• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Hak – hak asasi manusia (HAM) adalah hak – hak dasar atau hak – hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak – hak asasi ini menjadi dasar dari hak – hak dan kewajiban – kewajiban yang lain.1 Yang seharusnya melindungi HAM sepenuhnya adalah negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, maka kita akan melihat penjelasan dalam komentar umum menyatakan bahwa perwujudan HAM sepenuhnya adalah kewajiban negara. Negara harus menjalankan kewajiban pemenuhan HAM dalam bentuk antara lain penghormatan (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fullfil).2

Semua aturan dan ketentuan mengenai HAM pada akhirnya selalu mengacu pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Salah seorang penggagas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia asal Lebanon, Rene Cassin, menyatakan bahwa isi Deklarasi tersebut sebetulnya bisa dibagi menjadi lima hal, yaitu hak sipil (Pasal 1-11), hak sosial (Pasal 12-17), hak politik (Pasal 18-21), hak ekonomi dan budaya (Pasal 22-27), serta tanggungjawab negara (Pasal 28-30). Rene Cassin juga menyatakan bahwa ada beberapa kata kunci yang memayungi pasal-pasal dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yaitu “biarkan saya menjadi diri saya sendiri” untuk pasal hak sipil, Hak asasi manusia pada dasarnya ada sejak manusia dilahirkan, karena hak tersebut melekat sejak keberadaan manusia itu sendiri. Akan tetapi, persoalan hak asasi baru mendapat perhatian ketika mengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Ia mulai menjadi perhatian manakala ada hubungan dan ketertarikan antara individu dan masyarakat.

1 Zaenuddin HM, Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Jakarta ;Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 11. 2 Yosep Adi Prasetyo, Hak – Hak Sipil dan Politik, Yogyakarta : PUSHAM UII, 2010, hlm. 3.

(2)

“jangan campuri urusan kami” untuk pasal hak sosial, “biarkan kami turut berpartisipasi” untuk pasal hak politik, “beri kami mata pencaharian” untuk pasal hak ekonomi dan budaya.3

Hak sipil dan politik merupakan salah satu hak dasar warga negara dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi. Demokrasi yang bertumpu pada kedaulatan warga, dengan alasan apapun tidak bisa menghilangkan hak sipil dan politik warga negara. Apalagi bersangkutan dengan persoalan mekanisme atau prosedur demokrasi. Selain itu, hak sipil dan politik warga negara merupakan bagian hak konstitusi yang harus di laksanakan, tanpa kecuali. Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Hak sipil dan politik merupakan hak yang dimiliki warga negara ketika berhadapan dengan entitas negara yang memiliki kedaulatan. Hak – hak yang dimiliki warga negara sebagai warga sipil dalam sebuah negara, dan juga hak politik warga, yang memiliki kedudukan yang sama dalam pandangan negara, tidak ada diskriminasi dan sebagainya dalam kedudukannya sebagai warga negara maupun sebagai subjek hukum. Vierdag mengkategorikan hak sipil politik ini sebagai hak negative (negative right), karena untuk merealisasikannya negara harus diam, tidak melakukan tindakan (pasif), sehingga perumusannya menggunakan freedom from (bebas dari).4

Hak sipil dan politik yang paling mendasar adalah hak kebebasan untuk berpikir dan berkeyakinan, tanpa adanya intervensi dari siapapun, sekalipun itu otoritas negara. Maka inilah yang disebut sebagai freedom of religion and believe (hak kebebasan atas agama dan kepercayaan). Terkait pula dengan hak-hak sipil dan politik adalah hak untuk diperlakukan sama di depan hukum, dan hak untuk tidak dibunuh atau disiksa. Ini disebut pula sebagai hak dasar, atau non-derogable rights yang artinya hak-hak dasar

3Yosep Adi Prasetyo, op.cit.; hlm. 3.

4 Mahrus Ali dan Syarif Nurhidayat, Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat : In Court System and Out Court System;

(3)

manusia yang tidak bisa ditunda dan tidak bisa dicabut dalam situasi apapun.5

Hak sipil dan politik dikemukakan dalam kovenan internasional pada tahun 1966 oleh PBB yaitu International Covenant on Civil and Political Rights – ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak – hak Sipil dan Politik). Kovenan tersebut kemudian diratifikasi oleh Indonesia dan dituangkan dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak – Hak Sipil dan Politik). Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok hak asasi manusia di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 6 bab dan 53 pasal. Kovenan ini merupakan hasil tarik menarik antara kepentingan Blok Timur dan Blok Barat pasca perang dingin. Blok Timur yang didukung oleh negara – negara berkembang menginginkan kovenan hak sipil politik digabung dengan hak ekonomi sosial dan budaya, karena hak ekonomi sosial budaya merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia akan sebuah kebebasan, namun Blok Barat menolak, sehingga terjadilah pemisahan kovenan hak sipil politik dan kovenan tentang hak ekonomi sosial dan budaya.

Baik itu dalam keadaan perang, maupun dalam situasi darurat, negara harus tetap melindunginya.

6

Dalam hak - hak sipil dan politik, ada batas antara hak - hak yang tak dapat ditangguhkan (non - derogable rights) dengan hak - hak yang dapat ditangguhkan. Yang termasuk dalam kategori hak - hak yang tidak dapat ditangguhkan adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak diperbudak, hak atas kebebasan berpikir dan beragama serta berkeyakinan, hak untuk diperlakukan sama di muka hukum, hak untuk tidak dipenjara karena kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual, serta hak

5 M. Lutfi Chakim. 2011, Ruang Lingkup Hak Sipil Dan Politik Dalam Konstitusi, ICCPR, DUHAM Dan UU

No 39 Tahun 1999 Tentang HAM http://lutfichakim.blogspot.com/2011/08/ruang-lingkup-hak-sipil-dan-politik.html diakses pada 10 April 2013 pukul 17.00 Wib

(4)

untuk tidak dipidana berdasarkan hukum yang berlaku surut (retroactive).7

Namun dalam perjalanannya, banyaknya pelanggaran hak-hak sipil di Indonesia, baik dilakukan oleh Pemerintah, aparat keamanan maupun oleh masyarakat. Namun ada kecenderungan pihak Pemerintah lebih dominan, karena sebagai pemegang kekuasaan dapat secara leluasa untuk memenuhi kepentingan yang seringkali dilakukan dengan cara-cara manipulasi sehingga mengorbankan hak-hak pihak lain. Salah satunya adalah kasus penghilangan secara paksa 23 aktivis pro demokrasi periode 1997 – 1998. Kasus ini yang akan peneliti angkat dalam penelitian ini. Adapun alasan peneliti mengangkat kasus ini dikarenakan kasus penculikan yang menimpa para aktivis pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru, dimana mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong negara. Gagasan-gagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat menghambat jalannya roda Negara tak boleh melakukan intervensi dalam rangka menghormati hak – hak setiap orang, terutama hak – hak yang tak dapat ditangguhkan. Karena campur tangan negara justru mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas hak – hak individu/kelompok.

Hak sipil dan politik membuka jalan bagi terpenuhinya empat kebebasan dasar yang mencakup hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Saat ini rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan hak sipil politik. Rakyat tidak hanya bebas mendirikan partai-partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan aspirasi politiknya. Rakyat bebas pula untuk mendirikan perkumpulan masyarakat adat, dan lain sebagainya. Perwujudan hak atas kebebasan berorganisasi ini sangat vital bagi upaya rakyat untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan memperkuat masyarakat sipil yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.

7 Yosep Adi Prasetyo, op.cit.; hlm 3

(5)

pemerintahan, aktivitas politik yang mereka jalankan dianggap mampu membangkitkan pemikiran dan memprovokasi masyarakat untuk bangkit dan melawan pemerintahan pada masa itu. Dua puluh tiga aktivis tersebut melakukan pergerakan di bidangnya masing – masing memantau dan mengkritik setiap kebijakan pemerintah dan perlahan dianggap memprovokasi masyarakat. Peneliti ingin mengangkat kasus ini untuk melihat sejauh mana masa Orde Baru mampu mengekang kebebasan berpolitik masyarakat, dimana 23 aktivis yang mengalami penghilangan secara paksa tersebut adalah aktivis yang sangat keras menyuarakan perlawanan terhadap pemerintah pada saat itu. Sementara pada saat itu, demokrasi belum sepenuhnya dijalankan, corong kebijakan berpusat hanya pada penguasa, oposisi dan siapa saja yang menganggu jalannya kestabilan politik negara akan disingkirkan.

Penculikan Pius Lustrilanang, Desmon J Mahesa, Haryanto Taslam, Mugiyanto, Aan Rusdianto, Faisal Reza, Rahardja W Jati dan Nezar Patria mendorong gerakan masyarakat sipil untuk mendesak pertanggungjawaban militer yang dianggap pelaku. Satu persatu korban dikembalikan, namun hingga 2004 masih ada 13 orang yang masih hilang, yaitu Suyat, Yani Afri, Sonny, Noval Alkatiri, Dedy Hamdun, Ismail, Bimo Petrus, Abdun Naser, Hendra Hambali, Ucok Siahaan, Yadin Muhidin dan Wiji Thukul. Dimana dalam kronologis kejadiannya ada 23 aktivis pro demokrasi yang hilang, dan dalam perkembangannya ada 9 orang yang dikembalikan dan 1 orang yang meninggal, sedangkan 13 orang sisanya masih belum ditemukan hingga saat ini.8

Sembilan aktivis yang dikembalikan tersebut, antara lain :

Satu orang yang meninggal tersebut bernama Leonardus Nugroho, atau biasa dipanggil Gilang, seorang aktivis di Solo, yang hilang dan ditemukan meninggal pada 23 Mei 1998 di Magetan.

9

No

Nama Korban Tanggal Hilang

Keterangan

1 Aan Rusdiyanto 13 Maret 1998 Diambil paksa dirumah susun

klender Jakarta Timur

2 Andi Arief 28 Maret 1998 Diambil paksa di Lampung

8 KontraS, 2010, “Kertas Posisi Singkat Penculikan 1998 – 2009” Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak

Korban Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), hlm. 1

(6)

No Nama Korban Tanggal Hilang

Keterangan

3 Desmon J Mahesa 4 Februari 1998 Diambil paksa di Jakarta

4 Faisol Reza 12 Maret 1998 Dikejar dan ditangkap di RS

Ciptomangunkusumo Jakarta Pusat

5 Haryanto Taslam 2 Maret 1998 Saat mengendarai mobil dikejar dan

diambil paksa di depan pintu Taman Mini Indonesia Indah

6 Mugiyanto 13 Maret 1998 Diambil paksa dirumah susun

Klender Jakarta Timur

7 Nezar Patria 13 Maret 1998 Diambil paksa dirumah susun

Klender Jakarta Timur

8 Pius Lustrilanang 4 Februari 1998 Diambil paksa di Jakarta

9 Raharja Waluya Jati 12 Maret 1998 Dikejar dan ditangkap di RS

Ciptomangunkusumo Jakarta Pusat Tabel 1.1. Nama 9 Aktivis yang Dikembalikan

Dan 13 aktivis yang belum kembali hingga saat ini, antara lain :10

No Nama Korban Tanggal Hilang Keterangan

1 Dedy Hamdun 29 Mei 1998 Diambil paksa di Jakarta

2 Herman Hendrawan 12 Maret 19 98 Diambil paksa di Jakarta

3 Hendra Hambali 14 Mei 1998 Diambil paksa di Jakarta

4 Ismail 29 Mei 1997 Diambil paksa di Jakarta

5 Abdun Nasser 14 Mei 1998 Diambil paksa di Jakarta

6 Noval Al Katiri 29 Mei 1997 Diambil paksa di Jakarta

7 Petrus Bima Anugrah Minggu ke III bulan Maret 1998 Diambil paksa di Jakarta

8 Sony 26 April 1997 Diambil paksa di Jakarta

9 Suyat Februari 1997 Diambil paksa di Jakarta

10 Ucok Munandar Siahaan 14 Mei 1998 Diambil paksa di Jakarta

11 Yadin Muhidin 14 Mei 1998 Diambil paksa di Jakarta

12 Yani Afri 26 April 1997 Diambil paksa di Jakarta

13 Wiji Thukul Mei 1998 Diambil paksa di Jakarta

Tabel 1.2. Nama 13 Aktivis yang Dinyatakan Hilang Hingga Saat Ini

Menurut Deklarasi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Secara Paksa yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dalam Resolusi No. 47/133, tanggal 18 Desember 1992, penghilangan orang secara paksa terjadi ketika, ”orang-orang ditangkap, ditahan, atau diculik secara paksa, atau dirampas kebebasannya oleh petugas pemerintah di berbagai cabang atau tingkatan, atau oleh kelompok yang terorganisir,

(7)

maupun pribadi-pribadi yang bertindak atas nama kelompok tersebut, atau dengan dukungan persetujuan atau pembiaran oleh Pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang diikuti dengan penolakan untuk mengungkapkan nasib orang-orang yang terlibat atau penolakan untuk mengakui terjadinya perampasan kemerdekaan, yang menempatkan orang-orang tersebut di luar perlindungan hukum.11

Menurut Joseph Adi Prasetyo, mengacu UU Pengadilan HAM, kejahatan penghilangan orang secara paksa dapat dituntut surut sebelum diberlakukannya UU Pengadilan HAM. Mengacu aturan itu maka di Indonesia tak sedikit kasus penghilangan paksa yang harus diungkap kebenarannya untuk mewujudkan keadilan bagi para korban dan keluarganya. Menurutnya, menyebut gejolak politik yang memicu maraknya kejahatan penghilangan orang secara paksa di Indonesia. Dia mencatat, sejak Indonesia merdeka, berbagai macam kasus penghilangan paksa terjadi, puncaknya berlangsung sekitar tahun 1965 ketika rezim orde baru mulai berkuasa.

Serta diikuti dengan penolakan untuk mengakui perampasan kemerdekaan tersebut.

12

Penghilangan orang secara paksa atau ‘penculikan’ dalam istilah yang lebih populer, merupakan praktek politik yang sering terjadi di negara-negara otoriter di dunia. Praktek politik kekerasan seperti ini digunakan sebagai bentuk respon dalam meredam ekspresi politik masyarakat yang coba menggunakan hak-hak dan kebebasan dasarnya sebagai seorang warga negara. Bahkan hak-haknya sebagai manusia-pun turut dirampas. Penghilangan paksa merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.13

11 Tim Kampanye Dunia Untuk Hak Asasi Manusia, 2012, Lembar Fakta Penghilangan Orang Secara Paksa Atau Tidak Dengan Sukarela, hlm 2.

Mulai dari tahun 1965 (pembantaian massal PKI), 1984 (Tanjung Priok), 1989 (Talangsari, Lampung), hingga 1997-1998 (penculikan aktifis pro-demokrasi). Semua bentuk penghilangan paksa tersebut belum

12 Ady, 2013, Gejolak Politik Picu Terjadinya Pelanggaran HAM,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51127a20d6379/gejolak-politik-picu-terjadinya-pelanggaran-ham, diakses pada 10 April 2013 pukul 19.00 Wib

13 Usman Hamid dan Sri Suparyati, 2007, Penghilangan Orang Secara Paksa,

(8)

juga memperoleh pertanggungjawaban negara yang adil. Bahkan sebagian besar dari mereka belum diketahui keberadaannya.

Isu “penghilangan orang secara paksa” mulai sering diperbincangkan masyarakat pasca mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998 yang kemudian disebut sebagai era “reformasi”. Di masa-masa itu istilah yang lebih dikenal bukan “penghilangan orang secara paksa”, melainkan “penculikan”, bahkan mungkin istilah lain yang juga akrab terdengar saat itu adalah istilah “orang hilang”. Istilah ini mencuat ke permukaan publik setelah sejumlah aktivis dilaporkan hilang dalam kurun waktu April 1997 sampai Maret-Mei 1998. Banyak dari mereka yang dihilangkan adalah para aktivis, pemuda dan mahasiswa, yang saat itu dianggap penguasa sebagai kelompok yang membahayakan serta merongrong negara.

Upaya untuk mempersoalkan masalah ini kemudian memperoleh perhatian dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah melalui Panglima TNI telah melakukan upaya untuk mengungkap dan menuntaskan kasus ini membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang kemudian membuktikan bahwa penculikan dan penghilangan paksa itu dilakukan oleh Kopassus yang melibatkan beberapa instansi militer dan polri. Berdasarkan hasil pemeriksaan DKP, Letjen TNI Prabowo Subianto mengakui bahwa ia memberikan perintah untuk menculik dan juga mengaku salah dalam menganalisis perintah Bawah Kendali Operasi (BKO) serta menyatakan bersedia bertanggungjawab. Hasil pemeriksaan DKP memutuskan bahwa Letjen. TNI Prabowo, Mayjen TNI Muchdi PR dan Kolonel Inf. Chairwan terbukti terlibat dalam kasus penculikan dan terbukti melakukan pelanggaran HAM. Untuk itu kepada ketiga perwira itu diberikan sanksi administratif dan bila ternyata memenuhi unsur pidana maka terhadap mereka akan diberikan pula sanksi pidana. Letjen TNI Prabowo diberhentikan dari dinas kemiliteran, sementara Mayjen TNI Muchdi PR dan Kolonel Inf. Chairawan dibebastugaskan.14

14 Ibid.

(9)

Dalam kasus penghilangan orang / penculikan di Jakarta, hampir seluruh korbannya adalah individu yang memiliki keterlibatan langsung dengan aktivitas-aktivitas yang menentang rejim politik yang ada: Andi Arief, Faisal Reza, serta Herman Hendrawan, adalah sebagian dari aktvis Partai Rakyat Demokratik; sementara Desmond Mahesa adalah aktivis LBHN; Haryanto Taslam adalah pimpinan teras PDI-Megawati. Dengan fakta semacam ini maka pada dasarnya kekerasan dan penghilangan orang di Indonesia sebenarnya telah mencapai tahap dua sisi yang sangat membahayakan yakni di sisi pertama dimana aparat militer secara “naluriah” dan tanpa alasan apapun bisa melakukan tindakan kekerasan dan penghilangan orang seperti yang terjadi dalam kasus Aceh, di mana para korban banyak yang warga sipil biasa, petani, pegawai negeri rendahan, sampai warga yang sedang duduk-duduk yang sama sekali tidak terlibat dalam aktivitas politik apapun. Dan sisi kedua adalah, penghilangan orang sebagai bagian dari proyek sistematis-terencana untuk memuluskan kekuasaan dan membungkam oposisi. Khusus untuk 23 orang yang hilang beberapa bulan sebelum kemunduran Presiden Soeharto, 9 orang aktivis yang hilang dikembalikan, 1 orang ditemukan tewas, sementara 13 orang lainnya belum jelas nasib dan keberadaannya hingga kini. Sembilan orang aktivis yang dilepaskan memberi kesaksian bahwa mereka telah disiksa selama berada dalam penyekapan.

Deklarasi PBB tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa menyebutkan bahwa praktek-praktek sistematik penghilangan paksa merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan dinyatakan sebagai pelanggaran atas hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak disiksa. Penghilangan paksa juga merupakan pelanggaran atas hak untuk hidup, sehingga negara harus bertanggungjawab untuk mengambil tindakan yang efektif dalam bidang legislatif, administratif, peradilan perbuatan penghilangan paksa di setiap wilayah yang berada dibawah kekuasaannya atau bidang lainnya, untuk mencegah dan menghentikan. Setiap perbuatan penghilangan paksa merupakan kejahatan terhadap martabat manusia. Perbuatan ini dikutuk karena merupakan pelanggaran berat dan menyolok atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang diumumkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi

(10)

Manusia dan ditegaskan kembali dan dikembangkan dalam instrumen – instrumen internasional dalam bidang ini.15

sarana lain menurut pilihannya sendiri.

Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat tanpa mengalami gangguan, dalam hal ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi informasi / keterangan dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau

Tujuan dari penghilangan orang adalah agar yang bersangkutan, baik korban dan kelompoknya, menjadi kapok dan tidak melakukan hal yang sama, menentang penguasa. Ini adalah salah satu senjata ampuh yang digunakan. Selain motif mempertahankan kekuasaan, juga ada motif lainnya yaitu penghilangan saksi mata dan teror. Penghilangan saksi mata merupakan sebuah upaya menghilangkan saksi atas sebuah peristiwa politik yang cukup keras atau pelanggaran HAM yang berat. Penghilangan saksi mata biasanya terjadi di suatu tempat dimana telah terjadi kekerasan antara negara dan masyarakat yang begitu meluas sehingga negara merasa perlu melindungi dirinya dengan melakukan praktek penghilangan orang secara paksa.

Penghilangan merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh sebuah kekuatan / rezim kekuasaan terhadap “ancaman” yang tidak mempunyai celah untuk dikriminalisasikan. Ketidakmampuan secara yuridis biasanya memaksa sebuah rezim untuk melakukan tindakan-tindakan untuk meminimalisir ancaman terhadap kekuasaannya. Maka penghilangan orang secara paksa menjadi sebuah “logika kekuasaan” yang patut dilakukan. Berdasarkan kepada hal tersebut peneliti kemudian tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pelanggaran Hak Sipil dan Politik Warga Negara (Studi Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997 – 1998).

15IKOHI, 2007, Kasus Penghilangan Paksa : Kasus Yang Belum Selesai,

(11)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana penghilangan orang secara paksa periode 1997 – 1998 mengekang kebebasan hak berpolitik warga negara di masa orde baru?”

3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan usaha – usaha bagaimana menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang hendak diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk ke dalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak masuk ke dalam ruang penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini mengkaji tentang implementasi hak sipil dan politik warga negara Indonesia di masa Orde Baru.

2. Penelitian ini mengkaji tentang penghilangan orang secara paksa dalam lingkup penghilangan secara paksa 23 aktivis periode 1997 – 1998.

4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sejauh mana implementasi hak sipil dan politik warga negara Indonesia.

2. Memahami dan menganalisis penyebab penghilangan orang secara paksa periode 1997 – 1998.

5. Signifikansi Penelitian

1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya mengembangkan kompetensi peneliti serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(12)

2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai konsep hak sipil dan politik.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam Ilmu Politik serta menjadi referensi atau kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

6. Kerangka Teori

Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari mana peneliti melihat objek yang di teliti sehingga penelitian dapat lebih sistematis. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.16

6.1. Hak Asasi Manusia

Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak – hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.17 Hak asasi artinya hak yang bersifat mendasar (grounded), pokok atau prinsipil. HAM menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang bersifat mendasar. Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia mempunyai suatu “keistimewaan” yang membuka kemungkinan baginya untuk diperlakukan sesuai dengan “keistimewaan” yang dimilikinya.18

16 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3ES,1989), Hlm. 37

17 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Demokrasi : Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Prenada Media Group,

Jakarta : 2009; hlm 110.

18 Mahrus Ali dan Syarif Nurhidayat, op.cit hlm 5

Bangsa Indonesia memiliki rumusan HAM yang dirasa sebagai rumusan yang sesuai dengan kondisi sosiologis bangsa Indonesia, meskipun masih banyak mengadopsi aturan HAM dari dunia barat. Rumusan HAM dapat ditemukan dalam beberapa aturan hukum yang

(13)

dihasilkan badan legislatif, diantaranya dalam Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan dalam Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang bersifat kodrati, universal, dan berkelanjutan sejak ia masih berada di dalam kandungan, dan dilahirkan hingga sepanjang hayatnya. Dan secara demokratis, setiap manusia harus menghormati hak-hak asasi manusia lainnya tanpa terkecuali. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan Hak Asasi Manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta. Karena setiap manusia diciptakan sederajat kedudukannya, dengan hak-hak yang sama, maka prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial.19

Hak asasi manusia merupakan suatu hak yang melekat dalam diri manusia karena nilai humanitasnya. Menurut Krisdyatmiko, hak asasi manusia pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu hak klasik berupa hak sipil – politik, hak ekonomi, dan hak sosial budaya. Ketiga klasifikasi tersebut dapat dipadatkan menjadi dua saja, yaitu hak sipil – politik dan hak sosial - budaya. Satjipto Rahardjo membagi generasi HAM menjadi tiga, yaitu generasi pertama yang meliputi hak sipil dan politik, generasi kedua yang meliputi hak sosial, ekonomi, dan budaya, dan generasi ketiga yang memuat sejumlah hak – hak kolektif.20

19 Abdul Hakim Garuda Nusantara; Keadaan Hak Sipil dan Politik Indonesia Satu Dasa Warsa Reformasi;

HAM, Apapun jenisnya, memiliki kedudukan yang sama, harus dihormati dan dilindungi oleh semua pihak terutama oleh negara sebagai entitas yang memiliki otoritas yang besar.

http://www.komnasham.go.id, diakses pada 10 Mei 2013 pukul 22.00 Wib

(14)

Beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu:21

1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.

2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.

3. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

6.2.Hak Sipil dan Politik

Secara jelas undang-undang tidak menyebutkan pengertian tentang hak sipil dan politik, namun dapat di simpulkan bahwa hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara.22

Dengan kata lain, hak sipil dan politik adalah hak asasi dan kebebasan dasar manusia yg pemenuhan, penghormatan dan perlindungannya sangat ditentukan ada atau tidaknya hukum yg menjamin dan kekuasaan yang taat hukum serta memberikan kepastian hukum menjamin penegakannya jika ada pelanggaran.23

1. Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang – wenang.

Secara rinci hak – hak sipil dan politik antara lain sebagai berikut :

21 Subandi Al Mursadi, Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2003, hlm 97.

22 KontraS, Hak Sipil dan Hak Politik, 2010, op.cit; hlm 1.

(15)

2. Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan hukuman yang keji, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorangpun dapat dijadikan obyek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas;

3. Tidak seorangpun dapat diperbudak; perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya harus dilarang;

4. Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi;

5. Setiap orang yang secara sah berada dalam wilayah suatu negara, berhak atas kebebasan untuk bergerak dan kebebasan untuk memilih tempat tinggalnya dalam wilayah tersebut;

6. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan;

7. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama;

8. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; 9. Dilarang adanya setiap bentuk diskriminasi.24

Hak – hak sipil dan politik, meliputi :25 1. Hak hidup

2. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi 3. Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa

4. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi 5. Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah

6. Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum 7. Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama

8. Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi 9. Hak untuk berkumpul dan berserikat

10. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan

24 Lebih lengkap dapat dibaca dalam Konvensi Internasional Hak – Hak Sipil dan Politik, bagian II Pasal 6 – Pasal 27. 25 Ibid, hlm 4.

(16)

Karakteristik hak sipil dan politik :26 1. Negara bersifat pasif

2. Dapat diajukan ke pengadilan 3. Tidak bergantung pada sumber daya 4. Non-ideologis

Di dalam perlindungannya peran negara harus dibatasi karena hak-hak sipil dan politik merupakan Negative Right (hak dan kebebasan akan terjamin dan terpenuhi apabila peran negara dibatasi). Sebelum amandemen, ada dua pasal dalam UUD 1945 yang menjamin hak sipil dan politik di Indonesia, yaitu pada pasal 28 dan pasal 29, yaitu kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak untuk beragama dan berkepercayaan. Dua pasal tersebut dimasukkan ke dalam UUD 1945 setelah melalui perdebatan panjang antara Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.27

Indonesia pada 30 September 2005 meratifikasi dua perjanjian internasional tentang hak – hak manusia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak – hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights – ICESCR) dan Kovenan Internasional tentang Hak – hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights – ICCPR).

28

26 Ibid, hlm 5.

27Suparman Marzuki, op.cit; hlm 6. 28 Yosep Adi Prasetyo, op.cit.; hlm 4.

Ratifikasi ini menimbulkan konsekuensi terhadap pelaksanaan hak – hak manusia, karena negara Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum. Antara lain pemerintah telah melakukan kewajiban untuk mengadopsi perjanjian yang telah diratifikasi ini ke dalam perundang – undangan, baik yang dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai UU. Yang lain adalah pemerintah memiliki kewajiban mengikat untuk mengambil berbagai langkah dan kebijakan dalam melaksanakan kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fullfil) hak – hak manusia. Kewajiban ini juga diikuti

(17)

dengan kewajiban pemerintah yang lain, yaitu untuk membuat laporan yang bertalian dengan penyesuaian hukum, langkah, kebijakan dan tindakan yang dilakukan.

Berikut adalah rincian hak – hak sipil dan politik sebagaimana tercantum dalam UU No 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikasi terhadap Kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik. 29

No Pasal Hak - Hak Sipil dan Politik

1 Pasal 6 Hak untuk hidup (tidak dibunuh/dihukum mati setidaknya bagi anak di bawah 18 tahun)

2 Pasal 7 Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara keji, tak manusiawi atau merendahkan martabat manusia (termasuk tidak diculik/dihilangkan secara paksa, diperkosa)

3 Pasal 8 Hak untuk tidak diperbudak (larangan segala bentuk perbudakan, perdagangan orang, dan kerja paksa,)

4 Pasal 9 Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi (tidak ditangkap atau ditahan dengan sewenang-wenang, didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana)

5 Pasal 10 Hak sebagai tersangka dan terdakwa (diperlakukan manusiawi, anak dipisahkan dari orang dewasa, sistem penjara bertujuan reformasi dan rehabilitasi)

6 Pasal 11 Hak untuk tidak dipenjara atas kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual (utang atau perjanjian lainnya)

7 Pasal 12 Hak atas kebebasan bergerak dan berdomisili (termasuk meninggalkan dan kembali ke negerinya sendiri)

8 Pasal 13 Hak sebagai orang asing (dapat diusir hanya sesuai hukum atau alasan yang meyakinkan mengenai kepentingan keamanan nasional)

9 Pasal 14 Hak atas kedudukan yang sama di muka hukum (dibuktikan kesalahannya oleh pengadilan yang berwenang dan tidak memihak, jaminan minimal, dapat ditinjau kembali, tidak diadili dua kali dalam perkara yang sama)

29Ibid, hlm 5.

(18)

No Pasal Hak - Hak Sipil dan Politik

10 Pasal 15 Hak untuk tidak dipidana berdasarkan hukum yang berlaku surut (jika keluar ketentuan hukum sebelum tindak pidana, si pelaku harus mendapatkan keringanannya)

11 Pasal 16 Hak sebagai subyek hukum (hak perdata setiap orang seperti kewarganegaraan)

12 Pasal 17 Hak pribadi (tidak dicampuri atau diganggu urusan pribadi seperti kerahasiaan, keluarga atau rumah tangga, kehormatan, surat-menyurat atau komunikasi pribadi)

13 Pasal 18 Hak atas kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan (menganut ideologi atau orientasi politik, memeluk agama dan kepercayaan)

14 Pasal 19 Hak atas kebebasan berpendapat (termasuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi, dalam bentuk karya seni/ekspresi atau melalui sarana lainnya)

15 Pasal 20 Hak untuk bebas dari propaganda perang dan hasutan rasial (kebencian atas dasar kebangsaan, ras, agama atau golongan) 16 Pasal 21 Hak atas kebebasan berkumpul (mengadakan pertemuan,

arak-arakan atau keramaian)

17 Pasal 22 Hak atas kebebasan berserikat (bergabung dalam perkumpulan, partai politik atau serikat buruh)

18 Pasal 23 Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (tidak dipaksa, termasuk tanggung jawab atas anak)

19 Pasal 24 Hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan (setiap kelahiran anak didaftarkan dan memperoleh kewarganegaraan tanpa diskriminasi)

20 Pasal 25 Hak untuk berpartisipasi dalam politik (termasuk memilih, dipilih dan tidak memilih)

21 Pasal 26 Hak untuk bebas dari diskriminasi dalam hukum (semua orang dilindungi hukum tanpa diskriminasi)

22 Pasal 27 Hak kelompok minoritas (mendapatkan perlindungan khusus) Tabel 1.3. Rincian Pasal Hak Sipil dan Politik

(19)

6.3. Kekuasaan

Kekuasaan merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman. Pertama, pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi yang lain. Keabsahan atau kekuasaan merupakan satu legitimasi untuk melakukan tindakan yang dalam tataran objektif tidak bisa seperti itu. Artinya, tanpa adanya legitimasi kekuasaan, tindakan seseorang baik secara pribadi apalagi secara kelembagaan tidak akan dilaksanakan. Legitimasi ini begitu penting maknanya sebagai dasar dari kekuasaan. 30

Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama. Esensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi. Upaya mengadakan kekuasaan berbeda – beda, di antaranya : 31

1. Kekerasan fisik (force)

2. Koersi (coercion) yaitu melalui ancaman akan diadakannya sanksi

3. Persuasi (persuasion) yaitu proses meyakinkan, berargumentasi dan merujuk kepada pendapat seorang ahli.

4. Memberikan ganjaran (reward) memberikan intensif, imbalan atau kompensasi.

Sumber kekuasaan adalah berupa kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan. Bagaimana seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi pasti akan mempunyai kuasa atas bawahannya, dan bagaimana orang yang mempunyai kekayaan yang berlimpah mempunyai kuasa untuk membuat orang melakukan apa yang dia mau

30 Samsul Wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hlm 1. 31 Miriam Budiarjo, Dasar – dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm 61.

(20)

dengan imbalan akan diberikan uang, begitu juga dengan manusia yang memiliki kepercayaan dari banyak manusia lainnya yang pada akhirnya membuat manusia tersebut mempunyai kuasa untuk mengambil keputusan untuk banyak hal. 32

6.4.Penghilangan Orang Secara Paksa

Penjelasan Pasal 9 huruf i unsur – unsur tindak pidana Statuta Roma menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan penghilangan orang secara paksa yakni penangkapan, penahanan, atau penculikan seseorang oleh atau dengan kuasa, dukungan, atau persetujuan dari negara atau kebijakan organisasi, diikuti oleh penolakan untuk mengakui perampasan kemerdekaan tersebut atau untuk memberikan informasi tentang nasib atau keberadaan orang tersebut, dengan maksud untuk melepaskan dari perlindungan hukum dalam jangka waktu yang panjang.33 Unsur – unsur berupa penghilangan secara paksa sebagai berikut :34

1. Pelaku menangkap, menahan, atau menculik satu orang atau lebih, atau pelaku menolak untuk mengakui penangkapan, penahanan, atau penculikan, atau menolak untuk memberikan informasi menyangkut nasib atau keberadaan orang – orang,

2. Penangkapan, penahanan, atau penculikan tersebut diikuti dengan suatu penolakan untuk mengakui pencabutan kebebasan atau menolak memberikan informasi tentang nasib atau keberadaan orang atau orang – orang itu, atau penolakan semacam itu dilakukan atau disertai dengan pencabutan kebebasan yang dimaksud;

3. Pelaku menyadari bahwa penangkapan, penahanan atau penculikan tersebut akan diikuti dengan suatu rangkaian tindakan yang biasanya dilakukan dengan penolakan untuk mengakui adanya pencabutan kebebasan semacam itu atau untuk memberikan informasi tentang nasib atau keberadaan orang – orang itu,

32 Ibid; hlm 62.

33 Mahrus Ali dan Syarif Nurhidayat,op.cit; hlm 169 34 Ibid, hlm 169

(21)

4. Penangkapan, penahanan atau penculikan tersebut dilakukan dengan atau melalui pengesahan, dukungan atau bantuan dari suatu negara organisasi politik;

5. Penolakan untuk mengakui dicabutnya kebebasan tersebut untuk memberikan informasi tentang nasib atau keberadaan orang itu yang dilakukan melalui pengesahan, dukungan, atau bantuan dari negara atau organisasi politik;

6. Pelaku bermaksud untuk menghilangkan perlindungan hukum orang atau orang – orang itu untuk suatu jangka waktu yang tak tentu;

Dalam Statuta Roma unsur – unsur penghilangan secara paksa sama dengan unsur – unsur sebagaimana disebutkan di atas ditambah dengan dua unsur lagi, berupa tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil dan pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.35

7. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari cara yang digunakan untuk menyelidiki masalah yang memerlukan pemecahan. Implisit dalam defenisi metodologi adalah satu set prinsip – prinsip atau kriteria – kriteria yang dengannya para peneliti dapat meneliti kebenaran dari prosedur – prosedur penelitian. Metode penelitian menuntun dan mengarahkan pelaksanaan penelitian agar hasilnya sesuai realitas. 36

7.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang mengacu pada identifikasi sifat – sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia, benda atau peristiwa. Pada dasarnya, deskripsi

35 Ibid, hlm 170.

(22)

kualitatif melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema – skema klasifikasi37

7.2. Teknik Pengumpulan Data

.

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data pertama. Data primer didapatkan dari wawancara. Pada penelitian ini key informan adalah Pak Mugiyanto, salah satu korban penghilangan orang secara paksa sekaligus Ketua IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), yang akan diwawancarai untuk memberikan data dan informasi terkait kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997 - 1998. Data sekunder, dimana data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh melalui buku, makalah, laporan, jurnal, dan lain – lain. Nantinya teori dan referensi dari sumber – sumber data sekunder tersebut dapat dijadikan panduan dalam melakukan penelitian ini.

7.3.Teknik Analisa Data

Metode penelitian kualitatif lebih berorientasi kepada eksplorasi dan penemuan (discovery oriented). Oleh karena itu peneliti akan mencoba memahami fenomenanya atau gejala yang dilihat sebagaimana adanya dengan teknik analisa induktif yang dimulai dengan melakukan observasi – obsevasi untuk menemukan pola atau hubungan daripada judul penelitian.38

37 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta,

Prenada Media Group, hlm 6.

(23)

8. Sistematika Penulisan

Untuk lebih terarah dan mempermudah dalam pembahasan skripsi ini, maka penyusun akan mensistematiskan pembahasan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penelitian.

BAB II : DESKRIPSI KASUS

Dalam bab ini akan menggambarkan sejarah dan perkembangan hak sipil dan hak sipil politik serta profil ke 23 aktivis pro demokrasi periode 1997 – 1998 yang dinyatakan hilang.

BAB III : ANALISIS DATA

Bab ini nantinya akan berisikan tentang kronologis kasus serta penyajian data dan juga fakta yang diperoleh dari buku – buku, majalah, koran, dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kumpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab – bab sebelumnya serta berisi kemungkinan adanya saran – saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis–jenis industri yang mengalami kenaikan antara lain industri industri alat angkutan lainnya sebesar 18,70 persen, industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 18,45

Sehubungan dengan pandangan-pandangan di atas yang menyiratkan bahwa perilaku agresif bukan sesuatu yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia,tetapi

Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan analisis kerawanan bencana yang telah dilakukan, sedikitnya terdapat 5 (lima) jenis bencana yang rawan terjadi di daerah Jailolo dan sekitarnya,

Melihat berbagai hasil evaluasi yang baik dari pelaksanaan program manajemen pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas melalui pelayanan keperawatan kesehatan jiwa

Mengetahui pengaruh perkembangan rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan keputusan investasi (dilihat dari sudut investor) pada perusahaan sektor pertambangan yang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil bumi salah satunya adalah pertambangan, dalam dunia pertambangan pastinya dibutuhkan bahan peledak dan bahan kimia

Peneliti menemukan ada usia 2 tahun dan 10 tahun yang menderita Batu Saluran Kemih di RS Martha Friska.Berdasarkan kondisi tersebut penulis tertarik untuk melakukan

Oleh karena itu, pelanggaran atas norma tersebut akan dapat berakibat diberikan sanksi yang tegas, meskipun bukan dalam hukuman pidana, karena pelanggaran tersebut