produksi.

(15)

2) Sikap mental, motivasi, disiplin dan etos kerja. Seorang tenaga kerja dengan sikap mental, motivasi yang tinggi serta disiplin dan etos kerja yang tinggi akan selalu memacu dirinya untuk bekerja lebih produktif. (Budiono, 2003)

3) Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya pada suatu tempat dalam waktu tertentu. Kapasitas kerja mencakup jenis kelamin, umur dan masa kerja (Suma’mur, 2014).

4) Keterampilan. Pekerja akan menjadi lebih terampil bila mempunyai kecakapan dan pengalaman yang cukup, pekerja yang bekerja dengan cara kerja yang lebih baik akan menggunakan fasilitas kerja dengan baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitasnya (Boediono, 2003).

5) Pendidikan (Boediono, 2003). Pekerja yang memiliki pendidikan yang akan memiliki kemampuan untuk bekerja secara lebih baik sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya.

6) Lingkungan kerja yang baik (Anoraga, 2009). Bila lingkungan kerja telah baik dan terhindar dari potensi bahaya, maka akan menciptakan kenyamanan bagi pekerja sehingga pekerja dapat meningkatkan produktivitasnya.

(16)

3. Perbedaan Penggunaan Kursi Kerja Ergonomis dan Kursi Kerja Tidak Ergonomis terhadap Produktivitas Kerja

Kursi kerja harus dirancang sesuai dengan anthropometri pekerjanya. Kursi kerja yang baik atau kursi kerja yang ergonomis akan mampu memberikan sikap kerja yang alamiah dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Apabila pekerja merasakan bahwa kursinya nyaman, maka kelelahan baik keluhan muskuloskeletal disorder akan berkurang. Kelelahan kerja yang berkurang dapat membuat sedikit kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja pekerjapun akan meningkat sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat dengan kata lain produktivitas kerja pekerja akan meningkat (Nurmianto, 2004).

Perancangan kursi kerja yang tidak ergonomis mengakibatkan postur kerja yang salah mengakibatkan keluhan otot atau muskuloskeletal disorder dan kelelahan dini (Sanjaya, 2013). Kursi kerja yang buruk adalah penyebab kerja otot statis dan sikap kerja yang tidak alamiah. Pemakaian kursi yang tepat tidak menyebabkan keluhan-keluhan pada pekerja. Pada umumnya keluhan-keluhan yang terutama adalah sakit pinggang, sakit di leher dan bahu dan pada lengan dan tangan (Suma’mur, 1987). Keluhan-keluhan tersebut disebut dengan Keluhan-keluhan muskuloskeletal disorder. Level keluhan muskuloskeletal dari yang paling ringan hingga paling berat akan mengganggu konsentrasi dalam bekerja, menimbulkan kelelahan dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas (Tarwaka, 2010).

(17)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Keterangan : : diteliti

: tidak diteliti

Kursi Kerja Tidak Ergonomis

Keluhan Muskuloskeletal Disorder

Kelelahan Kerja

Produktivitas Kerja Kursi Kerja Ergonomis

Sikap Tubuh tidak Alamiah

Faktor-Faktor Produktivitas :

1. Keterampilan 2. Pendidikan

3. Kapasitas Kerja (usia, jenis kelamin, masa kerja)

Faktor-Faktor Produktivitas: 1. Pekerjaan yang menarik 2. Sikap mental, motivasi,

disiplin dan etos kerja

Kursi Kerja

Sikap Tubuh Alamiah

Kenyamanan Kerja

Kecepatan dan Ketepatan Kerja

(18)

C. Hipotesis

Ada perbedaan produktivitas kerja pembatik tulis dengan menggunakan kursi kerja ergonomis dan kursi kerja tidak ergonomis di industri batik Masaran Sragen.

Gambar

Gambar 3. Kerangka Pemikiran  Keterangan :     : diteliti

Referensi

Dokumen terkait

Analisa tersebut biasa disebut analisa “bottom up”, seperti FMEA adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan memberikan nilai yang

Lintasan pekerjaan yang tidak teratur (tidak simetris) akan lebih cepat menimbulkan kelelahan. 2) Pergerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat, yaitu hanya menggerakkan

Kemudian dipilih untuk penyelidikan lebih lanjut sesuai dengan ketinggian mereka pada permukaan probabilitas yang dihasilkan Geographic Profiling akan melakukan pencarian

Untuk kursi yang digunakan pekerja saat bekerja masih ada beberapa ukuran yang tidak sesuai atau tidak ergonomis yaitu pada bagian tinggi sandaran lengan dari alas duduk,

Persepsi pekerja terhadap lingkungan kesehatan kerja dibentuk oleh kondisi kerja yang sebenarnya yang kemudian akan mempengaruhi kepuasan kerja, dimana pekerja yang merasa

1) Meminta anggota tim bekerja sama mengatur bangku atau kursi-kursi mereka, dan memberikan kesempatan siswa sekitar 10 menit untuk berkelompok sesuai tim

dalam keadaan dinamik dengan aktivitas yang terus-menerus.Dewasa ini rancangan tempat duduk khususnya kursi sangat beraneka ragam.Namun demikian, kursi yang

Cotohnya apabila seorang pekerja memasuki sebuah ruangan dengan intensitas kebisingan yang tinggi pada awalnya pekerja akan merasa terganggu oleh bising yang ditimbulkan, namun setelah