• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunitas Makrozoobentos di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Sumatera Utara Utara (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komunitas Makrozoobentos di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Sumatera Utara Utara ("

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Komunitas Makrozoobentos di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

Community Makrozoobentos on the river of Batang Gadis at Mandailing Natal Regency in North Sumatra

Pahrurrozi 1, Pindi Patana2, Ani Suryanti2 1

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Utara (Email : pahrur.rozi479@gmail.com)

2

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The river of Batang Gadis is the longest in Mandailing Natal and flows almost over the Mandailing Natal Regency. Starting from Pakantan Muara Sipongi, passing a couple of districts and Subdistrict in Muara Batang Gadis. This research focused on community of makrozoobentos and measurement of physical and chemical factors. The purpose of this research is to know the community of makrozoobenthos in the river of Batang Gadis, Mandailing Natal Regency, North Sumatra. This research was carried out in May-June 2014. Makrozoobentos retrieval used eckmangrabb and surber net, samples are sorted by using the method of hand sorting. The sample was identified in integrated laboratory USU. Research resulted 4 classes namely Gastropod, Chaetopoda, Insect, and Hirudinae, comprising 13 genera such as Terebia, makrozoobentos, Pila, Goniobasis Sphaerium, Pleurocera, Tryonia, Tubifex, Chironomus, Neophemera, Progompus, Glossiponia, Branchiura and Macromia. The highest density was from the genus of Tarebia with amount of 1259 ind/m2 which was found on the station 3 and the lowest was from the genus Glossiphonia respectively 3 ind/m2 found at station 1. The highest value of diversity (H') in the community makrozoobentos the highes was found in station 2 (Hʹ=1,55) and lowest in the sampling 3 station wish (Hʹ=0,626).

Keywords: River of Batang Gadis, Structure Community, Makrozoobentos

PENDAHULUAN

Sungai merupakan suatu aliran air yang melintasi permukaan bumi dan membentuk alur aliran atau morfologi aliran air. Morfologi sungai menggambarkan keterpaduan antara karakteristik abiotik (fisik, hidrologi, sedimen) dan karakteristik biotik (biologi atau ekologi flora dan fauna) daerah yang dilaluinya. Faktor yang berpengaruh pada morfologi sungai tidak hanya faktor biotik dan abiotik saja, namun juga campur

tangan manusia dalam kehidupannya. Pengaruh campur tangan manusia ini dapat mengakibatkan perubahan morfologi sungai yang lebih cepat dari sebelumnya (Asdak, 2004).

Sungai Batang Gadis merupakan sungai utama terpanjang dan terbesar di Mandailing Natal. Bahkan aliran sungai ini mengalir hampir keseluruh Kabupaten Mandailing Natal. Mulai dari hulu di Ulu Pakantan Muara Sipongi, melewati beberapa kecamatan dan

(2)

bermuara di Kecamatan Muara Batang Gadis. Aliran sungai ini melewati kawasan pemukiman, peternakan, persawahan, tambang pasir, taman wisata dan bendungan. Bendungan sungai selain digunakan untuk menahan arus juga dimanfaatkan untuk keperluan irigasi/pengairan, keberadaan bendungan ini diperkirakan akan merubah arus dan substrat perairan, sehingga akan mempengaruhi organisme yang hidup di substrat.

Daerah sungai yang bearus memiliki komunitas makhluk hidup yang beragam. Komunitas yang berada pada aliran sungai terdiri dari komunitas yang bergerak bebas seperti ikan dan yang berdiam diri pada substrat perairan yaitu makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup dan tinggal di endapan dasar perairan, baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah sedimen, hidup sesil, merayap,atau menggali lubang. Makozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat, ukurannya besar sehingga mudah untuk diidentifikasi dan habitatnya di dalam dan di dasar perairan, sehingga sifat yang demikian akan mempengaruhi keanekaragaman dalam komuitas makrozoobenthos (Odum, 1994).

Keberadaan makrozoobentos sangat berpengaruh terhadap organisme yang ada di sungai Batang Gadis seperti ikan yang terdapat di lubuk larangan, karena makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai biota kunci dalam jaring makanan, dan berfungsi sebagai degradator bahan organik.

Kelimpahan dan

keanekaragaman makrozoobenthos sangat dipengaruhi oleh toleransi, aktivitas dan sensitivitas terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi makrozoobenthos terhadap lingkungan adalah berbeda-beda (Marsaulina, 1994 diacu oleh Yeanny, 2007). Penelitian tentang komunitas makrozoobenthos di sungai Batang Gadis masih sangat sedikit, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara”. METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan juni 2014 dengan tiga kali pengambilan sampel dan interval waktu pengambilan 2 minggu. Identifikasi jenis makrozoobenthos akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengukuran Bahan Organik dan Substratakan dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: keping sechii,

Eckman Grabb, surber net,

Termometer, pH meter, GPS (Global

Positioning System), Kantong

plastik, pinset, baki, pipet tetes, botol sampel, ember plastik, plastik bening, saringan bertingkat, ketas label, kamera digital, buku identifikasi, alat tulis, meteran rol, botol BOD, bola pelampung, stop watch, tali penduga, peralatan titrasi,

(3)

tali meteran, books pendingin. Sedangkan bahan yang digunakan adalah sampel makrozoobenthos, aquades, es batu untuk mengawetkan substrat formalin 10%, alkohol 70%, air, tissue dan bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air adalah bahan kimia untuk titrasi adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3 dan lain-lain.

Prosedur Penelitian Penentuan Stasiun

Stasiun pengambilan sampel ditentukan dengan metode Purposive

Random Sampling yang dibagi

menjadi 3 stasiun. Stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 3 stasiun dan masing-masing stasiun dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Lokasi stasiun satu terletak sebelum Bendungan Batang Gadis yaitu di Desa Sipapaga. Stasiun dua tepat di Bendungan Batang Gadis yaitu di Desa Aek Godang. Stasiun tiga setelah Bendungan Batang Gadis yaitu di Desa Pasar Akad. Jarak antara stasiun satu ke stasiun dua 2 km dan dari stasiun dua ke stasiun tiga 3 km. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel

makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan Eckman grabb dan

surber net. Pengambilan sampel

dengan Eckman grabb digunakan pada lokasi yang dengan substrat lumpur dan pasir, pengambilan sampel dengan menggunakan surber

net dilakukan pada lokasi dengan

substrat berbatu. Pengambilan sampel dengan Eckman grabb

dilakukan dengan cara

menurunkannya hingga ke dasar sungai dengan kondisi terbuka, pada saat mencapai dasar sungai tali

ditarik sehingga Eckman grabb menutup bersama dengan masuknya substrat, sedangkan pengambilan sampel dengan menggunakan surber

net dilakukan dengan meletakkan surber net di dasar sungai, kemudian

substrat dikeruk sehingga makrozoobenthos masuk kedalam jaring.

Sampel yang didapat disortir dengan menggunakan metode hand

sorting dengan bantuan saringan

bertingkat. Selanjutnya sampel dibersihkan dengan air dan direndam dengan formalin 10% selama 1 hari, kemudian dicuci dan dikeringkan

(4)

selanjutnya sampel dimasukkan kedalam botol sampel yang telah diisi alkohol 70% sebagai pengawet, lalu diberi label sebagai tanda. Sampel dibawa ke laboratorium Terpadu Fakultas Petanian Sumatera Utara untuk diidentifikasi.

Metode Pengukuran Kepadatan Populasi (K)

Kepadatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Brower dkk., (1990) sebagai berikut:

Kepadatan Relatif (KR)

Perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis terhadap kelimpahan seluruh individu yang tertangkap dalam suatu komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Brower dkk. (1990) sebagai berikut:

Keterangan :

KR : Kelimpahan Relatif

Ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Jumlah individu seluruh spesies

Frekuensi Kehadiran (FK)

Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Krebs (1989) sebagai berikut :

Keterangan

nilai FK : 0-25% : Sangat Jarang 25-50% : Jarang

50-75% : Sering

>75% : Sangat Sering Indeks Keanekaragaman (H')

Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah menganalisis informasi jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus Krebs (1989) sebagai berikut :

H’ = ∑ Keterangan :

H' : Indeks Diversitas

pi : Jumlah individu masing- masing jenis (i=1,2,3,..) s : Jumlah jenis

Ln : Logaritma nature Pi : ∑ (Perbandingan

jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis) Keterangan nilai H’ H' < 2,302 : Rendah 2,302 < H' < 6,907 : Sedang H' > 6,907 : Tinggi Indeks Keseragaman (E)

Untuk mengetahui

keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip / sama besar jumlah individu antar spesies (semakin merata penyebarannya) maka semakin besar derajat keseimbangan komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Krebs (1989) sebagai berikut:

(5)

Keterangan :

E : Indeks Keseragaman H' : Indeks diversitas

Wienner

H'max : Keanekaragaman spesies maximum

Keterangan nilai E:

0–1 : Penyebaran merata dan keseragaman rendah

>1 : Penyebaran tidak merata dan keseragaman tinggi Analisis Data

Data lapangan yang didapatkan meliputi faktor fisika dan kimia

perairan, data makrozoobenthos yang diperoleh dari hasil penghitungan data kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks keanekaragaman, dan indeks keseragaman dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Klasifikasi Makrozoobentos

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh klasifikasi makrozoobentos yang didapatkan pada lokasi penelitian terdiri dari 13 genus dalam 4 kelas yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Sungai Batang Gadis Sumatera Utara

Kelas Ordo Famili Genus

Chaetopoda Oligochaeta Tubificidae Branchiura Tubifex

Gastropoda Archacegastropoda Helicidae Pila

Heterodonta Sphaeriidae Sphaerium

Thiaridae Tarebia

Mesogastropoda Pleuroceridae Goniobasis Pleurocera

Neotaenioglossa Hydrobiidae Tryonia

Hirudinae Rhynchodelida Glossiponiidae Glossiponia

Insekta Diptera Chironomidae Chironomus

Ephenoptera Neophemeridae Neophemera

Odonata Gamphidae Progomphus

Macromidae Macromia

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobentos pada Setiap sampling di masing-masing Stasiun Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobentos pada sampling perama, kedua dan ketiga di setiap stasiun penelitian yang disajikan pada Tabel 2, 3 dan 4.

(6)

Tabel 2. Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobentos pada sampling pertama di setiap stasiun penelitian.

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Jenis K KR (%) FK (%) K KR (%) FK (%) K KR (%) FK (%) Makromia 11 5,33 66,66 - - - 14 5,44 66,66 Tarebia 122 59,22 66,66 - - - 181 70,42 100 Goniobasis 11 5,33 33,33 - - - 48 18,67 100 Tubifex - - - 141 32,65 100 - - - Pleurocera 62 30,09 33,33 6 1,3 33,33 14 5,44 33,33 Pila - - - 55 12,47 66,66 - - - Tryonia - - - 61 13,83 66,66 - - - Banchiura - - - 30 6,80 33,33 - - - Glossiphonia - - - 6 1,36 33,33 - - - Chironomus - - - 148 33.56 66,66 - - -

Tabel 3. Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobentos pada sampling kedua di setiap stasiun penelitian.

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Jenis K KR (%) FK (%) K KR (%) FK (%) K KR (%) FK (%) Makromia - - - 6 3,07 33,33 - - - Tarebia 44 32,83 66,66 - - - 355 71,86 66,66 Goniobasis 29 21,64 66,66 - - - 88 17,81 100 Tubifex - - - 80 41,12 66,66 - - - Pleurocera 33 24,62 100 37 18,97 33,33 33 6,68 66,66 Tryonia - - - 30 15,38 33,33 - - - Banchiura - - - 24 12,30 33,33 - - - Glossiphonia 3 2,23 33,33 - - - - Chironomus - - - 12 6,15 33,33 - - - Neophemera 25 18,65 33,33 - - - 18 3,64 33,33 Sphaerium - - - 6 3,07 33,33 - -

Tabel 4. Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobentos pada sampling ketiga di setiap stasiun penelitian

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Jenis K KR (%) FK (%) K KR (%) FK (%) K KR (%) FK (%) Tarebia 33 19,64 66,66 - - - 1259 79,28 100 Goniobasis 88 52,38 66,66 74 27,40 66,66 111 6,98 100 Tubifex - - - 172 63,70 33,33 - - - Pleurocera 14 8,33 66,66 - - - 211 1328 66,66 Tryonia - - - 6 2,22 33,33 - - - Banchiura - - - 18 6,66 33,33 - - - Glossiphonia 11 6,54 33,33 - - - - Neophemera 22 13,09 33,33 - - - - Progompus - - - 7 0,44 33,33

Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks

Keseragaman (E) makrozoobentos pada sampling perama, kedua dan ketiga disetiap stasiun penelitian disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7.

(7)

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada sampling pertama di setiap stasiun penelitian

Indeks Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)

0,95 1,47 0,82

Keseragaman (E) 0,685 0,755 0,591

Tabel 6. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)pada sampling kedua di setiap stasiun penelitian

Indeks Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)

1,39 1,55 0.8

Keseragaman (E) 0,863 0,796 0,577

Tabel 7. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)pada sampling ketiga di setiap stasiun penelitian

Indeks Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)

1,27 0,87 0,626

Keseragaman (E) 0,167 0,627 0,451

Parameter Fisika Kimia Perairan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai parameter fisika kimia perairan yang disajikan pada Tabel 8

dan hasil analisis jenis substrat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8. Parameter Fisika Kimia Perairan yang Diukur pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel.

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Suhu (oC) 23-24 23-28 24-25 Arus (m/det) 0,5-1 0,083-0,22 0,13-0,71 Kedalaman (m) 1,2-1,5 1-2 1,5-3 Kecerahan (cm) 10-60 10-60 30-80 pH 6,4-6,7 7,1-8,4 5-7 DO (mg/l) 4,4-5,8 4-4,2 4,2-4,6 BOD5 (mg/l) 0,6-1,2 0,4-1,6 1,2-1,8 Bahan Organik (%) 0,17-0,49 0,21-0,45 0,08-0,35

Tabel 9. Analisis Jenis Substrat

Substrat Parameter Tekstur Hydrometer

Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur

Stasiun I Tepi Kanan Tepi Kiri Tengah 91,12 91,12 91,12 0,56 0,56 0,56 8,32 8,32 8,32 P P P Stasiun II Tepi Kanan Tepi Kiri Tengah 91,12 72,12 89,12 0,56 18,56 2,56 0,32 9,32 8,32 P LP PL Stasiun III Tepi Kanan Tepi Kiri Tengah 91,12 90,12 91,12 0,56 1,56 0,56 8,32 8,32 8,32 P P P Keterangan : Lempung berpasir : LP Pasir : P Pasir berlempung : PL

(8)

Pembahasan

Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Makrozoobentos pada Setiap Sampling di Stasiun Penelitian

Hasil pada Tabel 2 dan 3 pada sampling pertama dan kedua didapatkan bahwa komunitas makrozoobenthos pada stasiun 1 diperoleh nilai kepadatan populasi tertinggi terdapat pada genus Tarebia sebesar 122 ind/m2 pada sampling pertamadan pada sampling kedua sebesar 44 ind/m2, sedangkan pada sampling ketiga pada tabel 5 didapat bahwa komunitas makroozoobentos tertinggi terdapat pada Genus Goniobasis sebesar 88 ind/m2.

Nilai kepadatan relatif tertinggi terdapat pada genus Tarebia sebesar 59,22% pada sampling pertama dan 32,83% pada sampling keduadan pada sampling ketiga terdapat pada Genus Goniobasis sebesar 52,38%. Nilai fekuensi kehadiran tertinggi sebesar 66,66% terdapat pada genus Tarebia dan Makromia pada sampling petama, pada sampling kedua sebesar 100% terdapat pada genus Pleurocera dan pada sampling ketiga terdapat pada genus Tarebia, Goniobasis dan Pleurocera masing-masing sebesar 66,66%.

Hasil analisis substrat pada Tabel 9 menampilkan stasiun 1 memiliki substrat pasir. Kondisi lapangan pada stasiun 1 menunjukkan tipe substrat stasiun 1 merupakan daerah bebatuan kerikil dan sedikit berlumpur. Tarebia dan Goniobasis merupakan genus yang masuk ke dalam kelas Gastropoda yang menyukai substrat bebatuan, kerikil dan sedikit berlumpur. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sinaga (2007) yang menyatakan bahwa Gastropoda merupakan organisme yang

mempunyai kisaran penyebaran yang luas di substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur tetapi organisme ini cenderung menyukai subsrat dasar pasir dan sedikit berlumpur. Kondisi ini yang menyebabkan Tarebia dan Goniobasis dapat berkembangbiak secara baik dan melimpah pada stasiun 1 karena substrat pada lokasi tersebut sesuai dengan kebutuhan hidup Tarebia dan Goniobasis.

Nilai kepadatan populasi terendah pada stasiun 1sampling pertama sebesar 11 ind/m2 terdapat pada genus Makromia dan Goniobasis, nilai kepadatan populasi terendah pada stasiun 1 sampling kedua dan ketiga terdapat pada genus Glossiphonia sebesar 3 ind/m2 pada sampling kedua dan 11 ind/m2 pada sampling ketiga. Nilai kepadatan relatif terendah pada sampling pertama terdapat pada genus Makromia dan Goniobasis dengan nilai sebesar 5,33%, nilai kepadatan relatif terendah pada sampling kedua dan ketiga terdapat pada genus Glossiphonia sebesar 2,23% pada sampling kedua dan 6,54% pada sampling ketiga dan nilai frekuensi kehadiran terendah pada sampling pertamasebesar 33,33% terdapat pada genus Goniobasis dan Pleurocera, nilai frekuensi kehadiran terendah pada sampling kedua dan ketiga sebesar 33,33% terdapat pada genus Glossiphonia dan Neophemera. Kepadatan populasi paling rendah dari sampling pertama, kedua dan ketiga terdapat pada genus Glossiphonia sebesar 3 ind/m2 pada sampling kedua.. Keberadaan Glossiphonia yang termasuk lintah di stasiun ini sangat sedikit dikarenakan kecepatan arus pada lokasi ini paling cepat dibandingkan stasiun lainnya. Berdasarkan penelitianyang

(9)

dilakukan Siahaan (2012) Glossiphonia yang termasuk lintah merupakan makrozoobenthos yang hidup pada kondisi arus yang tenang dan lambat serta perairan yang dangkal.

Nilai kepadatan populasi tertinggi pada stasiun 2 sampling pertama, kedua dan ketiga terdapat pada genus Tubifex dengan nilai sebesar 141 ind/m2 pada sampling pertama, pada sampling kedua sebesar 80 ind/m2 dan pada sampling ketiga sebesar 172 ind/m2. Nilai kepadatan relatif tertinggi terdapat pada genus Tubifex sebesar 32,65% pada sampling pertama, pada sampling kedua sebesar 41,12% dan pada sampling ketiga sebesar 63,70%.

Nilai frekuensi kehadiran tertinggi pada stasiun 2 sampling pertama dan kedua terdapat pada genus Tubifex sebesar 100% pada sampling pertama dan 66,66% pada sampling kedua dan nilai frekuensi tertinggi pada sampling ketiga terdapat pada genus Goniobasis sebesar 66,66%. Hasil analisis substrat pada Tabel 9 menunjukkan tipe substrat pada stasiun 2 beragam yaitu pasir, lempung berpasir dan pasir berlempung. Kepadatan populasi pada sampling pertama, kedua dan ketiga terdapat pada genus Tubifex tertinggi pada lokasi ini dikarenakan substrat pada stasiun 2 merupakan lumpur yang sesuai dengan habitat hidup jenis makrozoobentos ini. Kondisi lingkungan perairan stasiun 2, yaitu perairan keruh, kandungan bahan organik tertinggi dibandingkan stasiun lain dan kandungan DO yang rendah. Berdasarkan penelitian Siahaan, dkk (2012) Tubifex hidup pada perairan sungai dengan bahan organik tinggi, keruh, berlumpur dan

kandungan oksigen terlarut yang rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada stasiun 2 yang merupakan bendungan dengan substrat endapan lumpur.

Kepadatan populasi terendah pada stasiun 2 sampling pertama dengan nilai sebesar 6 ind/m2 terdapat pada genus Pleurocera dan Glossiphonia, kepadatan populasi terendah pada sampling kedua terdapat pada genus Makromia dan Sphaerium masing-masing sebesar 6 ind/m2 dan kepadatan populasi terendah pada sampling ketiga terdapat pada genus Tryonia sebesar 6 ind/m2.

Kepadatan relatif terendah pada stasiun 2 sampling pertama sebesar 1,36% terdapat pada genus Pleurocera dan Glossiphonia, kepadata relatif terendah pada sampling kedua sebesar 3,07% terdapat pada genus Makromia dan Sphaerium dan kepadatan terendah pada sampling ketiga terdapat pada genus tryonia sebesar 2,22%.

Frekuensi kehadiran terendah pada stasiun 2 sampling pertama sebesar 33,33% terdapat pada genus Pleurocera, Branchiura dan Glossiphonia, frekuensi terendah pada sampling kedua sebesar 33,33% terdapat pada genus Makromia, Pleurocera, Tryonia, Branchiura, Chironomus dan Sphaerium dan frekuensi terendah pada sampling ketiga sebesar 33,33% terdapat pada genus Tubifex, tryonia dan Branchiura.

Hasil yang didapat pada stasiun 2 sampling pertama, kedua dan ketiga bahwa Genus Makromia dan Sphaerium hanya terdapat pada sampling kedua dengan nilai yang sangat rendah sebesar 6 ind/m2. Menurut hasil penelitian Hamalainen (1985) Makromia hidup pada

(10)

perairan bebatuan berpasir dengan cara hidup membenamkan diri pada substrat. Kondisi substrat yang tidak sesuai menyebabkan genus Makromia memiliki kepadatan populasi yang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan Siregar (2009) pada genus Sphaerium hidup baik pada pH < 6, sedangkan hasil penelitian pada stasiun 2 memiliki nilai pH 7 – 8 sehingga kepadatan populasi Sphaerium rendah.

Nilai kepadatan tertinggi pada stasiun 3 sampling pertama, kedua dan ketiga terdapat pada genus Tarebia sebesar 181 ind/m2pada sampling pertama, 355 ind/m2 pada sampling kedua dan 1259 ind/m2 pada sampling ketiga.Nilai kepadatan relatif tertinggi pada sampling pertama, kedua dan ketiga tedapat pada genus Tarebia sebesar 70,42% pada sampling pertama, 71,86% pada sampling kedua dan 79,28% pada sampling ketiga. Nilai frekuensi kehadiran tertinggi pada sampling pertama dan ketiga terdapat pada genus Tarebia dan Goniobasis masing-masing sebesar 100%, dan nilai frekuensi kehadiran tertinggi pada sampling kedua terdapat pada genus Goniobasis sebesar 100%.

Hasil yang didapat pada stasiun 3 sampling pertama, kedua dan ketiga menunjukkan bahwa kepadatan tertinggi terdapat pada genus tarebia pada sampling ketiga sebesar 1259 ind/m2. Stasiun 3 memiliki kondisi perairan yang hampir sama dengan stasiun 1 yaitu perairan berarus sedang, jernih dan substrat kerikil berpasir. Menurut hasilpenelitian yang dilakukan Fisesa, dkk., (2014) genus Tarebia dan Goniobasis melimpah pada perairan dengan substrat dasar yang berbatu dan berpasir. Hasil perbandingan ini menunjukkan

kondisi substrat yang sesuai menjadikan Tarebia dan Goniobasis memiliki kepadatan populasi yang tinggi pada stasiun 3.

Nilai kepadatan terendah pada stasiun 3 sampling pertama sebesar 14 ind/m2 terdapat pada genus Makromia dan Pleurocera, kepadatan populasi terendah pada sampling kedua terdapat pada genus Neophemera sebesar 18 ind/m2 dan kepadatan populasi terendah pada sampling ketiga terdapat pada genus Progompus sebesar 7 ind/m2. Nilai kepadatan relatif terendah pada sampling pertama sebesar 5,44% terdapat pada genus Makromia dan Pleurocera, kepadatan relatif terendah pada sampling kedua sebesar 3,64% terdapat pada genus Neophemera dan kepadatan relatif terendah pada sampling ketiga terdapat pada genus Progompus sebesar 0,44%. Nilai frekuensi kehadiran terendah pada sampling pertama terdapat pada genus Pleurocera sebesar 33,33%, frekuensi kehadiran terendah pada sampling kedua terdapat pada genus Neophemera sebesar 33,33% dan frekuensi terendah pada sampling ketiga terdapat pada genus Progompus sebesar 33,33%. Hasil yang didapat pada stasiun 3 sampling pertama, kedua dan ketiga menunjukkan bahwa kepadatan terendah terdapat pada genus Progompus pada sampling ketiga sebesar 7 ind/m2. Menurut penelitian dilakukan Siregar (2009) Progomphus hidup pada perairan yang memiliki perairan jernih, kandungan organik tinggi dan oksigen terlarut yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan genus Progomphus ditemukan dalam jumlah yang sedikit pada stasiun 3.

(11)

Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) komunitas pada sampling pertama di setiap stasiun berkisar 0,82 − 1,47. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 1,47 dan indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,82

Hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) komunitas makrozoobentos pada sampling kedua di setiap stasiun berkisar 0,8 − 1,55. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 1,55 dan indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,8.

Hasil pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) komunitas makrozoobentos pada sampling ketiga di setiap stasiun berkisar 0,62 − 1,27. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 1,27 dan indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,62.

Berdasarkan literatur Krebs (1989) yang mengklasifikasikan nilai indeks keanekaragaman (H’) dengan nilai 0 <H’< 2,302 menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman rendah, nilai 2,302 <H’< 6,907 menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman sedang dan nilai H’> 6,907 menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman tinggi. Hal

ini menunjukkan bahwa

keanekaragaman makrozoobentos pada sungai Batang Gadis tergolong rendah. Menurut Odum (1994) keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam setiap jenisnya,

karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah.

Selain itu, menurut Brower, dkk. (1990) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlahyang relatif merata pada setiap spesies. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan komunitas makrozoobentos di sungai Batang Gadis hanya terdiri atas 13 genus dengan jumlah yang tidak merata sehingga keanekaragaman makrozoobentos di sungai Batang Gadis tergolong rendah.

Hasil indeks keseragaman (E) pada Tabel 5 menunjukkan bahwa indeks keseragaman pada sampling pertama disetiap stasiunberkisar antara 0,591 − 0,755. Keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,755 dan terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,591. Tabel 6 menunjukkan bahwa indeks keseragaman pada sampling kedua disetiap stasiun berkisar antara 0,577 − 0,863. Keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,863 dan terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,577. Tabel 7 menunjukkan bahwa indeks keseragaman pada sampling ketiga disetiap stasiun berkisar antara 0,451 − 0,627. Keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,627 dan terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,451.

(12)

Menurut Fachrul (2007) yang mengklasifikasikan nilai indeks keseragaman dengan E = 0 yang menunjukkan kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda dan nilai E = 1 menunjukkan bahwa kemeratan antar spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis makrozoobentos yang didapat pada setiap sampling di stasiun penelitian memiliki jumlah yang tidak merata sehingga nilai indeks keseragaman di Sungai Batang Gadis tergolong rendah.

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Parameter suhu menunjukkan nilai kisaran suhu air pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 23 – 28°C. Menurut penelitian yang dilakukan Sinaga (2007) yang menyatakan bahwa suhu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan bentos. Batas toleransi hewan terhadap suhu tergantung kepada spesiesnya. Umumnya suhu di atas 30 ºC dapat menekan pertumbuhan populasi hewan bentos. Hal ini menunjukkan bahwa suhu secara keseluruhan pada stasiun penelitian masih mendukung kehidupan komunitas makrozoobenthos.

Nilai kecepatan arus pada ketiga stasiun penelitian berbeda-beda berkisar antara 0,083 –1m/det. Menurut Odum (1994) yang menyatakan bahwa kecepatan arus air di sungai tergantung pada kemiringan, kekasaran substrat, kedalaman dan lebar sungai. Hal ini sesuai dengan kondisi lapangan yang menunjukkan stasiun 1 merupakan daerah hulu sehingga memiliki

kemiringan yang berbeda dibandingkan stasiun lainnya yang memungkinkan arus air mengalir lebih cepat. Menurut Welch (1980) diacu Anzani (2012) kecepatan arus perairan mengalir dapat diklasifikasikan sebagai berikut < 10 cm/detik tergolong berarus sangat lambat, 10 – 25 cm/det berarus lambat, 25 – 50cm/det berarus sedang, 50 –100 cm/det berarus cepat, > 100 cm/det berarus sangat cepat. Hal ini memperlihatkan bahwa kecepatan arus di sungai Batang Gadis bervariasi dari berarus sangat lambat sampai sangat cepat.

Nilai kecerahan pada ketiga stasiun penelitian berbeda berkisar antara 10 – 80 cm. Sastrawijaya (1991), menyatakan bahwa cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau terlarut tinggi, akibatnya akan mempengaruhi proses fotosintesis di dalam sungai tersebut.

Nilai kedalam pada ketiga stasiun penelitian berbeda berkisar antara 1 – 3 m. Kedalaman yang paling tinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 2 – 3m dan kedalaman yang paling rendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 1m. Kedalaman maksimum adalah 2–3m yang disebabkan tingginya permukaan air akibat turunnya hujan pada saat pengamatan sehingga sedimen menumpuk ditengah sungai yang mengakibatkan terhalangnya aliran air sehingga meningkatkan permukaan air. Sedangkan kedalaman minimum adalah 1m yang disebabkan adanya bendungan yang berpengaruh pada dangkalnya perairan akibat menumpuknya sedimen pada stasiun 2. Kedalaman perairan yang dalam juga sebagai faktor rendahnya keanekaragaman makrozoobentos

(13)

karena sebagian besar bentos hidup pada perairan yang dangkal.

Nilai pH pada ketiga stasiun penelitian berkisar 5 – 8,4. Secara keseluruhan, nilai pH yang didapatkan dari ketiga stasiun penelitian masih mendukung kehidupan dan perkembangan makrozoobentos, menurut penelitian yang dilakukan Anzani (2012) makrozoobentos mempunyai kenyamanan kisaran pH yang berbeda-beda. Gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan pH > 7 sedangkan kelompok insekta banyak ditemukan pada kisaran pH 4,5 – 8,5.

Nilai oksigen terlarut (DO) pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 4 – 5,8 mg/l. Secara keseluruhan nilai kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian masih dapat ditolerir makrozoobentos. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis. Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik, menurut Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa kehidupan organisme perairan dapat bertahan jika oksigen terlarut sebanyak 5mg/l dan tergantung juga terhadap daya tahan organisme.

Nilai BOD5 pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 0,4 – 1,8 mg/l. Menurut Brower, dkk. (1990) menyatakan bahwa nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu perairan yang masih tergolong baik apabila konsumsi oksigen selama peroide lima hari bekisar sampai 5 mg/l oksigen. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai BOD5 pada sungai

Batang Gadis masih mendukung kehidupan makrozoobentos.

Nilai bahan organik substrat yang didapatkan pada ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 0,08 – 0,49%. Kandungan bahan organik tertinggi didapatkan pada stasiun 1 sebesar 0,49%, sedangkan terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,08%. Secara keseluruhan nilai kandungan organik substrat yang didapatkan dari ketiga stasiun penelitian di Sungai Batang Gadis tergolong sangat rendah. Menurut pusat penelitian tanah (1983) diacu Simamora (2009), yang mengatakan bahwa kriteria tinggi rendahnya kandungan organik substrat atau tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut. <1% : sangat rendah 1%-2% : rendah 2,01%-3% : sedang 3%-5% : tinggi >5,01% : sangat tinggi

Berdasarkan hasil substrat yang dapat dilihat pada Tabel 5 terdapat perbedaan tekstur substrat pada setiap stasiun penelitian. Pada stasiun 1 dan 3 memiliki tekstur substrat yang sama yaitu pasir, sementara pada stasiun 2 memiliki tekstur substrat yaitu pasir dan lempung berpasir. Perbedaan tekstur substrat tersebut karena pada Sungai Batang Gadis terdapat bendungan sehingga sedimen yang masuk ke perairan menumpuk pada satu wilayah.

Tekstur substrat yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berupa pasir dan lempung berpasir. Tekstur substrat tersebut merupakan lingkungan hidup yang kurang baik bagi makrozoobentos sehingga menghasilkan kepadatan dan keanekaragaman yang rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Koesbiono

(14)

(1979) yang menyatakan bahwa dasar perairan yang berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan bentos.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Keanekaragaman dalam komunitas makrozoobentos di sungai Batang Gadis tergolong rendah berkisar 0,626–1,55. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 2 sampling kedua sebesar 1,55 dan indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 3 sampling ketiga sebesar 0,626.

Saran

Diharapkan adanya penelitian

lebih lanjut mengenai

keanekaragaman makrozoobentos pada kondisi musim yang berbeda di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. DAFTAR PUSTAKA

Anzani, Y. M. 2012.

Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di Sungai Ciambulawung, Lebak, Banten. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Ketiga (revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Brower, J. E. H. Z., Jerrold Car. I. N., Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methoda for General Ecology. Thad Edition. USA, Wm.C. Brown Publisher. New York.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.

Fisesa, E. D., I. Setyobudiandi, M. Krisanti. 2014. Kondisi Perairan dan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Depik. 3 (1): 1 – 9.

Hamalainen, M. 1985. Macromia

chaiyaphumensis (Odonata,

Corduliidae) from Northeast

Thailand. Annales

Entomologici Fennici. 51: 105 – 107.

Koesbiono. 1979. Dasar-Dasar Ekologi Umum. Bagian IV (ekologi Perairan). Sekolah Pasca Sarjana Program studi Lingkungan . IPB. Bogor.

Krebs, C. J. 1989.

Experimentalanalysis of Distribution and Abundand. Third Edition. Harper & Prow Publisher. New York.

Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.

Siahaan, R., Andri, I., Dedi, S., Lilik, B.P. 2012. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat Banten. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. IPB.

(15)

Simamora, D.R. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Padang Kota Teping Tinggi. [Skripsi]. Departemen Biologi. USU.

Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. USU.

Siregar, T. R. R. 2009. Studi Keanekaragaman

Makrozoobenthos di Aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. [Skripsi]. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Yeanny, M. S. 2007.

Keanekaragaman

Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan. Jurnal Biologi Sumatera. 2 (2):37 – 41.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian  Metode Pengambilan Sampel
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada sampling  pertama di setiap stasiun penelitian

Referensi

Dokumen terkait

konsultansi IAIN Palangka Raya mengundang Bapak/Ibu Direktur sebagaimana tersebut di atas untuk melakukan pembuktian kualifikasi dengan melihat keaslian dokumen dan

[r]

Berdasarkan hasil perhitungan diper- oleh bukti bahwa kompensasi kerja, disiplin kerja dan sarana prasarana secara bersama- sama maupun sendiri-sendiri mempunyai pengaruh

Tujuannya penulis berharap melalui penulisan ilmiah ini bagi pemula yang baru saja ingin mempelajari Flash serta dapat menggunakan Flash dalam membuat apliksi Stop

Web ini merupakan kumpulan informasi dari buku-buku kehamilan, dimana dalam buku itu penulis kurang puas akan tampilan yang kurang menarik, sehingga penulis mencoba membuat

Pada sesi materi uji pelayanan makan siang setiap peserta diminta untuk melayani tamu sebanyak 3 orang di restoran dengan menu hidangan yang terdiri dari:. 

Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa terdapat perbedaan di dalam perhitungan HPP yang di lakukan perusahaan selama ini dengan metode yang di terapkan oleh penulis.Perbedaan

Kongesti sinusoid dengan keparahan yang semakin meningkat sesuai dengan peningkatan dosis herbisida paraquat diklorida yang diberikan pada setiap tikus pada masing-masing