• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

LANDASAN TEORI 2. 1 Ergonomi

2.1. 1 Pengertian Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa yunani yaitu ergo (kerja) dan nomos (peraturan). Sedangkan pengertian ergonomi secara umum ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan manusia untuk dapat merancang sistem kerja, sehingga dapat bekerja secara baik, efektif, dan nyaman (Sutalaksana, 1979). Adapun pengertian ergonomi menurut para ahli sebagai berikut:

1. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktifitas maupun dalam istirahat atas dasar kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik, (Tarwaka, 2004). 2. Ergonomi adalah suatu disiplin ilmiah yang urgen untuk diperhatikan interaksi antara manusia dan bagian lain dalam elemen sebuah sistem dan juga profesi yang mengaplikasikan teori, prinsip-prinsip, data, dan juga metode yang dirancang untuk mengoptimasikan kesejahteraan manusia dan juga keseluruhan kinerja dari sistem (The Internasional Ergonomics Association, 2000).

3. Ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sistem kerja, sehingga orang dapat hidup dan juga bekerja pada suatu sistem yang baik yaitu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan melalui pekerjaan yang efektif, efisien, aman dan nyaman, (Rosnani, 2010). 4. Ergonomi adalah ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai

kemampuan dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut yang lebih baik yaitu dengan mencapai tujuan yang diinginkan melalui suatu pekerjaan yang efektif, efisien, aman dan nyaman, (Wignjosoebroto S).

(2)

10 2.1. 2 Tujuan Ergonomi

Adapun tujuan dari ergonomi secara umum menurut Tarwaka dkk pada tahun 2004 adalah:

1. Untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan cara pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, serta mengupayakan promosi dan kepuasaan kerja.

2. Untuk Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir secara tepat dan meningkatkan jaminan sosial selama kurun waktu usia produktif maupun setelah produktif.

3. Untuk menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai macam aspek seperti aspek ekonomi, aspek teknis, antropologis dan budaya setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. 2. 2 Shift Kerja

Shift kerja adalah pergeseran pada penerapan jam kerja, Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun.

2.2. 1 Dampak Shift Kerja Terhadap Kelelahan

Pulat pada tahun 1992, mengatakan bahwa dampak shift kerja malam terutama pada gangguan irama tubuh yang menyebabkan penurunan kewaspadaan, gangguan fisiologis dan psikologis berupa kurang konsentrasi, nafsu makan menurun, penyakit jantung, tekanan darah, stress dan gangguan gastrointestinal yang dapat meningkatkan resiko terjadi kecelakaan kerja.

Kelelahan ini dapat menyebabkan kesulitan konsentrasi dalam bekerja, meningkatkan resiko kesalahan (human error), berdampak kepada kualitas kerja dan kecepatan kerja, dan akhirnya kecelakaan kerja.

2.2. 2 Peraturan Pemerintah Mengenai Shift Kerja

Sesuai dengan UU No.13/2003 mengenai ketenagakerjaan, jika jam kerja di sebuah perusahaan dibuat sebanyak 3 shift dengan masing-masing 8 jam per hari, maka jumlah jam kerja secara akumulatif tiap shift tidak boleh lebih dari 40 jam perminggu.

(3)

11 2. 3 Kelelahan Kerja

2.3. 1 Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan adalah proses yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan, kapasitas atau kinerja sebagai akibat dari aktivitas kerja (Mississauga, 2012). Kelelahan adalah suatu keadaan ketika seseorang merasa lelah secara fisik atau mental, adapun beberapa penyebab utamanya (WSHCouncil,2010) :

1. Jam kerja yang panjang tanpa intervensi istirahat atau periode penyembuhan. 2. Aktivitas fisik yang kuat dan berkelanjutan.

3. Usaha mental yang kuat dan berkelanjutan.

4. Bekerja selama beberapa waktu atau semua waktu alami untuk tidur (sebagai akibat dari shift atau bekerja untuk waktu yang panjang).

5. Tidur dan istirahat yang kurang cukup.

Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang disebabkan oleh (Suma’mur, 2009) :

1. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual). 2. Kelelahan fisik umum.

3. Kelelahan saraf.

4. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton.

5. Kelelahan oleh lingkungan yang kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kelelahan berasal dari kata lelah yang berarti penat, letih, payah, lesu, dan tidak bertenaga. Kelelahan adalah perihal (keadaan) lelah, kepenatan, kepayahan. Kelelahan emosional adalah kelelahan yang diekspresikan dalam bentuk perasaan frustasi, putus asa, merasa terjebak, tidak berdaya, tertekan, dan merasa sedih atau apatis terhadap pekerjaan. Kelelahan fisik adalah kelelahan yang ditandai oleh adanya keletihan, kejenuhan, ketegangan otot, perubahan dalam kebiasaan makan dan tidur, serta secara umum tingkat energinya rendah (Departemen Pendidikan Nasional, 2002).

(4)

12 2.3. 2 Jenis-jenis Kelelahan

Berdasarkan proses dalam otot, kelelahan dapat dibagi dua (Budiono dkk, 2003) : 1. Kelelahan otot, fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadi tekanan

melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologis, yang ditunjukkan tidak hanya dengan berkurangnya tekanan fisik tetapi juga makin rendahnya gerakan.

2. Kelelahan umum, adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan biasanya akan menimbulkan rasa kantuk.

Sedangkan menurut Workplace Safety & Health Council (WSHCouncil) (2010), tipe kelelahan dibagi menjadi :

1. Kelelahan fisik (berkurangnya kemampuan untuk bekerja manual). 2. Kelelahan mental (penurunan tingkat konsentrasi dan kewaspadaan). 2.3. 3 Penyebab Kelelahan

Menurut Suma’mur pada tahun 1996, terdapat empat kelompok penyebab kelelahan yaitu: keadaan monoton, beban pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, penyakit atau perasaan sakit. Sedangkan menurut Nurmianto pada tahun 1996, menjelaskan penyebab kelelahan kerja adalah karyawan harus melakukan pekerjaan yang memerlukan kontraksi otot secara statis dalam jangka waktu lama.

Menurut Eraliesa pada tahun 2008, beberapa penyebab yang cukup mempengaruhi kelelahan kerja, antara lain:

1. Pekerjaan yang berlebihan

Kekurangan sumber daya manusia yang kompeten mengakibatkan menumpuknya pekerjaan yang seharusnya dikerjakan dengan jumlah karyawan yang lebih banyak.

2. Konflik peranan

Konflik peranan biasanya terjadi antar karyawan dengan jenjang posisi yang berbeda, yang seringkali disebabkan oleh otoritas yang dimiliki oleh peranan atau jabatan tersebut.

(5)

13 3. Ambigu peranan

Tidak jelasnya deskripsi tugas yang harus dikerjakan seringkali membuat para karyawan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan oleh karyawan tersebut dari sisi keahlian maupun posisi pekerjaannya.

Faktor penyebab kelelahan kerja menurut Kroemer & Grandjean (2005) digambarkan sebagai berikut :

Pemulihan/ Penyegaran

Tingkat kelelahan

Gambar 2. 1Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan penyembuhan yang diperlukan untuk mengimbanginya (Kroemer & Grandjean, 2005) 2.3. 4 Gejala-gejala Kelelahan

Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptom) secara subjektif dan objektif antara lain : perasaan lesu, mengantuk dan pusing, berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani (Budiono dkk, 2003).

(6)

14 Menurut Kroemer & Grandjean (2005), gejala kelelahan subjektif dan objektif, yang paling penting dibagi menjadi :

1. Perasaan subjektif seperti keletihan, pusing, rasa tidak suka untuk bekerja. 2. Berpikir lamban.

3. Kewaspadaan berkurang. 4. Persepsi lambat dan buruk. 5. Enggan untuk bekerja.

6. Penurunan kinerja fisik dan mental.

Menurut Abu Ahmadi (1998), kelelahan adalah gejala berkurangnya kekuatan manusia untuk melakukan sesuatu.

2.3. 5 Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan

Kelelahan disebabkan oleh berlangsungnya suatu aktivitas atau pekerjaan, baik aktifitas fisik maupun psikis. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja menurut beberapa ahli:

Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan. Grandjean (1988), menyatakan kelelahan merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh manusia sehari-hari. Untuk mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya istirahat dan pemulihan harus seimbang dengan tingginya ketegangan kerja. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Menurut Setyawati pada tahun 1994, faktor individu seperti umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan yaitu : 1. Faktor Internal

a. Usia

Subjek yang berusia lebih muda mempunyai kekuatan fisik dan cadangan tenaga lebih besar daripada yang berusia tua. Akan tetapi pada subjek yang

(7)

15 lebih tua lebih mudah melalui hambatan (Setyawati, 2010). Tenaga kerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan tenaga kerja yang relatif lebih muda (Oentoro, 2004).

b. Jenis kelamin

Ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria. Secara biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan, dan secara sosial wanita berkedudukan sebagai ibu rumah tangga (Suma’mur, 2009). c. Psikis

Tenaga kerja yang mempunyai masalah psikologis sangat mudah mengalami suatu bentuk kelelahan kronis. Salah satu penyebab dari reaksi psikologis adalah pekerjaan yang monoton yaitu suatu kerja yang berhubungan dengan hal yang sama dalam periode atau waktu tertentu dan dalam jangka waktu yang lama dan biasanya dilakukan oleh suatu produksi yang besar (Budiono dkk, 2003).

d. Kesehatan

Kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang diderita. Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kelelahan (Suma’mur, 2009):

1. Penyakit Jantung.

2. Penyakit Gangguan Ginjal. 3. Penyakit Asma.

4. Tekanan darah rendah. 5. Hipertensi.

e. Status perkawinan

Pekerja yang sudah berkeluarga dituntut untuk memenuhi tanggung jawab tidak hanya dalam hal pekerjaan melainkan juga dalam hal urusan rumah tangga sehingga resiko mengalami kelelahan kerja juga akan bertambah (Inta, 2012).

f. Sikap kerja

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja. Semua sikap

(8)

16 tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangan harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Hal ini akan menyebabkan kelelahan (Budiono dkk, 2003).

g. Status Gizi

Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjan (Suma’mur, 2009).

Menurut hasil riset Oentoro (2004), menunjukkan bahwa secara klinis terdapat hubungan antara status gizi seseorang dengan performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada dalam kondisi gizi yang kurang baik dalam arti makanan dalam tubuh kurang maupun berlebih dari normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan kerja.

2.3. 6 Proses Terjadinya Kelelahan

Semua aktivitas tubuh manusia diatur dan dikendalikan oleh system susunan syaraf. Demikian juga terjadinya kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Menurut Suma’mur (1996), terjadinya kelelahan adalah karena tidak ada nya keserasian dan keseimbangan antara system aktivitas dan system inhibisi yang terdapat disusunan syaraf pusat.

Menurut Sedarmayanti (2009), kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi melakukan kegiatan.

Pada dasarnya timbulnya kelelahan disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1. Kelelahan Akibat Faktor Fisiologis (Fisik atau Kimia)

Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan fisiologis dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap

(9)

17 sebagai mesin yang dapat membuat bahan bakar, dan memberikan keluaran berupa tenaga yang berguna untuk melakukan kegiatan.

Pada prinsipnya, ada 5 macam mekanisme yang dilakukan tubuh, yaitu : a. Sistem peredaran darah.

b. Sistem pencernaan. c. Sistem otot.

d. Sistem syaraf. e. Sistem pernafasan.

Kerja fisik yang kontinyu, berpengaruh terhadap mekanisme tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun secara sekaligus. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk sisa ini bersifat mambatasi kelangsungan kegiatan otot. Produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan system syaraf pusat sehingga menyebabkan pegawai menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.

2. Kelelahan Akibat Faktor Psikologis

Kelelahan ini dapat dikatakan kelelahan palsu, yang timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya atau pendapat-pendapatnya yang tidak konsekuen lagi, serta jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya sendiri. Jadi hal ini menyangkut perubahan yang bersangkutan dengan moril seseorang. Sebab kelelahan ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya : kurang minat dalam bekerja, berbagai penyakit, keadaan lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat dan merasa tidak sesuai, sebab-sebab mental seperti : tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik. Pengaruh tersebut seakan-akan terkumpul dalam tubuh dan menimbulkan rasa lelah.

2.3. 7 Akibat Dari Kelelahan Kerja

Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999), antara lain :

1. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi daripada pekerja yang masih “penuh semangat”.

(10)

18 3. Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan menurunnya

kualitas hidup rumah tangga seseorang.

Menurut Suma’mur (1996), ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3 kategori yaitu :

1. Menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan.

Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran, manjadi mengantuk, marasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring.

2. Menunjukkan terjadinya pelemahan motivasi.

Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3. Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum.

Sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, terasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap

(11)

19 negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 1996). Efek dari kelelahan sangat berpengaruh terhadap tubuh yang bersifat jangka panjang dan jangka pendek.

Efek dari jangka pendek berpengaruh terhadap berkurangnya kemampuan seperti: 1. Berkonsentrasi dan menghindari gangguan.

2. Berpikir lateral dan analitis. 3. Membuat keputusan.

4. Mengingat dan mengingat peristiwa-peristiwa dan urutan mereka. 5. Memelihara kewaspadaan.

6. Kontrol emosi.

7. Menghargai situasi yang kompleks. 8. Mengenali risiko.

9. Mengkoordinasikan gerakan tangan-mata. 10. Berkomunikasi secara efektif.

Efek jangka panjang yang akan berpengaruh terhadap kesehatan yang berkaitan dengan shift kerja malam adalah sebagai berikut:

1. Penyakit jantung. 2. Diabetes.

3. Tekanan darah tinggi. 4. Gangguan pencernaan. 5. Depresi, dan

6. Kecemasan (Work Safe Victoria, 2008). 2.3. 8 Pencegahan Kelelahan Kerja

Untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar (Budiono dkk, 2003):

1. Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk. 2. Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif.

3. Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi.

(12)

20 5. Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi

tenaga kerja.

6. Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik.

7. Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.

Menurut Tarwaka dkk (2004), upaya agar tingkat produktivitas kerja tetap baik atau bahkan meningkat, salah satu faktor pentingnya adalah pencegahan terhadap kelelahan kerja. Cara mengatasi kelelahan kerja :

1. Sesuai kapasitas kerja fisik. 2. Sesuai kapasitas kerja mental. 3. Redesain stasiun kerja ergonomis. 4. Sikap kerja alamiah.

5. Kerja lebih dinamis. 6. Kerja lebih bervariasi. 7. Redesain lingkungan kerja. 8. Reorganisasi kerja.

9. Kebutuhan kalori seimbang dan Istirahat setiap 2 jam. 2.3. 9 Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Tarwaka, 2004)

Menurut Tarwaka dkk (2004), pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

1. Kualitas dan kuantitas hasil kerja Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2004).

(13)

21 2. Pencatatan perasaan subyektif kelelahan kerja, yaitu dengan cara Kuesioner

yang mencangkup pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan gambaran kelelahan fisik.

3. Alat Ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPKK).

Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Keluhan-keluhan yang dialami pekerja sehari-hari membuat mereka mengalami kelelahan kronis (Hotmatua, 2009).

4. Pengukuran gelombang listrik pada otak dengan Electroenchepalography (EEG).

5. Uji psiko-motor (psychomotor test), dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

6. Uji mental, pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersman test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi.

2.3. 10 Cara Mengatasi Kelelahan Kerja

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadangkadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur, 1989)

(14)

22 Memberikan waktu istirahat yang cukup baik terjadwal serta teratur tiap harinya sesuai dengan tingkatan kerjanya terhadap para pekerja agar dapat mengurahi kelelahan yang dirasakan oleh pekerja itu sendiri.

Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja per jamnya (Wignjosoebroto, 2000).

2. 4 Subjective Self Rating Test (SSRT

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif.

Suma’mur (2009), mengemukakan bahwa gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubunganya dengan kelelahan adalah:

1. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: a. Apakah saudara ada perasaan berat kepala?

b. Apakah saudara merasa lelah pada seluruh tubuh? c. Apakah saudara merasa berat dikaki?

d. Apakah saudara sering menguap pada saat bekerja? e. Apakah pikiran saudara kacau pada saat bekerja? f. Apakah saudara merasa mengantuk?

g. Apakah saudara merasa ada beban pada bagian mata? h. Apakah gerakan saudara terasa canggung dan kaku? i. Apakah saudara merasakan pada saat berdiri tidak stabil? j. Apakah saudara merasa ingin berbaring?

2. 10 Pelemahan Motivasi

a. Apakah saudara merasa susah berfikir?

b. Apakah saudara merasa malas untuk berbicara? c. Apakah saudara merasa gugup?

d. Apakah saudara merasa tidak dapat berkonsentrasi? e. Apakah saudara merasa sulit memusatkan perhatian? f. Apakah saudara merasa mudah melupakan sesuatu?

(15)

23 g. Apakah saudara merasakan kepercayaan diri berkurang?

h. Apakah saudara merasa cemas? 3. Gambaran Kelelahan Fisik

a. Apakah saudara merasa sulit untuk mengontrol sikap? b. Apakah saudara merasa tidak tekun dalam pekerjaan? c. Apakah saudara merasakan sakit dibagian kepala? d. Apakah saudara merasakan kaku dibagian bahu? e. Apakah saudara merasakan nyeri dibagian punggung? f. Apakah saudara merasa sesak nafas?

g. Apakah saudara merasa haus? h. Apakah suara saudara terasa serak? i. Apakah saudara merasa pening?

j. Apakah saudara merasa ada yang mengganjal dikelopak mata k. Apakah anggota badan saudara terasa gemetar?

l. Apakah saudara merasa kurang sehat?

Gejala perasaan atau tanda 1-10 menunjukan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukan melemahnya motivasi, dan 20-30 menunjukan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan.

Dimana untuk menentukan klasifikasi kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu menggunakan pedoman:

Tabel 2. 1 klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif

Tingkat Kelelahan Total Skor Klasifikasi Kelelahan

1 30-52 Rendah

2 53-75 Sedang

3 76-98 Tinggi

4 99-120 Sangat Tinggi

(Sumber: Tarwaka, 2010)

Sinclair (1992), menjelaskan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subjektif. Metode tersebut antara lain; ranking methods, rating methods, questionnaire methods, interviews dan checklist.

(16)

24 2. 5 Uji – T

Uji T atau Test T adalah salah satu test statistik yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah mean sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Sudjiono, 2010).

Menurut Anwar Hidayat tahun 2014, uji T-Test juga mempunyai syarat yang harus dipenuhi antara lain:

1. Data harus berskala data interval atau rasio.

2. Data bersifat independen, artinya tidak terdapat korelasi antara rata-rata populasi dengan nilai tiap-tiap sampel dalam populasi.

3. Data tidak terdapat outlier atau data pencilan. Adanya outlier harus dicari dan sampel yang menjadi outlier harus dikeluarkan dari penelitian.

4. Data harus berdistribusi normal. 2. 6 Friedman Test

Uji ini diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh M. Friedman pada tahun 1937. Uji Friedman digunakan sebagai alternative dari teknik analisis variance dua arah. Uji Friedman tidak memerlukan anggapan bahwa populasi yang diteliti berdistribusi normal dan mempunyai variance yang homogen. karena itu, lengkapnya uji ini dinamakan analisis variance jenjang dua arah Friedman Test. Menurut Daniel (1990), Uji Friedman merupakan metode dalam statistika nonparametrik yang digunakan untuk melakukan analisis ragam 2-arah (two way analysis of variance).

Menurut Daniel (1990), uji Friedman menguji apakah jumlah rangking berbeda secara signifikan atau tidak.

1. Asumsi.

a. Data terdiri dari kelompok yang saling bebas dengan ukuran keperluan. b. Yang diamati bersifat kontinu.

c. Tidak ada interaksi antar kelompok dan perlakuan. d. Pengamatan dalam setiap kelompok dapat diperingati.

(17)

25 2. Hipotesis

Ho : M1 = M2 = . . . = Mk atau k perlakuan memiliki media yang sama.

H1 Ada minimal satu M, ≠ j dan i, j = 1, 2, ...., k. 3. Statistik Uji

Statistik uji Friedman Test dapat ditentukan melalui prosedur berikut :

1. Urutkan pengamatan -pengamatan dalam setiap kelompok secara terpisah, 2. Jika terdapat ties (nilai yang sama) dalam kelompok, beri peringkat tengah

Gambar

Gambar 2. 1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan penyembuhan  yang diperlukan untuk mengimbanginya (Kroemer & Grandjean, 2005)  2.3
Tabel 2. 1 klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sutalaksana, 1979, ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup

Tujuan pendekatan ergonomi dalam perancangan tempat kerja adalah agar terjadi keserasian antara manusia dengan sistem kerja atau dapat dikatakan bahwa desain sistem kerja

Ergonomi adalah cabang ilmu terintegrasi yang memakai informasi yang berhubungan dengan perilaku, kemampuan kognitif, dan keterbatasan seseorang untuk menciptakan

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu

 Ergonomi kerja  adalah ilmu tentang kemampuan, keterbatasan dan sifat manusia dalam sistim kerjanya.. serta memanfaatkan pengetahuan ini untuk mendapatkan sistim kerja yang

Secara umum ergonomi didefinisikan suatu cabang ilmu yang statis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia

Menurut Nurmianto (2004), ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistemastis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk

Menurut Sutalaksana, 1979 , ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja.. sehingga orang dapat hidup