• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN TEORITIS"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 48

BAB III

TINJAUAN TEORITIS

Dalam kajian Asuransi Kesehatan Masyarakat Mandiri ini, beberapa teori dan konsep sebagai tinjauan teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

3.1 TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

3.1.1 Teori Jaminan Sosial dalam Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Setidaknya paska perang dunia kedua, berbagai negara baik di Eropa dan Amerika Utara mulai ramai mendiskusikan bagaimana peran negara (baca: pemerintah) untuk memiliki andil yang lebih dalam (intervensi) terhadap pemenuhan hak-hak publik dan kebutuhan mendasar bagi warga negaranya. Intervensi negara dibutuhkan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang semakin rumit paska perang. Derajat kesejahteraan menjadi tuntutan massif, mulai dari pengentasan kemiskinan, kriminalitas, pendidikan, perumahan dan bahkan tuntutan bagaimana pemenuhan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak (social insurance).

Konsep negara kesejahteraan (welfare state) tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga sebuah konsep atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Menurut the Concise Oxford Dictionary of Politics, Welfare State didefinisikan sebagai sebuah sistem dimana pemerintah menyatakan diri bertanggung jawab untuk menyediakan jaminan sosial dan ekonomi bagi penduduk melalui sarana pensiun, tunjangan jaminan sosial, layanan kesehatan gratis dan semacamnya. Dalam terjemahan bebas, kata “Welfare” sendiri dapat dimaknai sebagai keadaan yang bahagia, sehat atau sukses. Makna inilah yang kemudian berkembang menjadi rumusan negara kesejahteraan, yakni konsep pemerintahan dimana negara mengambil peran penting dalam perlindungan dan pengutamaan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya.

Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith, sebenarnya ide dasar Negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizenz. Bentham

(2)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 49 menggunakan istilah “utility‟ atau kegunaan untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik, dan sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang.

Konsepsi negara kesejahteraan mendapatkan momentum ketika Pemerintah Inggris menerima Beveridge Report yang isinya berbagai masukan untuk mengatasi ‘five giant social evils’yang meliputi kurangnya pengetahuan/pendidikan, penyakit, pengangguran, perumahan kumuh dan kemiskinan. Pengaruh laporan Beveridge tidak hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa dan bahkan hingga ke Amerika Serikat. Beveridge Report kemudian menjadi dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negara-negara awal yang terdampak pengaruhnya. Dalam perkembangannya, skema ini cukup baik berjalan. Akan tetapi sistem ini memiliki kekurangan. Salah satunya karena berpijak pada prinsip dan skema asuransi, yang pada dasarnya tidak dapat mencakup resiko-resiko yang dihadapi manusia terutama jika mereka tidak mampu membayar kontribusi (premi).

Penggunaan “skema asuransi” ini gagal merespon kebutuhan kelompok-kelompok khusus, seperti orang cacat, orang tua tunggal, serta mereka yang tidak dapat bekerja dan memperoleh pendapatan dalam jangka waktu lama. Manfaat dan pertanggungan asuransi sosial juga seringkali tidak kuat, karena jumlahnya kecil dan hanya mencakup kebutuhan dasar secara minimal. Namun demikian, terlepas dari kegagalan sistem (model asuransi) semenjak penerapan skema jaminan sosial tersebut, berbagai negara di Eropa dan Amerika Serikat terus menelurkan program-program seperti pelayanan kesehatan yang komprehensif, pendidikan bagi seluruh warga Negara yang terjangkau dan berkualitas, perumahan yang layak atau public housing untuk menampung masyarakat kelas bawah, program penanggulangan kemiskinan dan perluasan lapangan kerja. Apabila dipilah lebih jauh lagi, konsep negara kesejahteraan pun beragam implementasinya. Tidak semuanya bersedia berkontribusi secara maksimal dalam penanganan masalah karena sangat bergantung dari fungsi yang dipilih apakah sebagai first resort (universal) atau last resort (residual) yang hanya bersedia membantu kaum miskin dan marjinal yang tidak dapat mendukung dirinya sendiri (www.selasar.com). Sebagai negara indurti yang maju Inggris menggunakan skema

(3)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 50 asuransi sosial yang biasa disebtu dengan National Insurance. Skema ini dipandang berbeda dengan yang diterapkan di Amerika Serikat yang biasa disebut Social Security. Social Security secara umum mengandung 5 (lima) skema dan lazim digunakan dalam skema-skema asuransi sosial yang dibangun baik negara maju maupun negara berkembang. Kelima skema tersebut, sebagai berikut:

1) Social insurance or contributory benefits, merupakan program yang didanai dengan sumbangan dari pegawai, majikan dan pemerintah. Manfaat program dalam skema ini dibayarkan kepada setiap orang yang telah membayarkan sumbangan tadi. Skema program ini dimaksudkan untuk mengganti kerugian atau terputusnya pendapatan karena alasan-alasan seperti kehilangan pekerjaan, sakit, pensiun dan janda.

2) Categorical or universal benefits, merupakan program yang didanai dari pajak umum. Mamfaat skema program ini adalah untuk dibayarkan kepada orang-orang yang sesuai dengan tujuan program seperti rumah tangga dengan anak, atau orang-orang yang mempunyai cacat tubuh.

3) Tax-based benefits, merupakan program yang menggunakan sistem perpajakan untuk memberikan manfaat (tax credit) kepada orang-orang yang yang memiliki pendapatan di bawah ambang batas panghasilan tidak kena pajak.

4) Occupational benefits, merupakan skema dengan mamanfaat yang dibayarkan oleh majikan dan program ini diatur oleh pemerintah seperti pensiun, tunjangan sakit dan tunjangan melahirkan.

5) Social assistance or means-testes benefit, merupakan program yang didanai dengan pajak umum dimana manfaat program ini dibayarkan kepada orang-orang yang berpenghasilan rendah dengan melihat situasi rumah tangga. Kelima skema di atas secara umum menargetkan penerima manfaat merupakan kelompok masyarakat yang dianggap rentan secara sosial. Apakah kerentanan karena kesehatan, pekerjaan dan penghasil yang di bawah ambang batas dan lainnya. Hal ini mempertegas bahwa Social Insurance dalam negara kesejahteraan didasarkan pada prinsip kesetaraan kesempatan, distribusi kekayaan yang setara, dan tanggung jawab masyarakat kepada orang-orang yang tidak mampu memenuhi persyaratan minimal untuk menjalani kehidupan yang layak. Atau dalam definisi yang lain konsep negara kesejahteraan dapat dikatakan sebagai upaya sungguh-sungguh dan sistematis oleh

(4)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 51 negara untuk mengambil alih tanggung jawab penyediaan, pelayanan dan solusi berbagai permasalahan dan rasa aman bagi seluruh warga negara dan semata-mata untuk kemakmuran bangsa dan negara. Lebih jauh menurut Anderson, negara kesejahteraan sebagai institusi negara dimana kekuasaan yang dimilikinya (dalam hal kebijakan ekonomi dan politik) ditujukan untuk:

 memastikan setiap warga negara beserta keluarganya memperoleh pendapatan minimum sesuai dengan standar kelayakan.

 memberikan layanan sosial bagi setiap permasalahan yang dialami warga negara (baik dikarenakan sakit, tua, atau menganggur), serta kondisi lain semisal krisis ekonomi.

 memastikan setiap warga negara mendapatkan hak-haknya tanpa memandang perbedaan status, kelas ekonomi, dan perbedaan lain.

Untuk memastikan hak dan layanan (jaminan) sosial warga negara, maka perintah dituntut untuk pro-aktif dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosil-pelik dan mendasar. Peran pemerintah yang aktif inilah menjadi salah satu ciri dalam negara kesejahteraan, adalah bagaimana reaksi pemerintah (intervensi) dalam merespon terjadinya Market failure, atau penyimpangan outcome dari yang seharusnya diraih. Intervensi pemerintah menjadi “dominan” dalam konteks stabilisasi keadaan seperti penanganan kemiskinan, pekerjaan yang layak dan pengadaan jaminan sosial terhadap seluruh warga negara.

Negara kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikannya sebagai hak setiap warga yang dapat diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan oleh negara (Siswono YH, 2006). Bahwa welfare state dapat diasosiasikan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, oleh karena itu ia dianggap sebagai mekanisme pemerataan terhadap kesenjangan yang ditimbulkan oleh ekonomi pasar. Jaminan sosial, kesehatan, perumahan dan pendidikan adalah wilayah garapan utama dari kebijakan pemerintah yang menganut welfare state. Dan yang perlu dititik beratkan bahwa yang menjadi ciri khas negara kesejahteraan adalah adanya asuransi sosial (social insurance). Ketentuan ini jamak dijumpai di negara-negara industri maju seperti National Insurance di Inggris dan Social Security di Amerika Serikat. Asuransi sosial biasanya didanai dengan sumbangan wajib dan dimaksudkan untuk memberikan

(5)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 52 manfaat kepada peserta dan keluarganya ketika membutuhkan. Negara kesejahteraan selain berbicara mengenai jaminan sosial, seperti pengentasan kemiskinan dan jaminan kesehatan warga negaranya juga menmpatkan pajak sebagai bagian dari welfare state. Alasan pajak dimasukkan ke dalam konsepsi ini, yakni apabila penarikan pajak bersifat progresif dan penarikan pajak bukan hanya untuk meningkatkan pendapat negara. Namun dana pajak dapat digunakan untuk membiayai asuransi sosial dan manfaat-manfaat lainnya yang belum tercukupi dalam pembiayaannya. Dalam negara-negara sosialis, praktik negara kesejahteraan juga meliputi jaminan pekerjaan dan administrasi harga barang dan jasa hingga pada level konsumen. Pada level tertentu, konsep negara kesejahteraan biasa didasarkan pada prinsip persamaan kesempatan (equality of opportunity), pemerataan pendapatan (equatable distribution of wealth) dan tanggungjawab publik (public responsibility) terhadap warga negara lainnya yang tidak mampu dalam pemenuhan “standard minimum” hidup layak.

Ide negara kesejahteraan tidak hanya sebatas konsep-normatif, namun kemudian berkembang sebagai sebuah paradigma yang diikuti oleh banyak negara lainnya di dunia. Sebagai sebuah paradigma, negara kesejahteraan menempatkan warga negara sebagai subjek hukum, subjek pembangunan yang harus dilindungi (dijamin). Dalam pidato pengukuhan Guru Besar, Yos Johan Utama menjelaskan “Paradigma negara kesejahteraan, menempatkan warga negara ataupun orang perorang menjadi subyek hukum, yang harus dilindungi serta disejahterakan dalam segala aspek kehidupannya. Negara dalam paradigma negara kesejahteraan, menempatkan warga negara sebagai subjek, dan tidak lagi menempatkan warga negara sebagai objek. Negara mempunyai kewajiban, untuk masuk ke dalam wilayah kehidupan warganya, dalam rangka menjalankan fungsinya, melayani dan mengupayakan kesejahteraan (bestuurszorg).” Konsep-konsep kesejahteraan dan jaminan sosial mengalami berbagai bentuk dan variasi bergantung dimana ide negara kesejahteraan tersebut tumbuh dan berkembang. Tak terkecuali di Indonesia yang sejah awal menganut paham yang satu ini.

3.1.2 Konsep Jaminan Sosial Nasional Indonesia

Dari awal para Founding Father (pendiri bangsa) Indonesia, sudah sangat menyadari untuk apa negara ini dibangun. Sebuah cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran untuk seluruh tumpah darah Indonesia menjadi konsepsi yang sangat mendasar. Dasar inilah yang sebenarnya dapat dipersamakan dengan konsepsi negara

(6)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 53 kesejahteraan (welfare state). Cita-cita dan konsepsi Indonesia sebagai negara kesejahteraan tersebut termaktub dalam pembukaan UUD ’45 alinea ke-4 yang berbunyi: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,…”

Rumusan negara kesejahteraan ini juga tertuang dalam sila kelima dalam falsafah Pancasila, yang berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Rumusan sila kelima ini memperkuat gagasan Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Satu negara yang bertanggungjawab terhadap pemenuhan atas hak-hak mendasar warga negaranya. Hak dan jaminan terhadap warga negara tersebut tertuang dalam batang tubuh UUD ’45 paska amandemen. Pasal 28 H ayat (1) sampai ayat (3). Pasal 28 H menyatakan:

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Lebih lanjut dalam UUD 45, tanggung jawab negara dalam rangka pemenuhan hak atas kesejahteraan warganya tertuang dalam pasal 34 ayat (2) dan (3), yakni:

2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

3) Negara bertanggung jawab atas penyelidikan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Secara garis besar apa yang termaktub dalam pembukaan dan penjabaran UUD ‘45 merupakan amanah besar yang harus terus diusahakan untuk dipenuhi oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bagaimana pun amanat konstitusi bersifat “wajib” sebagai landasan konstituil dalam penyelenggaraan negara dalam rangka mencapai tujuan-tujuan awal terbentuknya negara. Pemerintah dengan

(7)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 54 kebijakan dan programnya-programnya diharapkan mampu memberikan layanan optimal dengan perlindungan yang kuat. Negara harus selalu hadir dalam konteks pemenuhan dan perlindungan hak atas kesejahteraan. Seperti dengan adanya jaminan sosial nasional yang mampu menjamin warganya yang tidak mampu dalam perlindungan hidup, kesehatan dengan pemberian tunjangan dan tempat tinggal yang layak. Maka dalam rangka mencapai tujuan-tujuan bernegara dibutuhkan perangkat yang lebih operasional.

A. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Pengertian Jaminan Sosial. Dalam dokumen deklarasi HAM PBB tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952, Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Jaminan ini menyangkut semua bidang kesejahteraan sosial yang memperhatikan perlindungan sosial, atau perlindungan terhadap kondisi yang diketahui sosial, termasuk kemiskinan, usia lanjut, kecacatan, pengangguran, keluarga dan anak-anak, dan lain-lain. Jaminan sosial dapat dimaknai sebagai sistem proteksi yang diberikan kepada setiap warga negara untuk mencegah hal-hal yang tidak dapat diprediksikankarena adanya risiko-risiko sosial ekonomi yang dapat menimbulkan hilangnya pekerjaan maupun mengancam kesehatan (Husni, 2003: 53). Oleh karena itu, jaminan sosial hadir sebagai salah satu pilar negara kesejahteraan yang bersifat operasional.

Dalam Ketentuan Umum UU No.40 Tentang SJSN Pasal 1 ayat (1) yang dimaksud jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupya yang layak.” Sementara ayat (2) menyatakan: “Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.”

Pengertian di atas bermakna bahwa jaminan sosial adalah instrumen negara yang dilaksanakan untuk mengalihkan risiko individu secara nasional dengan dikelola sesuai asas dan prinsip-prinsip dalam UU SJSN. Sementara Tujuan SJSN berdasarkan pasal 3 yang menyatakan bahwa “Sistem Jaminan

(8)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 55 Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau ang-gota keluarganya.”

Asas dan prinsip. Berdasar UU No.40 Tentang SJSN Pasal 2 menyebutkan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tentu menjadi sangat menarik ketika dalam penjelasan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2004 menjelaskan bahwa asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Penghargaan ini sebagai simbol keadilan yang seharusnya berlaku dan dapat dirasakan oleh seluruh warga.

Untuk menyelenggarakan SJSN ini, berdasarkan pasala 4, ada 9 (sembilan) prinsip yang dianut adalah sebagai berikut :

1) Prinsip kegotong-royongan.

Kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilan.

2) Prinsip nirlaba.

Pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta. 3) Prinsip keterbukaan.

Mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.

4) Prinsip kehati-hatian.

Pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib. 5) Prinsip akuntabilitas.

Pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

6) Prinsip portabilitas.

Memberikan jaminan secara berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 7) Prinsip kepesertaan wajib.

Mengharuskan seluruh penduduk untuk menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap.

(9)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 56 Iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.

9) Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasonal dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

Hasil pengembangan aset jaminan sosial dimanfaatkan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

Jenis Program SJSN. Dalam rangka mencapai tujuan jaminan sosial nasional yang dimaksud di atas, dalam UU ini menegaskan mengenai program-program jaminan sosial. Berdasarkan pasal 18, program-program SJSN terdiri atas:

1) Jaminan kesehatan

Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

2) Jaminan kecelakaan kerja

Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

3) Jaminan hari tua

Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

4) Jaminan pensiun

Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total.

(10)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 57 Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

Kepesertaan SJSN. Sebagaimana yang disebutkan prinsip ke-7 bahwa terkait kepesertaan SJSN bersifat wajib. Artinya mengharuskan seluruh penduduk untuk menjadi peserta jaminan sosial ini. Sejauh ini pemerintah terus berusaha meningkatkan kepesertaan SJSN dan bekerjasama dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang awalnya juga membangun Jamkesda, diharuskan mengintegrasikan dengan SJSN. Terkait kepesertaan SJSN pasal demi pasal di bahas pada Bab V tentang Kepesertaan dan Iuran mulai dari pasal 13 hingga pasal 17.

Dikutip dari Seri Buku Saku 1 “Paham SJSN: Sistem Jaminan Sosial Nasional” yang diterbitkan Friedrich-Ebert-Stiftung, Hal. 27 (2014), arah pembangunan SJSN periode 2005 – 2025 adalah sebagai berikut:

Arah Pembangunan Sistem Jaminan Sosial Nasional dimuat dalam dalam UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (RPJPN 2005-2025). Ringkasan arah pembangunan jangka panjang jaminan sosial adalah:

1) Dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, pembangunan nasional selama 20 tahun diarahkan salah satunya pada tersedianya akses yang sama bagi masyarakat terhadap pelayanan sosial.

2) Pemenuhan hak-hak rakyat akan pelayanan sosial dasar dilaksanakan dengan penyediaan, penataan dan pengembangan Sistem Perlindung- an Sosial Nasional (SPSN). Ketiga pilar SPSN ditata dan dikembangkan secara terpadu dan terintegrasi mencakup: pilar pertama adalah bantuan sosial atau jaring pengaman sosial; pilar kedua adalah sistem jaminan sosial nasional (SJSN); pilar ketiga adalah program jaminan sukarela.

3) SJSN yang sudah disempurnakan bersama SPSN yang didukung oleh peraturan perundang-undangan, pendanaan dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan dapat memberi perlindungan penuh kepada masyarakat luas secara bertahap. Pengembangan SPSN dan

(11)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 58 SJSN dilaksanakan dengan memerhatikan budaya dan sistem yang sudah mengakar di masyarakat luas.

4) Jaminan sosial juga diselenggarakan untuk kelompok masyarakat yang kurang beruntung termasuk masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal dan wilayah bencana. Walau SJSN bersifat universal dan wajib bagi setiap warga negara, dilihat dari arah pembangunan jangka panjang di atas, kelompok marginal dan tidak mampu tetap menjadi prioritas bagi terselenggaranya jaminan sosial yang berkeadilan. Jika ditinjau dari sejarah penyelenggaraan jaminan sosial, sebenarnya Indonesia sudah hampir 4 (empat) dekade menjalankan sistem jaminan sosial. Akan tetapi selama itu pula, praktik yang dilakukan masih bersifat parsial atau belum menyentuh seluruh tumpah darah bangsa Indoensia. Dan tentunya, jaminan sosial yang ada tersebut selama ini dianggap tidak mampu memberikan perlindungan yang layak dan hanya dinikmati oleh segelintir warga negara saja. Maka lahirnya UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN merupakan tonggak baru dalam pengembangan jaminan sosial oleh negara terhadap warga negara. SJSN bersifat universal atau “wajib” bagi seluruh warga negara.

B. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Pada tahap awal penyelenggaraan jaminan kesehatan di Indonesia, diselenggarakan melalui program jaminan kesehatan dengan nama jaminan kesehatan masyarakat miskin (Askeskin) yang dikelola oleh sebuah BUMN, yaitu PT. Askes. Dalam perkembangannya program Askeskin berubah nama menjadi program jaminan kesehatan masyarakat (Jaskesmas) dengan menargetkan masyarakat miskin, atau hampir miskin sebagai penerima manfaat. Namun sejak lahirnya UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN (disahkan tanggal 19 Oktober 2004) maka pemerintah kemudian membentuk satu badan tersendiri yang akan menjadi penyelenggara jaminan sosial nasional. UU SJSN memberi dasar hukum bagi PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero) dan PT Askes Indonesia (Persero) sebagai 13 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. UU SJSN memerintahkan penyesuaian semua ketentuan yang mengatur keempat Persero tersebut dengan ketentuan UU SJSN.

(12)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 59 Masa peralihan berlangsung paling lama lima tahun, yang berakhir pada 19 Oktober 14 2009.

Badan penyelenggara ini kemudian kukuh berdiri berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. UU No. 24 Tahun 2011 membentuk dua BPJS, yaitu:

1) BPJS Kesehatan, berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

2) BPJS Ketenagakerjaan, berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.

Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan (UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 10) bertugas:

1) menerima pendaftaran Peserta JKN;

2) memungut dan mengumpulkan iuran JKN dari Peserta, Pemberi Kerja, dan Pemerintah;

3) menerima bantuan iuran dari Pemerintah;

4) mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan Peserta; 5) mengumpulkan dan mengelola data Peserta JKN;

6) Membayarkan manfaat, dan/membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial;

7) memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada Peserta dan masyarakat.

C. Pelaksanaan BPJS Kesehatan

Sejak tanggal 1 Januari 2014, Pemerintah Republik Indonesia telah resmi melaksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Kesehatan atas perintah UU BPJS. BPJS Kesehatan adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi, terjadi serangkaian peristiwa 17 sebagai berikut:

(13)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 60 1) PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset

dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan;

2) semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan;

3) Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik;

4) Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. Sejak BPJS Kesehatan beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional, terjadi pengalihan program-program pelayanan kesehatan perorangan kepada BPJS Kesehatan. Program-program yang dialihkan adalah sebagai berikut:

1) Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas);

2) Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden;

3) PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan.

Dengan ini, Indonesia telah memasuki era universal coverage dalam jaminan sosial yang akan menempatkan Indonesia sebagai bagian welfare state league dan menghapus anggapan bahwa negara ini pernah masuk dalam kategori welfare laggard, tertinggal dalam pencapaian pelayanan dan peningkatan kesejahteraan melalui jaminan sosial.

Sesuai dengan visi BPJS Kesehatan yaitu paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan akan

(14)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 61 diimplementasikan dengan dilandasi “kemandirian” dan “harga diri” untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua, maupun membiayai keluarganya bila sang kepala keluarga meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan orang lain.

1. Kepesertaan BPJS Kesehatan

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :

1) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

2) Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :

 Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

A. Pegawai Negeri Sipil; B. Anggota TNI;

C. Anggota Polri; D. Pejabat Negara;

E. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; F. Pegawai Swasta; dan

G. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

 Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya A. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;

dan

B. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

(15)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 62

A. Investor;

B. Pemberi Kerja;

C. Penerima Pensiun, terdiri dari :

D. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

E. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;

F. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

G. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun;

H. Penerima pensiun lain; dan

I. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun.

J. Veteran;

K. Perintis Kemerdekaan;

L. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan

M. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.

Anggota keluarga yang ditanggung

1. Pekerja Penerima Upah :

 Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

 Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria:

a) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;

b) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

(16)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 63 2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat

mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).

3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua. 4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan,

yang meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.

2. Manfaat BPJS Kesehatan

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi : A. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non

spesialistik mencakup:

1) Administrasi pelayanan

2) Pelayanan promotif dan preventif

3) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 6) Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

7) Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama 8) Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

B. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:

1) Rawat jalan, meliputi:

a) Administrasi pelayanan

b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis

c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

e) Pelayanan alat kesehatan implant

f) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis

(17)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 64 g) Rehabilitasi medis

h) Pelayanan darah

i) Peayanan kedokteran forensik

j) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan 2) Rawat Inap yang meliputi:

a) Perawatan inap non intensif b) Perawatan inap di ruang intensif

c) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

3. Iuran BPJS Kesehatan

Ada yang menarik untuk diperhatikan dalam BPJS Kesehatan, bahwa jaminan ini tidak sepenuhnya ditanggung oleh negara. Penggunaan iuaran dalam pelaksanaan menasbihkan bahwa praktik social insurance di Indonesia tak ubahnya sistem asuransi biasa. Namun demikian ada pembedaan atau jenis iuran (premi) yang harus dibayarkan oleh peserta. Di bawah ini adalah sistem iuran dalam BPJS Kesehatan, sebagai berikut:

1) Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.

2) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.

3) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

4) Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

(18)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 65 5) Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara

kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. b. Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

c. Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. 6) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan

janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

7) Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016 denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap, maka dikenakan denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan :

1) Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan. 2) Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Dalam praktik di lapangan, masih banyak kerancuan yang membuat sebagian masyarakat kurang memahami dan cukup membingungkan terkait BPJS Kesehatan. Beberapa istilah yang berkembang di tengah masyarakat selain BPJS Kesehatan, ada juga JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sendiri merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di selenggarakan dengan

(19)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 66 menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah.(UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN) atau yang biasa disebut masyarakat sebagai “BPJS Kesehatan” Untuk memudahkan dibawah ini perbedaan ketiga istilah tersebut:

BPJS Kesehatan merupakan lembaga atau badan pengelola yang menjalankan jaminan sosial di bidang kesehatan.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program jaminan kesehatan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.

Kartu Indonesia Sehat (KIS) merupakan pengembangan kartu keanggotaan BPJS Kesehatan yang disertai dengan beberapa perubahan seperti tambahan cakupan layanan dan perluasan wilayah penggunaan, serta beberapa perubahan lainnya.

(20)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 67 Tabel 3.1

Karakteristik Jaminan Kesehatan

No Karakteristik BPJS Kesehatan Kartu Indonesia Sehat

(KIS)

1 Fungsi Utama

Lembaga atau badan pengelola yang menjalankan jaminan sosial di bidang kesehatan

Pengembangan kartu keanggotaan BPJS Kesehatan dengan penambahan cakupan layanan 2 Cakupan Pelayanan

Hanya dapat digunakan untuk pengguna yang telah sakit dan

membutuhkan perawatan

Dapat digunakan untuk segala perawatan kesehatan, baik untuk pencegahan maupun pengobatan.

3 Sumber Pendanaan

Premi yang harus dibayarkan setiap bulan

Subsidi pemerintah melalui APBN 4 Wilayah Penggunaan Terbatas (terbatas di wilayah yang didaftarkan)

Bebas (klinik, puskesmas, dan rumah sakit mana pun yang tersebar di seluruh Indonesia)

5 Biaya yang harus dibayar

Ada (berupa premi yang harus dibayar setiap bulan)

Tidak ada (seluruh pembayaran ditanggung oleh pemerintah)

6 Klasifikasi Pengguna

PBI (masyarakat tidak mampu) dan non-PBI (masyarakat mampu)

Seluruh peserta jaminan kesehatan (sementara khusus untuk masyarakat kurang mampu)

7 Rencana

Pengembangan –

Dapat digunakan secara setara dan adil bagi seluruh peserta jaminan kesehatan (PBI dan non-PBI) Sumber: www.finansialku.com

4. Hubungan BPJS Kesehatan dengan Pemerintah Daerah

Pembangunan sistem jaminan sosial nasional termasuk salah satu urusan yang didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 22 huruf h UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Hubungan BPJS dengan Pemerintah Daerah terjalin antara lain dalam pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan program jaminan

(21)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 68 sosial di era desentralisasi dan otonomi daerah, integrasi data PNS Daerah dengan data Kepesertaan Jaminan Sosial, penyelenggaraan sistem kesehatan daerah (Eka Asih Putri, 2014).

Jauh sebelum lahirnya BPJS Kesehatan, beberapa pemerintah daerah di Indonesia sudah melaksanakan program jaminan kesehatan yang dikelola mandiri atau yang biasa dikenal dengan Jamkesda. Sejak implemantasi BPJS Kesehatan, saat ini beberapa daerah yang memiliki program Jamkesda sudah mengintegrasikan secara bertahap program jaminan kesehatan tersebut dengan BPJS Kesehatan.

3.1.3 Konsep Asuransi Kesehatan Masyarakat Mandiri

Seperti yang dituliskan pada bagian awal bab ini, bahwa jaminan sosial khususnya sektor kesehatan dalam konsep negara kesejahteraan sekalipun masih juga menggunakan mekanisme “asuransi”. Asuransi yang diselenggarakan oleh pihak swasta berbeda dengan social insurance yang menjadi program pemerintah. Asuransi kesehatan atau asuransi lainnya di Indonesia memiliki payung hukum tersendiri. walau dalam praktiknya social insurance yang diterapkan oleh pemerintah saat ini beberapa hal (tidak jauh) dari praktik asuransi secara umum. Salah satunya adanya praktik pembayaran premi yang ditanggung oleh peserta.

Sebelum mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Asuransi Kesehatan Masyarakat Mandiri dalam kajian ini, perlu dilihat beberapa hal terkait asuransi.

A. Pengertian Asuransi Kesehatan

Secara umum asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan baik tunggal maupun dalam kecelakaan kerja. Asuransi memberikan jaminan kebutuhan seseorang apabila yang bersangkutan menjadi bagian (peserta) dan mengikuti aturan main dalam sistem yang dijalankan oleh penyelenggara asuransi yang dimaksud. Asuransi kesehatan merupakan sebuah sistem pembiayaan kesehatan yang berjalan berdasarkan konsep resiko (Ilyas, 2003). Asuransi kesehatan oleh Black dan Skipper dalam Ilyas (2003) didefinisikan sebagai:

(22)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 69 “… a social insurance where by individuals transfer the financial risksassociated with loss of health to group of individuals and which involves the accumulation of funds by the group from these individuals to meets the uncertain financial losses from an illness of for prevention of an illness”.

Fungsi asuransi kesehatan adalah mentransfer resiko dari satu individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok. Asuransi kesehatan dapat menjadi bagian dari program asuransi sosial yang disponsori pemerintah, atau dari perusahaan asuransi swasta. Asuransi kesehatan dapat juga dibeli secara kelompok (misalnya oleh perusahaan untuk perlindungan karyawannya) atau dibeli oleh seorang individu. Asuransi kesehatan dilaksanakan dengan memperkirakan biaya keseluruhan risiko kesehatan, dan dibiayai dari premi bulanan atau pajak tahunan.

Tidak jauh berbeda dengan pendefinisian di atas, menurut Prodjodikoro (1996) yang mengemukakan bahwa definisi atau pengertian asuransi yakni pertanggungan. Dalam sebuah asuransi terlibat dua pihak, yakni: yang satu dapat menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain dapat mendapat penggantian sebuah kerugian, yang bisa jadi bakal dia derita sebagai akibat dari sebuah histori yang semula belum pasti dapat berlangsung atau semula belum sanggup ditentukan diwaktu terjadinya. Suatu kontra prestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan membayar banyaknya uang pada pihak yang menanggung. Uang tersebut akan masih menjadi milik yang menanggung, jikalau setelah itu nyatanya peristiwa yang dimaksud itu tak berlangsung. Sedangkan menurut Ali (1993) yang mengemukakan bahwa definisi atau pengertian asuransi kesehatan atau pertanggungan merupakan sesuatu persetujuan, di mana penanggung mengikat diri pada tertanggung, dengan memperoleh premi untuk mengganti kerugian lantaran kehilangan, kerugian atau tak diperolehnya keuntungan yang diinginkan, yg mampu diderita sebab peristiwa yang tak didapati lebih dulu.

Dari segi finansial asuransi kesehatan merupakan suatu fasilitas yang bermanfaat untuk mengurangi resiko kesehatan dan berdampak kepada ekonomi maupun kerugian sosial pemegang premi (peserta). Asuransi kesehatan dapat memberikan jaminan pada skala dan batas-batas jenis pertanggungan atau coverage.

(23)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 70 Secara umum asuransi diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU No. 2/1992). Menurut Pasal 246 KUHD: Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian, di mana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat diri-nya terhadap tertanggung untuk membebas-kannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.

Sedangkan menurut Pasal 1 (1) UU No. 2/1992: Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya. Pengertian asuransi tersebut di atas disebut asuransi sukarela. Selain asuransi sukarela juga dikenal asuransi wajib atau sosial, dimana keberadaannya bersifat wajib berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Tujuan asuransi menurut Undang-undang nomor 2 tahun 1992 adalah:

 Memberikan penggantian kepada pihak tertanggung akibat kerugian, kerusakan ataupun kehilangan keuntungan yang diharapkan

 Memenuhi tanggung jawab terhadap pihak ketiga yang mungkin diderita oleh pihak tertanggung yang disebabkan oleh sebuah peristiwa yang tidak pasti serta tiba-tiba

 Mendapatkan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya.

Lain halnya tentang jaminan pemeliharaan asuransi kesehatan yang diatur menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU No. 3/1992) selain memberikan jaminan pemeliharaan asuransi kesehatan, juga memberikan: Jaminan Kecelakaan Kerja; Jaminan Kematian; dan Jaminan Hari Tua (Pasal 6 (1) UU No. 3/1992). Dalam Undang-undang nomor 3

(24)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 71 tahun 1992 ini berarti mengalihkan biaya sakit dari pihak tertanggung kepada pihak penanggung sehingga pemberian tanggung jawab dilimpahkan oleh pihak penanggung yang harus memberikan biaya atau pun pelayanan atas perawatan kesehatan apabila pihak tertanggung sakit. Selain itu, pasal 1 undang-undang nomor 3 tahun 1992 menjelaskan tentang pengertian jaminan sosial kesehatan dari tenaga kerja yaitu sebuah perlindungan bagi pekerja atau tenaga kerja dengan bentuk berupa uang santunan yang dijadikan sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang akibat peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja seperti kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, jaminan pensiun serta meninggal dunia. Dalam UU ini pula dijelaskan bahwa hak penanggung adalah menerima iuran berupa premi, sedangkan kewajibannya adalah memberikan pelayanan serta pemeliharaan kesehatan yang ditujukan pada pihak penanggung.

Pemeliharaan kesehatan adalah sebuah usaha penanggulangan serta pencegahan gangguan kesehatan yang membutuhkan pemeriksaan, pengobatan, atau perawatan termasuk kehamilan dan juga persalinan seperti yang tertera dalam undang-undang nomor 3 tahun 1992. Sementara hak pihak tertanggung adalah memperoleh pemeliharaan kesehatan sementara kewajibannya adalah membayar iuran jaminan yang disebut premi dan diambil dari penghasilan bulanan sekitar 6% bagi yang sudah berkeluarga dan sekitar 3% bagi karyawan yang belum berkeluarga seperti ditulis dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Masih menurut Undang-undang nomor 3 tahun 1992, pengertian asuransi kesehatan swasta dibedakan menjadi 4 sistem pembiayaan yakni:

 Sistem pelayanan kesehatan nasional;

 Sistem pembiayaan kesehatan yang diberikan pada mekanisme pasar dengan asuransi kesehatan profit komersial sebagai pondasi utamanya

 Sistem pembiayaan yang dilakukan oleh asuransi kesehatan sosial

 Sistem pembiayaan kesehatan sosialis.

Sementara pengertian asuransi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian khususnya pasal 1 ayat (1) huruf a dan b menyebutkan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu

(25)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 72 perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi pemnerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Bahwa perjanjian asuransi yang terjadi antara pihak tertanggung dan penanggung mengikatkan perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian ini pulalah yang belaku dalam praktik jaminan sosial khususnya sektor kesehatan di negara kita, Indonesia, melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Salah satu yang diselenggarakan oleh SJSN adalah sektor kesehatan yang dikelolah oleh BPJS Kesehatan dimana masyarakat yang “digariskan” tidak memiliki kemampuan membayar “preminya” ditanggung oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah. Peserta yang termasuk dalam golongan ini disebut dengan peserta “Penerima Bantuan Iuran – PBI)” Sementara yang memiliki kemampuan ekonomi harus membayar premi sesuai dengan “klas” dan layanan yang disediakan BPJS Kesehatan. Berdasarkan klasifikasi ada 3 (tiga) klas premi yang bisa “dibeli” oleh masyarakat yakni: Kelas I, II dan III. Golongan yang membayar premi dengan kemampuannya termasuk yang ditanggung oleh perusahaan/institusi tempat mereka bekerja ini disebeut dengan peserta Non-Penerima Bantuan Iuran – Non-PBI.

Maka berdasarkan definisi asuransi, asuransi kesehatan di atas dan jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah maka dapat ditarik sebuah pengertian tentang asuransi kesehatan masyarakat mandiri. Yang dimaksud dengan asuransi kesehatan masyarakat mandiri pada dasarnya merupakan program jaminan kesehatan yang berbasis pada kemampuan masyarakat dalam membayar “premi” atau biaya tertanggung yang seharusnya

(26)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 73 dikeluarkan oleh pemegang kartu premi. Dalam konteks jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah (BPJS Kesehatan), asuransi kesehatan masyarakat mandiri mendorong kepesertaan sebanyak-banyaknya dalam golongan Non-PBI.

3.2 EKONOMI KESEHATAN SEBAGAI WELFARE ECONOMIC

Kesehatan merupakan elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Kesehatan bagi manusia haruslah sempurna dan seutuhnya, tidak hanya menyangkut sehat secara fisik, tetapi juga sehat rohani. Menurut Azwar (2004) manusia yang sehat tidak hanya dilihat dari sehat jasmani, tetapi juga sehat rohani. Sehingga tubuh sehat dari segi kesehatan meliputi aspek fisik, mental, sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit. Karena semua aspek baik fisik, mental, dan sosial setiap individu akan mempengaruhi penampilan atau performance setiap individu, dalam melakukan aktivitas sehari hari seperti bekerja, berkarya, berkreasi dan melakukan hal-hal yang produktif serta bermanfaat.

Menurut UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam kata lain sehat adalah kondisi dimana setiap manusia tidak bisa diganggu-gugat oleh siapapun dalam keadaan apapun. Definisi tersebut juga mencakup secara sempurna tentang kesehatan yang tidak hanya menyangkut sehat fisik saja atau kesehatan mental saja. Akan tetapi juga mencakup jaminan bagaimana setiap manusia yang sehat juga mampu baik di ruang sosial dan ekonomi dapat berkembang sebagaimana mestinya secara seimbang.

Sementara Perkin (1938) berpendapat bahwa sehat adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Dalam keadaan sehat seorang individu diharapkan mampu melakukan tindakan yang sesuai dengan kaidah-kaidah kemanusiaan, relasi sosial dan meningkatkan produktifitasnya secara ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Keadaan tersebut tentu membutuhkan intervensi dari pemangku kebijakan dalam hal pembangunan kesehatan.

Pengertian lainnya tentang kesehatan datang dari WHO (World Health Organization), pada tahun 1947 menyebutkan bahwa kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau

(27)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 74 kelemahan” Dalam Piagam Ottowo (WHO, 1986) dalam Promosi Kesehatan, WHO menjelaskan kesehatan sebagai “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik” Sehat adalah suatu keadaan dimana pada waktu seseorang diperiksa oleh ahlinya tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda penyakit atau kelainan (White, 1977).

3.2.1 Ekonomi Kesehatan

Kemajuan ilmu pengetahuan melahirkan banyak cabang ilmu dalam khasanah kekayaan intelektual. Salah satu ilmu yang merupakan pengembangan dari ilmu ekonomi dan kesehatan adalah lahirnya cabang ilmu ekonomi kesehatan. Kesehatan yang dipandang sebagai kebutuhan paling mendasar manusia untuk kelangsungan hidup harus mendapatkan perhatian lebih baik secara individu maupun dari pemerintah.

Dalam perkembangannya definis ekonomi kesehatan bisa dikatakan variatif berdasarkan sudut pandang kajiannya. Bhisma Murti (2013) juga mempertegas tentang pendapat ini, menurutnya terdapat banyak definisi ekonomi kesehatan. Salah satunya adalah yang memandang bahwa ekonomi kesehatan sebagai ilmu yang mempelajari supply and demand sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap populasi. Teori ini sangat bergantung dengan dasar-dasar ilmu ekonomi. Dimana ilmu ekonomi sendiri, menurut Samuelson (1995) adalah ilmu mengenai pilihan yang mempelajari bagaimana orang memilih sumber daya produksi yang langka/terbatas, untuk memproduksi berbagai komoditi dan mendistribusikannya keanggota masyarakat untuk dikonsumsi saat ini atau dimasa mendatang. Ilmu ini mengakaji semua biaya dan manfaat dari perbaikan pola alokasi sumber daya yang ada. Kegiatan yang dilaksanakan juga harus memenuhi kriteria efisiensi (Cost Effective). Tentu saja definisi ini hanya merepresentasikan sebagian kecil topik yang dipelajari dalam ekonomi kesehatan. Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena terdapat hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan.

Dalam pemikiran rasional, semua orang ingin menjadi sehat untuk mencapai harapan-harapan hidupnya. Kesehatan tidak hanya menjadi modal untuk bekerja dan hidup untuk mengembangkan keturunan, akan tetapi dapat menimbulkan banyak keinginan masa depan yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia itu sendiri.

(28)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 75 Tentunya demand untuk menjadi sehat tidaklah sama antar individu satu dengan yang lainnya. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada kesehatannya tentu akan mempunyai demand yang lebih tinggi akan status kesehatannya. Sebagai contoh, seorang atlet profesional akan lebih memperhatikan status kesehatannya dibanding seseorang yang menganggur (Yuriska Meisa, 2012).

Dalam definisi yang lain, Tjiptoherijanto (1994), menjelaskan ekonomi kesehatan merupakan ilmu ekonomi yang diterapkan dalam topik – topik kesehatan. Mills dan Gillson (1999) mendefenisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Dimana ekonomi kesehatan berhubungan erat dengan:

(1) alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehatan;

(2) jumlah sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan; (3) pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan; (4) efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya; serta

(5) dampak upaya pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada individu dan masyarakat.

Klarman (1968) sebelumnya juga menjelaskan bahwa ekonomi kesehatan itu merupakan aplikasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum ekonomi kesehatan akan berkonsentrasi pada industri kesehatan. Ada empat bidang yang tercakup dalam ekonomi kesehatan, yaitu :

(1) peraturan (regulation); (2) perencanaan (planning);

(3) pemeliharaan kesehatan (the health maintenance); dan (4) analisis biaya (cost) dan manfaat (benefit).

Senada dengan teori di atas, mengutip tulisan Lubis (2009) tentang Ekonomi Kesehatan, PPEKI (1989) menyatakan bahwa ilmu ekonomi kesehatan merupakan penerapan ilmu ekonomi dalam upaya kesehatan dan faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

3.2.2 Ruang Lingkup Sasaran Ekonomi Kesehatan

Jika berpegang pada teori ekonomi kesehatan di atas, ada 3 (tiga) komponen yang mempengaruhi bagaimana sasaran ekonomi kesehatan dapat dicapai, yaitu: 1)

(29)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 76 Konsumen; 2) Pemerintah; dan 3) Provider (Public privat), termasuk profesional investor. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

Hubungan 3 (tiga) Komponen dalam Ekonomi Kesehatan

Ada tiga hal yang patut diperhatikan dalam konteks ekonomi kesehatan. yakni: 1) Needs (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan secara objektif

dipandang terbaik untuk digunakan memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Needs biasanya ditentukan oleh dokter, tetapi kualitas pertimbangan dokter tergantung pendidikan, peralatan, dan kompetensi dokter.

2) Demand (permintaan) adalah barang atau pelayanan yang sesungguhnya dibeli oleh pasien. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh pendapat medis dari dokter, dan juga faktor lain seperti pendapatan dan harga obat. Demand berbeda dengan need and want.

3) Want (keinginan) adalah barang atau pelayanaan yang diinginkan pasien karena dianggap terbaik bagi mereka (misalnya, obat yang bekerja cepat). Wants bisa sama atau berbeda dengan need (kebutuhan). Pembedaan itu penting karena tujuannya adalah memenuhi semaksimal mungkin kebutuhan orang, dengan cara memperbaiki keputusan dokter, dan mendekatkan keinginan dan permintaan sedekat mungkin dengan kebutuhan, melalui pendidikan kesehatan, dan sebagainya.

Pemerintah

Konsumen Provider

Demand Utilization Health Impact

Dampak Kesehatan untuk Pembangunan

Dampak Pembangunan terhadap Kesehatan

(30)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 77 3.2.3 Karakteristik Ekonomi Kesehatan

Seperti yang ditulis sebelumnya, ekonomi kesehatan pada dasarnya adalah penerapan ilmu ekonomi dalam bidang kesehatan. Penerapan ekonomi ini kemudian melahirkan karakteristik yang harus diperhatikan. Bahwa tidak seutuhnya ilmu ekonomi dapat diterapkan begitu saja dalam pembangunan kesehatan. Menurut Tjiptoherijanto (1994), Gani (1994) dan Lubis (2009), aplikasi ilmu ekonomi pada sektor kesehatan perlu mendapat perhatian terhadap karakteristiknya.

Karakteristik tersebut menyebabkan asumsi – asumsi tertentu dalam ilmu ekonomi tidak berlaku atau tidak seluruhnya berlaku apabila diaplikasikan untuk sektor kesehatan, yaitu :

a. Kejadian penyakit tidak terduga. Pada dasarnya tidak ada orang yang dapat memprediksi penyakit apa yang akan menimpanya dimasa yang akan datang. Oleh karena itu tidak mungkin dapat dipastikan sepenuhnya pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkan setiap orang. Ketidakpastian (uncertainty) ini menyebabkan setiap orang menghadapi suatu resiko akan sakit. Resiko inilah yang kemudian melahirkan resiko untuk mengeluarkan biaya (mengobati penyakit) di masa yang akan datang.

b. Consumer ignorance. Hal ini berarti bahwa konsumen sangat tergantung pada penyedia (provider) pelayanan kesehatan. Ketergantungan ini disebabkan karena konsumen tidak memiliki pengetahuan mengenai gejala dan penyakit yang diidap, jenis pemeriksaan (tindakan medis) dan jenis pengobatan yang dibutuhkan. Dalam konteks ini biasanya provider yang menentukan jenis dan volume layanan kesehatan yang dibutuhkan dalam penindakan – penyakit – konsumen.

c. Sehat dan pelayanan kesehatan adalah hak. Sebagai hak maka membutuhkan intervensi pemerintah dalam pemenuhannya. Negara melalui tangannya Pemerintah, memiliki kewajiban untuk menjamin kesehatan masyarakat melalui berbagai kebijakan dan program kerja baik dalam jangka pendek, menengah maupun program jangka panjang. Karena kebutuhan kesehatan sangat mendasar dan setiap individu memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda, maka harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi. Terlepas dari kemampuan seseorang untuk membayarnya. Minimal pada standard minimum penindakan kesehatan yang dibutuhkan setiap warga negara. Karena perbedaan kebutuhan setiap orang

(31)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 78 inilah yang menyebabkan distribusi pelayanan kesehatan sering kali dilakukan atas dasar kebutuhan (need) dan bukan atas dasar kemampuan membayar (demand).

d. Eksternalitas. Eksternalitas merupakan situasi dimana pihak ketiga diluar transaksi pasar memperoleh manfaat ataupun kerugian akibat dari produksi atau konsumsi seseorang. Akan tetapi manfaat ataupun kerugian tersebut tidak diperhitungkan dalam sistem harga. Apabila tidak diketahui dan dikompensasi, maka eksternalitas pada pasar kompetitif akan mengakibatkan intervensi alokasi sumber daya secara sosial, sebab biaya sosial marginal tidak mengenai tidak sama dengan manfaat sosial margianal. Eksternalitas merugikan (negatif) mengakibatkan over produksi barang, sedang eksternalitas menguntungkan (positif) mengkibatkan kekurangan penyediaan barang. Pelayanan kesehatan yang tergolong pencegahan akan mempunyai eksternalitas yang besar, sehingga dapat digolongkan sebagai “komoditi masyarakat” atau public goods. Oleh karena itu program ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh pemerintah secara gratis. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif akan mempunyai ekternalitas yang rendah atau “private good” hendaknya dibayar atau dibiayai sendiri oleh penggunanya atau pihak swasta.

e. Motif non-profit, umumnya pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan motif sosial, namun sekarang terjadi perubahan orientasi. Pelayanan kesehatan sudah menjadi sektor bisnis yang mengeruk keuntungan dari harga-harga layanan. f. Mixed output, paket pelayanan merupakan konsumsi pasien, yaitu sejumlah

pemeriksaan diagnosis, perawatan, terapi dan nasehat kesehatan. Paket tersebut bervariasi antar individu dan sangat tergantung kepada jenis penyakit.

g. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi. Pembangunan sektor kesehatan sesungguhnya adalah investasi jangka pendek maupun panjang karena orientasi pembangunan pada akhirnya adalah pembangunan manusia.

h. Restriksi berkompetisi, artinya terdapat pembatasan praktek berkompetisi. Hal ini menyebabkan mekanisme pasar dalam pelayanan kesehatan tidak bisa sempurna seperti mekanisme pasar untuk komoditi lain. Pada sektor kesehatan tidak pernah terdengar adanya promosi discount atau bonus dalam pelayanan kesehatan.

(32)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 79 Pada dasarnya pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat keseluruhan jika membawa tingkat kesehatan yang lebih baik. Status kesehatan penduduk yang baik meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan per kapita, meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

Keadaan pasar yang begitu kompetitif untuk mencari keuntungan, merupakan salah satu hal yang menjadi penghambat untuk menuju kesejahteraan. Kompetitif dalam pasar merupakan hal yang sangat wajar, karena persaingan menjadi sesuatu yang wajib dalam mekanisme pasar. Ekonomi memiliki tugas untuk memberi prinsip yang rasional bagi bisnis sebagai kegiatan ekonomi, sehingga kegiatan ekonomi tersebut tidak hanya mengarah diri pada kebutuhan hidup manusia perorang dan jangka pendek saja, tetapi juga memberi surplus bagi kesejahteraan banyak orang dalam negara (Mikhael Huda, 2000).

Sebagai mana dipahami bahwa, dalam ilmu ekonomi ada 2 bidang telaahan, yaitu:

1) Positive Economics

Adalah suatu bidang ekonomi yang menggunakan efisiensi alokasi sumber daya sebagaimana adanya seperti yang dihasilkan dari perhitungan- perhitungan kuantitatif, tanpa melihat apakah efisiensi alokasi tersebut diingini masyarakat atau tidak (Bersifat Value Free atau bebas nilai). 2) Welfare Economics/Normative Economics

Adalah sintesis positif ekonomi dan ilmu politik, dimana essensi positive economics dihubungan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, mencakup topik-topik :

 Eksternalitas

 Public goods

 Consumer ignorance, Ekonomi kesehatan merupakan aplikasi ilmu ekonomi untuk menentuan pilihan-pilihan dalam berbagai upaya kesehatan.

 Pilihan bagaimana sumber daya dapat dimobilisasi (misal : pilihan antara peran pemerintah dan swasta, antara sistem asuransi dan pembayaran langsung, dll)

 Pilihan jenis dan jumlah sumber daya yang dipergunakan

(33)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MANDIRI 2018

Part-III | 80

 Pilihan tentang distribusi dan utilisasi produk upaya 3.3 KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

3.3.1 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan atau Empowerment merupakan sebuah konsepsi yang digunakan untuk mendorong keterlibatan semua potensi dalam rangka mengembangkan kemampuan individu, kelompok atau masyarakat sehingga lebih kuasa (baik) di masa depan. Pemberdayaan bersentuhan dengan kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka (Edi Suharto, 2005:57).

Pengertian lain tentang pemberdayaan menurut Suhendra (2006:74-75) adalah “suatu kegiatan yang berkesinambungan dinamis secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif dengan keterlibatan semua potensi” Pemberdayaan menurut Jim Ife (Suhendra, 2006:77) juga bermakna meningkatkan kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims to increase the power of disadvantage). Pendapat Jim Ife ini didukung Moh. Ali Aziz dkk, (2005: 169) yang menyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah konsep yang fokusnya adalah kekuasaan.

Sementara secara substansial pemberdayaan dapat dijelaskan sebagai proses memutus (breakdown) dari hubungan antara subjek dan objek. Proses ini mementingkan pengakuan subjek akan kemampuan atau daya yang dimiliki objek. Secara garis besar proses ini melihat pentingnya mengalirkan daya dari subjek ke objek. Hasil akhir dari pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula objek menjadi subjek (yang baru), sehingga relasi sosial yang nantinya hanya akan dicirikan dengan relasi sosial antar subyek dengan subyek lain.

Dari beberapa definisi pemberdayaan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan dalam rangka mengembangkan kemampuan dan kemandirian individu atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya (untuk lebih kuasa). Masyarakat dapat tahu potensi dan permasalahan yang dihadapinya dan mampu menyelesaikannya, (Tantan Hermansyah dkk, 2009:31).

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi tambahan PRUparent payor syariah 33 dapat memberikan manfaat berupa penerusan pembayaran kontribusi berkala dan kontribusi top up berkala oleh prudential jika

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Lee dapat disimpulkan bahwa di setiap tempat asal maupun tujuan, terdapat sejumlah faktor yang baik (positif) yang menjadi

Pertanggungan tambahan yang memberikan manfaat Pembebasan Premi hingga Tertanggung mencapai usia 60 tahun atau sampai dengan akhir Masa Pembayaran Premi Pertanggungan Dasar, mana

a. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi penumpang harus memberikan manfaat sebesar besarnya

Hal ini didasarkan kondisi yang terjadi bahwa konsumsi bergantung pada persepsi masyarakat terhadap pendapatan permanen (pendapatan masyarakat dalam hidupnya) dari pada

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan,

Sumber pembayaran itu diperoleh dari aktiva lancar (Current Assets) yang dimiliki perusahaan. Perhitungan likuiditas ini cukup memberikan manfaat bagi berbagai pihak

Nafkah memiliki manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut: a Bentuk Tanggung Jawab Suami Ketika ijab qabul telah dilaksanakan, maka segala urusan rumah tangga menjadi tanggung jawab