• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun ke tahun, baik untuk kebutuhan perumahan, pertanian, industri dan lain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun ke tahun, baik untuk kebutuhan perumahan, pertanian, industri dan lain"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Nilai Tanah

Pada dasarnya ruangan yang disediakan sangat terbatas, sementara itu kebutuhan akan tanah mempunyai kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk kebutuhan perumahan, pertanian, industri dan lain sebagainya. Tanah menjadi kebutuhan utama bagi kehidupan manusia. Hal inilah yang menuntut perkembangan teoritis nilai tanah.

1. Definisi Tanah

Tanah merupakan suatu sumber daya yang menyediakan ruangan (space) yang dapat mendukung semua kebutuhan makhluk hidup. Tanah digunakan sebagai tempat manusia beraktivitas, baik untuk bertani maupun untuk tempat didirikannya bangunan rumah tinggal. Tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia, sehingga menjadi perhatian bagi para ahli hukum, ahli geografi, ahli sosial, ahli ekonomi, dan para ahli lainnya termasuk penilai (MAPPI, 2013).

Roberts dalam Prasetya dan Sunaryo (2013) mendefinisikan tanah sebagai komoditas untuk dimanfaatkan, dimiliki, diperjual-belikan, demi kesenangan atau keuntungan pribadi tetapi lahan dianggap sumber daya milik bersama, layaknya air dan udara, yang harus dilestarikan dan dipelihara dengan mempertimbangkan secara tepat dampaknya terhadap masyarakat sebagai keseluruhan dan pada kondisi saat sumber daya alam milik bersama itu akan diwariskan pada generasi mendatang.

(2)

11 Sementara itu, Santoso (2000) mengungkapkan bahwa Real Estate adalah tanah dan semua kepunyaannya atau hak yang terkandung dan apapun yang terbentuk atau dikeluarkan di atasnya oleh kejadian alam atau buatan manusia. “Real Estate dirumuskan sebagai tanah secara fisik dan benda yang dibangun oleh manusia yang menjadi satu kesatuan dengan tanahnya. Hal ini adalah penguasaan fisik yang berwujud yaitu yang dapat dilihat dan dijamah (dipegang), bersama-sama dengan segala sesuatu yang didirikan pada tanah yang bersangkutan, diatas atau dibawah tanah (Setiawan, 2006)”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tanah termasuk real estate, tanah merupakan kebutuhan dasar manusia dan saat ini menjadi komoditi untuk digunakan sebagai tempat berdirinya bangunan tempat tinggal, pertanian atau bahkan diperjual-belikan untuk kepuasan dan keuntungan pribadi setiap orang yang memilikinya.

2. Hak Kepemilikan Tanah

Saat ini, perhatian setiap orang dalam membeli atau menguasai tanah terfokus pada hak atau dasar hukum memiliki tanah tersebut. Hal ini penting dalam hal menghindari setiap orang yang ingin memiliki tanah dari permasalahan hukum yang ada. Sering terjadi permasalahan hukum terhadap kepemilikan tanah atau sengketa tanah di Indonesia yang diakibatkan dari hak penguasaan tanah yang dimiliki.

Hak atau kepemilikan atas tanah secara hukum disebut dengan properti. MAPPI (2013) mengungkapkan “Properti adalah konsep hukum yang mencakup kepentingan, hak dan manfaat yang berkaitan dengan suatu kepemilikan. Properti terdiri atas hak kepemilikan, yang memberikan hak kepada pemilik untuk suatu

(3)

12 kepentingan tertentu (specific interest) atau sejumlah kepentingan atas apa yang dimilikinya. Oleh karena itu, kita wajib memperhatikan konsep hukum dari properti yang meliputi segala sesuatu yang merupakan konsep kepemilikan atau hak dan kepentingan yang bernilai, berbentuk benda atau bukan (corporeal or nin

corporeal), berwujud atau tidak berwujud, dapat dilihat atau tidak, yang memiliki

nilai tukar atau yang dapat membentuk kekayaan.” KPUP 3.2

Kepemilikan tanah merupakan sebuah hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum internasional maupun hukum nasional (Limbong, 2011). Pemilikan atas tanah diatur dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) juga menyatakan dengan tegas tentang kepemilikan hak atas tanah yang terdiri atas: Hak milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai dan Hak Pengelolaan.

3. Harga dan Nilai Tanah

Kebanyakan orang mengartikan harga tanah adalah sama dengan nilai tanah. Persepsi ini dibentuk dari pemahaman setiap orang yang selalu menggunakan kata “harga tanah” ketika melakukan transaksi jual-beli tanah. “Harga adalah sejumlah uang yang diperoleh, ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu aset. Karena kemampuan keuangan, motivasi atas kepentingan khusus dari pembeli atau penjual, harga yang dibayarkan mungkin berbeda dengan nilai dari aset tersebut berdasarkan anggapan pihak lain.

“ Nilai adalah suatu opini dari manfaat ekonomi atas kepemilikan aset, atau harga yang paling mungkin dibayarkan untuk suatu aset dalam pertukaran, sehingga nilai bukan merupakan fakta.” MAPPI (2013)

(4)

13 Prawoto (2014) mengungkapkan bahwa “harga adalah sejumlah uang yang disetujui pembeli dan penjual untuk diterima di saat tertentu dan melalui mekanisme pasar yang wajar. Sementara itu, nilai adalah sejumlah uang yang setara dengan milik (property) yang dapat memberikan keuntungan dari kepemilikan tersebut.”

Sementara itu, Sutawijawa (2004) mengungkapkan bahwa “nilai tanah adalah ukuran kemampuan tanah untuk menghasilkan atau memproduksi sesuatu secara langsung memberikan keuntungan ekonomis. Dalam konteks pasar properti nilai tanah sama dengan harga pasar tanah tersebut misalnya harga pasar tanah tinggi maka nilai tanahnya juga tinggi demikian pula sebaliknya.”

Berdasarkan dari penjelasan yang diungkapkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa harga tanah adalah sejumlah uang yang disetujui untuk diserahkan oleh pembeli kepada penjual atas pemilikan tanah, sedangkan nilai tanah adalah sejumlah uang yang dapat disetarakan dengan manfaat ekonomi yang di dapat dari pemilikan tanah yang dinilai. Pemahaman perbedaan antara nilai tanah dan harga tanah menjadi hal utama bagi peneliti.

Nilai tanah terbentuk tidak hanya disebabkan oleh manfaatnya bagi manusia, namun juga disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya nilai tanah adalah (Siahaan, 2003).

a. Kegunaan (utility),

Adalah kemampuan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia. b. Kelangkaan (scarcity),

Adalah kurangnya jumlah tanah yang tersedia untuk ditawarkan dibandingkan dengan permintaan yang ada.

(5)

14 c. Keinginan (desire)

Adalah keinginan pembeli atas tanah untuk memenuhi kebutuhannya. d. Daya beli (effective demand)

Kemampuan dari individu atau kelompok untuk membeli tanah yang ditawarkan yang ditunjang dengan kemampuan menyertakan uang tunai. Nilai tanah yang secara umum dipergunakan sebagai dasar nilai adalah nilai pasar tanah. Nilai pasar adalah nilai barang dan jasa yang ada dipasar setelah dikurangi biaya-biaya yang timbul dari transaksi seperti pajak, biaya penjualan, biaya notaris, dan biaya-biaya pengosongan lainnya bila ada (Anastasia, 2006). MAPPI (2013) mengungkapkan bahwa nilai pasar adalah estimasi yang didukung data pasar yang dikembangkan sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI) tahun 2013

2.1.2 Hubungan Tanah dengan Properti

“Real estate adalah properti, dimana properti dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dipunyai. Properti dapat berupa aset berwujud maupun aset tak berwujud. Dalam hal aset ber wujud dapat berupa tanah kosong, tanah dan apapun yang berdiri diatasnya, mobil dan lainnya. Sementara itu, aset tak berwujud berupa hak paten, merek atau bunga bank.” (Archer dan Ling, 2005)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, properti didefinisikan sebagai harta dalam bentuk tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah dan bangunan yang dimaksudkan (Depdiknas, 2008).

MAPPI (2013) mendefinisikan properti sebagai “suatu konsep hukum yang mencakup kepentingan, hak dan manfaat yang berkaitan dengan suatu

(6)

15

kepemilikan. Konsep hukum dari properti meliputi segala sesuatu yang merupakan konsep kepemilikan atau hak dan kepentingan yang bernilai, berbentuk benda atau bukan (corporeal or non corporeal), berwujud atau tidak berwujud, dapat dilihat atau tidak, yang memiliki nilai tukar atau yang dapat membentuk kekayaan.”

Dari penjelasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa tanah merupakan bagian atau suatu obyek dari real estate atau properti. Tanah tidak dapat dipisahkan dari real estate atau properti sehingga pasar tanah erat kaitannya dengan pasar properti. Jumlah tanah yang tidak bertambah dan tidak dapat diproduksi mengakibatkan tanah menjadi barang atau komoditi yang unik dibandingkan dengan yang lainnya yang dapat ditambahkan jumlahnya jika permintaan meningkat dengan menambah jumlah produksi dari barang yang bersangkutan.

Nilai tanah yang secara umum dipergunakan sebagai dasar nilai adalah nilai pasar tanah. Nilai pasar adalah nilai barang dan jasa yang ada dipasar setelah dikurangi biaya-biaya yang timbul dari transaksi seperti pajak, biaya penjualan, biaya notaris, dan biaya-biaya pengosongan lainnya bila ada (Anastasia, 2006).

ˮ Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan ˮ (MAPPI 2013)

(7)

2.1.3 Penilaian Properti

Penilaian adalah suatu rangkuman metode dan teknik penilaian, dimana seorang penilai menerapkannya pada material yang nyata dalam suatu kerangka kerja proses penilaian untuk mencapai suatu kesimpulan nilai (Anastasia dan Ongkowijaya, 2013). Sementara itu, Emrizon (2005) mengungkapkan bahwa penilaian adalah proses pekerjaan seorang penilai dalam memberikan estimasi dan pendapatan atas nilai ekonomis suatu harta pada saat tertentu sesuai dengan Standar Penilaian.

Sutawijaya (2004) mengungkapkan bahwa penilaian properti adalah suatu proses penentuan nilai, baik nilai pasar, nilai investasi, nilai asuransi atau jenis nilai lainnya, dari suatu properti pada suatu tanggal penilaian tertentu. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Sujono (2011) mengungkapkan bahwa Penelitian properti merupakan suatu proses penentuan nilai, baik nilai pasar, nilai investasi, nilai asuransi atau jenis nilai lainnya, dari suatu properti pada suatu tanggal penilaian tertentu.

Penilaian properti meliputi deskripsi atas properti yang dinilai, opini penilai tentang kondisi properti dan bertujuan untuk mendapatkan nilai finansial properti berdasar data pasar pada tahun yang relatif baru.

Salah satu indikator ketepatan hasil penilaian adalah seberapa jauh penilaian berbeda dengan data pasar (Ventolo dan Williams (1990) dalam Anastasia, dkk., 2002). Pelaksanaan penilaian terhadap properti dikehendaki oleh setiap orang yang membutuhkan hasil penilaian terhadap properti yang dinilai. Banyak tujuan dari pelaksanaan penilaian yang dilakukan terhadap suatu properti, meliputi: (Blackledge, 2009)

(8)

17 a. Untuk tujuan penjualan atau pembelian properti,

b. Untuk tujuan penyewaan properti, c. Untuk tujuan pajak atau utang, d. Untuk tujuan asuransi,

e. Untuk tujuan ganti rugi,

f. Untuk tujuan kredit dengan jaminan properti yang dimiliki, g. Untuk dapat melihat nilai aset atau properti yang dimiliki, dan h. Untuk pengembangan atau pembangunan kembali.

Pekerjaan penilaian terhadap properti dilakukan oleh seorang yang mengetahui dan juga berkompetensi dibidang penilaian. penilai dapat dibagi ke dalam 3 bagian, yaitu: (KEPI, 2013)

a. Tenaga penilai adalah seseorang yang telah lulus pendidikan dibidang penilaian yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi penilai, lembaga pendidikan lain yang diakreditasi oleh asosiasi profesi penilai, atau lembaga pendidikan formal,

b. Penilai bersertifikat adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikasi di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi penilai, dan c. Penilai publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri

Keuangan.

2.1.4 Metode Penilaian Properti

Dalam pelaksanaan penilaian properti, Penilai biasanya menggunakan metode-metode yang terdapat dalam SPI. Adapun metode-metode pendekatan yang dipergunakan dalam penilaian properti adalah: (MAPPI, 2013)

(9)

18

1. Pendekatan Data Pasar (market approach)

Pendekatan Data Pasar menghasilkan indikasi nilai dengan cara membandingkan aset yang dinilai dengan aset yang identik atau sebanding dan adanya informasi harga transaksi atau penawaran. Dalam pendekatan pasar, langkah pertama adalah mempertimbangkan harga yang baru terjadi di pasar dari transaksi aset yang identik atau sebanding. Jika transaksi terakhir yang telah terjadi hanya sedikit, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan harga yang ditawarkan (untuk dijual) atau yang terdaftar (listed) dari aset yang identik atau sebanding, relevansinya dengan informasi ini perlu diketahui secara jelas dan dengan seksama dianalisis. Dalam hal ini perlu dilakukan penyesuaian atas informasi harga transaksi atau penawaran apabila terdapat perbedaan dengan transaksi yang sebenarnya, sesuai dengan dasar nilai dan asumsi yang akan digunakan dalam penilaian.

2. Pendekatan Pendapatan

Pendekatan Pendapatan menghasilkan indikasi nilai dengan mengubah arus kas di masa yang akan datang ke nilai kini. Pendekatan ini mempertimbangkan Pendapatan yang akan dihasilkan aset selama masa manfaatnya dan menghitung nilai melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi merupakan konversi pendapatan menjadi sejumlah modal dengan menggunakan tingkat diskonto yang sesuai. Arus kas dapat diperoleh dari pendapatan suatu kontrak atau beberapa kontrak atau bukan dari kontrak, misalnya keuntungan yang diantisipasi akan diperoleh dari penggunaan atau kepemilikan suatu aset.

(10)

19

3. Pendekatan Biaya

Pendekatan Biaya menghasilkan indikasi nilai dengan menggunakan prinsip ekonomi, dimana pembeli tidak akan membayar suatu aset lebih dari pada biaya untuk memperoleh aset dengan kegunaan yang sama atau setara, pada satu pembelian atau konstruksi. Umumnya aset yang dinilai akan kurang menarik dikarenakan faktor usia atau sudah usang, dibandingkan dengan aset alternatif yang baru dibeli atau dibangun. Untuk hal ini, diperlukan penyesuaian karena adanya perbedaan biaya dengan aset alternatif, tergantung pada dasar nilai yang diperlukan.

Dari ke-3 (tiga) metode pendekatan penilaian properti yang diuraikan sebelumnya, yang paling umum digunakan adalah metode Pendekatan Data Pasar. “Metode Pendekatan Pasar merupakan metode penilaian yang tidak saja menjadi pusat atau dasar penilaian, namun pendekatan ini menjadi sangat unik. Dikatakan unik karena semua metode yang diaplikasikan oleh penilai, harus mengaplikasikan metode ini (Prawoto, 2014)”.

2.1.5 Siklus Properti

Pertumbuhan dan perkembangan properti dapat dilihat dari siklus properti itu sendiri. Siklus properti menunjukkan kondisi properti secara sektoral berdasarkan transaksi jual-beli properti, sewa-menyewa properti dan juga pendanaan terhadap transaksi jual-beli atau se-menyewa properti. Siklus properti tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 dimana siklus hidup properti di gambarkan dengan jam.

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bagaimana siklus properti dibagi kedalam tiga fase, yaitu: fase puncak (boom market), fase kejatuhan (recession), dan fase pemulihan (recovery).

(11)

20

Gambar 2.1. Siklus Properti

Sumber: World Property, RICS Journals London dalam Santoso (2009)

Fase kejatuhan (recession) ditandai dengan kelebihan bangunan (over

building), sewa mengalami stagnat (rent consession), pasar mulai jenuh (saturated market), dana yang diperketat (tightened funding), konstruksi berkurang (less construction), dan dana yang dipangkas (reduced funding).

Pada fase ini, properti mengalami kejatuhan sebagai akibat penawaran yang jauh lebih besar daripada permintaan. Pihak perbankan sebagai pendana terhadap properti yang ditransaksikan secara kredit juga melakukan pengetatan terhadap pencairan atau pengucuran dana melalui pengetatan peraturan maupun peningkatan suku bunga kredit properti.

(12)

21

Pada fase pemulihan, terjadi peningkatan penyerapan dana (increasing

absorbtion) dan kestabilan sewa properti (stabilizing rents). Peningkatan

pembangunan properti mulai terlihat dan disertai kemudahan pendanaan oleh pihak perbankan. Pada fase ini, perbankan sebagai pihak pendana melakukan penurunan suku bunga kredit properti secara bertahap dengan tetap melihat resiko yang ada.

Sementara itu, fase puncak (boom market) merupakan fase utama dari siklus properti. Kondisi pasar properti mengalami peningkatan permintaan dan disertai juga dengan peningkatan penawaran. Fase puncak ditandai oleh beberapa hal, yaitu: sewa meningkat (increasing rents), ketersediaan pendanaan (funding

available), konstruksi yang meningkat (increasing construction), dan kelebihan

dana (excess funding). Pada fase ini, pihak Developer atau Pengembang dan Perbankan perlu memperhatikan tingkat kejenuhan pasar agar dapat meminimalisir kerugian sebagai akibat kondisi properti yang bergeser kepada fase kejatuhan (recession).

Siklus properti tersebut dapat menjadi pegangan bagi setiap orang terutama pihak perbankan dan pengembang properti agar dapat menempatkan investasi nya dibidang properti pada waktu yang tepat sehingga dapat meminimalisir kerugian dari investasi properti tersebut (Santoso, 2009).

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah

Salah satu ciri keunikan dari tanah adalah jumlahnya yang tidak bisa ditambah atau diproduksi mengakibatkan tanah menjadi barang atau komoditi

yang saat ini banyak dijadikan sebagai investasi, karena memiliki nilai yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Oetomo (2006) dalam

(13)

22 yang berjudul ‘Analisis Faktor Ruang yang Berpengaruh Terhadap Nilai Tanah Perkotaaan” mengungkapkan bahwa faktor sosial, faktor fisik, faktor ekonomi, faktor pendidikan dan faktor konstruksi berpengaruh terhadap nilai tanah perkotaan.

Kedekatan atau jarak bidang tanah terhadap CBD dapat mempengaruhi nilai tanah. Ai (2005) mengungkapkan bahwa jarak bidang tanah terhadap CBD mempengaruhi nilai tanah, dimana nilai tanah akan semakin tinggi jika jarak bidang tanah semakin dekat dengan CBD atau pusat keramaian, dan sebaliknya. Hal tersebut mempertegas “teori Von Thunen yang berbunyi bahwa semakin dekat jarak tanah ke pusat kota atau CBD, maka semakin besar nilai tanah tersebut dan sebaliknya. Kondisi tersebut disebabkan oleh semakin kecilnya biaya transportasi yang akan dikeluarkan dalam mencapai pusat kota atau CBD (Hermit, 2009)”.

Ketersediaan fasilitas berupa pusat perbelanjaan turut mempengaruhi nilai tanah pada suatu wilayah. Hal tersebut diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Fahirah (2011), dimana faktor ketersediaan fasilitas berupa pusat perbelanjaan mempengaruhi nilai properti di perumahan Griya Maronda, Palu Barat sebesar 82%. Sementara itu, Raeka dan Sulistyarso (2011) mengungkapkan bahwa jarak tanah ke pusat.

Perbelanjaan lokal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tanah perkotaan di Surabaya. Ketersediaan fasilitas berupa pusat perbelanjaan menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi setiap orang. Pusat perbelanjaan sebagai magnet atau daya tarik bagi masyarakat yang kemudian membentuk aktivitas bisnis yang berdampak pada lingkungan sekitarnya. Bidang tanah yang berada disekitarnya

(14)

23 mengalami peningkatan nilai tanah sebagai akibat meningkatnya permintaan terhadap bidang tanah yang berada disekitar pusat perbelanjaan tersebut.

Jarak properti ke bandara di O’Hare berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai properti disekitarnya (McDonald and McMillan (2000) dalam Smersh,dkk., 2003). Sementara itu, Anastasia dan Tanugara (2014) mengungkapkan bahwa jarak properti berupa ruko ke bandar udara (air port) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai pasar ruko (tanah dan bangunan) di Surabaya. Waktu tempuh, biaya transportasi serta peran bandar udara yang menjadi sebuah lokasi pusat aktivitas ekonomi menjadi pertimbangan setiap orang untuk memiliki tanah yang berdekatan dengan lokasi bandara.

Keberadaan bandara dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi nilai tanah yang ada di sekitar nya. Bell (2001) mengungkapkan bahwa keberadaan bandar udara dapat menimbulkan kebisingan yang berpengaruh pada penurunan nilai tanah di sekitar wilayah bandar udara. Kebisingan yang dihasilkan oleh suara pesawat terbang yang beroperasi dibandar udara menjadi polusi udara yang menggangu aktivitas harian masyarakat sekitarnya hingga dapat menimbulkan penyakit.

Penelitian yang dilakukan oleh Haughwout, dkk., (2008) dengan judul “The

Price of Land inThe New York Metropolitan Area” mengungkapkan bahwa

rencana tata ruang wilayah yang dalam hal ini zonasi (pembagian wilayah), dan perijinan mempengaruhi nilai tanah di New York. Pembagian wilayah atau zonasi terhadap suatu daerah pemerintahan dapat mendorong pertumbuhan suatu wilayah secara konsisten dengan berdasar pada peraturan tata ruang yang telah ditetapkan.

(15)

24

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Peneliti/ Tahun Variabel Alat Analisa Hasil 1. F. Fahirah (2011) Bariabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas:

Faktor fisik, faktor ekonomi, faktor sosial, faktor aturan pemerintah, aksesibilitas, ketersediaan fasilitas Regresi Linear Berganda Aksesibilitas berpengaruh signifikan terhadap penilaian properti di Palu Barat adalah variabel aksesibilitas berupa jarak ke pusat kota dan ketersediaan fasilitas berupa pusat perbelanjaan. Untuk perumahan Bayagoe indah adalah variabel faktor sosial berupa jumlah dan kepadatan penduduk. Untuk perumahan bumi anggur adalah variabel aksesibilitas berupa jarak ke sarana pendidikan dan ketersediaan pusat perbelanjaan. 2. Prasetya dan Sunaryo (2013) Variabel Terikat: Harga Tanah Variabel Bebas:

Letak lokasi, faktor sosial, jarak ke CBD, aksesibilitas, jaringan transportasi, kualitas lingkungan, penggunaan, tanah, kelengkapan fasilitas, kondisi infrastruktur, kesuburan tanah, permintaan dan penawaran

Regresi linear berganda

Ada tiga variabel yang paling

mempengaruhi secara signifikan terhadap harga tanah, yaitu kelengkapan fasilitas, aksesibilitas serta permintaan dan penawaran.

3. Ai (2005) Variabel Terikat:

Nilai Tanah Tempat Tinggal Per Meter Persegi (m2

Varabel Bebas:

)

Registrasi/legalitas tanah, ijin terhadap pembangunan, kualitas lingkungan, waktu ke sekolah, jarak ke rumah sakit, jarak ke kantor pos, pengaruh polusi industri, tingkat kenyamanan, kondisi air, pengaruh jalur kereta

Persamaan Regresi Berganda Adapun bariabel-variabel yang dominan berpengaruh terhadap nilai tanah adalah jarak ke puat kota, kualitas lingkungan dan tingkat kenyamanan.

(16)

api, akses ke pasar, akses ke jalan utama, akses ke transportasi publik, waktu ke pusat kota, akses ke sub pusat. 4. Haughwout, Orr, dan Bedoll (2008) Variabel Terikat: Harga Tanah Variabel Bebas:

Tipe Properti, Peruntukan atau Regulasi, dan waktu transaksi

Regresi Linear

Tipe Properti, Peruntukan atau Regulasi, dan waktu transaksi mempengaruhi nilai tanah. 5. Bell, Randall (2001) Variabel Terikat:

Nilai Pasar Tanah

Variabel Bebas: Kebisingan bandara Detrimental Condition (DC) Matrix Kebisingan bandara dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat disekitarnya yang berdampak pada penurunan nilai pasar tanah disekitar wilayah bandara. 6. Sutawijaya

(2004)

Variabel Terikat:

Nilai Tanah (rupiah)

Variabel Bebas:

Kepadatan penduduk (orang), Jarak ke pusat kota (km), Lebar Jalan (meter), Variabel dummy kondisi jalan (Aspal =1/tidak = 0), Variabel dummy ketersediaan angkutan umum bus , 1 jika ada, 0 jika tidak, Variabel dummy lingkungan bebas banjir 1, 0 jika banjir. Hedonic Price dan OLS Faktor kepadatan penduduk, jarak ke pusat kota, lebar jalan, kondisi jalan, ketersediaan sarana transportasi angkutan umum bus, dan terakhir adalah faktor lingkungan yang bebas banjir berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tanah di Kota Semarang sebagai obyek penelitian. 7. Anastasia, Ivonne dan Setiawan (2002) Variabel Terikat: Nilai tanah Variabel Eksternal:

meliputi kondisi ekonomi, populasi, tenaga kerja,

perpindahan penduduk, keuangan, lokasi, transportasi

dan lingkungan.

Variabel Lingkungan:

Kualitas rumah sekitar, Tipe rumah disekitarnya, Kondisi lingkungan, Area hijau, Topografi tanah, Lingkungan, Pemandangan, Keamanan, Fasilitas

Variabel Intrinsik terdiri:

dari luas, akomodasi, kondisi, desain, tata letak (layout), umur, dan tipe. Uji Konkordasi Kendall dan Alat Bantu SPSS Dalam melakukan penilaian dengan menggunakan metode data pasar, Penilai lebih mempertimbangkan variabel lingkungan kemudian variabel intrinsik, sedangkan pembeli lebih mempertimbangkan variabel intrinsik kemudian variabel lingkungan. Sedangkan variabel jarak dianggap tidak terlalu penting.

(17)

8. Anastasia dan Tanugara (2014) Variabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas:

Luas tanah, luas bangunan, jarak ke pusat kota, jarak kepelabuhan, jarak ke bandar udara, dan legalitas tanah

Ordinary least square

Faktor luas tanah, luas bangunan, jarak ke pusat kota, jarak kepelabuhan, dan jarak ke bandar udara mempengaruhi nilai pasar ruko (properti) secara positif dan signifikan. Sementara, legalitas tanah mempengaruhi nilai pasar ruko secara negatif dan sig. terhadap nilai tanah. 9. Anastasia

dan

Ongkowijaya (2013)

Variabel Terikat:

Nilai Transaksi Rumah Tinggal

Variabel Bebas:

Area hijau, teknologi, jarak ke pusat perbelanjaan, jarak ke rumah sakit, jarak ke sekolah, luas tanah, jumlah kamar tidur, arah hadap utara, arah hadap timur, arah hadap barat, arah hadap barat daya dan cluster.

Regresi Linear Berganda

Faktor Greening, aksesibilitas dan fisik secara bersama-sama berpengaruh

signifikan terhadap nilai pasar rumah tinggal di Surabaya. Secara parsial, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan , yaitu luas tanah, jumlah kamar tidur dan arah hadap utara. 10. Setiawan (2006) Variabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas:

Permintaan dan Penawaran, aksesibilitas, topografi, lokasi dan Fasilitas.

Uji Validitas dan Reliabilitas

Faktor yang paling mempengaruhi nilai tanah adalah faktor Lokasi dan yang kurang

mempengaruhi adalah Faktor Topografi. 11. Oetomo

(2006)

Variabel Faktor Struktur:

Luas, Lebar Depan, arah, dan Bentuk

Variabel Faktor Non Fisik:

Kelas Banjir, Kelas Jalan, Jumlah SD dalam Radius Penelitian, Jarak Terdekat ke SD, Jumlah SMP dalam Radisu Penelitian, Jarak Terdekat ke SMP, dan Jumlah Tempat Ibadah pada Area Penelitian.

Variabel Faktor Lokasi:

Jarak ke pusat kota, jarak ke pasar, jarak ke jalan utama, jarak ke tiang listrik, dan jarak ke pipa air.

Analisis Faktor

Dari 16 variabel yang dianalis diringkas menjadi 11 variabel dan dikelompokkan menjadi 5 faktor baru berdasarkan nilai eigen yang lebih besar dari 1. Kelima faktor tersebut adalah faktor sosial, faktor fisik, faktor ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor konstruksi.

Tabel 2.1 Lanjutan Penelitian Terdahulu 26

(18)

12. Raeka dan Sulistyarso (2012) Variabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas:

Jarak ke CBD, jarak ke sekolah, jarak ke pusat perbelanjaan, jumlah fasilitas kesehatan, jumlah fasilitas pendidikan, dan jumlah penduduk. Geographically Weighted Regression (GWR)

Faktor aksesibilitas berupa jarak ke CBD, jarak ke sekolah, dan jarak ke pusat perbelanjaan serta faktor fasilitas umum berupa jumlah fasilitas kesehatan, jumlah fasilitas pendidikan, dan jumlah penduduk berpengaruh terhadap nilai tanah.

(19)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Konsep Penelitian

Kerangka konseptual ini menggambarkan alur penelitian dari rumusan masalah hingga kesimpulan. Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan bagaimana pengaruh dari perpindahan bandar udara Polonia, pembangunan Hermes Palace, dan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah kota Medan mempengaruhi nilai tanah di Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

Keberadaan bandara udara di Kecamatan Medan Polonia memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung kepada kehidupan masyarakat disekitarnya tidak terkecuali terhadap nilai tanah. Pengoperasian bandar udara Polonia oleh PT. Angkasa Pura II selama ini menjadikan daerah tersebut menjadi salah satu pusat aktivitas bisnis di kota Medan, transaksi yang terjadi mencapai milyaran rupiah di bandara tersebut. Hal ini menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk berinvestasi di bandara tersebut. Tidak hanya sekedar membuka usaha di dalam kawasan bandara, tetapi lebih kepada membangun properti di sekitar kawasan bandara Polonia. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan nilai tanah di sekitar kawasan bandara Polonia dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh McDonald and McMillan dalam Smersh,dkk. (2003) dimana Jarak properti ke bandara O’Hare berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai properti disekitarnya. Semakin jauh jarak tanah ke bandara maka akan mengurangi nilai tanah dan sebaliknya.

(20)

29 Besarnya nilai transaksi ekonomi yang terjadi di bandara Polonia merupakan sisi baik keberadaannya di kota Medan. Kebisingan atau polusi udara yang disebabkan oleh keberadaan bandara Polonia menjadi masalah tersendiri bagi lingkungan sekitarnya. Kebisingan yang dihasilkan oleh suara pesawat terbang yang beroperasi dibandar udara menjadi polusi udara yang menggangu aktivitas harian masyarakat sekitarnya hingga dapat menimbulkan penyakit dan

berpengaruh pada penurunan nilai tanah di sekitar wilayah bandar udara (Bell, 2001).

Keberadaan bandara Polonia yang letaknya di tengah-tengah kota mengakibatkan terhambatanya pembangunan di kota Medan. Hal tersebut disebabkan karena kota Medan masuk kedalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP). Pembangunan vertikal yang dilakukan di kota Medan harus melihat tinggi maksimum bangunan yang didirikan agar tidak mengganggu keselamatan penerbangan. Kondisi tersebut membuat investor yang ingin meginvestasikan modalnya di kota Medan untuk membangun gedung-gedung pencakar langit terhambat dan pada akhirnya menghambat pembangunan yang ada di kota Medan.

Perpindahan bandara udara dari Kecamatan Medan Polonia, kota Medan ke daerah Kuala Namu, Kabupaten Deli Serdang memberi harapan bagi perkembangan dan pertumbuhan pembangunan gedung-gedung pencakar langit di kota Medan dan hal ini dapat menarik investor untuk menginvestasikan modalnya di kota Medan. Pelaksanaan perpindahan bandar udara ke wilayah Kuala Namu disertai dengan perubahan tata wilayah kota Medan yang terwujud dalam Perda

(21)

30 kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031.

Dalam Perda RTRW Kota Medan No. 13 tahun 2011, Pasal 33 ayat 2 i, menetapkan bahwa kawasan eks bandara Polonia dan kawasan sekitarnya menjadi kawasan Central Business District (CBD) Polonia dan menetapkan CBD Polonia yang berada di Kecamatan Medan Polonia menjadi salah satu kawasan strategis bidang pertumbuhan ekonomi.

Kehadiran Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011 merupakan hal positif terhadap perkembangan wilayah di sekitar eks bandara Polonia. Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan merupakan salah satu kawasan yang mengalami dampak dari perubahan peruntukan wilayah yang diatur dalam Perda RTRW tersebut. Hal tersebut memperlihatkan bagai mana pengaruh regulasi dalam hal ini Perda RTRW terhadap kehidupan masyarakat terutama nilai tanah atau properti yang masuk ke dalam penetapan regulasi tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Haughwout, dkk., (2008) dengan judul “The

Price of Land inThe New York Metropolitan Area” mengungkapkan bahwa

rencana tata ruang wilayah yang dalam hal ini zonasi (pembagian wilayah), dan perijinan mempengaruhi nilai tanah di New York. Pembagian wilayah atau zonasi terhadap suatu daerah pemerintahan dapat mendorong pertumbuhan suatu wilayah secara konsisten dengan berdasar pada peraturan tata ruang yang telah ditetapkan.

Perubahan peruntukan wilayah kelurahan Anggrung yang terdapat dalam Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011 tersebut disambut hangat oleh para investor atau pemodal. Hal tersebut diwujudkan dengan dilakukannya pembangunan pusat perbelanjaan oleh pihak Hermes yang diberi nama Mall

(22)

31

Hermes Palace. Pembangunan yang dilakukan pada tahun 2011 dan diresmikan

penggunaannya tahun 2012 tersebut turut mempengaruhi peningkatan nilai tanah disekitarnya, yaitu kelurahan Anggrung, kecamatan Medan Polonia, kota Medan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ai (2005) yang mengungkapkan bahwa jarak bidang tanah terhadap CBD mempengaruhi nilai tanah, dimana nilai tanah akan semakin tinggi jika jarak bidang tanah semakin dekat dengan CBD atau pusat keramaian, dan sebaliknya.

3.2 Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan konsep penelitian yang dijelaskan sebelumnya, maka kerangka konseptual penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1, yaitu:

Gambar 3.1.

Kerangka Konseptual untuk Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2014 (X3-i)

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X3)

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2012 (X2)

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X2-i)

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2010 (X1)

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2011 (X1-i)

Analisis Perbandingan Nilai Tanah (Y)

Terdapat pengaruh kenaikan nilai tanah di Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia,

Kota Medan sebagai akibat dari perpindahan bandara (2013-2014), pembangunan Mall Hermes

Palace (2012-2013), dan pengesahan Perda RTRW No. 13 Tahun 2011(2010-2011)

(23)

32 3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan peneliti adalah H1 : β1

d. Terdapat perbedaan signifikan nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2010-2011, Kecamatan Medan Polonia sebelum dan setelah

ditetapkannya Perda RTRW Kota Medan No. 13 Tahun 2011.

≠ 0 (Suatu variabel bebas secara individual dapat menjelaskan variabel terikat secara individual (Ghozali, 2006) serta penjelasannya terhadap masing-masing variabel bebas tersebut adalah sebagai berikut:

e. Terdapat perbedaan signifikan nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2012-2013, Kecamatan Medan Polonia sebeblum dan sesudah

dibangunnya mall Hermes Palace (CBD).

f. Terdapat perbedaan signifikan nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2013-2014, Kecamatan Medan Polonia sebelum dan sesudah

(24)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian sebagai suatu sarana yang pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. Dalam penelitian, baik berbentuk kualitatif maupun kuantitatif, kriteria utama yang harus diperhatikan adalah valid, reliabel, dan objektif. Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terdapat di lapangan dan data yang dilaporkan oleh peneliti. Untuk mencapai penelitian yang baik, maka penelitian harus didasari tata cara kerja yang terstruktur yang selanjutnya disebut dengan metode penelitian.

Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah deskriptif kuantitatif, komparatif, dan kualitatif. “Penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari ciri-ciri, unsur-unsur ataupun sifat-sifat suatu fenomena. Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data, menganalisis data dan menginterprestasikannya. Sementara itu, penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu dan jangkau waktunya adalah masa sekarang (Nazir, 2009).”

(25)

34 Sementara itu, penelitian kualitatif dilakukan untuk menerangkan dinamika perubahan nilai tanah di kelurahan Anggrung dari tahun 2011-2014 sebagai akibat dari ditetapkannya Perda RTRW Kota Medan No. 13 Tahun 2011, pembangunan

Hermes Palace, dan perpindahan bandara. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian ini adalah kelurahan Angrung, kecamatan Polonia di kota Medan (Gambar 4.1). Waktu Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan, dimulai bulan Agustus - Oktober 2014.

Gambar 4.1. Peta Kecamatan Medan Polonia dan Peta Kelurahan Anggrung

4.3 Populasi dan Sampel

Pengambilan populasi adalah bidang tanah yang pernah ditransaksikan (diperjual–belikan dari tahun 2009 - 2014) dan berlokasi di sekitar Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan sebanyak 48 bidang tanah.

Sampel yang digunakan adalah sampel jenuh yang merupakan bagian dari sampel nonprobabilitas. Sampel jenuh adalah metode pengambilan sampel

(26)

35 bilamana semua anggota populasi diambil sebagai anggota sampel (Tukiran, 2012).

4.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Studi dokumentasi

Data pada studi dokumentasi diperoleh dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta seperti kantor Bappeda Kota Medan, Kantor Agraria/BPN, Kantor Pajak Bumi dan Bangunan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Kecamatan, Kelurahan, Notaris, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan juga dari media (info iklan rumah/ruko).

2. Kuisioner

Pengumpulan data melalui kuisioner adalah pengumpulan data dengan mengajukan daftar pertanyaan tertulis yang diisi oleh pemilik bidang tanah yang dijadikan sampel. Kuisioner dalam penelitian ini merupakan kumpulan pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang diteliti dan diberikan langsung kepada responden.

4.5 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil pengisian kuesioner yang diberikan kepada responden. Sementara itu, wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang harga tanah di lokasi penelitian dengan mewawancarai kepala lingkungan dan kelurahan.

Data sekunder meliputi data yang relevan meliputi peta-peta dan data administrasi kecamatan, penggunaan tanah, status tanah, jumlah dan kepadatan penduduk, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), data statistik Kota Medan,

(27)

36 perundang-undangan yang berkaitan dengan harga tanah, dan data relevan lain yang mendukung penelitian ini. Data sekunder didapat dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta seperti kantor Bappeda Kota Medan, Kantor Agraria/BPN, Kantor Pajak Bumi dan Bangunan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Kecamatan, Kelurahan dan Notaris.

4.6 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Terdapat dua jenis variable yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: variabel terikat (dependent variable ) dan variabel bebas (independent varaiable) berupa: variabel terikat pada penelitian ini adalah nilai tanah (Y). Sementara, untuk variabel bebas pada penelitian ini adalah nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1) sebagai akibat ditetapkannya Perda Rencana Tata Ruang

Wilayah kota Medan No. 13 tahun 2011, dan nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i) sebagai akibat ditetapkannya Perda Rencana Tata Ruang

Wilayah kota Medan No.13 tahun 2011, nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2) atau sebelum dibangun Hermes Palace, nilai tanah di kelurahan

Anggrung tahun 2013 (X2-i) atau setelah dibangun Hermes Palace, nilai tanah di

kelurahan anggrung tahun 2013 (X3) atau sebelum perpindahan bandara (X3) dan

nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014 (X3-i

Adapun definisi operasional dari seluruh variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

) atau setelah perpindahan bandara.

Tabel 4.1. Operasional Variabel

Variabel Defenisi Skala

(28)

Variabel Terikat : Nilai Tanah

Nilai Tanah diartikan sebagai kekuatan nilai dari tanah untuk dapat

dipertukarkan dengan barang lain. Rasio Variabel Bebas:

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010

Nilai tanah di kelurahan Anggrung pada tahun 2010 atau sebelum ditetapkannya Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011.

Rasio

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011

Nilai tanah di kelurahan Anggrung pada tahun 2010 atau setelah ditetapkannya Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011.

Rasio

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012

Nilai tanah di kelurahan Anggrung pada tahun 2010 atau sebelum dibangun nya Mall Hermes Palace.

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013

Nilai tanah di kelurahan Anggrung pada tahun 2013 atau setelah dibangun nya Mall Hermes Palace dan perpindahan bandar udara.

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014

Nilai tanah di kelurahan Anggrung pada tahun 2014 atau setelah perpindahan bandar udara.

Rasio

Sumber: Data olahan penelitian (2015) 4.7 Indikator Penelitian

Adapun indikator dalam penelitian ini meliputi: 1. Variabel terikat

Variable terikat berupa nilai tanah (X) memiliki indikator berupa: alamat, luas tanah, transaksi jual-beli tanah, harga penawaran di pasar, dan hak kepemilikan tanah

2. Variabel bebas

Variabel bebas penelitian adalah Perda RTRW Kota Medan no. 13 Tahun 2011, mall Hermes Palace, dan Bandara. Indikator dari masing-masing variable bebas adalah:

a. Indikator nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010, meliputi: harga penawaran di pasar tahun 2010 dan transaksi jual-beli tanah tahun 2010, b. Indikator nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011, meliputi: harga

penawaran di pasar tahun 2011 dan transaksi jual-beli tanah tahun 2011, Sambungan Tabel 4.1 Operasional Variabel 37

(29)

38 c. Indikator nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012, meliputi: harga

penawaran di pasar tahun 2012 dan transaksi jual-beli tanah tahun 2012, d. Indikator nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013, meliputi: harga

penawaran di pasar tahun 2013 dan transaksi jual-beli tanah tahun 2013, dan e. Indikator nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014, meliputi: harga

penawaran di pasar tahun 2014 dan transaksi jual-beli tanah tahun 2014.

4.8 Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Deskriptif

Metode ini merupakan uraian atau penjelasan dari hasil pengumpulan data yang dilakukan sehingga diperoleh gambaran umum penelitian untuk data berskala skala interval /rasio. Analisis deskriptif memberi penjelasan tentang nilai rata-rata, standard deviation, nilai maksimal, nilai minimal, namun untuk data berskala ordinal tidak dapat diberi nilai rata-rata Fachrudin dan Meliza (2014).

2. Uji Paired t- test

Uji Paired t-test digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata dua kelompok sampel yang saling berhubungan (Nazir, 2009). Uji Paired t-test dilakukan dengan menggunakan program SPSS dan menghasilkan uji t.

Adapun Rumusan hipotesis penelitian adalah:

a. H0 = X1 = X1-i H0 = X2 = X2-i H0 = X3 =

(30)

Artinya, tidak ada perbedaan nilai tanah antara sebelum dan sesudah pengesahan Perda RTRW Kota Medan no. 13 Tahun 2011, pembangunan mall Hermes Palace, dan perpindahan bandara polonia.

b. H0 = X1 ≠ X1-i H0 = X2 ≠ X2-i H0 = X3 ≠

X3-i,

39 Artinya, ada perbedaan nilai tanah antara sebelum dan sesudah pengesahan Perda RTRW Kota Medan No. 13 Tahun 2011, pembangunan Hermes

Palace, dan perpindahan bandara polonia.

Dalam penelitian ini, nilai thitung akan dibandingkan dengan ttabel

a. Ho tidak ditolak jika : t

. Kriteria penilaian hipotesis pada uji t ini adalah:

hitung < ttabel atau -thitung > -t

b. Ho ditolak jika : t

tabel hitung ≥ttabel atau - thitung ≤ -t

Nilai t

tabel hitung akan dibandingkan dengan ttabel

a. Ho tidak ditolak jika : Sig.

pada tingkat signifikansi alpha 5% atau sering disebut dengan pengambilan keputusan dengan menggunakan nilai probabilitas. Kriteria penilaian hipotesis pada uji t ini adalah:

(2-tailed)

b. Ho ditolak jika : Sig.

> 0,05

(31)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Anggrung

Kelurahan Anggrung yang beralamat di jalan Dr. Cipto I Gang Sudirman merupakan salah satu Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Polonia, kota Medan. Berdasarkan statistik daerah Kecamatan Medan Polonia, kelurahan Anggrung memiliki luas wilayah sebesar 0,40 km2

Sebagai salah satu kelurahan yang terletak dekat dengan pusat kota, Kelurahan Anggrung menjadi salah satu investasi bagi para pemilik modal. Adapun investasi yang diminati oleh para investor atau pemilik modal adalah berupa pembangunan pusat perbelanjaan (mall), pembangunan perumahan mewah, dan kompleks CBD. Hal tersebut dapat mempengaruhi peningkatan transaksi jual-beli tanah di Kelurahan Anggrung. Bidang tanah yang sebelumnya dijadikan sebagai tempat berdirinya rumah tinggal, tanah kosong dan kantor di atau sebesar 4,48% dari total luas wilayah Kecamatan Medan Polonia. Adapun jumlah penduduk di Kelurahan Anggrung pada tahun 2013 adalah sebanyak 1.739 jiwa, dimana jumlah rumah tangganya adalah sebanyak 439 rumah tangga dan tingkat kepadatan penduduk adalah sebesar 4.347 jiwa/km.

(32)

rubah menjadi perumahan mewah, mall, dan CBD yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Salah satu yang mempengaruhi perkembangan wilayah kelurahan Anggrung adalah dengan diterbitkannya Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011, dimana terjadi perubahan peruntukan lahan di wilayah tersebut. Wilayah yang sebelumnya berada pada perlintasan dan keamanan penerbangan kini dirubah

40

41 berada pada perlintasan dan keamanan penerbangan kini dirubah peruntukan menjadi lokasi bisnis, perumahan dan lainnya. Kehadiran perda tersebut diikuti dengan perpindahan bandara dari Kecamatan Medan Polonia ke wilayah Kuala Namu, kabupaten Deli Serdang.

5.1.2 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif memberi penjelasan tentang nilai rata-rata, standard

deviation, nilai maksimal, dan nilai minimal. Setelah dilakukan penelitian terdapat

hasil yang berhubungan antar variabel bebas, yaitu sebelum dan sesudah Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011, sebelum dan sesudah pembangunan mall

Hermes Palace, dan perpindahan Bandara.

5.1.2.1 Penjelasan tentang variabel-variabel penelitian

Penjelasan tentang variabel-variabel penelitian nilai tanah dikelurahan Anggrung adalah:

a. Nilai tanah (Y)

Berikut ini merupakan deskripsi variabel terikat dari penelitian ini, yaitu variabel nilai tanah per meter persegi di sekitar Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan (Tabel 5.1).

(33)

Tabel 5.1

Deskripsi Variabel Nilai Tanah dari Tahun 2011-2014 (Y)

Deskripsi Tahun Jumlah

Sampel Total Nilai Tanah (Rp.) Rata-Rata Nilai Tanah (Rp.) Peningkatan Rata-Rata Nilai Tanah (Rp.) Persentase (%) Peningkatan Nilai Tanah Nilai Tanah di kelurahan Anggrung 2010 57 36.076.250.000,- 632.916.667,- - - 2011 57 43.232.050.000,- 758.457.017,5,- 125.540.350,9,- 16,6 2012 57 53.437.500.000,- 937.500.000,- 179.042.982,5,- 19,1 2013 57 82.775.500.000,- 1.452.201.754,4,- 514.701.754,4,- 35,4 2014 57 95.866.000.000,- 1.954.140.350,9,- 501.938.596,5,- 25,7

Sumber : Data Olahan Penelitian (2015)

42 Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa total nilai tanah pada tahun 2010

adalah sebesar Rp. 36.076.250.000,- dengan rata-rata nilai tanah sebesar Rp. 632.916.667,-, total nilai tanah pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 43.232.050.000,- dengan rata-rata nilai tanah sebesar Rp. 758.457.017,54,

total nilai tanah pada tahun 2012 adalah sebesar Rp. 53.437.500.000,- dengan rata-rata nilai tanah sebesar Rp. 937.500.000,-, total nilai tanah pada tahun 2013

adalah sebesar Rp. 82.775.500.000,- dengan rata-rata nilai tanah sebesar Rp. 1.452.201.754,4,-, dan total nilai tanah pada tahun 2014 adalah sebesar

Rp. 111.386.000.000,- dengan rata-rata nilai tanah sebesar Rp. 1.954.140.350,9,-. Peningkatan rata-rata nilai tanah yang paling tinggi adalah terjadi pada tahun 2012-2013, yaitu sebesar Rp. 514.701.754,4,- dan peningkatan rata-rata nilai tanah terkecil terjadi pada tahun 2010-2011, yaitu sebesar Rp. 125.540.350,9,-

Grafik peningkatan rata-rata nilai tanah dari tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Rp. 1.954.140.350,9,- Rp. 1.452.201.754,4,-

(34)

Gambar 5.1

Rata-Rata Nilai Tanah dari Tahun 2011-2014 Sumber Penelitian : Data Olahan Penelitian (2015)

43 Rata-rata peningkatan nilai bidang tanah per tahun (2010-2014) diperoleh dari hasil pembagian antara total rata-rata peningkatan nilai tanah dibagi jumlah tahun. Adapun hasil daripada rata-rata peningkatan nilai tanah pertahunnya adalah Rp. 330.305.921,-/bidang tanah (Rp. 1.321223.684,21,-/bidang tanah : 4 ). Adapun persentase rata-rata nilai tanah di Kelurahan Anggrung adalah sebesar 25%.

b. Nilai Tanah di kelurahan Anggrugn tahun 2010 (X1) dan 2011 (X1-i

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 (X

)

1) yatu nilai tanah

di kelurahan Anggrung sebelum pengesahan Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011 dan nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i) yaitu nilai

tanah di kelurahan Anggrung setelah pengesahan Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011. Rata-rata nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1)

adalah Rp. 632.916.667,- dan standard deviation adalah sebesar 495.609.322,6.

Rata-rata nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i) adalah

Rp. 758.457.017,5,- dan standard deviation adalah sebesar 692.776.202,6. Maksimal nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1

Rp. 758.457.017,54,-

) adalah sebesar Rp. 2.100.000.000 dan minimal sebesar Rp. 168.000.000. Maksimal nilai tanah di

Rp. 937.500.000,- Rp. 632.916.667,-

(35)

kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 (X

) adalah sebesar Rp. 3.000.000.000 dan minimal sebesar Rp. 193.200.000. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2.

1) dan 2011 (X1-i) pada

sampel penelitian ini dibagi ke dalam 5 kelompok dengan interval Rp. 566.400.000,-. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.2.

44

Tabel 5.2

Deskripsi Variabel Nilai Tanah Sebelum

Pengesahan Perda RTRW Kota Medan No. 13 Tahun 2011 (X1)

dan Setelah Pengesahan Perda RTRW Kota Medan No. 13 Tahun 2011 (X1-i

Sumber : Data Olahan Penelitian (2015)

)

No Variabel Bebas Jumlah

Sampel Standard Deviation Rata-rata nilai tanah Maksimal (Rp.) Minimal (Rp.) 1 Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1 57 ) 495.609.332,6 688.315.789,47 2.100.000.000 168.000.000 2 Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i 57 ) 692.776.202,6 758.457.017,5 3.000.000.000 193.200.000 38 41 1 6 1

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011

0 9

12

3 3

(36)

Gambar 5.2

Pengelompokan Nilai Tanah

di Kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1) dan 2011 (X1-i

Sumber Penelitian : Data Olahan Penelitian (2015)

)

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa kelompok nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 dengan interval Rp. 168.000.000 - Rp. 734.400.000 sebagai kelompok sampel terbesar dimana jumlah sampel sebesar 41 bidang tanah dan kelompok dengan jumlah sampel terkecil berada pada interval nilai tanah sebesar

45 Rp. 2.433.700.000 - Rp. 3.000.000.000 dimana tidak terdapat sampel pada interval tersebut. Sementara itu, nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011 dengan interval Rp. 168.000.000 - Rp. 734.400.000 sebagai kelompok sampel terbesar dimana jumlah sampel sebesar 38 bidang tanah dan kelompok dengan jumlah sampel terkecil berada pada interval nilai tanah sebesar Rp. 1.300.900.000 - Rp. 1.867.200.000

c. Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2012 (X

dimana jumlah sampelnya sebesar 1 bidang tanah.

2) dan 2013 (X2-i

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012 (X

)

2), yaitu sebelum

pembangunan mall Hermes Palace dan nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X2-i), yaitu setelah pembangunan mall Hermes Palace. Rata-rata nilai

tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2) adalah Rp. 937.500.000 dan standard deviation adalah sebesar 917.820.908,1. Rata-rata nilai tanah di

kelurahan Anggrung tahun 2013 (X2-i) adalah Rp. 1.452.201.754,4 dan standard deviation adalah sebesar 1.553.340.535,8. Maksimal nilai tanah di kelurahan

Anggrung tahun 2012 (X2) adalah sebesar Rp. 4.200.000.000 dan minimal sebesar

Rp. 210.000.000. Sementara itu, maksimal rata nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun Tahun 2013 (X2-i) adalah sebesar Rp. 7.200.000.000 dan minimal sebesar

(37)

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2) dan 2013 (X2-i) pada

sampel penelitian ini dibagi ke dalam 5 kelompok dengan interval Rp. 1.398.000.000,-. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.3 yang

menggambarkan kondisi nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2012 dan 2013.

46

Tabel 5.3

Deskripsi Variabel Nilai Tanah Sebelum Pembangunan Mall Hermes Palace (X2)

dan Setelah Pembangunan Mall Hermes Palace (X2-i

Sumber : Data Olahan Penelitian (2015)

)

No Variabel Bebas Jumlah

Sampel Standard Deviation Rata-rata nilai tanah Maksimal (Rp.) Minimal (Rp.) 1 Nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2012 (X2 57 ) 917.820.908,1 932.061.403,5 4.200.000.000 210.000.000 2 Nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X2-i 57 ) 1.553.340.535,8 1.452.201.754,4 7.200.000.000 252.000.000 42 50 0 5 0

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012

0 2

10

3 2

(38)

Gambar 5.3

Pengelompokan Nilai Tanah

di Kelurahan Anggrung Tahun 2012 (X2) dan 2013 (X2-i

Sumber Penelitian : Data Olahan Penelitian (2015)

)

Gambar 5.3 menunjukkan bahwa kelompok nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2012 (X2) dengan interval Rp. 210.000.000 - Rp. 1.608.000.000

sebagai kelompok sampel terbesar dimana jumlah sampel sebesar 50 bidang tanah

47 dan kelompok dengan jumlah sampel terkecil berada pada interval nilai tanah

sebesar Rp. 4.405.000.000 - Rp. 5.802.000.000 dan Rp. 5.803.000.000 - Rp. 7.200.000.000dimana tidak terdapat sampel pada interval tersebut. Sementara

itu, nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X2-i) dengan interval Rp.

210.000.000 - Rp. 1.608.000.000 sebagai kelompok sampel terbesar dimana jumlah sampel sebesar 43 bidang tanah dan kelompok dengan jumlah sampel

terkecil berada pada interval nilai tanah sebesar Rp. 3.007.000.000 - Rp. 4.404.000.000

d. Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X

dimana tidak terdapat sampel pada interval nilai tanah tersebut.

3) dan 2014 (X3-i

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X

)

3), yaitu nilai tanah di

kelurahan Anggrung sebelum perpindahan bandara Tahun 2013 dan Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X3-i), yaitu nilai tanah di kelurahan Anggrung

setelah perpindahan bandara Tahun 2014. Rata-rata nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X3) adalah Rp. 1.452.201.754,4 dan standard deviation

adalah sebesar 1.553.340.535,81. Rata-rata nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2014 (X3-i) adalah Rp. 1.681.859.649,1 dan standard deviation adalah

(39)

sebesar 1.866.523.355,15. Maksimal nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X3) adalah sebesar Rp. 7.200.000.000 dan minimal sebesar Rp.

252.000.000. Maksimal nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2014 (X3-i)

adalah sebesar Rp. 8.400.000.000 dan minimal sebesar Rp. 294.000.000. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4.

48

Tabel 5.4

Deskripsi Variabel Nilai Tanah Sebelum Perpindahan Bandara Tahun 2013 (X3)

dan Setelah Perpindahan Bandara Tahun 2014 (X3-i

Sumber : Data Olahan Penelitian (2015)

)

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X3) dan 2014 (X3-i) pada

sampel penelitian ini dibagi ke dalam 5 kelompok dengan interval Rp. 1.629.600.000,-. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.4 yang

menggambarkan kondisi nilai tanah di Kelurahan Anggrung sebelum dan sesudah perpindahan bandara ke Kuala Namu, kabupaten Deli Serdang.

No Variabel Bebas Jumlah

Sampel Standard Deviation Rata-rata nilai tanah Maksimal (Rp.) Minimal (Rp.) 1 Nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2013(X3 57 ) 1.553.340.535,8 1.452.201.754,4 7.200.000.000 252.000.000 2 Nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2014 (X3-i 57 ) 2.203.959.326 1.954.140.351 10.200.000.000 336.000.000 3 50 43 8 3

Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014 Nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013

(40)

Gambar 5.4 Pengelompokan Nilai Tanah Di Kelurahan Anggrung tahun 2013 (X3) dan 2014 (X3-i

Sumber Penelitian : Data Olahan Penelitian (2015) )

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa kelompok nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X3) dengan interval Rp. 252.000.000 - Rp. 2.241.600.000 sebagai

49 kelompok sampel terbesar dimana jumlah sampel sebesar 50 bidang tanah dan kelompok dengan jumlah sampel terkecil berada pada interval nilai tanah sebesar Rp. 8.210.500.000 - Rp. 10.200.000.000 dimana tidak terdapat sampel pada interval tersebut. Sementara itu, nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014 (X3-i) dengan interval Rp. 252.000.000 - Rp. 2.241.600.000 sebagai kelompok

sampel terbesar dimana jumlah sampel sebesar 43 bidang tanah dan kelompok

dengan jumlah sampel terkecil berada pada interval nilai tanah sebesar Rp. 4.231.300.000 - Rp. 6.220.800.000

5.1.3 Uji Paired t-test

dimana hanya terdapat 1 sampel pada interval nilai tanah tersebut.

Uji Paired t-test pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1) dan 2011

(X1-i), tahun 2012 (X2) dan tahun 2013 (X2-i), tahun 2013 (X3) dan tahun 2014

(X3-i

Kriteria pengujian hipotesis secara parsial (individual) adalah sebagai berikut : ). Uji t dilakukan untuk menentukan signifikansi pengaruh masing- masing variabel yang ada dalam model. Nilai statistik t bias dilihat dari tabel 5.5 Paired

Samples Test untuk nilai tanah di Kelurahan Anggrung.

0

(41)

c. H0 = X1 = X1-i H0 = X2 = X2-i H0 = X3 =

X3-i

Artinya, tidak ada perbedaan nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014.

,

d. H0 = X1 ≠ X1-i H0 = X2 ≠ X2-i H0 = X3 ≠

X3-i

Artinya, ada perbedaan nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014.

,

50

Tabel 5.5

Paired Samples Test untuk Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung

Paired Samples Test

Deskripsi Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Nilai Tanah di kelurahan Anggrung tahun 2010 – Nilai Tanah di kelurahan Anggrung tahun 2011 -125540350.9 227241275.3 30098842.2 -185835577.2 -65245124.6 -4.171 56 .000 Pair 2 Nilai Tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2012- Nilai Tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 -514701754.4 644467487.9 85361804.1 -685701996.2 -343701512.6 -6.030 56 .000 Pair 3 Nilai Tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 – Nilai Tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014 -501938596.5 660125421.5 87435748 -677093447.3 -326783745.7 -5.741 56 .000

(42)

Sumber : Data Olahan Penelitian (2015)

Dalam penelitian ini, nilai thitung akan dibandingkan dengan ttabel

Ho tidak ditolak jika : - t

pada tingkat signifikansi alpha 5%. Kriteria penilaian hipotesis pada uji t ini adalah:

tabel≤ thitung ≤ ttabel

Ho ditolak jika : t

hitung >ttabel atau - thitung ≤ -t

Mencari t

tabel tabel

Df = n – k – 1,

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

= 57-6-1 = 50

51 Maka berdasarkan rumus mencari nilai ttabel diketahui bahwa nilai ttabel adalah

sebesar 2,00856. Kemudian nilai ttabel dibandingkan dengan nilai statistik tbias

Selain dengan cara melihat hasil nilai hitung diatas, pengujian juga dapat dilakukan dengan melihat nilai Sig. dari variabel independen, dimana apabila nilai Sig. tersebut lebih kecil dari nilai α, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya.

dilihat dari Tabel 5.5 Paired Samples Test untuk nilai tanah di kelurahan Anggrung.

Secara parsial hasil pengujian uji t untuk masing – masing variabel penelitian diuraikan sebagai berikut :

a) Variabel Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2011 (X1) dan Variabel

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung Tahun 2011 (X1-i

Nilai t

)

hitung dari variabel nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1)

dan 2011 (X1-i) sebesar -4,171 < ttabel = -2,00856, hal tersebut sejalan dengan nilai

(43)

tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i) sebesar 0,000 < 0,05. Hasil uji

parsial variabel nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1) dan nilai

tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i) ini menunjukkan bahwa hipotesis

H0 ditolak, thitung > ttabel atau –thitung ≤ -ttabel, artinya variabel nilai tanah di

Kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1) dan nilai tanah di Kelurahan Anggrung

tahun 2011 (X1-i

Terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing variabel bebas penelitian terhadap variabel terikat nya (nilai tanah di kelurahan Anggrung) dan seluruh

) sebagai akibat penetapan Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011 secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah di kelurahan Anggrung.

52 variabel bebas tersebut berpengaruh sigifikan terhadap variabel terikat. Variabel bebas berupa nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012 dan 2013 yang merupakan nilai tanah di kelurahan Anggrung sebelum dan sesudah pembangunan mall Hermes Palace merupakan variabel bebas penelitian yang paling berpengaruh terhadap nilai tanah di kelurahan Anggrung. Variabel bebas berupa nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2010 dan 2011 yang merupakan nilai tanah dikelurahan anggrung sebelum dan setelah ditetapkannya Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011 merupakan variabel ke dua yang berpengaruh terhadap nilai tanah dikelurahan Anggrung. Sementara itu, variabel bebas nilai tanah dikelurahan Anggrung tahun 2013 dan 2014 yang merupakan nilai tanah sebelum dan setelah perpindahan bandara adalah variabel bebas yang paling kecil pengaruhnya terhadap nilai tanah dikelurahan Anggrung. Hal tersebut didasarkan pada besarnya nilai rata-rata (mean) dan nilai t dari masing-masing perbandingan variabel bebasnya.

(44)

b) Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2) dan 2013 (X2-i

Nilai t

)

hitung dari variabel nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2),

yaitu nilai tanah di kelurahan Anggrung sebelum peresmian pembangunan mall

Hermes Palace dan variabel nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X2-1),

yaitu nilai tanah di kelurahan Anggrung setelah pembangunan mall Hermes

Palace (X2-i) sebesar -6,030 < ttabel = -2,00856, hal tersebut sejalan dengan nilai

Sig. untuk variabel nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2) dan 2013

(X2-i) sebesar 0,000 < 0,05. Hasil uji parsial variabel nilai tanah setelah nilai

tanah di kelurahan Anggrung tahun 2013 (X2-i) ini menunjukkan bahwa hipotesis

H0 ditolak, thitung > ttabel atau –thitung ≤ -ttabel

53 , artinya variable nilai tanah dikelurahan

Anggrung tahun 2012 (X2) dan variabel nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun

2012 tahun 2013 (X2-i

c) Nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X

) yang merupakan nilai tanah sebelum dan sesudah pembangunan Mall Hermes Palace secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah di kelurahan Anggrung.

3) dan 2014 (X3-i

Nilai t

)

hitung dari variabel nilai tanah di kelurahan Anggrung (X3) yang

merupakan nilai tanah di kelurahan Anggrung sebelum perpindahan bandara dan nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014 (X3-i) yang merupakan nilai tanah

di kelurahan Anggrung setelah perpindahan bandara Tahun 2014 sebesar -5,741 < ttabel = -2,00856, hal tersebut sejalan dengan nilai Sig. untuk variabel nilai tanah di

kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X3) dan 2014 (X3-i) sebesar 0,000 < 0,05.

Hasil uji parsial variabel nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2013 (X3) dan

2014 (X3-i) ini menunjukkan bahwa hipotesis H0 ditolak, thitung > ttabel atau -thitung

(45)

merupakan nilai tanah di kelurahan Anggrung sebelum perpindahan bandara dan nilai tanah di kelurahan Anggrung Tahun 2014 (X3-i

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

) yang merupakan nilai tanah di kelurahan Anggrung setelah perpindahan bandara secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah di kelurahan Anggrung

Pembahasan hasil penelitian dengan objek penelitian nilai tanah di kelurahan Anggrung, yaitu:

1. Pengaruh Pengesahan Perda RTRW Tahun 2011 Terhadap Nilai Tanah Dikelurahan Anggrung

Pengaruh variabel pengesahan Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011 terhadap nilai tanah dikelurahan Anggrung dapat dilihat dari perbandingan rata-

54 rata nilai tanah sebelum pengesahan Perda RTRW No. 13 tahun 2011 (X1) dengan

setelah pengesahan Perda RTRW No. 13 tahun 2011 (X1-i

Penelitian yang dilakukan oleh Haughwout, dkk., (2008) dengan judul “The

Price of Land inThe New York Metropolitan Area” mengungkapkan bahwa

rencana tata ruang wilayah yang dalam hal ini zonasi (pembagian wilayah), dan perijinan mempengaruhi nilai tanah di New York. Pembagian wilayah atau zonasi terhadap suatu daerah pemerintahan dapat mendorong pertumbuhan suatu wilayah secara konsisten dengan berdasar pada peraturan tata ruang yang telah ditetapkan. Pemetaan dan peruntukan lahan (zonasi) perlu dilakukan oleh pemerintah dalam

) yaitu sebesar -125.540.350,9 dengan standard deviation sebesar 227.241.275,3 dan nilai sig.

0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa perpindahan bandara berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah di kelurahan Anggrung dimana terjadi peningkatan rata-rata nilai tanah sebesar Rp. 125.540.350,9/bidang tanah.

(46)

rangka pembangunan infrastruktur dan juga peningkatan pendapatan daerah melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Zonasi dilakukan pemerintah dalam rangka pemerataan pertumbuhan ekoNomi di suatu daerah dimana masyarakat akan selalu mencari bidang tanah yang berlokasi dekat daerah perkotaan atau daerah pemasarannya sesuai dengan teori Thunen (Haris, 2009).

Peraturan mengenai zonasi atau peruntukan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekoNomi dan peningkatan nilai tanah. Hal tersebut diungkapkan oleh Bello dan Arowosegbe (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Factors

Affecting Land-Use Change on Property Values in Nigeria” dimana peraturan

zonasi atau peruntukan tanah di Negeria memberikan kesempatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah tinggal, meningkatkan

55 pendapatan masyarakat dengan menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan, dan meningkatkan nilai tanah.

Pengaruh kebijakan atau peraturan pemerintah terhadap nilai tanah perlu untuk diperhatikan oleh setiap orang agar terhindar dari kerugian yang ditimbulkannya terutama dalam transaksi jual-beli bidang tanah. Misal, seorang membeli sebidang tanah dengan luas 6 m x 20 m dan berada 1 meter dari dipinggir jalan. Peraturan pemerintah mengatakan bahwa jarak tanah dari garis tepi jalan adalah 2 meter. Dari hal tersebut dapat diketahu bahwa pembeli mengalami kerugian sebanyak 6 m2 sebagai akibat dari peraturan pemerintah yang ada. Begitu juga ketika seseorang membeli sebidang tanah untuk dijadikan pertapakan rumah tinggal sementara peruntukan tanah tersebut adalah persawahan. Hal tersebut mengunkapkan pengaruh peraturan atau kebijakan pemerintah terhadap nilai tanah. Prakoso (2005) dalam Tesis nya yang berjudul

Gambar

Gambar 2.1. Siklus Properti
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Medan Polonia dan Peta Kelurahan Anggrung

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Ilyas Muhajir dan Triyono tentang “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI 2005

Keuntungan pengolahan tanah minimum yaitu menghindari kerusakan struktur tanah, mengurangi aliran permukaan dan erosi, memperlambat proses mineralisasi, sehingga penggunaan zat –

Keadaan topografi dalam penetapan trase jalan memegang peranan penting, karena akan mempengaruhi penetapan alinyemen, kelandaian jarak, jarak pandang, penampang melintang,

Field (2005) juga mengatakan bahwa riset visual juga penting untuk dilakukan yaitu dimana sutradara menngumpulkan riset terkait dengan visual sehingga sutradara

Penelitian yang dilakukan oleh Ivan dalam Syaputra (2011) yang mengatakan bahwa faktor empati perawat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kepuasan pasien, dimana

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi; (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi

Pada dasarnya sifat hidrolika tanah dalam keadaan tidak jenuh digambarkan oleh fungsi konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah (Klute 1986)... 2.2.1 Fungsi

Hal ini sejalan dengan penelitian Lang dan Lundholm (1993) dalam Clarkson et al (2006) yang mengungkapkan bahwa perusahaan dengan kinerja keuangan yang baik cenderung