• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai

Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehinggga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan. Perairan sungai mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk ekosistem yang saling mempengaruhi. Komponen ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Junaidi dkk., 2010).

Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya (Wiwoho, 2005).

Sungai berperan sebagai jalur transportasi terhadap aliran permukaan yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat. Sungai merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme akuatik yang memberikan gambaran kualitas dan kuantitas dari hubungan ekologis yang terdapat didalamnya termasuk terhadap perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia (Barus, 2004). Makrozoobenthos

(2)

Makrozoobenthos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah, mudah ditangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran makrozoobenthos dalam keseimbangan suatu ekosistem perairan dapat menjadi indikator kondisi ekologi terkini pada kawasan tertentu (Petrus dan Andi, 2006 diacu oleh Purnami dkk., 2010). Menurut Barnes (1980) diacu oleh Ruswahyuni (2010) Hewan makrozoobenthos mendapatkan makanan dari dua bagian yaitu mikroalga benthik dan guguran dasar atau detritus yang suatu saat juga dapat tersuspensi oleh adanya pergerakan air.

Makrozoobentos merupakan zoobenthos berukuran lebih dari 1 mm. makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3-5 mm saat pertumbuhannya maksimum. organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Moluska, Nematoda dan Annelida (Suartini dkk., 2006).

Habitat makrozoobenthos dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu infauna dan epifauna. Infauna adalah makrozoobenthos yang hidupnya barada di dalam substrat perairan dengan cara menggali lubang, sebagian besar hewan tersebut hidup sesil. Sedangkan epifauna adalah makrozoobenthos yang hidup di permukaan dasar perairan yang bergerak dengan lambat di atas permukaan sedimen yang lunak atau menempel pada substrat yang keras (Nybakken, 1992).

(3)

kondisi nutrisi lingkungan dan dapat digunakan sebagai biota indikator akan kondisi lingkungan diwilayah perairan (Andri dkk., 2012).

Makrozoobenthos memiliki sifat istimewa di mana kondisi makroskopisnya memungkinkan untuk digunakan sebagai biomonitor. Beberapa jenis dari makrozoobentos salah satunya berasal dari kelas gastropoda diketahui memiliki peran sebagai bioremidiator lingkungan dengan salah satunya ditunjukkan dengan kemelimpahan jumlah/kerapatan untuk sepesies tertentu pada perairan tercemar Selain itu makrozoobenthos juga efektif sebagai bioindikator dikarenakan memiliki respon yang berbeda terhadap suatu bahan pencemar yang masuk dalam perairan sungai dan bersifat immobile (Indrowati dkk., 2012).

Makrozoobenthos umumnya sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya, karena itulah makrozoobenthos ini sering dijadikan sebagai indikator biologis di suatu perairan karena cara hidupnya, ukuran tubuh, dan perbedaan kisaran toleransi diantara spesies di dalam lingkungan perairan. Kelebihan penggunaan makrozoobenthos sebagai indikator pencemaran adalah karena :

1. Mudah ditemukan di habitat perairan.

2. Jumlahnya sangat banyak pada lingkungan yang berbeda jenis benthos yang hidup berbeda pula.

3. Perpindahan atau mobilitasnya sangat terbatas (immobil), sehingga mudah diawasi.

(4)

6. Benthos adalah konsumsi sebagaian besar ikan, sehingga perubahan pada komunitas benthos dapat mempengaruhi jaring-jaring makanan di perairan (Nugroho, 2006).

Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobenthos

Menurut Nybakken (1992) faktor fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi, oleh karena itu selain malakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobenthos, perlu juga dilakukan pengamatan terhadap faktor fisik-kimia perairan karena antara faktor saling berinteraksi. Faktor fisika dan kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos di antaranya adalah sebagai berikut.

Suhu

Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000).

(5)

Kenaikan suhu air yang demikian akan berakibat pada percepatan masa perkembangan hewan sampai 3 kali lipat (Barus, 2004).

Disolved Oxygen (DO)

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu

perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting dalam ekosistem perairan terutama untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organnisme air (Barus, 2004).

Oksigen terlarut didalam air dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan udara yang masuk melalui proses difusi yang secara lambat menembus permukaan air. Kelarutan oksigen di dalam air bergantung pada keadaan suhu, pegolakan di permukaan air, luasnya permukan air yang terbuka bagi atmosfer dan persentase oksigen di udara sekelilingnya (Sinaga, 2009).

Menurt Sastrawijaya (1991) kehidupan oganisme dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimal sebanyak 5 mg/l seta selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemaran, temperatur dan sebaliknya.

Biochemical Oxigen Demand (BOD)

(6)

mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian (Barus, 2004).

Nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai

5 ml/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik apabila konsumsi O2 berkisar 10

ml/l-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang

tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih dari 100 mg/l (Brower dkk., 1990).

Bahan Organik

(7)

yang lebih intensif, pertukaran air ini akan mengakibatkan terjadinya distribusi oksigen kandungan oksigen terlarut lebih tinggi (Setiawan, 2008).

pH

Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor yaitu : kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi

garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan (Sutika, 1989).

Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

Substrat Dasar

(8)

pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos (Koesoebiono, 1979).

Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan dari predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan tanah liat menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi organisme yang hidup di dasar perairan (Lailli dan Parsons, 1993 diacu oleh Sinaga, 2009). Dasar perairan yang berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan bentos (Koesoebiono, 1979). Substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobentos sehingga bisa mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar (Odum, 1994).

Arus

Arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran yang deras, kecepatan arus mempengaruhi keadaan substrat dasar yang merupakan faktor yang sangat

menentukan komposisi hewan benthik. Substrat berbatu dapat menyediakan

Referensi

Dokumen terkait

Arus sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan Garing, arus pada stasiun IV sangat tinggi dan pergerakan airnya lambat sehingga ikan Garing yang terdapat pada stasiun IV

Perairan Sungai Bingai tidak memiliki jenis makrozoobenthos yang mendominansi karena nilai yang diperoleh mendekati 0.. Kata Kunci : Sungai Bingai, Komunitas Makrozoobentos,

jenis makrozoobenthos yang terdiri atas lima kelas dari empat filum yang berbeda. Kelima kelas tersebut adalah; kelas Gastropoda dan Bivalva filum

Modang Kunyit merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang memiliki daun agak lebar terdapat pada Gambar 19 (b), batang berwarna kekuningan dan memiliki miyang atau bulu

Pengolahan emas tradisional yang terdapat pada stasiun III ini dengan menggunakan bahan merkuri juga sangat meresahkan masyarakat karena limbahnya langsung dibuang

peran sebagai bioremidiator lingkungan dengan salah satunya ditunjukkan dengan kemelimpahan jumlah/kerapatan untuk spesies tertentu pada perairan tercemar Selain itu

Sedangkan Zat berbahaya yang digunakan untuk menyatukan serbuk hitam agar menjadi emas yaitu air raksa, kandungannya ini akan menimbulkan zat pencemar di dalam air sungai Batang

juga merupakan ikan yang sangat toleran terhadap suhu sehingga jumlah kelimpahannya berbeda pada setiap stasiun.Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret sampai April 2014.Sampel