• Tidak ada hasil yang ditemukan

2016 Universitas Ahmad Dahlan Vol. 5, No. 2 ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2016 Universitas Ahmad Dahlan Vol. 5, No. 2 ISSN:"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

129

Self Regulated Learning Siswa Ditingkatkan Melalui

Layanan Bimbingan Kelompok

Self Regulated Learning Students Enhanced Through Group Guidance

Services

Hadi Pranoto

Universitas Muhammadiyah Metro Jalan K.H Dewantara No. 116, Metro Pusat,

Iringmulyo, Metro Tim., Kota Metro, Lampung, Indonesia Email: hadipranoto@ummetro.ac.id

Nurul Atieka

Universitas Muhammadiyah Metro Jalan K.H Dewantara No. 116, Metro Pusat, Iringmulyo, Metro Tim., Kota Metro, Lampung,

Indonesia Email: n.atieka@gmail.com

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pelaksanaan layanan bimbingan kelompok untuk peningkatan self regulated learning siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro, bimbingan kelompok dapat meningkatkan self regulated learning siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro. Desain penelitian menggunakan penelitian tindakan. Subjek dalam penelitian ini, peneliti mengambil siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro. Dengan sampel sebanyak 10 siswa dari 30 siswa. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan cara observasi dan catatan lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh melalui penerapan panduan kelompok untuk meningkatkan self regulated learning siswa.Peningkatan self regulated learning peserta didik pada siklus I dilihat dari rata-rata presentase yaitu sebesar 27,2% dan pada siklus II sebesar 75%, sehingga terjadi peningkatan dalam self regulated learning sebesar 47,8%. Dampak perubahan terhadap pembelajaran dan kemampuan peserta didik untuk memahami materi pelajaran meliputi perencanaan, pemantauan diri, dan refleksi / evaluasi diri dalam pembelajaran. Melalui layanan bimbingan kelompok yang diberikan oleh guru konseling dapat meningkatkan self regulated learning siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan self regulated learning pada siswa. Penelitian ini direkomendasikan kepada guru bimbingan dan konseling di sekolah agar dapat menggunakan layanan bimbingan kelompok ini sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan self regulated learning pada siswa.

Kata Kunci : Self Regulated Learning, Group Guidance Service, Siswa

The purpose of this study are, to know the results of the implementation of group guidance services to improve of self regulated learning grade class VII.1 Junior High School (SMPN) 1 Metro, group guidance services can to improve self regulated learning class VII.1 Junior High School (SMPN) 1 Metro. The study design using action research. Subjects in this study, researchers took VII.1 grade students of SMPN 1 Metro. With a sampel of 10 students from 30 students. The method used in collecting data by observation and field notes. Analysis of the data used is the analysis of quantitative and qualitative data. The results of this study, it can be concluded that the results obtained through the implementation of group guidance to improve self regulated learning student. Increased self regulated learning learners in cycle I seen from the average percentage of 27.2% and in the second cycle of 75%, resulting in an increase in self regulated learning of 47.8%. Impact of the changes to learn and the ability of learners to understand the subject matter included planning, self monitoring, and self reflection/ evaluation in learning. Through group guidance services provided by the counseling teachers can improve learners' self-regulated learning VII.1 grade SMPN 1 Metro. The results showed that group guidance services can improve self-regulated learning in students. This research is directed to teachers of guidance and counseling in schools in order to use this group guidance services as one of the efforts to improve the self-learning of students.

Keywords : Self Regulated Learning, Group Guidance Service, Student

Pendahuluan

Self-regulated learning atau pengelolaan diri dalam belajar pada siswa dapat ditingkatkan melalui pelayanan bimbingan dalam bimbingan dan konseling. Ada tiga macam format bimbingan yaitu bimbingan dengan format klasikal, format kelompok, dan format individual. Peneliti

mengambil upaya meningkatkan self- regulated learning dengan menggunakan format kelompok yaitu dengan layanan bimbingan kelompok.

Zimmerman (2008: 329) mendefinisikan “self-regulated learning to the degree that they are metacognitively, motivationally, and

(2)

behaviorally active participants in their own learning process”. Ini berarti bahwa dalam mencapai tujuan belajar maka ada suatu proses

aktif dan konstruktif dimana siswa dapat

menetapkan

tujuan belajar,

mengimplementasikan strategi, memonitor kemampuan pencapaian tujuan, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku untuk diarahkan dan didorong sesuai tujuan dalam belajar.

Wolters, Printich & Karabenick (2005: 5) menyatakan bahwa ”self regulated learning is an active, constructive process whereby learners set goals for their learning and then attempt to monitor, regulate, and control their cognition, motivation and behavior, guided and constrained by their goals and the contextual features in the environment”. Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa self-regulated learning merupakan proses aktif dan konstruktif di mana peserta didik menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya. Susanto (2006: 75) juga mendefinisikan self regulated learning sebagai penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku, dan perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa self regulated learning adalah suatu proses aktif dan konstruktif di mana peserta didik menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya

Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning menurut Zimmerman (1989: 330) jika dilihat dari perspektif sosial-kognitif bahwa self-regulated learning ditentukan oleh tiga wilayah yaitu individu, perilaku dan lingkungan. Proses regulasi diri merupakan proses internal yang tidak tampak yang terjadi dalam diri. Hasil dari proses regulasi diri selanjutnya diwujudkan dalam bentuk perilaku dan perilaku tersebut diregulasikan untuk mencapai suatu tujuan. Perilaku muncul dalam setting lingkungan, guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan maka setting lingkungan regulasi sedemikian rupa sehingga memungkinkan individu untuk mencapai

kinerja yang terbaik. Selama proses regulasi diri perilaku maupun regulasi diri lingkungan, diri mendapatkan balikan untuk dijadikan bahan regulasi diri dimasa mendatang.

Siswa yang mempunyai self regulated learning akan membawa siswa menuju kesuksesan yang diinginkannya. Dalam mewujudkan kesuksesan tersebut perlu adanya dorongan untuk belajar. Dengan kata lain, setiap siswa perlu memiliki self regulated learning untuk mencapai kesuksesan. Hal ini semakin diperkuat dari beberapa hasil penelitian mengenai dampak positif yang ditimbulkan oleh self regulated learning. Dari penelitian yang dilakukan oleh Apranadyanti, (2010: 22) berhasil membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara regulasi diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X SMK Ibu Kartini Semarang. Semakin tinggi regulasi diri maka semakin tinggi motivasi berprestasi.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Lane

(2011) juga menunjukkan bahwa regulasi diri

dapat meningkatkan kemampuan menulis

siswa dan memiliki dampak positif pada

beberapa aspek perilaku mereka salah

satunya yaitu memperbaiki perilaku siswa.

Selanjutnya,

Mason

(2013)

melakukan

penelitian dengan menggabungkan instruksi

strategi eksplisit dikombinasikan dengan self

regulation siswa telah terbukti efektif dalam

mendukung pemahaman membaca siswa

berprestasi rendah. Kormos & Csizer

(2014)

menyimpulkan bahwa tujuan belajar yang

kuat dan panduan diri masa depan yang

positif tanpa regulasi diri yang efektif tidak

cukup untuk menciptakan kemandirian dalam

belajar.

Meski

banyak

siswa

dapat

menemukan dan menerapkan regulasi diri,

namun tetap membutuhkan bimbingan

bagaimana

memilih

dan

menggunakan

strategi pengaturan diri yang membantu

proses belajar mereka.

Penelitian Clark (2012) secara konsisten juga menemukan bahwa regulasi diri secara kognitif dan afektif mendukung dorongan untuk pembelajaran sepanjang hayat. Selain itu meningkatkan motivasi untuk belajar, memperkaya penalaran, menyempurnakan keterampilan meta-kognitif, dan meningkatkan hasil kinerja.

(3)

Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan pentingnya seorang siswa untuk mempunyai regulasi diri. Maka diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan regulasi diri pada siswa. Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan self regulated learning melalui layanan bimbingan kelompok. Layanan bimbingan kelompok yang digunakan menggunakan tahapan konvensional yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap pengakhiran/penutup.

Untuk meningkatkan self regulated learning yang dialami oleh siswa juga diperlukan kerjasama yang baik antara manajemen/supervisi, pembelajaran, dan bimbingan konseling yang merupakan tiga pilar pendidikan. Hubungan ketiga pilar tersebut diatur dalam pedoman kurikulum di sekolah. Guru bimbingan dan konseling hendaknya memiliki kompetensi dasar untuk melaksanakan bimbingan konseling di sekolah.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Peneliti juga telah melakukan pra survey pada tanggal 11-14 Maret 2014 di kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro, diperoleh beberapa permasalahan, meliputi: 1) Terdapat sepuluh siswa yang tidak mencapai ketuntasan belajar atau mencapai standar yaitu ≥75%. Siswa yang mengalami masalah self regulated learning diantaranya, peserta didik masih mengalami kesulitan menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian belum berusaha untuk memonitor, belum dapat mengatur dan mengontrol kognisi, belum mengetahui motivasi dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya. 2) Kurangnya perhatian guru dalam kegiatan pembelajaran, yaitu jarang melibatkan siswa dalam pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang siswa untuk menjawab. 3) Kurangnya pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling, seperti; layanan konseling individu, layanan konseling kelompok, layanan bimbingan kelompok, konsultasi dan mediasi.

Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh data tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan self regulated learning yang dialami oleh siswa SMP Negeri 1 Metro.

Permasalahan-permasalahan-permasalahan dapat menghambat kesuksesan siswa jika dibiarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari English & Kitsantas (2013) yang menyatakan bahwa jika ingin sukses dalam pembelajaran, siswa harus mempunyai regulasi diri. Namun, bagi banyak siswa, proses ini tidak terjadi secara alami atau mudah. Oleh karena itu diperlukan suatu lingkungan belajar dan praktik mengajar (layanan) yang harus dirancang dengan maksud untuk mendukung pembelajaran siswa serta mendorong regulasi diri siswa.

Hasil penelitian dari

Zimmerman

(2013) juga mengungkapkan bahwa siswa

yang mempunyai

self regulated learning

tidak

hanya bisa mendapatkan penguasaan lebih

cepat, tapi juga lebih termotivasi untuk

mempertahankan usaha mereka untuk belajar.

Peneliti beramsumsi bahwa untuk meningkatkan self regulated learning siswa dapat dilakukan dengan memanfaatkan beberapa layanan bimbingan konseling, seperti: layanan orientasi, layanan informasi, layanan konseling kelompok, serta layanan bimbingan kelompok yang dilaksanakan dalam penelitian ini. Asumsi penulis diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Najmah (2016) bahwa self regulation siswa dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas VIII SMP IT Daarul ‘Ilmi tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini ditunjukkan dari perubahan perilaku siswa dalam setiap pertemuan pada kegiatan bimbingan kelompok, juga perilaku siswa dalam kegiatan sekolah sehari sampai seratus hari yang semakin terlibat aktif dalam pembelajaran dan memiliki kecenderungan belajar untuk menggapai tujuannya serta berkurangnya perilaku siswa yang sering meninggalkan tugas ataupun bermain-main ketika jam pembelajaran.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan self regulated learning siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa yang memiliki self regulated learning mempunyai orientasi keberhasilan yang berbeda. Diehl dkk (2006: 307) juga menyatakan bahwa individual yang memiliki orientasi keberhasilan berbeda dalam pekerjaan akan berhubungan dengan perilaku dan kinerja dalam menyelesaikan tugas. Bentuk orientasi keberhasilan mencerminkan proses motivasi internal yang mempengaruhi suatu individual tentang pilihan akan tugas, penempatan diri, dan

(4)

mekanisme dalam upaya pembelajaran dan kinerja.

Kajian Literatur Layanan Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok merupakan suatu layanan yang memberikan bantuan kepaada individu atau kelompok ( peserta didik ) Agar peserta didik mendapatkan pengetahuan dan pemahaman baru dan agar siswa dapat mengambil keputusan. Menurut Tohirin (2007: 170) bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.

Sedangkan menurut Gibson & Mitchell (2011: 52) memberikan pengertian bahwa bimbingan kelompok mengacu kepada aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada penyediaan informasi atau pengalaman lewat aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi. Bimbingan kelompok juga diorganisasikan untuk mencegah berkembangnya problem. Isinya mencakup informasi pendidikan, pekerjaan, pribadi atau sosial, dengan tujuan menyediakan kepada siswa informasi akurat yang akan membantu mereka membuat perencanaan hidup dan pengambilan keputusan yang tepat.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah upaya pemberian bantuan oleh nara sumber tertentu (diutamakan guru bimbingan dan konseling) kepada individu/siswa melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

Bimbingan kelompok mempunyai beberapa unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.Secara rinci unsur – unsur dalam Bimbingan Kelompok menurut Irawan (2013) adalah: Pertama, individu. Layanan ini diberikan kepada semua individu dengan segala keunikannya. Remaja adalah individu yang sedang berkembang dan memiliki harapan-harapan, nilai-nilai, permasalahan yang dihadapi, sebagai bagian kehidupan sosial

masyarakat yang terkait dengan hukum-hukum sosial dan kultur lingkungannya. Bimbingan kelompok dibangun tidak terlepas dari kepentingan individu, dalam setting kelompok.

Kedua, dinamika kelompok. Kelompok adalah suatu kumpulan yang terdiri dari dua atau lebih individu yang berinteraksi dengan kesadaran satu sama lain akan kepemilikan dan pencapaian tujuan bersama. Kelompok merupakan system interaksi yang berpotensi untuk: a) memiliki dan diterima, b) bertikar pengalaman, c) kesempatan kerjasama dengan orang lain, d) terjadi umpan balik diantara anggota kelompok. Konselor dituntut untuk membnagun suasana kelompok yang kondusif bagi para anggotanya, sehingga mendorong mereka bukan hanya mampu memahami dirinya tetapi memberikan sumbangan pemikiran bagi anggota lain.

Ketiga, pencegahan. Bimbingan Kelompok bersifat pencegahan yaitu bimbingan kelompok akan efektif bila mampu mencegah munculnya permasalahan yang akan menggangu individu sebagai bagian dari masyarakat dimana dia tinggal. Bimbingan mengupayakan individu untuk menguasai sejumlah keterampilan bermasyarakat yang menganut system nilai tertentu.

Keempat, kemudahan pertumbuhan dan perkembangan. Bimbingan Kelompok yang efektif dibangun dengan memanfaatkan suasana kelompok yang mampu mendorong klien memahami kelebihan dan kelemahan diri serta bagaimana mengembangkan potensi mereka agar individu dapat melaksanakan aktualisasi diri dengan baik.

Kelima, Penyembuhan. Dalam strategi ini Bimbingan Kelompok bersifat penyembuhan yang akan mengubah pemahaman dan persepsi individu melalui tukar pengalaman dengan individu lain sehingga perilaku yang melemahkan bahkan menyalahkan diri sendiri segera diubah menjadi perilaku yang lebih efektif. Dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok perlu dilakukan secara sistematis agar dapat membantu siswa memahami diri dan lingkungannya secara lebih baik. Tingkat keefektifan atau keberhasilan konselor dalam penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok diukur dengan tanggapan dan pengakuan klien.

Bimbingan kelompok juga memiliki beberapa komponen. Komponen layanan bimbingan kelompok merupakan bagian-bagian dalam memberikan layanan bimbingan kelompok

(5)

secara keseluruhan sebagai satu kesatuan proses layanan bimbingan kelompok. Menurut Prayitno (Nurhidayati, 2016) ada tiga komponen penting dalam kelompok yaitu: a) suasana kelompok; b) anggota kelompok, peranan kelompok tidak terwujud tanpa keikutsertaan aktif para anggota kelompok dan bahkan lebih dari itu, dalam batasan-batasan tertentu suatu kelompok dapat melakukan kegiatan tanpa kehidupan pimpinan kelompok; c) pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga para anggota kelompok dapat belajar bagaimana cara mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Peranan pemimpin kelompok dalam layanan bimbingan kelompok adalah memberi bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok, dan memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu.

Dalam pelaksanaannya, bimbingan kelompok memiliki beberapa teknik yang bisa diterapkan. Menurut Romlah (Nurhidayati, 2016) ada beberapa teknik yang bisa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, yaitu: a) teknik pemberian informasi (expository techniques); b) diskusi kelompok; c) teknik pemecahan masalah (problem solving techniques); d) permainan peran (roleplaying); e) permainan simulasi (simulation game); f) karyawisata (field trip); dan g) teknik pencipta suasana kekeluargaan (homeroom).

Bimbingan kelompok juga memiliki beberapa tahapan. Tahap-tahap bimbingan kelompok merupakan bagian-bagian secara berurutan yang dilakukan dalam layanan bimbingan kelompok kepada masing-masing siswa untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi secara berkelompok. Menurut Hartinah (Nurhidayati, 2016) ada empat tahap dalam pelaksanaan bimbingan kelompok yaitu: a) tahap pembentukan (awal), tahap ini tahap pengenalan dan keterlibatan anggota ke dalam kelompok dengan tujuan agar anggota kelompok memahami maksud bimbingan kelompok untuk meningkatkan pemahaman mengenai manajemen waktu; b) tahap peralihan, tahap ini adalah tahap transisi dari pembentukan ke tahap kegiatan, menjelaskan kegiatan apa yang harus dilaksanakan pemimpin kelompok untuk menegaskan jenis kegiatan bimbingan kelompok yaitu tugas dan beban, sehingga tidak akan muncul keraguan atau belum siap dalam

melaksanakan kegiatan dan manfaat yang diperoleh setiap anggota kelompok; c) tahap pelaksanaan kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan pada tahap ini untuk topik tugas adalah pemimpin kelompok mengemukakan topik untuk dibahas oleh kelompok, dan d) tahap pengakhiran, pada tahap ini terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan tindak lanjut (follow up).

Self Regulated Learning

Wolters, Printich & Karabenick (2005: 5) menyatakan bahwa ”self regulated learning is an active, constructive process whereby learners set goals for their learning and then attempt to monitor, regulate, and control their cognition, motivation and behavior, guided and constrained by their goals and the contextual features in the environment”. Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa self-regulated learning merupakan proses aktif dan konstruktif di mana peserta didik menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya.

Montalvo & Torres, (2004: 22) juga mengemukakan bahwa “self-regulated learning is a fusion of skill and will. The strategic learner is one who has learned to plan, control and evaluate his or her cognitive, motivational/affective, behavioral, and contextual process”. Hal ini berarti bahwa self-regulated learning terjadi karena adanya suatu usaha penyatuan ketrampilan dan keinginan dari peserta didik untuk belajar. Strategi sebagai seorang pelajar yaitu belajar untuk merencanakan, mengontrol dan mengevaluasi kognitifnya, motivasi/ perasaan, perilaku dan proses kontekstual. Pembelajar ini tahu bagaimana untuk belajar, memotivasi diri, tahu kelebihan dan keterbatasan dirinya, dan sebagai sebuah fungsi dari pengetahuan, kontrol dan pengaturan proses belajar supaya dapat menyesuaikannya pada tugas objektif dan konteks, untuk mengoptimalkan prestasi dan meningkatkan kemampuan praktik.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, self-regulated learning dapat didefinisikan sebagai proses aktif dan konstruktif dimana siswa dapat menetapkan tujuan belajar, mengimplementasikan strategi, memonitor kemampuan pencapaian tujuan, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku untuk diarahkan dan didorong sesuai

(6)

tujuan dalam belajar melalui proses planning/ forethough, self monitoring/performance dan self-reflection/evaluation.

Self regulated learning dalam pelaksanaannya mempunyai beberapa tahapan. Adapun tahapan siklus dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Siklus Self-regulated Learning Zimmerman, Bonner, dan Kovach (1996), menjelaskan empat tahapan siklus self-regulated learning sebagai berikut:

1. Self-Evaluation and Monitoring

Pada tahap ini, siswa mengevaluasi efektivitas kinerja mereka dalam suatu kegiatan belajar. Keefektivan ini dapat dinilai melalui pengamatan dan pencatatan kinerja sebelumnya dan hasil belajar yang telah diperoleh. Tahap ini melibatkan evaluasi seseorang pada saat belajar atau mengerjakan tugas.

2. Goal Setting and Strategic Planning Pada fase ini, siswa dituntut untuk menganalisis tugas belajar, menetapkan tujuan belajar tertentu, dan membuat rencana atau memperbaiki strategi untuk mencapai tujuan (goal). Agar goal setting and strategic planning dapat dijalankan dengan optimal, prinsip-prinsip penetapan goal-setting yang disebut sebagai SMART (Specific, Measurable, Achieveble, Realistic, Time-Based) dapat dilakukan pada fase ini. 3. Strategy-Implementation Monitoring

Pada tahap ketiga, yaitu tahap Strategy implementation monitoring, pelajar mencoba melaksanakan strategi belajar dalam konteks yang terstruktur dan memantau keakuratan pengimplementasiannya. Pada tahap ini penerapan pilihan strategi, tergantung pada

strategi yang sebelumnya digunakan, umpan balik dari teman sebaya atau guru, dan self monitoring.

4. Strategic-Outcome Monitoring

Dalam tahap terakhir proses self regulated learning, siswa dituntut untuk memantau dan menilai hubungan antara hasil belajar dan keefektivan strategi belajar. Efektivitas strategi pembelajaran tergantung pada sejumlah tugas, konteks belajar, dan faktor faktor personal yang dapat berfluktuasi. Siswa juga memonitor kemajuan saat mereka mengerjakan tugas secara menyeluruh, mengelola emosi yang mengganggu dan memantau fluktuasi motivasi serta menyesuaikan kembali strategi-strategi belajar yang tepat untuk mendorong kesuksesan.

Metode Penelitian Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research), yaitu salah satu pemecahan strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah dengan menggunakan tindakan layanan sehingga desain penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan layanan (PTL) .

Fakta yang dimaksud dari penelitian ini adalah adanya manfaat penguasaan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan self regulated learning siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro. Digunakan metode penelitian tindakan layanan, dalam prakteknya penelitian tindakan menggabungkan tindakan bermakna dengan prosedur penelitian. Ini adalah suatu upaya pemecahan masalah sekaligus mencari dukungan ilmiahnya. Pihak yang terlibat (guru, instruktur, peneliti, atau kepala sekolah) mencoba dengan sadar merumuskan suatu tindakan atau intervensi yang diperhintungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk memahami tingkat keberhasilannya. Maka dapat diharapkan data yang didapat lebih lengkap, mendalam, kredibel dan bermakna, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.

Subyek penelitian tindakan layanan ini adalah siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro, dari 30 siswa terdapat sepuluh siswa yang

(7)

memiliki rendahnya self regulated learning. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan menggunakan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan self regulated learning siswa.

Penelitian ini digunakan untuk meningkatkan self regulated learning siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro dengan memberikan layanan bimbingan kelompok. Metode penelitian tindakan layanan yang diharapakan dalam penelitian ini mengikuti Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kegiatan-kegiatan yang berbentuk siklus yang mengacu pada model yang ditemukan oleh beberapa ahli. Menurut Arikunto (2011: 234) secara garis besar terdapat empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan/melakukan tindakan, pengamatan dan refleksi yang dapat dilihat pada gambar 2 berikut.

Gambar 2. Model Tindakan Layanan (Arikunto, 2011: 235)

Hasil dan Pembahasan Pembahasan Antara Siklus 1. Self Regulated Learning

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menunjukkan bahwa dengan layanan bimbingan kelompok hubungan sosial peserta didik setiap pertemuan mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi pada setiap aspek. Pada aspek merencanakan diri dalam belajar (planning) siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan. Berdasarkan pengamatan peneliti, peningkatan pada aspek ini disebabkan karena peserta didik lebih memperhatikan dan serius dalam mengikuti layanan bimbingan kelompok, sehingga peserta didik dapat lebih baik dalam menerima materi layanan yang disajikan atau berikan oleh peneliti itu sendiri. Setelah mengikuti beberapa pertemuan peserta didik menjadi lebih memahami bagaimana untuk

dapat merencanakan dalam belajarnya/ learning by plan. Aspek ini dinyatakan berhasil dikarenakan rata-rata pada aspek ini telah memenuhi target yang telah ditetapkan.

Pada aspek memiliki Self Monitoring dalam belajar dalam kegiatan kelompok juga terus mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II. Rata-rata aspek dari siklus I dan II terus mengalami peningkatan. Aspek memiliki Self Monitoring dalam belajar dinyatakan berhasil karena rata-rata pada aspek ini pada siklus II memenuhi kriteria yang ditentukan.

Pada aspek peserta didik dapat mengevaluasi dirinya dalam belajar (Self Evaluation/Reflection) bahwa dengan usaha yang dilakukan terlihat pada aspek ini yaitu dapat mengevaluasi dirinya dalam belajar (self evaluation/reflection) dengan baik mengungkapkan pendapat sesuai apa yang dirasakan terus mengalami peningkatan dari siklus I sampai pada siklus II. Rata-rata dari siklus I sampai siklus II terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada aspek ini juga dinyatakan berhasil karena rata-rata pada aspek ini tepatnya pada siklus II telah memenuhi kriteria yang ditentukan serta memenuhi target yang telah ditentukan.

Maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan dari siklus I sampai pada siklus II pada setiap aspek yaitu aspek merencanakan diri dalam belajar (planning), aspek self monitoring, aspek mengevaluasi dirinya dalam belajar (self evaluation/reflection). Peningkatan dari siklus I sampai siklus II pada setiap aspek tersebut tertera pada tabel 1.

Tabel 1

Rata-rata Self Regulated Learning Peserta Didik Pada Kegiatan Siklus I dan Siklus II

(8)

Evektivitas Self Regulated Learning Siswa Ditingkatkan Melalui Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam pengentasan masalah self regulated learning melalui layanan bimbingan kelompok dapat berhasil secara efektif, hal ini terlihat dari peningkatan dalam setiap aspeknya dalam setiap Siklus 1 dan Siklus 2 terdapat peningkatan berikut ini adalah data efektifitas pelakasaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan masalah self regulated learning pada pelaksanaan siklus I dilihat dari rata-rata presentase yaitu sebesar 27,2% dan pada siklus II sebesar 75%, sehingga terjadi peningkatan sebesar 47,8% dan maka telah memenuhi target. Presentase yaitu 75% adalah kriteria yang digunakan oleh peneliti, senada dengan apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu sebesar 75%.

Hasil penelitian ini yaitu dalam pengentasan masalah self regulated learning melalui layanan bimbingan kelompok dapat berhasil secara efektif karena senada dengan tujuan bimbingan kelompok yaitu menurut Wibowo (2010: 18), menyatakan tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan kelompok pengembangan pribadi, pembahasan topik-topik atau masalah secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi para anggota kelompok sehingga terhindar dari permasalahan yang berkaitan dengan topik atau masalah yang dibahas. Hasil penelitian Vansteenkiste et. al (2012) juga menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai pengajaran guru yang mendukung bukan mengendalikan siswa dan aktif meminta pendapat siswa sehingga membuat siswa merasa dihormati. Sehingga penerapan layanan bimbingan kelompok tepat untuk digunakan. Hal ini dikarenakan layanan bimbingan kelompok yang berpusat pada siswa.

Menurut Tohirin (2007: 172) bimbingan kelompok secara umum bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan. Sedangkan ujuan khususnya yaitu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi lebih baik verbal maupun nonverbal para siswa.

Secara lebih rinci Prayitno (2012: 150) mengkategorikan tujuan layanan bimbingan

kelompok menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan umum: berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi anggota kelompok.

2. Tujuan khusus: membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual yang menjadi perhatian semua anggota kelompok. Dengan terciptanya dinamika yang intensif, maka dari pembahasan topik-topik itu akan dapat mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Selain itu, kemampuan komunikasi verbal maupun non verbal juga ditingkatkan.

Berdasarkan deskripsi tersebut maka tujuan layanan bimbingan kelompok secara umum yaitu melatih ketrampilan bersosialisasi, berkomunikasi dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Sedangkan tujuan khususnya yaitu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Wawasan yang diberikan berkaitan dengan kemampuan self-regulated learning.

Simpulan

Setelah melakukan semua tahapan penelitian dari pengumpulan data, analisis, pemaparan data sampai pembahasan terhadap semua temuan penelitian maka dapat disimpulkan : Hasil yang diperoleh melalui pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan self regulated learning siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro adalah terlihat dari perubahan belajar dan kemampuan peserta didik dalam peserta didik dapat merencanakan diri dalam belajar (planning), peserta didik memiliki self monitoring dalam belajar, peserta didik dapat mengevaluasi dirinya dalam belajar (self evaluation/reflection).

Melalui layanan bimbingan kelompok yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling dapat meningkatkan self regulated learning peserta didik kelas kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro. Terdapat peningkatan self regulated learning peserta didik pada siklus I dan pada siklus II.

Respon siswa kelas kelas VII.1 SMP Negeri 1 Metro terhadap layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan self regulated learning sangat positif, hal itu ditunjukkan dengan

(9)

partisipasi peserta didik dalam mengikuti layanan bimbingan kelompok, motivasi peserta didik dan antusiasme dalam mengikuti layanan bimbingan kelompok serta peserta didik terlihat aktif dalam kegiatan bimbingan kelompok.

Referensi

Apranadyanti, Nitya. (2010). Hubungan antara regulasi diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X SMK Ibu Kartini Semarang.Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro. Arikunto, Suharsimi. (2011). Penilaian dan

Penelitian Bidang Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta : Aditya Media. Clark, I. (2012). Formative assessment:

Assessment is for self-regulated learning. Educational Psychology Review, 24(2), 205-249.

Diehl, M., Semegon, A. B., & Schwarzer, R. (2006). Assessing attention control in goal pursuit: A component of dispositional self-regulation. Journal of

personality assessment, 86(3), 306-317.

English, M. C., & Kitsantas, A. (2013). Supporting student self-regulated learning in problem-and project-based learning. Interdisciplinary journal of problem-based learning, 7(2), 6.

Gibson, R.L. & Mitchell, Marianne H. (2011). Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irawan, E. (2013). Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja (Studi Pre-Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung). PSIKOPEDAGOGIA Jurnal

Bimbingan dan Konseling, 2(1), 44-54.

Kormos, J., & Csizer, K. (2014). The Interaction

of Motivation, Self‐Regulatory

Strategies, and Autonomous Learning Behavior in Different Learner Groups. Tesol Quarterly, 48(2), 275-299. Lane, K. L., Harris, K., Graham, S., Driscoll, S., Sandmel, K., Morphy, P., & Schatschneider, C. (2011). Self-regulated strategy development at tier 2 for second-grade students with writing and behavioral difficulties: A randomized controlled trial. Journal of Research on

Educational Effectiveness, 4(4), 322-353.

Mason, L. H. (2013). Teaching students who struggle with learning to think before, while, and after reading: Effects of self-regulated strategy development instruction. Reading & Writing Quarterly, 29(2), 124-144.

Montalvo, F. T. & Torres C. G. M. (2004). Self-regulated Learning: Current and Future Direction. Journal of research in Educational Psychjology. 2(1), 1-34. Najmah, S. N. Peningkatan Self-Regulation

Dengan Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas VIII Sampit Daarul ‘Ilmi Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Bandar Lampung : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Nurhidayati, D. D. (2016). Peningkatan Pemahaman Manajemen Waktu Melalui Bimbingan Kelompok Dengan Teknik

Problem Solving pada

Siswa. PSIKOPEDAGOGIA Jurnal

Bimbingan dan Konseling, 5(1), 24-32.

Panadero, E., & Alonso-Tapia, J. (2014). How do students self-regulate? Review of Zimmerman’s cyclical model of

self-regulated learning. Anales de

Psicología/Annals of Psychology, 30(2),

450-462.

Prayitno. (2012). Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: Program Pendidikan Profesi Konselor Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNP.

Susanto, H. (2006). Mengembangkan kemampuan self regulation untuk meningkatkan keberhasilan akademik siswa. Jurnal

Pendidikan Penabur, 7(64-71).

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madarasah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Vansteenkiste, M., Sierens, E., Goossens, L., Soenens, B., Dochy, F., Mouratidis, A., & Beyers, W. (2012). Identifying configurations of perceived teacher autonomy support and structure: Associations with self-regulated learning,

motivation and problem

behavior. Learning and

(10)

Wibowo, M. E. (2010). Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UNNES Press.

Wolters, C. A., Printich, P. R., & Karabenick, S. A. (2005). Assesing Academic Self-regulated Learning. What Do Children Need to Flourish?, 251-270.

Zimmerman, B. J., Bonner, S., & Kovach, R. (1996). Developing self-regulated learners: Beyond achievement to

self-efficacy. American Psychological

Association.

Zimmerman, B. J. (1989). A social cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of educational psychology, 81(3), 329-339.

Zimmerman, B. J. (2008). Investigating self-regulation and motivation: Historical background, methodological developments, and future prospects. American educational research journal, 45(1), 166-183.

Zimmerman, B. J. (2013). From cognitive modeling to self-regulation: A social cognitive career path. Educational

Gambar

Gambar 1. Siklus Self-regulated Learning
Gambar 2. Model Tindakan Layanan (Arikunto,  2011: 235)

Referensi

Dokumen terkait

Suatu proses kenaikan pendapatan nasional dalam jangka waktu panjang yang diikuti dengan modernisasi, perubahan struktur ekonomi disebut …..

Dari tahapan penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan, didapatkan data-data hasil survey lapangan berupa angket yang dibagikan kepada 40 siswa dan 2 guru mata pelajaran

Analisis Aktivitas Antioksidan dengan metode DPPH .... Penilaian

Maka dari itu motivasi kerja merupakan suatu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan sumber daya manusia, dalam teori banyak sekali hal-hal yang dapat

Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia

Melihat gambaran umum masyarakat yang sampai saat ini masih sangat membutuhkan pembiayaan sebagai tambahan dana baik untuk modal usaha, konsumsi, investasi maupun

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi customer servicer pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Cirebon, mengetahui pelayanan nasabah pada Bank Muamalat

Title: * [ WFS/FES SWG ] Change the media types for gml to conform to the latest MIME t. Source: