• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERASI BERAGAMA MELALUI PENERAPAN TEOLOGI KERUKUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODERASI BERAGAMA MELALUI PENERAPAN TEOLOGI KERUKUNAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MODERASI BERAGAMA MELALUI

PENERAPAN TEOLOGI KERUKUNAN

Komang Heriyanti

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja Email: heryan36@yahoo.com

ABSTRACT

Religious moderation is our perspective in moderate religion, which is to understand and practice religious teachings in not extreme way. To minimize religious conflict, religious moderation is the solution. Religious moderation can be realized by applying theology of harmony. Theology of harmony is how each religious adherent comprehends the religion that they believes in comprehensively and then seeks to find common ground in the values of other religions, not in the domain of religious beliefs they wants to unite, what they wants to unite are the values of togetherness not the values of the differences. Harmony among religions is one of the main sticks in maintaining good, peaceful, united and agreed relations between religious communities of different religions to live in harmony.

Keywords: Religious Moderation, Theology of Harmony.

I.PENDAHULUAN

Peran agama dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting dalam mengatur kehidupan manusia dan mengarahkannya kepada kebaikan bersama. Secara terperinci, pentingnya peran agama dalam kehidupan manusia dapat dipahami sebagai berikut: Pertama, agama menghidupkan nilai luhur moralitas, namun juga menjadikannya sebagai pondasi keyakinan. Agama memasyarakatkan moralitas sebagai bagian iman secara keseluruhan. Tak hanya moralitas yang ditekankan, agama bersifat mengikat kepada setiap penganutnya. Kedua, agama memberi kekuatan dalam menanggung penderitaan hidup. Agama menghidupkan kekuatan dalam diri manusia untuk mampu menghadapi berbagai penderitaan hidup dan berperan sebagai benteng kokoh yang melindunginya dari serangan keputusasaan dan hilangnya

harapan. Ketiga, agama menjadi pegangan hidup dalam bentuk ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab suci. Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya pegangan atau pedoman yang menjadi acuan dalam hidup. Dalam hal ini agama dapat menjadi pegangan hidup dan menumbuhkan intelektual dengan ajaran yang sehat dan mampu menyelamatkan seseorang dari dorongan kecenderungan ke arah kesia- siaan dalam menjalani kehidupan. Kelima, agama sebagai integrator (menyatu padukan), baik individual maupun sosial, dalam arti bahwa agama mengintegritaskan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai perseorangan maupun anggota masyarakat.

Berbicara tentang agama memerlukan suatu sikap yang ekstra hati-hati. Sebab agama

(2)

ISSN : 2598-0203 2020

merupakan persoalan sosial, tetapi penghayatannya sangat bersifat individual. Apa yang dipahami dan apa yang dihayati sebagai agama oleh seseorang sangat tergantung pada keseluruhan latar belakang dan kepribadiannya. Hal itu senantiasa membuat adanya perbedaan tekanan pengahayatan dari satu orang ke orang lain dan membuat agama menjadi bagian sangat mendalam dari kepribadian atau privasi seseorang. Maka dari itu agama senantiasa bersangkutan dengan kepekaan sosial. Baik atau tidaknya tindakan seseorang tergantung pada seberapa taat dan seberapa dalam penghayatan terhadap agama yang diyakini. Dengan demikian dalam kehidupan beragama, maka moderasi beragama sangatlah diperlukan. Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem. Saat ini di Indonesia, konflik umat beragama sering terjadi. Manusia hidup dalam pluralisme dan merupakan bagian dari pluralisme itu sendiri, tak terkecuali dalam hal agama. Pluralisme keagamaan merupakan tantangan khusus yang dihadapi agama dewasa ini. Jika tidak dipahami secara benar dan arif oleh pemeluk agama, pluralisme agama akan menimbulkan dampak, tidak hanya konflik antarumat beragama, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi bangsa. Untuk meminimalis konflik agama, moderasi beragama adalah solusinya. Moderasi beragama dapat direalisasikan dengan menerapkan ajaran teologi kerukunan.

Jayendra (2016: 141) menyatakan bahwa kerukunan beragama sebagai pondasi dasar dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat manusia juga

ditekankan dalam agama Hindu. Dalam kitab suci Veda dinyatakan secara tegas melalui sloka berikut:

janam bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam prthivi yathaikasam, sahasram dhara dravinasya me duham, dhraveva dhenuranapasphuranti (Atharvaveda, XII.I.45)

Terjemahan:

Berikanlah penghargaan kepada bangsamu yang menggunakan berbagai bahasa daerah, yang menganut kepercayaan /agama yang berbeda. Hargailah mereka yang tinggal bersama di bumi pertiwi ini, bumi yang memberi keseimbangan bagaikan sapi yang memberi susunya kepada manusia. Demikian ibu pertiwi memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada umat-Nya.

Sloka di atas menekankan bahwa manusia sebagai mahkluk sosial hendaknya mampu saling menghargai satu sama lain. Kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial tidak bisa dilepaskan dari keberadaan manusia- manusia lainnya untuk saling membantu dan membahu demi terciptanya persatuan dan kesatuan yang kuat. Dengan demikian setiap perbedaan yang ada di dunia hendaknya dijadikan alat pemersatu, karena dalam konsep Hindu, segala bentuk perbedaan adalah realitas dan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa untuk memberi warna pada kehidupan manusia agar menjadi lebih indah.

(3)

mencakup ilmu tentang Tuhan. II.PEMBAHASAN

1.Pengertian Teologi Kerukunan

Harahap (2011: 15) Secara harfiah teologi berarti ilmu ketuhanan: Theos berarti Tuhan, logos berarti ilmu. Jadi teologi artinya ilmu tentang ketuhanan. Muatan ilmu ini

Ilmu tentang Tuhan menyangkut eksistensi, sifat, dan kekuasaannya, hubungan Tuhan dengan manusia, dan sebaliknya hubungan manusia dengan Tuhan, dan termasuk di dalamnya hubungan antarmanusia yang didasarkan pada norma dan nilai-nilai ketuhanan. Saat berbicara tentang hubungan Tuhan dengan manusia, apalagi manusia yang beragama, maka hubungan ini menjadi hubungan teologis, dan hubungan teologis ini dalam aplikasinya tidak hanya bersifat vertikal, tetapi juga horizontal (hubungan antar-sesama manusia).

Adapun kata dasar dari kerukunan adalah rukun yang artinya antara lain: tenang dan tenteram, aman (perhubungan, persahabatan dan lain-lain), tidak bertengkar, persatuan yang bertujuan untuk bantu membantu. Sedangkan arti kerukunan adalah perihal hidup rukun, kesepakatan, perasaan rukun hati. Kata rukun sinonimnya adalah toleransi yang juga umum di Indonesia.

Teologi kerukunan adalah bagaimana masing-masing pemeluk agama memahami agama yang diyakininya secara komprehensif lalu berusaha juga mencari titik temu pada nilai- nilai agama lain, bukan dalam domain keyakinan agama yang ingin disatukan, yang ingin disatukan adalah nilai-nilai kebersamaan bukan nilai-nilai perbedaannya. Seperti, semua agama pasti mengajarkan kedamaian, keharmonisan, dan kebahagian. Maka, akan

lahirnya nilai-nilai kasih sayang, kesadaran menolong kepada sesama, dan saling menghormati satu sama lain.

Aplikasi hubungan manusia dengan sesamanya tidak dapat dikatakan bersifat duniawi semata, karena ia didasarkan pada keyakinan teologis. Dalam konteks ini, dipahami bahwa tidak ada satu pun aktivitas manusia yang terlepas dari keyakinan yang berbeda . Teologi Kerukunan mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, penekanan harmonitas kehidupan jadi bersifat lintas agama. Permasalahan kehidupan sering

kali didasarkan pada ikatan-ikatan primordial seperti politik, budaya, dan etnis. Perwujudan harmonitas yang didasarkan pada ikatan primordialis-antrophosentris semacam itu ternyata sering kali bersifat semu dan amat sementara sebab jika ada ketersinggungan antarkelompok, maka mengakibatkan penganut agama menjadi kalut kemudian dihinggapi rasa permusuhan yang tidak jelas. Dengan demikian maka kerukunan yang bersifat teologis menjadi kebutuhan yang niscaya bagi manusia sepanjang zaman, termasuk manusia postmodern.

2.Pengaruh Agama Terhadap Masyarakat Jasa terbesar agama adalah mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan kepada

(4)

ISSN : 2598-0203 2020

manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Jawaban tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra- empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.

Para ahli kebudayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus- menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan bathin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan kedudukan agama.

Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah- belah (desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif agama adalah meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain.

3. Kerukunan Antar Umat Beragama Sebagai Bentuk Moderasi Beragama

Moderasi dan kerukunan antar umat beragama dapat memperkuat landasan atau

(5)

dasar-dasar tentang kerukunan internal dan antar umat beragama. Moderasi dan kerukunan antar umat beragama juga membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi yang ideal untuk menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi. Disinilah pentingnya moderasi beragama dibangun atas dasar filosofi universal dalam hubungan sosial kemanusiaan. Jika moderasi beragama sudah terwujud maka setiap umat akan menyadari bahwa agama sebenarnya membawa risalah cinta bukan kebencian.

Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri. Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat beragama.

Donder (2009: 230) menyatakan bahwa manusia semestinya menerima segala macam perbedaan yang ada secara ikhlas, sebab hal itu datang Tuhan. Tuhanlah yang ada di balik perbedaan itu, hanya dengan bersikap seperti itu maka seseorang akan bisa menjadi orang

bijaksana, sebagaimana uraian sloka dalam

kitab Bhagavadgita berikut:

Vidya-vinaya-sampanne brahmane gavi hastini,

Suni caiva siva-pake ca panditah sama- darsinah

(Bhagavadgita, V.18) Terjemahan:

Orang arif bijaksana melihat segala semuanya sama, baik seorang Brahmana yang terpelajar dan rendah hati, seekor sapi, gajah, bahkan seekor anjing atau yang berada di luar semua ini.

Makna sloka di atas dapat diberikan uraian tambahan, yaitu bahwa vidyavinayasampanne mengandung makna “pelajaran pengetahuan sejati yang mendalam akan membawa sifat rendah hati yang luar biasa”. Ketika pengetahuan sejati kita bertambah, kita menjadi lebih sadar akan kegelapan yang melingkupi kita. Adalah sesudah kita menyalakan lilin kita menjadi sadar bagaimana pekatnya kegelapan. Pengetahuan yang sedikit akan membawa kepada pemahaman yang sempit dan dogmatis. Rasa rendah hati datang dari pengetahuan bahwa keberadaan kita sesungguhnya ditunjang oleh kasih sayang Tuhan. Dengan menyadari hal ini, toleransi dalam beragama tidak sulit untuk dilaksanakan.

Bagus (2000: 1111) toleransi merupakan sikap seseorang yang mau bersabar terhadap keyakinan filosofis dan moral orang lain yang dianggap berbeda, dapat disanggah,

(6)

ISSN : 2598-0203 2020

atau bahkan keliru. Dengan sikap itu juga tidak mencoba memberangus ungkapan-ungkapan yang sah keyakinan-keyakinan orang lain terebut. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu. Kerukunan antar umat beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis dalam dinamika pergaulan hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang diikat oleh sikap pengendalian hidup dalam wujud:

 Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.

 Saling hormat menghormati dan berkerjasama intern pemeluk agama, antar berbagai golongan agama dan umat-umat beragama dengan pemerintah yang sama-sama bertanggung jawab membangun bangsa dan negara.

 Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama kepada orang lain.

Dengan demikian kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu tongkat utama dalam memelihara hubungan suasana yang baik, damai, bersatu hati dan bersepakat antar umat beragama yang berbeda-beda agama untuk hidup rukun. Kerukunan antar umat beragama merupakan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai

dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara didalam Negara kesatuan kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Memahami pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi kerukunan antar umat beragama bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling berkerjasama membagun kehidupan umat beragama yang harmonis itu bukan sebuah hal yang ringan. Semua ini harus berjalan dengan hati-hati mengingat agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga mereka lebih cenderung dengan kebenaran dari pada mencari kebenaran. Ada lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu dikembangkan, yaitu: nilai relegiusitas, keharmonisan, kedinamisan, kreativitas, dan produktivitas.

Pertama: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang didasarkan pada motif suci dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai keselamatan dan kesejahteraan umat.

Kedua: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi antara sesama umat beragama yang harmonis, yakni hubungan yang serasi,”senada dan seirama”, tenggang rasa, saling menghormati,

(7)

saling mengasihi, saling menyanyangi, saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa rasa sepenanggungan.

Ketiga: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan suasana yang interaktif, bergerak, bersemangat, dan gairah dalam mengembalikan nilai kepedulian, kearifan, dan kebajikan bersama.

Keempat: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diorientasikan pada pengembangan suasana kreatif, suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam berbagai sektor untuk kemajuan bersama yang bermakna.

Kelima: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pula pada pengembangan nilai produktivitas umat, untuk itu kerukunan ditekankan pada pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai- nilai sosial praktis dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti mengembangkan amal kebajikan, bakti sosial, badan usaha, dan berbagai kerjasama sosial ekonomi yang mensejahterakan umat (I Gede Gita Purnama Arsa Putra, 2020).

Dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama dapat dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut:

 Saling tenggang rasa menghargai dan toleransi antar umat beragama.

 Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.

 Melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya.

 Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun peraturan negara atau pemerintah.

Ada beberapa pedoman yang digunakan untuk menjalin kerukunan antar umat beragama yaitu:

1.Saling menghormati.

Setiap umat beragama harus atau wajib memupuk, melestarikan dan meningkatkan keyakinannya. Dengan mempertebal keyakinan maka setiap umat beragama akan lebih saling menghormati sehingga perasaan takut dan curiga semakin hari bersama dengan meningkatkan taqwa, perasaan curiga dapat dihilangkan. Rasa saling menghormati juga termasuk menanamkan rasa simpati atas kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kelompok lain, sehingga mampu menggugah optimis dengan persaingan yang sehat. Diusahakan untuk tidak mencari kelemahan- kelemahan agama lain, apalagi kelemahan tersebut dibesar-besarkan.

2.Kebebasan Beragama.

Setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang disukai serta situasi dan kondisi memberikan kesempatan yang sama terhadap semua agama. Dalam menjabarkan kebebasan perlu adanya pertimbangan sosiologis dalam arti bahwa kenyataan proses sosialisasi berdasarkan wilayah, keturunan dan pendidikan juga berpengaruh terhadap agama yang dianut seseorang.

3.Menerima orang lain apa adanya.

Setiap umat beragama harus mampu menerima seseorang apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, melihat umat yang beragama lain tidak dengan persepsi agama yang dianut. Seorang agama Hindu

(8)

ISSN : 2598-0203 2020

menerima kehadiran orang Islam apa adanya begitu pula sebaliknya. Jika menerima orang Islam dengan persepsi orang Hindu maka jadinya tidak kerukunan tapi justru mempertajam konflik.

4.Berfikir positif.

Dalam pergaulan antar umat beragama harus dikembangkan berbaik sangka. Jika orang berburuk sangka maka akan menemui kesulitan dan kaku dalam pergaul apa lagi jika bergaul dengan orang yang beragama. Kesulitan yang besar dalam dialog adalah saling tidak percaya. Selama masih ada saling tidak percaya maka dialog sulit dilaksanakan. Jika agama yang satu masih menaruh prasangka terhadap agama lain maka usaha kearah kerukunan masih belum memungkinkan. Untuk memulai usaha kerukunan harus dicari di dalam agama masing- masing tentang adanya prinsip-prinsip kerukunan. Menurut Durkheim, kerukunan adalah proses interaksi antar umat beragama, yang membentuk ikatan-ikatan sosial yang tidak individualis dan menjadi satu kesatuan yang utuh dibawah peran tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat yang mempunyai sistem serta memiliki bagian- bagian peran tersendiri yaitu seperti pada umumnya yang terjadi dilingkup masyarakat lain. Durkheim mengatakan bahwa penghapusan diskriminasi menuju kemerdekan berkeyakinan membutuhkan beberapa prasyarat, antara lain pengakuan dan penghormatan atas pluralisme,merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan kerukunan.

III.PENUTUP

Dewasa ini agama memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di Indonesia. Berbicara tentang agama memerlukan suatu sikap yang ekstra hati-hati. Sebab agama merupakan persoalan sosial, tetapi penghayatannya sangat bersifat individual. Apa yang dipahami dan apa yang dihayati sebagai agama oleh seseorang sangat tergantung pada keseluruhan latar belakang dan kepribadiannya. Baik atau tidaknya tindakan seseorang tergantung pada seberapa taat dan seberapa dalam penghayatan terhadap agama yang diyakini. Dengan demikian dalam kehidupan beragama, maka moderasi beragama sangatlah diperlukan. Moderasi beragama dapat direalisasikan dengan menerapkan ajaran teologi kerukunan (Paramita, 2020).

Kerukunan beragama sebagai pondasi dasar dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat manusia juga ditekankan dalam agama Hindu. Konsep Hindu mengajarkan bahwa segala bentuk perbedaan adalah realitas dan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa untuk memberi warna pada kehidupan manusia agar menjadi lebih indah. Teologi kerukunan mengajarkan bahwa aplikasi hubungan manusia dengan sesamanya tidak dapat dikatakan bersifat duniawi semata, karena ia didasarkan pada keyakinan teologis dimana ada campur tangan Tuhan. Kualitas kerukunan hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi antara sesama umat beragama yang harmonis.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Baghi, Felix. 2012. Pluralisme, Demokrasi dan Toleransi. Yogyakarta: Ledalero. Donder, I Ketut dan I Ketut Wisarja. 2009.

Teologi Sosial Persoalan Agama dan Kemanusiaan Persfektif Hindu. Yogyakarta: Impulse.

Harahap, Syahrin. 2011. Teologi kerukunan. Jakarta: Prenada.

Jayendra, Putu Sabda. 2016. Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Denpasar: Vidia.

Putra, I. G. G. P. A., & Paramita, I. B. G. (2020). Komodifikasi Budaya: Relasi Fakta, Tegangan Dan Negosiasi Pergeseran Komponen Budaya Dalam Karya-Karya Sastrawan Muda Sastra Bali Modern. CULTOURE: Jurnal

Pariwisata Budaya Hindu, 1(1).

Paramita, I. B. G. (2020). Pendidikan Etika Dan Gender Dalam Teks Satua I Tuung Kuning. Jurnal Inovasi

Penelitian, 1(2), 91-98.

Pudja, Gede. 2004. Kitab Suci Bhagawaad Gita. Surabaya: Paramita.

Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita.

Referensi

Dokumen terkait

Terciptanya kerukunan antar umat beragama melalui dialog lintas iman tidak hanya dibebankan kepada para tokoh agama maupun pemerintah, melainkan juga menjadi

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kata kerukunan hanya digunakan atau berlaku hanya dalam kehidupan pergaulan kerukunan antar umat beragama bukan berarti

Demi menjaga kerukunan antar umat beragama maka hal-hal yang harus dihindari adalah berperilaku yang bertentangan dengan ajaran agama yang di anutnya, ketidak pedulian

Kerukunan antar umat beragama bukan berarti melebur agama- agama yang ada menjadi satu totalitas (sinkretisme agama), melainkan sebagai cara atau sarana untuk

Meski ada banyak ajaran-ajaran luhur di dalam agama Hindu yang menuntun umat untuk hidup harmonis, kerukunan umat beragama baik sesama umat Hindu ataupun dengan umat lainnya dalam

Dengan demikian bagaimana peranan pemuka agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha terhadap pembinaan/pemeli- haraan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama menurut penilaian

Pengertian Kerukunan intern umat beragama adalah kerukunan atau kedamaian yang terjadi di antara pemeluk agama yang sama Dinamika Hubungan Internumat Islam Dinamika inten umat

Kerukunan antar umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengelaman