EDUCATION SECTOR ANALYTICAL AND CAPACITY DEVELOPMENT PARTNERSHIP
(ACDP - 042)
Evaluasi Program Penyiapan
Kepala Sekolah
LAPORAN AKHIR
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E, Lantai 19
Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Tel. +62 21 5785 1100, Fax: +62 21 5785 1101 Website: www.acdp-indonesia.org
Email Sekretariat: [email protected]
Pemerintah Indonesia (diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS), Pemerintah Australia melalui Australian AID, Uni Eropa (EU) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah membentuk Kemitraan Untuk Pengembangan Analisis dan Kapasitas Sektor Pendidikan (ACDP). ACDP adalah fasilitas untuk mendorong dialog kebijakan dan memfasilitasi reformasi kelembagaan dan organisasi untuk mendukung implementasi kebijakan dan membantu mengurangi disparitas dalam kinerja pendidikan. Fasilitas ini merupakan bagian integral dari Program Dukungan Sektor Pendidikan (Education Sector Support Program /ESSP). Dukungan EU untuk ESSP juga mencakup dukungan anggaran sektor bersama-sama dengan program pengembangan kapasitas Standar Pelayanan Minimal. Dukungan Australia diberikan melalui Kemitraan Pendidikan Australia dan Indonesia. Laporan ini telah disusun dengan dukungan hibah dari Australian Aid dan EU melalui ACDP.
Institusi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan studi ini adalah Australian Council for Educational Research (ACER), Universitas Sebelas Maret (UNS), and the Regional Economic Development Institute (REDI)
Anggota tim studi yang menyusun laporan ini adalah:
1. Professor Kathryn Moyle, Team Leader
2. DrTukiman Tarunasayoga, Education Professional Development Policy Specialist 3. Dr. Gusti Ngurah Adhi Wibawa, Quantitative Data Collection & Analysis Specialist 4. Dr. Dewi Rochsantiningsih, Qualitative Data Collection & Analysis Specialist 5. Kristiandi, Professional Translator
6. Erlyn Yuli Astuti, Data Collection
Pandangan-pandangan yang disampaikan didalam publikasi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penulis dan tidak berarti mewakili pandangan-pandangan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia, Uni Eropa atau Bank Pembangunan Asia.
Daftar Isi
Daftar Isi ... iv
Ucapan Terima Kasih ... vi
Daftar Singkatan ... vii
Ringkasan Eksekutif ... x
Latar Belakang ... xi
Anggaran untuk PPCKS ...xii
Metode Evaluasi... xiii
Temuan ...xiv
Pendaftaran peserta PPCKS ... xv
Seleksi administrasi dan akademik untuk mengikuti PPCKS ... xv
Penilaian potensi kepemimpinan (PPK) ...xvi
Pelatihan PPCKS ... xviii
Penilaian akseptabilitas ... xviii
Pengangkatan menjadi kepala sekolah ... xviii
Peningkatan kapasitas ...xix
Simpulan ...xix
Pilihan Kebijakan... xx
LPPKS ...xxi
Kabupaten ... xxii
Pekerjaan di masa datang ... xxiii
Bab 1 Pendahuluan ... 1
1.1 Latar belakang ... 4
1.2 Sasaran dan tujuan studi ... 4
1.3 Pertanyaan evaluasi ... 5
1.4 Sub-pertanyaan evaluasi ... 5
1.5. Definisi ... 7
1.6 Struktur Laporan ... 9
Bab 2 Kajian Pustaka ... 10
2. 1 Pendahuluan ... 10
2.2 Kepala sekolah yang efektif ... 11
2.3 Kepala sekolah dan peningkatan hasil belajar siswa ... 12
2.4 Relevansi dan efektivitas program penyiapan kepala sekolah ... 13
2.5 Dukungan pembelajaran profesional untuk menjadi kepala sekolah ... 14
2.6 Mengevaluasi program penyiapan kepala sekolah ... 14
2.7 Program internasional sebagai pembanding ... 15
Bab 3 Metodologi ... 28
3.1 Pengumpulan Data ... 28
3.2 Analisis data ... 32
3.3. Telaahan materi pelatihan ... 38
3.4 Telaah website LPPKS ... 40
3.5 Pelaksanaan studi kasus ... 40
Bab 4 Temuan ... 41 4.1 Efektivitas ... 41 4.2 Relevansi ... 56 4.3 Efisiensi... 61 4.4 Dampak... 67 4.5 Memperbaiki PPCKS ... 69 4.6 Rangkuman ... 71
Bab 5 Simpulan ... 72
5.1 Konteks ... 72
5.2 Pencalonan ... 72
5.3 Seleksi administrasi dan seleksi akademik ... 73
5.4 Pelatihan PPCKS ... 74
5.5 Penilaian akseptabilitas dan pengangkatan kepala sekolah ... 75
5.6 Dampak... 76
5.7 Rangkuman ... 76
Bab 6 Pilihan Kebijakan ... 77
6.1 Gambaran umum pilihan kebijakan ... 77
6.2 Menerapkan pilihan-pilihan kebijakan ... 85
Daftar Pustaka ... 92
Daftar Lampiran ... 96
Daftar Gambar
Gambar 1. Kajian Unsur-unsur Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah ... 3Daftar Tabel
Tabel 1. Jumlah pelaksanaan PPCKS di kabupaten 2010-2015 ...xiiTabel 2. Responden Survei – Data Kuantitatif ... 30
Tabel 3. Responden Wawancara – Data Kualitatif ... 31
Tabel 4. Responden Focus Group – Data Kualitatif ... 31
Tabel 5. Ringkasan pendekatan analisis data ... 33
Tabel 6. Distribusi lulusan PPCKS yang sudah teridentifikasi ... 53
Tabel 7. Distribusi NUKS dan lulusan yang sudah diangkat menjadi kepala sekolah... 53
Tabel 8. Jumlah pelaksanaan PPCKS di kabupaten 2010-2015 ... 61
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini merupakan tugas yang diberikan oleh the Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP), sebuah inisiatif yang didukung oleh Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia, Uni Eropa, dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Tim Evaluasi menyampaikan terima kasih kepada lembaga-lembaga tersebut atas dukungan yang telah diberikan.
Kami menyampaikan penghargaan atas arahan dan pendampingan dari Dr David Harding, Bapak Basilius Bengoteku, Mr John Virtue, Bapak Herwindo Haribowo, dan Mr Alan Prouty dari sekretariat ACDP. Kami juga berterima kasih atas balikan dan saran dari peserta yang hadir dalam Inception Workshop di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2014.
Studi ini dilaksanakan dengan mendapat dukungan dan kontribusi dari staf Cambridge Education, ACER dan REDI. Cambridge Education telah menyediakan dukungan selama penelitian evaluasi ini dilaksanakan. Tim Evaluasi secara khusus berterima kasih kepada Mr Rob Smith, Ms Kate Martin, Ms Yuka Nakamura, Ibu Christin (Maria) Djojopranoto, dan Bapak Yafeth Bangun.
Staf ACER yang telah berkontribusi dalam penelitian ini adalah Mr Peter McGuckian, Ms Laura Smith, Ibu Lani Ganda, Ibu Miranti Puti, Ms Sharon Clerke, dan Ms Jenny Wilkinson. Staf REDI yang telah berkontribusi dalam penelitian ini adalah Ibu Erlyn Yuli Astuti, Bapak Indra Nur Fauzi, dan Bapak Wahyu Wibowo. Lebih dari 100 orang telah terlibat dalam peran masing-masing sebagai koordinator data di kabupaten, enumerator atau entri data untuk pengumpulan data. Kami sangat berterima kasih atas dedikasi mereka dalam melaksanakan tugas.
Penghargaan khusus disampaikan kepada staf senior di Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) berikut: Prof. Dr. Siswandari, Ibu Farika Chandrasari, dan Bapak I Nyoman Rudi Kurniawan serta seluruh staf di LPPKS. Kami juga berterima kasih kepada semua pejabat dinas pendidikan provinsi dan kabupaten, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan staf kependidikan lain yang telah memberi informasi dan pandangan-pandangan kepada Tim Evaluasi dan petugas-petugas pengumpul data.
Pandangan-pandangan yang disampaikan dalam laporan ini merupakan pandangan dari penyusum laporan ini dan bukan merupakan pandangan-pandangan pihak atau organisasi lain.
Maret 2016 Tim Evaluasi
Daftar Singkatan
Singkatan Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
ACDP Analytical and Capacity
Development Partnership
ACER Australian Council for Educational
Research
ADB Asian Development Bank
ADFO
L’Association des directions et directions adjointes des écoles franco-ontariennes (ADFO)
AIBEP Australia Indonesia Basic Education
Program
AKPK Analisis Kebutuhan Pengembangan Keprofesian
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKD Badan Kepegawaian Daerah
CAD Dolar Kanada Canadian Dollar
CFP Certification for Principalship
CICIC Canadian Information Centre for
Educational Credentials
CPCO Catholic Principals’ Council of
Ontario
CPD Continuing Professional
Development
DFAT Department of Foreign Affairs and
Trade
ELQP Education Law Qualification
Program
ESSP Education Sector Support Program
EU European Union
FRH Flexible Route to Headship
GTCS General Teaching Council for
Scotland
HKD Hong Kong Dollar
ICT Information and Communication
Technologies
ISO International Organization for
Standardization
ISPP International Study of Principal
Preparation
KERJASAMA-APBD
KERJASAMA-Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
LEAP Leading Educators Around the
Planet
LPA Leadership Potential Assessment
LPPKS Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah LPMP Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan
MQP The Mentoring Qualification
Program
MTs Madrasah Tsanawiyah
NA Needs Analysis
N/A Not Applicable
NAPP National Aspiring Principals
Programme
NCTL National College for Teaching and
Leadership
NPQH National Professional Qualification
for Headship
NPQSL National Professional Qualification
for Senior Leadership
NUKS Nomor Unik Kepala Sekolah
OECD Organisation for Economic
Cooperation and Development
OISE The Ontario Institute for Studies in
Education
OJL On-the-Job Learning
PDC The Principal’s Development
Course
PfP Preparation for Principalship
PISA Programme for International
Student Assessment
PPCKS
Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (Prospective Principal Preparation Program)
PPP Principal Preparation Program
PQP Principal’s Qualification Program
P4TK
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
REDI Regional Economic Development
Institute
RKS Rencana Kerja Sekolah
SCEL Scottish College for Educational
Leadership
SD Sekolah Dasar
SEA
The Special Education for Administrators Qualification Program
SKCK Surat Keterangan Catatan Kepolisian
SMA Sekolah Menengah Atas SMK Sekolah Menengah Kejuruan SMP Sekolah Menengah Pertama
SOQP The Supervisory Officer’s
Qualification Program
SQH Scottish College for Education
ToR Terms of Reference
UK United Kingdom
UN Ujian Nasional
UNESCO United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization
UNS Universitas Sebelas Maret
Ringkasan Eksekutif
Evaluasi Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah adalah proyek evaluasi skala besar yang dilaksanakan di Indonesia dengan dukungan dari Kemitraan untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan (ACDP).1 Tujuan utama dari evaluasi ini adalah untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, melalui peningkatan efektivitas sekolah melalui kepemimpinan sekolah yang efektif. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menentukan efisiensi, efektivitas, relevansi dan dampak dari Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (PPCKS) agar dapat menyediakan saran bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Urusan Agama (Kemenag) tentang cara paling baik untuk menyiapkan kepala sekolah. Untuk mencapai tujuan ini, penelitian evaluasi ini ditujukan untuk menyediakan informasi mengenai apakah PPCKS efektif dalam meningkatkan kepemimpinan dan kompetensi kepala sekolah.
Pertanyaan utama penelitian evaluasi ini teridentifikasi dalam Kerangka Acuan:
1. Seberapa efektif proses yang melibatkan pengumuman/pendaftaran, seleksi, dan pengangkatan kepala sekolah?
2. Bagaimana kualitas dan relevansi dari pelatihan yang tersedia? 3. Seberapa efektif dan efisien pengelolaan PPCKS?
4. Seberapa efektif PPCKS dalam hal meningkatkan kompetensi kepala sekolah? 5. Sejauh mana peningkatan kompetensi kepala sekolah dapat meningkatkan proses
mengajar dan belajar di kelas dan hasil pembelajaran bagi siswa?
Kerangkan Acuan juga menyebutkan 20 pertanyaan sekunder yang harus dijawab. Pertanyaan-pertanyaan ini dapatdilihan di Lampiran 1.
Tujuan yang lebih jauh dari evaluasi ini adalah untuk mengembangkan kapasitas dari staf Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) untuk dapat:
Memonitor dan evaluasi PPCKS.
Mengelola dan menganalisis data hasil monitoring dan evaluasi dan menggunakan temuan tersebut untuk meningkatkan pengelolaan dan pelaksanaan PPCKS; dan Menyediakan jaminan mutu PPCKS.
Hasil dari penelitian evaluasi ini bertujuan untuk memberi pandangan dan pilihan kebijakan khusus untuk digunakan dalam pengembangan strategi dan kebijakan di masa akan datang bagi PPCKS. Pembahasan yang lebih rinci mengenai metode evaluasi yang digunakan dapat dibaca dalam Bab 3 laporan ini, dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dapat dilihat di Lampiran 2.
1 ACDP dibentuk melalui perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, Uni Eropa (EU) dan Bank Pengembangan Asia (ADB) sebagai fasilitas untuk memajukan dialog kebijakan dan reformasi kelembagaan serta organisasi sektor pendidikan dalam mendukung pelaksanaan kebijakan dan membantu mengurangi kesenjangan dalam kinerja pendidikan di provinsi dan kabupaten di Indonesia. ACDP didukung secara bersama oleh reformasi kelembagaan sektor pendidikan dari Pemerintah Australia, EU dan ADB untuk mendukung pelaksanaan kebijakan dan membantu mengurangi kesenjangan dalam kinerja pendidikan di Provinsi dan Kabupaten. ACDP didanai secara bersama oleh Pemerintah Australia, EU dan ADB.
Latar Belakang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengetahui pentingnya kepala sekolah teladan dalam sistem sekolah yang memiliki kinerja tinggi. Permendiknas No. 28 tahun 2010 menjadi dasar hukum untuk penyiapan kepala sekolah, sertifikasi, pendaftaran calon dan pengangkatan, dan penilaian kinerja kepala sekolah. Sampai pada titik ini, program Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) telah ditunjukkan kepada guru yang sudah bisa diangkat menjadi kepala sekolah.
Melalui pelaksanaan kebijakan sertifikasi, perizinan dan akreditasi program, dan dengan proses standar untuk memvalidasi dan akreditasi program penyiapan administrator, strategi resmi ini membuat pemerintah (dan lebih khusus lagi dinas pendidikan kabupaten) mampu mengendalikan penyiapan kepemimpinan dan administrasi ke sekolah. Peraturan tersebut menyatakan bahwa pelamar haruslah seorang pegawai berpangkat IIIC yang telah mengajar selama minimal 5 tahun; memiliki gelar sarjana S1 atau Diploma IV dari Universitas yang terakreditasi; berusia dibawah 54 tahun; dan seorang guru yang memiliki sertifikat pendidik. Kepala sekolah diharuskan memiliki standar kompetensi yang dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007. Peraturan ini menjelaskan secara luas tentang kelompok kompetensi yang diharapkan dimiliki seorang kepala sekolah. Kelompok kompetensi tersebut adalah 'kepribadian', 'manajemen', 'kewirausahaan', ‘supervisi akademis', dan 'keterampilan sosial'. Pengawas diharapkan untuk menunjukkan enam kelompok kompetensi yang sama, dengan tambahan 'penelitian dan pengembangan' (Research and Development/R & D).
Salah satu unsur penting dari Permendiknas No. 28 Tahun 2010 adalah Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (PPCKS). PPCKS dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) dan PPCKS menyiapkan serta mensertifikasi guru-guru untuk menjadi kepala sekolah. Dalam PPCKS terdapat komponen berikut ini seperti yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010:
i. Pendaftaran ke PPCKS.
ii. Seleksi administrasi untuk peserta PPCKS. iii. Seleksi akademis untuk peserta PPCKS. iv. Pelatihan PPCKS
v. Penilaian akseptabilitas untuk pengangkatan di sekolah tertentu vi. Pengangkatan menjadi kepala sekolah
PPCKS menggunakan pendekatan 'In-On-In' dalam pembelajarannya yang menggabungkan:
Pembelajaran In-service 1 (IN - 1): sesi pelatihan awal tatap muka dirancang untuk dilaksanakan selama tujuh hari dan enam malam untuk total 70 jam pelajaran;
Pembelajaran On-the-Job (OJL): pembelajaran di tempat kerja yang dilaksanakan selama tiga bulan untuk keseluruhan 200 jam pelajaran; dan
Pembelajaran In-service 2 (IN - 2): serangkaian sesi tatap muka kedua untuk tindak lanjut dan penilaian, dilaksanakan selama tiga hari dan dua malam untuk total 30 jam pelajaran;
Gambar 1 pada Bab 1 memberikan gambaran pendekatan pembelajaran yang digunakan di PPCKS.
Umumnya, pembelajaran In-service dilaksanakan di LPPKS di Solo, dimana terdapat fasilitas asrama yang tergabung dengan Pusat Pelatihan.
Anggaran untuk PPCKS
LPPKS memulai pelaksanaan pelatihan untuk PPCKS pada tahun 2010 dengan pendanaan dari Managing Contractor Program Management (MCPM) - Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP). Kabupaten memilih untuk mengikuti pelatihan, dengan sebagian besar kabupaten mendukung guru-gurunya untuk mengikuti PPCKS pada tahun 2012. Pendanaan dari APBN secara konsisten mendukung 12 kabupaten untuk mengikuti pelatihan antara tahun 2013 sampai 2015, sementara pendanaan gabungan melalui Kerjasama-APBD telah ikut mendanai pengiriman guru untuk mengikuti PPCKS bagi kabupaten yang telah mengirim peserta antara tahun 2013 sampai 2015.
Tabel 1. Jumlah pelaksanaan PPCKS di kabupaten 2010-2015
Sumber dana PPCKS
Kabupaten per tahun Jumlah pelaksanaan PPCKS di kabupaten 2010 2011 2012 2013 2014 2015 APBN 0 15 96 12 12 12 147 KERJASAMA-APBD 0 8 33 35 25 42 143 APBD Provinsi 1 1 Yayasan 2 2 MCPM-AIBEP 2 5 0 0 0 7 SSQ 0 0 74 0 0 74 Prodep 92 92 Jumlah pelaksanaan PPCKS di kabupaten 2 28 203 47 129 57 466*
Sumber: School Systems & Quality (SSQ), Australian Aid
*Beberapa kabupaten telah berpartisipasi dalam PPCKS lebih dari sekali
Tabel 1 menunjukkan bahwa PPCKS telah dilaksanakan di kabupaten sejak tahun 2010. LPPKS bekerjasama dengan dinas kabupaten yang menunjukkan komitmen untuk melaksanakan PPCKS. Selama lima tahun pelaksanaannya, PPCKS telah dilaksanakan dengan pendanaan dari beberapa sumber berbeda, dan setiap tahunnya diikuti oleh sejumlah kabupaten dengan persentase yang terbilang kecil dari seluruh jumlah kabupaten di Indonesia. Jumlah kabupaten yang paling banyak mengirim guru ke PPCKS terjadi pada tahun 2012, dimana 203 kabupaten dari lebih 500 kabupaten Sekolah di Indonesia berpartisipasi dalam PPCKS.
Metode Evaluasi
Evaluasi ini menggunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif untuk mengumpulkan dan menganalisis data, yang dirancang khusus untuk menjawab setiap pertanyaan utama penelitian dan sub-pertanyaan yang diidentifikasi dalam Kerangka Acuan (ToR). Rangkuman mengenai bagaimana setiap pertanyaan evaluasi akan dijawab dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Pada tahun 2014 diidentifikasi ukuran sampel berdasarkan data yang disediakan oleh LPPKS mengenai peserta dan lulusan PPCKS. Untuk penelitian evaluasi ini, data dikumpulkan dari 31 kabupaten di 14 provinsi di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara-Bali, Sulawesi, Maluku dan Papua melalui
survei;
wawancara; dan
focus group discussion (FGD).
Instrumen survei dan metode pengumpulan data kualitatif telah disusun agar dapat secara langsung menjawab pertanyaan evaluasi yang diidentifikasi dalam Kerangka Acuan untuk menentukan efektivitas, relevansi, efisiensi dan dampak dari PPCKS. Data perbandingan dikumpulkan untuk menentukan efektivitas dan dampak potensial dari PPCKS, melalui melalui survei dan wawancara dengan kepala sekolah yang telah dan yang belum mengikuti PPCKS. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, instrumen pengumpulan data yang digunakan dapat dilihat dalam Lampiran 2.
Sebagai tambahan, Tim Evaluasi
melacak 29 kelompok calon kepala sekolah dalam satu program PPCKS. menelaah semua modul pelatihan;
menelaah situs internet LPPKS; dan mengembangkan beberapa studi kasus.
Data survei dikumpulkan dari 4,322 peserta dari kelompok (kohor) responden berikut: Pejabat dinas pendidikan provinsi
Pejabat dinas pendidikan kabupaten Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pengawas
Kepala sekolah yang telah menyelesaikan PPCKS Kepala sekolah yang belum menyelesaikan PPCKS Calon kepala sekolah
Peserta PPCKS saat ini (saat penelitian ini dilaksanakan)
Guru-guru di sekolah yang memiliki kepala sekolah pasca PPCKS Guru-guru di sekolah yang memiliki kepala sekolah Non PPCKS Pelatih utama (Master Trainer)
Data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara dengan 257 peserta dari kelompok (kohor) responden berikut:
Staf Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Staf BKD
Staf dinas pendidikan Kab/Kota Pengawas sekolah
Kepala sekolah yang telah menyelesaikan PPCKS Kepala sekolah yang belum menyelesaikan PPCKS Calon kepala sekolah
Peserta PPCKS Saat ini (saat penelitian ini dilaksanakan) Pelatih utama
Asesor
Pemangku kepentingan (Stakeholder)
Data kualitatif juga dikumpulkan melalui wawancara dengan 196 peserta dari kelompok responden berikut:
Pengawas sekolah
Kepala sekolah pasca PPCKS Kepala Sekolah Non-PPCKS Calon kepala sekolah
Peserta PPCKS saat ini (saat penelitian ini dilaksanakan) Guru yang tidak terpilih untuk mengikuti PPCKS.
Guru.
Metode evaluasi yang lebih rinci dipaparkan dalam Bab 3 dan Lampiran 3 Laporan ini.
Temuan
Secara keseluruhan, temuan dari evaluasi PPCKS menunjukkan bahwa PPCKS dipandang sangat efektif dan sangat relevan oleh peserta yang telah mengikuti program ini, dan oleh pengawas mereka. Peserta PPCKS dan para pengawasnya mengindikasikan bahwa mereka menganggap pelatihan PPCKS dapat meningkatkan kompetensi sebagai kepala sekolah, dan kualitas kepemimpinan sekolah yang ada di sekolah-sekolah. Peraturan yang mengatur proses pendaftaran, seleksi, dan pengangkatan kepala sekolah umumnya dianggap efektif; dan kualitas serta relevansi pelatihan yang dilaksanakan dipandang cukup tinggi.
Namun, tingkat keterlibatan politik dan birokrasi dalam pemilihan pendaftar PPCKS dan dalam pengangkatan kepala sekolah, dipandang sebagai masalah oleh peserta di sebagian besar kelompok responden yang digunakan sebagai sumber data kualitatif dan kuantitatif. Selanjutnya, serangkaian isu sistemik diidentifikasi muncul karena adanya otonomi daerah yang dimiliki kabupaten sehubungan dengan implementasi peraturan nasional mengenai
seleksi masuk PPCKS dan pengangkatan kepala sekolah. Isu tersebut harus ditangani apabila menginginkan adanya peningkatan dalam kualitas dan hasil PPCKS.
Temuan dari penelitian evaluasi ini dibahas dalam Bab 4 dan simpulan dari setiap pertanyaan penelitian evaluasi disajikan dalam Lampiran 4 dan Lampiran 5. Beberapa temuan utama yang telah muncul dari penelitian evaluasi ini dapat dilihat dibawah ini, menurut setiap tahapan pelatihan dan pengangkatan kepala sekolah yang disebutkan dalam Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010: perekrutan; seleksi administrasi dan akademik; pelatihan PPCKS; Penilaian akseptabilitas dan pengangkatan menjadi kepala sekolah.
Pendaftaran peserta PPCKS
Proses sosialisasi digunakan untuk memberikan informasi kepada pendaftar mengenai persyaratan masuk dan waktu untuk menyerahkan dokumen pendaftaran untuk mengikuti PPCKS. Proses sosialisasi PPCKS dilaksanakan di kabupaten. Data survei menunjukkan bahwa peraturan-peraturan mengenai proses pendaftaran berfungsi secara 'efektif' atau 'sangat efektif'. Namun, penggunaan media elektronik seperti website dan email untuk proses sosialisasi sangat sedikit sekali.
Beberapa hal yang umum muncul pada saat wawancara dan focus group discussion (FGD) antara lain bahwa terlalu sedikit waktu bagi guru untuk menyiapkan berkas pendaftaran mereka; proses sosialisasi terlalu terbatas cakupannya; terdapat hal yang kaku dalam proses yang digunakan untuk seleksi masuk PPCKS; sementara beberapa peserta di sekolah dasar (SD) tidak ingin menjadi kepala sekolah. Beberapa responden mengindikasikan bahwa dari waktu ke waktu, peserta diseleksi untuk mengikuti PPCKS tanpa melengkapi proses pendaftaran.
Seleksi administrasi dan akademik untuk mengikuti PPCKS
Peserta PPCKS dipilih berdasarkan kinerja dalam proses Seleksi administrasi dan Akademik. Prosedur Seleksi Administrasi merupakan tahap pertama dari dua tahapan proses seleksi, yang ditujukan untuk dapat memilih guru yang paling sesuai untuk mengikuti pelatihan PPCKS. Tahap seleksi berikutnya adalah seleksi akademik yang mencakupi Penilaian Potensi Kepemimpinan (PPK). Pendekatan untuk masing-masing seleksi dibahas dibawah ini.
Seleksi administrasi
Sebagian besar responden survei menganggap proses Seleksi administrasi relevan untuk memilih pelamar yang sesuai di kabupaten. Namun, hampir seperlima dari asesor mengindikasikan bahwa mereka tidak menganggap proses Seleksi administrasi telah memilih guru yang paling sesuai untuk menjadi peserta PPCKS.
Beberapa sorotan yang muncul mengenai proses seleksi administrasi adalah kurangnya koordinasi antara LPPKS, pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru yang berpotensi melamar. Responden juga membahas mengenai klasifikasi pangkat pegawai negeri atau umur tertentu yang disyaratkan, tidak sepenuhnya menjamin orang tersebut sesuai untuk
menjadi kepala sekolah. Kategori lain yang dianjurkan untuk masuk PPCKS adalah 'guru berprestasi'.
Seleksi akademik
Hampir 96% dari semua responden survei menganggap pelaksanaan proses seleksi akademik relevan untuk tujuan seleksi pendaftar yang sesuai untuk PPCKS dan hampir 94% dari semua responden survei mengindikasikan bahwa mereka percaya proses tersebut mengidentifikasi guru-guru terbaik yang nantinya akan dilatih menjadi kepala sekolah.
Sorotan menegani kurangnya transparansi dalam proses pendaftaran, dan kurangnya kejelasan mengenai persyaratan untuk seleksi PPCKS muncul pada saat wawancara terutama saat wawancara dengan pengawas sekolah dan kepala sekolah. Yang termasuk perlu diperhatikan juga adalah intervensi politik yang muncul pada tahap ini. Sejumlah kecil responden menyatakan bahwa mereka memandang prosedur Seleksi akademik tidak relevan untuk tujuan memilih calon yang paling baik untuk mengikuti PPCKS.
Penilaian potensi kepemimpinan (PPK)
Bagian dari proses Seleksi akademik adalah menyelesaikan “enilaian potensi kepemimpinan” (PPK). Sebagian besar responden mengindikasikan bahwa menurut mereka proses ini 'efektif' atau 'sangat efektif'. Namun, banyak responden dari tiap-tiap kelompok (kohor) yang diwawancarai mengindikasikan bahwa mereka tidak mengetahui kalau ada PPK dan maka dari itu mereka tidak bisa memberi komentar mengenai aspek proses seleksi ini. Responden dari FGD yang sudah terbiasa dengan PPK mengindikasikan bahwa proses seleksi bagian ini sangatlah menegangkan karena mereka harus menyelesaikan pemecahan masalah dalam skenario kepemimpinan dalam waktu dua jam, dan kemudian mengikuti sesi wawancara individu.
Beberapa kabupaten dan LPMP mengindikasikan bahwa mereka lebih memilih untuk memanfaatkan SDM lokal untuk melakukan semua pekerjaan administrasi PPCKS daripada membayar administrator dari LPPKS untuk datang ke kabupaten dan melakukan pekerjaan administrasi. Kabupaten lain mengindikasikan bahwa mereka lebih memilih agar secara finansial dan administrasi.pelatihan dikoordinasikan di tingkat provinsi.
Selain itu, responden survei, wawancara dan FGD mengindikasikan kurangnya umpan balik kepada pelamar yang tidak lolos seleksi; mengapa mereka tidak diterima mengikuti pelatihan PPCKS. Peran dari pengawas sekolah sangat penting agar proses seleksi administrasi dan seleksi akademik dapat berjalan dengan baik. Namun, sebagian besar pengawas tidak dilatih mengenai persyaratan yang guru dan kepala sekolah harus penuhi untuk melamar dan mengikuti PPCKS.
Sebagai rangkuman, persyaratan proses seleksi administrasi dan seleksi akademik dipandang efektif dan relevan. Namun implementasi secara praktis dari proses ini masih belum sesuai dengan Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 termasuk adanya intervensi politik dan birokrasi, diluar dari persyaratan yang ada dalam peraturan.
Pelatihan PPCKS
Pelatihan PPCKS terdiri dari tiga tahap: Pembelajaran In-service 1 (IN-1) Pembelajaran On-the-Job (OJL); dan P embelajaran In-service 2 (IN-2)
Pembelajaran In-service 1 (IN-1) melibatkan pembelajaran melalui kegiatan tatap-muka. Pembelajaran On-the-Job (OJL) dilaksanakan di sekolah selain sekolah tempat peserta PPCKS bekerja, dan mengharuskan peserta untuk menyelesaikan proyek penelitian di sekolah lain tersebut. Pembelajaran In-service 2 (IN-2) melibatkan kegiatan tatap muka lainnya dimana peserta PPCKS menyajikan temuan mereka dari OJL, dan merefleksikan hasil yang mereka dapat. IN-1 dan IN-2 biasanya dilaksanakan di Solo, Jawa Tengah. Sekelompok peserta sekitar 20 sampai 30 dari setiap kabupaten menghadiri pelatihan, bersamadengan peserta dari beberapa kabupaten lainnya.
Setelah peserta PPCKS berhasil menyelesaikan pelatihan dan memenuhi persyaratan penilaian, peserta tersebut menerima Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS). NUKS adalah nomor lisensi yang menandakan bahwa guru tersebut dapat diangkat menjadi seorang kepala sekolah. Sertifikasi lulusan PPCKS dengan memberikan NUKS dipandang sebagai keunggulan dari PPCKS. Berdasarkan data dari LPPKS pada tahun 2015 antara 1.2% dan 2.1% dari semua kepala sekolah di Indonesia memiliki NUKS. Walaupun LPPKS memberikan NUKS kepada lulusan PPCKS, namun pemberitahuan kepada LPPKS apakah calon kepala sekolah telah diangkat menjadi kepala sekolah terserah pada individu atau dinas pendidikan kabupaten.
Salah satu kekuatan dari PPCKS bagi peserta adalah 200 jam pelajaran on-the-job dan tugas penelitian yang terkait. Pembelajaran 'on-the-job' mengharuskan peserta PPCKS berada di sekolah (selain dari sekolah dimana peserta tersebut bekerja) selama 3 bulan untuk melakukan penelitian dan menyiapkan portofolio bukti pembelajaran mereka di sekolah tersebut. Komunitas sekolah dimana peserta PPCKS akan ditempatkan ditentukan oleh dinas pendidikan kabupaten dimana diharapkan akan mengakomodasi peserta PPCKS. Seorang pelatih utama disediakan bagi peserta PPCKS untuk menjadi mentor. Pembelajaran 'on-the-job' sangat dihargai oleh peserta PPCKS, namun responden dalam studi ini mengidentifikasi beberapa isu dalam penerapannya. Sayangnya, kepala sekolah dan staf di sekolah dimana peserta PPCKS tersebut ditempatkan, tidak menerima pelatihan mengenai bagaimana mendukung peserta PPCKS yang akan datang dan mereka tidak menerima pengakuan baik status pun secara finansial untuk kontribusi mereka ini. Beberapa peserta PPCKS melaporkan adanya respon yang kurang baik terhadap kedatangan peserta PPCKS ke sekolah tempat mereka akan melaksanakan OJL. Selain itu, ketika peserta PPCKS mengikuti OJL, tugas mereka biasanya tidak digantikan oleh guru lain di sekolah mereka. Sehingga murid dari peserta PPCKS terkadang dibiarkan tanpa guru pengganti ketika guru mereka sedang mengikuti OJL. Untuk itu perlu untuk dipertimbangkan model-model pelaksanaan OJL yang berbeda.
Sebagian besar responden survei mengindikasikan bahwa mereka memandang kualitas pelatihan PPCKS baik, terutama apabila dibandingkan dengan pelatihan yang lain. Alasan-alasan yang diberikan adalah sebagai berikut:
Pelatihan ini memberikan pemahaman dan panduan mengenai bagaimana menjadi calon untuk kepala sekolah.
Pelatihan ini dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi kepala sekolah,
Pelatihan ini dapat membuat kepala sekolah mampu mengelola administrasi sekolah dengan benar.
Lebih jauh lagi, materi pelatihan yang diberikan pada saat PPCKS dipandang 'relevan' atau 'sangat relevan', menurut peserta PPCKS yang menjadi responden survei di keempat tingkat sekolah. Bahkan, antara setengah sampai dua pertiga responden dari Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) menganggap materi PPCKS 'sangat relevan'. Sepanjang masa pelatihan, dan di semua jenjang sekolah, angka dimana peserta menganggap materi pelatihan 'sangat relevan' menurun sedikit demi sedikit dari IN-1 ke OJL lalu ke IN-2.
Walaupun materi pelatihan dianggap 'sangat relevan', peserta PPCKS menyarankan agar materi berikut perlu di-update: Latihan Kepemimpinan, Penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS), Manajemen Keuangan Sekolah, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung belajar dan pembelajaran, dan Manajemen Kurikulum. Lebih lanjut lagi, meskipun salah satu peran penting kepala sekolah adalah menyelenggarakan rapat penilaian dengan guru-guru di sekolah, tidak ada modul yang membahas bagaimana kepala sekolah dapat melaksanakan refleksi diri dan penilaian diri. Masalah ini harus diatasi di LPPKS untuk memastikan bahwa modulnya sudah terkini dan mencerminkan pekerjaan sehari-hari yang dilaksanakan kepala sekolah.
Pelatihan PPCKS dilaksanakan oleh pelatih utama. Secara umum, pelatih utama dianggap memiliki 'kualitas tinggi'. Namun, beberapa kabupaten mengindikasikan bahwa, mereka lebih memilih untuk mengubah model pandanaan dan model administrasi yang saat ini digunakan. Beberapa kabupaten mengindikasikan bahwa mereka lebih menginginkan lebih banyak pelatih lokal yang dilatih dan untuk mengikutsertakan kepala sekolah dan pengawas untuk menjadi Pelatih . Sementara beberapa kabupaten lain mengindikasikan bahwa mereka lebih memilih untuk menggunakan pelatih utama dari luar kabupaten untuk melatih guru-guru yang mengikuti PPCKS.
Penilaian akseptabilitas
Penilaian akseptabilitas dilaksanakan di kabupaten. Penilaian akseptabilitas bertujuan untuk mencocokkan antara keterampilan calon kepala sekolah dengan sekolah di mana calon tersebut akan ditempatkan. Hasil survei menunjukkan bahwa kabupaten selalu taat melaksanakan penilaian akseptabilitas, meskipun dilaporkan bahwa di Sumatera (13,9%), Sulawesi (12,9%) dan Jawa (9,4%) kepala sekolah telah diangkat tanpa memenuhi persyaratan dalam penilaian akseptabilitas
Pengangkatan menjadi kepala sekolah
Permendiknas No. 28 Tahun 2010 memberikan panduan dan arah mengenai pengangkatan kepala sekolah. Permendiknas tersebut menyebutkan bahwa untuk diangkat menjadi kepala sekolah, seorang calon harus memiliki NUKS dan harus mengikuti penilaian akseptabilitas. Sedikit diatas setengah (51.4%) dari 1834 responden survei mengindikasikan bahwa Permendiknas No. 28 tahun 2010 'selalu' digunakan untuk mengangkat kepala sekolah. Sedikit diatas setengah pengawas sekolah mengindikasikan bahwa, dalam mengangkat kepala sekolah, kabupaten selalu mengikuti Permendiknas No. 28 Tahun 2010. Hal ini
konsisten dengan temuan sebelumnya. Menurut data yang tersedia di situs internet LPPKS, hanya 35,4% dari semua lulusan PPCKS yang memiliki NUKS telah diangkat menjadi kepala sekolah.
Kurangnya konsistensi dari kabupaten dalam melakukan penilaian akseptabilits untuk mengangkat kepala sekolah dan pengangkatan kepala sekolah tanpa NUKS menunjukkan bahwa kabupaten belum sepenuhnya mentaati Peraturan Menteri. Selain itu, data kualitatif dari wawancara dan FGD di semua kelompok (kohor) responden mengindikasikan bahwa intervensi politis dalam pengangkatan kepala sekolah masih tetap menjadi masalah. Jadi, walaupun Permendiknas No.28 Tahun 2010 memberikan arahan mengenai proses yang harus dilalui untuk mengangkat seorang kepala sekolah, namun persyaratan yang dijelaskan dalam Peraturan ini tidak sepenuhnya dilaksanakan di tingkat kabupaten.
Peningkatan kapasitas
Kerangka Acuan juga menyebutkan tujuan untuk meningkatkan kapasitas personil di LPPKS. Ini dimaksudkan bahwa Ketua Tim penelitian evaluasi ini akan ‘berteman’ dengan staf senior di LPPKS selama melaksanakan penelitian evaluasi ini.namun staf di LPPKS tidak dibeayai untuk berpartisipasi dalam penelitian evaluasi ini, dan karena mereka harus mengerjakan tugas rutin mereka selama penelitian evaluasi ini, peningkatan kapasitas staf di LPPKS diubah menjadi pelaksanaan lokakarya dengan staf penting di LPPKS, dalam waktu-waktu yang strategis selama penelitian evaluasi ini. Lampiran 6 berisi laporan mengenai peningkatan kapasitas ini.
Simpulan
PPCKS telah dilaksanakan di kabupaten sejak tahun 2010. LPPKS bekerjasama dengan dinas pendidikan kabupaten yang menunjukkan adanya komitmen untuk melaksanakan PPCKS. Selama lima tahun pelaksanaannya, PPCKS telah dilaksanakan dengan pendanaan dari beberapa sumber berbeda. Dibandingkan dengan jumlah kepala sekolah dan kabupaten di Indonesia, pendanaan ini terbilang kecil. Jumlah kabupaten paling banyak mengirim guru ke PPCKS terjadi pada tahun 2012 di mana saat itu 203 kabupaten dari lebih 500 kabupaten di Indonesia berpartisipasi dalam PPCKS.
Banyak kelebihan dari PPCKS yang diidentifikasi melalui penelitian evaluasi ini. Kelebihan PPCKS yang diidentifikasi oleh peserta antara lain:
pengaturan kebijakan dimana PPCKS menjadi bagian dari Permendiknas No. 28 Tahun 2010;
relevansi dari proses seleksi untuk mengidentifikasi pelamar yang akan menjadi calon kepala sekolah;
alokasi nomor unik di tingkat nasional (NUKS) seperti yang disyaratkan dalam Permendiknas No. 28 Tahun 2010;
pelatihan dan materi pelatihannya dipandang lebih baik dari materi pelatihan lainnya yang ada bagi sekolah-sekolah;
PPCKS mengikutsertakan modul untuk mendukung kepala sekolah menjadi fasilitator bagi guru-guru;
OJL dilaksanakan di lapangan dan mengharuskan penyelesaian proyek penelitian; dilaksanakan program pembimbingan (mentoring) untuk mendukung peserta PPCKS
selama masa OJL.
PPCKS memberikan pelatihan untuk membangun motivasi calon kepala sekolah; dan
Pelatih utama dan asesor menerima pelatihan untuk melaksanakan perannya masing-masing.
Penelitian evaluasi ini juga telah menunjukkan bahwa LPPKS kurang akurat dalam menyimpan data mengenai jumlah peserta PPCKS; jumlah lulusan dengan NUKS; dan jumlah lulusan yang telah diangkat menjadi kepala sekolah. Lebih lanjut, sedikit sekali penggunaan media elektronik untuk berkomunikasi secara nasional dengan dinas pendidikan kabupaten, guru-guru, kepala sekolah dan pengawas; ataupun untuk menerima pendaftaran untuk mengikuti pelatihan PPCKS.
Selain itu, implementasi Permendiknas No. 28 Tahun 2010 dipandang problematis, dengan tidak adanya kepatuhan secara universal pada persyaratan yang dijelaskan dalam Permendiknas tersebut di semua kabupaten dan peserta. Selain itu, peraturan ini tidak berisi sanksi apapun jika kabupaten tidak mengikuti peraturan. Dalam hal ini ditemukan beberapa isu berikut:
Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tidak dilaksanakan secara konsisten di seluruh Indonesia.
Beberapa peserta PPCKS sudah menjadi kepala sekolah;
BKD nampaknya kurang memahami PPCKS dan manfaat dari Penilaian Akseptabilitas;
Di beberapa kabupaten, beberapa pelamar diterima mengikuti PPCKS tanpa menyelesaikan proses seleksi yang dipersyaratkan;
Di beberapa tempat terjadi pengangkatan kepala sekolah tanpa memiliki NUKS. Beberapa lulusan PPCKS tidak diangkat menjadi kepala sekolah setelah dua tahun
menyelesaikan pelatihan; dan
Beberapa pengawas tidak mengetahui mengenai persyaratan yang ada dalam Peraturan ini sehingga tidak menerapkan persyaratan ini di kabupaten mereka.
Pilihan Kebijakan
Bab 6 dari laporan ini memberikan pilihan kebijakan yang berkaitan dengan peran dan cara kerja LPPKS; cara PPCKS dilaksanakan di tingkat kabupaten dan nasional; sifat pelatihan PPCKS; dan mengenai bagaimana status dari peraturan yang memberikan arahan mengenai bagaimana PPCKS seharusnya dilaksanakan.
Rekomendasi utama yang muncul dari evaluasi ini adalah bahwa LPPKS seharusnya menjadi Direktorat Utama di tingkat nasional untuk kepemimpinan sekolah. Penataan ulang tugas LPPKS ini juga memiliki implikasi pada cara kabupaten melaksanakan pelatihan PPCKS. Terkait dengan Pilihan Kebijakan ini, Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 juga
direkomendasikan untuk ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Bersamaan dengan itu, juga diperlukan pembahasan tingkat tinggi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian dalam Negeri dengan tujuan untuk meningkatkan ketaatan kabupaten terhadap Permendiknas No. 28 Tahun 2010. Ringkasan mengenai pilihan kebijakan yang dibahas dalam Bab 6 disajikan berikut ini.
LPPKS
Untuk menata ulang pekerjaan LPPKS agar dapat menjadi organisasi pengembangan kepemimpinan sekolah yang tertinggi di Indonesia, maka LPPKS perlu:
mengembangkan rencana strategis (renstra) untuk lima tahun kedepan yang mencakupi target dan indikator kinerja utama;
meningkatkan perannya sebagai perantara pengaturan kebijakan nasional dengan kabupaten;
melatih pelatih yang terdapat di kabupaten (yakni melatih pelatih utama dan asesor); memberikan akreditasi pada pelatih dan organisasi pelatihan di kabupaten untuk
menyelenggarakan PPCKS (seperti: universitas; pusat pelatihan, LPMP); memonitor kualitas pelatihan yang dilaksanakan di kabupaten;
metelaah dan memperbarui materi pelatihan secara berkala;
metelaah materi pelatihan untuk mempertimbangkan modul yang mana yang paling sesuai untuk diberikan secara online;
meningkatkan penggunaan pembelajaran online untuk menyampaikan modul yang sesuai dengan format ini;
menyediakan pelatihan yang serupa dengan PPCKS kepada kepala sekolah yang tidak memiliki NUKS;
memastikan perubahan pada materi pelatihan dan disampaikan kepada pelatih utama;
memberikan sertifikasi kepada lulusan PPCKS dengan memberikan NUKS;
terus menjaga data calon kepala sekolah dan kepala sekolah yang memiliki NUKS; membuat tempat penyimpanan (repositori) elektronik untuk sumber-sumber berbasis
praktik dan penelitian;
menawarkan program seperti PPCKS kepada sektor sekolah swasta;
memperluas peran dari LPPKS untuk bekerja dengan Dinas Pendidikan dan BKD untuk memonitor penempatan lulusan PPCKS dan untuk pengembangan profesional selanjutnya;
melatih pengawas sekolah untuk mendukung pelaksanaan PPCKS dengan mendukung baik mereka yang lolos maupun yang tidak lolos seleksi PPCKS di kabupaten;
melatihk Kepala sekolah Non-PPCKS agar bisa menerima NUKS;
mengkaji model bisnis yang melandasi pelaksanaan PPCKS untuk mengakomodasi peran yang telah berubah; dan
LPPKS seharusnya memberikan prioritas untuk melatih kabupaten di semua daerah terpencil .
Untuk mendukung pekerjaan/tugas LPPKS yang baru, disarankan agar LPPKS segera melakukan telaah pada semua basis data untuk memastikan bahwa datanya akurat, dan menerapkan strategi-strategi organisasi yang memastikan dilaksanakannya praktik-praktik manajemen data yang unggul. Disarankan lebih lanjut untuk melakukan telaah eksternal data keuangan dalam waktu 12 bulan untuk memeriksa akurasinya dan apakah sesuai tujuan, untuk menentukan apakah kualitas catatan administrasi sesuai dengan pekerjaan/tugas LPPKS yang baru.
Kabupaten
Untuk memperbaiki kualitas pelatihan dan untuk lebih memperkuat kontekstualisasi pada kondisi lokal di tingkat kabupaten, maka disarankan agar pihak kabupaten:
bekerjasama dengan LPPKS untuk melaksanakan PPCKS;
memberikan daftar nama peserta PPCKS yang menerima NUKS yang telah diangkat menjadi kepala sekolah kepada LPPKS;
membangun kapasitas pejabat provinsi dan kabupaten untuk mendukung PPCKS; memastikan pengawas sekolah dan staf di dalam BKD mendapat pelatihan dan
dukungan untuk melaksanakan PPCKS sesuai dengan peraturan;
menetapkan dan mempublikasikan mentor dan pelatih lokal di kabupaten untuk mendukung calon kepala sekolah;
melatih kepala sekolah dan pengawas sekolah teladan untuk menjadi mentor dan asesor;
menetapkan proses dimana sekolah yang menjadi tempat peserta PPCKS untuk OJL mendapatkan pengakuan dan sedikit penghargaan finansial untuk pekerjaan menerima peserta OJL;
menyediakan pelatihan dalam bentuk coaching dan mentoring untuk kepala sekolah di sekolah yang akan menerima peserta PPCKS selama OJL sehingga kepala sekolah ini terbiasa dengan ekspektasi dan persyaratan bagi peserta PPCKS dalam mengikuti PPCKS dan terutama dalam OJL.
Memonitor OJL untuk memastikan bahwa dukungan diberikan secara tatap muka dan juga melalui telepon dan email; dan
memastikan bahwa pelatih utama mengikuti pelatihan teratur untuk menjaga legitimasi dan kredibilitas mereka di depan peserta PPCKS.
Untuk membangun kapasitas semua kepala sekolah di semua sektor, dapat dipertimbangkan sebuah pendekatan strategis secara nasional untuk pengadaan PPCKS bagi sekolah swasta.
Pekerjaan di masa datang
Strategi yang akan membuat LPPKS dapat melakukan transisi dari pelaksana langsung PPCKS menjadi organisasi yang memberikan pelatihan kepada Pelatih akan dijelaskan dalam Rencana Transisi yang disampaikan bersama Laporan ini. Rencana Transisi termasuk dalam Lampiran 7. Rancangan Komunikasi juga terlampir dalam Laporan ini untuk mendukung pelaksanaan Rencana Transisi. Rancangan Komunikasi termasuk dalam Lampiran 8. Langkah LPPKS berikutnya mencakupi hal-hal berikut ini:
1. mengembangkan rencana strategis (renstra) untuk lima tahun kedepan; 2. menata ulang proses administrasi di LPPKS;
3. merevisi dan memperbaiki materi pelatihan agar sesuai untuk tujuan ‘melatih pelatih’; 4. mempublikasikan peran baru LPPKS bersama staf di LPPKS dan di provinsi serta
kabupaten; dan
5. melaksanakan program ‘ melatih pelatih’.
Disarankan agar tahun 2016 digunakan sebagai 'tahun transisi' untuk beralih dari pendekatan pelatihan saat ini ke model ‘ melatih pelatih’ oleh LPPKS.
Bab 1 Pendahuluan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sangat menyadari betapa pentingnya keteladanan kepala sekolah dalam sistem persekolahan unggul. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 28 tahun 2010 menjadi dasar hukum untuk penyiapan kepala sekolah, sertifikasi kepala sekolah, seleksi dan pengangkatan, serta penilaian kinerjanya. Selanjutnya, program Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) telah ditujukan bagi guru yang sudah menjadi kepala sekolah.
Melalui pelaksanaan kebijakan tentang sertifikasi, perizinan dan akreditasi program, begitu juga dengan proses standar untuk memvalidasi dan akreditasi program penyiiapan administrator, strategi resmi ini membuat pemerintah (dan lebih khusus lagi sekolah kabupaten) mampu mengendalikan masuknya kepemimpinan dan administrasi ke sekolah. Peraturan tersebut menyatakan bahwa pelamar haruslah seorang pegawai negeri golongan IIIC yang telah mengajar selama minimal 5 tahun; memiliki gelar sarjana S1 atau Diploma IV dari universitas yang memiliki akreditasi; berusia dibawah 54 tahun; dan adalah seorang pengajar yang bersertifikat.
Kepala Sekolah harus menunjukkan standar kompetensi yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 13 tahun 2007. Peraturan ini menjelaskan secara luas akan kelompok kompetensi yang diharapkan dari seorang kepala sekolah. Kelompok kompetensi tersebut adalah 'kepribadian', 'manajemen', 'kewirausahaan', 'pengawasan akademis', dan 'keterampilan sosial'. Enam kelompok kompetensi ini diperlukan oleh seorang penilik, yang berfokus pada wilayah yang sama, dengan tambahan 'penelitian dan pengembangan'. Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (PPCKS), adalah unsur utama dari Permendiknas No.28 Tahun 2010. PPCKS dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) untuk menyiapkan dan mensertifikasi guru-guru untuk menjadi kepala sekolah berdasarkan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Ringkasan mengenai kompetensi yang diharapkan dari seorang kepala sekolah termasuk dalam Lampiran 5.
PPCKS, termasuk komponen berikut ini seperti yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 28 tahun 2010:
i. Pendaftaran calon ke PPCKS.
ii. Seleksi administrasi untuk calon peserta PPCKS. iii. Seleksi akademis untuk calon peserta PPCKS. iv. Pelatihan PPCKS
v. Penilaian akseptabilitas untuk pengangkatan ke sekolah tertentu vi. Pengangkatan menjadi kepala sekolah
PPCKS menggunakan pendekatan 'In-On-In' dalam pembelajarannya yang menggabungkan:
Pembelajaran In-service: pelatihan awal tatap muka dirancang untuk dilaksanakan selama tujuh hari dan enam malam untuk total 70 jam pelajaran;
Pembelajaran On-the-Job Learning (OJL): pembelajaran di tempat kerja yang dilaksanakan selama tiga bulan untuk keseluruhan 200 jam pelajaran
Pembelajaran In-service 2 (IN - 2): tatap muka kedua untuk tindak lanjut dan penilaian, dilaksanakan selama tiga hari dan dua malam untuk total 30 jam pelajaran; Gambar 1 dibawah memberikan gambaran tentang pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam PPCKS
Gambar 1. Kajian Unsur-unsur Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah
Se
le
ksi
p
eser
ta
PP
CK
S
Se
le
ksi
Ad
m
in
istr
asi
Umu r< 54 Me mil iki se rt ifik at me ng ajar Pen galaman Meng ajar >5 Sarjan a S1 Pe gawai Ne ge ri 3CSe
le
ksi
Akad
em
is
(LPP
KS
)
Pen ilaian Pote ns i Ke pe mimp in an (L PA)Pel
atihan
PP
CK
S
(LPP
KS
)
Pem
be
lajar
an
In
-ser
vi
ce
1:
Tatap mu ka 70 Jam Bel ajarPem
be
lajar
an
On
-th
e-Jo
b
le bi h dari 3 bu lan : 200 Jam Be lajarPem
be
lajar
an
In
-ser
vi
ce
2:
Pen ilaian tatap mu ka dan pe mb el ajaran 30 JamSe
rtif
ikasi
PP
PCK
S
(LPP
KS
)
Pen
gan
gkat
an
(K
ab
up
ate
n)
Pen
ilai
an
Akse
ptab
ili
tas
Pe ni lai an de ng an masyar akat se te mp at un tu k pe ne mp atan di se ko lah te rt en tuPer
jan
jian
Pen
etap
an
N
om
or
Unik
Ke
pal
a
Se
ko
lah
(N
UK
S)
Pen
daftar
an
(K
ab
up
ate
n)
So
sial
isasi
dan
In
for
m
asi
1.1 Latar belakang
LPPKS didirikan melalui Permendiknas No.6 Tahun 2009 (Mengenai Organisasi dan Tata Kerja: LPPKS). Permendiknas No.39 Tahun 2012 adalah revisi dan memperbarui pekerjaan LPPKS begitu juga dengan Permendiknas No.45 Tahun 2013. Setiap peraturan dan amandemen ini menjelaskan tugas utama yang harus dilaksanakan oleh LPPKS. Tugas-tugas ini termasuk pengawasan untuk penyiapan, pengembangan dan pemberdayaan kepala sekolah, seperti yang digambarkan oleh beberapa hal berikut diambil dari amandemen 2012. Peran LPPKS adalah untuk:
menyiapkan rancangan, program dan anggaran untuk LPPKS;
menyiapkan program yang fokus pada sudut pandang pemberdayaan bagi calon kepala sekolah;
melaksanakan program untuk secara khusus meningkatkan kompetensi dari calon kepala sekolah berkaitan dengan data dan manajemen data:
- manajemen sistem informasi; - manajemen data dan informasi;
implementasi penyimpanan dokumen dan pemeliharaan LPPKS; dan memimpin pengembangan LPPKS.
Visi dari LPPKS menyatakan bahwa LPPKS bertujuan untuk "menjadi lembaga terbaik dalam mengembangkan kepala sekolah yang terpercaya, yang berjiwa wirausaha dan profesional". Misi LPPKS termasuk berikut:
Menanamkan kejujuran, integritas dan komitmen pada pendidikan;
Menanamkan semangat kewirausahaan (inovatif, kreatif, percaya diri, kompetitif, bekerja keras, mengambil resiko, bagus dalam mengambil kesempatan) melalui berbagai kegiatan pelatihan dan tanya jawab yang relevan dengan bagaimana menjadi seorang kepala sekolah;
Mengembangkan kemampuan kepala sekolah yang konsisten dengan praktik kerja internasional;
Mengembangkan keterampilan manajerial, kepemimpinan, dan teknologi dalam diri kepala sekolah; dan
Mengintegrasikan konsep kepemimpinan spiritual dengan pendekatan manajemen modern, sebagai dasar untuk nilai dan budaya kerja dari seorang kepala sekolah dalam memimpin sekolah.
Untuk mencapai hasil-hasil tersebut, LPPKS diharapkan untuk bekerjasama dengan dinas pendidikan kabupaten, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pusat.
1.2 Sasaran dan tujuan studi
Kerangka Acuan untuk evaluasi ini didasarkan pada asumsi bahwa kualitas dan kompetensi calon kepala sekolah bergantung pada efektivitas dari PPCKS. Tujuan utama dari evaluasi
ini adalah untuk mengukur efektivitas dari PPCKS guna meningkatkan PPCKS dalam menyiapkan calon kepala sekolah. Untuk mencapai tujuan ini, evaluasi ini ditujukan untuk menyediakan informasi mengenai apakah PPCKS efektif dalam meningkatkan kepemimpinan dan kompetensi kepala sekolah.
Lebih lanjut sasaran dari evaluasi ini untuk mengembangkan kapasitas dari staf LPPKS dalam:
Memonitor dan evaluasi PPCKS.
Mengelola dan menganalisa pengawasan dan evaluasi data dan menggunakan temuan tersebut untuk meningkatkan pengelolaan dan pelaksanaan PPCKS; dan Menyediakan jaminan mutu PPCKS.
Hasil dari evaluasi ini bertujuan untuk menyediakan pandangan dan rekomendasi khusus untuk memberitahukan pengembangan strategi dan kebijakan di masa datang bagi PPCKS.
1.3 Pertanyaan evaluasi
Evaluasi ini berusaha menjawab pertanyaan terkait pada asumsi mengenai model pelatihan PPCKS, begitu juga dengan hasilnya dan prosesnya (kualitasnya, relevansi, efektivitas dan efisiensi). Di dalam Kerangka Acuan diidentifikasi pertanyaan inti berikut yang akan dijawab dalam evaluasi ini.
1. Seberapa efektif proses yang melibatkan pendaftaran, seleksi, dan pengangkatan kepala sekolah?
2. Apa kualitas dan relevansi dari pelatihan yang tersedia? 3. Seberapa efektif dan efisien pengelolaan PPCKS?
4. Seberapa efektif PPCKS dalam hal meningkatkan kompetensi kepala sekolah? 5. Sejauh mana peningkatan kompetensi kepala sekolah dapat meningkatkan
pengajaran dan belajar di kelas dan hasil pembelajaran bagi siswa?
1.4 Sub-pertanyaan evaluasi
Di dalam Kerangka Acuan juga diidentifikasi sub-pertanyaan berikut yang akan dijawab.
1.4.1 Seleksi untuk PPCKS
i. Apakah prosedur seleksi administrasi dan akademis untuk berpartisipasi dalam pelatihan PPCKS sudah sesuai sasaran dan sudah memastikan bahwa para guru yang paling sesuai yang akan dipilih untuk berpartisipasi dalam pelatihan PPCKS? ii. Apakah prosedur seleksi sudah dilaksanakan dengan baik oleh kabupaten dan
LPPKS dalam memilih peserta?
iii. sampai sejauh mana Penilaian Potensi Kepemimpinan (PPK) digunakan untuk memandu proses seleksi?
iv. Apa yang terjadi kepada pemohon yang tidak dipilih untuk berpartisipasi dalam pelatihan PPCKS?
v. Apa peluang yang disediakan untuk memungkinkan mereka untuk memperbaiki alasan mengapa mereka tidak terpilih?
1.4.2. Pengangkatan untuk posisi kepala sekolah
i. Sampai sejauh mana kabupaten melaksanakan atau memasukkan persyaratan peraturan nasional yang relevan ke dalam proses pemilihan setempat, termasuk Permendiknas No.28 Tahun 2010, ketika mengangkat kepala sekolah baru?
ii. Apakah alasan untuk mengangkat guru yang tidak berpartisipasi dalam atau memenuhi persyaratan PPCKS mengisi posisi kepala sekolah?
iii. Seberapa efektif penilaian akseptabilitas dalam menempatkan kepala sekolah di sekolah-sekolah yang tepat?
1.4.3. Efektivitas PPCKS dalam menyiapkan kepala sekolah
i. Apa kekuatan PPCKS dalam mempersiapkan guru menjadi kepala sekolah?
ii. Perubahan apa yang harus PPCKS lakukan agar lebih mempersiapkan guru menjadi kepala sekolah?
iii. Dukungan apa yang diterima oleh kepala sekolah pada 2 tahun pertama menjalankan perannya dan dukungan apa yang perlu diterima untuk membantu mereka dalam menjalankan perannya?
iv. Apa kebijakan, praktek, dan program yang dibutuhkan untuk mempertahankan dan memperbaiki lebih lanjut kompetensi dan efektivitas kepala sekolah yang sudah berpartisipasi di PPCKS?
v. Apa kebijakan, praktek, dan program yang dibutuhkan untuk mempertahankan dan memperbaiki lebih lanjut kompetensi dan efektivitas kepala sekolah yang tidak berpartisipasi di PPCKS?
vi. Sampai sejauh mana dan apa dampak dari pengadaan lisensi dari Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 dilaksanakan?
1.4.4 Manajemen dan pelaksanaan PPCKS
i. Seberapa efektif pengaturan saat ini, di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, untuk pengelolaan dan pelaksanaan PPCKS?
ii. Apakah proses implementasi saat ini dan yang diusulkan sudah efisien dan efektif dalam hal biaya?
iii. Apakah LPPKS memiliki kapasitas untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan PPCKS secara nasional untuk memenuhi proyeksi angkatankerja kepala sekolah ke depan?
iv. Perubahan organisasi dan manajemen apa yang diperlukan untuk memastikan agar PPCKS dapat diimplementasikan secara efisien dan efektif dalam hal biaya?
1.4.5 Efektivitas dan potensi dampak PPCKS
i. Dalam dua tahun pertama sebagai kepala sekolah, apakah lulusan PPCKS lebih percaya diri dan efektif daripada kepala sekolah yang tidak berpartisipasi atau tidak lulus dari PPCKS?
ii. Setelah tahun kedua sebagai kepala sekolah, apakah lulusan PPCKS lebih efektif daripada kepala sekolah yang tidak mengikuti PPCKS?
Kompetensi kepala sekolah
Motivasi kepala sekolah dan profesionalisme Kinerja kepala sekolah
Kualitas mengajar di sekolah Kualitas belajar murid di sekolah
Temuan dari masing-masing pertanyaan ini disajikan dalam Lampiran 4 dan 5.
1.5. Definisi
Dalam laporan ini, terdapat beberapa istilah kepala sekolah dan guru yang digunakan. Dalam studi ini digunakan beberapa istilah kepala sekolah dan guru seperti berikut:
Lulusan PPCKS: guru-guru yang telah menyelesaikan pelatihan PPCKS;
Kepala Sekolah PPCKS: kepala sekolah yang telah menyelesaikan PPCKS dan telah diangkat menjadi kepala di sebuah sekolah;
Kepala Sekolah Non-PPCKS: kepala sekolah yang telah diangkat namun tidak mengikuti PPCKS;
Calon kepala sekolah: guru yang telah menyelesaikan program PPCKS, namun belum diangkat untuk menjadi kepala sekolah;
Guru yang mengikuti PPCKS (peserta PPCKS): guru yang mengikuti PPCKS, pada saat penelitian evaluasi ini dilaksanakan; dan
Guru: staf pengajar di sekolah yang tidak mengikuti PPCKS.
1.5.1 Peran asesor dan pelatih utama di LPPKS
Asessor dan pelatih utama adalah pemegang kunci penting dalam PPCKS. Tanggung jawab utama dari asesor adalah untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai potensi calon kepala sekolah melalui serangkaian alat potensi kepemimpinan dalam proses seleksi akademis. Untuk bisa melakukan penilaian, asesor harus melewati seleksi dan pelatihan, di mana seorang asesor akan menerima Sertifikat Asesor .
Pelatihan asesor dilaksanakan dalam 3 tahap: 1) Pelatihan inservice;
2) Pelatihan On the Job dan 3) Uji kompetensi.
Pelatihan inservice bagi kandidat asesor berlangsung selama enam hari, dan kemudian kandidat asesor akan mengikuti pelatihan on-the-job dengan mengembangkan instrumen potensi kepemimpinan. Akhirnya, kandidat asesor akan menyelesaikan uji kompetensi sesuai dengan persyaratan untuk mendapatkan Sertifikat Asesor. Asesor diseleksi dari lembaga berikut: Widyaiswara dari P4TK, LPPKS dan LPMP. Asesor bisa merupakan seorang dosen di universitas, pengawas, instruktur dan pejabat pendidikan.
Pelatih utama memainkan peran yang penting dalam menyiapkan calon kepala sekolah. Pelatih utama melaksanakan pelatihan calon kepala sekolah setelah melewati proses
seleksi akademis. Pelatih utama dipilih dan dilatih selama enam hari untuk menyediakan teori dan praktek agar mereka dapat bekerja secara profesional, dan mampu memberikan pendidikan dan pelatihan yang baik bagi peserta PPCKS. Calon pelatih utama harus menyelesaikan uji kompetensi sebelum mereka mendapatkan Sertifikat Pelatih Utama. Seperti Asesor, elatih Utama juga diseleksi dari Widyaiswara P4TK, LPPKS dan LPMP. Bisa seorang dosen universitas, pengawas, instruktur dan staf pendidikan. Materi pelatihan termasuk:
1. Panduan untuk melatih peserta PPCKS
2. Panduan untuk mengisi dan menganalisa instrumen calon kepala sekolah dengan menggunakan AKPK
3. Panduan Teknis untuk menyiapkan pelatihan calon kepala sekolah 4. Panduan Teknis untuk Pembelajaran In Service 1
5. Panduan Teknis untuk Pembelajaran On -the-Job 6. Panduan Teknis untuk Pembelajaran In Service 1 7. Panduan Teknis untuk penilaian peserta pelatihan 8. SOP untuk pelatihan calon kepala sekolah
9. Modul yang Interaktif, terdiri dari: a. Pengembangan RKS
b. Manajemen guru dan staf pendidikan c. Manajemen infrastruktur
d. Manajemen siswa e. Manajemen kurikulum
f. Manajemen keuangan sekolah
g. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran h. Mengembangkan administrasi sekolah
i. Monitoring dan evaluasi j. Pengawasan akademis k. Pelatihan kepemimpinan
1.5.2 Istilah-istilah Utama
Istilah-istilah utama yang digunakan dalam laporan ini adalah
'Relevansi' diartikan sebagai sampai sejauh mana Program Penyiapan kepala sekolah (PPCKS) sudah sesuai dengan kebijakan, prioritas dan kebutuhan dari kelompok target (misal, guru yang sedang dilatih untuk menjadi kepala sekolah). 'Efektivitas' adalah sampai sejauh mana PPCKS telah mencapai sasarannya. 'Efisiensi' dari PPCKS dipandang mengacu pada apakah PPCKS efektif atau tidak
dalam hal biaya.
'Dampak' diartikan sebagai mengidentifikasi perubahan yang terjadi (baik positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak), sebagai hasil dari pelaksanaan PPCKS.
1.6 Struktur Laporan
Bab 1 ini mengawali laporan evaluasi sebagai Pendahuluan, selanjutnya Bab 2 berisi Studi Kepustakaan yang menyajikan tentang karakteristik dan contoh-contoh konkrit tentang efektivitas program penyiapan calon kepala sekolah di sejumlah negara. Pada Bab 3 disajikan metodologi yang digunakan dalam pengumpulan data, dan Bab 4 menyajikan pembahasan atas hasil penelitian evaluasi ini. Selanjutnya pada Bab 5 disajikan ringkasan temuan yang didukung oleh Lampiran 4 dan 5, yang berisi temuan atas masing-masing pertanyaan utama dan pertanyaan sekunder penelitian evaluasi ini. Sementara itu pada Bab 6 disajikan pilihan kebijakan yang diusulkan, berikut topik tentang Rencana Transisi (Lampiran 7) dan Rencana Komunikasinya (Lampiran 8), yang menyajikan bagaimana pilihan kebijakan ini dapat dilaksanakan. Lampiran-lampiran berisi rincian mengenai bagaimana penelitian evaluasi ini dilaksanakan (Lampiran 3), dan temuan-temuan yang disajikan berdasar 25 pertanyaan yang disebutkan dalam Kerangka Acuan.
Bab 2 Kajian Pustaka
2. 1 Pendahuluan
Sistem pendidikan nasional Indonesia merupakan sistem pendidikan terbesar ketiga di wilayah Asia dan terbesar keempat di dunia, meliputi lebih dari 50 juta peserta didik dan lebih dari 3 juta guru yang tersebar di lebih dari 250.000 sekolah di lebih dari 500 kabupaten (Bank Dunia, 2014). Kajian pustaka ini merujuk kepada evaluasi program-program penyiapan kepala sekolah di Indonesia dan di luar negeri dan juga merujuk kepada literatur penelitian tentang kepemimpinan dan prioritas-prioritas kebijakan yang terkait dengan program-program penyiapan kepala sekolah, kompetensi kepala sekolah dan pengawas, dan proses penjaminan mutu untuk perbaikan sekolah.
Penelitian evaluasi ini dirancang dengan didasarkan pada temuan dalam dua penelitian berikut ini:
Kemendiknas (2008). Kajian tentang Kapasitas Pengawas (dilakukan sebagai bagian dari Program Pendidikan Dasar Indonesia Australia (AIBEP) yang didanai oleh AusAID ; dan
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (2013).
Penelitian Baseline Kompetensi Pengawas dan Kepala Sekolah dan Madrasah
(ACDP-007).
Proyek yang didanai oleh AIBEP merupakan bagian dari Kemitraan Pendidikan Australia-Indonesia, dan dirancang untuk membantu Indonesia mewujudkan pendidikan yang berkualitas tinggi untuk anak-anak Indonesia. Data diperoleh dari 200 kepala sekolah oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas – sekarang Kemendikbud) pada tahun 2008. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kompetensi-kompetensi manajerial dan supervisi akademik kepala sekolah tergolong rendah dibandingkan dengan kompetensi-kompetensi lain.
Temuan-temuan survei dari Penelitian Baseline Kompetensi Pengawas dan Kepala Sekolah dan Madrasah (ACDP-007) tahun 2013 telah memberi gambaran lebih jauh tentang kompetensi-kompetensi kepala sekolah dan pengawas. Penelitian tersebut menggunakan data tentang tingkat kompetensi kepala sekolah dan pengawas dilihat dari Standar Nasional Pendidikan terkait. Temuan-temuan penelitian ini mengindikasikan bahwa pengawas harus meningkatkan kompetensi mereka di semua aspek Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Selain itu, pengawas juga harus meningkatkan kompetensi mereka dalam bidang Supervisi Manajerial; Supervisi Akademik; Evaluasi Pendidikan; dan Memimpin Perubahan, Perbaikan, dan Inovasi. Temuan-temuan penelitian tersebut juga mengindikasikan tentang perlunya perbaikan-perbaikan kompetensi kepala sekolah dalam bidang Manajerial, Supervisi dan Kewirausahaan. Penelitian tersebut juga mengidentifikasi adanya proses seleksi yang tidak konsisten dalam seleksi kepala sekolah. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari penelitian ini meliputi rekomendasi-rekomendasi untuk pengembangan dan arahan-arahan belajar profesional untuk para pemimpin sekolah.
Temuan yang menarik adalah bahwa hampir tidak ada responden dalam Penelitian Baseline Kompetensi Pengawas dan Kepala Sekolah dan Madrasah (ACDP-007) tahun 2013 yang