• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PEMBAHASAN. 17 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. PEMBAHASAN. 17 Universitas Kristen Petra"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

4. PEMBAHASAN

4.1 Profil Perusahaan

Berdiri tahun 1997, PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik yang berlokasi di Ds. Krikilan Driyorejo Gresik, Jawa Timur melengkapi kiprah bisnis Tudung Group di bidang bisnis makanan, khususnya produk biskuit. Tampil dengan brand “Gery”, PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik berusaha memenuhi kepuasan pelanggan dengan memproduksi produk-produk biskuit bermutu, aman dan sesuai persyaratan yang telah ditentukan. Segmentasi pasarnya pun berkembang, tidak hanya untuk kalangan anak-anak tapi juga mulai merambah ke segmen dewasa dengan brand “Romeo-Juliet” dan “Chocolatos”. Jangkauan pasarnya tidak hanya dalam negeri tapi juga ekspor ke hampir lebih dari 34 negara, seperti Kanada, Amerika Serikat, Belanda, Hongkong, Jepang, India, Yordania, dan lain-lain.

4.2 Struktur Organisasi

PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik dipimpin oleh seorang Head of Business Unit yaitu bapak Widijanto Hartono yang dibantu oleh beberapa kepala di tiap departemen dalam memimpin perusahaan. Detail struktur organisasi PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik dapat dilihat di lampiran.

4.3 Layout Perusahaan

Area PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik terdiri dari area umum, office, plant 1, plant 2, plant 2 plus, area limbah B3, dan lain-lain. Detail

(2)

4.4 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusahaan Saat Ini

4.4.1 Keselamatan Kerja

PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik telah menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diawasi dan dilaksanakan oleh departemen SHE (Safety and Health Environment). Perusahaan telah menetapkan kebijakan-kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang dituangkan dalam manual procedure safety and health environment dan telah mengacu pada klausul-klausul OHSAS 18001:2007. Detail manual procedure safety and health environment dapat dilihat pada lampiran 2.

Perusahaan juga telah menetapkan 22 buah standard operation procedure

(SOP) yang mengacu dari prosedur manual yang telah dibuat. SOP-SOP tersebut dibuat untuk menjalankan sistem K3 yang dibuat oleh perusahaan mulai dari bagian keamanan (safety), kesehatan (health), dan lingkungan (environment). Bagian SHE juga telah menetapkan 13 buah standar serta 26 buah perintah kerja (work instruction) untuk mendukung jalannya SOP-SOP di atas. Detail SOP, WI, dan standar yang ditetapkan oleh bagian SHE dapat dilihat di lampiran 3.

a. Rambu-Rambu yang ada di Perusahaan

PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik telah memenuhi salah satu teori keselamatan kerja yaitu dengan memasang rambu-rambu di area perusahaan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan memberikan informasi kepada karyawan maupun pengunjung perusahaan. Mulai dari rambu-rambu yang memberikan perintah, informasi dan larangan. Berikut beberapa contoh rambu-rambu yang terdapat di perusahaan:

(3)

b. Alat Pelindung Diri yang diterapkan Perusahaan

Perusahaan telah menetapkan kebijakan untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk beberapa area yang diwajibkan memakai APD dan telah dikomunikasikan lewat tanda-tanda yang dipasang pada area tersebut. Pemakaian APD dapat dibedakan warna yang menjelaskan APD yang sesuai dengan jenis bahaya yang telah diidentifikasi. Berikut penjelasan APD yang digunakan berdasarkan jenis bahaya yang disebabkan:

Kebocoran gas/Gangguan pernapasan dapat digunakan APD yaitu masker

dan respirator. Masker dan respirator wajib digunakan pada area ini untuk mencegah terjadinya penyakit atau kecelakaan akibat kerja yang berhubungan dengan saluran pernapasan manusia.

Kebisingan dapat digunakan APD yaitu ear muff yang dapat menahan intensitas suara kebisingan yang disebabkan karena mesin yang lebih dari 85 dB (Standar kebisingan yang diijinkan untuk pendengaran manusia). Terjatuh dan tertimpa benda dapat digunakan APD seperti safety helmet dan sabuk pengaman agar karyawan yang bekerja pada ketinggian tertentu dapat terlindungi seluruh bagian tubuhnya.

Pada area produksi seperti plant 1, plant 2 dan plant 2 plus (PDP) terdapat bahaya terjepit namun seluruh pekerja harus memakai berbagai macam APD untuk mencegah terjadi kecelakaan kerja tersebut serta untuk menjaga kualitas makanan agar sesuai dengan standar ISO 22000. APD yang digunakan adalah masker, penutup rambut, jas produksi, safety shoes dan sarung tangan.

Pada area genset atau gas engine diwajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap seperti kacamata, safety helmet, masker, ear muff, safety shoes, baju keselamatan, dan sarung tangan.

c. Penanggulangan Kebakaran yang diterapkan Perusahaan

Perusahaan juga telah menerapkan prosedur keselamatan terhadap penanggulangan kebakaran yaitu dengan penyediaan APAR dan Hydrant di dalam area perusahaan.

(4)

APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

APAR yang dimiliki oleh perusahaan berjumlah 108 buah, yang tersebar di seluruh area perusahaan. Berikut pembagian APAR pada area-area di perusahaan:

o 38 buah APAR di tempatkan di area umum. Beratnya bermacam-macam mulai dari 3 Kg (paling kecil) hingga 20 Kg (paling besar). Jenis APAR-nya pun bervariasi, ada yang powder dan ada yang gas. o 22 buah APAR di tempatkan di area plant 1. Beratnya

bermacam-macam mulai dari 3 Kg (paling kecil) hingga 6 Kg (paling besar). Jenis APAR-nya pun bervariasi, ada yang powder dan ada yang gas. o 18 buah APAR di tempatkan di area plant 2. Beratnya

bermacam-macam mulai dari 5 Kg (paling kecil) hingga 6 Kg (paling besar). Jenis APAR-nya pun bervariasi, ada yang powder dan ada yang gas. o 13 buah APAR di tempatkan di area PDP dengan berat 5 Kg dan

berjenis gas.

o 13 buah APAR di tempatkan di area office. Beratnya bermacam-macam mulai dari 1,5 Kg (paling kecil) hingga 6 Kg (paling besar). Jenis APAR-nya pun bervariasi, ada yang powder dan ada yang gas. o 4 buah APAR di tempatkan di area formulasi. Beratnya

bermacam-macam mulai dari 3 Kg (paling kecil) hingga 5 Kg (paling besar). Jenis APAR-nya pun bervariasi, ada yang powder dan ada yang gas. Setiap bulannya bagian SHE melakukan pengecekan dengan memeriksa kadaluwarsa APAR serta kelayakan kondisi APAR. Pengecekan ini dibantu dengan checklist APAR yang terpasang pada masing-masing APAR.

Jika terdapat kondisi yang tidak sesuai dengan poin-poin pada checklist

APAR, maka APAR tersebut ditarik dan diperbaiki dengan cara dikembalikan ke supplier. APAR yang telah lewat masa kadaluwarsanya akan dicatat tetapi tidak ditarik dahulu. APAR tersebut akan digunakan untuk pelatihan kebakaran yang diadakan setiap 3 bulan sekali dan digunakan sampai habis setelah itu APAR tersebut dikirim ke supplier

(5)

Hydrant

Perusahaan memiliki hydrant yang terpasang di beberapa tempat yang keseluruhan berjumlah 16. Setiap hydrant dilengkapi dengan hydrant box

yang berisi kunci pembuka, selang, kepala selang, serta kunci tempat penyimpanan selang dan hydrant pilar. Seluruh hydrant yang terpasang berada dalam kondisi siap digunakan dan air yang dikeluarkan berasal dari satu pompa hydrant pusat yang berada di dekat IPAL.

d. Penanggulangan Banjir yang diterapkan Perusahaan

Perushaan telah menyiapkan prosedur dan fasilitas untuk menanggapi masalah hujan yang menyebabkan banjir. Jika hal ini tidak ditanggulangi maka saat terjadi hujan lebat yang panjang maka banjir akan meluas dan membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja serta fasilitas yang ada di perusahaan. Maka dari itu perusahaan telah menyediakan mesin penyedot banjir yang akan menyedot air dari dalam ke luar selokan di luar perusahaan.

4.4.2 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja bagi karyawan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan kerja di perusahaan. Bagian SHE perusahaan merupakan divisi yang diberi tanggung jawab untuk menangani masalah kesehatan kerja di perusahaan.

a. Uji Kebisingan dan Cahaya

Permasalahan lingkungan kerja seperti pencahayaan dan kebisingan pada area kerja juga diperhatikan oleh perusahaan. Bagian SHE melakukan pengecekan terhadap pencahayaan dan pengujian kebisingan di semua area kerja perusahaan secara berkala. bagian SHE dibekali dengan alat pengukur untuk intensitas cahaya yaitu Light meter dan alat pengukur kebisingan yaitu Sound level meter.

Light meter

Light meter tersebut digunakan dengan cara mengaktifkan alatnya lalu diletakkan di atas meja. Setelah itu angka pengukuran akan muncul di layar dan akan berubah-ubah untuk beberapa saat. Setelah mencapai suatu angka yang stabil, berarti angka tersebut menunjukkan besar intensitas cahaya

(6)

yang terdapat di ruangan tersebut. Angka tersebut dicatat dan dianalisa berdasarkan standar pencahayaan kerja, yaitu >100 Lux. Jika kurang dari angka observasi menunjukkan kurang dari angka standar berarti area tersebut termasuk area yang kurang pencahayaan.

Sound level meter

Cara penggunaan Sound level meter hampir sama dengan light meter. Setelah mencapai angka yang stabil berarti angka tersebut merupakan tingkat kebisingan pada area di mana tempat diukur. Angka tersebut dicatat dan dianalisa berdasarkan standar kebisingan kerja, yaitu <85 dB. Jika terdapat area yang melebihi angka standar tersebut maka termasuk area yang bising dan harus memakai alat pelindung diri seperti ear plug atau ear muff. Berikut merupakan contoh data-data hasil pengujian cahaya dan kebisingan yang dilakukan oleh penulis di perusahaan:

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Cahaya dan Kebisingan Perusahaan

No Area Cahaya (Lux) Kebisingan (dB)

OFFICE

1 PDCA 166 64

2 SHE & Project 143 61

3 GA 97 69 4 Personalia 173 66 5 TNR 170 57 6 Lobby 261 20,1 7 Purchasing 77 60 8 FA 60 66,6 9 QC Lab. 435 73,3 10 MIS 61 62 11 PD 52 66 PLANT 1 1 HBS Packaging 104 81,5 Cutting 98 76,7 Creaming 46 77,5 Baking 50,18 81,6 Coding Tower 22 76,5 Teknik WCR 48 77,6

(7)

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Cahaya dan Kebisingan Perusahaan (Sambungan) 2 Mixer Wiecon Wiecon Zona 1 175 88,6 Wiecon Zona 2 42 88,1 Baking WS 340 86 Wiecon Zona 3 656 89,2 Wiecon Zona 4 1000 85,8 3 WS Packaging WS Blok H 828 83,2 Baking Blok I 27 82,2 Packaging Berrygood 130 76,6 Packaging WCP 177 76,9 4 Rewinder 67 85,2

5 Meja Admin Rewinder 124 75,5

6 Stempel 147 82,4

7 Meja Improve 80 77,9

8 Office P1 306 65,4

b. Pemeriksaan Kesehatan Rutin

Kebersihan dan kesehatan karyawan sangat penting sebelum karyawan memasuki lantai produksi. Hal ini sangat diperhatikan karena PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik adalah perusahaan yang memproduksi makanan dan minuman sehingga wajib menjaga produk agar tetap sehat dan higienis serta untuk memenuhi klausul dalam ISO 22000:2005 tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Maka dari itu, sebelum karyawan memasuki lantai produksi harus mensterilkan diri di bagian sanitasi dengan memakai peralatan kerja yang benar dan membersihkan tangan mereka.

Perusahaan juga melakukan swap dan rontgent kepada beberapa karyawan setiap dua bulan sekali untuk mendeteksi adanya potensi penyakit akibat kuman, virus, bakteri dan dari dalam diri para pekerja. Hal ini dilakukan agar dapat mendeteksi adanya potensi penyakit lebih dini dan menjamin kesehatan karyawan sehingga tidak membahayakan produk makanan yang diproduksi yang dilakukan oleh operator di lantai produksi. Program ini dilakukan setiap bulannya dengan mengambil sample masing-masing 100 orang dari setiap plant untuk diuji dan dideteksi melalui laboratorium oleh penguji yang telah ahli di bidangnya.

Program swap yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman dan bakteri akibat menggunakan tangan di kamar mandi.

(8)

Pelaksanaan program ini merupakan kerjasama antara perusahaan dengan laboratorium “Prospect” dengan mengambil sample yang berjumlah 100 orang di setiap plant.

Program rontgent yang dilakukan dengan bantuan sinar X, bertujuan untuk mendeteksi lebih dini adanya potensi penyakit dari dalam diri karyawan agar dapat diketahui juga tingkat resiko potensi penyakit dalam diri karyawan.

Setiap bulannya perusahaan memberi penyuluhan kesehatan tentang penyakit diare, kolera dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) untuk memberikan pengetahuan kepada karyawan tentang karakteristik, pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Penyuluhan diberikan oleh dokter dari poliklinik yang bekerja di dalam perusahaan.

Perusahaan menyediakan fasilitas kesehatan berupa poliklinik yang dapat digunakan oleh para karyawan yang sakit akibat kerja maupun bukan akibat kerja. Setiap karyawan yang sakit dan memeriksakan diri di poliklinik akan dicatat dan dilaporkan kepada bagian SHE berupa formulir pemeriksaan kesehatan. Formulir pemeriksaan kesehatan dapat diminta di bagian sanitasi di masing-masing plant

dan harus meminta tanda tangan atasan dari masing-masing plant.

Langkah selanjutnya setelah formulir pemeriksaan kesehatan selesai dilengkapi, maka karyawan yang sakit dapat memeriksakan diri ke poliklinik. Poliklinik yang ada di perusahaan merupakan hasil kerjasama dengan rumah sakit Anwar Medika dengan menempatkan seorang dokter beserta seorang perawat sebagai pelaksana pelayanan kesehatan tenaga kerja di perusahaan. Setiap bulannya perusahaan membayar sejumlah uang sesuai dengan perjanjian kerja sama yang telah disetujui.

Karyawan yang telah memeriksakan diri tersebut akan mendapatkan formulir rekomendasi hasil diagnosa. Pada formulir tersebut terdapat beberapa rekomendasi seperti karyawan dapat kembali bekerja, dipulangkan atau dipindahkan ke area lain untuk sementara waktu. Karyawan yang telah diperiksa akan diberi obat secara gratis untuk diminum dan dibawa pulang. Poliklinik juga memberikan fasilitas kepada karyawan yang sakit untuk beristirahat di dalam poliklinik selama 30 menit.

(9)

4.4.3 Penanganan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

Limbah B3 perusahaan merupakan tanggung jawab bagian SHE. Limbah tersebut disimpan di tempat tersendiri di bagian belakang pabrik. Pengendalian limbah B3 dilakukan dengan memberikan tanda berbahaya, beracun, mudah terbakar, dan lain-lain pada wadah limbah tersebut dan diklasifikasikan menurut jenis dan bentuk limbahnya. Limbah B3 tersebut setiap 3 bulan sekali akan diserahkan kepada perusahaan pengelola limbah B3 yaitu PT Teknotama Lingkungan Internusa yang juga berlokasi di Gresik. Jika terjadi kecelakaan kerja seperti tumpahnya limbah B3 ini perusahaan telah menyiapkan SOP untuk penanganannya.

4.5 Pembahasan Penanganan Kecelakaan Kerja

Sebelum membahas pada penanganan kecelakaan kerja, perusahaan telah menetapkan prosedur untuk setiap proyek yang akan dikerjakan baik dari karyawan eksternal maupun karyawan internal harus meminta safety permit atau ijin keselamatan untuk melaksanakan kerja di bagian SHE. Prosedur tersebut merupakan kewajiban semua karyawan yang akan melakukan proyek di dalam perusahaan. Jika prosedur tersebut tidak dipenuhi maka kecelakaan yang terjadi bukan menjadi tanggungan perusahaan.

Perusahaan telah menganjurkan seluruh karyawan agar menggunakan peralatan kerja dan alat pelindung diri dengan baik dan benar. Karyawan juga telah diberi penyuluhan agar bekerja sesuai dengan prosedur dengan baik dan hati-hati, namun kecelakaan kerja memang tidak dapat dihindari secara sempurna karena manusia bukanlah makhluk yang sempurna sehingga masih sering terjadi

human error. Pada saat terjadi kecelakaan kerja, maka atasan korban akan mengisi form kecelakaan kerja dan dilaporkan kepada bagian SHE. Bagian SHE langsung melakukan investigasi terhadap kejadian tersebut dengan menggunakan form

investigasi insiden di tempat kejadian perkara (TKP).

Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan dicatat ke dalam database bagian SHE dan akan dihitung annual frequency rate-nya (FR) untuk mengetahui index kecelakaan yang terjadi di perusahaan dalam satu tahun. Semakin kecil index yang didapatkan berarti perusahaan tersebut telah menerapkan sistem keselamatan

(10)

dan kesehatan kerja dengan baik sehingga sangat kecil terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja. Analisa kecelakaan kerja juga melakukan penghitungan besar dari severity rate atau tingkat keparahan kecelakaan kerja yang terjadi. Berikut rumus perhitungan FR dan SR yang diterapkan di PT Garudafood Putra Putri Jaya Divisi Biskuit Gresik:

(4.1)

(4.2) Berikut penghitungan FR atas kecelakaan kerja yang terjadi dalam tahun 2010:

Tabel 4.2 Tabel Penghitungan FR Perusahaan

Bulan Jenis Kecelakaan Total Jumlah Karyawan Waktu kerja Lembur (3% dari jumlah karyawan yang bekerja) Jumlah Jam Kerja FR Kec. Kerja Kec.

Lantas Eksternal Internal Total

Karyawan Bekerja Jan 6 2 8 4.475 2.018 6.493 6.168 986.936 39.971 1.026.907 5,84 Feb 8 3 11 4.023 1.894 5.917 5.621 899.384 36.425 935.809 8,55 Mar 8 3 11 6.050 2.106 8.156 7.748 1.239.712 50.208 1.289.920 6,20 Apr 0 4 4 6.348 2.165 8.513 8.087 1.293.976 52.406 1.346.382 - Mei 4 7 11 3.576 2.164 5.740 5.453 872.480 35.335 907.815 4,41 Jun 8 4 12 2.716 2.090 4.806 4.566 730.512 29.586 760.098 10,52 Jul 10 3 13 3.111 1.957 5.068 4.815 770.336 31.199 801.535 12,48 Ags 4 3 7 3.065 1.935 5.000 4750 760.000 30.780 790.780 5,06 Sep 4 0 4 2.938 1.915 4.853 4610,35 737.656 29.875 767.531 5,21 Okt 2 2 4 2.938 1.915 4.853 4610,35 737.656 29.875 767.531 2,61 Nov 4 1 5 3.240 1.935 5.175 4916,25 786.600 31.857 818.457 4,89 Des 1 1 2 3.125 1.909 5.034 4782,3 765.168 30.989 796.157 1,26 Tot 59 33 92

4.6 Pelatihan Kecelakaan Kerja

Perusahaan memiliki program untuk pelatihan kecelakaan kerja seperti pelatihan kebakaran dan pelatihan tumpahan B3 dan polutan yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. Pelatihan ini dilakukan untuk melatih para karyawan agar tanggap dalam terjadinya kecelakaan kerja serta menambah pengetahuan karyawan tentang kecelakaan kerja sehingga karyawan lebih hati-hati dalam bekerja dan tingkat kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan dapat ditekan.

(11)

4.7 Identifikasi Bahaya dan Analisa Resiko (IBAR) serta Danger Map

Perusahaan

Langkah awal yang dilakukan oleh perusahaan pada saat setelah pembangunan plant (pabrik) selesai atau pembelian dan penempatan mesin yang baru adalah melakukan analisa bahaya yang dituangkan dalam danger map. Peta bahaya ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui potensi-potensi bahaya yang timbul akibat sifat dari mesin atau bangunan tersebut (statis). Statis yang dimaksud adalah bahaya yang ditimbulkan adalah resiko umum yang akan terjadi jika pekerja tidak mengetahui atau bahkan tidak melaksanakan peraturan yang ada.

Identifikasi bahaya dan analisa resiko (IBAR) atau hazard identification, risk assesment and risk control (HIRARC) berbeda dengan danger map. Identifikasi ini dianalisa berdasarkan perilaku dan kondisi lingkungan kerja pekerja setelah proses produksi dijalankan sehingga dapat diketahui potensi bahaya serta resiko yang terjadi akibat dari perilaku pekerja atau kondisi lingkungan kerja yang kurang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja. Pekerjaan IBAR dilakukan oleh bagian SHE setiap bulannya dan didukung dengan adanya form lembar identifikasi bahaya dan analisa resiko.

4.8 Hasil Pengumpulan Data Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan

Penulis menggunakan tabel matriks relevansi vs kepatuhan perundangan K3 di mana di dalam tabel tersebut penulis menuliskan pasal-pasal dari setiap regulasi yang tentunya relevan dengan keadaan perusahaan. Tabel tersebut dilengkapi juga dengan kolom terpenuhi dan tidak terpenuhi sehingga penulis dapat memberikan penilaian terhadap kepatuhan perusahaan akan regulasi tersebut. Jika pasal tersebut dipenuhi oleh perusahaan maka akan diberi tanda centang (√) pada kolom terpenuhi tetapi jika tidak memenuhi maka akan diberi tanda centang (√) pada kolom tidak patuh. Berikut daftar regulasi yang digunakan oleh penulis:

(12)

4.8.1 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Peraturan ini berisi tentang segala ketentuan standar yang harus dipatuhi oleh semua perusahaan di Indonesia berkaitan dengan keselamatan kerja karyawan baik sebelum diterima bekerja maupun setelah diterima bekerja. 4.8.2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 4 Tahun 1980

tentang Pemeliharaan dan Pemasangan APAR. Pada peraturan ini berisi segala ketentuan standar mengenai alat pemadam api ringan (APAR) yang harus dipatuhi oleh semua perusahaan di Indonesia yang menggunakan APAR di perusahaan tempat bekerja.

4.8.3 SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hydrant

Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung. Standar nasional ini harus dipatuhi oleh semua perusahaan di Indonesia yang menggunakan hydrant di dalam sistem penanggulangan kebakaran perusahaan baik di dalam gedung maupun di luar gedung. 4.8.4 PER 08 MEN VII 2010 tentang Alat Pelindung Diri. Regulasi ini

mengatur segala sesuatu tentang alat pelindung diri mulai dari pengadaan, pelaksanaan, hingga perawatan dan pengawasannya.

4.8.5 Peraturan Pemerintah 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3.

4.8.6 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.

4.8.7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

4.8.8 Peraturan Pemerintah 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan dan Penerangan Dalam Tempat Kerja.

4.8.9 Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 tentang Lingkungan Kerja Ruangan.

4.8.10 PER 01 MEN 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.

4.8.11 PER 01 MEN 1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.

(13)

4.8.12 PER 02 MEN 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

4.8.13 PER 01 MEN 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.

4.8.14 PER 03 MEN 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja. 4.8.15 PER 02 MEN 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik. 4.8.16 PER 05 MEN 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

4.8.17 PER 04 MEN 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukkan Ahli Keselamatan Kerja.

4.8.18 PER 03 MEN 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.

4.8.19 PER 03 MEN 1999 tentang Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

4.8.20 KEP 186 MEN 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

Regulasi-regulasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja di atas akan digunakan oleh penulis sebagai tolok ukur evaluasi penerapan teori K3 di perusahaan. Detail matriks relevansi vs kepatuhan perundangan K3 dapat dilihat di lampiran 4.

4.9 Analisa Data Hasil Penelitian

Pengumpulan data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari jumlah pasal yang ada, hanya 48,31% saja yang relevan dengan perusahaan. Hal ini dikarenakan memang tidak semua regulasi berhubungan langsung dengan kondisi perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak-relevanan dari beberapa pasal dalam suatu regulasi adalah produk yang dihasilkan perusahaan, kondisi lingkungan perusahaan, kebijakan top management, dan juga regulasi tersebut menjadi usulan perbaikan yang hendak dijalankan oleh perusahaan.

(14)

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dari pasal-pasal yang relevan tersebut perusahaan hanya mematuhi regulasi sebesar 45,14% saja. Banyak sekali pasal-pasal dari regulasi-regulasi yang dipakai yang belum dipenuhi dengan baik oleh perusahaan. Berikut rekapitulasi hasil audit sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan matriks relevansi:

(15)

Tabel 4.3 Rekapitulasi Penghitungan Matriks Relevansi Vs Kepatuhan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

No. REGULASI Jumlah Pasal Relevan Patuh Tidak Patuh (TP) Tidak Relevan % TP Tiap Regulasi

1 PP No. 1 Tahun 1970 18 10 8 2 8 1,42%

2 Permen No. 4 Tahun 1980 27 15 12 3 12 2,13%

3 SNI 03-1745-1989 1 1 1 0 0 0,00%

4 PER 08 MEN VII 2010 11 8 4 4 3 2,84%

5 PP 18 Tahun 1999 66 32 29 3 34 2,13%

6 Kep MenLH 50 Tahun 1996 7 2 0 2 5 1,42%

7 Kepmenaker 51 Tahun 1999 12 5 0 5 7 3,55%

8 PP 7 Tahun 1964 16 13 4 9 3 6,38%

9 SKMenKes No. 1405 Tahun 2002 12 7 4 3 5 2,13%

10 PER 01 MEN 1976 7 6 4 2 1 1,42% 11 PER 01 MEN 1979 8 7 2 5 1 3,55% 12 PER 02 MEN 1980 11 6 1 5 5 3,55% 13 PER 01 MEN 1981 9 7 1 6 2 4,26% 14 PER 03 MEN 1982 12 8 3 5 4 3,55% 15 PER 02 MEN 1983 87 63 0 63 24 44,68% 16 PER 05 MEN 1985 146 38 30 8 108 5,67% 17 PER 04 MEN 1987 16 6 2 4 10 2,84% 18 PER 03 MEN 1998 15 4 3 1 11 0,71% 19 PER 03 MEN 1999 34 14 7 7 20 4,96% 20 KEP 186 MEN 1999 17 5 1 4 12 2,84% Jumlah 532 257 116 141 275 100,00% Prosentase 48,31% 45,14% 54,86% 51,69% 31 Un iv e rs it a s Kr is te n P e tr a

(16)

Detail matriks relevansi vs kepatuhan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja yang telah digunakan penulis dalam mengaudit sistem keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan dapat dilihat di lampiran 4. Berikut analisa kepatuhan dan ketidak-patuhan perusahaan terhadap regulasi keselamatan dan kesehatan kerja:

4.9.1 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi regulasi ini dengan baik namun masih ada 2 pasal yang belum terpenuhi dengan maksimal. Pasal yang belum terpenuhi adalah pasal 7 tentang pengawasan dan pasal 12 tentang kewajiban hak dan tenaga kerja. Pada pasal 7 berbunyi “untuk pengawasan berdasarkan undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan”, pasal ini tidak dipenuhi oleh perusahaan karena untuk pengawasan berdasarkan undang-undang, perusahaan telah membentuk bagian SHE yang berada di bawah naungan departemen HRS yang bertanggung jawab akan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga perusahaan tidak melakukan pembayaran retribusi apapun terhadap pihak manapun.

Pada pasal 12 huruf b, huruf c dan huruf e, setiap tenaga kerja wajib memakai alat perlindungan diri yang selanjutnya disebut APD dan menyatakan keberatan apabila alat perlindungan diri tersebut serta syarat-syarat K3 lainnya diragukan. Kenyataannya, di beberapa area yang wajib menggunakan APD masih belum dipatuhi benar peraturan penggunaan APD. Contohnya di plant 1 area

mixer yang seharusnya operator memakai APD berupa respirator namun tidak ada satupun yang memakai. Setelah melakukan survey, penulis menyimpulkan bahwa operator hanya diberi respirator pada saat ISO atau audit saja.

4.9.2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 4 Tahun 1980 tentang Pemeliharaan dan Pemasangan APAR.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, perusahaan telah memenuhi dengan baik standar mengenai pemeliharaan dan pemasangan APAR. Hanya saja masih ada 3 pasal yang belum terpenuhi dengan maksimal. Pada pasal 4 ayat 2

(17)

menyatakan bahwa pemberian tanda pada alat pemadam api ringan harus sesuai dengan dimensi yang ada pada lampiran I yaitu:

Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah Ukuran sisi 35 cm

Tinggi huruf 3 cm berwarna putih Tinggi tanda panah 7,5 cm warna putih

Warna dasar tanda pemasangan merah (untuk di tiang) Lebar BAN pada kolom 20 cm sekitar kolom (untuk di tiang)

Perusahaan tidak menggunakan ukuran standar di atas karena alasan keindahan dan juga ketersediaan dana. Ukuran penanda yang digunakan oleh perusahaan adalah:

Ukuran sisi hanya 15 cm

Tinggi huruf 1,5 cm dan tinggi tanda panah hanya 3 cm Lebar BAN pada kolom adalah 10 cm (untuk di tiang)

Pada pasal 4 ayat 6 juga menyatakan bahwa semua alat pemadam api harus berwarna merah, tetapi pemadam api yang digunakan oleh perusahaan tidak sepenuhnya merah masih banyak tabung-tabung yang berwarna lain yang masih digunakan di beberapa area. Contohnya di LDC (Logistic Distribution Center), masih terdapat tabung yang berwarna hijau karena sebelumnya berisi halon yang sekarang sudah diisi dengan bahan bubuk.

4.9.3 SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hydrant

Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.

Perusahaan telah memenuhi standar pemasangan hydrant dengan baik. Seluruh kriteria telah dipenuhi dan pompa hydrant juga telah dijaga dan dirawat dengan baik sehingga selalu siap digunakan.

4.9.4 PER 08 MEN VII 2010 tentang Alat Pelindung Diri.

Pada tabel hasil pengamatan, perusahaan telah menyediakan alat pelindung diri yang selanjutnya disingkat APD secara cuma-cuma bagi para operator namun masih ada beberapa pasal lainnya yang tidak dipatuhi. Seperti yang telah

(18)

dijelaskan di poin Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1970, masih terdapat beberapa pelanggaran di beberapa area wajib menggunakan APD yaitu masih banyak operator yang tidak menggunakan APD pada saat dilakukan survey oleh penulis. Penyebab dari pelanggaran ini adalah:

Operator hanya diberi APD pada saat ada audit ISO atau jika ada tamu saja dari luar perusahaan.

Operator tidak mau atau malas menggunakan APD karena dinilai mengganggu kenyamanan kerja mereka.

Operator yang diberi APD namun tidak disiplin memakai dan ada yang menghilangkan bahkan tidak merasa memiliki barang tersebut.

Tidak adanya penyuluhan dan pelatihan mengenai APD.

Operator hanya diberi training pada awal sebelum kerja namun hanya berupa teori.

Kurang adanya peraturan yang tegas mengenai pelanggaran ini.

Operator kurang menyadari akan bahaya yang tidak dapat dilihat dari akibat tidak menggunakan APD.

4.9.5 PP 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3.

Berdasarkan hasil pengamatan, perusahaan telah memiliki surat ijin untuk mengumpulkan limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan. Perusahaan tidak berhak untuk mengolah karena memang tidak mempunyai ijin tersebut dan juga tidak memiliki teknologi untuk mengolah limbah tersebut. Pengolahan limbah B3 perusahaan diserahkan oleh PT Teknotama Lingkungan Internusa.

4.9.6 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan tidak memenuhi satupun dari pasal dalam regulasi ini dikarenakan perusahaan memang belum pernah melakukan tes kebauan.

(19)

4.9.7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan juga bahwa perusahaan tidak mematuhi satupun pasal dalam regulasi ini. Perusahaan masih banyak memiliki area-area yang melebihi nilai ambang batas suara (85 dBA) seperti di area gas engine, mesin mixer, mesin moulder dan mesin dough feeder di plant

Gery A. Pengujian hanya dilakukan oleh bagian SHE tanpa ada hubungan dengan departemen tenaga kerja. Hasil pengujian juga hanya dikomunikasikan kepada internal perusahaan saja.

4.9.8 Peraturan Pemerintah 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan dan Penerangan Dalam Tempat Kerja.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan hanya memenuhi 4 pasal dari 13 pasal yang relevan, sedangkan regulasi ini merupakan salah satu standar keselamatan dan kesehatan kerja yang penting untuk sepenuhnya dipatuhi karena mengatur tentang standar penerangan, kenyamanan dan keselamatan kerja serta bangunan. Pasal 2 huruf d, pasal 10 ayat 2, pasal 14 ayat 4 huruf f, pasal 14 ayat 5 huruf g, pasal 14 ayat 7 dan pasal 14 ayat 8 huruf f yang mengatur tentang penerangan di tempat kerja juga masih belum dipenuhi oleh perusahaan. Banyak sekali area-area di dalam perusahaan yang tidak memenuhi standar penerangan yang ada pada regulasi. Contohnya di area office yang seharusnya minimal mendapat cahaya sebesar 300 lux, setelah pengamatan yang dilakukan penulis ternyata office perusahaan hanya mendapat kurang dari 150 lux.

Standar kakus yang ditetapkan untuk 6 kakus setiap 100 orang juga tidak dipenuhi oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan jika harus memenuhi standar regulasi tersebut perusahaan harus menyediakan kurang lebih 300 kakus mengingat perusahaan mempunyai lebih dari 5000 karyawan. Tentu saja hal ini tidak dipenuhi karena kurang adanya lahan dan terlalu banyak. Maka dari itu perusahaan mempunyai pertimbangan sendiri sehingga kakus yang disediakan telah dianggap mencukupi untuk kebutuhan para karyawan. Ketersediaan kakus ini masih belum memenuhi standar dalam regulasi ini karena tembok dalam kakus banyak yang kotor dan berbau kurang sedap.

(20)

Jendela-jendela yang ada di perusahaan banyak yang tidak memenuhi regulasi ini. Setelah penulis melakukan pengamatan, besar jendela ternyata lebih kecil dari 1/6 luas lantai kerja. Jendela tersebut juga selalu ditutup tirai dan jarang sekali dibuka, contohnya di area office baik pada office di setiap plant maupun di pusat. Penerangan dan sirkulasi di office pusat masih lebih bagus karena dilengkapi dengan banyak lampu dan ada AC (air conditioner).

4.9.9 Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 tentang Lingkungan Kerja Ruangan.

Berdasarkan hasil pengamatan, perusahaan tidak menggunakan alat berupa dehumidifier ataupun humidifier karena kelembaban dan suhu udara di ruang kerja telah memenuhi standar yang berlaku. Jadwal pembersihan area kantor pun juga tergolong belum memenuhi standar regulasi (minimal 2 kali sehari) serta yang paling sering dibahas adalah tentang standar penerangan kerja yang masih belum terpenuhi di perusahaan.

4.9.10 PER 01 MEN 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, ternyata dokter yang menangani poliklinik di dalam perusahaan belum pernah mengikuti latihan Hiperkes dan belum mempunyai sertifikat yang resmi. Perusahaan tidak ikut bertanggung jawab dalam memfasilitasi dokter poliklinik untuk mengikuti latihan Hiperkes karena dokter tersebut bukan merupakan dokter perusahaan, melainkan perusahaan bekerja sama dengan rumah sakit Anwar Medika untuk menyelenggarakan sistem penanganan kesehatan dan poliklinik. Maka dari itu yang bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas adalah rumah sakit Anwar Medika yang juga menaungi dokter tersebut.

(21)

4.9.11 PER 01 MEN 1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.

Pada regulasi ini, perusahaan juga belum memenuhi dengan baik karena tenaga para medis yang bekerja di perusahaan juga bukan tenaga para medis yang ditunjuk oleh perusahaan melainkan di bawah naungan rumah sakit Anwar Medika. Tenaga para medis yang bekerja di poliklinik juga belum mendapat sertifikat ataupun latihan dari Hiperkes dan bukan merupakan tanggung jawab perusahaan.

4.9.12 PER 02 MEN 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

Pada pasal 2 ayat 1 sampai ayat 7 dan pasal 6 ayat 1 mengatur bahwa perusahaan harus melaksanakan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja kepada karyawan yang hendak diterima bekerja di perusahaan, namun perusahaan tidak memenuhi syarat ini. Perusahaan hanya melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan yang sudah diterima bekerja. Tentu saja hal ini sangat beresiko tinggi untuk menerima pekerja yang belum jelas kesehatannya. Perusahaan juga tidak melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan atau operator yang sedang dirawat di rumah sakit atau yang menderita penyakit khusus.

4.9.13 PER 01 MEN 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.

Pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa “apabila dalam pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.02/MEN/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus dan Badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat”, sehingga perusahaan harus melaporkan setiap ditemukan adanya penyakit akibat kerja dari pemeriksaan kesehatan yang rutin dilakukan oleh perusahaan kepada ditjen yang bersangkutan. Pada kenyataannya perusahaan hanya membuat laporan

(22)

hasil pemeriksaan kesehatan untuk intern sendiri. Perusahaan tidak pernah melaporkan kepada Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat.

Penyuluhan yang diadakan oleh perusahaan diadakan oleh bagian SHE dan bekerja sama dengan dokter yang bekerja di poliklinik perusahaan tanpa melibatkan pihak luar seperti Hiperkes maupun Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

4.9.14 PER 03 MEN 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja. Pada regulasi ini, dalam pasal 2 huruf a hingga huruf l menjelaskan tentang tugas pokok pelayanan kesehatan kerja yang wajib dipatuhi oleh semua perusahaan di Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan, perusahaan tidak memenuhi pasal ini dengan baik. Tugas dari pelayanan kesehatan di perusahaan seperti dokter yang bekerja di perusahaan seharusnya dilibatkan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, tetapi pada kenyataannya dokter di perusahaan tidak pernah diajak untuk berdiskusi mengenai gizi di kantin, penempatan karyawan, penentuan alat pelindung diri, dan lain-lain. Dokter hanya bertugas untuk melayani pasien yang sakit dan memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan kerja sehingga dokter tidak mempunyai kebebasan professional untuk menjalankan tugas pokok pelayanan kesehatan dengan maksimal. Selama ini, perusahaan bekerja sama dengan rumah sakit Anwar Medika untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

4.9.15 PER 02 MEN 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik. Pada tabel matriks relevansi mengenai regulasi ini dapat dilihat bahwa perusahaan memang sama sekali belum menyertakan sistem alarm kebakaran dalam sistem penanggulangan kebakaran. Tentu saja hasil audit dari regulasi ini memberikan kontribusi terbesar atas ketidak-patuhan terhadap perundangan K3.

4.9.16 PER 05 MEN 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 38 pasal yang relevan, perusahaan masih belum memenuhi dengan baik 7 pasal di dalamnya. Berikut hal-hal yang masih menunjukkan perusahaan belum memenuhi dengan maksimal:

(23)

Pengangkatan barang-barang dengan palet yang menggunakan forklift masih dilakukan di jalan yang juga dilalui oleh karyawan.

Pada alat angkut perusahaan seperti handlift dan forklift tidak terdapat alat pembatas beban maksimum otomatis.

Lantai di dalam ruang produksi juga masih licin dan selip meski telah menggunakan sepatu khusus produksi dan masih ada beberapa area yang lantainya penuh dengan produk sisa atau bekas produksi.

Pada konveyor juga terdapat tempat-tempat berbahaya seperti motor, belokan, sambungan konveyor yang tidak diberi pengaman.

Jalan yang dilalui truk untuk bongkar muat juga sangat sempit dan berbahaya.

Gerobak dorong untuk sampah atau limbah produksi juga tidak dilengkapi dengan alat pengunci roda.

4.9.17 PER 04 MEN 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukkan Ahli Keselamatan Kerja.

Berdasarkan hasil pengamatan, perusahaan telah membentuk panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja yang selanjutnya disingkat P2K3 yang telah didaftarkan dan disetujui oleh departemen tenaga kerja. Susunan anggota P2K3 perusahaan terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota yang menggabungkan pengusaha dan pekerjanya. Meski demikian, masih ada beberapa pasal dalam regulasi ini yang belum dipenuhi oleh perusahaan dengan baik. Pada pasal 3 ayat 2 menjelaskan bahwa sekretaris dari P2K3 ialah ahli keselamatan kerja dari perusahaan yang bersangkutan di mana ahli keselamatan kerja yang dimaksud adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan berfungsi membantu pimpinan perusahaan atau pengurus untuk menyelenggarakan dan meningkatkan usaha keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja, membantu pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan peraturan perundangan bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dijelaskan pada pasal 1 huruf c. Akan tetapi perusahaan masih belum memiliki seorang ahli keselamatan kerja dan

(24)

jabatan sekretaris P2K3 perusahaan saat ini adalah bukan seorang ahli keselamatan kerja.

Pasal 4 ayat 2 huruf c poin 6 hingga poin 9 menjelaskan tentang tugas dari P2K3 untuk memberikan masukan dan saran kepada pengusaha terkait keselamatan kerja seperti:

Pemantuan gizi dalam penyelenggaraan makanan di perusahaan. Pemeriksaan terhadap kelengkapan peralatan keselamatan kerja. Pengembangan pelayanan kesehatan kerja.

Pengembangan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, pemeriksaan laboratorium dan interpretasi hasil pemeriksaan.

Setelah melalui hasil pengamatan dan survey oleh penulis, panitia pembina K3 di perusahaan saat ini belum melaksanakan keempat poin tugas P2K3 di atas.

4.9.18 PER 03 MEN 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.

Hasil pengamatan dalam tabel matriks menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang terjadi di tempat kerja namun hanya untuk intern perusahaan saja. Sebaiknya perusahaan juga melaporkannya kepada kepala departemen tenaga kerja setempat.

4.9.19 PER 03 MEN 1999 tentang Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

Tabel hasil pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan masih belum memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja untuk lift pengangkutan orang dan barang. Terlihat bahwa perusahaan hanya memenuhi 50% dari 14 pasal yang relevan. Standar lift pengangkutan barang yang belum dipenuhi oleh perusahaan adalah:

Informasi jumlah maksimum orang atau barang yang diangkut dan harus sesuai dengan standar SNI.

APAR minimal 5 Kg.

Peralatan tanda bahaya bel listrik dengan sumber tenaga aki dan telepon yang dipasang pada lantai tertentu dan dapat dioperasikan dari dalam kereta.

(25)

Rem pengaman kerja pada lift yang ada di perusahaan.

Alat pembatas beban lebih (overload limit switch) untuk memberi tanda peringatan dan lift tidak dapat berjalan bila beban melebihi kapasitas yang diijinkan.

Teknisi yang mengerjakan pemasangan, perbaikan dan atau perawatan lift

harus memperoleh surat ijin operasi dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

4.9.20 KEP 186 MEN 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

Berdasarkan hasil pengamatan, perusahaan memang belum membentuk unit penanggulangan khusus untuk kebakaran karena selama ini untuk penanggulangan kebakaran diserahkan kepada setiap orang di dekat lokasi kebakaran dan pelaporan dan penanganan selanjutnya dilakukan oleh bagian SHE.

4.10 Usulan Perbaikan

Berikut usulan perbaikan yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk memaksimalkan pemenuhan regulasi keselamatan dan kesehatan kerja.

4.10.1 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Usulan perbaikan yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk memenuhi regulasi ini dengan baik adalah:

Perusahaan sebaiknya meng-update pemetaan alat pelindung diri yang dibutuhkan di seluruh area perusahaan yang dinilai wajib menggunakan alat pelindung diri.

Perusahaan juga harus menganalisa kebutuhan perusahaan akan alat pelindung diri. Jika ada alat pelindung diri yang belum ada, perusahaan harus menyediakannya dengan cuma-cuma bagi pekerjanya.

Hal ini tentunya juga harus disosialisasikan kepada para pekerja agar sadar akan penggunaan alat pelindung diri.

Meminta kerja sama dengan para pekerja untuk memberikan saran dan tanggapan jika ada syarat kesehatan dan keselamatan yang belum terpenuhi.

(26)

Regulasi ini merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi secara penuh karena mencakup keselamatan kerja dari awal penerimaan karyawan baru, teknis operasional saat bekerja hingga undang-undang yang mengatur. Maka dari itu agar usulan ini dapat dijalankan dengan baik maka dapat dilakukan hal-hal berikut:

Top management bersama dengan bagian SHE mengadakan pertemuan dengan perwakilan dari operator untuk diajak diskusi dan diberi penyuluhan akan kesadaran keselamatan.

Materi yang diberikan mulai dari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, tindakan-tindakan yang melanggar syarat K3, dampak dari K3, kebijakan perusahaan dan sanksi-sanksi pelanggarannya.

Top management memberikan kuasa kepada bagian SHE bersama dengan setiap pengawas operator dan karyawan untuk memberikan sanksi bila melanggar K3.

Kembali mengaktifkan form tilang SHE untuk siapapun yang melanggar syarat-syarat dan kebijakan K3 perusahaan. Bagian SHE membantu para pengawas dengan melakukan patroli setiap hari di lapangan.

Setiap surat tilang yang didapat akan mendapatkan hukuman denda sebesar Rp 5.000,- rupiah. Jika melanggar 3x berturut-turut maka akan dikenai skors selama satu hari. Uang tersebut akan menjadi kas masukan bagi SHE untuk kebutuhan SHE bagi karyawan.

4.10.2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 4 Tahun 1980 tentang Pemeliharaan dan Pemasangan APAR.

Penulis memberikan usulan agar perusahaan menaati peraturan perundangan ini karena APAR merupakan kebutuhan yang sangat penting pada awal saat terjadinya kebakaran.

APAR yang ada di perusahaan yang belum berwarna merah dapat diganti dengan tabung yang berwarna merah, bagian SHE dapat meminta bantuan operator bagian umum untuk mengecat tabung APAR dengan warna merah. Tanda rambu untuk APAR harus diganti dengan standar yang sesuai dengan lampiran I regulasi ini untuk memudahkan pekerja dalam menemukan

(27)

APAR yang terdekat dalam lokasi tersebut, khususnya untuk APAR yang ditempel di dinding. APAR yang dikaitkan di tiang atau pilar jika tidak mencukupi boleh memakai rambu yang dipakai perusahaan saat ini. Berikut dimensi dari rambu segitiga APAR yang harus dipenuhi oleh perusahaan:

Gambar 4.2 Rambu Segitiga APAR Sesuai Dengan Lampiran I PER 04/MEN/1980

Pasal 7 ayat 1 pun juga harus dipenuhi agar semua konstruksi APAR yang ada di luar gedung tidak dikunci sehingga jika terjadi kebakaran APAR dapat segera diambil dan juga memudahkan pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian SHE setiap bulannya sehingga jika terjadi kecacatan pada APAR tersebut dapat segera diperbaiki.

Bagian SHE tetap melakukan pengecekan rutin setiap bulannya untuk memastikan APAR siap digunakan, khususnya pada area umum. APAR yang ada di dalam plant dapat meminta PIC dari masing-masing plant untuk melakukan pengecekan dan melaporkannya kepada bagian SHE. Bagian SHE juga harus memastikan bahwa rambu segitiga telah diganti sesuai dengan ketentuan di atas dan warna tabung juga harus sudah berwarna merah semua.

(28)

4.10.3 SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hydrant

Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.

Pada hasil analisa tidak ditemukan adanya pelanggaran dalam regulasi ini, sehingga penulis mengusulkan agar perusahaan tetap melakukan perawatan secara rutin yang telah dilaksanakan yaitu:

Melakukan pengecekan fisik dari hydrant box, hydrant pilar dan pompa

hydrant setiap bulannya. Pengecekan dicatat sebagai record data bagian SHE dan pelaporan kepada manajemen.

Jika ada bagian yang rusak atau kurang berfungsi harus segera diperbaiki. Bagian yang rusak dapat meminta bagian teknik untuk memperbaiki atau segera memanggil jasa perbaikan dari luar perusahaan dan bisa juga melakukan penggantian parts dengan memesan pada supplier.

Melakukan pemanasan pompa dan pengujian air hydrant setiap harinya agar selalu dalam kondisi siap.

4.10.4 PER 08 MEN VII 2010 tentang Alat Pelindung Diri.

Penulis memberikan usulan perbaikan agar perusahaan lebih memperhatikan akan pentingnya menggunakan APD agar seluruh karyawan bebas dari penyakit akibat kerja. Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan adalah:

Bagian SHE melakukan pemetaan APD di semua area perusahaaan sehingga dapat diketahui area mana saja yang memerlukan APD beserta jenisnya dan jumlah operator yang bekerja pada area tersebut.

Bagian SHE melakukan pengecekan terhadap APD yang dimiliki oleh perusahaan, jika ada APD yang belum dimiliki atau belum mencukupi maka bagian SHE dapat melakukan pembelian APD dengan persetujuan top management.

Bagian SHE segera membagikan APD di area-area (plant, office, dan umum) sesuai dengan pemetaan yang dilakukan. Bagian SHE juga harus membuat record APD yang dibagikan sehingga dapat terkendali.

(29)

Membuat peraturan yang tegas akan pentingnya pemakaian APD. Hal ini juga didukung dengan setiap harinya bagian SHE dapat melakukan patroli di area-area yang wajib memakai APD.

Adanya sanksi yang jelas dan tegas bagi karyawan atau operator yang melanggar peraturan. Operator akan mendapat surat tilang jika tidak memakai APD dan dikenai denda sebesar Rp 5.000,-. Surat tilang akan menjadi tanggung jawab bagian SHE bersama dengan pengawas di area wajib APD.

Perusahaan dapat menyediakan APD untuk masing-masing plant dan area-area yang kritis seperti gas engine dan pengawas plant akan bertanggung jawab akan peminjaman dan pengembalian APD. Setiap harinya APD akan dipinjamkan kepada operator dan operator mengembalikannya lagi kepada pengawas plant.

Penyuluhan dan training tentang APD kepada karyawan dan operator baik pada saat awal sebelum kerja (induction training) maupun pada saat setelah diterima bekerja. Penyuluhan dapat dilakukan dengan menjelaskan dampak dan sanksi yang akan diterima jika APD tidak digunakan. Penyuluhan untuk karyawan dan operator dapat dilakukan sebulan sekali. Perusahaan dianjurkan meminta bantuan Hiperkes dalam pengadaan penyuluhan ini. Pengendalian dan pengawasan terhadap APD yang telah diberikan, seperti pembuatan laporan tentang keadaan dari fungsi dan fisik APD dari masing-masing bagian atau departemen. Laporan tersebut dibuat oleh PIC dari masing-masing plant dan di luar plant kemudian diserahkan kepada bagian SHE. Bagian SHE akan memeriksa laporan tersebut, jika ditemukan adanya APD yang cacat atau rusak atau hilang, maka bagian SHE akan mengganti APD tersebut dan memusnahkan APD yang rusak.

4.10.5 Peraturan Pemerintah 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3.

Penulis tidak menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan perusahaan terhadap undang-undang ini. Perusahaan diharapkan tetap melakukan prosedur untuk mengumpulkan limbah dan diserahkan kepada perusahaan yang

(30)

berwenang dan selalu tanggap jika terjadi tumpahan limbah B3. Sistem untuk pengolahan limbah B3 perusahaan sudah baik dan penulis berharap agar perusahaan tetap menjaga konsistensi dari penerapan regulasi ini.

4.10.6 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.

Perusahaan belum pernah mengadakan tes uji tingkat kebauan, maka dari itu, penulis mengusulkan agar perusahaan bekerja sama dengan Hiperkes untuk melakukan uji tingkat kebauan di beberapa area perusahaan seperti di setiap plant, area limbah, jalan samping area umum dan selokan dekat tempat parkir. Hal ini dianjurkan agar perusahaan dapat mengetahui area-area yang rawan terhadap bau sehingga dapat mencemari lingkungan perusahaan, produk maupun kesehatan pekerja.

Uji tersebut dapat diadakan setiap bulan dan dilaporkan kepada departemen tenaga kerja setempat. Jika ditemukan area yang melebihi batas NAB tingkat kebauan maka perusahaan dapat melakukan tindakan perbaikan dengan mencari sumber bau, media penyalur dan obyek yang terkena. Langkah pertama adalah mengatasi sumber dari bau tersebut, hal ini sangat disarankan agar bau tidak menyebar ke tempat lain. Langkah kedua apabila sumber bau tidak dapat diatasi maka bagian SHE dapat memberikan treatment kepada media penyalur yaitu udara dengan diberi kipas (fan) untuk mencegah datangnya bau. Langkah ketiga apabila sumber bau dan media penyalur tidak dapat diatasi maka obyek yang terkena, khususnya operator atau karyawan harus diberi APD. APD dapat berupa respirator atau masker. Hal ini untuk mencegah operator dan karyawan terkena penyakit saluran pernapasan.

4.10.7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

Penulis memberikan usulan kepada perusahaan agar area-area yang masih melanggar nilai ambang batas (NAB) faktor fisika khususnya suara dapat diperhatikan dengan pemberian APD ear muff atau ear plug kepada para operator. Area-area yang wajib diperhatikan antara lain area mixer, area moulder, dan area

(31)

baking di plant Gery A, serta area gas engine karena tingkat kebisingan di area-area tersebut lebih dari 85 dBA. Penerapan sistem APD dapat dilihat pada usulan perbaikan untuk regulasi PER 08 MEN VII 2010 di atas.

Laporan pengecekan yang dilakukan oleh bagian SHE setiap bulannya harus disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan juga kepada departemen tenaga kerja setempat. Perusahaan juga dapat bekerja sama dengan departemen tenaga kerja setempat untuk melakukan pengujian terhadap nilai ambang batas faktor fisika ini serta berdiskusi apabila menemukan kesulitan dalam melakukan tindakan perbaikan.

4.10.8 Peraturan Pemerintah 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan dan Penerangan Dalam Tempat Kerja.

Berdasarkan hasil analisa di atas, penulis memberikan beberapa saran perbaikan seperti:

Pembersihan kakus yang teratur seperti 2-3 kali sehari pada lantai, dinding, dan seluruh bagian kakus.

Membuka jendela setidaknya 2 kali dalam 1 shift kerja untuk sirkulasi udara yang sehat.

Penambahan jumlah lampu atau pengefektifan nyala lampu agar memenuhi standar penerangan kerja.

Pengapuran dinding atau pengecatan ulang setiap 2 tahun sekali untuk kebersihan dan keindahan gedung.

Penggantian kursi yang tidak ada sandaran punggunya dengan kursi yang ada sandaran punggungnya dan sesuai dengan tempat kerja.

Regulasi ini juga menjadi prioritas yang harus didahulukan oleh perusahaan karena setiap hari karyawan berhadapan langsung dengan dampak-dampak yang ditimbulkan. Perusahaan dapat melakukan:

Pembuatan jadwal dan check sheet yang ditempel di pintu kakus mengenai pembersihan kamar mandi atau kakus. Checksheet digunakan sebagai tolok ukur kebersihan dan pembersihan dilakukan setiap awal shift yaitu pada jam 7 pagi, 3 sore dan 11 malam. Berikut checksheet yang dapat digunakan oleh perusahaan:

(32)

Tabel 4.4 Checksheet Pembersihan Kakus

Waktu

No Kriteria 07.00 15.00 23.00

1 Lantai bersih dan kering 2 Dinding bersih dan kering 3 Bak air terisi penuh dan bersih 4 Gayung air berada pada tempatnya 5 Kakus bersih

6 Tidak ada sampah yang tertinggal 7 Air bersih dan bening

8 Lampu kamar mandi menyala dengan baik 9 Pintu berfungsi dengan baik

10 Tidak ada bau yang menyengat

Pencatatan jadwal pengecatan gedung dan lainnya seperti pipa hydrant, pipa gas, dll oleh bagian GA. Bagian GA bertanggung jawab akan jadwal pengecatan, pendanaan cat dan pencatatan record. Pencatatan tersebut harus dilaporkan kepada top management sebagai bukti pelaksanaan perawatan gedung dan fasilitas perusahaan.

Pada bagian office semua lampu harus dinyalakan khususnya jika ada karyawan yang bekerja di tempat tersebut. Jika tidak ada maka boleh tidak dinyalakan. Bagian SHE akan melakukan pengujian pencahayaan dengan lux meter setiap bulannya. Tempat-tempat yang memiliki tingkat pencahayaan yang kurang seperti area PD, harus diberi alternatif pencahayaan lain seperti penambahan lampu, pemberian lampu meja atau pembuatan lampu gantung. Apabila tidak dapat diberi alternatif pencahayaan maka bagian PD harus direlokasi.

4.10.9 Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 tentang Lingkungan Kerja Ruangan.

Saran perbaikan yang dapat dilakukan oleh perusahaan terkait hasil pengamatan yang telah dilakukan:

Perbaikan sistem ventilasi yang sesuai dengan standar yang berlaku di regulasi. Ventilasi harus dibuka setiap awal pergantian shift dan pada saat jam istirahat shift. Contoh pada shift 1, ventilasi di bagian office lantai 2 dibuka setiap jam 7 pagi dan jam 12 siang selama 15 menit agar sirkulasi udara berjalan dengan baik.

(33)

Penambahan job desc untuk operator office agar membersihkan tempat kerja pada saat 15 menit sebelum shift dimulai dan 15 setelah shift berakhir. Pelaksanaan poin ini dapat menambahkan WI (work instruction) untuk bagian kebersihan umum seperti:

Tabel 4.5 WI Pembersihan Area Kerja

Pengefektifan lampu atau penambahan jumlah lampu agar memenuhi standar penerangan di tempat kerja. Sistem penerangan dapat dilakukan seperti metode pada regulasi PP No. 7 Tahun 1964.

4.10.10 PER 01 MEN 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.

Usulan yang dapat diberikan oleh penulis adalah:

Bekerja sama dengan rumah sakit Anwar Medika untuk memfasilitasi dokter supaya dapat mengikuti latihan Hiperkes.

Perusahaan menunjuk seorang dokter untuk menjadi dokter perusahaan dan difasilitasi untuk mengikuti latihan Hiperkes.

Segala biaya untuk pelatihan ditanggung oleh perusahaan.

4.10.11 PER 01 MEN 1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.

Usulan perbaikan yang dapat dilakukan perusahaan adalah: PETUNJUK PEMBERSIHAN AREA KERJA:

1. Barang ditata pada tempatnya sehingga tersedia ruang untuk dibersihkan. 2. Gunakan kain basah untuk membersihkan debu pada meja, kursi dan

sela-selanya beserta dinding.

3. Kemudian gunakan kain kering dan bersih untuk mengeringkan permukaan yang masih basah.

4. Gunakan kain pel yang bersih dan basah untuk membersihkan lantai. 5. Gunakan pembasmi nyamuk dan semprotkan seperlunya ke sudut-sudut

(34)

Bekerja sama dengan rumah sakit Anwar Medika untuk memfasilitasi tenaga para medis supaya dapat mengikuti pelatihan Hiperkes.

Menunjuk beberapa tenaga para medis untuk bekerja di perusahaan dan memfasilitasi dengan pelatihan Hiperkes.

Perusahaan yang menanggung semua biaya pelatihan sehingga tenaga para medis di perusahaan telah bersertifikat Hiperkes.

4.10.12 PER 02 MEN 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

Penulis memberikan usulan kepada perusahaan agar:

Perusahaan harus memberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan sebelum kerja kepada semua karyawan yang hendak diterima pekerja agar dapat mengantisipasi menerima pekerja yang mempunyai penyakit khusus. Perusahaan dapat bekerja sama dengan RS Anwar Medika untuk menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan, jika laporan kesehatan menyatakan karyawan tersebut sehat maka karyawan tersebut dapat diterima bekerja di dalam perusahaan. Jika tidak maka perusahaan juga harus menolak untuk menerima pelamar tersebut dengan bukti pemeriksaan kesehatan tersebut.

Jika perusahaan tidak melakukan pemeriksaan tersebut, perusahaan harus meminta setiap karyawan yang akan diterima bekerja untuk menyerahkan surat rekomendasi kesehatan dari dokter rumah sakit yang sah.

Segera menerbitkan pedoman pemeriksaan kesehatan yang telah dibuat dan disahkan oleh top management beserta koordinator SHE dan dokter perusahaan.

Melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan yang sedang dirawat di rumah sakit atau bahkan yang menderita penyakit khusus.

Memberikan laporan setelah melakukan pemeriksaan kesehatan karyawan kepada Direktur Jenderal Binalindung Tenaga Kerja melalui Kantor Wilayah Ditjen Binalindung Tenaga Kerja setempat.

(35)

4.10.13 PER 01 MEN 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.

Berdasarkan hasil analisa, penulis dapat memberikan saran perbaikan seperti:

Setiap ditemukannya kelainan atau penyakit akibat kerja dari pemeriksaan kesehatan yang diadakan oleh perusahaan, bagian SHE harus melapor kepada Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat paling lambat 2 hari kerja.

Bekerja sama dengan Pusat Bina Hiperkes untuk mengadakan penyuluhan di dalam perusahaan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan memberikan penyuluhan agar mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.

Bekerja sama dengan Pusat Bina Hiperkes untuk mengadakan bimbingan diagnosa terhadap penyakit akibat kerja dan pelatihan APD dan disertai dengan gambar-gambar penyakit akibat kerja sehingga pekerja lebih sadar akan bahaya yang timbul dari pekerjaan mereka.

4.10.14 PER 03 MEN 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja. Pelayanan kesehatan tenaga kerja yang ada di perusahaan masih belum berjalan dengan maksimal, maka dari itu penulis mengusulkan:

Penambahan job desc kepada pelaksana pelayanan kesehatan tenaga kerja untuk melakukan:

o Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus.

o Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.

o Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja. o Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair.

o Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.

(36)

o Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja.

o Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.

o Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya.

Perusahaan bekerja sama dengan rumah sakit atau laboratorium di luar perusahaan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemajuan IPTEK.

Perusahaan memberikan kebebasan profesional kepada dokter di perusahaan untuk melaksanakan pekerjaannya serta tambahan job desc di atas.

4.10.15 PER 02 MEN 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik. Perusahaan sebaiknya menambahkan sistem alarm kebakaran untuk mendukung sistem penanggulangan kebakaran yang telah ada di perusahaan. Pemasangan alarm yang terdiri dari beberapa detektor diharapkan agar pada saat terjadi kebakaran, operator yang berada di sekitar area kebakaran berada dalam kondisi tanggap dan kebakaran dapat diatasi dengan efektif dan efisien. Area-area dalam perusahaan yang harus ditempatkan detektor adalah

Seluruh area di dalam plant khususnya area baking karena mengandung panas yang berpotensi kebakaran.

Kamar mesin lift di setiap plant

Area office utama dan office di setiap plant, dll.

Bagian SHE dapat berkonsultasi dengan departemen tenaga kerja setempat atau dengan perusahaan penjual sistem alarm kebakaran automatik untuk menentukan jenis dan banyak dari detektor yang diperlukan oleh perusahaan. Ketentuan mengenai pemasangan detektor dapat dilihat lebih detail pada lampiran XII PER. 02/MEN/1983.

(37)

4.10.16 PER 05 MEN 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

Berdasarkan temuan akan standar-standar yang belum dipenuhi perusahaan, maka penulis mengusulkan agar:

Pengangkatan barang-barang dengan palet yang menggunakan forklift harus diberi jalur khusus palet sehingga tidak mengganggu jalur untuk pejalan kaki. Jalur palet dapat dialokasikan di antar jalur pejalan kaki, khususnya di jalan samping plant I dan plant II.

Pada handlift dan forklift yang ada di perusahaan dipasang alat pembatas beban maksimum otomatis. Sensor pembatas beban dapat dipasang di bagian bawah besi pengangkut pada forklift.

Pembersihan dan pensterilan lantai produksi sehingga bebas debu dan licin dapat dilakukan setiap satu jam oleh operator kebersihan di masing-masing area.

Pemasangan pengaman pada tempat-tempat berbahaya yang ada di konveyor khususnya pada setiap motor yang ada pada konveyor yang dibiarkan terbuka. Bagian SHE dapat meminta bagian teknik untuk membuatkan tutup dari bahan plastik untuk melindungi operator dari motor tersebut.

Jalur bongkar muat, khususnya pada area Formulasi harus menggunakan satu jalur baik untuk datang dan kepergian dari kendaraan ekspedisi. Jalan yang dapat dilalui hanya jalan di samping GBK I, samping plant I, samping

plant II, belakang PDP dan depan Formulasi. Jalur yang tidak boleh dilalui adalah jalan di samping office hingga depan tangki solar karena banyak pejalan kaki yang lalu lintasnya padat dan sering.

Gerobak dorong untuk sampah atau limbah produksi dipasang alat pengunci roda sehingga mengantisipasi terjadinya kecelakaan kerja atau tumpahan limbah. Jika tidak terdapat pengunci roda maka dapat dipasang rem pada roda gerobak. Langkah antisipasi pada tumpahan dapat diberikan dengan memberikan tutup pada gerobak yang terbuat dari besi dengan tebal 3 mm dan dibuat sistem seperti pintu sehingga tutup tidak lari atau lepas.

Gambar

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Cahaya dan Kebisingan Perusahaan
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Cahaya dan Kebisingan Perusahaan (Sambungan)  2  Mixer Wiecon  Wiecon Zona 1  175  88,6 Wiecon Zona 2 42 88,1  Baking WS  340  86  Wiecon Zona 3  656  89,2  Wiecon Zona 4  1000  85,8  3  WS  Packaging WS Blok H  828  83,2 Bak
Tabel 4.2 Tabel Penghitungan FR Perusahaan
Tabel 4.3 Rekapitulasi Penghitungan Matriks Relevansi Vs Kepatuhan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
+4

Referensi

Dokumen terkait

Melalui Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa usulan yang dapat diimplementasikan saat ini adalah membuat jadwal pengecekan suhu mesin pelebur plastik, membuat catatan

Tujuan dari pengali adalah untuk memperluas batas ukur tegangan dari meter dan untuk membatasi arus yang melewati pengerak meter pada saat arus menyimpang skala penuh maksimum... V 1

Setelah mendapatkan informasi mengenai perencanaan suksesi serta sistem keluarga dan sistem manajemen pada PT Murni Mapan Makmur, maka dapat dilihat cara yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pemasaran jagung hibrida dan untuk menjelaskan

Jikalau tidak, maka ketika seseorang melayani tanpa Urapan yang keluar dari Hadirat Tuhan, maka hanya akan terjadi Mujizat &amp; Penyertaan Allah sesekali saja

a. Waktu pengangkutan sangat mempengaruhi lama perjalanan karena kondisi jalanan yang berbeda-beda, pada dini hari kondisi jalan akan sepi dan hampir tidak ada pengguna

Teknik penentuan sampel pada penelitian ini dilakukan judgement sampling yaitu dengan merumuskan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang akan digunakan sebagai acuan

Berdasarkan hasil pembobotan potensi aksesibilitas pariwisata di Pulau Karimun, Total bobot tertinggi untuk potensi aksesibilitas ada pada daya tarik wisata Coastal Area