KAJIAN BISNIS BUDIDAYA Kappaphycus alvarezii TERHADAP
PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PENDAPATAN DI DESA
RANOOHA RAYA KECAMATAN MORAMO
The Study of The Business Kappaphycus alvarezii on the Employment and Income in the Village Ranooha Raya Moramo Districts
1)
Sulasri Kasa Napsiri, 2)Akhmad Mansyur, dan 3)Nurdiana A
Jurusan/Program Studi Agribisnis Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo. Kampus Hijau Tridarma Anduonohu Kendari 93232
Email : 1)sahidshula78@gmail.com, 2)blackbet_ala@yahoo.co.id, 3)diana_firazufpsd@yahoo.co.id ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi penyerapan tenaga kerja keluarga dan luar keluarga dalam usaha budidaya rumput laut serta mengetahui pendapatan yang dicapai nelayan dari usaha budidaya rumput laut. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ranooha Raya Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan pada bulan Mei 2015. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut digunakan analisis alokasi tenaga kerja, analisis pendapatan dan analisis klasifikasi relatif. Sebagai hasil, diperoleh bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga pada kategori sedang yaitu (93-139 HKP/tahun) dengan rata-rata sebesar 116 HKP/tahun. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada kategori sedang (105-158 HKP/tahun), dengan rata-rata sebanyak 132 HKP/tahun. Diperoleh pula bahwa pendapatan keluarga pada kategori sedang (31.733.135-47.638.822 IDR/tahun), dengan rata-rata sebesar 39.685.979 IDR/tahun. Untuk pendapatan luar keluarga pada kategori sedang (5.796.089-8.701.279 IDR/tahun), dengan rata-rata sebesar 7.248.684 IDR/tahun. Dengan demikian, diharapkan bahwa budidaya rumput laut lebih meningkatkan pendapatan tenaga kerja keluarga maupun luar keluarga.
Kata Kunci : Budidaya rumput laut, klasifikasi, pendapatan, tenaga kerja ABSTRACT
This study aims: (1) to Determine the employment classification family and outside the family in the business seaweed (2) to know the revenues achieved fishermen from business seaweed. This research was conducted in the village of Ranooha Raya, Moramo districk, South Konawe in May 2015. The Efforts to achieve these objectives the allocation of labor use analysis, income analysis and analysis of the relative classification. The result of this study showed that the use of family labor contained the medium category (93-139 HKP/years) with the average of 116 HKP/years. The use of labor outside the family contained in the medium category (105-158 HKP/years) with the average 0f 132 HKP/year. Retrieved also that family income is contained in the medium category (Rp31,733,135-Rp47,638,822/years) with the average of Rp39,685,979/years. For labor income outside the family are in the medium category (Rp5,796,089-Rp8,701,279/years) with the average of Rp7,248,684/years. Thus, it is expected that business seaweed further increase the use of labor in order to increase labor income family and outside the family.
Keywords: Seaweed cultivation, classification, revenue, labour PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan sumber daya hayati yang hidup di wilayah pesisir dan laut. Rumput laut juga dapat dikatakan
sebagai sumber daya yang strategis dilihat dari manfaat ekologi dan ekonomisnya. Manfaat ekologi rumput
31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSEP energi bagi lingkungan perairan di
sekitarnya. Kemampuan rumput laut
melakukan fotosintesis telah
menjadikannya sumber energi bagi berbagai jenis biota yang meng-konsumsinya, seperti ikan, udang dan bulu babi. Selain itu rumput laut juga sebagai indikator pencemaran. Apabila terjadi pencemaran di perairan laut, maka pertumbuhan rumput laut akan menurun demikian juga dengan jumlahnya. Namun, apabila kondisi perairan mulai membaik, maka pertumbuhan dan jumlahnya akan meningkat kembali, sehingga rumput laut dapat digunakan sebagai indikator dalam pencemaran pantai (Anggadiredja
et al., 2006).
Ditinjau dari aspek ekonominya yaitu rumput laut dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan dan obat. Sebagai bahan makanan, rumput laut dikonsumsi dalam bentuk lalapan (dimakan mentah), dibuat acar, asinan dll. Dibidang pengobatan, beragam rumput laut telah banyak digunakan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit. Sebagai entipiretik, digunakan jenis sarrgassum siliquosum, sebagai obat cacing (anthelmintik dan
vermifuges) dll. Selain digunakan
sebagai bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang merupakan hidrokoloid seperti agar, karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan dalam berbagai industri. Produk formulasi agar, banyak digunakan pada industri farmasi, kosmetik, makanan dan minuman, cetakan gigi, kultur jaringan dan foto grafis (Anggadiredja et al., 2006). Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam program revitalisasi perikanan disamping udang dan tuna. Beberapa hal yang menjadi
bahan pertimbangan dan juga
keunggulannya, diantaranya: peluang
pasar ekspor yang terbuka luas, harga relatif stabil, juga belum ada batasan atau kuota perdagangan bagi rumput laut; teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat memberikan keuntungan; kebutuhan modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tidak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja (Anggadiredja et al., 2006). Penyerapan tenaga kerja diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan
menyebabkan tingginya angka
pengangguran. Angka pengangguran yang meningkat akan mengakibatkan pemborosan sumberdaya dan potensi angkatan kerja yang ada, meningkatkan beban masyarakat, sumber utama kemiskinan dan mendorong terjadinya peningkatan keresahan sosial, serta manghambat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang (Vitalia, 2014). Masalah yang dihadapi ketenaga kerjaan meliputi, pertumbuhan jumlah penduduk tiap tahun, menyebabkan jumlah angkatan kerja juga meningkat. Peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut, jika tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai, tentunya akan menciptakan pengangguran. Masalah pengangguran tersebut merupakan masalah yang serius dalam bidang ketenaga kerjaan karena pengangguran telah lama dipandang sebagai penyebab utama kemiskinan. Oleh karena itu, penduduk yang besar dan terus bertambah tiap tahunnya harus dimanfaatkan semaksimal mungkin
untuk pembangunan terutama penempa-tan tenaga kerja sebagai salah satu modal pembangunan (Vitalia, 2014).
Salah satu usaha yang dapat membantu penyerapan tenaga kerja adalah usaha budidaya rumput laut. Usaha ini sudah sangat banyak dilakukan di kalangan masyarakat salah satunya di Sulawesi Tenggara khususnya di perairan Teluk Staring Kabupaten Konawe Selatan. Perairan Teluk Staring ini tergolong perairan yang cukup potensial dalam pengembangan budidaya rumput laut. Hal ini dikarenakan kondisi fisik perairan Teluk Staring bervariasi, wilayah sisi utara bagian pertengahannya relatif terbuka oleh pengaruh ombak, angin dan arus yang relatif kuat. Sementara sisi selatan dan sisi timurnya relatif terlindung (Rahman et al., 2013). Perairan Teluk Staring meliputi empat kecamatan yaitu Kecamatan La Onti,
Kecamatan Moramo, Kecamatan
Moramo Barat dan Kecamatan Abeli. Keempat Kecamatan tersebut potensi budidaya rumput laut terbesar terdapat di Kecamatan Moramo khususnya di Dusun Beroro Desa Ranooha Raya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahman et
al. (2013) bahwa Dusun Beroro Desa
Ranooha Raya yang posisinya berada di bagian selatan Perairan Teluk Staring, kondisi fisiknya relatif cukup terlindung dan relatif sepi oleh aktivitas transportasi laut masyarakat.
Sebagian besar wilayah Desa Ranooha merupakan wilayah pesisir, sehingga masyarakat pada umumnya merupakan nelayan dan berprofesi sebagai petani rumput laut yang memanfatkan luas laut yang dimiliki sebagai mata pencaharian utama (Abdan et al., 2013). Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Desa
Ranooha Raya adalah jenis
Kappaphycus alvarezii. Jenis ini biasa
dipasarkan dalam bentuk gelondongan baik dalam keadaan rumput laut basah maupun rumput laut kering. Jenis-jenis kegiatan dalam usaha budidaya rumput laut adalah persiapan budidaya (persiapan lahan, tali dan bibit), peng-ikatan bibit, penanaman, pemeliharaan, panen dan penjemuran. Jenis-jenis kegiatan budidaya tersebut membutuh-kan tenaga baik itu tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Usaha tersebut dapat meningkatkan pendapatan nelayan itu sendiri sebagai pelaku budidaya dan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja sewaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mengkaji bagaimana bisnis budidaya rumput laut terhadap pen-ciptaan lapangan kerja serta meningkat-nya pendapatan masyarakat di Desa Ranooha Raya Kecamatan Moramo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi penyerapan tenaga kerja keluarga dan luar keluarga dalam usaha budidaya rumput laut dan untuk mengetahui klasifikasi pendapatan nelayan dan pendapatan masyarakat sekitar dari usaha budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Ranooha Kecamatan Moramo
Kabupaten Konawe Selatan. Waktu pelaksanaan selama 3 bulan (Mei s/d Juli 2015). Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja, dengan pertimbangan bahwa Teluk Staring
merupakan kawasan budidaya
perencanaan Kabupaten yang mulai menerapkan kegiatan bisnis rumput laut sampai dalam bentuk olahan.
33 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSEP Populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian (Rianse & Abdi, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya yang berjumlah 60 orang.
Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana (simple
random sampling). Penentuan jumlah
sampel dihitung dengan menggunakan rumus slovin (Sujarweni & Endrayanto, 2012) sebagai berikut: n = = = 38 orang Dimana:
n = Jumlah sampel (orang) N = Jumlah populasi (orang) e = Derajat kesalahan (10%) Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Analisis Penyetaraan Tenaga Kerja Menurut Hernanto (1995) dalam Alam (2013) penggunaan dan ketersediaan tenaga kerja keluarga dihitung berdasarkan setara tenaga kerja pria (men equivalent) yakni :
1 Pria = 1 HKP = 7 Jam 1 Wanita = 0,7 HKP = 0,7 x 7 Jam 1 Anak-anak = 0,5 HKP = 0,5 x 7 Jam 2. Analisis Penerimaan
Mengitung penerimaan (revenue) menurut Kordi & Ghufran (2011) adalah sebagai berikut :
TR = P X Q
Dimana :
TR = Total Penerimaan (Rp) P = prise atau harga (Rp)
Q = quantity atau jumlah produksi (Kg)
3. Analisis Klasifikasi Relatif
Menjawab tujuan dari penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah :
a. Rumus standar deviasi dalam
Junaidi & Wigati (2011) adalah sebagai berikut: s = √∑ ̅ Keterangan : s = standar deviasi = data ke x ̅ = rata-rata n = jumlah data ke n b. Rumus rata-rata dalam Junaidi dan
Wigati (2011) adalah sebagai berikut: ̅ = ∑ Keterangan : ̅ = rata-rata ∑ jumlah data x n = jumlah data ke n Dengan menggunakan rumus ini akan mengikuti kriteria sebagai berikut : 1. Jika ˂ ( ̅-sdx) kelas rendah. 2. Jika ˂ ( ̅+sdx) pendapatan
sedang.
3. Jika ( ̅+sdx) kelas tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Letak dan luas wilayah
Desa Ranooha Raya terletak di Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan. Desa ini merupakan Desa kawasan pesisir. Desa Ranooha Raya berjarak ± 8 km dari ibukota Kecamatan
Moramo. Secara umum topografi Desa Ranooha Raya memiliki tanah basah 230 ha, tanah sawah 120 ha, tanah kering 185 ha dan tanah kebun 2 ha. Karena Desa ini merupakan kawasan pesisir sehingga sangat cocok untuk pengembangan budidaya rumput laut. Desa Ranooha Raya memiliki luas wilayah 2.640,5 Ha. Secara administratif Desa Ranooha Raya adalah bagian dari pemerintahan Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan Gunung Kuni-kuni
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Moramo
Sebelah timur berbatasan dengan Laut
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Moramo
Usaha budidaya tambak di Desa Ranooha Raya sudah dimulai sekitar tahun 1980 dengan mengkonversi hutan
mangrove yang berjarak ± 300 m dari garis pantai (Ruslaini & Iba, 2011).
Keadaan penduduk
Penduduk yang berkualitas dapat dilihat dari usia produktif. Produktif tidaknya umur seseorang tentunya akan berpengaruh terhadap kemampuan kerja, cara berpikir dan tingkat respons terhadap suatu inovasi. Seseorang dengan usia relatif muda (produktif) biasanya akan lebih terampil dan dinamis dalam melakukan tindakan bila dibandingkan dengan orang yang berusia tidak produktif. Usia tidak produktif berada pada kisaran umur 1-14 tahun, usia produktif pada usia kisaran 15-55 tahun dan tidak produktif kisaran usia ˃ 55 tahun (Mubyarto, 1987). Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan penduduk Desa Ranooha Raya berdasarkan kelompok umur jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Penduduk Desa Ranooha Raya berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Tahun 2015
Kelompok Umur (tahun)
Jenis kelamin
Jumlah (Jiwa) Presentase (%) Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) 1-14 15-55 >55 73 150 49 89 126 59 162 276 108 29,67 50,55 19,78 Jumlah 272 274 546 100,00
Sumber: Data potensi Desa Ranooha Raya
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Ranooha Raya sebanyak 546 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 272 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 274 jiwa. Jumlah presentase terbesar terdapat pada penduduk dengan kelompok umur 15 tahun s/d 55 tahun dengan jumlah presentase sebesar 50,55%. Ini menun-jukkan bahwa potensi tenaga kerja di Desa Ranooha Raya sangat besar dilihat
dari banyaknya penduduk yang berada pada usia produktif.
Karakteristik budidaya rumput laut Luas lahan
Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas wilayah permukaan laut yang digunakan sebagai lahan pembudidayaan rumput laut yang dinyatakan dalam satuan ha. Luas lahan
35 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSEP budidaya mempunyai kaitan yang erat
dengan input lainnya, dengan demikian semakin luas lahan yang digunakan maka semakin besar pula input yang diberikan. Kategori penggunaan luas lahan nelayan budidaya rumput laut diklasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori sempit, sedang dan luas.
Kategori sempit yaitu luas lahan dibawah 2,8 ha, untuk kategori sedang yaitu luas lahan dari 2,8 ha s/d 4,2 ha dan untuk kategori luas yaitu luas lahan diatas 4,2 ha. Lebih jelasnya mengenai klasifikasi penggunaan luas lahan nelayan budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah responden berdasarkan klasifikasi relatif dari luas lahan usaha budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya
Kategori Responden (orang) Presentase (%)
Sempit (<2,8 ha) 1 2,6
Sedang (2,8 ha s/d 4,2 ha) 32 84,2
Luas (>4,2 ha) 5 13,2
Jumlah 38 100,00
Sumber: Data primer yang telah diolah, 2015
Tabel 2 menunjukkan bahwa kategori penggunaan lahan oleh nelayan terbanyak pada kategori sedang dengan jumlah nelayan sebanyak 27 orang dengan presentase 71,05%. Kategori luas dengan jumlah nelayan sebanyak 5 orang atau 13,2% dan kategori sempit dengan jumlah nelayan sebanyak 1 orang atau 2,6%. Rata-rata luas lahan nelayan budidaya rumput laut sebesar 3,6 ha. Luasnya lahan yang digunakan nelayan tergantung pada jumlah bentangan yang dimilikinya hal ini sesuai dengan pernyataan Rangka & Paena (2012) bahwa penggunaan lahan oleh nelayan digunakan sesuai dengan jumlah bentangan tali yang dimiliki oleh tiap-tiap petani dan penguasaan lahan tersebut tidak dimiliki secara permanen tetapi hanya dikuasai sepanjang mereka melakukan kegiatan budidaya.
Produksi
Berdasarkan hasil wawancara bahwa nelayan memproduksi rumput laut sebanyak 5 kali dalam setahun. Pemanenan dilakukan setelah rumput laut berumur 45 hari. Produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil akhir dari budidaya rumput laut yaitu rumput laut kering yang dinyatakan dalam satuan kilogram. Tingkat produksi nelayan budidaya rumput laut diklasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori sedang, rendah dan tinggi. Kategori rendah dibawah 4.533 kg/tahun, kategori sedang dari 4.533 kg/tahun s/d 6.806 kg/tahun dan kategori tinggi diatas 6.806 kg/tahun. Distribusi responden kedalam klasifikasi yang dimaksud disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah responden berdasarkan klasifikasi relatif dari nilai produksi usaha budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya
Kategori Responden (orang) Presentase (%)
Rendah (< 4.533 Kg) 1 2,6
Sedang (4.533 Kg s/d 6.806 Kg) 32 84,2
Tinggi (> 6.806 Kg) 5 13,2
Jumlah 38 100,00
Tabel 3 menunjukkan bahwa klasifikasi produksi nelayan terbanyak terdapat pada kategori sedang dengan jumlah nelayan sebanyak 32 orang atau 73,68%. Kategori tinggi jumlah nelayan sebanyak 5 orang atau 13,2% sedangkan kategori rendah jumlah nelayan sebanyak 1 orang atau 2,6%. Rata-rata produksi rumput laut kering sebanyak 5.669 kg/tahun. Meningkatkan jumlah produksi rumput laut dilakukan dengan penambahan panjang bentangan yang dimiliki nelayan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sambo et al. (2012) bahwa yang berpengaruh terhadap produksi rumput laut adalah panjang bentangan. Sama halnya dengan bibit, apabila ditambahkan maka dapat meningkatkan produksi rumput laut. Penambahan luas bentangan akan menambah 1 kg/ha/ siklus, dapat meningkatkan produksi rumput laut sejumlah 1.01 kg/kering/ ha/siklus.
Klasifikasi Penyerapan Tenaga Kerja Keluarga
Menurut Soeharjo & Patong (1973), bahwa tenaga kerja dalam usaha tani dibedakan menjadi dua macam yaitu berdasarkan asal dan jenisnya. Berdasarkan asalnya tenaga kerja
di-bedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga, sedangkan berdasarkan jenisnya dibeda-kan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Sehingga untuk menga-tasinya digunakan jumlah tenaga kerja setara pria atau hari kerja pria (HKP). Satu tenaga kerja pria yang bekerja 7 jam per hari sama dengan 1 HKP. Satu tenaga kerja wanita sama dengan 0,7 HKP dan anak-anak setara dengan 0,5 HKP.
Penyerapan tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan tenaga kerja dari kegiatan budidaya rumput laut baik itu tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja keluarga terdapat pada kegiatan per-siapan budidaya (lahan, bibit dan tali), penanaman, pemeliharaan, panen dan penjemuran. Klasifikasi penyerapan tenaga kerja keluarga diklasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori sedang, rendah dan tinggi. Kategori rendah dibawah 93 HKP/tahun, kategori sedang dari 93 HKP/tahun s/d 139 HKP/tahun dan untuk kategori tinggi diatas 139 HKP/tahun. Distribusi responden kedalam klasifikasi relatif yang dimaksud disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah responden berdasarkan klasifikasi relatif dari penyerapan tenaga kerja keluarga usaha budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya
Kategori Responden (orang) Presentase (%)
Rendah (< 93 HKP) 1 2,6
Sedang (93 HKP s/d 139 HKP) 32 84,2
Tinggi (> 139 HKP) 5 13,2
Jumlah 38 100,0
Sumber: Data primer yang telah diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa distribusi responden yang dominan untuk penyerapan tenaga kerja keluarga usaha budidaya rumput laut terdapat pada kategori sedang yaitu sebesar 84,2%. Salah satu faktor penyebab adanya dominansi tersebut dapat
dikaitkan dengan jumlah penduduk dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja keluarga. Ketersediaan tenaga kerja pada usia produktif sebanyak 1.667 HKP dan rata-rata penyerapan tenaga kerja keluarga sebesar 116 HKP/tahun, dengan demikian rasio antara keduanya sebesar
37 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSEP 0,07. Ini berarti bahwa hanya 7% tenaga
kerja yang diserap dari jumlah tenaga kerja tersedia. Hal ini membuktikan bahwa memang penyerapan tenaga kerja keluarga belum optimal sehingga masuk pada kategori sedang.
Klasifikasi Penyerapan Tenaga Kerja Luar Keluarga
Selain tenaga kerja keluarga, kegiatan budidaya rumput laut juga membutuhkan
tenaga kerja luar keluarga khususnya untuk kegiatan pengikatan bibit. Klasifikasi penyerapan tenaga kerja luar keluarga diklasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori sedang, rendah dan tinggi. Kategori rendah dibawah 105 HKP/tahun, kategori sedang dari 105 HKP/tahun s/d 158 HKP/tahun dan kategori tinggi diatas 158 HKP/tahun. Distribusi responden kedalam klasifikasi relatif dimaksud disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah responden berdasarkan klasifikasi relatif dari penyerapan tenaga kerja luar keluarga usaha budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya
Kategori Responden (orang) Presentase (%)
Rendah ( < 105 HKP) 1 2,6
Sedang (105 HKP s/d 158 HKP) 32 84,2
Tinggi (> 158 HKP) 5 13,2
Jumlah 38 100,0
Sumber: Data primer yang telah diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa distribusi responden yang dominan untuk klasifikasi penyerapan tenaga kerja luar keluarga terdapat pada kategori sedang sebanyak 84,2%. Salah satu faktor penyebab adanya dominansi tersebut dapat dikaitkan dengan jumlah penduduk dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja luar keluarga. Ketersediaan tenaga kerja pada usia produktif sebanyak 1.667 HKP dan rata-rata penyerapan tenaga kerja luar keluarga sebesar 132 HKP/tahun, dengan demi-kian, rasio antara keduanya sebesar 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 8% tenaga kerja luar keluarga yang diserap dari jumlah tenaga kerja tersedia.
Berdasarkan perbandingan kedua rasio tersebut dapat dikatakan bahwa, pe-nyerapan tenaga kerja untuk usaha budidaya rumput laut belum optimal. Hal ini karena ketersediaan tenaga kerja berjumlah banyak namun penggunaan-nya masih sangat sedikit. Salah satu cara untuk meng-optimalkannya adalah dengan meningkatkan alokasi waktu
kerja. Alokasi waktu kerja dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan luas lahan oleh nelayan. Semakin luas lahan maka akan semakin tinggi pula alokasi waktu kerja yang digunakan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan bantuan kepada nelayan.
Klasifikasi Pendapatan Keluarga
Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan kotor yang diperoleh nelayan dalam kurung waktu satu tahun yang dinyatakan dalam satuan Rp/thn, baik pendapatan nelayan itu sendiri maupun pendapatan tenaga kerja sewaan. Pendapatan kotor merupa-kan hasil perkalian antara produksi rumput laut dengan harga jual. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rumagit et al. (2011) bahwa penerimaan atau pendapa-tan kotor dapat diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik itu yang dipasarkan maupun tidak. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jualnya. Berdasarkan wawancara bahwa harga rumput laut kering yang dijual nelayan sebesar Rp7.000/kg. Klasifikasi pendapatan nelayan budidaya rumput laut diklasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori sedang, rendah dan tinggi. Kategori rendah
dibawah Rp31.733.135/tahun, kategori sedang dari Rp31.733.135/tahun sampai dengan Rp47.638.822/tahun, dan kategori tinggi diatas Rp47.638.822/ tahun. Distribusi responden kedalam klasifikasi relatif dimaksud disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Jumlah responden berdasarkan klasifikasi relatif dari nilai pendapatan keluarga usaha budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya
Kategori Responden (orang) Presentase (%)
Rendah (< Rp31.733.135) 1 2,6
Sedang (Rp31.733.135 s/d Rp47.638.822) 32 84,2
Tinggi (>Rp31.733.135) 5 13,2
Jumlah 38 100,0
Sumber: Data primer yang telah diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa distribusi responden terbanyak untuk klasifikasi pendapatan keluarga terbanyak pada kategori sedang sebanyak 84,2%. Salah satu faktor penyebab adanya dominansi tersebut dapat dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja yang sampai saat ini masih juga terdapat pada kategori sedang. Jika penyerapan tenaga kerja keluarga sebesar 1 HKP maka dapat meningkat pendapatan sebesar Rp249.588/tahun. Sampai saat ini kecenderungan perubah-an pendapatan masih mengikuti kecenderungan perubahan tenaga kerja. Dengan demikian hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa semakin besar penyerapan tenaga kerja maka akan semakin besar pula pendapatan yang diperoleh.
Klasifikasi Pendapatan Luar Keluarga
Pendapatan luar keluarga dalam budidaya rumput laut adalah pendapatan yang diterima dari upah sebagai tenaga kerja sewaan dalam kegiatan budidaya rumput laut. Nelayan menggunakan tenaga kerja sewaan pada kegiatan
pengikatan bibit. Hal ini karena waktu pengikatan bibit yang digunakan terbatas sedangkan bibit yang diikat dalam jumlah yang banyak sehingga kebutuhan tenaga kerja, tidak terlepas dari tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja yang terlibat dalam mempersiapkan bibit rumput laut dan mengikatnya pada tali bentangan yang di hargai Rp7.000 (per-bentangan) dilakukan sepenuhnya oleh tenaga kerja perempuan. Ada persepsi yang berkembang dan disepakati ber-sama oleh laki-laki (pembudidaya) akan eksistensi (keterlibatan) perempuan dalam pengikatan bibit rumput laut bahwa perempuan dipersepsikan sebagai orang yang bekerja lebih teliti, lebih rapi dan lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki yang ceroboh, dan tidak cepat. Klasifikasi pendapatan tenaga kerja sewaan budidaya rumput laut di-klasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori sedang, rendah dan tinggi. Kategori rendah dibawah Rp5.796.089/ tahun, kategori sedang dari Rp5.796.089/ tahun s/d Rp8.701.279/tahun, dan kategori tinggi diatas Rp8.701.279/ tahun. Distribusi responden kedalam klasifikasi relatif dimaksud disajikan pada Tabel 7.
39 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSEP Tabel 7 Jumlah responden berdasarkan klasifikasi relatif dari nilai pendapatan luar keluarga
usaha budidaya rumput laut di Desa Ranooha Raya
Kategori Responden (orang) Presentase (%)
Rendah (<Rp5.796.089) 1 2,6
Sedang (Rp5796089 s/d Rp8.701.279) 32 84,2
Tinggi (>Rp8.701.279) 5 13,2
Jumlah 38 100,0
Sumber: Data primer yang telah diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa distribusi responden terbanyak untuk klasifikasi pendapatan luar keluarga terbanyak pada kategori sedang sebanyak 84,2%. Salah satu faktor penyebab adanya dominansi tersebut dapat dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja yang sampai saat ini masih juga terdapat pada kategori sedang. Jika penyerapan tenaga kerja luar keluarga sebesar 1 HKP maka dapat meningkat pendapatan sebesar Rp54.974/tahun. Berdasarkan perbandingan rasio keduanya dapat dikatakan bahwa sampai saat ini penyerapan tenaga kerja untuk kegiatan budidaya rumput laut dapat meningkatkan pendapatan nelayan, karena setiap peningkatan penyerapan tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Jufri (2014) bahwa setiap penambahan 1% penggunaan tenaga kerja maka akan meningkatkan jumlah produksi sebesar
0,239%. Namun tidak menutup
kemungkinan bahwa nantinya
peningkatan penyerapan tenaga kerja justru dapat merugikan nelayan karena biaya yang dikeluarkan untuk upah lebih besar daripada jumlah produksi yang dihasilkan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Klasifikasi penyerapan tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga dalam usaha budidaya
rumput laut diklasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori sedang, rendah dan tinggi. Penyerapan tenaga kerja keluarga terdapat pada kategori sedang. Demikian pula dengan penyerapan tenaga kerja luar keluarga juga terdapat pada kategori sedang.
2. Klasifikasi pendapatan keluarga dan pendapatan luar keluarga dalam usaha budidaya rumput laut diklasifikasikan dengan klasifikasi relatif yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Pendapatan keluarga terdapat pada kategori sedang. Demikian pula dengan pendapatan luar keluarga juga terdapat pada kategori sedang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdan A., Rahman & Ruslaini. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan
Karagenan Rumput Laut
(Eucheuma spinosum)
Menggunakan Metode Long Line. Jurnal Mina Laut Indonesia, 3(12): 113–123.
Alam A. 2013. Curahan Waktu Kerja
Keluarga Pada Usaha
PeternakanKambing di
Kecamatan LeihituKabupaten Maluku Tengah. Jurnal Ilmu
Ternak dan Tanaman.Universitas
Diponerogo, 3(2):51-55.
Anggadiredjo JT. Zatnika. Purwoto & Istini. 2006. Rumput Laut.
Penebar Swadaya. Jakarta. 133hal.
Jufri M. 2014. Pengaruh Luas Petakan dan Penggunaan Tenaga Kerja Terhadap Produksi Rumput Laut
Cottonii, sp. di Desa Ranooha
Raya Kecamatan Moramo
Kabupaten Konawe Selatan.
Skreipsi. Universitas Halu Oleo.
Kendari.
Junaidi & Wigati. 2011. Analisis Parameter Statistik Butiran Sedimen Dasar Pada Sungai Alamiah (Studi Kasus Sungai
Krasak Yogyakarta) di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jurnal Wahana Teknik
Sipil, 16(2): 46-57.
Kordi K & Ghufran M. 2011. Budidaya
22 Komuditas Laut Untuk
Konsumsi Lokal dan Ekspor.
Penerbit Andi. Yogyakarta. Rahman A, Abdul M.B. Ruslaini.
Nurdiana A., Patadjai & Akhmad M. 2013. Penerapan Teknologi
Intensifikasi Rumput Laut Dalam
Mendukung Pengembangan
UKM Di Perairan Teluk Staring
Kabupaten Konawe Selatan.
Universitas Halu Oleo. Kendari. Rangka N.A & Paena M. 2012. Potensi
Dan Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus
alvarezii) Di Sekitar Perairan
Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
4(2): 151-159.
Rianse U & Abdi. 2009. Metode
Penelitian Sosial dan Ekonomi.
Alfabeta. Bandung.
Rumagit G.A.J., Porajouw & Mirah. 2011. Pendapatan Usahatani
Kacang Tanah Di Desa
Kanonang II Kecamatan
Kawangkoan. J. ASE, 7(2):22-28. Ruslaini & Iba, W. 2011. Studi Kondisi Kualitas Air Budidaya Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada Tambak Tanah Sulfat Masam
(Studi Kasus di Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara). Jurnal Aqua Hayati, 7(3):189-195.
Sambo L., Benyamin & Barkey. 2012. Strategi Keberlanjutan Budidaya Rumput Laut Masyarakat Pesisir Kabupaten Luwu. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Sujarweni W & Endrayanto. 2012.
Statistik Untuk Penelitian. Graha
Ilmu Yogyakarta. Hal 218.
Vitalia DR. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Di Kabupaten
Semarang. Universitas