• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PENYEWA TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG DIBEBANI HAK SEWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM PENYEWA TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG DIBEBANI HAK SEWA"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERLINDUNGAN HUKUM PENYEWA

TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN

YANG DIBEBANI HAK SEWA

OLEH

GST.AGUNG FAJAR MAHARDIKA PUTRA PRIMA

1310122054

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITS WARMADEWA

DENPASAR

2017

(2)

ii

PERLINDUNGAN PENYEWA TERHADAP

OBYEK HAK TANGGUNGAN YANG DIBEBANI HAK SEWA

OLEH :

GST.AG.FAJAR MAHARDIKA PUTRA PRIMA

NPM : 1310122054

SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK

MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM

(3)

iii

SKRIPSI INI TELAH DIUJI DAN DINYATAKAN LULUS PADA TANGGAL :JULI 2017

Ketua Sekretaris

Ni KomangArini Styawati,SH.,M.Hum Ni GustiKetut Sri astiti. SH NIK.

230330128

NIK. 230330125

Anggota

Ni Made Jaya Senastri,SH.,MH. NIK. 230330118

Ni Made PuspasutariUjianti,SH.,MH. NIP. 19770220 200501 2001

I.B.Gede.AgustyaMahaputra,SH.,MH. NIK. 230330302

(4)

iv

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI DAN DISAHKAN

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa sepanjang

pengetahuan saya, di dalam naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah

yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik

di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pemdapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terang

dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar

pustaka

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat

unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi digugurkan dan gelar akademik

yang telah saya peroleh (Sarjana Hukum) dibatalkan, serta diproses sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar,

Mahasiswa,

IGST.AG.FAJAR MAHARDIKA PUTRA PRIMA

NPM : 1310122054

(5)

v

Kata Pengantar

Om Swastiastu,

Puja dan Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat-Nya penulisan skripsi yang berjudul “”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat dan kewajiban terkahir dalam rangka menyelesaikan kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Wrmadewa.

Dalam menyelesaikan Skrisi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya dengan kerendahan hati izinkan penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Dewa Putu Widjana, DAP&E.,Sp.Park, Rektor Universitas Warmadewa Denpasar.

2. Bapak Dr. I N. P. Budiartha,S.H.,M.H, Dekan Fakultas Hykum Warmadewa Denpasar.

3. Ni Komang Arini Styawati,SH, M.Hum ,Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini, yang telah banyak membimbing penulis.

4. Ni Gusti Ketut Sri Astiti, SH , Dosen Pembimbing II yang telah membimbin penulis, sehingga skripsi dapat erselesaikan.

5. Seluruh Dosen, Staff Tata Usaha, dan Staff Perpustakaan Fakultas Hukum Warmadewa, yang telah tulus memberikan bantuan serta petunjuk selama saya mengikuti perkuliahan maupun menyusun skripsi ini.

6. Ajik, Ibu, tercinta yang selalu emberikan dukungan lahir, bathin, financial serta doa yang tulus kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terwujud sesua dengan harapan.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skrisi ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya untuk itu kritik dan saran bersifat membangun dari semua pihak terutama dosen oenguji sangat penulis harapkan sebagai bahan perbaikan untuk tidak jauhnya menyimpang dari apa yang diharapkan.

Sebagai akhir kata, mudah-mudahan apa yang penulis dapat paparkan daam skripsi ini ada manfaatnya bagi kita, demi kemajuan khususnya dalam bidang ilmu hukum.

Denpasar, Penulis

IGST.AG.FAJAR MAHARDIKA PP NPM : 1310122054

(6)

vi

ABSTRAK

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Prinsip kehati-hatian bank menentukan bahwa dalam memberikan kredit kepada nasabahnya diperlukan Collateral atau jaminan. Permasalahan hukum dalam lingkup hak tanggungan pada skripsi ini digambarkan dengan kondisi objek sewa yang disewakan oleh debitur kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditor yang pada akhirnya objek hak tanggungan tersebut dieksekusi. Yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimanakah perlindungan hukum penyewa terhadap objek hak tanggungan yang dieksekusi dan bagaimanakah prosedur eksekusi terhadap objek hak tanggungan yang disewakan.

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang digunakan dengan pendekatan studi Perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan cara menelaah permasalahan dengan semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahn (isu hukum) yang sedang dihadapi.

Hasil pembahasan yang terangkum sebagai kesimpulan dalam skripsi ini yaitu Perlindungan hukum penyewa terhadap objek hak tanggungan yang disewakan adalah dapat ditinjau dari pengaturan Pasal 1576 BW yaitu pihak penyewa dapat mempertahankan haknya dengan dalih suatu jual beli tidak dapat menghapuskan sewa menyewa, melainkan hanya bisa mempertahankan haknya sebatas pada pihak yang menyewakan dengan menuntut ganti rugi atas berakhirnya hubungan sewa menyewa. Perlindungan hukum pihak penyewa untuk menggugat pihak yang menyewakan terkait sewa menyewa timbul karena pihak yang menyewakan telah melalaikan prestasinya sebagaimana dimaksud Pasal 1550 BW. Prosedur eksekusi objek hak tanggungan yang dibebani hak sewa adalah dimulai dengan dilakukannya pengajuan permohonan eksekusi dan diakhiri dengan pelaksanaan eksekusi. Permohonan eksekusi dilakukan dengan mengajukan permohonan yang diajukan langsung ke Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan fotokopi putusan pengadilan (putusan Pengadilan Negeri, dan/atau putusan Mahkamah Agung) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pihak yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang dinyatakan “menang” dalam putusan pengadilan, baik itu dilakukan secara pribadi atau melalui kuasa hukumnya dengan disertai kuasa khusus.

(7)

vii ABSTRACT

Bank is a business entity that collects funds from the community in the form of savings and distributes it to the community in the form of credit. The prudential principle of the bank determines that in providing credit to its customers Collateral or guarantee is required. Legal issues within the scope of mortgage on this study is illustrated by the condition of the lease object has been rented by the debtor to a third party without the knowledge of the creditor that ultimately the object of the mortgage right is executed. Based on that problem, this study aims to analyze and examine the legal protection of the tenant on the executed mortgage object and execution procedure to mortgage object that is leased.

The type of legal research methods used in this study is the normative legal research method, which will be used with the approach of Legislation approach. Legislation approach is done by examining the problem with all regulation that related to the problem (legal issue) that is being faced.

The results of the discussion summarized as the conclusion in this study are the legal protection of the tenant on the executed mortgage object leased is can be reviewed from the regulation of Article 1576 BW that said the tenant can defend his rights under the pretext of a sale, and some purchase done can not eliminate the lease, but can only defend the right limited On the leasing party by claiming compensation for the termination of the lease relationship. Legal protection of the lessee to sue the leasing party in respect of the lease arises because the leasing party has neglected his / her performance as referred to Article 1550 BW. The execution procedure of the mortgage object that is borne by the right to lease is to begin with the application of the execution and end with the execution. The request for execution shall be made by applying directly to the President of the District Court by attaching a photocopy of a court decision (a decision of the District Court, and / or Supreme Court decision) which has had permanent legal force. The party entitled to apply for execution is the party declared "win" in the court decision, whether it is done personally or through their legal counsel with special powers.

(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.3.1 Tinjauan Umum ... 6 1.3.2 Tujuan Khusus ... 7 1.4 Kegunaan Penelitian ... 7 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7 1.4.2 Manfaat Praktis ... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ... 8

1.6 Metode Penelitian ... 16

1.6.1 Tipe dan Pendekatan Masalah ... 16

1.6.2 Sumber Bahan Hukum ... 16

1.6.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 17

1.6.4 Analisa Bahan Hukum ... 17

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM PENYEWA TERHADAP 0BJEK HAK TANGGUNGAN YANG DISEWAKAN ... 19

2.1 Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan, Hak Tanggungan dan Sewa Menyewa ... 19

2.1.1 Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan ... 19

2.1.2 HaK Tanggungan ... 24

2.1.3 Sewa Menyewa ... 28

2.2 Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 31

2.3 Objek Hak Tanggungan yang Disewakan ... 40

2.4 Perlindungan Hukum Penyewa terhadap Objek Hak Tanggungan yang Disewakan ... 42

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ... 62

3.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa yang Dibebani HakTanggungan ... 62

3.2 Prosedur Eksekusi dan Pelaksanaan Eksekusi ... 65

3.3 Penyelesaian Sengketa dalam Sewa Menyewa yang Dibebani Hak Tanggungan ... 69

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 73

4.1 Simpulan ... 73

4.2 Saran ... 74

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak sebagai mana yang di maksud dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan). Hal ini menunjukan bahwa bank dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang berupa giro, deposito tabungan dan/atau bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU Perbankan yang menentukan bahwa bank berfungsi untuk menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit yang merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat.1

Kegiatan bank dalam menyalurkan dana berupa pemberian pinjaman atau kredit kepada masyarakat selama ini dilandaskan dengan adanya unsur esensial dari kredit bank yaitu adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena segala ketentuan dan persyaratan dipenuhi untuk memperoleh kredit dari kreditur oleh debitur. Makna dari kepercayaan adalah keyakinan bank sebagai kreditur bahwa kredit

1Muhamad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

(10)

2

yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan.2

Usaha bank menyalurkan kredit kepada masyarakat maksudnya yaitu penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain sebagai peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga sesuai dengan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan. Kredit merupakan penyediakan uang atau tagihan untuk kepentingan yang membutuhkan dana berdasarkan perjanjian pinjam meminjam yang di buat antara pihak bank selaku kreditor dengan pihak yang memperoleh krdedit selaku debitur, dengan mewajibkan debitor untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu.

Adanya tenggang waktu tersebut bank selaku kreditor menanggung resiko dari kemungkinan debitur tidak mampu melunasi pinjaman sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati. Sebelum menerima kredit yang diajukan oleh debitor, kreditur melakuan penilaian secara saksama mengenai watak, kemampuan, kemauan, jaminan dan prospek usaha debitor sebagai bentuk penerapan prinsip kehati-hatian sesuai dengan Pasal 2 UU Perbankan. Pertimbangan kreditor melakukan penilaian tersebut dijamin oleh undang undang berdasarkan analisis yang mendalam atau etikat baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

2

Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta , h. 43.

(11)

3

Prinsip kehati-hatian bank, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Perbankan menentukan bahwa dalam memberikan kredit kepada nasabahnya diperlukan Collateral (jaminan yang dimiliki calon debitur). Jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

Selain istilah jaminan, dikenal juga istilah agunan. Berdasarkan Pasal 1 angka 23 UU Perbankan, agunan adalah jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah.Agunan dalam kontruksi ini merupakan jaminan tambahan (accessoir), di mana tujuan dari agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank.3 Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur

jaminan pemberian kredit maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan

3

(12)

4

dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Salah satu yang dapat penilaian oleh pihak bank yaitu adanya agunan yang diserahkan debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit. Pemberian agunan tersebut merupakan perjanjian tambahan dalam perjanjian kredit. Meskipun sifatnya hanya tambahan, mempunyai peran penting bagi bank untuk menambah keyakinan bagi bank dan kepastian debitur menggembalikan pinjamannya dengan menjaminkan benda miliknya sebagai jaminan pelunasan utang.4

Benda yang paling umum dipergunakan sebagai suatu jaminan dalam pemberian fasilitas kredit oleh Bank adalah tanah yang sudah mempunyai alas hak berupa sertifikat hak atas tanah. Jaminan kredit dengan sertifikat hak atas tanah dirasa lebih menguntungkan bagi pihak kreditur karena secara ekonomis, harga jual tanah akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Berbeda halnya dengan jaminan kredit yang menggunakan barang bergerak yang memiliki kemungkinan penurunan harga setiap waktu.

Benda tidak bergerak yang dibebani dengan hak tanggungan tersebut memberikan hak kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan lebih didahulukan diantara kreditur lainya dengan didaftarkannya hak tanggungan tersebut pada kantor pertanahan dengan menerbitkan sertifikat hak tanggungan sesuai dengan Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut UUHT). Perjanjian

4J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti,

(13)

5

antara kreditor dan debitur yang tidak dipatuhi dapat menimbulkan hambatan dan kesulitan bagi kreditor untuk melakukan eksekusi atas tanah dan bangunan yang menjadi objek hak tanggungan yang masih di tempati oleh debitur atau pihak ketiga.

Permasalahan hukum dalam lingkup hak tanggungan dalam skripsi ini digambarkan dengankondisi di mana objek sewa yang disewakan oleh debitur kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditor, merupakan penyimpangan Pasal 11 ayat 2 UUHT yaitu janji membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek sewa dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka,kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.5

Sebagai fakta atau gambaran nyata mengenai permasalahan hukum yang telah digambarkan di atas, contoh kasus yang penulis angkat dalam penulisan skripsi ini, yang nantinya akan dianalisis adalah kasus yang telah diputus dengan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan no. 09/PDT.G/2013/PN. JktBar, sebagai berikut:

Penggugat ialah penyewa atas sebidang tanah berikut bangunan di atasnya seluas 120 m2 yang terletak dan setempat dikenal sebagai Jl. KH. Hasyim Ashari

No.7 A RT 002 RW 004 Kelurahan Duri Pulo Kecamatan Bangunan No.1392/Duri Pulo Surat Ukur Tanggal 22-09-1998 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Pusat tanggal 23-09-1999 beserta sebuah rumah toko (ruko) yang ada dan dibangun diatas tanah tersebut (selanjutnya disebut tanah sengketa) yang disewa dari Tergugat II ( pemilik tanah ). Bahwa untuk sewa

(14)

6

atas tanah sengketa, Penggugat telah membayar uang sewa dengan lunas dan tunai kepada Tergugat II, tetapi ternyata Tergugat II memiliki kewajiban berupa hutang atas pinjaman/kredit kepada pihak Bank sebagai jaminan akan tetapi Tergugat II tidak dapat membayar hutangnya oleh karena itu Bank melakukan eksekusi atas objek sewa. Eksekusi itu dilakukan dengan cara penjualan atau lelang, yang membeli tanah tersebut adalah Tergugat I. Tergugat I tidak bisa melakukan pengosongan objek jual beli yang diatasnya ada hak sewa berdasarkan pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh R. Subekti dan Tjitrosudibio (selanjutnya disebut BW), yang menyebutkan bahwa jual beli tidak memutuskan hak sewa. Maka dari itu pembeli dimasukkan ke dalam tergugat I karena tergugat I dan Tergugat II telah melakukan itikad tidak baik atau melakukan perbuatan melawan hukum.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka muncul dua permasalahan hukum yang penting untuk dibahas antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum penyewa terhadap objek hak tanggungan yang dieksekusi?

2. Bagaimanakah prosedur eksekusi terhadap objek hak tanggungan yang disewakan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

(15)

7

Secara umum penelitian ini bertujuan pengembangan ilmu hukum dalam bidang hukum perdata yang mengenai pemahaman terhadap prosedur eksekusi hak tanggungan yang dibebani hak sewa dan perlindungan hukum bagi penyewa terhadap objek hak sewa yang dibebani hak tanggungan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Pada penelitian ini selain untuk mencapai tujuan umum diatas, terdapat pula tujuan khusus. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk menganalisis dan mengevaluasi prosedur eksekusi hak tanggungan yang dibebani hak sewa.

2. Untuk menganalisis dan mengevaluasi perlindungan hukum bagi penyewa terhadap objek hak sewa yang dibebani hak tanggungan.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Adanya penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai referensi atau bahan bacaan tambahan baik bagi mahasiwa maupun bagi masyarakat untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum penyewa terhadap objek hak Tanggungan yang debabni hak sewa.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Akademis:

Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapatmemberikan idebaru untuk membuat dab meneliti lebih lanjut sebagai suatu saat dapat

(16)

8

menghasilkan suatu konsep dan pandangan lain terkait dengan perlindungan hukum bagi penyewa terhadap objek hak tanggungan yang dibebani.

b. Bagi Masyarakat:

Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran kepada masyrakat dalam bidang ilmu hukum khususnya dalam hukum perdata mengenai perlindungan hukum penyewa terhadap objek hak tanggungan yang dibebani hak sewa.

c. Bagi Peneliti Sendiri:

Dalam rangka membekali penelitian dengan pengatahuan dan pemahaman mengenai perlindungan hukum bagi pewa tehadap objek hak tanggungan yang dibebani hak sewa.

1.5 Tinjauan Pustaka

Adanya unifikasi hukum barat yang tertulis, dan hukum adat yang tadinya tidak tertulis kedua-duanya lalu diganti dengan hukum tertulis sesuai dengan ketetap MPRS Nomor II/MPR/1960 yang intinya memperkuat adanya unifikasi hukum tersebut. Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 tentang Dasar Pokok Agraria, dalam hukum dikenal lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah yaitu apabila yang dijadikan jaminan tanah hak barat, seperti Hak Eigendom, Hak Erfpacht atau Hak Opstal, lembaga jaminan adalah Hipotik, sedangkan hak milik menjadi obyek Credietverband.6 Dengan demikian mengenai

segi materilnya mengenai Hipotik dan Credietverband atas tanah masih tetap

(17)

9

berdasarkan ketentuan- ketentuan KUHP Perdata dan Stb 1908 Nomor 542 jo Stb 1937 Nomor 190 yaitu misalnya mengenai hak-hak dan kewajiban yang timbul dari adanya hubungan hukum itu mengenai asas-asas Hipotik, mengenai tingkatan Hipotik janji-janji dalam Hipotik dan Credietverband.7

Memberikan jaminan kredit pada dasarnya adalah suatu kegiatan pemberian jaminan kepada kreditur atas kredit atau pembiayaan yang disalurkan akibat tidak dipenuhinya syarat angunan yang ditetapkan pihak kreditur.8

Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Sehingga dalam kesimpulanya bahwa pengertian jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.9

Jaminan menurut Hadisoeprepto Hartono yakni sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.10

Pengertian jaminan yang juga dikemukakan oleh M. Bahsan yaitu jaminan adalah

7Mariam Darus Badrulzaman, 1978, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit

Bank Dengan Jaminan Hypoteek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek, Universitas Sumatra Utara, Medan.

8

Nasroen Yasabari dan Nina Kurnia Dewi, 2007, Penjaminan Kredit, Alumni, Bandung, h. 13.

9

Mariam Darus Badrulzaman, 1987, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fidusia, Alumni, Bandung, h. 227.

10

Hadisoeprapto Hartono, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, h. 70.

(18)

10

segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu hutang piutang dalam masyarakat.11 Jaminan sangat penting

kedudukannya didalam pemberian suatu kredit terhadap debitur atapun calon peminjam dana pada suatu bank, sehingga didalam pemberian kredit tersebut tidak terlepas untuk memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Oleh karena itu jaminan disini memberikan keyakinan terhadap kreditur karena jaminan merupakan suatu unsur di dalam jaminan kredit atas kemampuan debitur untuk mengembalikan utangnya.

Hukum Perdata materiil mengenal dan mengatur tentang lembaga-lembaga jaminan utang. Lembaga-lembaga-lembaga jaminan ini memang disediakan untuk dapat dijadikan jaminan oleh setiap calon debitur ketika dalam hal debitur memperoleh kredit dari kreditur. Pengertian jaminan dalam hal ini sendiri menurut Hartono Hadisoeprapto adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan berapa keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.12

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang dasar pokok hukum Agraria maka dalam rangka mengadakan unfikasi hukum tanah, dibentuklah hak jaminan atas tanah yang diberi nama Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hipotik dan Credietverband dengan hak milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan sebagai obyek yang dapat dibebaninya. Hak-hak

11

M. Bahsan, 2002, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, h. 148.

12

Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, h. 192.

(19)

11

barat sebagai obyek Hipotik dan Hak Milik sebagai obyek Credietverband tidak ada lagi, karena hak-hak tersebut telah dikonfersi menjadi salah satu hak baru yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.

Munculnya istilah hak tanggungan itu lebih jelas setelah muncul Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah pada tanggal 19 April 1996. Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1696 menyebutkan pengertian dari Hak Tanggungan.

“Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang sebagai dimaks\d dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutama kreditor terntu terhadap kerditor-kreditor lainnya”

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikat jaminan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengantanah tersebut sebagai jaminan ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan Credietvbrand dalam kitab Undang-Undang Tahun 1548-1600 Hukum perdata (KUH perdata).13

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, objek yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

(20)

12

Dalam pasal 4 Undang-Undang hak tanggungan No. 4 Tahun 1996 tersebut dijelaskan bahwa hak atas tanah adalah sebagai berikut:14

a. Hak milik

b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangungan

d. Hak Pakai Atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar menurut sifatnya dapat di pindah tangankan.

Hak-hak Atas Tanah Berikut Bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah. Dalam hal ini pembebanannya harus dengan tegas di nyatakan di dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan dengan Dasar Hukum yaitu:

1. KUH Perdata 1548 – 1600

2. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria 3. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

4. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

5. Putusan Pengadilan nomor 09/PDT.G/2013/PN. Jkt Bar

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan dengan membuat buku tanah hak tanggungan dan memcatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menjalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.15

14Murnir Fuady, 2002, Pengantar Hukum Bisinis Moderndi Era Global, Citra Aditya Bakti,

(21)

13

Dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 dijelaskan bahwa sebagai bukti adanya hak tanggungan, kantor pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan. Hal ini berarti sertifikat hak tanggungan dapat membuktikan sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain yang menjadi patokan pokok adalah tanggal pendaftaran atau pencatatannya dalam buku tanah hak tanggungan.

Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dengan demikian sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui tata cara dan menggunakan lembaga parate eksekusi sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata Indonesia.

Apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan untuk sertifikat hak tanggungan diserahkan kepada pemegang hak tanggungan. Untuk melindungi kepentingan kreditor, maka dapat saja sertifikat hak tanggungan tetap berada ditangan kreditor. Hal ini dimungkinkan oleh pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 yang menyatakan kecuali jika diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.16

15Sutardja Sudrajat, 1997 Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbit Sertifikatnya,

Mandar Maju, Bandung, h. 54.

16Habib, 2000 Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Mandar Maju,

(22)

14

Sertifikat Hak Tanggungan adalah sertifikat sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan dalam waktu tujuh hari kerja setelah dibuat buku tanah, oleh kepala kantor pertahanan diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan,sebagai surat tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang bersangkutan. Bentuk dan Kekuatan berlakunya sertifikat Hak Tanggungan Sertifikat Hak Tangungan terdidri atas salinan buku-tanah Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 dan salinan APHT yang keduanya di buat oleh kepala kantor pertanahan dan dijilid menjadi satu dalam satu dokumen. Pada sampul sertifikat di bubuhkan irah-irah dengan kata–kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN TUHAN YANG MAHA ESA’’.sertifikat tersebut mempunyai kekuatan ekseskutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse ascte hypotheek, sepanjang menggenai hak atas tanah (dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun) dalam pelaksanaan “parate executive.17

Eksekusi Hak Tanggungan Apabila debitor cidera janji, obyek Hak Tanggungan kreditor pemegang Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak ,mengambil seluruh atau sebagian Hak Tanggungan tersebut, dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. Inilah yang disebut eksekusi Hak Tanggungan, yang diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996.18

17Maria S. W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan

(23)

15

Pengertian hak sewa atas tanah adalah hak sewa yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu tertentu. Peraturan dasar hak sewa diatur dalam pasal 44 dan 45 UUPA No.5 Tahun1960. Dalam hukum adat hak sewa sering disebut dengan “ Jual Tahunan”.19

Jangka Waktu Hak Sewa atas Tanah tergantung perjanjian, dengan memperhatikan pasal 26 Ayat 2 UUPA yaitu:

“Setiap jual beli,penukaran,pengibahan,pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatanyang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga Negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah termasuk dalam pasal 21 ayat 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok Agraria , adalah batal akrena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dan ketentuan,bahwa pihak-pihak yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali“.

Menurut Pasal 5 Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berikuta dan beberapa pengertian bank:

1. Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

18Yahya Harap, 1993, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia

Pustaka Umum, Jakarta, h. 4.

19Boedi Harsono, 2002 Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum

(24)

16

2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.20

Jaminan kredit adalah hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada pihak bank guna menjamin pelunasan utangnya apabila bila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah

Tipe Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dengan pendekatan studi Perundang-undangan.Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah dari semua peraturan perundang-undangan yang bersangkutan paut dengan permasalahn (isu hukum) yang sedang dihadapi.Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undangnyang satu dan perbedaan diantara peraturan hukum/pengadilan tersebut.

1.6.2 Sumber Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma ( kaidah) dasar, yaitu:

1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria.

(25)

17

2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.

4. Putusan Pengadilan nomor 09/PDT.G/2013/PN. Jkt Bar 2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum sekunder yang digunakan adalah literatur atau buku-buku yang terkait dengan penelitian yang dibahas.hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan-bahan hukum diawali dengan kegiatan inventarisasi, dengan pengoleksian dan penggorganisasian bahan-bahan hukum kedalam suatu system informasi sehingga memudahkan kembali penelusuran bahan-bahan hukum tersebut. Bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan dengan studi dokumentasi, yakni dengan melakukan pencatatan terhadap sumber-sumber bahan hukum primer dan skunder selanjutnya dilakukan inventarisasi bahan-bahan hukum yang relevan dengan cara pencatatan atau pengutipan dengan menggunakan system kartu. Masing-masing kartu diberikan identitas sumber bahan hukum yang dikutip dan halaman dari sumber kutipan.

1.6.4 Analisa Bahan Hukum

Analisis bahan hukum adalah pengolahan bahan hukum yang diperoleh baik dari bahan hukum primer maupun sekunder yang didapat terlebih

(26)

18

dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklasifikasi serta dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk memudahkan melakukan analisis. Bahan hukum primer inipun terlebih dahulu di koreksi untuk menyelesaikan bahan yang paling relevan dengan rumusan masalah yang ada, yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil bahan hukum peneliti pustaka dilakukan pembahasan secara deskriptif analitis.

(27)

19

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM PENYEWA TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG DISEWAKAN

2.1 Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan, Hak Tanggungan Dan

Sewa Menyewa

2.1.1 Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan

Hukum Perdata materiil mengenal dan mengatur tentang lembaga-lembaga jaminan utang yang berwenang untuk membebankan Hak Tanggungan. Lembaga-lembaga jaminan ini memang disediakan untuk dapat dijadikan jaminan oleh setiap calon debitur ketika dalam hal debitur memperoleh kredit dari kreditur. Pengertian jaminan dalam hal ini sendiri menurut Hartono Hadisoeprapto adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan berapa keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.21 Suatu perikatan

berdasarkan perjanjian pinjam meminjam sebaiknya disertai

Proses pembebanan Hak Tanggungan menurut Penjelasan Umum angka 7 UUHT dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu:

1. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin;

21

Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, h. 192.

(28)

20

2. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

PPAT/Pembuat Pejabat Akta Tanah adalah sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. PPAT diangkat oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan masing-masing diberi daerah kerja. Ia hanya berwenang membuat akta mengenai tanah yang ada di wilayah daerah kerjanya, kecuali dalam hal-hal khusus dengan ijin Kepala Kantor BPN Wilayah Propinsi. Akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik. Pasal 11 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib mencantumkan :

1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan. Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas tanah bersama-sama pemilik benda tersebut;

2. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih; 3. Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin

(29)

21

utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan;

4. Nilai tanggungan;

5. Uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.

Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi rincian mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanahnya.

Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila obyek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam pemberian hak tanggungan di hadapan PPAT, wajib dihadiri oleh pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan dan disaksikan oleh dua orang saksi.

Menurut Pasal 13 UUHT, Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Dengan pengiriman oleh PPAT berarti akta dan warkah lain yang diperlukan itu disampaikan ke Kantor Pertanahan melalui petugasnya atau dikirim melalui pos tercatat. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku

(30)

22

tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Mengenai tanggal buku-buku hak tanggungan adalah tanggal hari ke tujuh setelah penerimaan secara lengkap suratsurat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Kepastian tanggal buku-tanah itu dimaksudkan agar pembuatan buku-tanah Hak Tanggungan tidak berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi kepastian hukum. Dengan adanya hari tanggal buku-tanah hak tanggungan, maka hak tanggungan itu lahir, asas publisitas terpenuhi dengan dibuatnya buku-tanah hak tanggungan dan hak tanggungan mengikat kepada pihak ketiga.

Menurut Pasal 14 ayat (1) UUHT, sebagai suatu tanda bukti telah adanya pemindahan hak tanggungan, kepada pemegang hak tanggungan yang akan diberikan Sertipikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Oleh karena Sertipikat Hak Tanggungan merupakan tanda bukti adanya hak tanggungan, maka sertipikat tersebut membuktikan sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada.

Mengenai bentuk Sertipikat Hak Tanggungan, diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertipikat (seharusnya ditulis Sertipikat), bahwa Sertipikat Hak Tanggungan

(31)

23

itu terdiri atas salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, yang dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan dijahit menjadi satu dalam sampul dokumen dengan bentuk sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996.

Secara sistematis prosedur Pembebanan Hak Tanggungan dari awal dimulainya yaitu saat seseorang mulai mengajukan kredit ke bank dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Calon nasabah yang menginginkan dana atau uang dari Bank oleh karena persyaratan Bank akan mencairkan kredit ketika ada hak agunan yang dijaminkan (Pasal 8 UUHT), calon debitur bersama-sama ke Notaris untuk dibuatkan SKMHT, dengan pihak Bank kemudian calon debitur memberikan kuasa kepada Bank melalui SKMHT melalui surat yang dibuat oleh Notaris;

2. Khusus untuk bukan kredit rumah, kredit usaha kecil (Permenag/Ka. BPN No 4/1996) dalam jangka waktu 1 bulan SKMHT sudah harus ditingkatkan menjadi APHT ke PPAT bagi tanah yang sudah terdaftar hak milikinya sedangkan tanah yang belum terdaftar memerlukan waktu selama tiga bulan untuk peningkatan APHT-nya;

3. Dalam praktik lapangan biasanya Bank atau kreditur yang melakukan pendaftaran APHT ke Badan Pertanahan untuk kemudian dikeluarkan sertifikat hak tanggungan yang dapat dijadikan jaminan dan Bank memiliki kekuatan untuk mengeksekusi objek jamina jika debitur pemberi hak tanggungan tidak memenuhi kewajiban pembayaran utangnya.

(32)

24

Bank dalam kegiatannya memberikan pinjaman kepada pihak debitur, bank tersebut membutuhkan penilaian kredit yang tertuang ke dalam bentuk suatu analisis kredit dalam rangka membantu menentukan tingkat resiko yang terdapat atau yang mungkin terjadi dari pinjaman yang diberikan. Untuk itu analisis kredit sangat penting dan berguna untuk:

1. Menentukan berbagai resiko yang akan dihadapi oleh bank dalam memberikan kredit kepada seseorang atau badan usaha.

2. Mengantisipasi kemungkinan pelunasan kredit tersebut karena bank telah mengetahui kemampuan pelunasan melalui analisis cashflow usaha debitur.

3. Mengetahui jenis kredit, jumlah kredit dan jangka waktu kredit yang dibutuhkan oleh usaha debitur, sehingga bank dapat melakukan penyesuaian dengan struktur dana yang dipersiapkan untuk digunakan. 4. Mengetahui kemampuan dan kemauan debitur untuk melunasi kreditnya,

baik dari sumber pelunasan primer maupun sekunder.

Dalam melakukan setiap usahanya, bank wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudent principle).22 Hal tersebut tidak terkecuali dalam usaha penyaluran

kredit.

2.1.2 Hak Tanggungan

Pengertian Hak Tanggungan adalah Setelah menunggu beberapa tahun lamanya, akhirnya pada tanggal 9 April 1996 diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta

22

Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif, SK No.30/267/KEP/DIR/1998, ps. 2.

(33)

25

Benda yang berkaitan dengan Tanah, yang selanjutnya disebut dengan Undang Hak Tanggungan (UUHT). undang ini merupakan Undang-undang baru yang penting bagi seluruh sistem hukum perdata yang berkenaan dengan sistem pemberian kredit.

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan definisi Hak Tanggungan sebagai berikut:

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”

Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa Hak Tanggungan adalah identik dengan hak jaminan, yang bilamana dibebankan atas tanah Hak Milik, tanah Hak Guna Bangunan dan/atau tanah Hak Guna Usaha memberikan kedudukan utama kepada kreditor-kreditor tertentu yang akan menggeser kreditor lain dalam hal si berhutang (debitor) cidera janji atau wanprestasi dalam pembayaran hutangnya, dengan perkataaan lain dapat dikatakan bahwa pemegang hak tanggungan pertama lebih Preferent terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 6UUHT, yang mengatakan “apabila debitor cidera janji (wanprestasi), pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil hasil penjualan objek hak tanggungan tersebut untuk pelunasan hutangnya.”

Hak tanggungan adalah lembaga jaminan untuk benda tidak bergerak yang berupa tanah. Menurut Boedi Harsono hak tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai

(34)

26

tanah yang dijadikan agunan, tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya. Menurut C.S.T Kansil hak tanggungan adalah:

“Jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cidera janji kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului dari kreditur-kreditur yang lain.23

Definisi hak tanggungan dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 UUHT. Pasal 1 angka 1 UUHT merumuskan:

“Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.” Dari rumusan pasal diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur dari hak tanggungan tersebut antara lain:

1. Jaminan yang dibebankan adalah hak atas tanah;

2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu;

3. Untuk pelunasan hutang tertentu;

4. Memberikan kedudukan-kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

23

C.S.T Kansil dan Christine ST Kansil, 1997, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas

(35)

27

Hak tanggungan merupakan salah satu perjanjian jaminan. Gerald G Thain mendefinisikan perjanjian jaminan:

“(secured transaction) a secured transaction is a matter in which there is a loan in which the creditor/secured party is given rights in collateral that secures the loan according to its terms. If the loan is repaid according to its terms, then the scured party’s ability to claim an interest in the collateral is extinggushed.24

(Terjemahan bebas: perjanjian jaminan adalah suatu kondisi yang mana terdapat suatu pinjaman dimana kreditor/pihak terjamin memperoleh hak-hak atas atas barang jaminan yang akan menjamin hutang tersebut dan hak-hak ini dapat dipaksakan berlakunya apabila hutang tersebut tidak dibayarkan kembali sesuai dengan yang diperjanjikan. Jika hutang sudah dibayar kembali sesuai perjanjian, maka kemampuan kreditor untuk mengajukan tuntutan atas kepentingannnya terhadap jaminan menjadi hapus).

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan, yang selama ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan Creditverband dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Hak tanggungan menjadi satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah.

Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan Asas Pemisahan

24

Gerald G Thain, 2004, A Basic Outline of The Law of Secured Transaction, Ohio State University, Wisconsin, h. 153.

(36)

28

Horizontal, yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.

Pada Prinsip Hukum Perdata BW menganut Asas Perlekatan Vertikal, yang mana hak milik atas sebidang tanah yang di dalamnya mengandung pemilikan dari segala apa yang ada diatasnya dan di dalam tanah ( Pasal 571 BW). Oleh karena itu, untuk menghindari keraguan mengenai hal ini, maka pada Pasal 4 ayat (4) UUHT mengisyaratkan perlunya dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah tersebut, apakah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut dengan bangunan tanam-tanaman yang ada diatasnya.

2.1.3 Sewa Menyewa

Dalam kamus besar bahasa indonesia pengertian sewa adalah, pemakaian sesuatu dengan membayar uang, sedangkan menyewa adalah, memakai (meminjam/menampung) dengan membayar uang sewa. Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual. Artinya, ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapai-nya sepakat mangenai unsur 2 pokoknya, yaitu barang dan harga.

Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pi¬hak yang terakhir ini

(37)

29

adalah membayar harga sewa". Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual¬beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.

Meskipun demikian, peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam bab ketujuh dari Buku III B.W. berlaku un¬tuk segala macam sewa-menyewa, mengenai semua jenis barang, baik bergerak maupun tak bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu-tertentu, oleh ka¬rena "waktu tertentu" bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa-menyewa. Dalam sewa menyewa terdapat beberapa unsure penting, yakni; subyek, obyek, perbuatan, dan jangka waktu sewa menyewa.

1. Subyek sewa menyewa, adalah kedua belah pihak yang berikat atau mengikatkan diri dalam kegiatan sewa menyewa. Mereka adalah penyewa dan menyewakan. Penyewa merupakan pihak yang membutuhkan benda yang akan dinikmati manfaatnya dan membayar hak guna pakainya melalui perjanjian sewa menyewa. Sedangkan menyewakan adalah, mereka yang menyediakan barang yang akan disewakan dan membutuhkan uang hasil sewa tersebut. biasanya berbentuk instansi, perorangan, dan sebagainya.

2. Obyek sewa menyewa, adalah benda dan harga sewa. Benda ini dalam arti kepemilikan asli dari orang atau lembaga yang menyewakan, yang memiliki status yang sah dalam hukum. Benda ini juga dapat berwujud atau tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak, dan sebagainya. Sesuai dengan Buku III Bab VII KUHpdt . Tentang harga-sewa: Kalau

(38)

30

dalam jual-beli harga harus berupa uang, karena kalau berupa barang perjanjiannya bukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa-menyewa tidaklah menjadi keberatan bahwa harga-sewa itu berupa barang atau jasa. Sebagai telah diterangkan, segala macam barang dapat disewakan, Perkataan "carter" yang berasal dari dunia perkapalan .itujukan kepada pemborongan pemakaian sebuah kendaraan atau sebuah alas pengangkut (kapal laut, kapal terbang, mobil dan lain-lain) untuk suatu waktu tertentu atau untuk suatu perjalanan tertentu, dengan pengemudinya yang akan tunduk pada perin¬tah-perintah yang diberikan oleh si pencarter.

3. Perbuatan Sewa Menyewa.

a. Persetujuan, yakni perbuatan yang terwujudnya kata sepakat oleh kedua belah pihak.

b. Penyerahan, yakni perbuatan mengalihkan hak penguasaan benda.

c. Pembayaran uang sewa, yakni memberikan sejumlah biaya kepada yang menyewakan sesuai dengan kesepakatan keduanya. d. Waktu sewa, yaitu batas waktu yang digunakan untuk

penguasaan benda yang disewa oleh penyewa.

e. Persyaratan sewa menyewa, yakni ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

f. Jangka Waktu Sewa-Menyewa

Dalam uraian pasal 1548 KHUPdt dengan “waktu Tertentu”, dalam maksud yang telah dijelaskan atau tidak berapa lama barang

(39)

31

disewa¬nya, asal sudah disetujui berapa harga sewanya, yakni menurut keladziman, apakah itu beberapa jam, satu hari, satu bulan atau satu tahun. Dalam pasal. 1579 KUHpdt"Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang¬nya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya”. Utnuk mengetahui jangka waktu tertentu ada beberapa cara:

1) Kepastian jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian 2) Tarif sewa untuk setiap unit waktu

3) Penafsiran pasal-pasal tertentu dalam peraturan sewa menyewa.

2.2 Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa

Adapun subyek dari perjanjian sewa menyewa yaitu adanya pihak penyewa dan adanya pihak yang menyewakan. Sedangkan yang menjadi obyek dari perjanjian sewa menyewa adalah barang dan harga (prestasi), yang mana barang yang menjadi obyek tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan atau sering disebut sebagai barang yang halal.

Pengertian perjanjian terdapat dalam buku III KUHPerdata pada Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang terlibat di dalamnya untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban. Perjanjian ditujukan untuk memperjelas hubungan hukum dan memberikan kepastian dalam penyelesaian suatu sengketa.25

25

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan

(40)

32

Prestasi merupakan kewajiban atau hak yang harus dilaksanakan. Prestasi merupakan objek dalam suatu perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban adalah suatu beban yang ditanggung oleh seseorang yang bersifat kontraktual atau perjanjian (perikatan). Hak dan kewajiban dapat timbul apabila terjadi hubungan antara 2 pihak yang berdasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian (perikatan). Jadi, ketika hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka salah satu pihak memiliki beban kontraktual dan mempunyai keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya (prestasi).

Kewajiban tidak selalu tercipta sebagai akibat adanya kontrak, melainkan dapat pula muncul dari peraturan hukum yang berlaku pada lembaga yang berwenang. Kewajiban disini merupakan keharusan untuk mentaati hukum yang disebut wajib hukum (rechtsplicht). Yang menjadi hak dan kewajiban dari para pihak yaitu pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa, menurut KUHPerdata, adalah sebagai berikut :

1. Hak dan Kewajiban Pihak Yang Menyewakan Adapun yang menjadi hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan. Sedangkan yang menjadi kewajiban bagi pihak yang menyewakan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu:

1) Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa (Pasal 1550 ayat 1 KUHPerdata)

2) Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat 2 KUHPerdata)

(41)

33

3) Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan (Pasal 1550 ayat (3) KUHPerdata)

4) Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUHPerdata)

5) Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 KUHPerdata)

2. Hak dan kewajiban pihak penyewa (prestasi). Adapun yang menjadi hak bagi pihak penyewa adalah menerima barang yang di sewakan dalam keadaan baik. Sedangkan yang menjadi kewajiban dari pihak penyewa dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu:

1) Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang tersebut itu kepunyaan sendiri

2) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 KUHPerdata. Dari ketentuan di atas cukuplah jelas bahwa kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.

Prestasi merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi oleh pihak debitur dan prestasi merupakan objek dari perikatan. Dalam hukum perdata, penyertaan jaminan merupakan suatu kewajiban dalam memenuhi prestasi. Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu. Jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang disepakati

(42)

34

dalam perjanjian para pihak. Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan ada 3 (tiga) wujud prestasi, yaitu:

1. Memberikan sesuatu, misalnya menyerahkan benda, membayar harga benda, dan memberikan hibah penelitian;

2. Berbuat sesuatu, misalnya membuatkan pagar pekarangan rumah, mengangkut barang tertentu, dan menyimpan rahasia perusahaan;

3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya tidak melakukan persaingan curang, tidak melakukan dumping, dan tidak menggunakan merek orang lain. Pasal 1235 KUHPerdata menjelaskan pengertian “Memberikan sesuatu”, yaitu menyerahkan penguasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur atau sebaliknya. Dalam perikatan yang objeknya “Berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan suatu perbuatan yang telah disepakatu dalam perikatan. Dalam melaksanakan perbuatan tersebut, debitur harus mematuhi semua ketentuan yang telah disepakatu dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan perikatan. Dalam perikatan yang objeknya “Tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah disepakati dalam perikatan.

Perikatan diatur dalam Buku KUHPerdata. Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan, perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Sesuai dengan penggunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUHPerdata menetukan bahwa perikatan dapat terjadi, baik karena perjanjian maupun karena Undang-Undang. Dengan kata lain, sumber perikatan adalah Undang-Undang dan perjanjian. Pasal 1352 KUHPerdata menjelaskan perikatan yang lahir karena Undang-Undang dirinci menjadi dua, yaitu perikatan yang

(43)

35

terjadi semata-mata karena ditentukan oleh Undang-Undang dan perikatan yang terjadi karena perbuatan orang. Perikatan yang terjadi karena perbuatan orang, dalam pasal 1353 KUHPerdata dirinci lagi menjadi perbuatan menurut hukum (rechmatig daad) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Sebagian besar perikatan yang terjadi di masyarakat lahir karena adanya suatu perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Artinya, jika salah satu pihak tidak bersedia memenuhi prestasinya, kewajiban berprestasi itu dapat dipaksakan.

Perikatan yang lahir dari suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian itu sah apabila terpenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:

1. Adanya kata sepakat;

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian; 3. Adanya suatu hal tertentu;

4. Adanya causa yang halal.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat obyektif. Adapun penjelasan masing-masing adalah sebagai berikut:

(44)

36

Kata sepakat berarti persesuaian terhadap kehendak, maksudnya memberikan persetujuan atau kesepakatan.26 Menurut Subekti, yang

dimaksud dengan kata sepakat adalah penyesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendakai oleh pihak pertama juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Jadi sepakat merupakan pertemuan kedua kehendak dimana kehendak pihak pertama mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya “sepakat” saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah tecapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

J.Satrio, menyatakan kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara dua orang dimana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum.27 Dengan demikian

adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain. Dalam KUHPerdata tidak menjelaskan

26

R. Subekti, 2004, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Cet. IV, Alumni, Bandung, h. 4.

27

J.Satrio, 1993, Hukum Jaminan,Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 129.

(45)

37

mengenai kata sepakat, tetapi di dalam Pasal 1321 KUHPerdata menentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak diberikan secara bebas dan tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. Menurut Subekti, yang dimaksud dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psikis), jadi bukan paksaan badan (fisik).28

Kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu dikemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian

Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap

Referensi

Dokumen terkait

Peran guru PKn dalam sosialisasi pilitik adalah skor yang diperoleh melalui koesioner yang diajukan kepada para guru PKn di SMA Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali

Penelitian yang berjudul “ Embriogenesis Somatik dari Salak Padangsidempuan (Salacca sumatrana Becc.) pada Media MS Diperkaya dengan Lisin ” telah dilakukan di

Pemilihan media video tutorial dalam proses pembelajaran mata pelajaran menggambar dengan perangkat lunak menjadi salah satu alternatif penyampaian yang dapat

Beberapa komponen yang terpasang pada mikrokontroler yaitu sensor fingerprint yang berfungsi sebagai pembaca sidik jari untuk membuka pintu ketika berada diluar rumah,

Analisis Biaya pada usaha penggilingan padi UD Padi Mulya dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan dalam usaha ini, serta pendapatan

mempengaruhi secara signifikan pada produktivitas petani kelapa sawit di Desa Kampung Sennah Kecamatan Pangkatan Kabupaten Labuhanbatu adalah tingkat pendidikan, tenaga

Beberapa kondisi dasar berkaitan dengan hal tersebut, yaitu: (1) jumlah penduduk Indonesia besar dan dengan tingkat partisipasi penduduk yang merokok juga besar,

(GBL) asal Taiwan terus dikembangkan sebagai bahan produksi benih. Penelitian ini bertujuan untuk: a) mengidentifikasi dan menganalisis sektor potensial yang ada