• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Nomor : 071/PUU-II/2004;001,002/PUU-III/2005

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH

PANEL HAKIM

MENDENGAR KETERANGAN SAKSI DARI PEMOHON

PERKARA NOMOR

071/PUU-II/2004

001/PUU-III/2005

002/PUU-III/2005

PENGUJIAN UU NO. 23 TAHUN 2003 MENGENAI

PENGUJIAN UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

TERHADAP UUD 1945

SENIN, 14 FEBRUARI 2005

JAKARTA

2005

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH

PANEL HAKIM

MENDENGAR KETERANGAN SAKSI DARI PEMOHON

PERKARA NOMOR

071/PUU-II/2004

001/PUU-III/2005

002/PUU-III/2005

PENGUJIAN UU NO. 23 TAHUN 2003 MENGENAI

PENGUJIAN UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

(PKPU)

TERHADAP UUD 1945

I. KETERANGAN 1. H a r i : Senin 2. Tanggal : 14 Februari 2005 3. Waktu : 10.05 - 11. 53 Wib

4. Tempat : Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi

Jl. Medan Merdeka Barat No. 7

Jakarta Pusat

5. Susunan Persidangan :

1. Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. ( K e t u a )

2. Prof. Dr. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. ( Anggota )

3. H. ACHMAD ROESTANDI, S.H. ( Anggota )

4. Prof. H.A. SYARIFUDDIN NATABAYA, S.H., LLM ( Anggota )

5. Dr. HARJONO, S.H., MCL. ( Anggota )

6. I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., MH. ( Anggota )

7. Prof. H.A. MUKHTIE FADJAR, S.H. ( Anggota )

8. MARUARAR SIAHAAN, S.H. ( Anggota )

9. SOEDARSONO, S.H. ( Anggota )

6. Pemohon : Lucas, S.H., Dkk

7. Panitera Pengganti : Edi Purwanto, S.H.

Cholidin Nasir, S.H. Ida Ria Tambunan, S.H.

(3)

JALANNYA SIDANG

SIDANG DIBUKA PUKUL 10.05 WIB

1. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera.

Dengan ini Sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam rangka Pengujian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

KETUK 1X

Saudara-saudara, sebelum kita mulai seperti biasa saya persilakan pihak-pihak yang hadir dalam sidang ini untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Silakan yang nomor 1 adalah Saudara Pemohon. Karena Pemohonnya ini menyangkut 3 perkara, masing-masing Pemohon Perkara Nomor 071/PUU-II/2004, Perkara 001/PUU-III/2005 dan Perkara 002/PUU-III/2005, saya persilakan berurutan atau Kuasanya sama saja.

Saya persilakan.

2. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Terima kasih Majelis Hakim yang kami hormati.

Kami memperkenalkan diri bahwa kami adalah Kuasa Hukum dari Perkara 071/PUU-II/2004, di mana kami mewakili Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi. Demikian juga untuk perkara 001/PUU-III/2005, kami mewakili Saudara Aryunia Purnama. Dan untuk Perkara 002/PUU-III/2005, kami mewakili Suharyanti selaku Pemohon.

Kami adalah para advokat yang memilih domisili hukum di Kantor

Lucas, S.H. and Partners, Wisma Metropolitan I Lt. 14 Jakarta, di mana kami

yang hadir di depan ini adalah saya sendiri bernama Lucas, sebelah kanan saya Tisye Erlina Yunus, selanjutnya Suwandi Halim, selanjutnya Sony Wicaksono dan di sebelahnya lagi Muhammad Azhary dan terakhir adalah Tomy Siregar. Demikian penjelasan kami selaku Pemohon dan Kuasa.

Di belakang kami adalah Nur Asiah, juga selaku Kuasa, di sampingnya adalah Wiwi (asisten), di sampingnya lagi Vinda Mayangsari, juga selaku Kuasa dan terakhir Renti Gultom juga selaku Kuasa.

3. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, selamat datang.

(4)

4. PEMERINTAH ABDUL GANI ABDULLAH (DIRJEN PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya sendiri Abdulgani Abdullah Dirjen Peraturan Perundangan Departemen Hukum dan HAM, yang sedianya mewakili Menteri Hukum dan HAM tapi Surat Kuasanya belum bisa ditunjukkan. Kemudian yang di sebelah kiri saya adalah Dirjen Lembaga Keuangan Dr. Darwin Nasution yang mewakili Menteri Keuangan, kemudian yang di belakang adalah para eselon II yang membantu kami dalam melaksanakan perwakilan ini.

Terima kasih.

5. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, dari pihak Pemerintah ada surat resmi dari Menteri karena tidak bisa hadir pada kesempatan ini dan tadi juga sudah menyampaikan, tentu pada saatnya nanti akan hadir dalam sidang berikutnya. Begitu juga saya rasa Menteri Keuangan yang berkaitan dengan masalah sektoral, yang berkaitan dengan materi undang-undang yang dipersoalkan.

DPR juga akan hadir, apa sudah datang? Dalam perjalanan. Apa masih di Sudirman atau di mana? Atau masih di Bandung?

Baik, kita lanjutkan, Pihak Terkait atau Ahli saya persilakan dulu Pemohon, apakah ini Pihak Terkait, yang akan diminta keterangannya pada sidang ini Ahli atau apa?

6. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Yang hadir adalah bukan Pihak Terkait, tetapi kami mengundang sebagai Saksi yaitu Bapak Harry Pontoh, S.H., dari Asosiasi Advokat Indonesia yang juga sekarang Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia dan Bapak Hamdan Zoelva, S.H., Anggota Dewan periode 1999-2004 dan Bapak Tafrizal Hasan Gewang, S.H., selaku Ketua Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia.

7. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Statusnya nanti sebagai Saksi. Saksi atau Ahli?

8. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Semua Saksi.

9. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Begini, perbedaan Saksi dan Ahli adalah kalau di Undang-undang Mahkamah Konstitusi dibedakan antara Saksi dan Ahli sehingga tidak boleh digabung Saksi Ahli. Saksi sendiri dan Ahli sendiri. Saksi adalah orang yang diperlukan keterangannya menurut kesaksiannya. Ahli adalah orang yang diperlukan keterangannya menurut keahliannya. Kalau keahliannya dari

(5)

pengetahuannya. Kalau kesaksian itu ialah dari pengalamannya, apa yang dilihatnya sendiri, apa yang didengarnya sendiri.

Jadi beda. Kesaksian itu faktual, sedangkan keahlian pemikiran dan pendapat. Jadi Saudara minta keterangan dari para Calon Ahli atau Saksi ini dalam pengertian keterangan seperti apa. Sebab di sini istilah yang dipakai dalam surat resmi Saudara, Saksi Ahli, padahal di Mahkamah Konstitusi tidak ada Saksi Ahli. Saksi atau Ahli. Jadi.

Saya tanya dulu supaya jelas.

10. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Terima kasih Majelis.

Kami tegaskan bahwa kami mengajukan sebagai Saksi. Ada juga Ahli yang akan kami ajukan, hanya saja belum hadir, yaitu Prof. Hadjon dan Bapak AZ. Nasution, S.H. Untuk yang hadir pada hari ini kami ajukan sebagai Saksi.

Terima kasih.

11. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Kalau begitu saya persilakan Saudara-saudara Calon Saksi memperkenalkan diri, identitasnya dan kaitannya dengan substansi perkara ini, plus satu lagi untuk kepentingan pengambilan sumpah, agamanya.

Silakan.

12. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Terima kasih Yang Mulia.

Nama saya Harry Pontoh, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Advokat Indonesia. Saya diminta ke sini sehubungan dengan adanya undangan dari Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada waktu itu untuk mengadakan rapat dengar pendapat umum antara lain dengan Asosiasi Advokat Indonesia. Agama saya Katolik.

13. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Nama saya Hamdan Zoelva, diundang dalam sidang yang terhormat ini karena saya adalah salah satu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 1999-2004 khususnya Wakil Ketua Komisi II yang membidangi masalah-masalah hukum. Saya beragama Islam.

14. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Terima kasih Yang Mulia.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Nama saya Tafrizal Gewang, agama saya Islam. Saya dalam kapasitas selaku Ketua Umum Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia, diminta datang sebagai Saksi oleh Pemohon.

(6)

15. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Kurator ya? Baik, saya persilakan bergiliran saja atau 2 dulu, yang Muslim silakan berdiri dan saya persilakan Hakim Laica Marzuki untuk memimpin pengucapan sumpah.

Silakan.

16. HAKIM Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H.

Para Calon Saksi, Saudara-saudara diminta mengikuti lafadz sumpah yang akan dibacakan.

Demi Allah,

17. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Demi Allah,

18. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Demi Allah,

19. HAKIM Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H.

Saya bersumpah,

20. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Saya bersumpah,

21. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Saya bersumpah,

22. HAKIM Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H.

Akan menerangkan yang sebenarnya,

23. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Akan menerangkan yang sebenarnya,

24. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Akan menerangkan yang sebenarnya,

25. HAKIM Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H.

(7)

26. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Tidak lain dari yang sebenarnya.

27. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Tidak lain dari yang sebenarnya.

28. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Untuk yang Katolik, silakan berdiri.

Untuk pengambilan sumpah saya persilakan Hakim Maruarar Siahaan. Silakan.

29. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Silakan, tangan kiri di Alkitab, tangan kanan diangkat. Ikuti saya. Saya berjanji,

30. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Saya berjanji,

31. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Bahwa saya,

32. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Bahwa saya,

33. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Akan menerangkan yang sebenarnya

34. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Akan menerangkan yang sebenarnya

35. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Tidak lain daripada yang sebenarnya,

36. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Tidak lain daripada yang sebenarnya,

37. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

(8)

38. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Semoga Tuhan menolong saya.

39. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, Saudara-saudara, karena ada 3 Saksi dan nanti sambil kita menunggu dari Dewan Perwakilan Rakyat kalau nanti datang, tentu akan diberi kesempatan juga.

Dalam sidang kali ini kita fokuskan dulu perhatian untuk mendengar keterangan Saksi. Tapi sebelum Saksi diminta memberi keterangan, saya persilakan sekali lagi, pendek saja, Saudara Pemohon mengulangi pokok-pokok permohonan Saudara. Ini adalah Sidang Pleno pertama, di mana seluruh pihak hadir termasuk pihak Pemerintah pada kesempatan ini dan sebentar lagi dari Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi walaupun semua pihak sudah membaca permohonan Saudara, untuk kepentingan pemeriksaan dalam sidang ini saya persilakan diulangi pokok-pokoknya. Intinya apa yang diminta? Apanya yang bertentangan dengan konstitusi? Argumennya apa dan yang diminta kesimpulannya apa?

Silakan.

40. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Terima kasih Yang Mulia.

Sebelum kami membacakan pokok-pokok yang kami ajukan dalam Sidang Konstitusi ini, kami mohon diperkenankan untuk mengajukan surat-surat daftar bukti yang diminta oleh Panitera, dan ada 2 redaksional yang kami perbaiki supaya nanti seterusnya jadi bagus.

Apa diperkenankan?

41. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Boleh, tapi nanti saja, setelah mendengar keterangan, nanti ada tahap selanjutnya pembuktian.

Silakan.

42. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Perkara Nomor 071/PUU-II/2004, alasan diajukannya permohonan pemeriksaan pengujian materiil atas Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah:

1. Bahwa Pemohon adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan dan pemberdayaan konsumen asuransi di Indonesia.

2. Bahwa bentuk kelembagaan Pemohon adalah yayasan yang berstatus badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan juncto Pasal 71 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

(9)

3. Bahwa Pemohon merupakan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang berbentuk yayasan, berstatus badan hukum yang mempunyai hak gugat atau legal standing, mewakili kepentingan konsumen asuransi di Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf C Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

4. Bahwa hak gugat atau legal standing Pemohon sebagai lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang mewakili kepentingan konsumen asuransi di Indonesia selain diberikan oleh Undang-undang yang berlaku, juga diakui berdasarkan yurisprudensi hukum antara lain melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 65/PDTG/2002/PN Jakarta Pusat tanggal 26 November 2002 yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara antara Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia melawan PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.

5. Bahwa konsumen asuransi di Indonesia, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai hak-hak konstitusional yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

6. Bahwa salah satu hak konstitusional konsumen asuransi di Indonesia, adalah hak untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perusahaan asuransi yang mempunyai utang kepada konsumen asuransi. Namun demikian, hak konsumen asuransi untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perusahaan asuransi menjadi terhalang dan atau tidak memiliki hak lagi, karena berlakunya Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perusahaan asuransi hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan dan Panitera wajib menolak permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perusahaan asuransi yang diajukan oleh institusi lain selain Menteri Keuangan.

7. Bahwa karena hak konstitusional konsumen asuransi dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang, maka Pemohon memiliki kapasitas hukum atau legal standing untuk mewakili kepentingan hukum konsumen asuransi di Indonesia sangat berkepentingan untuk mengajukan permohonan aquo berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Adapun amar putusan yang dimohonkan oleh Pemohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 Undang-undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(10)

3. Menyatakan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Menyatakan Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

5. Menyatakan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

6. Memerintahkan pencoretan Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) dari Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan memerintahkan pengumumannya dimuat dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, hormat kami kuasa Pemohon Lucas dan rekan.

Ini adalah pokok-pokok yang kami ajukan untuk mewakili Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia yang teregister dengan Perkara 071/PUU-II/2004. selanjutnya untuk Perkara 001/PUU-III/2005 dan Perkara 002/PUU-III/2005, ini juga sama Petitum yang kami mintakan, hanya alasannya ada sedikit berbeda, kami akan bacakan.

Alasan diajukannya permohonan pemeriksaan pengujian materil atas Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 2004 untuk kasus Perkara Nomor 001/PUU-III/2005 adalah sebagai berikut:

Pemohon pada tanggal 10 Januari 2005 telah mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, tetapi permohonan Pemohon telah ditolak pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dasar Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 6 ayat (3) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Bahwa ditolaknya permohonan pailit Pemohon telah melanggar hak konstitusional Pemohon, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa Pemohon juga menganggap hak konstitusionalnya untuk mengajukan penundaan kewajiban pembayaran hutang atau PKPU terhadap perusahaan asuransi, akan menjadi terhalang dengan berlakunya Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bahwa karena Hak Konstitusional Pemohon dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, maka berdasarkan Pasal 51 ayat (1) huruf A Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pemohon mempunyai Kapasitas Hukum untuk mengajukan permohonan aquo. Adapun amar yang dimohonkan Pemohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, adalah sama dengan amar yang kami mintakan pada Perkara 071/PUU-II/2004.

(11)

Selanjutnya untuk perkara 002/PUU-III/2005 alasan-alasan yang diajukan untuk mengajukan permohonan pemerikasaan pengujian materil atas Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU adalah sebagai berikut:

Bahwa pada tanggal 9 November 2004 Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Pemohon terhadap perusahaan asuransi telah ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, berdasarkan Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, sebagaimana yang dimaksud dalam putusan Nomor 05 Pailit 2004 PN Niaga Semarang.

Bahwa ditolaknya permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Pemohon, tidak hanya berdasarkan pada Pasal 2 ayat (5), tetapi juga oleh Pasal 6 ayat (3) dalam hal Pemohon mengajukan permohonan pernyataan pailit setelah berlakunya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailtan dan PKPU. Bahwa ditolaknya permohonan pailit Pemohon telah melanggar hak-hak konstitusional Pemohon sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa Pemohon juga menganggap hak konstitusional untuk mengajukan penundaan kewajiban pembayaran hutang terhadap perusahaan asuransi, akan menjadi terhalang dengan berlakunya Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Bahwa karena hak konstitusional Pemohon dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU, maka berdasarkan Pasal 51 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pemohon mempunyai kapasitas hukum untuk mengajukan permohonan aquo.

Adapun amar putusan yang dimohonkan Pemohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi adalah sama dengan amar putusan yang telah kami bacakan untuk Perkara Nomor 071/PUU-II/2004 tersebut tadi.

Terima kasih.

43. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, cukup.

Jadi kesimpulannya Saudara mempersoalkan 4 ketentuan. Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6) dan itu berlaku sama tiga, tiga Pemohon begitu? Dengan dalil, alasan yang berbeda, tetapi intinya sama, ingin berpendapat bahwa 4 ketentuan ini bertentangan dengan konstitusi dan karena itu diminta supaya dinyatakan tidak mengikat untuk umum.

Baik sekarang kita dengar keterangan dari para Saksi, kita tanya dulu? Baik sebelum kita dengar Saksi, barangkali ada Hakim yang ingin mengajukan pertanyaan terlebih dahulu, saya persilakan.

44. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Baik sebelum Saksi, barangkali kita ingin juga penjelasan dari Saudara Pemohon, apakah memang di dalam menuntut hak-hak daripada Pemohon atau

(12)

kliennya ini satu-satunya akses yang bisa dicapai itu hanya melalui kepailitan ataukah tidak ada jalur menurut Saudara untuk Pemohon tunggal seperti ini, diajukan dalam suatu gugat perkara perdata biasa? Itu memerlukan suatu klarifikasi dan apakah itu sudah ditempuh? dan alasannya sekarang apakah yang Saudara inginkan adalah satu kecepatan yang menyebabkan lebih efektif permohonan kepailitan, sehingga Saudara meninggalkan suatu upaya hukum yang bisa ditempuh dalam gugatan perdata biasa untuk mewujudkan hak-hak yang timbul daripada perjanjian asuransi semacam ini, bisa dijelaskan dulu? Tidak ada penjelasannya di sini. Apakah pernah ditempuh upaya itu sebelumnya? sehingga sedemikian rupa cukup reasonable, untuk memohon satu kepailitan dari seorang Pemohon yang menjadi kreditur tunggal misalnya dalam satu keseimbangan, bisa dijelaskan dulu pernahkah ditempuh upaya seperti itu?

45. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Terima kasih Yang Mulia.

Pada waktu kami menerima klien kami, klien kami tidak pernah menjelaskan, apakah sudah menempuh jalur yang lain atau tidak, klien kami hanya menjelaskan kepada kami bahwa hak konstitusional mereka telah dilanggar atau dirugikan, karena mereka kehilangan hak untuk mengajukan permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi melalui pengadilan niaga. Persoalan menyangkut apakah sudah ditempuh atau tidak itu tidak dijelaskan kepada kami, tetapi perkenankan kami menjelaskan, bahwa menurut hemat kami hak untuk mengajukan pailit atau hak untuk mengajukan gugatan perdata, itu adalah hak yang sama, yang adil yang dimiliki oleh semua pihak. Persoalannya di sini adalah opsi yang bisa dipegang oleh setiap orang untuk memilih, apakah mau mengajukan lewat gugatan perdata atau lewat gugatan permohonan pailit.

Persoalannya adalah tentu saja berada dari masalah waktu, pengalaman-pengalaman yang ada mengajarkan kepada kita, bahwa perkara perdata itu memakan waktu yang sangat lama dan bisa bertahun-tahun. Sedangkan para kreditur, para pihak siapa saja yang mengajukan atau ingin menuntut haknya, ingin secepat-cepatnya diselesaikan. Dan undang-undang tentang kepailitan yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 yang dahulu sebelum diubah itu tidak ada larangan untuk itu, itu diperkenankan. Namun, tiba-tiba dengan lahirnya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 ini. Itu dilarang atau istilahnya dipasung, haknya itu hilang begitu saja, itu kira-kira yang bisa kami jelaskan.

Terima kasih.

46. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Tetapi bisa ditambahkan dulu, bahwa merupakan argument yang Saudara bisa masukkan, bahwa seluruh hak konstitusional Pemohon dengan aturan ini menjadi tidak terlindungikah atau masih ada upaya lain yang diakui juga?

(13)

47. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Kami jelaskan, bahwa apa yang kami paparkan tadi, itu menjelaskan bahwa Pemohon dapat memilih, karena ini opsi, tentu Pemohon akan memilih yang terbaik, yang paling mengutungkan bagi Pemohon. Kalau diajukan lewat jalur perdata, itu sangat lama, sedangkan undang-undang terdahulu itu memungkinkan, kenapa tidak, sekarang dihalangi dengan lahirnya Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 ayat (6), maka tidak ada lagi kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang sama di muka hukum, mendapatkan perlakuan yang adil di muka hukum, itu masalahnya Pak.

Terima kasih.

48. HAKIM MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Terakhir Pak.

Apakah memang pernah Saudara mencoba untuk mengajukan gugatan itu atau tidak, sebelum permohonan pailit?

49. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Sekali lagi kami sampaikan, bahwa pada waktu kami menerima permohonan daripada klien kami untuk diwakili mengajukan pada Mahkamah Konstitusi, kami tidak pernah dijelaskan mengenai masalah itu.

Terima kasih.

50. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, nanti Saudara tambahkan saja itu, meminta penjelasannya dari Pemohon prinsipal. Ya, itu hanya sekadar keterangan saja. Nanti bagaimana penilaiannya, tentu akan dinilai tersendiri oleh Majelis Hakim. Teapi keterangan yang diperlukan yang ditanya tadi coba dicari.

Ada lagi yang mau meminta klarifikasi? Kalau tidak ada, saya, kita lanjutkan mendengarkan keterangan Saksi. Karena ini tiga orang, saya persilakan Saudara urut sendiri, dan Saudara ajukan pertanyaan, apa saja keterangan yang diperlukan untuk didengar oleh kami dari ketiga Saksi ini, untuk mendukung permohonan Saudara tentunya.

Saya persilakan.

51. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Terima kasih, kami mengurut dimulai dengan Bapak Hamdan Zulfah, kemudian nanti Bapak Harry Ponto dan diikuti dengan Bapak Tafrizal Dewa.

Terima kasih.

Baik, kami akan menyerahkan kepada rekan kami untuk menanyakan kepada Saudara Saksi Hamdan Zulfah. Terlebih dahulu oleh Saudara Swandy.

(14)

52. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Ya, selamat pagi, Saudara Hamdan. Pertama-tama, kami ingin kami bertanya, bisa Saudara jelaskan mengenai kapasitas Saudara selaku anggota DPR periode 1999 sampai 2004?

53. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Baik, terima kasih. Saya adalah anggota Komisi II DPR-RI sekaligus Wakil Ketua Komisi II yang pada saat itu, Komisi II adalah membidangi masalah-masalah Hukum, Hak Asasi Manusia, serta masalah Politik Dalam Negeri. Saya sendiri adalah Wakil Ketua Komisi II yang membidangi masalah-masalah Hukum dan Hak Asasi Manusia.

54. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Sebagai salah satu pimpinan Komisi II DPR periode 1999 sampai 2004, dapatkah Saudara menjelaskan mengenai rencana amandemen Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 dari awal pembahasan sampai dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998?

55. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Terima kasih.

Saya hanya mendengar, pada saat itu, bahwa Pemerintah mengajukan rancangan undang-undang untuk mengganti Undang-undang Kepailitan yang ada sebelumnya. Sehubungan dengan mekanisme pembahasan undang-undang di DPR-RI, yang berdasarkan mekanisme yang terakhir, adalah di mana Rancangan Undang-Undang itu, masuk ke DPR-RI tanpa dibacakan di depan rapat paripurna.

Oleh karena itu, tidak seluruh anggota DPR-RI mengetahui secara persis kapan sebuah Rancangan Undang-Undang itu masuk dan diterima oleh DPR-RI. Saya tidak tahu persisnya kapan, DPR-RI menerima Rancangan Undang-Undang oleh DPR-RI dan biasanya menurut Tata Tertib DPR-RI, bahwa sebuah Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Pemerintah kemudian langsung dibicarakan di Badan Musyawarah. Badan Musyawarahlah yang menentukan, ke mana Rancangan Undang-Undang itu akan dibahas, di Komisi mana ataukah dibentuk sebuah Pansus.

Sampai pada tahap pembahasannya, saya sebagai anggota Komisi II juga tidak mengetahui kapan mulai dibahas Rancangan Undang-Undang ini, karena mungkin Badan Musyawarah menyerahkan langsung kepada Komisi IX. Jadi, saya tidak tahu persis kapan mulai dibahas dan juga yang saya tahu adalah pada saat pengesahannya saja, yaitu pada saat akhir-akhir, masa DPR-RI yang lalu mengakhiri periodenya pada bulan Oktober tahun 2004.

(15)

56. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Terima kasih.

Penjelasan dari DPR memberitahukan bahwa telah menerima surat permintaan amandemen dari Pemerintah, tahun 2002 dan pada saat itu, ada terjadi ketidakjelasan mengenai komisi mana yang akan membahas, lantas terjadi kevakuman untuk pembahasan itu, apakah Saudara mengetahui akan hal itu?

57. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Saya mendengar cukup lama, bahwa Rancangan Undang-Undang itu sudah masuk, jauh sebelum bulan Oktober yaitu disahkannya Rancangan Undang-Undang ini, dirapatkan rapat Paripurna DPR-RI. Biasanya kadang undang-undang itu, lama memang, baru dibahas di komisi, maupun Pansus. Kadang-kadang, juga cepat. Jadi, ini biasanya saja sebenarnya. Di dalam praktek, itu tidak merupakan masalah. Mungkin saja, masalahnya penentuan komisi mana? Atau apakah akan dibentuk Pansus? Kadang-kadang biasanya menimbulkan perdebatan-perdebatan di Badan Musyawarah. Oleh karena saya sendiri tidak menjadi anggota Badan Musyawarah, saya tidak tahu persis bagaimana perdebatan di Badan Musyawarah, apakah ini di Komisi IX, di Komisi II ataukah Pansus?

Perlu saya sampaikan, pada umumnya kalau sebuah Rancangan Undang-Undang diserahkan pada komisi, maka komisi yang terkait dengan substansi Rancangan Undang-Undang itulah, yang akan membahas. Kalau sebuah Rancangan Undang-Undang, substansinya yang terkait dengan beberapa komisi pasal-pasalnya, itu dibentuk Pansus.

Jadi, biasanya demikian. Terima kasih.

58. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Terima kasih.

Sebagai salah satu pimpinan Komisi II, apakah Saudara merasa bahwa pimpinan Komisi II tidak harus mengetahui masalah ini, karena ada mekanisme Bamus, ataukah pimpinan Komisi II juga ikut dalam keanggotaan Bamus dan juga menentukan ke arah mana atau kapan pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut?

59. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, menurut aturan, setiap pimpinan komisi adalah anggota Bamus. Tapi saya tidak ikut dalam pembicaraan Bamus mengenai masalah ini, karena mungkin ada pimpinan yang lain, karena Komisi II itu ada beberapa orang pimpinannya. Pada saat membahas masalah ini, saya tidak ikut memutuskan di komisi mana Rancangan Undang-Undang ini dibahas.

(16)

60. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Pada saat-saat akhir daripada periode masa bakti DPR, Rancangan Undang-Undang ini kembali dimunculkan untuk dibahas, malah dibahas secara intensif. Menurut Bapak Hamdan, Saudara Saksi, apakah ada faktor-faktor pencetus apa sehingga menyebabkan Rancangan Undang-Undang ini mendapatkan prioritas pembahasan yang begitu terburu-burunya?

61. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Saya tidak tahu persis apa yang terjadi di Badan Musyawarah. Sekali lagi, saya sampaikan kenapa harus diselesaikan pada waktu yang sangat cepat dan juga apa yang terjadi di Komisi IX. Hanya saja perlu disampaikan, bahwa memang biasanya dalam hal-hal yang krusial dalam hubungan kerja antar komisi di DPR-RI, kalau hal-hal yang krusial yang menyangkut mengenai masalah hukum, itu diminta penjelasan dan keterangan dari Komisi II. Kalau substansinya, sama halnya pada saat-saat tertentu Komisi II ingin mendapatkan penjelasan-penjelasan mengenai masalah-masalah keuangan dan perbankkan, itu diminta pendapat dan pandangan dari komisi lain yang terkait atau pada ahli yang terkait. Tapi biasanya demikian, dan selama dalam proses pembahasan undang-undang ini, walaupun saya tahu adalah materi undang-undang ini banyak aspek-aspek hukum di dalamnya, dan hukum acara bidang kepailitan, sepanjang sepengetahuan saya, Komisi II DPR-RI tidak pernah diminta penjelasannya, diminta keterangannya atau diminta pendapat atau pandangannya mengenai masalah-masalah yang terkait dengan undang-undang ini.

Terima kasih.

62. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Tadi, Saudara Saksi sudah menyinggung bahwa substansi daripada hukum kepailitan yang diamandemen menjadi Undang-undang Nomor 37 ini, sebagian besar merupakan hukum acara, benar ya? Kalau sebagian besar menyangkut hukum acara dan hanya beberapa ayat yang menyangkut masalah-masalah keuangan, menurut Saudara Saksi, mengapa dibahas di Komisi IX tidak di Komisi II?

63. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ini sekali lagi yang saya tidak tahu persis. Apa yang menjadi pertimbangan Badan Musyawarah menyerahkan hal ini kepada Komisi IX. Ini sekali lagi, saya tidak tahu persis, karena itu pertimbangan-pertimbangannya yang ada pada Badan Musyawarah DPR-RI yang menentukan ke komisi mana sebuah Rancangan Undang-Undang itu akan dibahas.

Terima kasih.

64. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Dalam pembahasan rapat dengar pendapat umum antara komisi IX dan perwakilan daripada organisasi Advokat, dalam keterangannya Saudara Paskah

(17)

Suzzetta Pimpinan Komisi IX DPR-RI menjanjikan akan membentuk Pansus yang melibatkan Komisi II dan Komisi IX DPR-RI. Apakah pansus jadi terbentuk? Ataukah Komisi II juga dilibatkan dalam pembahasan Komisi tersebut.

65. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, Rancangan Undang-Undang ini dibahas secara sendiri oleh Komisi IX tanpa melalui Pansus dan sekali lagi disampaikan tanpa meminta pendapat, pandangan dari Komisi II yang membidangi masalah hukum. Jadi, sama sekali tidak dilibatkan atau tidak dimintakan pandangan-pandangan atau pendapat dari Komisi II dalam pembahasan undang-undang ini.

Terima kasih.

66. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Saya kira cukup, mungkin dari rekan yang lain.

67. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Saudara Saksi, sepanjang Saudara Saksi menjadi anggota dewan periode 1999 sampai dengan 2004, mohon Saudara Saksi menjelaskan pengalaman Saudara Saksi, khusus dalam membahas rancangan undang-undang, karena tadi, saya sangat kaget kalau dijelaskan bahwa Komisi II ini tidak dilibatkan. Pertanyaan saya, tolong dijelaskan pengalamannya, siapa yang sebenarnya menentukan suatu rancangan undang-undang itu, harus dibahas ke Komisi II, atau ke Komisi IX.? Apakah itu ada kewenangan tunggal yang dimiliki oleh salah seorang anggota dewan, atau bagaimana?

68. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, kembali saya sampaikan, menurut Tata Tertib DPR, untuk menentukan sebuah Rancangan Undang-Undang dibahas oleh komisi yang mana, atau oleh sebuah Pansus, itu yang menentukannya adalah Badan Musyawarah DPR. Badan Musyawarah ini, terdiri dari perwakilan fraksi-fraksi dan pimpinan komisi-komisi yang terkait.

Perlu saya sampaikan, kenyataannya pada akhir-akhir masa DPR-RI jadi sekitar satu tahun, masa akhir periode 1999—2004 Badan Musyawarah tidak bisa mengadakan rapat karena tidak mengikuti kuorum hampir satu tahun terakhir. Akan tetapi, memang kalau Badan Musyawarah tidak bisa mengadakan rapat, Tata tertib DPR-RI, menentukan bahwa pengganti Badan Musyawarah adalah rapat pimpinan DPR. Nah mungkin, mungkin tidak bisa pastikan Rancangan Undang-Undang termasuk yang diputuskan dalam rapat pimpinan DPR sebagai pengganti Badan Musyawarah. Jadi, hanya badan musyawarah atau pimpinan DPR kalau Badan Musyawarah tidak bisa mengadakan rapat yang bisa menentukan sebuah Rancangan Undang-Undang itu dibahas di Komisi atau di Pansus.

(18)

69. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Terima kasih, saya kira cukup.

70. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, dilanjutkan dua lagi. Apa lagi yang perlu didengarkan keterangan Saksi yang dua?

71. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Kami lanjutkan dengan Saudara Harry Ponto. Saya perkenankan Saudara Swandy untuk menanyakan pada Saksi.

72. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Terima kasih.

Saudara Saksi, dari curriculum vitae yang Saudara masukkan, Saudara adalah Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Advokat Indonesia, Sekretaris

Perhimpunan Advokat Indonesia dan juga dosen Pascasarjana Universitas

Pelita Harapan mengenai Hukum Kepailitan. Apakah benar?

73. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Benar.

74. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Apakah Asosiasi Advokat Indonesia selaku salah satu organisasi advokat pernah dilibatkan dalam pembahasan RUU kepailitan dalam bentuk rapat dengar pendapat umum?

75. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Ya, jadi ada undangan dari Dewan Perwakilan Rakyat tertanggal 26 Mei 2004 kepada Asosiasi Advokat Indonesia untuk menghadiri rapat dengar pendapat umum yang diselenggarakan pada 31 Mei 2004, jadi acaranya antara lain mendapatkan masukan dalam rangka persiapan pembahasan RUU Kepailitan dan PKPU itu esensinya, dan agenda kedua lain-lain.

76. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Dari organisasi advokat yang diundang apakah Asosiasi Advokat Indonesia satu-satunya yang hadir ataukah ada asosiasi advokat lainnya yang hadir?

77. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Pada waktu itu, kalau berdasarkan undangan diketahui ada undangan juga terhadap Ikatan Advokat Indonesia atau Ikadin dan juga ada undangan

(19)

kepada Ketua Perkumpulan Pengacara Kepailitan Jakarta tetapi seingat saya yang datang adalah dari AAI ( Asosiasi Advokat Indonesia) dan juga pengacara kepailitan serta hadir juga di situ dari Dewan Asuransi Indonesia

78. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Kira-kira substansi masalah apa yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum tersebut, bisa Saudara uraikan?

79. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Pada waktu itu Asosiasi Advokat Indonesia menyampaikan, selain menghadiri rapat dengar pendapat umum tersebut, dan meyampaikan beberapa pandangan secara lisan, AAI juga menyampaikan semacam tabel yang dipersiapkan kalau tidak salah sekitar 37 items yang dimasukan di situ yang menjadi catatan dari AAI sehubungan dengan RUU Kepailitan tersebut, satu hal yang sangat yang menjadi banyak diperbincangkan pada waktu itu adalah rencana dimasukannya industri asuransi dalam RUU dimana di dalam RUU tersebut disebutkan bahwa apabila hendak diajukan permohonan kepailitan terhadap perusahaan asuransi yang berhak itu hanyalah menteri keuangan, hal ini yang tidak ada pada ketentuan sebelumnya dan pada waktu itu AAI menyampaikan concern karena juga pada waktu itu terlihat bahwa seolah-olah perubahan dari atau dimasukannya RUU itu semata-mata untuk kepentingan dari industri asuransi. Jadi AAI mengajak anggota dewan pada waktu itu untuk berpikir secara jernih, jadi jangan sampai ini hanya menjadi semacam perlindungan yang buta terhadap satu industri tertentu. Karena itu kami menyampaikan bahwa seharusnya kalaupun memang itu harus melalui menteri keuangan seharusnya ada satu ukuran yang jelas dalam hal apa menteri keuangan mau tidak mau harus mengajukan permohonan pailit. Itu yang kami ajukan pada waktu itu, karena pengalaman yang ada misalnya sehubungan yang perusahaan efek yang sudah ada sebelumnya di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, itu BAPEPAM tidak pernah mengajukan permohonan pailit terhadap perusahaan efek yang walaupun kondisinya sudah terasa cukup buruk dan nasabahnya sudah meminta untuk dimohonkan pailit tapi tetap tidak jalan itu karena tidak ada aturan jadi itu semacam perlindungan semata, itu yang kami sampaikan, kami juga menyampaikan bahwa supaya ini betul-betul komprehensif juga tolong dipertimbangkan kalau betul-betul harus ada quote

and quote perlindungan pada bidang tertentu, mesti dipikirkan juga misalnya

BUMN yang punya dampak luas terhadap kepentingan publik. Kami antara lain waktu itu memberikan contoh seingat saya misalnya PT. Angkasa Pura (Persero), itu bagaimana kalau tidak ada rambu-rambu yang mengatur, terus dengan begitu gampang dimohonkan pailit, Pelindo yang menguasai pelabuhan-pelabuhan kita, itu yang kami sampaikan. Selain hal-hal tersebut kami juga, seperti yang saya sampaikan, ada 30 lebih yang menjadi catatan dan memang catatan kami itu sebenarnya banyak berhubungan dengan hukum acara, karena esensi Undang-undang Kepailitan atau maksud saya kalau kita melihat Undang-undang Kepailitan sebenarnya isinya, saya boleh mengatakan hampir seluruhnya mengenai hukum acara, karena kita mengatur bagaimana kepailitan diajukan, kalau setelah pailit bagaimana fungsi kurator, pembagian harta ini sebenarnya acara, ketika itu disampaikan memang kami mendapat

(20)

kesan bahwa sebagian anggota dari Komisi IX memang tidak terlalu mengerti karena mereka baru kaget, rupanya ini memang banyak acara, itu yang terjadi pada waktu itu.

Terima kasih.

80. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Terima kasih.

Bagaimana argumentasi AAI pada saat itu, kalau counter argument yang diberikan oleh industri asuransi bahwa pengecualian itu adalah untuk melindungi kepentingan publik.

81. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Jadi kami seperti yang sudah sampaikan sebelumnya, bahwa lagi-lagi kalaupun itu mau diajukan harus ada rambu-rambu yang jelas, dalam hal-hal seperti apa? Maka mau tidak mau Menteri Keuangan harus mengajukan, tidak seperti sekarang kalau undang-undangnya dibiarkan seperti ini maka seperti pengalaman sebelumnya, kami berpendirian bahwa dia itu semacam betul-betul proteksi mutlak terhadap industri asuransi. Dan pada waktu itupun kami memberikan contoh adanya beberapa perusahaan asuransi yang sudah dalam keadaan sekarat dimana, padahal berdasarkan satu ketentuan dalam Undang-undang tentang asuransi memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memohonkan pailit tetapi sampai saat ini hal itu tidak pernah terlihat. Padahal lagi-lagi kalau kita mengingat maksud dari Undang-undang Kepailitan antara lain adalah melindungi kreditur-kreditur, jadi perusahaan asuransinya tidak mampu memenuhi kewajibannya dan sudah dalam keadaan tidak berfungsi, Menteri Keuangan tidak juga memohonkan pailit untuk membagi melakukan pemberesan terhadap harta pailit dari perusahaan asuransi. Itu antara lain yang kami tegaskan jadi lagi-lagi kalau untuk melindungi kepentingan public tetap juga ‘kan harus dilindungi kepentingan nasabah yang bersangkutan. Jangan sampai nasabah karena adanya pembatasan tersebut kemudian menjadi tidak dapat meminta penyelesaian dari haknya.

82. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Bisa Saudara pertegas mungkin, tadi Saudara ada menyebutkan ada undang-undang yang mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan pailit, apakah itu yang Saudara maksudkan adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 yaitu Pasal 20 dimana Menteri Keuangan dapat mengajukan pailit terhadap perusahaan asuransi yang sudah dicabut ijin usahanya, itu yang pertama.

Kedua, apakah yang Saudara maksudkan dengan perusahaan-perusahaan asuransi yang sekarat itu adalah perusahaan-perusahaan asuransi yang diberikan sanksi PKU atau Pembatasan Kegiatan Usaha yang sampai puluhan tahun dan malah ada yang sudah sejak tahun 1980-an yang dinyatakan PKU tapi sampai saat inipun tidak ada langkah-langkah Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan kepailitan terhadap perusahaan asuransi itu, apakah hal-hal itu memang benar demikian?.

(21)

83. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Mengenai Pasal 20 dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 itu memang sudah sering menjadi argumentasi yang disampaikan oleh perusahaan asuransi ketika dimohonkan pailit misalnya, ketentuan itu yang saya maksudkan. Dan memang ketika dalam rapat dengar pendapat umum tersebut saya lupa nama-nama dari perusahaan asuransi dimaksud tapi kami memberikan beberapa contoh dimana sudah terkena pembatasan kegiatan usaha tetapi tidak juga dimohonkan pailit.

84. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Jadi menurut Saudara pada saat itupun Saudara sudah menyampaikan kepada anggota DPR bahwa tanpa diberikan kewenangan eksklusif pun sebenarnya Menteri Keuangan sudah memiliki kewenangan untuk memohonkan pailit perusahaan asuransi, demikian?

85. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Ya, jadi memang pada waktu itu kami sudah menyampaikan hal-hal tersebut bahwa ada kewenangan itupun sudah diatur walaupun tidak eksklusif, tapi itupun tidak pernah digunakan, jadi memang perdebatan dengan pihak Dewan Asuransi pada waktu itu banyak berkisar pada hal tersebut.

86. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Bagaimana respon dari Komisi IX DPR pada saat mendengarkan masukan-masukan dari AAI maupun juga dari industri asuransi pada saat itu?

87. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Seperti yang sudah saya kemukakan pada bagian awal, setelah kami menyampaikan sejumlah concern AAI sehubungan dengan RUU dimaksud, kami menangkap kesan bahwa sebagian terbesar dari anggota Komisi IX memang tidak terlalu mengerti mengenai substansi kepailitan karena lagi-lagi memang banyak menyangkut acara, dan seingat saya disampaikan kalau begini memang perlu ada semacam kerjasama dengan Komisi II, karena lagi-lagi RUU Kepailitan ini memang banyak menyangkut mengenai hukum acara. Jadi itu yang terungkap di dalam rapat dengar pendapat umum tersebut.

88. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Apakah setelah itu usul atau masukan yang AAI sampaikan itu ditindaklanjuti misalnya dengan mengundang AAI untuk terlibat lagi dalam pembahasan atau itu adalah akhir dari seluruh pembahasan dengan AAI?

89. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Kami tidak mendengar apa-apa lagi sejak rapat dengar pendapat umum tersebut, dan kalau saya tidak salah juga sempat terhenti baru kemudian pada sekitar bulan 9 ramai lagi, jadi kami hanya mengikuti dari media masa, ramai

(22)

lagi perdebatan apakah ini akan diteruskan pembahasannya atau tidak, tapi rapat dengar pendapat umum itu merupakan pertemuan kami yang pertama dan terakhir dengan Komisi IX sehubungan dengan RUU Kepailitan.

90. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Sebagai organisasi advokat, tentu Saudara dan organisasi yang Saudara wakili terdiri dari advokat-advokat yang menjadi pelaku di bidang hukum kepailitan dan PKPU apakah dengan tidak digubrisnya masukan-masukan yang telah dibuat dengan bersusah payah tersebut, apakah organisasi Saudara merasa didiskriminasikan oleh Komisi IX yang hanya mengundang untuk satu kali, untuk pertama dan terakhir kalinya, apakah Saudara merasa demikian?.

91. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Saya mesti menyampaikan bahwa kami tidak pernah mengadakan rapat selaku organisasi untuk menentukan apa sikap AAI sehubungan dengan hal ini, tapi tentunya sebagai organisasi kami sudah menyiapkan catatan-catatan dan tentunya kami berharap bahwa itu bisa ditindaklanjuti tetapi yang penting bagi kami adalah, kami sudah menjalankan tugas kami, memberikan masukan kalau ternyata Dewan ternyata tidak mempertimbangkan tentunya itu diluar kekuasaan kami, tapi kami sudah melakukan apa yang menurut kami yang seharusnya kami lakukan.

92. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Walaupun tidak lagi diundang dalam pembahasan, apakah menurut Saudara masukan-masukan tersebut sudah diakomodir di dalam substansi di Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan?

93. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Seperti yang kami sampaikan di dalam rapat dengar pendapat umum, karena hal ini bukan sekedar amandemen terhadap peraturan kepailitan yang ada, tetapi sebenarnya mencabut Undang-undang Kepailitan yang lama dan mengganti dengan yang baru, pada waktu itu kami sungguh menegaskan bahwa kalau bisa ini betul-betul dipikirkan secara komprehensif bidang-bidang mana saja yang juga termasuk harus mendapatkan perlindungan. Kenyataannya seperti yang kita lihat disini juga tidak ada perlindungan kepada dalam tanda petik itu kepada, misalnya BUMN yang bergerak untuk kepentingan umum, yang disini ada hanyalah yang 100% dikuasai oleh Negara dan tidak dalam berbentuk saham, jadi kita bisa bayangkan apa yang terjadi kalau tidak ada rambu-rambu, misalnya kita mengajukan permohonan pailit terhadap PT Angkasa Pura atau misalnya PT Pelindo ini yang kami sayangkan, karena seharusnya karena ini mengganti, pada waktu itu juga kami menyarankan supaya tidak usah terburu-buru, diaturlah dengan baik, sehingga benar-benar ini untuk kepentingan semua, bukan kepentingan satu industri tertentu saja. Tapi yang keluar adalah yang seperti ini, kalau sebagai praktisi tentu kami cukup kecewa dengan keadaan ini, tapi lagi-lagi kami mungkin tidak diminta, tapi jadi menyampaikan apa yang kami alami pada waktu itu.

(23)

Terima kasih.

94. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Terima kasih.

Mungkin rekan dari yang lain?

95. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, silakan.

96. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Saudara Saksi, pada waktu Saudara Saksi mengikuti dengar pendapat atau dengar pendapat umum yang pertama kali, tadi Saudara Saksi menjelaskan sudah timbul kesan Komisi IX tidak begitu mengerti, itu saya pinjam kata-kata Saudara Saksi. Apakah pada waktu menjelang berakhirnya rapat dengar pendapat itu, apakah ada janji dari Saudara Paskah Suzeta selaku pimpinan pada saat itu dalam Komisi IX menjanjikan, bahwa nanti akan dibentuk Pansus dan akan dilibatkan dengan Komisi II? Saya minta ketegasannya saja.

97. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Pada saat penutupan seingat saya, ada penyampaian tersebut bahwa karena ini banyak menyangkut hukum acara, maka Komisi II akan dilibatkan, tapi saya lupa tepatnya apa, apakah akan disebut Pansus atau tidak, tapi bahwa Komisi II akan dilibatkan, karena ini memang banyak menyangkut hukum acara.

98. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Kemudian yang kedua, berarti selama ini Saudara Saksi hanya satu kali saja ikut dalam pembahasan tersebut, artinya dari ini hanya satu kali saja, setelah itu tidak pernah dilibatkan lagi.

99. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Hanya pada waktu itu saja, hanya pada pertemuan tanggal 31 Mei 2004.

100. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Ada yang tanya?

101. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Pada Saudara Gewang, Saudara Gewang tolong Saudara Saksi jelaskan lebih dahulu kapasitas Saudara selama ini berkaitan dengan bidang kurator.

(24)

102. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Terima kasih.

Saya Tafrizal Hasan Gewang berprofesi sebagai kurator sejak tahun 1999 sampai saat ini, kemudian tahun 2002 kita bentuk organisasi yang bernama IKAPI saya menjabat Ketua Umum sampai sekarang.

103. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Selama Saudara Saksi selaku Ketua IKAPI (Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia), apakah pernah diundang atau dilibatkan dalam pembahasan RUU1 kepailitan yang akhirnya lahir menjadi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004?

104. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Sepanjang pengetahuan kami, setelah kami cek dengan melalui Setjen, kami tidak pernah diundang atau ikut dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 ini, belum pernah diUndang-undang sama sekali kami.

105. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Kira-kira Saudara tahu tidak, bahwa pada waktu ada pembahasan Racangan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004, pernahkah Saudara mengetahuinya?

106. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Mengenai pembahasan tentang undang-undang tersebut, kami baca melalui koran, hanya kami kecewa, karena kami kenapa kami tidak diundang selaku oganisasi IKAPI, kenapa kami tidak diundang? Begitu saja Pak.

107. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Organisasi Saudara apakah terdaftar di Departemen Kehakiman?

108. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Organisasi kami terdaftar di Departemen kehakiman, itu dengan Nomor IV/1/DPKP-II Tahun 2005.

109. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Jika seandainya Saudara pada saat itu diundang oleh anggota dewan, kira-kira apa yang Saudara akan sampaikan kepada anggota dewan menyangkut Rancangan Undang-Undang tersebut?

(25)

110. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Apabila kami pada saat itu diundang, selaku organisasi profesi dan pengalaman kami selaku kurator 5-6 tahun terakhir ini, mungkin banyak masukan kami berikan kepada rapat tersebut Pak.

111. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Menurut Saudara Saksi dengan lahirnya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 ini, itu apakah lebih baik atau bagaimana dengan dibandingkan dengan undang-undang yang dulu, mungkin bisa berikan 1, 2 contoh, karena kami tahu Saudara Saksi sangat aktif dalam masalah-masalah kurator dan pengurus dibidang kepailitan.

112. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Pengalaman kami menunjukan, bahwasanya dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tersebut, ternyata bukan semakin baik, tapi semakin tidak jelas arah tujuannya, bisa kami jelaskan ada beberapa pasal, yang paling penting itu ada pasal kami sebutkan Pasal 228 ayat (6), di situ disebutkan yang berhak untuk menentukan apakah kepada debitur akan berikan penundaan pembayaran, tetap adalah kreditur konkuren, sedangkan pengadilan hanya berwenang menetapkannya berdasarkan persetujuan kreditur konkuren, pasal ini jelas bertentangan dengan Pasal 229 ayat (1) yang mengatur bahwa, “yang berwenang untuk menentukan apakah debitur akan memberikan penundaan kewajiban pembayaran adalah persetujuan lebih daripada 1/2 jumlah kreditur konkuren, yang hanya diakui atas sejumlah yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh bagian yang diakui atau sementara diakui”. Kemudian ayat (b), “persetujuan lebih dari 1/2 dari jumlah kreditur yang piutangnya dijamin hak dengan gadai jamin prudential hak tanggung atau hipotik”. Jadi sesungguhnya penjelasan Pasal 28 ini adalah salah bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Kepailitan, ini adalah salah satu contoh, masih banyak pasal-pasal yang menyebutkan, memang undang-undang ini tidak jelas arah kaprahnya Pak.

113. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Saudara Saksi, menurut Saudara mengapa organisasi Saudara tidak dilibatkan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kepailitan tersebut?

114. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Mengenai ini kami tidak jelas Pak, apakah ini mungkin ada kepentingan muatan dari pihak ketiga, kita tidak jelas.

Yang jelas kami merasa benar-benar kami ditinggalkan sama sekali, sedangkan anggota kami sebagian besar kurator berpengalaman dalam praktek kurator Pak, itu saja Pak.

(26)

115. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Dengan tidak diundangnya organisasi Saudara, apakah Saudara merasa organisasi Saudara di diskriminasikan dibandingkan dengan organisasi-organisasi lainnya?

116. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Kalau masalah diskriminasi itu sesungguhnya itu kembali kepada kita, kalau saya secara pribadi merasa ditinggalkan, karena apa? Selaku Ketua Umum IKAPI, kami banyak usulan-usulan yang sedianya kami akan ajukan kepada rapat RUU pada waktu itu, tapi ternyata kami ditinggalkan sama sekali.

117. KUASA PEMOHON SWANDY HALIM, S.H.

Jadi Saudara berkesimpulan, bahwa dengan tidak diakomodirnya masukan-masukan dari Saudara, karena tidak diundang, maka substansi undang-undang tersebut bukan lebih baik malah lebih buruk daripada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 apakah demikian?

118. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Ya jelas Pak, karena kami lihat dari pasal-pasal tersebut banyak sekali yang overlapping, tumpang tindih, banyak sekali hak kewajiban daripada semua kreditur tidak terjamin, apalagi dari pengalaman kami banyak sekali yang tumpang tindih, banyak sekali yang kacau balau semuanya Pak, karena memang berdasarkan yang kita amati selama ini, Undang-undang tersebut diolah di dalam Komisi IX bukan Komisi II, lembaga yang kurang kompeten dalam hal ini, karena Undang-undang Kepailitan tersebut adalah mengatur hukum acara, lebih banyak berkaitan dengan masalah hukum praktek, bukan masalah ekonomi Pak. Sekian Pak.

119. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Seandainya Saudara diundang pada saat itu, apakah masukan-masukan tersebut diantara juga menyangkut mengenai pengecualian terhadap industri asuransi?

120. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Ya Pak, kalau kami seandainya diundang kami juga akan membahas masalah industri asuransi, seberapa jauh industri asuransi dapat dipailitkan atau tidak, kami akan bahas, kami punya masukan sendiri nantinya.

121. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

(27)

122. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik.

Keterangan-keterangan daripada Saksi tentu nanti yang sifatnya faktual kami perhitungkan sebagai kesaksian, kalau yang sifatnya pendapat, pemikiran, visi tentu tidak akan diperhitungkan sebagai keterangan kesaksian, dominannya lain.

Jadi itu untuk dimengerti, dan kemudian yang kedua nampaknya dari semua ini, Saudara maksudkan keterangan-keterangan kesaksian ini untuk meyakinkan, bahwa tidak ada masalah dari keempat ketentuan ini, yaitu keempat ketentuan ini dibuat oleh orang atau pihak yang tidak kompeten, saya kira begitu ya?

123. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Ya.

124. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik.

Tetapi yang ada kaitan dengan substansi, Saudara ini sedang menguji materi pasal-pasal ini terhadap Undang-Undang Dasar, pengujian yang diajukan bersifat materil atau formil? Materil kan? Karena materil, masih diperlukan keterangan yang menyangkut soal substansi, kalau tadi kan menyangkut soal prosedur, prosedur bagaimana norma ini ditetapkan, tetapi barangkali masih ada keterangan yang perlu silakan, barangkali masih ada yang kaitannya dengan substansi atau sudah cukup?

125. KUASA PEMOHON LUCAS, S.H.

Itu nanti akan kami ajukan dalam Ahli.

126. KETUA Prof Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik.

Kalau begitu saya akan, barangkali nanti dari Majelis Hakim ada yang ingin mengajukan pertanyaan, tapi sebelum itu saya ingin memberi kesempatan dulu kepada pihak Pemerintah, namun tentu perlu saya jelaskan, nanti kami akan minta tersendiri, supaya Pemerintah atas nama Pemerintah memberi keterangan dan tatkala Pemerintah secara resmi memberikan keterangan kami minta Menterinya yang datang, atas nama Presiden, begitupun nanti Dewan Perwakilan Rakyat, karena banyak sekali menyangkut keterangan–keterangan yang perlu klarifikasi dari Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Institusi, namun sebelum resmi Pemerintah memberikan keterangan sebagaimana dimaksud, yang tentu nanti akan kita akan adakan tersendiri, apalagi setelah mendengar keterangan-keterangan ini, tentu Pemerintah dapat menyiapkan keterangan yang lebih lengkap, bahkan bila perlu Pemerintah juga bisa menyiapkan calon-calon Ahli untuk juga bersamaan dengan Ahli yang akan diajukan oleh Pemohon nanti memberikan keterangan di sini, biar kita dengar semua perspektif, namun sebelum sidang itu kita adakan saya persilakan dulu, boleh

(28)

jadi Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh beberapa pejabat di sini akan mengajukan pertanyaan dalam sidang ini, pertanyaan saja dulu. Jadi bukan keterangan resmi, kalau ada, kalau tidak ada juga tidak apa-apa.

Silakan.

127. PEMERINTAH ABDUL GANI ABDULLAH (DIRJEN PERATURAN

PERUNDANGAN-UNDANGAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)

Bapak Majelis Hakim Yang Terhormat.

Apakah kami ada kewenangan untuk menanyakan kepada Saksi?

128. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Ya, ini diberi kesempatan untuk bertanya, kalau tidak, tidak mengapa. Pertanyaan itu diajukan untuk melengkapi pengertian, supaya bisa menyiapkan keterangan lebih baik, kalau mau mengajukan pertanyaan saya persilakan, baik kepada Saksi maupun Pemohon, supaya tidak datang dari jauh tidak sia-sia.

Silakan.

129. PEMERINTAH ABDUL GANI ABDULLAH (DIRJEN PERATURAN

PERUNDANGAN-UNDANGAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)

Terima kasih Bapak Majelis Hakim Konstitusi yang terhormat.

Kami ingin bertanya kepada Saksi yang pertama, kami mohon maaf tidak menyebut nama, karena suka lupa nama itu.

130. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Yang pertama itu yang tengah, bilang saja kanan, kiri, tengah. Kanan? Silakan.

131. PEMERINTAH ABDUL GANI ABDULLAH (DIRJEN PERATURAN

PERUNDANGAN-UNDANGAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)

Kepada Bapak Harry Pontoh atau Saksi yang paling kanan, apakah Saudara Saksi sudah membaca, bahwa bagaimana cara membahas Undang-undang menurut Undang-Undang Dasar? Sementara rapat dengar pendapat adalah bukan merupakan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang menurut Undang-Undang Dasar.

132. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Jadi begini Pak.

Seperti yang saya sampaikan, saya diundang ke sini untuk memberikan kesaksian tentang proses rapat dengar pendapat umum pada waktu itu, jadi apa yang saya jelaskan adalah mulai dari undangan sampai dengan pembahasan.

(29)

133. PEMERINTAH ABDUL GANI ABDULLAH (DIRJEN PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)

Jadi sekali lagi bukan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang, itu yang dimaksud apakah benar? Bukan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, tetapi hanya sekedar dengar pendapat dengan Komisi IX?

134. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Jadi, kalau undangannya adalah rapat dengar pendapat umum untuk mendapatkan masukan dalam rangka persiapan pembahasan RUU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

135. PEMERINTAH ABDUL GANI ABDULLAH (DIRJEN PERATURAN

PERUNDANGAN-UNDANGAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)

Itu, dengan demikian bukan merupakan kehadiran dalam pembahasan RUU, tolong dipencet supaya direkam.

136. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Betul, betul.

137. PEMERINTAH ABDUL GANI ABDULLAH (DIRJEN PERATURAN

PERUNDANGAN-UNDANGAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)

Terima kasih,

Untuk yang pertama Bapak Hakim, sudah cukup.

138. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Barangkali ada juga pertanyaan dari Dirjen Keuangan? Kalau tidak ada pertanyaan, oh ada? Silakan.

139. PEMERINTAH DARWIN NASUTION (DIRJEN LEMBAGA

KEUANGAN)

Kepada yang kanan lagi, Bapak Majelis Hakim yang terhormat.

Tadi, Saudara Saksi menyebut mengusulkan di Dewan Perwakilan Rakyat, di Komisi IX agar dimasukan juga selain kreteria BUMN yang menyangkut kepentingan publik, dan menurut Saksi, itu tidak dimasukan. Sudah baca atau belum Pasal 2 ayat (5)? Mohon dibaca dulu oleh Saksi, Bapak Hakim.

140. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

(30)

141. SAKSI PEMOHON HARRY PONTOH, S.H.

Jadi, yang saya sudah sampaikan tadi, bahwa ini tidak termasuk PT. Persero. Jadi, kalau dilihat dari keterangannya di situ, hanya BUMN. Jadi, penjelasan dari Pasal 2 ayat (5), “Hanyalah BUMN yang sepenuhnya milik pemerintah dan modalnya tidak terbagi dalam saham”, kalau saya tidak salah begitu bunyinya, Bapak.

Terima kasih.

142. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik.

Jadi, itulah bedanya Saksi dan Ahli, kadang-kadang suka tercampur-campur juga ini dan memang di dalam perkara pengujian undang-undang, itu penting sekali membedakan itu. Lagi pula, kebanyakan dalam proses pengujian undang-undang, memang yang lebih luas keterangan itu adalah Ahli bukan Saksi. Akan tetapi Saksi jugs diperlukan sebagai salah satu alat bukti di dalam ketentuan Undang-undang Mahkamah Konstitusi, juga ada itu. Hanya, kita kadang susah untuk membedakannya.

Nanti, sepanjang menyangkut keterangannya mengenai pengetahuannya, mengenai macam-macam soal yang berkaitan dengan perkara ini, kami tidak akan pertimbangkan karena statusnya sudah disumpah sebagai Saksi. Bahwa misalnya pengetahuannya kebanyakan atau kekurangan, itu bukan soal di sini karena memang keterangan yang diperlukan berdasarkan kesaksian, bukan keahlian. Begitu kira-kira.

Nanti, Saudara Pemerintah pun bertanya jangan ke soal pengetahuannya, tapi kepada fakta-fakta yang diajukan, sebab itu yang nanti kami perhitungkan.

Baik, barangkali dari Majelis. Silakan Hakim Roestandi dulu, silakan.

143. HAKIM H. ACHMAD ROESTANDI, S.H.

Pertama, saya ingin bertanya kepada Saksi Bapak Zulfan. Apakah pada saat rancangan undang-undang itu disampaikan ke DPR, semua anggota DPR dapat rancangan undang-undang tersebut?

144. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, setiap anggota DPR dikirimkan.

145. HAKIM H. ACHMAD ROESTANDI, S.H.

Dikirimkan rancangannya, apakah biasanya rancangan undang-undang ini tentu dibahas oleh fraksi. Kemudian fraksi membuat DIM, sehingga semua anggota itu, sebenarnya sudah paham tentang undang-undang itu, sehingga oleh siapapun nanti akan dibicarakan, apakah itu di Pansus, apakah itu Komisi, Sebenarnya semua anggota itu terutama yang bersangkutan untuk membahas itu telah mengetahui dan telah membicarakan di dalam fraksi, apakah demikian?

(31)

146. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, undang-undang ini dibahasnya sangat cepa,t jadi termasuk sangat cepat, seingat saya, saya tidak sebagai anggota fraksi saya juga, saya di pimpinan fraksi, tidak dibicarakan secara khusus DIM mengenai undang-undang ini? Jadi walaupun dalam banyak RUU di fraksi saya, saya ikut membahas memberikan masukan-masukan. Apalagi yang terkait dengan masalah hukum.

147. HAKIM H. ACHMAD ROESTANDI, S.H.

Jadi, fraksi Saudara tidak membuat DIM untuk ini? Atau DIM tidak dibicarakan di antara fraksi? Padahal seharusnya, fraksi itu membahas mengenai masalah tersebut. Apa menyampaikan DIM untuk rancangan undang-undang ini?

148. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, dalam praktek seperti yang terjadi di Komisi II, tidak selalu fraksi itu harus membuat DIM. DIM itu, dibuat oleh komisi yang bersangkutan untuk dibicarakan dengan Pemerintah. Itu kadang-kadang begitu, mungkin ini yang ditempuh, kadang-kadang begitu. Tapi tidak selalu.

149. HAKIM H. ACHMAD ROESTANDI, S.H.

Tapi biasanya, biasanya DIM itu tidak dibuat oleh komisi, justru dibuatnya adalah oleh fraksi, usul-usul fraksi pasal ini seharusnya begini, pasal ini seharusnya begini, dan itu biasanya, kalau fraksinya benar. Itu seharusnya dibahas di dalam fraksi, seharusnya.

150. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, jadi.

151. HAKIM H. ACHMAD ROESTANDI, S.H.

Tapi ini fraksi Saudara setidak-tidaknya tidak membahas dan itu saya kira bukan kesalahan dari rancangan undang-undang itu lolos, tapi sebenarnya kesalahan, kekeliruan fraksi Saudara yang kurang, atau mungkin karena anggotanya terlalu sedikit barangkali?

152. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Ya, memang.

Jadi begini, jadi memang fraksi memberikan masukan-masukan, tapi dalam praktek juga, ini yang saya alami sendiri di Komisi II dalam beberapa undang-undang, itu secara resmi tidak mengajukan DIM, tapi komisi memutuskan bahwa DIM dibuat oleh beberapa perwakilan anggota fraksi yang ada di komisi yang bersangkutan, itulah DIM komisi yang menjadi topik

(32)

pembahasan dengan Pemerintah. Jadi, tidak selalu harus dari fraksi ini DIM-nya apa, tidak selalu begitu.

153. HAKIM H. ACHMAD ROESTANDI, S.H.

Barangkali inilah yang membedakan antara DPR Orde Baru dan DPR Reformasi, sekarang kepada Bapak yang sebelah kiri dari saya.

Saya tadi mengatakan, bahwa Bapak tidak diundang, tidak diminta pendapat, tidak diminta aspirasi oleh DPR, dan merasa ditinggalkan. Apakah tidak ada inisiatif dari Bapak, seperti jaman dahulu, kalau jaman dahulu itu, kadang-kadang ada inisiatif dari mereka yang berkepentingan mengajukan usul agar supaya saya diundang, apakah tidak ada?

154. SAKSI PEMOHON TAFRIZAL HASAN GEWANG, S.H.

Sebetulnya kami pada waktu itu membaca di koran, itu ada usulan tentang pembaharuan Undang-undang Kepailitan, hanya saja kita karena kurang cepat, pembahasan ini kadang dibahas, kadang hilang begitu saja. Jadi, kita pun juga kurang cepat menanggapinya. Agak telat menanggapinya, karena kita pikir hanya menyangkut 1-2 pasal, tapi ternyata ada beberapa pasal, banyak pasal yang diubah, banyak sekali ditambah, tambah sekali Bapak. Jadi, kami memang merasa ingin mengajukan pendapat tapi terlambat Bapak.

155. HAKIM H. ACHMAD ROESTANDI, S.H.

Terima kasih.

156. KETUA Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Padahal, kesempatan demo pun ada sekarang, kalau tidak bisa dengan tertulis, bisa demo sebetulnya tapi tidak sempat ya, karena terlampau cepat rupanya undang-undang jadi diketoknya ini. Baik, ada lagi yang bertanya silakan.

157. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM.

Bapak Hamdan Zulfah sebagai mantan Anggota DPR dan mantan Wakil Ketua Komisi II. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 ini tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini merupakan undang-undang mengenai perubahan dari undang-undang itu dulunya, betul?

158. SAKSI PEMOHON HAMDAN ZOELVA, S.H.

Betul, kalau saya melihat judulnya bukan perubahan tapi undang-undang baru.

159. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM.

Sebab ini hanya beberapa pasal dengan ini, jadi kalau melihat daripada ini, bukan undang-undang ini ya, saya mau tanya ke Pemohon. Ini yang bukti

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh intervensi program penanggulangan

Siswa dalam kelompok menggunakan bahan yang tersedia untuk melakukan pembuktian sesuai instruksi yang ada dalam LK dengan mencari garis tinggi sampai

Jelas disini hukum uruf diambil bagi melaksanakan zakat emas perhiasan yang mana ia dikategorikan sebagai permasalahan terbaru dalam kalangan masyarakat Islam. URUF DARI

Dari hasil pemeringkatan portofolio optimal berdasarkan Coefficient of Variance (CV) terkecil dari kombinasi 2 saham sampai dengan kombinasi 5 saham dengan

Data penelitian diperoleh melalui data skunder, data tersebut diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id yang kemudian data tersebut dianalisis dengan

Berdasarkan analisis data spasial, makalah ini dikonstruk dari model ekonometrika spasial tentang pendanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengkaji lebih lanjut

Sistem Informasi ini akan memudahkan pengelolaan, dapat meminimumkan konsumsi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan dan persetujuan aplikasi

Bahkan jika konsentrasi sitokin cairan peritoneum pada pasien dengan adhesi secara signifikan berbeda dari yang kontrol, kita tidak tahu apakah itu adalah penyebab atau efek