• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. Distribusi Solute Antara Dua Pelarut Tak Tercampur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. Distribusi Solute Antara Dua Pelarut Tak Tercampur"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PERCOBAAN II

DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Nama : M. Alfian Noor

NIM : J0B111235

Kelompok : 2

Asisten : Normilawati

PROGRAM STUDI D3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

(2)

PERCOBAAN II

DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan ini adalah menentukan konstanta kesetimbangan suatu zat terlarut (solute) terhadap dua pelarut yang tidak bercampur.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik dalam larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan pelarut (biasanya pelarut organik), yang pada hakekatnya tak tercampurkan dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solute). Pemisahan yang dapat dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat, dan mudah. Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam corong pemisah selama beberapa menit (Basset, 1994).

Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tak dapat bercampur. Pelarut yang umum dipakai adalah pelarut air dan pelarut organik antara lain seperti kloroform, eter atau n-heksan. Garam-garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air serta senyawa-senyawa organik dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut-pelarut yang kurang polar (Arsyad, 2001).

Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ektraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase tersebut (Khopkar, 1990).

Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Ekstraksi bertahap baik

(3)

digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pisah (Khopkar, 1990).

Untuk memahami prinsip-prinsip dasar ekstraksi, dibahas terlebih dahulu berbagai istilah yang digunakan untuk menyatakan keefektifan pemisahan. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fase tak tercampurkan a dan b, hukum distribusi atau partisi Nerst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan : D b a K A A b pelarut dalam terlarut zat i konsentras a pelarut dalam terlarut zat i konsentras   ] [ ] [

dimana KD adalah sebuah tetapan yang dikenal sebagai koefisien distribusi

atau koefisien partisi. Hukum ini tidak berlaku apabila spesi yang didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fase tersebut (Basset, 1994).

Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan apabila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak dapat bercampur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu dan angka banding distribusi itu tak bergantung pada spesi molekul lain yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut dan temperatur (Svehla, 1985).

Banyak pemisahan penting ion logam dikembangkan pada pembentukan senyawaan sempit dengan aneka reagensia organik. Reagensia harus membentuk molekul yang netral, tak larut dalam air, larut dalam kloroform atau karbon tetraklorida dengan ion logam. Kemampuan ekstraksi suatu logam merupakan gabungan faktor yang mencakup baik kecenderungan terbentuknya senyawaan sempit dan kelarutan relatifnya dalam kedua fase, sepanjang pH yang wajar (Day, 1986).

Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat bercampur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam kedua fase pada kesetimbangan. Nernst memberikan pernyataan tentang hukum distribusi ketika dia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan

(4)

membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat bercampur sedemikian rupa, sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur tertentu (Day, 1986).

Umumnya, garam logam yang sederhana cenderung menjadi lebih dapat larut dalam pelarut yang sangat polar seperti air daripada dalam pelarut organik yang tetapan dielektriknya jauh lebih rendah. Banyak ion disolvasikan oleh air, dan energi solvasi itu disumbangkan untuk merusak kisi kristal garam. Dibutuhkan kerja yang lebih kecil untuk memisahkan ion-ion yang muatannya berlawanan dalam pelarut dielektrik tinggi. Biasanya diperlukan suatu spesies yang tak bermuatan jika suatu ion harus diekstrak dari dalam air ke dalam suatu pelarut organik. Sebaliknya kadang-kadang suatu spesies tak bermuatan yang dapat diekstrak ke dalam suatu pelarut organik

diperoleh lewat asosiasi ion-ion yang muatannya berlawanan (Day, 1986).

Dalam kompleks-kompleks sepit, ion logam pusat berkoordinasi dengan suatu basa organik polifungsional dengan membentuk sebuah senyawaan cincin yang stabil. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks-kompleks ion logam yaitu :

1. Kekuatan basa dari gugus penyepit (pengkelat). Kestabilan kompleks sepit yang terbentuk oleh suatu ion logam tertentu umumnya bertambah dengan bertambahnya kekuatan basa zat penyepit seperti diukur dari nilai pKa-nya.

2. Sifat dari atom donor (penyumbang) dalam zat penyepit. Ligan-ligan yang mengandung atom-atom dari jenis basa lunak, membentuk kompleks-kompleks yang paling stabil, maka merupakan reagensia yang lebih selektif.

3. Ukuran cincin. Cincin-cincin sepit terkonjugasi yang beranggota lima atau enam adalah yang paling stabil, karena zat-zat ini mempunyai regangan yang minimum. Gugus-gugus fungsional dari ligan harus terletak sedemikian sehingga mereka memungkinkan terbentuknya sebuah cincin yang stabil.

4. Efek-efek resonansi dan sterik. Kestabilan struktur sepit meningkat oleh sumbangan berupa struktur-struktur resonansi pada cincin-cincin sepit itu.

(5)

Di dalam suatu proses ekstraksi, orang biasanya menghendaki jumlah zat yang diekstrak dalam fase air sekecil mungkin. Persamaan yang digunakan untuk menyatakan jumlah zat yang tersisa dalam fase air adalah:

Wn = Wo n S V Kd V      . Dimana: Wn = jumlah zat terlarut

Wo = jumlah zat terlarut mula-mula

V = jumlah volume fase air yang mengandung zat terlarut S = jumlah pelarut organik yang dipakai

n = jumlah n kali proses (Basset, 1994).

III. ALAT DAN BAHAN A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret 50 mL, corong pisah 250 mL, erlenmeyer 250 mL, labu takar 50 mL, pipet tetes, pipet ukur 10 mL dan 25 mL.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asam asetat 1 M, indikator PP, larutan standar NaOH 0,5 M, dan petroleum eter.

IV. PROSEDUR KERJA

Prosedur kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Asam asetat 50 mL dibuat masing-masing dengan konsentrasi 1,0; 0,8 ; 0,6; 0,4; 0,2 M.

2. Masing-masing larutan diambil 25 mL, kemudian dimasukkan dalam corong pisah.

3. Sisanya diambil 10 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M. Titrasi dilakukan 2 kali.

4. Larutan asam asetat dalam corong pisah ditambah 25 mL petroleum eter, kemudian dikocok sampai terjadi kesetimbangan selama 10 menit,

(6)

kemudian dibiarkan sampai terjadi pemisahan yang jelas antara air dan petroleum eter.

5. Lapisan air dipisahkan kemudian diambil 10 mL dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M sehingga dapat diketahui konsentrasi di dalam air setelah kesetimbangan. Semua titrasi dilakukan 2 kali.

6. Percobaan ini dilakukan untuk setiap konsentrasi asam asetat yang berbeda seperti yang dibuat pada langkah sebelumnya.

(7)

B. Pembahasan

Percobaan kali ini dilakukan untuk menentukan konstanta kesetimbangan suatu zat terlarut (solute) terhadap dua pelarut yang tidak bercampur. Pada percobaan ini digunakan asam asetat yang dapat terdistribusi dalam dua pelarut yang tak saling bercampur dalam corong pisah. Cara ini disebut ekstraksi cair-cair, ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tak dapat bercampur.

Pelarut yang umum dipakai adalah pelarut air dan pelarut organik lain seperti kloroform, petroleum eter, dan benzena atau CCl4. Prinsip

metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase tersebut. Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam corong pemisah selama beberapa menit.

Pada percobaan ini pertama-tama dibuat larutan asam asetat 50 mL dengan konsentrasi 1,0; 0,8; 0,6; 0,4; 0,2 M. Asam asetat (CH3COOH)

dalam percobaan ini digunakan sebagai solute, sedangkan solven yang digunakan adalah petroleum eter. Larutan asam asetat dalam air apabila dibiarkan kontak dengan pelarut organik seperti petroleum eter maka akan terdistribusi dengan baik ke dalam dua pelarut tersebut. Oleh karena itu, sebelum dikontakkan dengan pelarut organik, terlebih dahulu konsentarsi mula-mula asam asetat dihitung dengan mentitrasinya dengan NaOH 0,5 M atau disebut proses standarisasi. Titik akhir titrasi dapat diketahui dengan bantuan indikator PP ditandai dengan perubahan warna dari bening menjadi warna merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

Pada penentuan konsentrasi asam asetat setelah kesetimbangan dalam petroleum eter, sebanyak 25 mL asam asetat dicampurkan dengan 25 mL petroleum eter dalam corong pisah. Campuran larutan dikocok-kocok selama 10 menit agar proses distribusi solute berlangsung dengan baik dalam kedua solven. Pengocokan pada campuran asam asetat dengan petroleum eter dilakukan agar larutan tersebut mengalami kesetimbangan.

(8)

Asam asetat adalah suatu asam lemah yang dapat larut dalam pelarut polar maupun pelarut non-polar. Selama proses pengocokan akan terbentuk gas sehingga selang beberapa menit pipa corong pisah harus dibuka untuk melepaskan gas tersebut karena apabila gas ditahan dalam corong pisah, maka tekanan dalam corong akan semakin besar sehingga tutup corong pisah dapat terlempar. Setelah proses pengocokan selesai, selanjutnya campuran didiamkan beberapa menit. Hasil pengamatan menunjukkan terbentuk dua lapisan cairan. Pada lapisan atas terlihat air dan di lapisan bawah petroleum eter. Petroleum eter memiliki massa jenis yang lebih besar dari air sehingga petroleum eter berada di lapisan bawah, sedangkan air berada pada lapisan atas. Antara keduanya tidak akan saling bercampur karena kedua larutan memiliki fase yang berbeda dalam kesetimbangan. Lapisan atas tersebut yang diambil untuk analisis selanjutnya.

Lapisan atas dititrasi kembali dengan NaOH 0,5 M untuk mengetahui konsentrasi asam asetat sisa dalam air setelah kesetimbangan. Konsentrasi asam asetat dalam pelarut organik lebih kecil dibandingkan kelarutan dalam air. Hal ini dikarenakan dalam larutan, asam asetat akan terdisosiasi menjadi ion-ion. Air memiliki momen dipol dan tetapan dielektrik yang lebih kuat dibandingkan pelarut organik sehingga air akan lebih kuat menarik asam asetat. Hal ini terlihat dari nilai konsentrasi asam asetat yang tidak mencapai angka 1. Jadi, semakin banyak jumlah zat yang terekstrak atau terdistribusi dengan baik dalam dua pelarut maka selisih dari solute tersebut akan semakin sedikit sehingga nilai konsentrasinya juga semakin kecil. Reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

CH3COOH + H2O CH3COO- + H3O+

Berdasarkan hasil percobaan distribusi solute (asam asetat) terhadap petroleum eter dan air yaitu terdistribusi baik di dalam dua pelarut tersebut. Hal ini karena CH3COOH dapat larut dalam pelarut polar (air)

maupun pelarut non-polar (petroleum eter). Grafik hubungan antara ln C air dan ln C PE y = 2.064x + 2.178 dan R² = 0.286. Hasil perhitungan grafik diperoleh nilai slope (n) = 2,0647 dan intersep (k) = 0,2338.

(9)

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Penentuan konstanta kesetimbangan suatu solute terhadap dua pelarut yang tidak bercampur berdasarkan pada distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang memiliki fase yang berbeda dalam kesetimbangan.

2. Distribusi solute (asam asetat) terhadap petroleum eter dan air yaitu terdistribusi baik di dalam dua pelarut tersebut.

3. Semakin banyak zat yang terdistribusi dalam pelarut maka selisih dari solute akan semakin sedikit sehingga nilai konsentrasinya juga semakin kecil.

4. Hasil perhitungan grafik diperoleh nilai slope (n) = 2,0647 dan intersep (k) = 0,2338.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Day, A.R. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi ke 4. Erlangga. Jakarta.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

dapat dirumuskan : bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk tiap spesi

Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi ketika pada tahun 1891 ia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua

Dalam ekstraksi, berlaku hukum distribusi atau partisi yang dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur,

Ekstraksi pelarut adalah mengambil suatu zat terlarut dari dalam air oleh suatu pelarut yang tidak dapat bercampur dengan air, sehingga dapat dipisahkan dalam hal ini pelarut

Ketika pelarut yang mengandung zat terlarut tersebut kontak dengan adsorben, terjadi perpindahan massa zat terlarut dari pelarut ke permukaan adsorben,

dan minyak kelapa berdasarkan perbandingan kelarutan suatu zat n suatu zat dalam dua pelarut yang dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur berdasarkan reaksi netralisasi di

Variasi kecepatan pengadukan mempengaruhi laju perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut karena adanya difusi paksa zat terlarut ke badan pelarut, di mana besarnya zat terlarut

Hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan