BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah. (Rivai, 1995: 98)
Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti yang kadar terdapat dalam serbuk vitamin C.
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat baku. (Baaset, 1994: 82)
Metode titrimetri masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan, mudah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah bahwa metode titrimetri kurang spesifik. Titrasi iodometri digunakan untuk menentukan kadar dari zat-zat uji yang bersifat reduktor dengan titrasi langsung. Sedangkan untuk titrasi iodimetri adalah kebalikannya
Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II)
dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Rivai, 1995: 93)
1.2 Maksud dan Tujuan
2. Untuk mengetahui tentang titrasi redoks 3. Untuk mengetahui tentang iodo-iodimetri 4. Untuk mengetahui prinsip iodo-iodimetri 5. Untuk mengetahui standarisasi larutan iodin
6. Untuk mengetahui indikator yang digunakan untuk iodo-iodimetri 7. Untuk mengetahui natrium tiosulfat sebagai titran
8. Untuk mengetahui standarisasi larutan tiosulfat
9. Untuk mengetahui penentuan dengan iodometri dan iodimetri
BAB II
2.1 Teori Umum
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
2.2 Pengertian Iodo-iodimetri
Iodometri merupakan cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter. Sedangkan iodimetri merupakan cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter. (Rivai, 1995).
Iodometri disebut juga metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Sedangkan iodimetri merupakan metode titrasi langsung yang mengacu pada titrasi dengan suatu larutan iod standar. (Bassett, 1994).
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak
langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit. (Bassett, 1994).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 2002).
2.3 Prinsip Iodo-Iodimetri
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodida) untuk menghasilkan I
2, I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran, hal ini disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat dipakai untuk iodida. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawa iodida umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah ekuivalen dengan jumlah oksidator yang
akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan
amilum, jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai
warna ini tepat hilang.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:
IO3- + 5 I- + 6H+ 3I
2 + H2O
I2 + 2 S2O32- 2I- + S4O6
2-Jadi, prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan
standardnya.
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan
reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O6
2-akan lebih akurat daripada:
2-(Bassett, 1994).
2.4 Standarisasi Larutan Iodin
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25˚C) namun larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks triiodida dengan iodida,
I2 + I- I3
-Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25˚C. kalium iodida berlebih ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsirian iodin.
Larutan-larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan langsung iodin murni dan pengenceran dalam labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI yang konsentrasinya diketahui yang ditimbang secara akurat sebelum dan sesudah penambahan iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut distandarisasi terhadap larutan standar primer seperti As2O3. Kekuatan reduksi dari HAsO2
tergantung pada pH, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah : HAsO2 + I2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2I
-Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17; karena itu reaksi ini tidak berjalan sampai selesai pada titik ekivalen. Namun demikian, jika konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi dipaksa bergeser ke kanan sehingga bisa digunakan untuk titrasi. Biasanya larutannya disangga pada pH sedikit diatas 8 menggunakan natrium bikarbonat (Underwood, 2002).
Kelemahan larutan iod adalah :
1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap. 2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.
3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebgai berikut : 4 I- + O
2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa yakni pada Ph > 9 karena akan terjadi reaksi :
I2 + OH- HOI + 2H2O
3HOI + 3OH- 2I- + IO
2.5 Indikator Iodo-Iodimetri
Larutan I2 dalam larutan KI encer berwarna coklat muda. Bila 1 tetes
larutan I2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml aquadest akan memberikan
warna kuning muda, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I2 dapat berfungsi sebagai indikator. Warna dari larutan
iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi. Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai tes yang sensitif untuk iodin. (Underwood,2002)
Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki rantai lurus dan memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai bercabang dan memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium.
Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah, sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan.
Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi karena iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator ini tidak higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk kompleks yang tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi dan titik akhir jelas; reprodusibel dan tidak tiba-tiba. namun indikator ini harganya mahal.
Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut : Iodimetri : Amilum (tak berwarna) + I2 → iod-amilum (biru)
Iodometri : Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak
berwarna)
Perbedaan dari iodometri dan iodimetri berdasarkan perbedaan warna pada titik ekivalennya adalah : pada iodometri perubahan warna pada titik ekivalen (TE) dari biru menjadi tak berwarna, sedangkan pada iodimetri perubahan warna pada titik ekivalen (TE) dari tak berwarna menjadi biru.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Titrasi Secara Iodometri
1. Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH<8), jika terlalu basa, maka akan terjadi reaksi:
I2 + 2OH- IO-(ion hipoiodit) + I- + H2O
3IO 2I- + IO
3-(ion iodat)
Sehingga volume tiosufat (titran) berkurang, kesalahan sampai 4% terjadi pada pH sekitar 11,5
2. Larutan kanji yang telah rusak akan memberi warna violet yang sulit hilang warnanya, sehingga akan mengganggu penitaran.
3. Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium menguraikan amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
4. Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut
dalam air tetapi mudah larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi analit juga melarutkan I2 hasil reaksi.
5. Larutan tiosulfat (H2S2O3) dapat terdekomposisi, pada suasana yang
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Natrium Tiosulfat sebagai Titran
Larutan standar yang umum digunakan dalam proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Natrium tiosulfat biasanya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3. 5H2O dan larutan-larutannya distandarisasi terhadap sebuah larutan
primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil dalam jangka waktu lama, sehingga boraks atau natrium karbonat sering ditambahkan sebagai bahan pengawet.
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat : I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6
2-Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekivalen dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekularnya, 248,17; karena
satu elektron per satu molekul hilang. Jika pH dari larutan diatas 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat :
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul, terutama jika iodin digunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksidasi kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat, dan garam serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif. (Underwood,2002)
3.2 Standarisasi Larutan Tiosulfat Dengan iodin murni
Iodin murni adalah salah satu standar primer untuk larutan tiosulfat namun jarang digunakan karena kesulitan dalam penanganan dan penimbangannya dan yang lebih sering digunakan adalah standar yang terbuat dari agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida, sebuah proses iodometrik. (Underwood, 2002)
Dengan Kalium Iodat dan Kalium bromat
Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitatif menjadi iodin dalam larutan asam :
IO3- + 5I + 6H+ 3I2 + 3H2O
BrO3- + 6I- + 6H+ 3I2 + Br- + 3H2O
Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini hanya membutuhkan sedikit kelebihan ion hidrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lambat, namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion hidrogen. Biasanya sejumlah kecil ammonium molibdat ditambahkan sebagai katalis.
Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah berat ekivalnnya yang kecil. Dalam setiap kasus berat ekivalen adalah seperenam dari berat molekular, dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67
dan KBrO3 adalah 27,84. Untuk menghindari kesalahan yang besar dalam
menimbang, petunjuk-petunjuk biasa mensyaratkan penimbangan sebuah sampel yang besar, pengenceran di dalam labu volumetrik dan menarik
mundur alikuot. Garam kalium asam iodat, KIO3.HIO3 dapat digunakan
sebagai standar primer namun berat ekivalnnya juga kecil, seperduabelas dari berat molekularnya, 32,49. (Underwood, 2002)
Adapun cara standarisasi larutan tiosulfat dengan kalium iodat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu 120⁰ C secara seksama, larutkan dalam 25 ml air yang telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah 100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang (tidak berwarna).
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
KIO₃ + 5KI + 6HCl → 3I₂ + 6KCl + 3H₂O I₂ + 2Na₂S₂O₃ → 2NaI + Na₂S₄O₆
Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara dengan 3 mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO₃ setara dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM/6.
Dengan Kalium Dikromat
Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Senyawa ini memiliki berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopik, padat serta larutannya stabil. Rekasi dengan iodida dilakukan dalam 0,2 M sampai 0,4 M asam dan selesai dalam 5 sampai 10 menit.
Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Berat ekivalen dari kalium dikromat adalah seperenam dari berat molekularnya, atau 49,03 g/eq. pada konsentrasi asam lebih besar dari 0,4 M, oksidasi udara dari kalium iodida cukup besar. Untuk mendapatkan
hasil terbaik, tambahkan sepotong kecil natrium bikarbonat atau es kering ke dalam labu titrasi. Karbon dioksida yang dihasilkan akan menggeser tempat udara. (Underwood, 2002)
Dengan Tembaga
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan dipakai ketika tiosulfat digunakan untuk menentukan tembaga. Potensial standar dari pasangan Cu(II)-Cu(I),
Cu2+ + e Cu+
Adalah +0,15 V, sehingga iodin, E˚ = +0,53 V, adalah agen pengoksidasi yang lebih baik dibandingkan ion Cu(II). Namun demikian, ketika ion iodida ditambahakan ke dalam larutan Cu(II), endapan CuI terbentuk,
2Cu2+ + 4I- 2Cu (s) + I2
Reaksi dipaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan oleh penambahan ion iodida berlebih. pH dari larutan harus dijaga oleh sistem penyangga antara 3 dan 4.
Iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan oleh endapan tembaga(I) iodida dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil yang benar. Kalium tiosianat biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai untuk menyingkirkan iodin yang diadsorpsi. (Underwood, 2002)
3.3 Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri Penentuan Dengan Iodometri
Ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam kimia analisis. Penentuan iodometrik tembaga banyak digunakan baik untuk bijih maupun paduannya. Metode ini memberikan hasil yang sempurna dan lebih cepat daripada penentuan elektrolitik tembaga. Metoda klasik dari Winkler adalah sebuah metoda sensitif ntuk menentukan oksigen yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air ditambahkan garam mangan(II), natrium iodida dan natrium hidroksida berlebih. Mn(OH) putih diendapkan dan secara tepat dioksidasi menjadi Mn(OH)3 coklat. Larutannya kemudian
kemudian di titrasi dengan larutan standar dari natrium tiosulfat. (Underwood,2002)
Penentuan dengan Iodimetri
Penentuan antimon serupa dengan penentuan arseni, kecuali ion-ion tartrat, C4H4O62-, ditambahkan ke dalam kompleks antimon dan
mencegah pengendapan dari garam-garam sperti SbOCl ketika larutan dinetralkan. Titrasi dilakukan di dalam sebuah penyangga bikarbonat dengan pH sekitar 8. Dalam penentuan timah dan sulfit, larutan yang sedang dititrasi harus dilindungi dari oksidasi oleh udara. Titrasi hidrogen sulfida digunakan untuk menentukan belerang di dalam besi atau baja.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Titrasi redoks adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi.
Iodometri merupakan metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Iodimetri merupakan metode titrasi langsung yang mengacu pada titrasi dengan suatu larutan iod standar.
Prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan standardnya.
Indikator yang digunakan dalam titrasi iodo-iodimetri adalah indikator kanji.
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI.