• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TATA PEMASOKAN DAN PERMINTAAN BATUBARA UNTUK PLTU EXISTING DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PLTU MW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TATA PEMASOKAN DAN PERMINTAAN BATUBARA UNTUK PLTU EXISTING DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PLTU MW"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATA PEMASOKAN DAN PERMINTAAN

BATUBARA UNTUK PLTU EXISTING DAN

PROGRAM PEMBANGUNAN PLTU 10.000 MW

Oleh :

Tim Tata Pemasokan dan Permintaan Batubara

Drs. Ijang Suherman

Ir. Suhendar

Drs. Triswan Suseno

Drs. Jafril

Sujono, ST.

Ir. Edwin A. Daranin, M.Sc.

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

(2)

i KATA PENGANTAR

Pada tahun 2010 Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) melalui Tim Tata Pemasokan dan Permintaan Batubara melakukan kegiatan “Analisis

Tata Pemasokan Dan Permintaan Batubara PLTU Existing dan Program

Pembangunan PLTU 10.000 MW,”. Sasaran kegiatan analisis ini adalah

tersusunnya dukungan kebijakan tata pemasokan dan permintaan batubara PLTU sebagai upaya optimalisasi dalam menjamin pasokan kebutuhan batubara untuk PLTU secara nasional.

Bandung, Oktober 2010 Tim Tata Pemasokan dan Permintaan Batubara

(3)

ii

S a r i

Disaat kondisi produksi batubara Indonesia yang semakin meningkat

tajam, terlahir Permen Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan

Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam

Negeri, dan Permen Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penetapan Harga

Patokan Batubara. Oleh karena itu, merupakan tantangan terutama bagi

pemerintah yang memegang kendali kebijakan, bagaimana upaya

pengelolaan batubara sebagai komoditi ekspor di samping sebagai

sumber energi primer bagi dunia industri di Indonesia. Upaya tersebut

dapat diimplementasikan pada saat penetapan rencana produksi batubara

perusahaan PKP2B di Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Batubara

(wacana ke depan termasuk Perusahaan KP atau IUP di daerah). Dalam

pembahasan RKAB, secara khusus dapat melakukan mekanisme

penetapan rencana produksi batubara perusahaan PKP2B dengan

menekankan parameter Domestic Market Obligatian, dan juga secara

simultan menekankan parameter Harga Patokan Batubara, Good Mining

Practices, serta parameter peningkatan nilai tambah yang merupakan

aspek-aspek dalam pengelolaan perbatubaraan agar merupakan bagian

rekomendasi persetujuan RKAB tahun berjalan.

(4)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

S A R I ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Ruang Lingkup ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 2

1.4 Sasaran ... 2

1.5 Lokasi Kegiatan Penelitian ... 2

2 TINJAUAN KEBIJAKAN DAN KONDISI PERBATUBARAAN INDONESIA... 3

2.1 Tinjauan Kebijakan 2.1.1 Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006 ... 3

2.1.2 Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2006 ... 3

2.1.3 Undang_Undang No4 Tahun 2009 ... 4

2.1.4 Peraturan Menteri No 34 Tahun 2009 ... 4

2.1.5 Peraturan Menteri No 17 Tahun 2010 ... 6

2.2 Tinjauan Perbatubaraan Indonesia... 8

2.2.1 Industri Pertambangan Batubara ... 8

2.2.2 Potensi Sumber Daya Dan Cadangan ... 8

2.2.3 Produksi Batubara ... 10

2.2.4 Ekspor Batubara ... 11

2.2.5 Penggunaan Batubara di ndonesia ... 12

2.2.6 Perkembangan Harga Batubara ... 14

3 KONDISI PLTU DI INDONESIA... 15

3.1 PLTU Existing ... 15

3.1.1 PLTU Suralaya ... 15

3.1.2 PLTU Paiton ... 18

3.1.3 PLTU Cilacap ... 21

3.1.4 PLTU Asam-Asam ... 25

3.1.5 PLTU Labuan Angin ... 28

3.1.6 PLTU Ombilin ... 29

3.1.7 PLTU Bukit Asam ... 35

3.1.8 PLTU Tarahan ... 38

(5)

iv

3.2.1 PLTU Labuhan ... 45

3.2.2 PLTU Lainnya ... 46

4 METODOLOGI ... 48

5 OPTIMALISASI PEMASOKAN DAN PERMINTAAN BATUBARA UNTUK PLTU ... 50

5.1 Trend Pemasokan dan Permintaan Batubara ... 50

5.2 Analisis Implementasi Domestic Market Obligation (DMO) Batubara ... 52

5.3 Optimalisasi Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Batubara Untuk PLTU ... 59

6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 63

6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Rekomendasi ... 64

(6)

v DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1 Rencana Pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I ... 4 2.2 Kualitas dan Sumberdaya Batubara Indonesia, Tahun 2008 ... 10 3.1 Perkembangan Produksi Listrik dan Kebutuhan Batubara PLTU Cilacap

2 x 300 MW, Tahun 2006 – Juni 2010 ... 24 3.2 Perkembangan Produksi Listrik dan Kebutuhan Batubara PLTU Ombilin

2 x 100 MW, Tahun 2006 – Agustusi 2010 ... 24 3.3 Kualitas Batubara menurut Pemasok ke PLTU Ombilin ... 24

(7)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adanya Kebijaksanaan Energi Nasional mengenai diversifikasi energi, melalui Perpres No.5 Tahun 2006, telah memacu pemanfaatan batubara pada berbagai segmen pasar, terutama pada PLTU. Dalam kurun waktu 11 tahun terakhir (1998-2009), penggunaan batubara pada PLTU meningkat 13,37% per tahun. Total kapasitas PLTU batubara yang dimiliki PLN dan Swasta saat ini sebesar 9.470 MW dengan mengkonsumsi batubara sekitar 36,575 juta ton per tahun. Dalam upaya mengantisipasi kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah telah membuat rencana pembangunan sebanyak 40 PLTU dengan daya terpasang sebesar 10.000 MW, 10 PLTU di antaranya akan dibangun di Pulau Jawa dengan kapasitas 7.460 MW dan 30 sisanya dibangun di berbagai daerah di Indonesia dengan kapasitas 2.540 MW. Untuk merealisasikan rencana tersebut, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2006 telah menunjuk PT PLN untuk melakukan Percepatan Pembangunan PLTU batubara 10.000 MW yang diharapkan siap beroperasi tahun 2010. Langkah ini merupakan upaya strategis untuk meningkatkan rasio elektrifikasi serta menyehatkan bauran energi nasional dari ketergantungan pada BBM. Batubara yang dibutuhkan untuk 10 PLTU Sistem Kelistrikan Jawa sedikitnya 25,5 juta ton per tahun, sedangkan batubara yang dibutuhkan untuk 30 PLTU Sistem Kelistrikan Luar Jawa sedikitnya 7,0 juta ton per tahun.

Melihat besarnya kebutuhan batubara untuk PLTU existing dan untuk program pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I (2006-2010), dipastikan mundur, diperkirakan akan sulit dicapai apabila tidak ada campur tangan pemerintah melalui dukungan kebijakan terkait tata pemasokan dan permintaan batubara untuk menjamin pasokan kebutuhan batubara pada PLTU tersebut, sejalan dengan Program 5 Tahun Sektor ESDM mengenai peningkatan jaminan pasokan energi. Kalau tidak ditangani dengan baik maka apa yang selama ini kadang terjadi akan menjadi masalah yang besar, yaitu kelangkaan batubara di dalam negeri padahal produksi nasional besar. Penyebabnya antara lain perbedaan harga domestik dan ekspor, kendala sarana prasarana, proses kesepakatan

(8)

2

harga, proses kontrak, permasalahan keuangan pada PLTU, faktor cuaca, dan sebagainya.

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan

 Inventarisasi PLTU dan sumber pasokan bahan bakar batubara

 Identifikasi permasalahan dan kendala pemasokan dan permintaan batubara yang mungkin muncul.

 Optimalisasi pola pemasokan dan permintaan batubara untuk PLTU

existing dan program pembangunan PLTU 10.000 MW.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari kajian ini adalah melakukan analisis pemasokan dan permintaan batubara PLTU, dengan tujuan untuk mengetahui solusi dalam mengantisipasi permasalahan dan kendala yang mungkin muncul dalam pemasokan dan permintaan batubara untuk PLTU existing dan program pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I.

1.4 Sasaran

Sasarannya yang ingin dicapai dari kajian ini adalah tersusunnya dukungan kebijakan tata pemasokan dan permintaan batubara PLTU sebagai upaya optimalisasi dalam menjamin pasokan kebutuhan batubara untuk PLTU secara nasional.

1.5 Lokasi

Lokasi pelaksanaan kegiatan berada pada 9 provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Wilayah-wilayah tersebut adalah wilayah sampling keberadaan PLTU existing dan PLTU yang termasuk dalam Program Pembangunan 10.000 MW Tahap I, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai pola pemasokan dan permintaan batubara untuk PLTU yang signifikan dan representatif.

(9)

3 2 TINJAUAN KEBIJAKAN DAN PERBATUBARAAN INDONESIA

2.1 Tinjauan Kebijakan

2.1.1 Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional

Pemerintah telah saja menerbitkan "Blueprint" Pengelolaan Energi Nasional 2010-2025 merupakan re-evaluasi BP PEN 2005-2025, yang akan menjadi dasar penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan energi secara nasional hingga 2025, dengan visi berupa terjaminnya energi dengan harga wajar untuk kepentingan nasional. Penyusunan "blueprint" merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mengamanatkan Menteri ESDM menetapkan cetak biru tersebut. Semula, pada KEN, target peranan batubara dalam bauran energi pada 2025 sebesar 33% ditingkatkan menjadi 34,4%, sedangkan minyak bumi 20,2%, gas bumi 21,1%, gas metana batubara 3,3 persen, batubara cair 3,1%, panas bumi 6,3%, bahan bakar nabati (BBN) 10,2%, dan energi baru dan terbarukan yakni air, surya, bayu, dan biomassa 1,4%. Dengan demikian pemanfaatan batubara sebagai energi di dalam negeri akan terus berkembang, mengingat untuk kondisi saat ini peran batubara pada bauran energi nasional baru sekitar sekitar 18,8%.

2.1.2 Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2006 tentang Percepatan Pembangunan PLTU batubara 10.000 MW

Dalam upaya mengantisipasi kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah telah membuat rencana pembangunan sebanyak 40 PLTU dengan daya terpasang sebesar 10.000 MW, 10 PLTU di antaranya akan dibangun di Pulau Jawa dengan kapasitas 7.460 MW dan 30 sisanya dibangun di berbagai daerah di Indonesia dengan kapasitas 2.540 MW (lihat Tabel 2.1). Total kapasitas PLTU batubara yang dimiliki PLN dan Swasta saat ini sebesar 9.470 MW dengan mengkonsumsi batubara sekitar 36,575 juta ton per tahun.

(10)

4

TABEL 2.1

RENCANA PEMBANGUNAN PLTU 10.000 MW TAHAP I

Nama Proyek / Lokasi Propinsi Kapasitas (MW) Kebutuhan Batubara (Ton) Pulau Jawa

1 PLTU Labuan Banten 1 300 1.079.545

2 PLTU Suralaya Baru Banten 2 660 4.750.000

3 PLTU Teluk Naga Banten 2 300 2.159.091

4 PLTU Jabar Selatan Jawa Barat 2 300 2.159.091

5 PLTU Jabar Utara Jawa Barat 2 300 2.159.091

6 PLTU Tanjung Jati Baru Jawa Tengah 1 660 2.375.000

7 PLTU Rembang Jawa Tengah 2 300 2.159.091

8 PLTU Jatim Selatan, Pacitan Jawa Timur 2 300 2.159.091

9 PLTU Tanjung Awar-Awar Jawa Timur 1 600 2.159.091

10 PLTU Paiton Baru Jawa Timur 2 600 4.318.182

JUMLAH 17 25.477.273

Di luar Pulau Jawa

1 PLTU Meulaboh NAD 2 65 467.803

2 PLTU Sibolga Baru Sumatera Utara 2 100 719.697

3 PLTU Medan Baru Sumatera Utara 2 100 719.697

4 PLTU Sumbar Pesisir Selatan Sumatera Barat 2 100 719.697

5 PLTU Mantung Bangka Belitung 2 10 71.970

6 PLTU Air Anyer Bangka Belitung 2 10 71.970

7 PLTU Bangka Baru Bangka Belitung 2 25 179.924

8 PLTU Belitung Baru Bangka Belitung 2 15 107.955

9 PLTU Bengkalis Riau 2 7 50.379

10 PLTU Selat Panjang Riau 2 5 35.985

11 PLTU Tj. Balai Kerimun Baru Kepulauan Riau 2 7 50.379

12 PLTU Tarahan Baru Lampung 2 100 719.697

13 PLTU Pontianak Baru kalimantan Barat 2 25 179.924

14 PLTU Singkawang Baru kalimantan Barat 2 50 359.848

15 PLTU Asam-Asam Kalimantan Selatan 2 65 467.803

16 PLTU Palangkaraya Kalimantan Selatan 2 65 467.803

17 PLTU Sampit Baru Kalimantan Tengah 2 7 50.379

18 PLTU Amurang Baru Sulawesi Utara 2 25 179.924

19 PLTU Sulut Baru Sulawesi Utara 2 25 179.924

20 PLTU Gorontalo Baru Gorontalo 2 25 179.924

21 PLTU Bone Sulawesi Selatan 2 50 359.848

22 PLTU Kendari Sulawesi Tenggara 2 10 71.970

23 PLTU Bima Nusa Tenggara Barat 2 7 50.379

24 PLTU Lombok Batu Nusa Tenggara Barat 2 25 179.924

25 PLTU Ende Nusa Tenggara Timur 2 7 50.379

26 PLTU Kupang Baru Nusa Tenggara Timur 2 15 107.955

27 PLTU Ambon Baru Maluku 2 7 50.379

28 PLTU Ternate Maluku Utara 2 7 50.379

29 PLTU Timika Papua 2 7 50.379

30 PLTU Jayapura Papua 2 10 71.970

Jumlah 7.024.242

Jumlah seluruh 32.501.515

Sumber :

- Peraturan Presiden Republik Indonesia No 71 Tahun 2006 - Sinarharapan.co.id, 2006

(11)

5

Untuk merealisasikan rencana tersebut, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2006 telah menunjuk PLN untuk melakukan Percepatan Pembangunan PLTU batubar 10.000 MW yang diharapkan siap beroperasi tahun 2010. Langkah ini merupakan upaya strategis untuk meningkatkan rasio elektrifikasi serta menyehatkan bauran energi nasional dari ketergantungan pada BBM. Batubara yang dibutuhkan untuk 10 PLTU Sistem Kelistrikan Jawa sedikitnya 25,5 juta ton per tahun, sedangkan batubara yang dibutuhkan untuk 30 PLTU Sistem Kelistrikan Luar Jawa sedikitnya 7,0 juta ton per tahun.

2.1.3 Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bertujuan antara lain menjamin tersedianya batubara sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri.

o Pasal 3 : dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan batubara antara lain menjamin tersedianya batubara sebagai bahan baku dan atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri.

o Pasal 5 : Untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsuktasi dengan DPR RI dapat menetapkan kebijakan pengutamaan batubara untuk kepentingan dalam negeri.

2.1.4 Peraturan Menteri No. 34 Tahun 2009

Kebijakan ketentuan penerapan DMO batubara telah tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 34 tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri. Pemberlakuan DMO batubara mengacu kepada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang menetapkan pada tahun 2025 kontribusi batubara sebesar 33% dalam bauran energi nasional. Selain itu juga berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2007 tentang Energi dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

(12)

6

Pemberlakuan Domestic Market Obligation (DMO) batubara bertujuan untuk mencegah terjadinya kelangkaan pasokan batubara serta menjamin keamanan pasokan batubara domestik secara berkelanjutan.

Berdasarkan Permen Nomor 34 tahun 2009 pasal 2 disebutkan bahwa Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara harus mengutamakan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri. Sebagai konsekuensinya maka setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk menjual batubara yang diproduksinya berdasarkan Persentase Minimal Penjualan Mineral/Batubara yang ditetapkan oleh Menteri dan dituangkan dalam perjanjian jual beli mineral/batubara antara Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dengan pemakai mineral/batubara.

Kemudian dalam pasal 14 disebutkan Badan Usaha Pertambangan mineral dan batubara yang tidak dapat memenuhi Persentase Minimal Penjualan Mineral atau Persentase Minimal Penjualan Batubara dalam 3 bulan pertama, maka Badan Usaha Pertambangan mineral dan batubara tersebut harus tetap memenuhi kekurangan Persentase Minimal Penjualan Mineral/Batubara periode tersebut pada periode selanjutnya.

Pelanggaran Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara terhadap ketentuan-ketentuan di atas akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis (sampai 3 kali) dan pengurangan alokasi pemasokan mineral atau batubara hingga 50% dari produksinya pada tahun berikutnya.

Mengenai harga, dalam pasal 9 disebutkan harga batubara yang dijual di dalam negeri mengacu pada Harga Patokan Batubara, yaitu harga batubara yang mengacu pada indeks internasional sebagai acuan harga batubara minimal yang diproduksi Badan Usaha Pertambangan mineral dan batubara. Penetapan harga tersebut berlaku untuk penjualan langsung (spot) maupun penjualan jangka tertentu (term).

2.1.5 Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2010

Kebijakan harga batubara dan kebijakan pengutamaan pasokan kebutuhan batubara untuk kepentingan dalam negeri merupakan paket dalam pemberlakuan DMO. Kebijakan harga patokan batubara tertuang melalui Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2010 tentang tata Cara Penetapan Harga

(13)

7

Penjualan Mineral dan Batubara. Khususnya terkait perihal batubara adanya kebijakan tersebut agar:

1) Optimallisasi penerimaan negara dari batubara dapat tercapai;

2) Menjadi acuan bagi produsen dan konsumen batubara dalam jual beli batubara, khususnya konsumen domestik;

3) Mendukung pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri.

Penetapan HPB menggunakan acuan utama ICI, dengan faktor peubah dari luar misalnya dari BJCI. Komposisi HPB misalnya : 50% indeks harga batubara Indonesia (ICI) dan 50% indeks harga batubara Autralia (BJCI). Dimasukannya harga Batubara internasional (BJCI) adalah agar tidak terjadi simultaneous calculation (perhitungan balik karena ICI ditentukan dari harga batubara domestik) pada perhitungan HPB dan harga batubara HPB dapat secara dinamis mengikuti harga batubara internasional.

HPB harus menjadi acuan bagi perusahaan pertambangan batubara dalam penetapan harga jual batubara. HPB ditetapkan pada awal bulan, dan akan menjadi acuan penetapan harga batubara dalam bulan yang bersangkutan. HPB harus menjadi acuan untuk penjualan spot maupun kontrak jangka tertentu (term). Jadi dalam setiap kontrak penjualan jangka tertentu (term) batubara harus memasukan HPB sebagai faktor peubah (eskalasi harga)

Namun demikian, HPB tetap harus memberikan keleluasaan bagi perusahaan pertambangan batubara untuk menentukan harga batubara yang diproduksinya. Penyesuaian terhadap HPB terdiri atas penyesuaian terhadap kualitas batubara dan penyesuaian lainnya. Penyesuaian harga batubara terhadap kualitas harga batubara dapat dilakukan secara otomatis oleh perusahaan pertambangan batubara sementara penyesuaian lainnya diluar penyesuaian kualitas batubara dapat dilakukan atas persetujuan dari Menteri ESDM c.q. Dirjen Minerbapabum. Bagi perusahaan pertambangan batubara yang menjual batubara dibawah HPB harus diberikan sanksi, misalnya harus membayar kekurangan kewajiban pembayaran kepada pemerintah, baik penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak, sebesar jika harga batubara dihitung berdasarkan HPB.

(14)

8 2.2 Perbatubaraan Indonesia

2.2.1 Industri Pertambangan Batubara

Industri pertambangan batubara di Indonesia dikelompokan berdasarkan ijin pengusahaan batubara, yang terdiri dari perusahaan KP BUMN, yaitu PT Pertambangan Batubara Bukit Asam (PTBA), perusahaan dengan status PKP2B aktif berjumlah 76 perusahaan, yang terdiri dari 40 perusahaan PKP2B sudah produksi (9 dari Generasi I, 10 dari Generasi II dan 21dari Generasi III), 15 status konstruksi, 16 status studi kelayakan, dan 5 status eksplorasi. Sedangkan dengan status Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan di daerah yang terinventarisasi di Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi sudah melebihi angka 7.000 KP. Berkembangnya KP tersebut terjadi pada era otonomi daerah, khususnya sejak tahun 2001 ketika dikeluarkannya PP 75 tahun 2001, yaitu ketika penegasan tentang pemberian Kuasa Pertambangan (KP) dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Namun dengan disyahkannya Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka ke depan sistim perijinan hanya ada satu jenis, yaitu Ijin Usaha Pertambangan (IUP) untuk satu wilayah tertentu.

2.2.2 Potensi Sumber Daya, Cadangan dan Kualitas

Jumlah sumber daya dan cadangan batubara Indonesia setiap tahun terus bertambah, berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Kondisi saat ini, tahun 2008, jumlah sumber daya adalah sebesar 104,75 miliar ton, dengan jumlah cadangan sebesar 22,25 miliar ton (Gambar 2.1). Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi, 6 pulau, namun terbesar terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan sebanyak masing – masing 50,15% dan 49,56%.

(15)

9

Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi, 2008 (dimodifikasi)

Gambar 2.1 : Distribusi Sumber Daya Batubara Indonesia

Keadaan lingkungan pengendapan batubara yang berbeda-beda serta kondisi tektonik dan umur pengendapan batubara di Indonesia yang berbeda-beda, menghasilkan kualitas batubara yang berbeda-beda pula.

Kriteria kualitas batubara dapat dibedakan atas beberapa macam, yang pada umumnya didasarkan pada:

Peringkat batubara (Coal Rank) Nilai kalori (Calorivic Value)

 Kandungan bahan/unsur dalam batubara (kadar air, abu, belerang, zat terbang, karbon tertambat, dll)

 Sifat fisik batubara (kekerasan, muai bebas, titik leleh abu).

Penggolongan kualitas batubara mutu rendah, batubara mutu sedang, dan batubara mutu tinggi seringkali dikaitkan dengan tujuan pemanfaatan batubara itu sendiri yang tergambarkan dengan permintaan pada spesifikasi batubara yang diinginkan.

Secara spesifik pembagian batubara di atas didasarkan pada kriteria sebagai berikut :

1. Batubara Kalori Rendah adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak-keras, mudah diremas, mengandung kadar air

(16)

10

tinggi (10-70%), memperlihatkan struktur kayu, nilai kalorinya <5100 kal/gr (adb).

2. Batubara Kalori Sedang adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, mudah diremas – tidak bisa diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu masih terlihat, nilai kalorinya 5.100-6.100 kal/gr (adb).

3. Batubara Kalori Tinggi adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak terlihat, nilai kalorinya 6.100-7.100 kal/gr (adb). 4. Batubara Kalori Sangat Tinggi adalah jenis batubara dengan peringkat paling

tinggi, umumnya dipengaruhi intrusi batuan beku atau tektonik, kadar air sangat rendah, nilai kalorinya >7100kal/gr (adb).

Kualitas batubara Indonesia didominasi oleh Batubara Kalori Sedang (66,39%), setelah itu diikuti Batubara Kalori Rendah (20,22%), Batubara Kalori Tinggi (12,43%), dan Batubara Kalori Sangat Tinggi dengan jumlah sangat kecil (0,96) (Tabel 2.2).

TABEL 2.2

KUALITAS DAN SUMBERDAYA BATUBARA INDONESIA, TAHUN 2008

Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

2.2.3 Produksi Batubara

Sejalan dengan upaya penganekaragaman energi dan peningkatan kebutuhan batubara, baik untuk pemakaian domestik maupun pasar ekspor, selama 17 terakhir (1992-2009) produksi batubara Indonesia telah meningkat hampir 16 kali lipat, dari 15,935 juta juta ton menjadi 256,539 juta ton, atau meningkat rata-rata

KUALITAS SUMBERDAYA (JUTA TON) JUMLAH

KLASIFIKASI NILAI KALOR HIPOTETIK TEREKA TERUNJUK TERUKUR TOTAL %

(Cal/gr, adb) RENDAH < 5,100 5,057.68 6,588.24 3,721.16 5,815.96 21,183.05 20.22 SEDANG 5,100 – 6,100 27,764.43 18,888.21 10,941.82 11,956.19 69,550.65 66.39 TINGGI 6,100 – 7,100 1,708.18 6,187.41 1,069.29 4,056.61 13,021.50 12.43 SANGAT TINGGI > 7,100 90.11 482.93 5.80 422.81 1,001.64 0.96 TOTAL 34,620.40 32,146.79 15,738.08 22,251.57 104,756.83 100.00

(17)

11

per tahun 15,41%, jauh di atas rata-rata dunia, 3,8%. Peningkatan produksi yang pesat didorong oleh meningkat tajamnya permintaan ekspor dan permintaan dalam negeri. Dalam kurun waktu tersebut telah terjadi perubahan distribusi produksi yang signifikan diantara kelompok pelaku usaha. PKP2B memegang peranan yang cukup menonjol sekitar 76,53% dengan pertumbuhan 17,01% pertahun. Sedangkan peran KP awalnya relatif masih kecil di bawah BUMN (PTBA), namun setelah digulirkannya kebijakan Otonomi Daerah) ada peningkatan yang sangat berarti dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 25,42% pertahun, sementara PTBA hanya 2,97 (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Perkembangan Produksi Batubara Indonesia Menurut Kelompok Ijin Usaha

2.2.4 Ekspor Batubara

Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat sangat cepat, antara lain dipicu oleh booming harga bahan bakar minyak (BBM) dan semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar negeri yang menggunakan bahan bakar batubara, sementara negara-negara pengekspor batubara utama (seperti Australia, China, Afrika Selatan) justru mengurangi jumlah ekspor batubara mereka. Hal ini yang mengantarkan Indonesia sebagai pemasok (eksportir) terbesar menyaingi Australia dan Afrika Selatan. Ekspor batubara Indonesia pada tahun 1992 hanya sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada tahun 2009 tercatat sebesar 178,712

0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 (r ib u to n ) KP+KUD BUMN PKP2B

(18)

12

juta ton. Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar 15,50%. Perusahaan pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara terbesar, yaitu sekitar 89,87% dari jumlah ekspor batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang KP sebesar 7,56%, dan BUMN sebesar 2,57% (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Perkembangan Ekspor Batubara Indonesia

Saat ini pasar ekspor terbesar Indonesia adalah Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, di samping China dan India yang merupakan buyer baru bagi Indonesia. Meningkatnya permintaan China dan India di masa datang akan menambah tingginya kecenderungan permintaan ekspor. Belum adanya keseimbangan antara permintaan dan pemasokan batubara pada tataran dunia, terlihat dari tingginya tingkat pertumbuhan ekspor Indonesia yang mencapai 15,51%. Pada satu sisi, hal tersebut merupakan peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor. Tetapi dengan adanya kecenderungan tersebut, ke depan perlu hal tersebut dicermati, karena konsumsi batubara di dalam negeripun cenderungan meningkat secara signifikan dan kebijakan untuk mengutamakan pemasokan untuk kepentingan dalam negeri telah diatur dalam Permen 34 Tahun 2009.

2.2.5 Penggunaan Batubara di Indonesia

Menimbang cadangan bahan bakar minyak bumi Indonesia yang semakin menipis dan harganya cukup mahal, pemanfaatan batubara di dalam negeri menjadi semakin penting sejalan dengan ditemukannya cadangan batubara yang besar yang terus meningkat, yang hingga kini sumber daya mencapai 104,75

0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000 100,000,000 120,000,000 140,000,000 160,000,000 180,000,000 200,000,000 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 KP+ KUD BUMN PKP2B

(19)

13

miliar ton dan cadangan 22,25 miliar ton. Selain itu, adanya kebijakan energi nasional mengenai diversifikasi energi, telah memacu pemanfaatan batubara di berbagai segmen pasar di wilayah Indonesia, baik di sektor industri terlebih pada PLTU yang telah menjadi kebijakan pemerintah di Sektor Kelistrikan (Gambar 2.4).

Untuk Tahun 2009, penggunaan batubara dalam negeri tetap didominasi oleh PLTU, yaitu 68,95% dari kebutuhan batubara nasional, kemudian diikuti oleh industri semen sebesar 13,44%. Trend penggunaan batubara pada industri kertas, tekstil dan metalurgi, serta industri lainnya terus meningkat, kecuali pada industri briket batubara perkembangan penggunaan batubara berfluktuatif dan cenderung tetap (Gambar 2.5).

68,95% 13,44% 8,27% 4,90% 1,76% 0,05% 2,64%

Gambar 2.5 : Presentasi Konsumsi Batubara Domestik (2009) PLTU SEMEN TEKSTIL KERTAS METALURGI BRIKET LAIN-2 0 5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000 25.000.000 30.000.000 35.000.000 40.000.000 ( Ton )

Gambar 2.4 : Perkembangan Konsumsi Batubara PLTU SEMEN TEKSTIL KERTAS METALURGI BRIKET LAIN-2

(20)

14 2.2.6 Perkembangan Harga Batubara

Salah satu harga patokan batubara pada tataran internasional adalah Indonesian Coal Index (ICI). ICI digunakan sebagai patokan tunggal untuk harga batubara Indonesia. Dengan adanya indeks itu, pemerintah punya acuan dalam berbagai kebijakan, seperti acuan harga untuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) 2009.

Dari data ICI, perkembangan bulanan harga batubara dalam kurun waktu Juni 2006 – April 2009 seperti terlihat pada Gambar 2.6. Pada gambar tersebut diketahui pada periode tersebut pada awalnya harga batubara terus bergerak naik hingga boomingnya pada bulan Agustus 2008, yang semula US$ 40,41 menjadi US$ 127,09. Kenaikan sejalan dengan pergerakan harga minyak internasional. Kondis harga pada bulan April 2009 tercatat US$ 62,67.

0 20 40 60 80 100 120 140 U S $

(21)

15

3. KONDISI PLTU DI INDONESIA

3.1 PLTU Existing 3.1.1 PLTU Suralaya

1) Profil PLTU Suralaya

PLTU Suralaya terletak di Desa Suralaya Kota Cilegon, Povinsi Banten, 7 Km ke arah utara dari Pelabuhan Penyeberangan Merak. Luas lahan yang digunakan untuk membangun PLTU Suralaya berikut sarana dan fasilitas penunjang lainnya adalah 240,65 hektar. Lahan yang dipergunakan untuk PLTU Suralaya merupakan lembah yang dikelilingi oleh bukit/hutan lindung.

Dalam rangka memenuhi peningkatan kebutuhan akan tenaga listrik khususnya di pulau Jawa sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah serta untuk meningkatkan pemanfaatan sumber eneri primer dan diversifikasi sumber energi primer untuk pembangkit tenaga listrik, maka PLTU Suralaya dibangun dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama yang merupakan sumber energi primer kelima disamping energi air, minyak bumi dan panas bumi.

Unit PLTU Suralaya merupakan salah satu unit bisnis PT. Indonesia Power (IP) sebagai anak PT PLN (Persero). PLTU Suralaya yang memiliki 7 unit pembangkit dengan total daya terpasang sebesar 3.400 MW, pembangunannya dilakukan dalam 3 tahap :

a. Dibangun 2 unit pembangkit dengan kapasitas 2 x 400 MW, beroperasi pada tahun 1984.

b. Dibangun 2 unit pembangkit dengan kapasitas 2 x 400 MW, beroperasi pada tahun 1989.

c. Dibangun 3 unit pembangkit tahun 1997 dengan kapasitas 3 x 600 MW. Dengan total daya mampu sekitar 3.212 MW, Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya memainkan peranan penting sebagai pemasok sekitar 25% kebutuhan energi listrik di Jawa-Bali. , Hingga saat ini PLTU Suralaya memasok sekitar 25% untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Jawa-Bali.

(22)

16

2) Sarana dan Prasarana

a.

Dermaga PLTU Suralaya

Dermaga PLTU Suralaya termasuk Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) yang diperuntukkan sebagai fasilitas bongkar (unloading) batubara untuk menunjang industri pembangkit listrik. Hingga kini untuk bongkar batubara tersebut terdapat 4 fasilitas dermaga, yaitu (Foto 3.1) :

Dermaga I, dibangun tahun 1994 yang dilengkapi dengan self unloading

fasilities dengan kapasitas untuk kapal 25.000 ton dan diperuntukkan untuk

pelabuhan bongkar batubara dari Sumatera. Kemampuan penerimaan 10,5 juta ton/tahun, namun saat ini, jumlah batubara maksimal yang dapat diterima sebesar 4,6 juta ton/tahun.

Dermaga II, dibangun tahun 1995 dengan dilengkapi grab type ship

unloaders dengan kapasitas untuk kapal 65.000 ton dan diperuntukkan untuk

pelabuhan bongkar batubara dari Kalimantan. Kemampuan penerimaan 7,2 juta ton/tahun, namun kemampuan terima saat ini, sebesar 6,2 juta ton/tahun.

Oil Jetty, dibangun tahun 1984 khusus untuk bongkar bahan bakar minyak

MFO/HSD. Dermaga ini dapat digunakan untuk bongkar batubara melalui tongkang (barge) kapasitas 10.000 DWT, namun fasilitas conveyor dalam keadaan rusak dan tidak tersambung sampai ke coal yard sehingga perlu pengangkutan dengan truk.

Semi Permanent Jetty, dibangun tahun 1984. Dermaga ini hanya untuk

bongkar batubara melalui tongkang (barge) kapasitas 10.000 DWT, namun bukan untuk penyelesaian bongkar batubara secara permanen. Kemampuan bongkar batubara saat ini sebesar 2,5 juta ton/tahun menggunakan floating discharge equipment.

Untuk meningkatkan kemampuan dan mengantisipasi beroperasinya PLTU Suralaya Unit 8, ke depan ada program penambahan kapal sisipan, pengerukan, dan penambahan fasilitas bongkar, serta perpanjangan Dermaga II.

(23)

17

Foto 3.1 : Dermaga II PLTU Suralaya yang dilengkapi grab type ship unloaders dengan kapasitas untuk kapal 65.000 ton

b.

Stockpile

Batubara yang dibongkar di pelabuhan PLTU Suralaya sebagian ada yang langsung disalurkan melalui conveyor ke coal silos yang langsung dipergunakan sebagai bahan bakar pada boiler, dan sebagian lagi dilakukan penimbunan di stockpile (stock yard) untuk dikelola sesuai dengan jenis dan nilai kalor.

2) Produksi Listrik dan Kebutuhan Batubara

Hingga saat ini PLTU Suralaya memasok sekitar 25% untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Jawa-Bali. Pada tahun 2009 produksi listrik PLTU Suralaya sekitar 23,171 GWH, dengan kebutuhan bahan bakar batubara sebesar 13,164 juta ton (Gambar 3.1). Spesifikasi batubara yang digunakan adalah yang mempunyai niilai kalor di antara 4.387 - 5.444 Kg/kcal (gar), total moisture 21,47% - 30,51%, total sulphur 0,10% - 0,85%, ash 1,89% - 7,91%.

(24)

18

Sumber : PT. Indonesia Power (diolah kembali) Gambar 3.1

Pemakaian Batubara Pada PLTU Suralaya , Tahun 1984 – 2009

3.1.2 PLTU Paiton

Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu basis Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara terbesar di Indonesia, menimbang adanya PLTU Paiton PJB Unit 1 dan 2, PLTU Paiton Jawa Power Unit 5 dan 6, dan PLTU Paiton Energy Unit 7 dan 8 (Foto 3.2). PLTU Paiton Unit 9 yang termasuk Program Percepatan Pembangunan PLTU 10.000 MW masih dalam tahap pembangunan akhir. Di samping itu sedang digarap pula pembangunan PLTU Paiton unit 3 milik Paiton Energy.

Foto 3.2 : salah satu sudut Kompleks PLTU Paiton

0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000

(25)

19

Salah satu Unit Pembangkit milik anak Perusahaan PT PLN (Persero), yaitu PT PJB adalah Unit Pembangkit (UP) Paiton. UP Paiton terdiri dari 2 unit PLTU berkapasitas masing-masing 400 MW, Unit 1 dioperasikan tahun 1994 dan Unit 2 diopersikan tahun 1993. Dari 2 PLTU tersebut, setiap tahunnya dibangkitkan energy listrik rata-rata sebesar 5.609,231 GWh yang kemudian disalurkan melalui jaringan Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV ke system interkoneksi Jawa Bali. Kebutuhan batubara untuk memproduksi listrik tersebut rata-rata sebesar 2.957,968 ton. Komposisi dan spesifikasi batubara yang digunakan adalah 60% dengan spesifikasi 5.000 kcal/kg (GAR), dan 40% dengan spesifikasi 4.800 kcal/kg (GAR). Supplier batubara terdiri dari PT Adaro Indonesia, PT Karya Kencana Utama (KKU), PT Berkah Anugerah Abadi Sejahtera (BAAS), PT Terminal Batubara Indonesia (TBI), PT Setyawan Mahakarya Prima (SMP) dan PT. Rumpun Kusuma Energindo (RKE). Sebagian merupakan kontrak jangka panjang dengan sistem pembelian CIF. Batubara dikirim menggunakan tongkang berkapasitas 8.000 – 12.000 ton.

PT Paiton Jawa Power merupakan perusahaan pembangkit listrik swasta, mempunyai PLTU 2 x 610 MW. Unit pembangkit ini sering disebut PLTU Paiton II, terletak dalam Kompleks Paiton yang diapit oleh PLTU PJB dan PLTU Paiton I (Paiton Energy). Rata-rata produksi listrik pertahun sekitar 9.306,457 GWh dan kebutuhan batubaranya sekitar 4.199.319 ton. Spesifikasi batubara yang digunakan adalah yang mempunyai nilai kalor di antara 4.900 – 5.100 Kg/kcal, GAR. Supplier batubara saat ini PT. Berau Coal dan PT Kideco Jaya Agung, pembelian batubaranya melalui kontak jangka panjang dengan system pembelian FOB. Sedangkan PT Adaro adalah supplier baru derngan system pembelian spot untuk mensubstitusi kekurangan karena kesulitan pemenuhan spesifikasi batubara PT Batau Coal. Transportasi batubara menggandalkan Vessel berkapasitas 45.000 ton, tongkang yang dipergunakan berkapasitas 8.000 – 12.000 ton.

Perusahaan pembangkit listrik swasta lainnya adalah PT Paiton energy (PE) yang memiliki PLTU Unit 7 dan 8 dioperasikan secara komersial pada tahun 1999. Unit 7&8 masing-masing mempunyai kapasitas terpasang 645 MW (net), tetapi saat ini dioperasikan dengan contract capacity 2 x 610 MW (net) oleh PT International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia (IPMOMI). Daya listrik yang dihasilkan ditransmisikan ke jaringan 500 kV sistem Jawa-Bali milik

(26)

20

PLN, sebagai pembeli (off-taker). Konsumsi batubara 4,4 sd. 4,7 juta ton per tahun, bergantung dari kebutuhan dan operasional yang bervariasi setiap tahunnya. Pemasok Utama yaitu Adaro (di Kalsel) dan Kideco (di Kaltim), dimana telah tercapai kesepakatan dalam Primary Supply Contract (PSC) dengan periode lima (5) tahunan yang berlaku sd. 31 Desember 2016. Kuantitas dasar PSC dengan Adaro adalah 3 juta ton per tahun, sedangkan dengan Kideco adalah 1 juta ton per tahun. Kualitas batubara tipikal yang diinginkan: GCV = 5.200 Kcal/Kg (ar), TM = 26%(ar), Ash = 2,5% (ar), dan TS = 0,1% (ar). Skema pembelian adalah CIF (Cost Insurance and Freight) dengan batas penerimaan di jetty milik PE. Jetty bongkar PE saat ini lebih efektif digunakan untuk pembongkaran tongkang karena telah terpasang 4 x shore crane. Kapasitas tongkang berkisar 8.000 sd. 14.000 DWT. Jenis tongkang SPB (Self Propelled Barge) lebih direkomendasikan daripada FTB (Flat Top Barge). Penggunaan handy size vessel (45,000 DWT) hanya pada saat emergency, dimana kondisi ombak di laut besar sehingga tidak memungkinkan bagi tongkang untuk berlayar. Ukuran dan karakteristik handy size vessel harus dievaluasi supaya memenuhi syarat keselamatan sandar dan kecepatan pembongkaran di jetty PE. Adapun stockyard dengan luas 27 Ha dan kapasitas maksimum 800.000 ton. Minimum stok yang harus dipenuhi 350.000 ton sesuai dengan ketentuan dari lenders (Foto 3.3).

Foto 3.3 : Dead Stock berkapasitas 500.000 di samping

(27)

21

3.1.3 PLTU Cilacap

1) Profil PLTU Cilacap

Pembangunan PLTU Cilacap telah digagas sejak 1996 namun karena krisis ekonomi maka pembangunannya baru dapat dimulai pada akhir 2003 melalui kerjasama antara anak perusahaan PT PLN (Persero) yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) dengan PT Sumberenergi Sakti Prima dengan pembagian saham masing-masing 49% dan 51%. Hal yang menarik dalam proyek ini adalah pendanaannya merupakan salah satu terobosan bisnis PT PJB dalam menggandeng investor asing tanpa adanya jaminan pemerintah. Dengan nilai investasi sebesar US$ 510 juta keberadaan PLTU Cilacap sangat penting dalam penghematan BBM dan peningkatan kualitas tegangan layanan PLN. PLTU Cilacap merupakan perwujudan peran serta perusahaan China di bidang pembangkitan, Chengda Engineering Corporations of China.

PLTU Cilacap terletak di Desa Kesugihan, Kecamatan Karang Kandri, 20 kilometer dari kota Cilacap. PLTU Cilacap yang dirancang dan dibangun oleh PT. Sumber Segara Primadaya (S2P) serta dioperasikan oleh D&C Enginering merupakan pembangkit listrik pertama di Selatan Pulau Jawa. Dilihat dari tipologi sistem interkoneksi, PLTU Cilacap juga merupakan satu-satunya pembangkit listrik yang berada di sistem interkoneksi jalur selatan. Sebelumnya, penyaluran energi listrik dari pembangkitan ke pusat beban di Sistem Jawa-Bali, hanyalah melalui satu jalur utara Pulau Jawa. Ketiadaan pilihan membuat satu-satubya jalur transmisi tersebut seringkali digunakan melebihi kapasitas idealnya. Sehingga kehadiran PLTU Cilacap dapat menjadi penyeimbang jalur transmisi jalur Pantai Selatan Jawa guna menghindari kelebihan beban dijalur transmisi yang ada saat ini.

Pada tanggal 14 Nopember 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan penggunaan unit II PLTU Cilacap berkapasitas 2 x 300 MW, setelah sebelumnya PLTU Cilacap Unit I beroperasi secara komersial pada Februari 2006.

2) Sarana dan Prasarana

(28)

22

PLTU Cilacap letaknya di tepi Samudera Indonesia, mempunyai dermaga (jetty) yang dirancang hanya untuk melayani bongkar batubara dari tongkang berkapasitas 12.000 ton. Dermaga tersebut dapat disandari 2 tongkang, yang didukung oleh fasilitas perangkat bongkar batubara dengan kapasitas bongkar 400 ton per jam. Batubara yang dibongkar di dermaga disalurkan menggunakan

belt conveyor ke stockpile dan sebagian langsung ke PLTU.

 Pelabuhan Laut dan Transportasi Darat

Karena dermaga PLTU Cilacap hanya mampu disandari oleh tongkang, maka pasokan batubara yang diangkut menggunakan kapal vessel dibongkar di Pelabuhan Laut Tanjung Intan - Cilacap yang berjarak sekitar 20 kilometer dengan lokasi PLTU Cilacap. Kapal vessel tersebut berkapasitas muat 38.000 ton dengan kapasitas bongkar 6.000 ton per jam (Foto 3.4). Batubara yang dibongkar langsung dimuat ke truk tronton berkapasitas sekitar 24 ton. Sebelum meninggalkan pelabuhan, muatan batubara pada truk tronton tersebut ditutup terlebih dahulu oleh terpal agar tidak ada ceceran selama diperjalanan hingga lokasi PLTU Cilacap. Penggunaan pelabuhan tersebut merupakan kerjasama antara pemasok dengan Pelindo III. Penggunaan prasarana jalan umum tersebut telah mendapat ijin dari perhubungan.

Foto 3.4 : Kapal Vessel saat unloading batubara di Pelabuhan Umum Tanjung Intan - Cilacap

(29)

23

Alur proses pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar utama pada PLTU, pertama-tama batubara dari stockyard disalurkan ke pembakaran pada boiler yang terlebih dahulu melalui mill untuk memanaskan air hingga menghasilkan uap panas. Uap panas tersebut dialirkan ke turbin dan generator untuk menghasilkan energi listrik. Tegangan yang dihasilkan dinaikkan menjadi 100 kv dengan menggunakan trafo sebelum disalurkan ke sistem interkoneksi Jawa-Bali. Uap yang melewati turbin akan didinginkan dan dikondensasikan menjadi air di dalam kondensor sebelum dikembalikan ke boiler. Kondensor sendiri didinginkan oleh air yang dipompakan dari air laut. Hasil pembakaran batubara pada boiler menghasilkan limbah berupa buttom ash dan fly ash ditampung di ash silo. Fly

ash dan terutama buttom ash tersebut kemudian dibawa ke area disposal.

Adapun fly ash dari hasil pembakaran pada PLTU Cilacap ini dibawa dan dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan semen oleh PT Holcim Indonesia yang lokasinya tidak terlalu jauh, yaitu sekitar 10 kilometer.

Jalannya alur proses pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar pada PLTU Cilacap dihubungkan dengan tegangan listrik yang dihasilkan, dipantau secara elektronik di ruang kontrol (Foto 3.5).

Foto 3.5 : Ruang kontrol Kinerja PLTU Cilacap 2 x 300 MW

(30)

24

PLTU Cilacap terdiri dari dua unit masing-masing berkapasitas 300 MW. PLTU tersebut beroperasi sejak tahun 2006 dan mulai tahun 2007 hingga pertengahan tahun 2010 terlihat telah mencapai kapasitas produksi yang diinginkan. Listrik yang dihasilkan dijual ke PT PLN (Persero) dan sebagian kecil dipakai untuk kebutuhan sendiri (Tabel 3.1).

Tabel 3.1

Perkembangan Produksi Listrik dan Kebutuhan Batubara PLTU Cilacap 2 x 300 MW, Tahun 2006 – Juni 2010

Sumber : PLTU Cilacap, 2010

Kebutuhan batubara PLTU Cilacap 2x300 MW dengan spesifikasi nilai kalor di antara 4.500 – 5.100 kkal/kg (gar), setiap harinya antara 6.500 – 7.000 ton. Selama tahun 2009, PLTU tersebut mengkonsumsi batubara mencapai 1.899.271 ton untuk memproduksi listrik bruto sebesar 3.697.968,91 MWh, dipakai sendiri sebesar 214.012,20 MWh dan dijual ke PT PLN sebesar 3.992.334,71 MWh.

Berdasarkan data tahun 2006 hingga bulan April 2010, dapat diketahui unjuk kerja PLTU Cilacap 2x300 MW, yaitu untuk pemakaian 1 ton batubara dapat menghasilkan listrik rata-rata 1,978 WMh.

4) Pemasok dan Sistem Kontrak

Untuk memenuhi kebutuhan batubara, PLTU Cilacap berkontrak jangka menengah dengan perusahaan tambang batubara PKP2B, yaitu PT. Adaro Indonesia dan PT. Kideco Jaya Agung sebagai pemasok utama. Di samping melalui kontrak jangka panjang, PLTU Cilacap melakukan kontrak jangka pendek (spot) antara lain perusahaan tambang batubara PKP2B, yaitu PT. Berau Coal. Harga kontrak batubara tersebut menggunakan sistem CIF yaitu harga FOB

Bruto Pemakaian Sendiri Penjualan

2006 1.791.233,00 584.840,69

2007 3.162.390,00 184.943,37 3.201.954,25 1.727.353,51

2008 2.409.873,86 135.108,59 2.224.765,26 1.325.755,78

2009 3.697.968,91 214.012,20 3.992.334,71 1.899.271,74

s.d Juni 2010 1.945.770,00 108.565,80 2.057.759,93 1.038.303,60

Produksi Listrik (MWh) Kebutuhan Batubara

(Ton) Tahun

(31)

25

ditambah biaya transportasi, atau dengan kata lain harga di PLTU (user). Misalnya harga kontrak dengan PT Adaro Indonesia, dimana harga FOB terakhir (2010) sebesar US$ 57,5, dengan spesifikasi nilai kalor 5,007 kkal/kg – 5.168 kkal/kg (gar), total moisture 25,11% - 27,25%, total sulphur 0,09%, dan ash 1,68% - 2,44%. Kontrol kualitas dilakukan dengan menggunakan perusahaan independen PT Sucofindo.

5) Permasalahan/Kendala

Terkait dengan cuaca ekstrim, yaitu adanya gelombang besar sehingga pengiriman batubara menggunakan tongkang menjadi tidak on schedule. Hal ini dikarenakan kecepatan tagboat yang menariknya menjadi lambat, kadang dalam perjalanannya harus merapat ke pantai terdekat untuk menghindari terpaan gelombang besar tersebut. Kondisi terburuk dapat menyebabkan tongkang batubara tersebut terdampar (Foto 3.6).

Foto 3.6 : Tongkang batubara yang terdampar akibat terpaan gelombang laut yang besar

3.1.4 PLTU Asam-Asam

Sektor Pembangkitan Asam-Asam termasuk PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kompleks PLTU Asam-Asam dengan luas area 170 hektar berlokasi di Desa Asam-Asam, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan. PLTU Asam-Asam existing terdiri dari 2 unit @ 65 MW. Unit 1 singkronisasi dengan Sistem Kelistrikan

(32)

26

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada tanggal 28 Juni 2000, sedangkan Unit 2 pada tanggal 25 Oktober 2000. Adapun PLTU Unit 3 dan Unit 4 @ 65 MW yang termasuk dalam Program Pembangunan 10.000 MW dalam tahap kontruksi yang diprediksi selesai tahun 2011.

Proses energi pada PLTU terdiri dari 3 tahapan. Pertama, di boiler terjadi proses konversi energi kimia menjadi energi panas, kemudian di turbin energi panas diproses menjadi energi mekanik, dan proses kahir terjadi pada generator, yaitu konversi energi menjadi energi listrik.

Energi listrik yang dihasilkan PLTU Asam-Asam selama periode 4 tahun terakhir rata-rata sekitar 952 MWh atau 75% dari kapasitas disalurkan pada Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kebutuhan batubara rata-rata sekitar 684.539 ton pertahun, dengan spesifikasi 4.200 kkal/kg (Gar). PLTU Asam-Asam merupakan PLTU mulut tambang. Pemasok utama sebelumnya adalah PT Jorong Barutama Greston. Namun akhir tahun 2009 perusahaan tersebut tutup dan kemudian pemasok pengganti adalah PT Arutmin Indonesia wilayah tambang batubara Asam-Asam. Jarak lokasi tambang dengan PLTU adalah sekitar 5 km. Batubara diangkut menggunakan truk tronton dengan kapasitas 26 ton melalui jalan tambang. Alur penerimaan batubara cukup sederhana, yaitu setelah masuk area PLTU, truk pengangkut batubara tersebut ditimbang di Jembatan Timbang (Jeti), kemudian batubara di bongkar di stockpile (Foto 3.7). Dengan menggunakan belt conveyor batubara di stockpile tersebut kemudian disalurkan ke PLTU Unit 1 dan Unit 2. Dengan demikian dokumen terkait meliputi surat jalan, data penimbangan, data sampling, dan data pemakaian.

Dalam laporan orerasional di tahun 2009 lalu, PT Arutmin Indonesia mampu menunjukan performa terbaiknya ditengah kondisi sulit. Untuk pengupasan batuan penutup secara kumulatif diperoleh angka 209,1 juta CBM dari rencana 164,5 juta CBM. Sedangkan untuk penambangan batubaranya diperoleh hingga 22,5 juta ton yamelampaui target yang direncanakan sebesar 20,9 juta ton. Penambangan batubara PT Arutmin meliputi wilayayah Senakin, Satui, Batu Licin dan yang terbaru adalah wilayah Asam-Asam (Foto 3.8).

Permasalahannya, pemasok batubara hanya PT Arutmin Indonesia. Di luar PT Arutmin terkendala dengan Perda No 3 Tahun 2008 yang melarang angkutan

(33)

27

batubara menggunakan jalan umum. Sementara PLTU Asam Asam tidak mempunyai pelabuhan/dermaga karena relatif jauh.

PT PLN kesulitan dalam bernegosiasi terkait harga batubara PT Arutmin yang menawarkan Rp 366.000 per ton naik dari sebelumnya Rp. 237.000 per ton. PT PLN berharap Peraturan Menteri tentang Patokan Harga Batubara segera terbit sebagai dasar hukum untuk bernegosiasi tawaran harga tersebut.

Foto 3.7 : Saat kunjungan di Pos Jembatan Timbang PLTU Asam-Asam

Foto 3.8 : Salah Satu lokasi penambangan batubara Asam-Asam, PT Arutmin Indonesia

(34)
(35)

29

3.1.5 PLTU Labuan Angin

Sektor Pembangkitan Labuhan Angin termasuk PT. PLN (Persero)

Pembangkitan Sumatera Bagian Utara. Kompleks PLTU Labuhan Angin dengan luas area 54 hektar berlokasi di Desa Tapian Nauli 1, Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Propinsi Sumatera Utara. PLTU Labuhan Angin terletak dibibir teluk menghadap ke Kota Sibolga yang berjarak sekitar 6 km. Pada tanggal 19 September 2008 sinkronisasi unit 1 berhasil dilaksanakan, sedangkan sinkronisasi unit 2 pada tanggal 27 Desember 2008. Sedangkan peresmiannya bersamaan dengan peresmian PLTU Labuan-Banten pada tanggal 28 Januari 2010 oleh bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono.

PLTU Labuhan Angin mempunyai 2 unit Pembangkit @ 115 MW, berbahan bakar batubara. Masing-masing unit mempunyai tiga bangunan utama, yakni

Boiler (perebus), Turbin (penggerak), dan Water Treatment Plant (WTP). Di

samping itu dilengkapi oleh dome stockpile batubara dan dua dermaga untuk tongkang batubara berkapasitas 4,6 ribu ton dan 8 ribu ton. Sedangkan jenis Vessel berkapasitas sekitar 55 ribu ton dapat berlabuh sekitar dua km ke tengah laut yang selanjutnya batubara dipindahkan/diangkut mengggunakan tongkang untuk berlabuh di dermaga PLTU Labuhan Angin.

Kontrak pengadaan batubara melalui kontrak jangka panjang (term) dan kontrak jangka pendek (spot). Pemasok jangka panjang, yaitu PT Centra Bara, PT Dwi Guna Laksana, dan PT Bara Adhipratama, sedangkan pemasok jangka pendek adalah PT Arutmin, dan PT Indonesia Riau Sri Avantika Contract (IRSAC). Permasalahan yang dihadapai PLTU Labuan Angin sangat dilematis, di satu sisi pasokan batubara dengan kualitas jauh dibawah spesifikasi yang disepakati akan merusak kondisi boiler dan kapasitas produksi listrik di Labuhan Angin tersebut (Foto 3.9), tetapi apabila ditolak atau diklaim maka akan memerlukan waktu cukup panjang tanpa ada jaminan pasokan baru akan datang secepatnya, sehingga mengakibatkan krisis pasokan. Oleh karena itu perlu ada perbaikan kontrak dan punishment selain juga kesiapan pasokan seandainya batubara yang datang tersebut akan ditolak.

(36)

30

Foto 3.9 : Saat Presentasi General Manager Unit PLTU Labuhan Angin, memperlihatkan

batu yang terbawa batubara yang dibakar menyebabkan dinding boiler aus

3.1.6 PLTU Ombilin

1) Profil PLTU Ombilin

PLTU Ombilin terletak di Desa Sijantang yang jarak tempuh dari Kota Sawahlunto ± 15 km. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang makin meningkat Pemerintah dalam hal ini PT PLN (Persero) menentukan kebijaksanaan penghematan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan pembangunan PLTU berbahan bakar batubara.

PLTU Ombilin merupakan PLTU mulut tambang yang semula direncanakan beroperasi tahun 1986 dengan memanfaatkan batubara Ombilin (PT AIC dan PTBA UPO). Namun kenyataannya pada bulan juli 1993, pembangunan PLTU Ombilin Unit 1 dan 2 mulai dikerjakan, 3 tahun kemudian yaitu pada bulan Juli dan bulan Nopember 1996 kedua unit tersebut mulai beroperasi. Diperkirakan PLTU Ombilin tersebut dapat berumur ± 30 tahun. PLTU Ombilin berkapasitas 2 x 100 MW. Tenaga listrik yang dihasilkan melalui generator dengan tegangan 11 KV dinaikkan menjadi 150 KV melalui Travo Utama. Kemudian disalurkan ke jaringan sistem interkoneksi Sumatera Selatan-Lampung, Sumbagteng-Jambi, Sumbar-Riau, selanjutnya dikendalikan oleh Pusat Pengendalian Beban Sumatera (P3BS).

3) Sarana dan Prasarana

a. Jembatan Timbang

Batubara dari pemasok diangkut menggunakan truk. Sebelum dibongkar di stockpile, terlebih dahulu ditimbang di jembatan timbang untuk mengetahui berat

(37)

31

batubara yang masuk untuk dicatat. Jembatan timbang tersebut berada disamping stockpile batubara.

b. Stockpile/Stockyard

Setelah melalui jembatan timbang, batubara yang diangkut menggunakan truk tronton kemudian dibongkar di area stockpile yang dikelompokkan berdasarkan asal pemasok/kualitas (Foto 3.10). Stockpile ini berkapasitas maksimum 100.000 ton. Pada saat kunjungan batubara yang ada sekitar 12.500 ton atau hanya cukup untuk 5 hari kedepan, belum termasuk batubara yang sedang di perjalanan. Sementara target stok batubara untuk Bulan September ini sebesar 35.085 ton. Selama periode Januari 2009 – September 2010, kondisi stock batubara berfluktuatif dan cenderung menurun (Gambar 3.2).

(38)

32

c. Screening dan Belt Conveyor

Pada alur memasokan batubara ke burner mill melalui belt conveyor, ada

screening untuk menyortir bongkahan batubara termasuk batu. Yang kena sortir,

bongkahan batubara kemudian diremukan, sedangkan bongkahan batu disisihkan (Foto 3.11).

d. Area Pembuangan Limbah Sisa Pembakaran

Pada PLTU batubara umumnya dan PLTU Ombilin khususnya sisa bakar yang dihasilkan antara lain abu terbang (fly ash) dan abu berat (bottom ash). Masing-masing sisa bakar tersebut karena mempunyai bentuk fisik yang berbeda maka sistem penamggulangannyapun berbeda. Abu terbang ini sangat ringan sehingga mudah terbawa bersama gas buang melalui cerobong asap, sedang abu berat akan langsung jatuh kebawah karena grafitasi bumi. Selanjutnya baik abu ringan maupun abu berat diangkut dengan fasilitas kendaraan dump truck untuk dibuang ke lokasi yang sudah ditentukan di luar lokasi PLTU. Namun sebelum di buang dikumpulkan disekitar Silo Ash (Foto 3.12).

2) Alur Proses Pemanfaatan Batubara Pada PLTU

0,000 10.000,000 20.000,000 30.000,000 40.000,000 50.000,000 60.000,000 70.000,000 80.000,000 90.000,000 100.000,000

Gambar 3.2 : Perkembangan Stok Batubara

(39)

33

Alur proses pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar utama pada PLTU. Batubara dari pemasok diangkut dengan armada truk langsung dimasukkan di tempat penimbunan (stockpile), yang terlebih dahulu melalui jembatan timbang. Kemudian batubara diangkut dengan belt conveyor dimasukan kedalam bunker mill. Kemudian batubara digiling/dihaluskan dimesin giling (mill) sehingga menjadi serbuk halus batubara yang selanjutnya melalui udara paksa serbuk batubara tersebut dihembuskan diruang bakar sehingga terbakar dan menghasilkan panas yang memanasi pipa-pipa dan drum-drum boiler.

Proses pembakaran bahan bakar didalam ruang bakar ketel uap dibutuhkan udara pembakaran yang cukup, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut digunakan kipas udara tekan paksa (Force Draft Fan). Udara luar dihisapkan dan dihembuskan dengan paksa kedalam ruang bakar, untuk memepercepat proses pembakaran yang sempurna dan menghindari perbedaan temperatur yang besar antara udara pembakaran terhadap ruang bakar diketel, terlebih dahulu udara tersebut dipanas pada alat pemanas udara (Air Heater).

Foto 3.11 : Bongkahan batu hasil screening pada proses pemasokan batubara ke PLTU

(40)

34

Foto 3.12 : Lokasi Area Limbah Sisa Pembakaran

(41)

35

Selanjutnya udara panas dialirkan ke:

- Ruang bakar,sebagai udara pembakaran.

- Alat penggiling batubara (Bowl Mill),sebagai pengering sekaligus membawa/menghembus tepung batubara ke ruang bakar.

Untuk mempertahankan kwalitas pembakaran dalam ketel maka sisa pembakaran yang berupa gas asap harus segera dibuang keluar melalui cerobong asap terlebih dahulu digunakan untuk memanasi:

- Uap Superheater

- Air pengisi katel di ekonomizer - Udara untuk pembakaran.

Debu terbang (fly ash) yang terbawa oleh gas asap ditangkap/dibersihkan oleh

Electro Precipitator dengan methode corona efect, sehingga gas asap yang

dibuang benar- benar telah bebas dari debu. Dengan demikian pengaruh polusi debu terhadap lingkungan sangat kecil.

3) Perkembangan Produksi Listrik dan Kebutuhan Batubara

Selam lima tahun terakhir, produksi listrik yang dihasilkan PLTU Ombilin dengan kapasitas 2 x 100 MW, pada dua tahun pertama (2006-2007) dapat dikatakan optimal, namun pada tahun berikutnya (2008) produksinya menurun cukup signifikan, namun tahun 2009 dan tahun 2010 berjalan meningkat kembali (Tabel 3.2).

Kebutuhan batubara PLTU Ombilin 2x100 MW dengan spesifikasi nilai kalor sekitar 6.100 kkal/kg (gar), setiap bulannya antara 60.00 – 65.000 ton. Untuk tahun 2010, hingga Bulan Agustus telah mengkonsumsi batubara sebanyak 491.845 ton untuk memproduksi listrik bruto sebesar 782.630 MWh, dipakai sendiri sebesar 59.271 MWh dan dijual ke PT PLN sebesar 723.359 MWh.

Berdasarkan data tahun 2006 hingga bulan Agustus 2010, dapat diketahui unjuk kerja PLTU Ombilin 2x100 MW, yaitu untuk pemakaian 1 ton batubara dapat menghasilkan listrik rata-rata 1,639 WMh.

(42)

36

Tabel 3.2

Perkembangan Produksi Listrik dan Kebutuhan Batubara PLTU Ombilin 2 x 100 MW, Tahun 2006 – Agustus 2010

Sumber : Pembangkitan Sektor Ombilin, 2010

4) Pemasok dan Sistem Kontrak

Untuk memenuhi kebutuhan batubara, PLTU Ombilin berkontrak jangka menengah dengan perusahaan tambang batubara yang berada di sekitar lokasi (Kota Sawahlunto) yang berstatus ijin Kontrak Pertambangan (KP). Mengingat dari kontrak jangka menengah tersebut masih kurang banyak, sekitar setengahnya, maka untuk menutupi kekurangan tersebut PT PLN Pembangkitan Sumbagsel berusaha membeli lewat kontrak jangka pendek (spot) dengan mengandalkan perusahaan tambang dari Muara Bungo (Jambi). Harga kontrak batubara tersebut menggunakan sistem CIF yaitu harga FOB ditambah atau dikurang biaya transportasi dan biaya lainnya, atau dengan kata lain harga di PLTU (user). Gambaran kualitas ari pemasok tersebut umumnya memenuhi spesifikasi alat (boiler) (Tabel 3.3).

Tabel 3.3

Kualitas Batubara menurut Pemasok ke PLTU Ombilin

Sumber : Pembangkitan Sektor Ombilin, 2010

Kebutuhan Batubara

Bruto Pemakaian Sendiri Penjualan (Ton)

2006 1.132.244,000 89.795,000 1.042.449,000 518.375,00 2007 1.177.300,000 91.666,540 1.085.633,460 591.104,00 2008 673.840,000 46.419,785 627.420,215 305.416,00 2009 986.520,000 66.233,529 920.286,471 491.844,94 s.d Ags 2010 782.630,000 59.270,892 723.359,108 477.366,31

Tahun Produksi Listrik (MWh)

TERTINGGI TERENDAH RATA-RATA

NAL, AIC 6300 5900 6100 TAMBANG RAKYAT 6100 5700 5800 KMS, PLN B 5500 5300 5400 GTC 5500 5100 5400 NO 1 2

KANDUNGAN KALORI (kCal/Kg)

ASAL TAMBANG SUPPLIER

SAWAHLUNTO MUARO BUNGO

(43)
(44)

38

5) Permasalahan/Kendala

1. Kontrak Jangka Panjang yang ada dengan pemasok batubara pada saat ini a. PJBB 1 tahun 2 sebanyak 17.500 Ton / Bulan

b. PJBB 2 tahun 2 sebanyak 15.000 Ton / Bulan

Sehingga total pasokan batubara adalah sebesar 32.500 Ton / Bulan. Padahal kebutuhan batubara untuk operasional PLTU Ombilin sebesar 66.000 ton / bulan, sehingga masih terdapat kekurangan kebutuhan batubara sebesar 33.500 ton / bulan. Kekurangan ini dipenuhi melalui pengadaan spot. Konsekwensi dari kondisi tersebut operasional PLTU kurang sehat.

2. Kendala-kendala yang dihadapi adalah :

a. Sebagian pemasok yang ada di Sawahlunto ( KP ) adalah Tambang Rakyat yang pengelolaan batubaranya secara konvensional.

b. Pasokan untuk kebutuhan PLTU Ombilin dari wilayah setempat belum

optimal ( sebagai contoh : ada penambang professional yang hasil produksi batubaranya diperkirakan sebesar 30.000 ton/bulan tetapi hanya memasok ke PLTU Ombilin sebesar 2.500 ton/bulan sesuai dengan kontrak ke PLTU Ombilin).

c. Pengadaan batubara melalui SPOT tidak menjamin kelancaran pasokan

jangka panjang dan kehandalan kebutuhan operasional. Untuk itu diharapkan ada solusi yang terbaik untuk memenuhi kelangsungan operasional PLTU Ombilin.

3. PT. PLN ( Persero ) telah melakukan koordinasi dengan Pemda setempat

bahkan sampai tingkat Gubenur untuk usaha kelancaran pasokan batubara tetapi belum mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.

3.1.7 PLTU Bukit Asam

Sektor Pembangkitan Bukit Asam termasuk PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera bagian Selatan (Kit Sumbagsel). Kompleks PLTU Bukit Asam dengan luas area 8 hektar berlokasi di Desa Lingga, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Propinsi Sumatera Selatan. PLTU Bukit Asam existing terdiri dari 4 unit @ 65 MW, PLTU unit 1&2 beroperasi tahun 1987, unit 3 tahun 1994 dan unit 4 tahun 1995.

(45)

39

Bahan bakar utama adalah batubara dan untuk startup menggunahan bahan bakar minyak HSD. Kebutuhan bahan bakar batubara sekitar 90.000 ton dan HSD sekitar 300 kl per bulan. Batubara dipasok dari PTBA menggunakan belt conveyor dan sebagian kecil oleh PT PLN Batubara menggunakan truk, sedangkan HSD dipasok PT Pertamina dianggut menggunakan mobil truk tangki. Batubara sebelum dipergunakan disimpan di “coal storage” berkapasitas 34.000 ton, dan HSD disimpan di tangki HSD.

Energi listrik yang dihasilkan PLTU Asam-Asam selama periode 10 tahun terakhir berkisar antara 1.754 – 1.967 GWh atau rata-rata sekitar 1.860 GWh (Gambar 3.3). Energi listrik yang dihasilkan tersebut disalurkan pada Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Selatan. Kebutuhan batubara berkisar antara 975.000 – 1.146.000 ton atau rata-rata sekitar 1.067.000 ton pertahun (Gambar 3.4).

Harga kontrak batubara terakhir dari PTBA adalah Rp. 407.500,-, sedangkan batubara dari PT MME (PT PLN Batubara) sebesar Rp. 359.000 per ton.

Pada saat musim hujan, batubara menjadi basah. Hal tersebut menyebabkan flow batubara sering ngeblok pada hopper, sehingga perlu dibersihkan dengan air.

Data spesifikasi batubara PTBA yang dipasok ke PLTU Bukit Asam berkisar 4.641 – 5.762 kkal/kg (gar) atau rata-rata 4.954 kkal/kg (gar). Sedangkan spesifikasi mesin, terkait dengan batubara adalah berkisar 4.590 – 7060 kkal/kg (gar). Dengan demikian batubara dari PTBA tersebut masuk dalam spesifikasi PLTU Bukit Asam. Puslitbang Teknologi Mineral (tekMIRA) merupakan pihak independen yang dijadikan pembanding PT Sucopindo dalam hal uji kualitas batubara yang digunakan di PLTU Bukit Asam.

(46)

40

Gambar 3.3 : Perkembangan Produksi Listrik PLTU Bukit Asam

Gambar 3.4 : Perkembangan Konsumsi Batubara pada PLTU Bukit Asam

- 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2,000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1,917 1,967 1,910 1,794 1,844 1,848 1,771 1,817 1,754 801 - 200 400 600 800 1,000 1,200 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1,146 1,134 1,091 1,048 1,043 1,017 975 1,079 1,069 472

(47)

41

3.1.8 PLTU Tarahan

1) Profil PLTU Tarahan

Pusat Listrik Tenaga Uap Tarahan Unit 3 & 4 berkapasitas 2 x 100 MW berlokasi di Desa Rangai Tri Tunggal (Desa Tarahan), Kecamatan Ketibum, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Terletak di tepi Teluk Lampung yang berjarak sekitar 20 km dari pusat kota Bandar Lampung Ke arah Timur. Lahan Seluas 62,84 Ha digunakan untuk Power Plant , Intake, Discharge dan Base

Camp .

Pembangunan fisik PLTU dimulai sejak tahun 2001 Site Preparation. Kemudian di teruskan tahapan pembangunan sipil yang resmi dimulai tanggal 15 September 2004 yaitu pemancangan tiang pertama, dan behasil beroperasi secara komersil tanggal 14 Desember 2007 untuk PLTU unit 4 dan tanggal 26 Desember 2007 untuk PLTU unit 3.

Proyek dibiayai oleh loan JBIC ODA LOAN No.IP – 486 dengan alokasi sebesar 6,41 milyar JPY dan 176,97 juta USD, dana pendamping dari pemerintah RI (APBN) dan APLN senilai Rp. 332,85 milyar diluar biaya perolehan tanah dan pekerjaan persiapan.

Pembangunan PLTU tarahan ini merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang ditindaklanjuti oleh PT PLN (Persero) dengan mengembangkan pembangkitan listrik non BBM yang memampaatkan bahan bakar Batubara. PT PLN (Persero) mengadakan kontrak pembelian dengan PT Bukit Asam untuk menyuplai batubara untuk PLTU Tarahan dengan pertimbangan lokasi stockpile batubara yang berasal dari tambang terbuka Tanjung Enim berdekatan dengan PLTU Tarahan .

Energi listrik yang terbangkitkan selanjutnya di transfer melalui jaringan transmisi 150 kV ke Gl New Tarahan lalu di distribusikan ke Gl Kalianda, Gl Sutami dan Gl Sribawono.

2) Sarana dan Prasarana

a. Belt Conveyor

Pertimbangan pembangunan PLTU Tarahan adalah berdekatan dengan lokasi stockpile batubara yang berasal dari tambang batubara Tanjung Enim-PTBA yang diangkut menggunakan kereta api babaranjang (Foto 4.13). Batubara dari

(48)

42

stockpile atau terminal batubara Unit Pelabuhan Tarahan PT Bukit Asam (Persero) tbk tersebut dikirim melalui sarana transportasi “Belt Conveyor” melintasi jalan lintas Sumatera menuju Coal Silo (CS) di area Unit Pembangkitan Tarahan. Panjang belt conveyor tersebut sekitar 1,5 km (Foto 3.14). Belt conveyor tersebut saat berjalan menutup guna menghindari tumpahan, debu beterbangan, dan kena air hujan. Untuk mengetahui berat batubara yang ditranportasikan menggunakan belt conveyor terekam pada alat timbang yang berada di area Unit Pelabuhan Tarahan.

Foto 3.13 : Satu dari tiga terminal/stockpile berkapasitas 700 ribu ton Unit Pelabuhan Tarahan, PT Bukit Asam (Persero) tbk.

Gambar

Gambar 2.1 : Distribusi Sumber Daya Batubara Indonesia
Gambar 2.2  Perkembangan Produksi Batubara Indonesia Menurut Kelompok Ijin Usaha
Gambar 2.3  Perkembangan Ekspor Batubara Indonesia
Gambar  2 . 5  : Presentasi Konsumsi Batubara Domestik  ( 2009 ) PLTU SEMEN TEKSTILKERTAS METALURGIBRIKETLAIN-205.000.00010.000.00015.000.00020.000.00025.000.00030.000.00035.000.00040.000.000( Ton )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Di Indonesia (Studi pada Dinas Pertambangan dan energi, Tana

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dimaksudkan dengan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan

Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kitab Undang – Undang

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan

Sesuai amanat Pasal 103 dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka Pemegang IUP Operasi Produksi dan Pemegang Kontrak Karya

Materi muatan bagian Surat Edaran yang menyatakan : “Sehubungan dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan. Mineral dan Batubara (UU PMB

Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, bahwa tindak pidana penambangan tradisional berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang