• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

Volume 19 Nomor 4 Desember 2013

Nomor Akreditasi: 455/AU2/P2MI/LIPI/08/2012 (Periode: Agustus 2012 - Agustus 2015)

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia adalah wadah informasi perikanan, baik laut maupun perairan umum daratan. Jurnal ini menyajikan hasil penelitian

sumber daya, penangkapan, oseanografi, lingkungan, rehabilitasi lingkungan, dan pengkayaan stok ikan.

Terbit pertama kali tahun 1994. Tahun 2006, frekuensi penerbitan Jurnal ini tiga kali dalam setahun pada

bulan April, Agustus, dan Desember.

Tahun 2008, frekuensi penerbitan menjadi empat kali yaitu pada bulan MARET, JUNI, SEPTEMBER, dan DESEMBER.

Ketua Redaksi: Prof. Dr. Wudianto, M.Sc

Anggota:

Prof. Dr. Ir. Ngurah Nyoman Wiadnyana, DEA Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA

Dr. Ir. Abdul Ghofar, M.Sc. Mitra Bestari untuk Nomor ini: Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc.

Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom.

Desain Grafis : Kharisma Citra, S.Sn

Alamat Redaksi/Penerbit:

Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KP II, Jl. Pasir Putih II Ancol Timur Jakarta Utara 14430 Telp. (021) 64700928, Fax. (021) 64700929

Email: drprpt2009@gmail.com

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia diterbitkan oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan.

(3)

KATA PENGANTAR

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) di tahun 2013 memasuki Volume ke-19. Pencetakan jurnal ini dibiayai oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan anggaran tahun 2013. Semua naskah yang terbit telah melalui proses evaluasi oleh Dewan Redaksi dan editing oleh Redaksi Pelaksana.

Penerbitan keempat di Volume 19 tahun 2013 menampilkan tujuh artikel hasil penelitian perikanan di perairan Indonesia. Ketujuh artikel tersebut mengulas tentang: Struktur komunitas ikan karang di perairan pulau raya, pulau rusa, pulau rondo dan taman laut rinoi dan rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam, Perbedaan waktu pengoperasian terhadap hasil tangkapan bagan tancap di perairan Sungsang, Sumatera Selatan, Sebaran laju pancing rawai tuna di Samudera Hindia, Daya dukung dan potensi produksi ikan waduk Sempor di kabupaten Kebumen-Propinsi Jawa Tengah, Produktivitas dan kerentanan ikan kurisi (Nemipterus spp.) hasil tangkapan cantrang di Laut Jawa, Dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan udang windu (Penaeus monodon) di perairan Tarakan, Kalimantan Timur, Status bio-ekonomi perikanan udang di Laut Arafura.

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi para pengambil kebijakan dan pengelola sumber daya perikanan di Indonesia. Redaksi mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para peneliti dari lingkup dan luar Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.

(4)

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

Volume 19 Nomor 4 Desember 2013

DAFTAR ISI

Halaman i iii 175-186 187-194 195-202 203-212 213-220 221-226 227-234 KATA PENGANTAR ………... DAFTAR ISI ………. Struktur Komunitas Ikan Karang di Perairan Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Rondo dan Taman Laut Rinoi dan Rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam

Oleh: Isa Nagib Edrus, Suseno Wangsit Wijaya, & Iwan Erik Setyawan……… Perbedaan Waktu Pengoperasian Terhadap Hasil Tangkapan Bagan Tancap di Perairan Sungsang, Sumatera Selatan

Oleh: Fauziyah, Freddy Supriyadi, Khairul Saleh, dan Hadi……… Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di Samudera Hindia

Oleh: Andi Bahtiar, Abram Barata, dan Dian Novianto... Daya Dukung dan Potensi Produksi Ikan Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen-Propinsi Jawa Tengah

Oleh: Kunto Purnomo, Andri Warsa dan Endi. S Kartamihardja……… Produktivitas dan Kerentanan Ikan Kurisi (Nemipterus spp.) Hasil Tangkapan Cantrang di Laut Jawa

Oleh: Setiya Triharyuni, Sri Turni Hartati, dan Regi Fiji Anggawangsa………

Dinamika Populasi dan Tingkat Pemanfaatan Udang Windu (Penaeus monodon) di Perairan Tarakan, Kalimantan Timur

Oleh: Duranta Diandria Kembaren dan Erfind Nurdin……… Status Bio-Ekonomi Perikanan Udang di Laut Arafura

(5)

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

Vol.19 No.4-Desember 2013

KUMPULAN ABSTRAK

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN PULAU RAYA, PULAU RUSA, PULAU RONDO DAN TAMAN LAUT RINOI DAN RUBIAH, NANGGROE ACEH DARUSSALAM STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN PULAU RAYA, PULAU RUSA, PULAU RONDO DAN TAMAN LAUT RINOI DAN RUBIAH, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Isa Nagib Edrus

JPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 175-186.

Penelitian struktur komunitas ikan karang dilakukan di 10 stasiun pada perairan pulau terluar dan 2 stasiun pada taman laut Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitian untuk mengindentifikasi struktur komunitas ikan karang. Metode yang digunakan adalah transek sabuk dan sensus visual dalam area 250 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapat 235 jenis ikan karang yang mewakili 45 suku. Komposisi jenis dan keanekaragaman (H) bervariasi antar stasiun. Pulau Raya memiliki jumlah jenis ikan karang dan keanekaragaman jenis yang paling rendah dibanding Pulau Rusa dan Pulau Rondo. Lokasi Pulau Rondo lebih jauh dari daratan utama dan memiliki jenis dan keanekaragaman yang lebih tinggi dari pada Pulau Raya dan Rusa, tetapi semua itu masih rendah jika dibandingkan dengan dua lokasi taman laut, Rinoi dan Rubiah. Ikan hias yang umum dijumpai di perairan Nanggroe Aceh Darusasalam, tetapi jarang dijumpai di tempat lain, adalah dari jenis kepe-kepe seperti Chaetodon

andamanensis, Chaetodon xanthocephalus, Hemitaurichthys zoster dan jenis ikan antias punggung

kuning, Pseudanthias evansi. Sementara, kepadatan individu per meter persegi tergolong rendah pada semua stasiun penelitian. Penelitian struktur komunitas ikan karang dilakukan di 10 stasiun pada perairan pulau terluar dan 2 stasiun pada taman laut Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitian untuk mengindentifikasi struktur komunitas ikan karang. Metode yang digunakan adalah transek sabuk dan sensus visual dalam area 250 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapat 235 jenis ikan karang yang mewakili 45 suku. Komposisi jenis dan keanekaragaman (H) bervariasi antar stasiun. Pulau Raya memiliki jumlah jenis ikan karang dan keanekaragaman jenis yang paling rendah dibanding Pulau Rusa dan Pulau Rondo. Lokasi Pulau Rondo lebih jauh dari daratan utama dan memiliki jenis dan keanekaragaman yang lebih tinggi dari pada Pulau Raya dan Rusa, tetapi semua itu masih rendah jika dibandingkan dengan dua lokasi taman laut, Rinoi dan Rubiah. Ikan hias yang umum dijumpai di perairan Nanggroe Aceh Darusasalam, tetapi jarang dijumpai di tempat lain, adalah dari jenis kepe-kepe seperti Chaetodon

andamanensis, Chaetodon xanthocephalus, Hemitaurichthys zoster dan jenis ikan antias punggung kuning, Pseudanthias evansi. Sementara, kepadatan individu per meter persegi

tergolong rendah pada semua stasiun penelitian.

Kata Kunci : Ikan karang, Struktur Komunitas, Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Rondo, Taman Laut, Nanggroe Aceh Darussalam

PERBEDAAN WAKTU PENGOPERASIAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI PERAIRAN SUNGSANG, PERBEDAAN WAKTU PENGOPERASIAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI PERAIRAN SUNGSANG, SUMATERA SELATAN

Fauziyah

JPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 187-194.

Di perairan Sungsang Sumatera Selatan, target utama penangkapan dengan alat tangkap bagan adalah ikan teri (Stolephorus sp) dan ikan lainnya sebagai hasil sampingan. Pada umumnya, bagan tancap dioperasikan oleh nelayan setempat sebelum tengah malam sampai menjelang pagi. Berdasarkan fakta tersebut, pengkajian waktu pengoperasian yang optimum terhadap hasil tangkapan bagan tancap perlu dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan waktu operasi dan waktu operasi optimum terhadap hasil tangkapan bagan tancap. Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi bulan gelap pada bulan Mei 2012 dengan metode experimental fishing dan model Rencana Arah Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan waktu operasi yaitu sebelum tengah malam (21.00-23.59 WIB), saat tengah malam (00.00-02.59WIB), dan setelah tengah malam (03.00-05.59 WIB). Empat bagan tancap dioperasikan dengan masing-masing 3 kali trip. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu operasi penangkapan bagan tancap berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, dan waktu pengoperasian yang optimum bagan tancap adalah pada saat tengah malam (00.00-02.59 WIB). Di perairan Sungsang Sumatera Selatan, target utama penangkapan dengan alat tangkap bagan adalah ikan teri (Stolephorus sp) dan ikan lainnya sebagai hasil sampingan. Pada umumnya, bagan tancap dioperasikan oleh nelayan setempat sebelum tengah malam sampai menjelang pagi. Berdasarkan fakta tersebut, pengkajian waktu pengoperasian yang optimum terhadap hasil tangkapan bagan tancap perlu dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan waktu operasi dan waktu operasi optimum terhadap hasil tangkapan bagan tancap. Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi bulan gelap pada bulan Mei 2012 dengan metode

experimental fishing dan model Rencana Arah Lengkap

(RAL) dengan perlakuan perbedaan waktu operasi yaitu sebelum tengah malam (21.00-23.59 WIB), saat tengah malam (00.00-02.59WIB), dan setelah tengah malam (03.00-05.59 WIB). Empat bagan tancap dioperasikan dengan masing-masing 3 kali trip. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu operasi penangkapan bagan tancap berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, dan waktu pengoperasian yang optimum bagan tancap adalah pada saat tengah malam (00.00-02.59 WIB).

Kata Kunci : Hasil tangkapan, waktu operasi, bagan tancap, perairan Sungsang

(6)

SAMUDERA HINDIA

Andi Bahtiar

JPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 195-202.

Rawai tuna adalah alat tangkap yang efektif untuk menangkap tuna lapisan dalam dan bersifat pasif dalam pengoperasiannya sehingga tidak merusak sumberdaya hayati di perairan. Laju pancing (hook rate) ikan tuna merupakan salah satu penentu indeks kelimpahan tuna di daerah penangkapan tuna di Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran nilai laju pancing ikan tuna di Samudera Hindia. Penelitian dilakukan sebanyak 67 trip observasi mulai tahun 2005 sampai tahun 2010 dengan menggunakan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis albacore (Thunnus alallunga) memiliki nilai laju pancing rata-rata tertinggi yaitu 0,30 pada tahun 2008 dan yang terendah pada tahun 2005 sebesar 0,02. Nilai laju pancing terendah bigeye tuna terjadi pada tahun 2010 sebesar 0,19 dan yang tertinggi pada tahun 2005 sebesar 0,27. Nilai laju pancing yellowfin tuna terendah sebesar 0,01 terjadi pada tahun 2005 dan tertinggi pada tahun 2006 sebesar 0,12, sedangkan nilai laju pancing Southern bluefin tuna, terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 0,002 dan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 0,04.Rawai tuna adalah alat tangkap yang efektif untuk menangkap tuna lapisan dalam dan bersifat pasif dalam pengoperasiannya sehingga tidak merusak sumberdaya hayati di perairan. Laju pancing (hook rate) ikan tuna merupakan salah satu penentu indeks kelimpahan tuna di daerah penangkapan tuna di Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran nilai laju pancing ikan tuna di Samudera Hindia. Penelitian dilakukan sebanyak 67 trip observasi mulai tahun 2005 sampai tahun 2010 dengan menggunakan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis albacore (Thunnus alallunga) memiliki nilai laju pancing rata-rata tertinggi yaitu 0,30 pada tahun 2008 dan yang terendah pada tahun 2005 sebesar 0,02. Nilai laju pancing terendah bigeye tuna terjadi pada tahun 2010 sebesar 0,19 dan yang tertinggi pada tahun 2005 sebesar 0,27. Nilai laju pancing yellowfin tuna terendah sebesar 0,01 terjadi pada tahun 2005 dan tertinggi pada tahun 2006 sebesar 0,12, sedangkan nilai laju pancing Southern bluefin tuna, terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 0,002 dan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 0,04.

Kata Kunci : Rawai tuna, laju pancing, ikan tuna, Samudera Hindia

TENGAH DAYA DUKUNG DAN POTENSI PRODUKSI IKAN WADUK SEMPOR DI KABUPATEN KEBUMEN-PROPINSI JAWA TENGAH

Kunto Purnomo

JPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 203-212.

Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen mempunyai luas 275 ha, fungsi utama untuk pengendali banjir, pengairan dan fungsi sekunder untuk perikanan tangkap dan budidaya serta pariwisata. Pengembangan perikanan tangkap dan budi daya yang berkelanjutan harus didasarkan atas potensi produksi ikan dan daya dukung perairan waduk. Penelitian ini bertujuan untuk menduga potensi produksi ikan dan daya dukung perairan waduk Sempor serta implikasi optimasi pemanfaatannya bagi pengembangan perikanan. Penelitian dilakukan dengan metode survey dan pencatatan hasil tangkapan nelayan dilakukan oleh enumerator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya dukung perairan waduk Sempor berkisar antara 72-236 ton/tahun atau setara dengan 118 unit KJA ukuran 6x6x3 m3 dengan asumsi setiap unit KJA menghasilkan 2 ton ikan per tahun. Potensi produksi ikan untuk pengembangan perikanan tangkap berkisar antara 237-307 ton/th. Daya dukung dan potensi produksi ikan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi tinggi muka air, luas permukaan air dan volume waduk. Dewasa ini, ikan lohan (Cichlacoma

trimaculatum) yang termasuk ikan asing invasif dan nila

(Oreochromis niloticus) yang termasuk ikan ekonomis merupakan jenis ikan yang dominan tertangkap. Hasil tangkapan nelayan cenderung menurun dan sangat rendah yaitu 2,3 kg/nelayan/hari. Optimasi hasil tangkapan ikan dapat dilakukan dengan penebaran ikan planktivora sebanyak 103.518-242.388 ekor per tahun dengan frekewensi dua kali dalam setahun dan pengendalian ikan asing invasif. Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen mempunyai luas 275 ha, fungsi utama untuk pengendali banjir, pengairan dan fungsi sekunder untuk perikanan tangkap dan budidaya serta pariwisata. Pengembangan perikanan tangkap dan budi daya yang berkelanjutan harus didasarkan atas potensi produksi ikan dan daya dukung perairan waduk. Penelitian ini bertujuan untuk menduga potensi produksi ikan dan daya dukung perairan waduk Sempor serta implikasi optimasi pemanfaatannya bagi pengembangan perikanan. Penelitian dilakukan dengan metode survey dan pencatatan hasil tangkapan nelayan dilakukan oleh enumerator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya dukung perairan waduk Sempor berkisar antara 72-236 ton/tahun atau setara dengan 118 unit KJA ukuran 6x6x3 m3 dengan asumsi setiap unit KJA menghasilkan 2 ton ikan per tahun. Potensi produksi ikan untuk pengembangan perikanan tangkap berkisar antara 237-307 ton/th. Daya dukung dan potensi produksi ikan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi tinggi muka air, luas permukaan air dan volume waduk. Dewasa ini, ikan lohan (Cichlacoma

trimaculatum) yang termasuk ikan asing invasif dan nila

(Oreochromis niloticus) yang termasuk ikan ekonomis merupakan jenis ikan yang dominan tertangkap. Hasil tangkapan nelayan cenderung menurun dan sangat rendah yaitu 2,3 kg/nelayan/hari. Optimasi hasil tangkapan ikan dapat dilakukan dengan penebaran ikan planktivora sebanyak 103.518-242.388 ekor per tahun dengan frekewensi dua kali dalam setahun dan pengendalian ikan asing invasif. Kata Kunci: Daya dukung, potensi produksi ikan,

perikanan tangkap, perikanan budidaya, Waduk Sempor

(7)

PRODUKTIVITAS DAN KERENTANAN IKAN KURISI

(Nemipterus spp.) HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI

LAUT JAWAPRODUKTIVITAS DAN KERENTANAN IKAN KURISI (Nemipterus spp.) HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI LAUT JAWA

Setiya Triharyuni

JPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 213-220.

Ikan kurisi (Nemipteridae) termasuk kelompok ikan demersal yang memiliki salah satu sifat melakukan ruaya yang tidak terlalu jauh dan aktivitas gerak yang relatif rendah. Sifat ini mengakibatkan daya tahan ikan kurisi ini menjadi rendah terhadap tekanan penangkapan. Ukuran ikan yang tertangkappun cenderung semakin kecil. Analisis produktivitas dan kerentanan (PSA) merupakan sebuah cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kerentanan stok dengan dasar produktivitas biologi dan kerentanan perikanan yang mengeksploitasinya. Dengan menggunakan analisis PSA ini maka dapat digambarkan tingkat resiko ikan kurisi akibat penangkapannya. Hasil penilaian PSA menghasilkan jenis N. japonicus dan N. gracilis memiliki resiko tinggi terhadap penangkapan dan N. hexodon beresiko sedang dan N. mesoprion memiliki resiko yang rendah terhadap penangkapan. Ini ditunjukkan dengan penilaian terhadap atribut produktivitas yang memberikan nilai yang relatif sama terhadap keempat jenis ikan kurisi (1,71-2,14), sedangkan nilai atribut kerentanan N. Japonicus dan N. gracilis adalah tinggi dan N. hexodon adalah sedang dan nilai atribut kerentanan terhadap dan N. mesoprion adalah rendah.Ikan kurisi (Nemipteridae) termasuk kelompok ikan demersal yang memiliki salah satu sifat melakukan ruaya yang tidak terlalu jauh dan aktivitas gerak yang relatif rendah. Sifat ini mengakibatkan daya tahan ikan kurisi ini menjadi rendah terhadap tekanan penangkapan. Ukuran ikan yang tertangkappun cenderung semakin kecil. Analisis produktivitas dan kerentanan (PSA) merupakan sebuah cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kerentanan stok dengan dasar produktivitas biologi dan kerentanan perikanan yang mengeksploitasinya. Dengan menggunakan analisis PSA ini maka dapat digambarkan tingkat resiko ikan kurisi akibat penangkapannya. Hasil penilaian PSA menghasilkan jenis N. japonicus dan N. gracilis memiliki resiko tinggi terhadap penangkapan dan N. hexodon beresiko sedang dan N. mesoprion memiliki resiko yang rendah terhadap penangkapan. Ini ditunjukkan dengan penilaian terhadap atribut produktivitas yang memberikan nilai yang relatif sama terhadap keempat jenis ikan kurisi (1,71-2,14), sedangkan nilai atribut kerentanan N. Japonicus dan N. gracilis adalah tinggi dan N. hexodon adalah sedang dan nilai atribut kerentanan terhadap dan N. mesoprion adalah rendah.

Kata Kunci: Ikan kurisi, cantrang, produktivitas, kerentanan dan resiko penangkapan

DINAMIKA POPULASI DAN TINGKAT PEMANFAATAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR

Duranta Diandria Kembaren

JPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 221-226.

Penelitian dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan udang windu (Penaeus monodon) di perairan Tarakan, Kalimantan Timur dilakukan berdasarkan data frekuensi panjang karapas yang dikumpulkan sejak bulan Januari sampai Nopember 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi udang windu. Pendugaan dinamika populasi udang windu dilakukan dengan menggunakan alat bantu program FiSAT II. Hasil analisa menunjukkan bahwa panjang karapas infinitif (CL") udang windu sebesar 84,8 mm dengan laju pertumbuhan (K) sebesar 1,6/tahun, laju kematian total (Z) 4,17/tahun, laju kematian alami (M) 1,85/tahun, dan laju kematian penangkapan 2,32/tahun. Laju ekploitasi (E) sebesar 0,56 menunjukkan bahwa tingkat pengusahaan sudah berada dalam keadaan jenuh (fully exploited) dan cenderung mengarah pada kondisi lebih tangkap (overexploited) sehingga diperlukan pengelolaan perikanan udang yang hati-hati dan bertanggungjawab.

Kata Kunci : Dinamika populasi, tingkat pemanfaatan, udang windu, perairan Tarakan

(8)

DI LAUT ARAFURA

Purwanto

JPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 227-234.

Tulisan ini menyajikan hasil kajian potensi ekonomi dan upaya penangkapan optimal dari perikanan udang di Laut Arafura, termasuk pula estimasi dampak dari peningkatan upaya penangkapan terhadap profitabilitas pengoperasian kapal dan keuntungan ekonomi perikanannya. Berdasarkan hasil analisis, total keuntungan optimum dari pemanfaatan stok udang di Laut Arafura adalah sekitar US$ 168,4 juta per tahun yang dihasilkan dengan upaya penangkapansekitar 388 unit setara kapal penangkap udang.Walaupun upaya penangkapan dari kapal yang memiliki surat izin penangkapan ikan di Laut Arafura tahun 2011 lebih rendah dibandingkan upaya penangkapanyang secara ekonomis optimal, stok udang penaeid tersebut telah dimanfaatkan melebihi tingkat optimumnya akibat tingginya intensitas operasi kapal perikanan tanpa izin. Estimasi kerugian ekonomi akibat kegiatan penangkapan ikan ilegal juga disajikan disini.Tulisan ini menyajikan hasil kajian potensi ekonomi dan upaya penangkapan optimal dari perikanan udang di Laut Arafura, termasuk pula estimasi dampak dari peningkatan upaya penangkapan terhadap profitabilitas pengoperasian kapal dan keuntungan ekonomi perikanannya. Berdasarkan hasil analisis, total keuntungan optimum dari pemanfaatan stok udang di Laut Arafura adalah sekitar US$ 168,4 juta per tahun yang dihasilkan dengan upaya penangkapansekitar 388 unit setara kapal penangkap udang.Walaupun upaya penangkapan dari kapal yang memiliki surat izin penangkapan ikan di Laut Arafura tahun 2011 lebih rendah dibandingkan upaya penangkapanyang secara ekonomis optimal, stok udang penaeid tersebut telah dimanfaatkan melebihi tingkat optimumnya akibat tingginya intensitas operasi kapal perikanan tanpa izin. Estimasi kerugian ekonomi akibat kegiatan penangkapan ikan ilegal juga disajikan disini.

Kata Kunci : Perikanan udang, produksi ekonomi maksimum, upaya penangkapan optimum, penangkapan ikan illegal

(9)

___________________

Struktur Komunitas Ikan Karang …… Laut Rinoi dan Rubiah Nanggro Aceh Darusalam (Edrus I N., et al)

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN PULAU RAYA,

PULAU RUSA, PULAU RONDO DAN TAMAN LAUT RINOI DAN RUBIAH,

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

REEF FISH COMMUNITY STRUCTURES IN THE ISLANDS OF RAYA,

RUSA, RONDO AND THE MARINE PARKS OF RINOI AND RUBIAH,

NANGGROE ACEH DARUSSALAM’S WATERS

Isa Nagib Edrus1, Suseno Wangsit Wijaya2 & Iwan Erik Setyawan2

1 Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta 2 Badan Informasi Geospasial Cibinong

Teregistrasi I tanggal: 08 April 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal: 02 Desember 2013; Disetujui terbit tanggal: 09 Desember 2013

ABSTRAK

Penelitian struktur komunitas ikan karang dilakukan di 10 stasiun pada perairan pulau terluar dan 2 stasiun pada taman laut Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitian untuk mengindentifikasi struktur komunitas ikan karang. Metode yang digunakan adalah transek sabuk dan sensus visual dalam area 250 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapat 235 jenis ikan karang yang mewakili

45 suku. Komposisi jenis dan keanekaragaman (H) bervariasi antar stasiun. Pulau Raya memiliki jumlah jenis ikan karang dan keanekaragaman jenis yang paling rendah dibanding Pulau Rusa dan Pulau Rondo. Lokasi Pulau Rondo lebih jauh dari daratan utama dan memiliki jenis dan keanekaragaman yang lebih tinggi dari pada Pulau Raya dan Rusa, tetapi semua itu masih rendah jika dibandingkan dengan dua lokasi taman laut, Rinoi dan Rubiah. Ikan hias yang umum dijumpai di perairan Nanggroe Aceh Darusasalam, tetapi jarang dijumpai di tempat lain, adalah dari jenis kepe-kepe seperti Chaetodon andamanensis, Chaetodon xanthocephalus, Hemitaurichthys zoster dan jenis ikan antias punggung kuning, Pseudanthias evansi. Sementara, kepadatan individu per meter persegi tergolong rendah pada semua stasiun penelitian.

KATA KUNCI : Ikan karang, Struktur Komunitas, Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Rondo, Taman Laut, Nanggroe Aceh Darussalam.

ABSTRACT

The community structure study of reef fish was conducted in 10 stations of the adjacent bordered off islands and 2 stations of around sea gardens of Nanggroe Aceh Darussalam waters. The study objective is to identify the reef fish community structures. Methods used was belt transect and visual census within area of 250 m2. The results showed that there were at least 235 species of reef fishes with 45 families. Species compositions and diversity indices (R) were varied among transect sites. Raya Island have the lowest of reef fish species numbers and it’s diversity than those in Rusa and Rondo islands. Rondo island, the remote area from the main land, have the higher species numbers and diversity than those in Raya and Rusa islands; however, species numbers and diversity of reef fish in Rondo still lower than those in sea garden of Rinoi and Rubiah. The ornamental fish commonly found in Nanggoe Aceh Darussalam, but umcommon in other regions, are butterfly fishes such as Chaetodon andamanensis, Chaetodonxanthocephalus, Hemitaurichthys zoster and yellowback anthias, Pseudanthiasevansi. While, individual density per square meter was rare for all of the transect areas.

KEY WORDS: Reef fish, Community Structures, Raya Island, Rusa Island, Rondo Island, Marine Park, Nanggroe Aceh Darussalam.

PENDAHULUAN

Inventarisasi sumber daya laut merupakan suatu program pemerintah untuk mengumpulkan data-data sumber daya pesisir dan laut. Target wilayah kajian adalah meliputi pesisir daratan utama maupun pulau-pulau kecil sekitar daratan utama. Inventarisasi

tersebut berkaitannya erat dengan usaha interpretasi dan pemetaan kondisi spasial sumber daya pesisir dan laut pada lokasi-lokasi terpilih.

Indonesia memiliki 92 pulau kecil terluar yang memiliki arti sangat strategis. Dari 92 pulau terluar tersebut, sebagian kecil sudah dilakukan

(10)

inventarisasinya, seperti di Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Fokus pada kegiatan tahun 2011 adalah 3 pulau terluar di Daerah Istimewa Aceh Darussalam. Pulau kecil terluar yang dikunjungi di wilayah istimewa ini antara lain adalah Pulau Raya, Pulau Rusa, dan Pulau Rondo.

Terumbu karang di pulau-pulau tersebut menunjukkan gradien alamiah dalam hal keanekaragam ikan karang. Semakin jauh dari daratan utama semakin meningkat kekayaan jenis ikan. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi kesehatan terumbu karang dan letak pulau dari daratan utama. Kesehatan terumbu karang di wilayah tersebut mempunyai catatan buruk sebelumnya, terutama sebagai akibat dari tsunami 2004 (Campbell et al., 2007) dan pengaruh run off yang diteruskan oleh muara sungai besar dari daratan utama sepanjang tahun. Hasil study Mallela et al. (2007) di tempat lain menunjukkan bahwa masukan dari sungai mempunyai pengaruh yang membentuk struktur komunitas tersendiri dan merubah komposisi taksa dan tropik ikan karang.

Terumbu karang memainkan peran penting dalam memelihara ekosistem di laut dengan beragam fungsi dan fungsinya tersebut rentan terhadap pengaruh daratan (White et al., 2000). Terumbu karang juga menghasilkan jutaan dolar setiap tahun dari beragam nilai yang diperoleh dari penangkapan ikan, pariwisata, keindahan, dan perlindungan pantai (Cesar, 1996). Oleh karena fungsinya seperti itu dan lagi rawan terhadap aktivitas pembangunan di daratan, tekanan yang semakin berat pada terumbu karang dari beragam kegiatan bukan saja dapat menghilangkan habitat bagi biota laut, tetapi juga menurunkan tingkat pendapatan masyarakat yang berada di sekitarnya. Mallela et al. (2007) mengingatkan bahwa terumbu karang secara perlahan sedang menghilang dan sedimentasi adalah satu dari beragam alasan yang berpengaruh.

Kebutuhan inventarisasi sumber daya terumbu karang menjadi meningkat pasca peristiwa tsunami 2004. Peristiwa ini bersamaan dengan pengaruh pembangunan diduga merubah habitat dan selanjutnya berpengaruh pada komunitas ikan karang. Variabilitas pengaruh diasumsikan juga membuat variasi dalam biodiversitas komunitas ikan karang di pulau-pulau terluar Nanggroe Aceh Darussalam, dimana dapat dibandingkan dengan kondisi struktur komunitas ikan karang di area taman laut pada wilayah yang sama. Informasi biodiversitas ikan karang diharapkan bermanfaat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau terluar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas ikan karang di pulau terluar di wilayah perairan Nanggroe Aceh Darussalam.

BAHAN DAN METODE

Lokasi penelitian yang dilaksanakan tahun 2011 mencakup 12 stasiun. Di perairan sekitar Pulau Raya ditetapkan 4 stasiun, Pulau Rusa 2 stasiun, Pulau Rondo 4 stasiun, Perairan Rinoi dan Taman Laut Rubiah masing-masing 1 stasiun.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Transek Sabuk (TS) dan metode sensus visual (English et al., 1994). Sensus visual yang dikerjakan oleh penyelam sepanjang garis transek 50 meter, dengan luas area sensus (50 x 5) m2. Jenis dan perkiraan jumlah ikan dicatat dalam lembar data kertas kedap air. Identifikasi jenis ikan menggunakan buku petunjuk bergambar (Kuiter & Tonozuka, 2001; Lieske & Myers, 1997). Analisa keragaman hayati ikan karang menggunakan berbagai indek ekologi, seperti di bawah ini.

Indeks Margalef R = (S-1)/ln(n)...(1) Indeks Simpson- D = ∑∑∑ {{{{{(n∑∑ i(ni – 1) / (N(N –1)}}}}}. (2)

Indeks Shannon Weaver H = Σ{Σ{Σ{(nΣ{Σ{ i/N) ln(ni/N)}}}}} (3)

Indeks Pielou E1 = {{{{{H / ln (S)}}}}} ... (4)

Dengan keterangan: R = Indeks Kekayaan Jenis, D = Indeks Dominasi, H = Indeks Keanekaragaman Shannon, E = Indeks Kemerataan, ni = jumlah ikan jenis ke I, N = total individu ikan untuk semua jenis dan S = banyaknya jenis.

HASIL DAN BAHASAN HASIL

Hasil sensus visual (Tabel 1) menunjukkan variasi yang cukup besar dari lokasi pulau ke lokasi pulau yang lain. Data sensus tersebut membagi wilayah tersebut dalam tiga kondisi kesehatan lingkungan perairan, dimana Pulau Raya dan Pulau Rusa mewakili kondisi perairan yang kurang sehat, sebaliknya Pulau Rondo mewakili kondisi perairan yang relatif lebih baik dari kedua pulau tersebut. Perairan Rinoi dan Rubiah mewakili area taman laut yang relatif lebih terpelihara. Pulau Raya mempunyai jumlah jenis ikan 68 spesies dengan variasi indeks keanekaragaman berkisar pada nilai 2,24 – 2,86. Pulau Rusa memiliki jumlah jenis ikan yang sedikit lebih tinggi, yaitu 79 spesies dengan variasi indeks

(11)

Struktur Komunitas Ikan Karang …… Laut Rinoi dan Rubiah Nanggro Aceh Darusalam (Edrus I N., et al)

keanekaragaman berkisar pada nilai 2,33 – 2,93. Pulau Rondo letaknya lebih jauh dari daratan utama, baik Pulau Weh maupun Daratan Aceh, hingga perairan karang berkembang lebih baik dan memiliki jumlah jenis ikan karang sebesar 102 spesies dengan variasi keanekaragaman H = 2,34 sampai 2,95.

Jumlah dan komposisi jenis ikan karang di ketiga pulau tersebut berbeda jika dibandingkan dengan data yang diambil di perairan desa Rinoi (130 jenis) dan Rubiah (158 jenis), di mana kedua lokasi ini dianggap sebagai taman laut dengan perairan yang lebih jernih dan keanekaragaman - H relatif lebih tinggi, yaitu masing-masing 3,15 dan 3,23.

Ikan Hias

Ikan hias di terumbu karang kebanyakan dalam kategori kelompok ikan “major” yang berassosiasi secara kuat dengan karang, tetapi juga dipengaruhi oleh kolom air. Dalam kondisi perairan yang kurang baik, terutama dengan kekeruhan tinggi, tidak banyak jenis ikan hias yang nampak, sebaliknya pada perairan jernih banyak jenis yang muncul. Substrat karang dan kolom air yang tidak sehat memberikan pengaruh pada komunitas ikan dengan gradien yang berbeda dari tiap-tiap lokasi, di mana akan menunjukkan komposisi ikan yang berbeda dari satu lokasi yang

sehat sampai lokasi yang rusak. Kelompok “major” dijumpai dari yang terkecil 14 jenis sampai yang terbesar 77 jenis. Jumlah ikan “major” dari terkecil 37 individu sampai terbesar 387 individu per 250 m2. Pulau Raya dan pulau Rusa relatif lebih buruk perairannya untuk kehadiran ikan hias dibanding pulau Rondo. Perairan Rhinoi dan Rubiah merupakan contoh yang relatif lebih baik dari sisi kehadiran ikan hias.

Kelompok ikan hias ekonomis tinggi lebih banyak terdapat pada famili Anthiidae (pelangi), Scorphaenida (lepu ayam), Pomacanthidae (injel), Pomacentridae (betok karang) dan Labridae (nuri), Balistidae (mendut, Balistoides conspicillum), Zanclidae (ikan bendera), Ostraciidae (buntal kotak), dan Tetraodontidae (buntal kotak). Secara rinci jenis-jenis kelompok “major” yang di antaranya ikan hias bernilai ekonomis tinggi diperlihatkan pada Lampiran 1.

Nilai ekonomis dibentuk oleh sifat keunikan, kelangkaan, corak warna, pola gerakan dan pemintaan pasar yang tinggi. Satu jenis ikan hias dapat memiliki 1 atau lebih dari kategori yang disifatkan oleh nilai ekonomis di atas. Variasi dari sifat tersebut dapat membuat ikan hias memiliki harga yang tinggi sekali.

Tabel 1. Hasil analisis data sensus visual ikan karang pada beberapa lokasi penelitian di perairan Nanggroe Aceh Darussalam

Table 1. Results of visual census data analysis for reef fishes of study sites in Nanggroe Aceh Darussalam waters.

KATEGORI (Categories) RINOI RUBIAH

St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St 11 St 12 Jumlah (Number ) Jenis (Species ) 50 68 32 33 34 79 130 158 100 78 55 102 Marga (Genus ) 28 42 20 21 24 40 66 75 55 51 42 58 Suku (Families ) 13 19 7 10 13 19 34 35 24 26 21 27 Indeks (Indices ) R 7,53 9,32 4,79 5,09 5,08 10,71 16,22 19,69 13,46 10,61 8,11 12,46 D 0,11 0,11 0,21 0,21 0,20 0,11 0,08 0,09 0,11 0,20 0,17 0,08 H 2,77 2,86 2,24 2,30 2,30 2,93 3,15 3,23 2,95 2,34 2,56 2,95 Katagori H (H-categories )* S S R R R S S S S S S S E 0,71 0,68 0,65 0,66 0,66 0,67 0,65 0,64 0,64 0,54 0,64 0,64 Kepadatan (Density ) individual /m2 2,7 5,3 2,6 2,6 2,2 5,8 11,4 11,6 6,2 5,7 3,1 13,2 Komposisi Individu (%) (Individual Composition )

Ikan Major (Major Fish ) 322 1062 598 425 474 1222 2468 2442 1278 1269 663 3007 Ikan Target (Target Fish ) 330 226 32 141 73 211 316 387 213 128 80 233 Ikan Indikator (Indicator Fish ) 14 30 10 14 16 23 58 66 35 20 35 68

Komposisi Jenis (%) (Species Composition )

Ikan Major (Major Fish ) 18 28 18 14 18 32 58 77 46 39 28 54 Ikan Target (Target Fish ) 24 31 9 14 12 37 54 62 41 30 19 33 Ikan Indikator (Indicator Fish ) 8 9 5 6 4 10 18 19 13 9 8 15 *)Keterangan (Remarks )

Ketegori Keanekaragaman/Diversity Categories (Mason, 1981)

R = Rendah (Low ) S = Sedang (Fair ) T = Tinggi (High ) ST = Sangat Tinggi (Very High )

H < 2,30 2,31 < H < 3,45 3,46 < H < 5,57 5,76 < H < 6,90

Raya Island Rusa Island Waters of Rondo Island

LOKASI TRANSEK (Transect Sites )

(12)

Ikan Konsumsi (Ikan Target)

Dari sisi jumlah jenis, ikan kelompok target yang menjadi komoditas ekonomis penting terindentifikasi di area penelitian antara 28 % hingga 48 %. Dalam posisi normal yang biasa ditemukan di perairan karang tropis kelompok target tersebut adalah 30 % dari jenis yang biasa hidup di terumbu karang. Jadi pada lokasi tertentu di perairan pulau-pulau terluar Nanggroe Aceh memiliki jenis ikan konsumsi yang relatif tinggi dari normalnya, meskipun dari sisi jumlah individu tergolong rendah (Tabel 1). Secara rinci jenis-jenis ikan konsumsi tersebut dan sebarannya disajikan dalam Lampiran 1.

Kelompok ikan konsumsi yang banyak dijumpai adalah dari kelas ikan kerapu, gurisi pasir, kakap, ekor kuning, biji nangka, kakatua, dan kulit pasir. Jenis-jenis ikan kerapu, kakap, ekor kuning dan biji nangka tergolong ekonomis tinggi (harga tinggi karena permintaan pasar tinggi), sedangkan kelas lainnya tergolong ekonomis sedang (harga rendah karena permintaan pasar kurang). Kelompok ikan berharga tinggi, seperti kerapu, umumnya dijumpai dalam individual (soliter) dan bukan bergerombol, sehingga kelimpahannya rendah.

Ikan Indikator

Ikan kelompok indikator adalah dari famili Chaetodontidae yang dikenal sebagai ikan daun-daun atau ikan kepe-kepe. Dalam pasar dunia ikan ini disebut butterflyfishes karena coraknya seperti kupu-kupu. Ikan ini ditandai oleh corak warna yang bervariasi dan mudah dikenali dari tiap-tiap jenisnya. Dari sisi corak warnanya, ikan daun-daun juga tergolong ikan hias yang bernilai ekonomi tinggi. Sebaran ikan indikator hampir merata dijumpai di lokasi penelitian dan jumlah total yang teridentifikasi adalah 23 species (Lampiran 1). Jumlah jenis ini hampir separuh dari jumlah yang biasa ditemukan pada perairan karang yang sehat (52 species). Oleh karena ikan ini fungsinya sebagai tanda kesehatan terumbu karang dan fenomena kurangnya jumlah ikan ini di perairan Nanggroe Aceh menjadi petunjuk adanya gangguan pada area terumbu karang di tiga pulau terluar tersebut.

Ikan daun-daun asal Nanggroe Aceh yang dapat dikategorikan unik dari sisi sebarannya adalah dari jenis Chaetodon andamanensis, Chaetodon xanthocephalus dan Hemitaurichthys zoster. Dari sekian banyak titik penyelaman yang pernah di kunjungi di wilayah Indonesia tengah dan timur, tiga jenis ikan indikator tersebut belum pernah dijumpai.

Sama seperti ikan antias (Pseudanthias evansi) yang hanya dijumpai di pulau Rondo yang terletak di ujung barat wilayah Indonesia.

BAHASAN

Secara umum kesehatan perairan karang di lokasi penelitian kurang baik. Indeks keanekaragaman pada ketiga pulau adalah kurang nilai 3, kecuali lokasi Rinoi dan Rubiah yang memiliki nilai indeks (H) lebih dari 3. Menurut Mason (1981) interval nilai indeks di bawah atau sama dengan 2,30 masuk kategori “rendah” dan di bawah nilai 3,45 masuk kategori “sedang”.

Nilai indeks keanekaragaman berhubungan dengan jumlah kehadiran jenis dan pola distribusi jumlah masing-masing populasi dalam komunitas. Indeks kekayaan jenis (R) merupakan petunjuk langsung dari tingginya keanekaragaman makluk hidup. Adapun implikasi dari unsur kemerataan populasi (E) dan dominasi populasi (D) dalam komunitas bekerja berlawanan dalam menghasilkan perhitungan indeks keanekaragaman. Kemerataan populasi menunjukkan bahwa lingkungan memberikan kesempatan yang sama untuk semua populasi berkembang dan hal ini sebagai tanda baiknya lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang baik akan meningkatkan keanekaragaman dalam komunitas. Sebaliknya, ketika lingkungan hidup memburuk hanya populasi tertentu yang bertahan dan berkembang, dan kemudian populasi ini akan mendominasi dalam komunitas (Anonimous, 2010).

Berdasarkan struktur komunitas seperti ini, ikan karang memberikan petunjuk atau merespon adanya gangguan pada habitatnya sesuai intensitas pengaruhnya. Gangguan pada habitat dapat terjadi di suatu lokasi, yang mungkin saja sudah berlangsung lama atau datang mendadak. Gangguan tersebut berpengaruh dengan intensitas yang berbeda dari satu lokasi ke lokasi yang lain, hingga menciptakan kondisi tertentu yang direspon berbeda oleh komunitas ikan karang, seperti ditunjukkan oleh nilai indeks-indeks ekologi pada Tabel 1. Gangguan yang sering terjadi umumnya disebabkan oleh sedimentasi yang membuat keruh perairan pantai, seperti pada Pulau Raya dan Pulau Rusa. Sementara gangguan yang berskala luas adalah peristiwa Tsunami tahun 2004 yang menyebabkan perubahan habitat dan mikro habitat (ecological niches). Hal ini menyebabkan semua lokasi penelitian (12 stasiun) memiliki tingkat keanekaragaman ikan karang tergolong rendah (< 3), tidak seperti wilayah Indonesia Timur yang umumnya terbebas dari kekeruhan dan memiliki indeks keanekaragaman tinggi (Edrus & Suhendra, 2007: Edrus & Saputro, 2007).

(13)

Struktur Komunitas Ikan Karang …… Laut Rinoi dan Rubiah Nanggro Aceh Darusalam (Edrus I N., et al)

Perubahan lingkungan perairan sering teridentifikasi dari perubahan komposisi jenis ikan karang. Seperti diketahui bahwa ikan dapat berfungsi sebagai indikator paling dini untuk mengetahui adanya lingkungan yang mengalami perubahan, karena sifat mobilitas ikan memberikan kesempatan kepada ikan untuk melarikan diri dari area yang kualitas lingkungannya tidak layak lagi (Amesbury, 1981).

Perubahan kondisi perairan dapat secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap tutupan karang. Perubahan kondisi tutupan karang pada akhirnya juga berpengaruh pada komunitas ikan karang, karena banyak jenis ikan karang bergantung penuh pada kondisi karang. Ada jenis ikan yang memiliki ketertarikan atau hidup dengan spesialisasi tertentu yang berhubungan dengan mikro habitat (niches) pada jenis karang tertentu (Munday & Wilson, 1997; Munday, 2004a). Ada pula jenis-jenis ikan karang yang membutuhkan beragam bentuk rangka karang dan substrat bentik dari terumbu karang (Green,1996). Perubahan yang terjadi pada habitat dan fungsi ikan pada habitatnya akan memperlihatkan perubahan struktur komunitas ikan dari lokasi ke lokasi dan respon ikan pada perubahan habitat pada umumnya dihubungkan pada tipe niches yang hilang dan degradasi tutupan terumbu karang (Amesbury, 1981; Jones & Syms, 1998; Halford et al., 2004).

Fluktuasi tinggi rendahnya nilai indeks ekologis secara spasial, seperti diperlihatkan oleh perubahan indeks kakayaan jenis atau keanekaragaman, dianggap sebagai petunjuk perubahan dari persen tutupan karang (Jones & Syms, 1998; Halford et al., 2004; Jones et al., 2004; Graham et al., 2006; Wilson et al., 2006). Perubahan tersebut juga berkaitan erat dengan gangguan pada kolom air atau relif topografis dasar perairan dan kualitas badan air yang berbeda dari satu lokasi ke lokasi yang lain (Amesbury, 1981; Galzin, 1981; Adjeroud et al., 1998).

Beberapa studi telah mempertimbangkan implikasi adanya pengaruh erosi daratan terhadap komunitas ikan karang melalui perubahan kecerahan air laut. Perilaku ikan seperti memilih pasangan mungkin terganggu dalam perairan keruh, sementara kemampuan predator dan mangsa untuk menditeksi satu sama lainnya juga dapat terganggu dengan gelapnya perairan (Heubel & Schlupp, 2006; Abrahams & Kattenfeld, 1997; Utne-Palm, 2002).

Lingkungan berair keruh mungkin lebih sesuai untuk ikan yang memiliki penglihatan jarak pendek di lingkungan air. Contoh ikan planktovora, larva ikan dan benthivora. Sebaliknya, penglihatan predator seperti ikan piscivora, yang sering menditeksi

mangsanya dari jarak yang lebih jauh, mungkin tidak diuntungkan pada kondisi lingkungan yang keruh (Utne-Palm, 2002), sehingga ikan jenis ini menghilang ketika terjadi perubahan.

Sejumlah kecil penelitian terumbu karang telah melaporkan adanya pengaruh yang signifikan dari pelepasan sedimen akibat aktivitas pembangunan di daratan pada komunitas ikan karang. Hal ini menyebabkan penurunan keanekaragaman ikan, baik sebagai akibat langsung dari perubahan kolom air maupun juga akibat tidak langsung yang berkaitan dengan hilangnya persen tutupan karang hidup dan relif topografis (Amesbury, 1981; Galzin, 1981; Adjeroud et al., 1998).

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Secara umum struktur komunitas ikan karang di semua perairan pulau terluar Nanggroe Aceh Darussalam masuk pada kategori rendah, termasuk juga pada Taman Laut Rubiah, dan hal ini sebagai pengaruh dari buruknya kualitas kolom air dan kondisi dasar perairan karang yang dipengaruhi oleh tingginya sedimen dan perubahan dasar perairan karang akibat adanya tsunami 2004.

SARAN-SARAN

1. Pembangunan wilayah daratan perlu terintegrasi dengan perlindungan wilayah pesisir yang cenderung menerima dampak negatif dari pembangunan.

2. Peristiwa tsunami telah menimbulkan dampak kerusakan terumbu karang dan rekruitmen tunas-tunas karang yang tumbuh setelahnya perlu dilindungi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2010. Kekayaan Ikan MTB. Dalam: Kemilau Empat Permata Nusantara, Pulau Larat, Pulau Asutubun, Pulau Selaru, dan Pulau Batarkusi, Maluku Tenggara Barat. S. Arief dan S. Hartini (Eds). Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, BAKOSURTANAL, Cibinong, hal 56. Abrahams, M. V. & M.G. Kattenfeld. (1997). The role

of turbidity as a constraint on predator-prey interactions in aquatic environments. Behavioral Ecology and Sociobiology 40, 169–174.

Adjeroud, M., Y. Letourneur, M. Porcher & B. Salvat. (1998). Factors influencing spatial distribution of

(14)

fish communities on a fringing reef at Mauritius, SW Indian Ocean. Environmental Biology of Fishes 53, 169–182.

Amesbury, S. S. (1981). Effects of turbidity on shallow-water reef fish assemblages in Truk, Eastern Caroline Islands. Proceedings of the Fourth International Coral Reef Symposium, Manilla 1, 155–159.

Campbell, S.T., M.S. Pratchett, A.J. Anggoro, R.L. Ardiwijaya, N. Fadli, Y. Herdiana, T. Kartawijaya, D. Mahyiddin, A. Mukminin, S.T. Pardede, E. Rudi, A.M. Siregar, & A.H. Baird. 2007. Disturbance to coral reefs in Aceh, Northern Sumatra: Impacts of the Sumatra-Andaman Tsunami Degradation. In: Tsunamis and coral reefs. E. Stoddart (Ed). The Wildlife Conservation Society, Marine Programs, Bronx, New York, p. 55.

Cesar, H.S.J. 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs. Working Paper Series ‘Work in Progress’. Washington, DC: World Bank. Edrus, I.N. & D. Suhendra. 2007. Sumber Daya Ikan

Karang. Dalam : Sumberdaya Alam Pulau Kecil Terluar: Pulau Manterawu. S. Hartini dan G. B. Saputro (Eds). Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, BAKOSURTANAL, Cibinong, 47 hal. Edrus, I.N. & G.B. Saputro. 2007. Sumber Daya Ikan

Karang. Dalam : Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Kabupaten Banggai Kepulauan. S. Hartini dan G. B. Saputro (Eds). Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, BAKOSURTANAL, Cibinong, 79 hal. English, S., C. Wilkinson & V. Baker.1994. Survei

Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsville. Australia. Galzin, R. (1981). Effects of coral sand dredging on fish fauna in the lagoon of ‘‘The Grand Cul De Sac Marin’’ Guadalupe-French West Indies. Proceedings of the 4th International Coral Reef Symposium, Manilla 1, 115–121.

Graham NAJ, S.K. Wilson, S. Jennings, N.V.C. Polunin, J.P. Bijoux & J. Robinson (2006) Dynamic fragility of oceanic coral reef ecosystems. Proc Natl Acad Sci USA 103:8425–8429

Green, AL (1996) Spatial, temporal and ontogenetic patterns of habitat use by coral reef Wshes (family Labridae). Mar Ecol Prog Ser 133:1–11

Halford A, A.J. Cheal, D.A.J. Ryan & D.M. Williams (2004) Resilience to large-scale disturbance in

coral and Wsh assemblages on the Great Barrier Reef. Ecology 85:1892–1905

Heubel, K. U. & I. Schlupp. 2006. Turbidity affects association behaviour in male Poecilia latipinna. Journal of Fish Biology 68, 555–568

Jones, GP & C. Syms. 1998. Disturbance, habitat structure and the ecology of fishes on coral reefs. Aust J Ecol 23:287–297

Jones GP, M.I. McCormick, M. Srinivasan & J.V. Eagle (2004) Coral decline threatens fish biodiversity in marine reserves. Proc Natl. Acad Sci USA 101:8251–8253.

Kuiter, R.H. & Tonozuka, T. 2001. Pictorial Guide to : Indonesian Reef Fishes. Zoonetics Publc. Seaford VIC 3198. Australia.

Lieske, E. & R. Myers. 1997. Reef Fishes of the World. Periplus Edition. Jakarta, Indonesia. Mallela, J., C. Roberts, C. Harrod. & C.R. Goldspink

(2007). Distributional patterns and community structure of Caribbean coral reef fishes within a river-impacted bay. Journal of Fish Biology 70, 523-537. Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollution.

Longman Scientific and Technical. Longman Singapore Publisher Ptc. Ltd. Singapore. Munday, P.L & S.K. Wilson. 1997. Comparative

efficacy of clove oil and other chemicals in anaesthetization of Pomacentrus amboinensis, a coral reef fish. Jour. Fish. Biol. 51:931–938. Munday PL (2004a) Competitive coexistence of

coral-dwelling Wshes: the lottery hypothesis revisited. Ecology 85:623–628

Utne-Palm, A. C. (2002). Visual feeding of fish in a turbid environment: Physical and behavioural aspects. Marine and Freshwater Behaviour and Physiology 35, 111–128.

White, A.T., Vogt, H.P., & T Arin,. 2000. Philippine Coral Reefs under Threat: The Economic Losses Caused by Reef Destruction. Marine Pollution Bulletin 40 (7): 598-605.

Wilson SK, N.A.J. Graham, M. Pratchett, G.P. Jones & N.V.C. Polunin (2006) Multiple disturbances and the global degradation of coral reefs: are reef fishes at risk or resilient? Global Change Biol 12: 2220– 2234.

(15)

Struktur Komunitas Ikan Karang …… Laut Rinoi dan Rubiah Nanggro Aceh Darusalam (Edrus I N., et al)

Lampiran 1. Jenis ikan karang yang teridentifikasi di lokasi penelitian perairan Nanggroe Aceh Darussalam Appendix 1. Reef fishes identified in study sites of Nanggroe Aceh Darussalam Waters

SUKU DAN JENIS Families & Species

St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St 11 St 12 1 DASYATIDAE 1 Taeniura lymma 1 1 T 2 MURAENIDAE 2 Gymnothorax javanicus 1 1 2 1 M 3 Gymnothorax enigmatikus 1 1 M 4 Gymnothorax meleagris 1 M 5 Gymnothorax sp 1 M 6 Rhinomuraena quasita 1 M 3 SYNODONTIDAE 7 Synadus variegatus 2 M 4 HOLOCENTRIDAE 8 Myripristis murjan 6 2 4 4 3 2 5 T 9 Myripristis pralinia T 10 Sargocentron caudimaculatum 4 5 4 6 6 3 4 7 T 11 Sargocentron sp 2 2 2 4 4 4 T 5 CENTRISCIDAE 12 Aeoliscus strigatus 12 25 M 6 AULOSTOMIDAE 13 Aulostomus chinensis 2 1 3 2 2 3 M 7 SYNGNATHIDAE 14 Corytthoichthys intestinalis 3 M 8 SOLENOSTOMIDAE 15 Solenostomus cyanopterus 4 M 9 FISTULARIIDAE 16 Fistularia petimba 2 4 5 M 10 SCORPHAENIDAE 17 Pterois antennata 1 1 1 1 M 18 Pterois volitans 1 M 11 SERRANIDAE 19 Aethaloperca rogaa 1 T 20 Cephalopholis argus 1 1 1 2 1 2 3 2 2 2 2 T 21 Cephalopholis cyanostigma 1 1 T 22 Cephalopholis leopardus 1 1 1 1 T 23 Cephalopholis miniata 1 1 1 2 1 1 T 24 Cephalopholis urodeta 4 T 25 Ephinephelus coioides 1 T 26 Ephinephelus fasciatus 1 1 1 1 2 2 T 27 Ephinephelus hexagonatus 1 2 1 1 1 1 T 28 Ephinephelus melanostigma 1 T 29 Ephinephelus spilotoceps 1 1 T 30 Variola louti 1 1 1 1 1 T PULAU Rusa Island PULAU RONDO R inoi Rubi ah PULAU G roup RAYA RUSA Rondo Island Raya Island

(16)

SUKU DAN JENIS St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St 11 St 12 12 ANTHIIDAE 31 Pseudanthias evansi 425 M 32 Pseudanthias squamipinnis 335 468 254 452 126 174 M 13 GRAMMISTIDAE 33 Diploprion bifasciatus 1 2 M 14 CIRRHITIDAE 34 Paracirritites arcatus 1 1 2 2 1 2 M 35 Paracirritites fosteri 1 2 2 1 2 1 2 1 M 36 Cirrhitichthys falco 1 1 1 1 M 15 PLESIOPIDAE 37 Calloplesiops altivelis 1 M 16 PRIACANTHIDAE 38 Priacanthus hamrur 2 T 17 NEMIPTERIDAE 39 Pentapodus bifasciatus 6 T 40 Scolopsis affinis 3 5 4 T 41 Scolopsis bilineata 3 2 3 5 2 4 4 5 T 42 Scolopsis ciliata 7 5 4 T 43 Scolopsis torquata 6 5 4 5 T 44 Scolopsis trilineata 4 T 18 HAEMULIDAE 45 Plectorhyncus lessonii T 46 Plectorhyncus vittatus 1 2 1 1 1 2 2 1 2 T 19 APOGONIDAE 47 Apogon fleurieu 24 18 16 M 48 Apogon compressus 35 M 49 Apogon cyanosoma 265 M 50 Cheilodipterus quinquelineatus 38 M 20 MALACANTHIDAE 51 Malacanthus latovittatus 1 1 M 21 LUTJANIDAE 52 Aphareus furca 2 3 T 53 Lutjanus decussatus 4 4 T 54 Lutjanus erenberghi 4 6 T 55 Lutjanus bohar 2 2 2 T 56 Lutjanus fulvus 3 6 4 5 5 T 57 Lutjanus gibbus 4 2 16 3 4 T 58 Lutjanus kasmira 7 T 59 Lutjanus lunulatus 2 1 T 60 Lutjanus quinquelineatus 3 2 12 4 T 61 Lutjanus rivulatus 1 T 62 Macolor niger 4 4 T 22 CAESIONIDAE 63 Caesio caerulaurea 34 42 19 25 T 64 Caesio lunaris 26 14 T 65 Caesio teres 36 28 8 12 18 32 T 66 Caesio xanthonotus 16 38 T 67 Pterocaesio daigramma 23 T 68 Pterocaesio pisang 135 T 69 Pterocaesio randalli 26 34 28 42 T 70 Pterocaesio tile 62 76 T

(17)

Struktur Komunitas Ikan Karang …… Laut Rinoi dan Rubiah Nanggro Aceh Darusalam (Edrus I N., et al)

SUKU DAN JENIS St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St 11 St 12

23 LETHRINIDAE 71 Gnathodentex aurolineatus 12 8 13 25 T 72 Lethrinus olivaceus 2 3 T 73 Monotaxix grandoculus 2 3 2 2 4 2 2 4 T 24 MULLIDAE 74 Mulloidichthys flavolineatus 5 4 12 8 T 75 Mulloidichthys vanicolensis 6 5 22 T 76 Parupeneus barbarinus 4 5 4 2 2 4 5 4 T 77 Parupeneus bifasciatus 4 6 T 78 Parupeneus cyclostomus 2 2 2 3 2 4 T 79 Parupeneus macronema 2 1 1 2 T 80 Upeneus tragula 5 T 25 PHEMPHERIDIDAE 81 Phempheris oualensis 13 8 16 12 22 T 26 KYPHOSIDAE 82 Kyphosus cinerascens 2 4 2 2 4 3 2 2 T 27 EPHIPPIDAE 83 Platax teira 1 M/T 28 CHAETODONTIDAE 84 Chaetodon andamanensis 2 2 2 I 85 Chaetodon auriga 2 2 I 86 Chaetodon baronessa 2 4 3 4 I 87 Chaetodon citrinellus 2 4 2 2 2 2 I 88 Chaetodon collare 2 4 4 2 4 6 18 I 89 Chaetodon decussatus 2 4 4 2 4 4 I 90 Chaetodon ephippium 2 4 I 91 Chaetodon guttatissimus 2 6 2 2 4 4 2 3 4 I 92 Chaetodon kleiini 4 2 3 2 4 2 I 93 Chaetodon lunula 2 2 4 I 94 Chaetodon meyeri 4 2 2 4 3 4 2 3 I 95 Chaetodon rafflesi 2 2 2 3 2 2 2 I 96 Chaetodon semeion 2 2 I 97 Chaetodon trifascialis 2 4 3 4 2 4 4 I 98 Chaetodon trifasciatus 2 14 2 2 4 4 3 4 2 2 2 4 I 99 Chaetodon ulientensis 2 I 100 Chaetodon vagabundus 2 2 2 2 3 2 4 3 4 I 101 Chaetodon xanthocephalus 1 2 I 102 Forcipger flavissimus 2 3 4 2 2 5 I 103 Hemitaurichthys zoster 15 22 4 2 16 14 I 104 Heniochus diphreutes 3 I 105 Heniochus singularis 2 1 2 1 2 4 2 2 I 106 Heniochus varius 2 2 2 3 4 5 4 I 29 POMACANTHIDAE 107 Apolemichthys trimaculatus 4 8 2 4 3 M 108 Centropyge bispinosus 4 M 109 Centropyge eibli 2 2 4 4 2 1 M 110 Centropyge flavipectoralis 1 6 2 2 2 M 111 Pomacanthus annularis 1 M 112 Pomacanthus imperator 1 2 1 1 2 1 2 M 30 POMACENTRIDAE 113 Abudefduf notatus 5 M 114 Abudefduf septemfascialus 6 12 M 115 Abudefduf vaigiensis 7 24 12 15 8 11 25 16 M

(18)

SUKU DAN JENIS St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St 11 St 12 POMACENTRIDAE 116 Amblyglyphidodon curacao 18 M 117 Amphiprion akallopisos 4 6 M 118 Amphiprion clarkii 4 M 119 Amphiprion ocellaris 6 5 M 120 Chromis analis 26 28 34 M 121 Chromis dimidiata 92 42 14 128 8 78 166 45 214 M 122 Chromis opercularis 6 8 M 123 Chromis ternatensis 248 65 326 M 124 Chromis viridis 264 235 175 268 432 M 125 Chromis weberi 86 224 52 255 456 M 126 Chrysiptera leucopoma M 127 Chrysiptera talboti 4 12 8 6 M 128 Dascyllus reticulatus 84 125 126 75 238 55 46 225 M 129 Dascyllus trimaculatus 15 18 22 M 130 Hemiglyphidodon plagiometopon 4 M 131 Neopomacentrus azisron 158 256 264 285 219 325 398 312 M 132 Plectroglyphidodon dickii 4 15 8 22 22 4 18 32 M 133 Plectroglyphidodon lacrymatus 16 36 45 24 35 12 2 4 2 8 4 M 134 Pomacentrus alleni 15 16 28 M 135 Pomacentrus amboinensis 9 M 136 Pomacentrus bankanensis 8 26 32 7 18 12 11 124 18 21 8 M 137 Pomacentrus chrysurus 12 16 25 16 15 M 138 Pomacentrus grammorhynchus 46 M 139 Pomacentrus moluccensis 36 52 28 25 32 24 35 M 140 Pomacentrus philippinus 5 7 22 5 36 28 12 18 M 31 LABRIDAE 141 Anampses melanurus 4 M 142 Anampses meleagrides 4 M 143 Bodianus diana 2 6 1 2 M 144 Bodianus mesothorax 2 1 1 5 2 M 145 Cheilinus celebicus 2 1 M 146 Cheilinus trilobatus 2 4 2 2 2 2 3 M 147 Cirrhilabrus cyanopleura 24 22 M 148 Coris variegeta 1 2 3 2 4 2 M 149 Gomphosus varius 12 4 8 6 14 4 4 2 12 4 16 M 150 Halichoeres chrysus 12 M 151 Halichoeres hortulanus 5 34 12 8 6 8 12 6 4 22 M 152 Halichoeres marginatus 2 28 25 5 4 15 5 4 4 M 153 Halichoeres nebulosus 32 14 12 18 25 21 M 154 Halichoeres scapularis 2 M 155 Hemigymnus fasciatus 2 2 2 2 2 4 2 3 M 156 Hemigymnus melapterus 4 3 4 M 157 Homlogymnosus doliatus 2 M 158 Labrichthys unilineatus 2 2 2 1 2 2 2 1 M 159 Labroides bicolor 2 2 1 3 2 M 160 Labroides dimidiatus 4 3 4 4 5 6 2 2 2 12 M 161 Pseudodax moluccanus 1 2 1 1 M 162 Pseudocheilinus hexataenia 6 6 4 12 22 M 163 Pseudocheilinus octotaenia M 164 Stethojulis bandanensis 4 6 5 2 3 2 4 4 6 M 165 Stethojulis trilineata 5 4 8 6 M 166 Thalassoma amblycephalum 198 424 552 348 412 285 358 M 167 Thalassoma hardwickii 18 6 5 8 6 12 M 168 Thalassoma janseni 34 16 38 26 6 12 16 4 22 14 M 169 Thalassoma lunare 4 15 8 6 12 16 M

(19)

Struktur Komunitas Ikan Karang …… Laut Rinoi dan Rubiah Nanggro Aceh Darusalam (Edrus I N., et al)

SUKU DAN JENIS St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St 11 St 12

32 SCARIDAE 170 Bolbometopon muricatus 4 T 171 Chlorurus microrhinos 2 1 T 172 Chlorurus bleekeri 2 2 4 2 3 4 T 173 Scarus forsteni 2 3 1 2 2 T 174 Scarus frenatus 4 3 T 175 Scarus ghoban 8 5 26 16 12 9 T 176 Scarus niger 2 4 4 6 5 2 4 T 177 Scarus oviceps 1 T 178 Scarus rubroviolaceus 2 2 2 2 T 179 Scarus tricolor 1 2 1 2 2 1 T 33 PINGUIPEDIDAE 180 Parapercis clathrata 1 1 2 1 1 1 2 M 34 BLENNIIDAE 182 Cirripectes castaneus 2 1 M 183 Ecsenius bicolor 2 1 M 184 Meiacanthus atrodorsalis 4 M 185 Plagiotremus rhinorhynchus 2 4 2 2 3 M 35 MICRODESMIDAE/GOBIDAE 186 Ptereleotris evides 2 M 36 SIGANIDAE 187 Siganus guttatus 4 6 4 T 188 Siganus spinus T 189 Siganus vermiculatus 2 1 T 190 Siganus virgatus 2 4 T 37 ACANTHURIDAE 191 Acanthurus lineatus 8 22 6 18 15 25 7 5 8 8 6 12 T 192 Acanthurus leucocheilus 3 2 6 7 2 2 5 4 4 T 193 Acanthurus leucosternon 6 16 5 5 3 12 6 18 T 194 Acanthurus maculiceps 1 1 1 T 195 Acanthurus nigrofuscus 2 2 3 T 196 Acanthurus nubilus 1 T 197 Acanthurus olivaceus 2 2 T 198 Acanthurus pyroferus 4 5 4 5 4 T 199 Acanthurus thompsoni 6 T 200 Acanthurus triostegus 4 T 201 Acanthurus twisti 35 32 42 18 24 13 12 6 8 4 5 T 202 Ctenochaetus binotatus 11 5 6 5 5 2 4 4 6 6 4 T 203 Ctenochaetus striatus 4 4 6 T 204 Naso brevirostris 2 4 T 205 Naso brachycentron 2 4 2 T 206 Naso fageni 1 2 T 207 Naso hexacanthus 12 8 13 4 14 T 208 Naso lituratus 2 4 2 3 T 209 Naso thynnoides 1 2 2 4 T 210 Naso vlamingii 3 T 211 Paracanthurus hepatus 2 6 T 212 Zebrasoma scopas 5 4 5 5 5 6 4 3 T 213 Zebrasoma veliferum 2 1 1 T 38 ZANCLIDAE 214 Zanclus carrnescens 2 4 3 2 4 2 4 M 215 Zanclus cornutus

(20)

SUKU DAN JENIS St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St 11 St 12 39 MONACANTHIDAE 216 Amanses scopas 1 1 1 2 M 217 Paraluterus prionurus 1 M 40 BALISTIDAE 218 Balistapus undulatus 5 4 M 219 Balistapus viridescens 1 M 220 Melichthys niger 6 4 7 12 4 M 221 Odonus niger 23 18 M 222 Rhinecanthus verrucosus 1 1 2 M 223 Suflamen bursa 2 2 1 M 224 Suflamen chrysopterus 2 2 2 3 2 4 2 2 M 41 OSTRACIIDAE 225 Ostracion cubicus 1 1 M 42 TETRAODONTIDAE 226 Canthigaster amboinensis 1 M 227 Canthigaster papua 1 M 228 Canthigaster valentini 1 1 M 229 Arothron hispidus 1 M 230 Arothron nigropunctatus 2 M 43 DIODONTIDAE 231 Diodon liturosus 1 M 44 HEMIRHAMPHIDAE 232 Hemirhaphus sp 4 T 45 CARANGIDAE 233 Caranx melampygus 2 2 4 4 3 T 234 Carangoides bajad 1 2 2 4 T 235 Gnathonodon speciosus 7 T 50 68 32 33 34 79 130 158 100 78 55 102 Jumlah Individu Ikan Target 330 226 32 141 73 211 316 387 213 128 80 233 Jumlah Individu Ikan Major 322 1062 598 425 474 1222 2467 2442 1278 1269 663 3007 Jumlah Individu Ikan Indikator 14 30 10 14 16 23 58 66 35 20 35 68 Jumlah Individu ikan karang 664 1311 640 582 559 1438 2475 2396 1235 936 635 2665

(21)

Perbedaan Waktu Pengoperasian terhadap Hasil……..di Perairan Sungsang, Sumatera Selatan (Fauziyah, et al)

PERBEDAAN WAKTU PENGOPERASIAN TERHADAP HASIL

TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI PERAIRAN SUNGSANG,

SUMATERA SELATAN

DIFFERENCES IN OPERATION TIME TOWARD CATCHES OF FIXED

LIFT NET AT SUNGSANG ESTUARY, SOUTH SUMATERA

Fauziyah1, Freddy Supriyadi2, Khairul Saleh3 dan Hadi3

1 Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indralaya, Indonesia 2 BP3U Mariana, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Indonesia 3 Program Studi Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indralaya, Indonesia

Teregistrasi I tanggal: 06 Maret 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal: 09 Desember 2013; Disetujui terbit tanggal: 13 Desember 2013

ABSTRAK

Di perairan Sungsang Sumatera Selatan, target utama penangkapan dengan alat tangkap bagan adalah ikan teri (Stolephorus sp) dan ikan lainnya sebagai hasil sampingan. Pada umumnya, bagan tancap dioperasikan oleh nelayan setempat sebelum tengah malam sampai menjelang pagi. Berdasarkan fakta tersebut, pengkajian waktu pengoperasian yang optimum terhadap hasil tangkapan bagan tancap perlu dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan waktu operasi dan waktu operasi optimum terhadap hasil tangkapan bagan tancap. Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi bulan gelap pada bulan Mei 2012 dengan metode experimental fishing dan model Rencana Arah Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan waktu operasi yaitu sebelum tengah malam (21.00-23.59 WIB), saat tengah malam (00.00-02.59WIB), dan setelah tengah malam (03.00-05.59 WIB). Empat bagan tancap dioperasikan dengan masing-masing 3 kali trip. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu operasi penangkapan bagan tancap berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, dan waktu pengoperasian yang optimum bagan tancap adalah pada saat tengah malam (00.00-02.59 WIB).

KATA KUNCI : Hasil tangkapan, waktu operasi, bagan tancap, perairan Sungsang.

ABSTRACT

In Sungsang estuary of South Sumatera, the target species of fixed lift nets is anchovies (Stolephorus sp) and the others species are classified as by catch. Generally, the fixed lift net is operated by local fishermen before midnight until early morning. Based on this fact, a study on the optimum operation time of the fixed lift nets is necessary. The research objectives are to analyze the operating time, and the optimum operating time of the fixed lift net in Sungsang estuary. The research was conducted in May 2012 using experimental fishing methods and completely random sampling. The differences in operating time i.e before midnight (21:00 to 23:59), around midnight (00:00 to 02:59), and after midnight (03:00 to 5:59) were used as tratments. The four observed fixed lift net were operated for 3 days (3 trips). Data were analyzed using SPSS 17 software for Windows. The results indicated that the operating time significantly affected the catchand the optimum operating time of fixed lift net in Sungsang Estuary was around midnight (00:00 to 02:59).

KEY WORDS: Catch, operation time, fixed lift net, Sungsang estuary.

___________________

PENDAHULUAN

Bagan tancap merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang banyak digunakan oleh nelayan di perairan Sungsang, Sumatera Selatan. Target tangkapan utamanya adalah ikan teri (Stolephorus sp) sedangkan cumi-cumi (Loligo sp), petek (Leiognathus sp) dan ikan pelagis kecil lainnya merupakan hasil tangkapan sampingan (by catch).

Perairan Sungsang merupakan perairan muara yang memiliki kecerahan yang rendah (keruh), substrat berlumpur dan arus yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Alat tangkap di perairan Sungsang dalam pengoperasiannya memanfaatkan arus pasang surut tersebut. Sebagian besar nelayan bagan tancap melakukan penangkapan pada saat air mulai surut dan ada juga yang menangkap ikan pada saat air pasang (Fauziyah et al., 2012).

(22)

Secara umum penelitian tentang alat tangkap bagan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Baskoro (1999), Nadir et al. (2001), Sudirman et al. (2004), Notanubun & Patty (2010), Gustaman et al. (2012) serta Fauziyah et al. (2012) meneliti aspek pencahayaan dan tingkah laku ikan pada alat tangkap bagan. Sudirman et al. (2011) dan Yuda et al. (2012) meneliti aspek selektivitas dan tingkat keramahan lingkungan bagan. Sudirman et al. (2004) juga mengkaji respon mata ikan teri berdasarkan 3 waktu hauling yaitu sebelum tengah malam, saat tengah malam dan sesudah tengah malam. Akan tetapi penelitian tentang waktu pengoperasian yang optimum terhadap hasil tangkapan bagan tancap masih jarang dilakukan.

Pada umumnya, nelayan bagan tancap di perairan Sungsang melakukan operasi penangkapan ikan mulai jam 21.00-06.00 WIB dengan jumlah hauling antara 7-12 kali per trip (dalam 1 malam). Menurut nelayan setempat, jumlah hauling paling banyak pada jam 24.00-06.00. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh waktu operasi terhadap hasil tangkapan ikan pada bagan tancap sehingga dapat diketahui periode waktu operasi yang paling optimal.

Tujuan penelitian ini untuk 1) menganalisis perbedaan waktu operasi bagan tancap terhadap hasil tangkapan dan 2) menentukan waktu operasi yang paling optimal pada bagan tancap. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi nelayan bagan tancap untuk menyempurnakan metode penangkapannya.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi bulan gelap pada bulan Mei 2012 di perairan Sungsang Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Lokasi penelitian terletak pada posisi geografis 20 15’ 6" - 20 15’ 18,8’’ LS dan 1050 02’ 10,3" - 1050 02’ 40,4" BT.

Metode

Metode penelitian adalah percobaan penangkapan (experimental fishing) pada operasi penangkapan bagan tancap dengan menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu waktu operasi alat tangkap bagan tancap. Penelitian ini tidak menggunakan analisis faktorial karena hanya satu faktor yang dianalisis yaitu perbedaan waktu operasi. Faktor lain kemungkinan memiliki

pengaruh terhadap hasil tangkapan seperti perbedaan cahaya, ketrampilan nelayan. Untuk faktor kondisi perairan diasumsikan sama.

Dalam percobaan penangkapan ini digunakan 4 buah bagan tancap dengan jarak tidak berjauhan (sekitar 100 meter). Waktu pengoperasian bagan tancap adalah per trip (dalam 1 malam). Waktu trip ini digunakan sebagai ulangan pada analisis sidik ragam. Ulangan tiap bagan tancap dilakukan 3 kali (3 hari).

Masing-masing bagan tancap dioperasikan mulai 2 1 . 0 0 W I B s a m p a i 0 6 . 5 9 W I B . W a k t u pengoperasian tersebut dibagi menjadi 3 selang waktu yaitu 21.00-23.59 WIB (T1), 00.00-02.59 WIB (T2) dan 03.00-05.59 WIB (T3). Perbedaan ketiga selang waktu pengoperasian tersebut digunakan sebagai perlakuan dalam analisis sidik ragam. Pada masing-masing perlakuan, nelayan melakukan proses penangkapan dari mulai setting hingga hauling dan lamanya waktu setting hingga hauling disesuaikan dengan kebiasaan nelayan setempat. Artinya, jumlah hauling dalam pada masing-masing perlakuan akan berbeda-beda (tidak ditentukan dalam penelitian ini tetapi disesuaikan dengan kebiasaan nelayan). Berat hasil tangkapan pada masing-masing perlakuan per trip digunakan sebagai satuan percobaan.

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan m u l a i p u k u l 2 1 . 0 0 - 0 6 . 0 0 W I B m e l i p u t i , 1 ) pencataatan waktu setting dan hauling, 2) identifikasi hasil tangkapan, 3) pengukuran panjang ikan, 4) menimbang berat ikan per spesies.

Hasil tangkapan yang diamati adalah ikan teri (Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp), petek (Leiognathus sp) dan total hasil tangkapan. Berdasarkan penelitian Gustaman et al. (2012) yang menyatakan bahwa hasil tangkapan bagan tancap di perairan Sungsang pada bulan Agustus 2010 didominasi 6 spesies yakni teri (Stolephorus sp) 56.6%, cumi-cumi (Loligo sp) 12,5%, udang pepe (Metapenaeus ensis) 18,4%, petek (Leiognathus sp) 1,9%, japuh (Dussumieria acuta) 2,1% , permato (Ilisha elongata) 8,08% dan sisanya adalah ikan lainnya. Ditunjang hasil penelitian Fauziyah et al. (2012) yang menyatakan bahwa hasil tangkapan bagan tancap pada bulan Mei 2012 didominasi 3 spesies dengan komposisi yaitu teri (Stolephorus sp) 72%, cumi-cumi (Loligo sp) 7% dan petek (Leiognathus sp) 21%. Sehingga pada penelitian ini analisis hasil tangkapan ikan adalah teri (spesies target), cumi, petek dan hasil tangkapan total.

(23)

Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian adalah 1) komponen dan ukuran alat tangkap bagan tancap yang digunakan serta ketrampilan nelayan dalam mengoperasikannya relatif sama, dan 2) tingkat ketelitian dalam pengamatan dan pengukuran data relatif sama (pada penelitian ini menggunakan 4 alat tangkap bagan tancap secara bersamaan) dan 3) penyebaran ikan merata di perairan lokasi penelitian sepanjang malam sehingga memberikan peluang yang sama untuk tertangkap (Fauziyah et al, 2012).

Analisis Data

Analisis Pengaruh Perbedaan Waktu Pengoperasioan Terhadap Hasil Tangkapan Bagan Tancap

Tahap awal untuk menganalisis pengaruh perbedaan waktu operasi terhadap hasil tangkapan pada unit penangkapan bagan tancap adalah melakukan uji kenormalan data (uji Kolmogorov-Smirnov). Data yang diuji adalah seluruh data berat hasil tangkapan ikan per trip (teri, cumi, petek dan hasil tangkapan total) pada masing-masing perlakuan (T1, T2 dan T3). Jika data tidak menyebar normal maka dilakukan normalisasi data dengan cara menghilangkan data-data pencilan (outliers). Setelah data menyebar normal, kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis RAL dilakukan per spesies (teri, cumi-cumi dan petek) maupun total hasil tangkapan. Data-data tersebut diolah dengan bantuan software SPSS 17 for Windows. Secara matematis, tahapan analisis RAL sebagai berikut:

1. Model linier:

Y

ij

=

μ

+

τ

i

+

ε

ij

Yij = nilai respon perbedaan waktu operasi pada bagan tancap ke-i dan ulangan ke-j ì = rataan umum

ôi = pengaruh perbedaan waktu operasi pada bagan tancap ke-i

åij = pengaruh acak perbedaan waktu operasi pada bagan tancap ke-i ulangan ke-j

i = 1,…,t dan j = 1,…,r ; r = trip dan t = waktu operasi

2. Asumsi:

(1) komponen-komponen ì, ôi, dan åij bersifat aditif;

(2) nilai ôi tetap, Óôi = 0; E(ôi) = ôi; (3) åij ~ N(0,ó2);

3. Hipotesis:

H0 : waktu operasi pada bagan tancap tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan

H1 : waktu operasi pada bagan tancap berpengaruh terhadap hasil tangkapan 4. Analisis sidik ragam

Analisis sidik ragam diolah menggunakan software SPSS 17.

5. Keputusan

Tolak H0 : nilai signifikan < 0,05 artinya minimal ada satu waktu operasi bagan tancap yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan

Terima H0 : nilai signifikan > 0,05 artinya tidak ada perbedaan nyata waktu operasi pada bagan tancap terhadap hasil tangkapan

6. Uji lanjut

Uji lanjut Duncan digunakan untuk melihat waktu operasi mana yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan.

Analisis Optimasi Waktu Saat Hauling Pada Bagan Tancap

Koefisien variasi digunakan untuk membandingkan data hasil penangkapan pada setiap perlakuan. Menurut Sudjana (1992) Koefisien variasi (KV) merupakan perbandingan antara simpangan baku dengan nilai rata-rata yang dinyatakan dalam persen. Pada penelitian ini, jika nilai KV terkecil maka secara relatif lebih baik dibanding yang lainnya (paling optimal). Formulasi KV sebagai berikut:

%

100

*

x

s

KV

=

………...(5) dimana; KV = koefisien variasi

s

= simpangan baku;

x

= rata-rata hasil tangkapan

HASIL DAN BAHASAN HASIL

Karakteristik Bagan Tancap di Perairan Sungsang

Karakteristik bagan tancap di perairan Sungsang adalah waktu operasi penangkapan pada malam hari dengan mengandalkan pasang surut air laut dan berada di perairan muara sungai (estuari). Sehingga pada saat mengoperasikan alat tangkap, nelayan bagan tancap umumnya menggunakan 2 metode penangkapan yakni 1. memanfaatkan alat bantu penangkapan yaitu cahaya lampu untuk menarik ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan 2. memanfaatkan waktu surut dengan menjadikan jaring

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis data sensus visual ikan karang pada beberapa lokasi penelitian di perairan Nanggroe Aceh Darussalam
Gambar 1. Tali utama dan tali cabang pada sistem non arranger Figure 1. Main line and branch line on non arranger system
Gambar 3. Daerah penangkapan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa berdasarkan data observer 2005-2010.
Gambar 4. Sebaran nilai laju pancing tahunan masing-masing jenis ikan tuna Figure 4. Distribution of annual hook rate based on tuna species
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul

Maxpell Incinerator type 100 G mempergunakan sistem pembakaran crossdraft dengan bahan bakar gas LPG, sehingga suhu api menjadi lebih panas yang membuat pembakaran lebih cepat.

Tindakan promosi kesehatan pencegahan yang dilakukan oleh petugas, meliputi; penyuluhan sumber penyebab penyakit DBD, perilaku yang mendukung kejadian DBD dan cara

setempat yang menerangkan bahwa siswa adalah anggota keluarga (anak/cucu) dari orang. tua yang tercantum namanya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses pembelajaran Tata Rias Fantasi dalam Ekstrakurikuler Seni Tari di SMA Negeri 12

Kesimpulan di atas telah menjawab fenomena yang terjadi, dimana fenomena yang terjadi pada variabel Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yaitu Penerimaan Pajak Pertambahan

Prestasi akademik siswa akan tercatat di rapor yang akan ditunjukan kepada orang tuanya. Tentunya semua siswa tidak menginginkan prestasi akademik mereka menurun. Untuk itu semua

No Kriteria Unjuk Kerja/Indikator Unjuk Kerja Tujuan Pembelajaran Metode Pelatihan yang Disarankan Tahapan Pembelajaran Sumber/ Referensi yang Disarankan Jam Pelajaran