9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Hakikat IPA
Sains berawal dari rasa ingin tahu manusia tentang gelaja alam yang diamati. Sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking),dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating). Hakikat IPA atau sains dipandang sebagai ilmu yang komprehensif (Collette dan Chiappetta, 1994: 30). Hakikat IPA menurut Trianto (2010: 37), bahwa hakikat IPA semata-mata tidaklah hanya dimensi pengetahuan (keilmuan), namun juga dimensi nilai. Sehingga hakikat IPA adalah serangkaian cara berpikir serta cara penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dengan melalui nilai-nilai (sikap ilmiah). Menurut Trianto (2010: 137), IPA sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun menemukan pengetahuan baru. Dalam mencari tahu pengetahuan peneliti menggunakan cara berpikir ilmiah dan langkah-langkah ilmiah. Langkah-langkah ilmiah dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang tidak hanya dapat diakuioleh orang lain tetapi juga dapat dipertanggung jawabkan hasil penelitiannya atau pengetahuannya. Selain menggunakan langkah-langkah ilmiah, seorang peneliti juga wajib bersikap ilmiah. Sikap ilmiah merupakan pondasi dasar seorang peneliti, sebab tanpa
10
dilandasi sikap ilmiah maka tidak akan ilmu yang diperolehnya itu benar dan ilmu itu hanya tulisan atau produk yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Produk berupa pengetahuan, hukum, teori, dan yang lainnya apabiladilakukan dengan melalui langkah-langkah atau proses ilmiah serta dilandasi sikap ilmiah maka produk tersebut akan diterima dan digunakan karena produk tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa hakikat IPA adalah sekumpulan pengetahuan, cara berpikir dan proses pengetahuan yang digunakan untuk mengetahui gejala alam. Dalam proses mencari pengetahuan peneliti berfikir ilmiah menggunakan langkah ilmiah dan bersikap ilmiah. IPA memiliki tiga ilmu dasar yaitu, fisika, kimia dan biologi.
2. Pembelajaran IPA
Gagne dalam Ratna (2011: 2), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sehingga belajar dapat diartikan sebagai pengalaman proses dimana siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar guna mencapai tujuan untuk membentuk siswa ke arah yang lebih baik. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan kepada sebuah tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam belajar siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran (Nana Sudjana, 2005: 28).
11
Proses pembelajaran IPA di kelas harus dapat memberikan pengalaman ilmiah kepada siswa, memberikan kesempatan bekerjasama, mengembangkan keterampilan berpikir untuk memecahkan masalah, sehingga mencapai hasil belajar yang baik Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswadan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pembelajaran (Jihas, Haris, 2008: 11).
Dari paparan di atas maka pembelajaran IPA merupakan suatu proses yang diarahkan kepada tujuan sehingga berubah perilakunya akibat pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya melalui model pembelajaran. Pembelajaran IPA yang dilakukan juga harus beorientasi terhadap lingkungan sebab tidak hanya guru saja yang digunakan sebagai sumber belajar tetapi lingkungan juga dapat digunakan sebagai sumber belajar. Sumber belajar yang digunakan dan proses pembelajaran siswa harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Model pembelajaran Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2010:4). Menurut Agus Suprijono (2010:54-65) menjelaskan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
12
jenis kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012: 202). Kelompok-kelompok kecil membuat siswa berinteraksi dengan siswa dalam satu kelompok. Siswa belajar tentang kerja sama, bertukar pendapat dan menolong siswa lain.
Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif. Perspektif pertama yaitu motivasi artinya penghargaan diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. Perspektif kedua yaitu sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena anggota kelompok menginginkan semua anggotanya memperoleh keberhasilan. Perspektif ketiga yaitu pengembangan kognitif artinya melalui interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi (Wina Sanjaya, 2006: 242).
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe seperti jigsaw, STAD, TGT, Make a Match dan lainnya. Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel. Para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Siswa diberi tugas membaca bab atau topik
13
dengan fokus yang berbeda pada masing-masing kelompok asal. Siswa yang telah membaca berkelompok dengan kelompok yang lain membahas topik yang sama sebagai kelompok ahli. Para siswa yang berasal dari kelompok ahli bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Kunci metode Jigsaw ini adalah interdependensi. Setiap siswa bergantung pada teman satu timnya untuk memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilainan (Slavin, 2005: 237-246).
Student Team-Achievement Divisions (STAD) merupakah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk guru baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2005: 143). Model pembelajaran ini terdiri lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.
Menurut Slavin (2005: 163-166) Team-Game-Turnamen (TGT) hampir sama dengan STAD hanya saja pada TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu. Sistem skor kemajuan individu pada TGT yaitu para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan tim lain yang kinerja akademiknya setara dengan mereka.
Make a Match merupakan model pembelajaran kooperatif yang beranggotakan dua kelompok besar yaitu kelompok pertanyaan dan jawaban. Para siswa yang sudah belajar tentang materi diberi kartu
14
pertanyaan dan jawaban. Siswa mencari pasangan mereka sesuai kartu yang mereka dapatkan.
Berdasarkan beberapa tipe-tipe model kooperatif ini peneliti mengambil tipe Make a Match sebagai variabel bebas penelitian. Tipe Make a Match paling sesuai dengan materi yang digunakan pada penelitian yaitu “Getaran dan Gelombang”. Model kooperatif tipe Make a Match pada penelitian ini digunakan pada akhir pembelajaran yang berfungsi sebagai evaluasi pembelajaran.
4. Ma
ke a Match
Make a Match merupakan salah satu bagian dari struktural yang menekankan pada struktur yang dirancang yang digunakan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tersebut memiliki tujuan umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).
Tabel 2.1.Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa
Fase 2: Present information Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal
Fase 3: Organize students into learning teams
Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama siswa mengerjakan tugasnya
15 Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6: Provide recognition
Memberikan penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
Sumber : (Sugiyanto, 2010: 44-48).
Metode Make a Match (mencari pasangan) pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran (Miftahul Huda, 2011: 113) mencari variasi mode berpasangan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode ini cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan metode ini.
Langkah- langkah pembelajaran Make a Match:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian).
b. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
c. Mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
d. Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan.
Miftahul Huda (2013: 253-254) mengatakan bahwa kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Make a Match adalah :
16
a. Kelebihan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain.
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik
2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi
5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. b. Kelemahan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain:
1) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.
2) Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.
3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan. 4) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada
siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu. 5) Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
Berdasarkan paparan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match merupakan model pembelajaran konstrukstivisme yang membagi siswa menjadi dua
17
kelompok besar. Model pembelajaran ini membuat siswa lebih berinteraksi dengan siswa yang lain. Model pembelajaran ini menggunaka media kartu untuk pertanyaan dan jawaban.
5. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell, 1998).
Keterampilan sosial yang dimaksudkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2007) mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill), kecakapan bekerjasama (collaboration skill) dan kecakapan bertanggung jawab (accountability skill). Jarolimek dalam Jakiatin Nisa (2010: 62) mengemukakan bahwa keterampilan sosial dapat meliputi: living and working together;taking turns; respecting the right of others; being socially sensitive (hidup dan bekerjasama, bergiliran, respek dan sensitif terhadap hak orang lain). Learning self-control and self-direction (belajar mengontrol diri dan tahu diri). Sharing ideas and experience with others (berbagi ide dan pengalaman dengan orang lain).
18
Sub indikator dalam keterampilan sosial menurut Jarolimek dalam Jakiatin Nisa (2010: 62) yaitu:
1. Bekerja Sama meliputi membantu/menolong orang lain, menghargai orang lain, dan bergiliran
2. Mengontrol diri dan orang lain meliputi mengucapkan kata-kata baik, mengontrol emosi, dan mengikuti petunjuk/aturan
3. Menyampaikan pendapat yaitu menyampaikan pendapat dan menerima pendapat
Berdasarkan rujukan maka keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif sesuai dengan situasi dan kondisi dan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain. Keterampilan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi, kecakapan bekerjasama dan kecakapan bertanggung jawab. Keterampilan sosial yang digunakan pada penelitian ini adalah keterampilan bekerja sama, mengontrol diri dan orang lain, dan menyampaikan pendapat.
6. Hasil Belajar
Hasil belajar siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran. Hasil belajar menurut Sugandi (2007:63) hasil belajar merefleksikan keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas (secara bergradasi) dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Aspek
19
perubahan perilaku tersebut tergantung yang dipelajari oleh siswa (Achmad Rifa’i, 2009:85).
Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono: 2010:5-7) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam perkembangannya taksonomi Bloom dimulai sejak tahun 1948 oleh Bloom di bawah bimbingan Ralph Tyler, dan baru diselesaikan dan dipublikasikan resmi tahun 1956. Bloom dan kawan-kawan mengembangkan ranah koognitif menjadi enam klompok, yang tersusun secara hierarki mulai dari kemampuan yang paling rendah (lower order thinking) sampai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), yaitu: 1) knowledge, 2) comprehension, 3) application-ketiganya termasuk lower order thinking, dan 4) analysis, 5) syinthesis, dan evaluation yang termasuk dalam higher order thinking.
Taksonomi Bloom yang lama direvisi menurut Anderson dan Krathwohl ada enam proses kognitif yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Hasil revisi yang dilakukan oleh Anderson dan Krathwohl menjadikan enam kategori proses kognitif menurut tingkat kompleksistas (Wowo Sunaryo Kuswana, 2012: 109-110). Mengingat artinya mendapatkan kembali pengetahuan yang tersimpan pada memori jangka panjang. Memahami artinya mendeskripsikan isi pembelajaran mencakup tulisan dan komunikasi grafik. Menerapkan artinya menggunakan prosedur dalam situasi yang diharapkan. Menganalisis artinya memecah materi menjadi bagian-bagian
20
pokok dan menggambarkan bagian-bagian tersebut. Mengevaluasi artinya menilai yang didasarkan pada standar kriteria. Menciptakan artinya menempatkan bagian secara bersama pada suatu ide untuk memperoleh hasil yang baik.
Tabel 2.2. Hubungan dan Dimensi Proses Kognitif
Kategori proses kognitif Contoh
1. Mengingat:
Mendapatkan pengetahuan dari memori jangka panjang
1.1 Mengenal Tanggal-tanggal penting sejarah negara
1.2 Mengingat Mengingat kembali tanggal-tanggal penting sejarah negara
2. Memahami:
Membangun pengertian dari pesan pembelajaran, diantaranya oral, tulisan dan komunikasi grafik
2.1 Mengartikan Menguraikan dengan kata-kata sendiri dalam pidato
2.2 Memberikan contoh Memberikan contoh macam-macam gaya lukisan artistik
2.3 Mengklasifikasi Mengamati atau menggambarkan kasus kekacauan mental
2.4 Menyimpulkan Menulis kesimpulan pendek dari kejadian yang ditayangkan video 2.5 Menduga Mengambil kesimpulan dasar-dasar
contoh dari pembelajaran bahasa asing
2.6 Membandingkan Membandingkan
peristiwa-peristiwa sejarah dengan situasi sekarang
2.7 Menjelaskan Menjelaskan penyebab peristiwa penting Perancis abad ke 18
3. Menerapkan:
Menggunakan prosedur dalam situasi yang diberikan
3.1 Menjalankan Membagi sau angka dengan seluruh angka dengan perkalian
3.2 Melaksanakan Menetapkan situasi tepatnya hukum Newton yang kedua
21
Kategori proses kognitif Contoh
4. Menganalisis:
Memecah materi menjadi bagian-bagian pokok dan mendeskripsikan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan atau tujuan
4.1 Membedakan Membedakan angka yang relevan dan tidak relevan dalam satu soal matematika
4.2 Mengorganisasi Bukti-bukti struktur dalam deskripsi sejarah menjadi sesuatu atau melawan sesuatu penjelasan sejarah
4.3 Mendekonstruksi Menetapkan pandangan para ahli dalam pandangan politiknya
5. Menilai:
Membuat penilaian yang didasarkan pada kriteria standar
5.1 Memeriksa Menetapkan apakah kesimpulan para ilmuan sesuai dengan data yang diteliti
5.2 Menilai Menilai antara dua metode mana yang terbaik yang dapat menyelesaikan masalah
6. Menciptakan:
Menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama kedalam suatu ide semuanya saling berhubungan untuk membuat hasil yang baik
6.1 Menghasilkan Menghasilkan hipotesis untuk menghitung fenomena yang sudah diteliti
6.2 Merencanakan Merencanakan penelitian mengenai masalah sejarah
6.3 Membangun Membangun sebuah habitat baru untuk menyakinkan tujuan yang baru
Sumber: Wowo Sunaryo Kuswana, (2012: 117-118)
Berdasarkan paparan di atas bahwa hasil belajar kognitif adalah perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Hasil belajar kognitif digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan proses pembelajaran.
22
Dalam penelitian ini peneliti mengambil 4 tingkatan kognitif yaitu mengingat, memahami, menerapkan dan menganalisis.
23 7. Kajian Keilmuan
a. Getaran
Getaran adalah salah satu bentuk gerak yang khusus (Mirza Satriawan, 2007: 1). Getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Satu getaran didefinisikan sebagai satu kali bergetar penuh, yaitu dari titik awal kembali ke titik tersebut. Gerakan yang dilakukan dari titik awal kembali ke titik tersebut disebut getaran harmonis. Getaran-getaran harmonis ini banyak dijumpai sehari-hari misalnya sebatang per yang disimpangkan kemudian dilepaskan, getaran-getaran senar, dan kolom udara pada alat musik dan lain sebagainya.
Gambar 2.1. Gerak Bolak-Balik Benda Sumber: (Saeful Karim, 2008: 238)
Satu kali getaran yang dialami bandul pada gambar di atas adalah ketika bandul bergerak dari titik A1 kembali ke titik A ( A-B-C-B-A ) atau dari titik B kembali ke titik B ( B-C-B-A-B) (Saeful Karim, 2008: 238).. Getaran juga dapat dilihat pada pegas yang diberi beban, kemudian diberi simpangan dan dibiarkan bergerak bolak-balik di sekitar titik
24
kesetimbangannya. Mistar plastik yang salah satu ujungnya ditahan tetap dan ujung yang lain diberi simpangan akan bergetar pula setiap benda yang melakukan gerak bolak balik di sekitar titik kesetimbangannya dikatakan bergetar
Parameter-parameter getaran 1) Amplitudo Getaran
Gambar 2.2 Gerak Amplitudo Benda Sumber: (Saeful Karim, 2008: 328)
Pada gambar di atas, misalkan kita anggap titik B adalah titik kesetimbangan. Simpangan terbesar getaran pada gambar di atas adalah jarak BA atau BC. Simpangan terbesar disebut amplitudo.
2) Periode Getaran
Periode getaran adalah waktu yang ditempuh benda dalam melakukan satu kali getaran. Periode dilambangkan dengan T. Untuk menghitung periode getaran, digunakan persamaan berikut (Saeful Karim, 2008: 239)
25
T = ... (1) (Saeful Karim, 2008: 239)
dimana :
T = periode getaran ( sekon atau detik ) 𝑡 = Waktu ( sekon atau detik )
N = banyaknya getaran 3) Frekuensi Getaran
Frekuensi getaran adalah banyaknya getaran yang dilakukan dalam satu detik. Frekuensi dilambangkan dengan f. Untuk menghitung frekuensi getaran, digunakan persamaan berikut (Saeful Karim, 2008: 239).
f = ... (2)
(Saeful Karim, 2008: 239) dimana :
f = frekuensi getaran ( Hertz atau Hz ) 𝑡 = Waktu ( sekon atau detik )
N = banyaknya getaran b. Gelombang
Gelombang adalah getaran yang merambat. Setiap titik yang dilalui gelombang terjadi getaran, dan getaran tersebut berubah fasenya sehingga tambak sebagai getaran yang merambat (Mirza Satriawan, 2007: 14). Gelombang adalah getaran yang merambat dalam suatu medium. Dalam peristiwa perambatan gelombang yang merambat hanyalah
26
getarannya/usikannya, sedang mediumnya/zat perantaranya tetap (Saeful Karim, 2008: 239).
1) Berdasarkan medium perantaranya gelombang dibedakan menjadi 2 macam yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnet (Sutrisno, 1979: 5).
a) Gelombang mekanik adalah gelombang yang merambat memerlukan zat perantara. Gelombang mekanis dicirikan oleh pengangkutan tenaga melalui materi oleh gerak suatu gangguan di dalam materi tersebut tanpa suatu gerak yang bersangkutan dari materi itu sendiri (Halliday,R.1985:609-610).Contoh : gelombang laut, gelombang bunyi, gelombang pada tali, gelombang pada slinki.
b) Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang ditimbulkan oleh getaran medan listrik dan medan magnet dan dapat merambat tanpa medium zat perantara. Contohnya : gelombang radio, gelombang cahaya, gelombang radar, sinar x, sinar alfa, sinar beta, dan sinar gama.
2) Jenis-jenis Gelombang
Ada dua jenis gelombang yang dapat di lihat dari arah ramabatan gelombangnya, yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal.
a) Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus dengar arah getarannya.Misalnya, sebuah tali vertikal di
27
bawah tegangan dibuat berosilasi bolak-balik di sebuah ujung maka sebuah gelombang transversal akan berjalan sepanjang tali tersebut. Gangguan atau usikkan bergerak sepanjang tali tetapi partikel-partikel tali bergetar di dalam arah yang tegak lurus kepada arah penjalaran gangguan (Halliday,R.1985: 610).
b) Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah rambatnya sejajar (berimpit) dengan arah getarnya. Misalnya, bila sebuah pegas vertikal di bawah tegangan dibuat berisolasi ke atas dan ke bawah di suatu ujung maka sebuah gelombang longitudinal berjalan sepanjang pegas tersebut. Tali-tali akan bergetar bolak-balik di dalam arah dimana gangguan berjalan sepanjang pegas atau sejajar. Contoh lain pada gelombang longitudinal yaitu gelombang bunyi di dalam gas (Halliday,R.1985: 612).
3) Parameter-parameter gelombang a) Periode
Periode gelombang adalah waktu yang diperlukan gelombang untuk melakukan satu panjang gelombang (Saeful Karim, 2008: 240).
28
Frekuensi gelombang adalah jumlah gelombang yang lewat satu titik selama satu detik (Saeful Karim, 2008: 240). Hubungan antara periode dan frekuensi dapat dituliskan sebagai berikut :
T = atau f = ... (3) (Saeful Karim, 2008: 240)
dimana :
T = periode gelombang ( sekon atau detik ) f = frekuensi gelombang ( Hertz atau Hz ) c) Panjang gelombang
Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh gelombang dalam satu periode. Panjang satu gelombang sama dengan jarak yang ditempuh dalam waktu satu periode.
Panjang gelombang dari gelombang transversal
Gambar 2.3. Gelombang Transversal Sumber: (Saeful Karim 2008: 241)
Pada gelombang transversal, satu gelombang terdiri atas 1 puncak dan 1lembah. Jarak antara dua puncak atau dua lembah yang berurutan disebut setengah panjang gelombang atau ½ λ (lambda)
29
Panjang gelombang dari gelombang longitudinal
Gambar 2.4 Gelombang Longitudinal Sumber: (Saeful karim, 2008: 246)
Pada gelombang longitudinal, satu gelombang (1 λ) terdiri dari 1 rapatan dan 1 renggangan.
d) Cepat rambat gelombang
Cepat rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh gelombang tiap detik (Saeful Karim, 2008: 247). Hubungan antara v, λ, dan f dituliskan dalam persamaan sebagai berikut.
v= atau v = f λ ... (4)
(Saeful Karim, 2008: 247) dimana :
v = cepat rambat gelombang ( m/s ) λ = panjang gelombang ( m ) T = per iode gelombang ( s ) f = frekuensi gelombang ( Hz) 4) Pemantulan Gelombang
Pada saat berteriak di lereng sebuah bukit, maka akan terdengar suara kembali setelah beberapa saat. Hal ini membuktikan bahwa bunyi dapat dipantulkan. Bunyi merupakan salah satu contoh gelombang mekanik. Berdasarkan uraian sebelumnya dan dari hasil
30
diskusi, dapat disimpulkan bahwa salah satu sifat gelombang adalah dapat dipantulkan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering melihat pemantulan gelombang air kolam oleh dinding kolam, ataupun gelombang ombak laut oleh pinggir pantai. Dapat diterimanya gelombang radio dari stasiun pemancar yang sedemikian jauh juga menunjukkan bahwa gelombang radio dapat dipantulkan atmosfer bumi (Saeful Karim, 2008: 248)
Gambar 2.5 Pemantulan Tali Ujung Terikat Sumber: (Saeful Karim, 2008: 249)
Sebuah gelombang merambat pada tali, jika ujung tali diikat pada suatu penopang, gelombang yang mencapai ujung tetap tersebut memberikan gaya keatas pada penopang. Penopang memberikan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke bawah pada tali. Gaya ke bawah pada tali inilah yang membangkitkan gelombang pantulan yang terbalik (Saeful Karim, 2008: 249).
31
Gambar 2.6. Pemantulan Tali Ujung Bebas Sumber: (Saeful Karim, 2008: 249)
Pada Gambar ujung yang bebas tidak ditahan oleh sebuh penopang. Gelombang cenderung melampaui batas. Ujung yang melampaui batas memberikan tarikan ke atas pada tali dan inilah yang membangkitan gelombang pantulan yang tidak terbalik (Saeful Karim, 2008: 249).
B. Hasil Penelitian Relevan
1. Pada tahun 2012, penelitian Ita Ulansari dan Bertha Yonanta mengenai keterampilan sosial siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok larutan penyangga di SMAN 1 Sumberrejo Bojonegoro, hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa keterampilan sosial yang meliputi keterampilan komunikasi, keterampilan kerjasama dan keterampilan tanggung jawab pada pelaksanaan kegiatan
32
belajar mengajar dapat dikategorikan memberikan hasil yang positif, karena rata-rata pada tiap aspek keterampilan sosial yang diamati sebanyak ≥ 60% siswa memperoleh nilai memuaskan. Berdasarkan kegiatan belajar mengajar I, II dan III keterampilan sosial siswa yang diamati semakin menunjukkan peningkatan terhadap kategori penilaian.
2. Tahun 2014, penelitian Anita Ekantini pengembangan LKPD IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpadu eksperimen untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa SMP berdasarkan hasil uji-t terhadap keterampilan sosial H0 ditolak dengan taraf signifikansi 0,000. Variabel keterampilan sosial memberikan sumbangan efektif terhadap hasil belajar kognitif lebih besar (9,76%) jika dibandingkan kemampuan awal (8,24%)
33 C. Kerangka Pikir Penelitian
IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai objek, fenomena dan gejala alam. Pembelajaran IPA hendaknya menerapkan tentang hakikat IPA yaitu, produk,proses dan nilai. Proses pembelajaran IPA harusnya mengaktifkan siswa (student centered). Keterampilan sosial ini memiliki peran penting dalam belajar di kelas. Karena dengan keterampilan sosial tersebut maka siswa akan mudah bersosialisasi dengan siswa lain maupun guru. Pembelajaran aktif akan membuat siswa semangat siswa untuk belajar IPA.
Model pembelajaran memiliki peran yang sangat penting, sehingga perlu disesuaikan antara model pembelajaran dan tujuan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif adalah Cooperative Learning. Model ini dapat membuat siswa lebih aktif sehingga keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa akan meningkat.
Model Cooperative Learning terdapat beberapa tipe, tipe yang digunakan adalah Make a Match yaitu berpasangan dengan sebuah kartu pertanyaan dan jawaban. Siswa yang telah belajar tentang materi getaran dan gelombang diberi kartu pertanyaan dan jawaban. Kartu yang dibagikan berisi materi sesuai meteri yang telah dipelajari. Siswa tidak hanya bermain dengan permainan kartu tetapi sekaligus belajar tentang
34
meteri tersebut. Pada saat siswa mencari pasangan kartu yang mereka dapatkan keterampilan sosial siswa diasah.
Keterampilan sosial siswa diasah dari pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga. Keterampilan sosial yang diasah terus menerus maka keterampilan sosial yang dimiliki siswa akan meningkat. Hasil belajar siswa akan meningkat dengan penggunaan materi sebagai bahan permainan. Proses pembelajaran akan menarik, diimbangi dengan keterampilan sosial dan hasil belajar yang meningkat.
35
Gambar 2.7. Alur Kerangka Berpikir Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
Ada/tidak pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif Fakta :
1. Sistem pembelajaran masih menggunakan teacher centered, padahal untuk mengembangkan keterampilan siswa harus berorientasi pada student centered. 2. Siswa masih belajar dengan pasif,
keterampilan sosial siswa belum muncul.
3. Hasil belajar kognitif siswa masih rendah.
Teori :
1. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, selain untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Rusman, 2010: 209). 2. Struktur tersebut memiliki tujuan
umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).
Dilakukan pengujian untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar siswa
Keterampilan sosial: a. Living and Working
Together (Bekerja sama)
b. Learning Self
Control and Self Direction
(Mengontrol diri dan orang lain)
c. Sharing Ideas and Experiences
(Menyampaikan pendapat)
Hasil belajar kognitif a. Mengingat b. Memahami c. Menerapkan d. Menganalisis Sintak model Cooperative Learning tipe Make a Match:
a. Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa b. Menyajikan informasi c. Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar
d. Membantu kerja tim dan belajar e. Mengevaluasi f. Memberi penghargaan dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi
36
1. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dalam pembelajaran IPA berpengaruh positif terhadap keterampilan sosial siswa SMP.
2. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dalam pembelajaran IPA berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa SMP.